Anda di halaman 1dari 11

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Puskesmas

2.1.1 Definisi Puskesmas

Puskesmas adalah unit pelaksana teknis Dinas Kesehatan

Kabupaten/ Kota yang bertanggungjawab menyelenggarakan

pembangunan kesehatan di suatu wilayah kerja. Sebagai unit pelaksana

teknis Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota (UPTD), Puskesmas berperan

menyelenggarakan sebagian dari tugas teknis operasional Dinas Kesehatan

Kabupaten/ Kota dan merupakan unit pelaksana tingkat pertama serta

ujung tombak pembangunan kesehatan di Indonesia.

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas

adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya

kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama,

dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk

mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah

kerjanya (permenkes RI no 75, 2014).

Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan terhadap Puskesmas yang

diberikan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang


ditetapkan oleh Menteri setelah dinilai bahwa Puskesmas telah memenuhi

standar pelayanan Puskesmas yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk

meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas secara berkesinambungan.

2.2 Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

2.2.1 Definis Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Kesehatan yang selanjutnya

disebut BPJS Kesehatan adalah badan hukum yang dibentuk untuk

menyelenggarakan program jaminan kesehatan (peraturan badan

penyelenggara jaminan sosial, 2018).

Jaminan sosial adalah perlindungan yang diberikan oleh

masyarakat bagi anggota-anggotanya untuk resiko-resiko atau peristiwa-

peristiwa tertentu dengan tujuan, sejauh mungkin, untuk menghindari

peristiwa-peristiwa tersebut yang dapat mengakibatkan hilangnya atau

turunya sebagian besar penghasilan, dan untuk memberikan pelayanan

medis dan/atau jaminan keuangan terhadap konsekuensi ekonomi dari

terjadinya peristiwa tersebut, serta jaminan untuk tunjangan keluarga dan

anak (Rajawali Pers, 2007).

2.2.2 Tujuan BPJS

BPJS Kesehatan merupakan badan hukum yang di bentuk

pemerintah Indoesia khusus untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan

nasional. Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang Badan

Penyelenggara Jaminan Sosial yang selanjutnya yang disebut dengan UU


BPJS menyebutkan bahwa,”BPJS Kesehatan berfungsi menyelenggarakan

perogram jaminan kesehatan”. Jaminan kesehatan menurut UU SJSN

diselenggarakan secara nasional berdasarkan prinsip asuransi sosial dan

prinsip ekuitas, dengan tujuan menjamin agar peserta memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi kebutuhan

dasar kesehatan.

Pasal 2 UU BPJS, disebutkan BPJS menyelenggarakan sistem

jaminan sosial nasional berdasarkan asas: (1) kemanusian, (2) manfaat, dan

(3) keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dalam penjelasan Pasal

2 UU BPJS, menerangkan:

a. Yang dimaksud dengan “asas kemanusiaan” adalah asas yang

terkait dengan penghargaan terhadap martabat manusia.

b. Yang dimaksud dengan “asas manfaat” adalah asas yang bersifat

oprasional menggambarkan pengelolaan yang efisien dan efektif.

Pasal 3 UU BPJS, meyebut bahwa BPJS bertujuan untuk

mewujudkan terselenggaranya pemberian jaminan terpenuhinya kebutuhan

dasar hidup yang layak bagi setiap Peserta dan/atau anggota keluarganya.

Dalam Penjelasan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 Tentang

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial yang dimaksud dengan “kebutuhan

dasar hidup” adalah kebutuhan esensial setiap orang agar dapat hidup

layak, demi terwujudnya kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat

Indonesia.
2.2.3 Visi dan Misi BPJS

Program yang dijalankan oleh pemerintah ini mempunyai visi dan

misi, visi dan misi dari program BPJS Kesehatan adalah:

1. Visi BPJS Kesehatan :

Paling lambat 1 Januari 2019, seluruh penduduk Indonesia

memiliki jaminan kesehatan nasional untuk memperoleh manfaat

pemeliharaan kesehatan dan perlindungan dalam memenuhi

kebutuhan dasar kesehatannya yang diselenggarakan oleh BPJS

Kesehatan yang handal, unggul dan terpercaya.

2. Misi BPJS Kesehatan :

a. Membangun kemitraan strategis dengan berbagai lembaga dan

mendorong partisipasi masyarakat dalam perluasan

kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

b. Menjalankan dan memantapkan sistem jaminan pelayanan

kesehatan yang efektif, efisien dan bermutu kepada peserta

melalui kemitraan yang optimal dengan fasilitas kesehatan.

c. Mengoptimalkan pengelolaan dana program jaminan sosial dan

dana BPJS Kesehatan secara efektif, efisien, transparan dan

akuntabel untuk mendukung kesinambungan program.


d. Membangun BPJS Kesehatan yang efektif berlandaskan

prinsip-prinsip tata kelola organisasi yang baik dan

meningkatkan kompetensi pegawai untuk mencapai kinerja

unggul.

e. Mengimplementasikan dan mengembangkan sistem

perencanaan dan evaluasi, kajian, manajemen mutu dan

manajemen risiko atas seluruh operasionalisasi BPJS

Kesehatan.

f. Mengembangkan dan memantapkan teknologi informasi dan

komunikasi untuk mendukung operasionalisasi BPJS

Kesehatan.

2.3 Resep

2.3.1 Definisi Resep

Resep adalah permintaan tertulis dari dokter atau dokter

gigi,kepada apoteker, baik dalam bentuk paper maupun electronic untuk

menyediakan dan menyerahkan obat bagi pasien sesuai peraturan yang

berlaku(permenkes RI no 35 thn 2014, 2014).


2.4 Formularium Nasional

2.4.1 Definisi Formularium Nasional

Keputusan Menteri Kesehatan Nomor

HK.02.02/MENKES/523/2015 tentang Formularium Nasional,

Formularium nasional merupakan daftar obat terpilih yang dibutuhkan dan

tersedia di fasilitas pelayanan kesehatan sebagai acuan dalam pelaksanaan

JKN. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka disusunlah Pedoman

Penerapan Fornas (keputusan menteri kesehatan RI no

HK.01.07/menkes/659/2017 Formularium Nasional, 2017).

Tujuan utama pengaturan obat dalam Fornas adalah meningkatkan

mutu pelayanan kesehatan, melalui peningkatan efektifitas dan efisiensi

pengobatan sehingga tercapai penggunaan obat rasional. Bagi tenaga

kesehatan, Fornas bermanfaat sebagai "acuan" bagi penulis resep,

mengoptimalkan pelayanan kepada pasien, memudahkan perencanaan, dan

penyediaan obat di fasilitas pelayanan kesehatan. Dengan adanya Fornas

maka pasien akan mendapatkan obat terpilih yang tepat, berkhasiat,

bermutu, aman dan terjangkau, sehingga akan tercapai derajat kesehatan

masyarakat yang setinggi- tingginya. Oleh karena itu obat yang tercantum

dalam Fornas harus dijamin ketersediaan dan keterjangkauannya (Menkes

RI pedoman penyusunan penerapan fornas, 2014).


Fornas bermanfaat sebagai acuan penetapan penggunaan obat

dalam JKN, serta meningkatkan penggunaan obat yang rasional, dapat juga

mengendalikan mutu dan biaya pengobatan, serta mengoptimalkan

pelayanan kepada pasien. Selain itu Fornas juga dapat memudahkan

perencanaan dan penyediaan obat, serta meningkatkan efisiensi anggaran

pelayanan kesehatan.

Melihat pentingnya Fornas, maka kriteria pemilihan obat telah

ditetapkan sebagai panduan seleksi untuk menentukan masuk tidaknya

berbagai jenis obat dalam Fornas. Kriteria tersebut adalah :

a. memiliki khasiat dan keamanan terbaik berdasarkan bukti ilmiah

mutakhir dan valid;

b. memiliki rasio manfaat-risiko (benefit-risk rotio) yang paling

menguntungkan;

c. memiliki izin edar dan indikasi yang disetujui oleh Badan POM;

d. memiliki rasio manfaat-biaya (benefit-cost rotio) yang tertinggi;

dan

e. dalam kriteria ini tidak termasuk obat tradisional dan suplemen

makanan.(Indahri et al., 2014).


2.5 Ketersediaan Obat

2.5.1 Definisi Ketersediaan Obat

Menurut UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, obat adalah

bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang digunakan untuk

memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan patologi

dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,

peningkatan kesehatan dan kontrasepsi, untuk manusia (Indahri et al.,

2014).

Obat adalah satu komponen penting dalam penyelenggaraan JKN,

sebagaimana diatur dalam Pasal 25 Permenkes No. 71 Tahun 2003 tentang

Pelayanan Kesehatan pada Jaminan Kesehatan Nasional. Untuk itu

penggunaan obat dalam pelayanan kesehatan harus diberikan dengan tepat

penyakit, tepat obat, tepat dosis, tepat cara pakai, tepat pasien, dan tepat

waktu, karena bila hal tersebut tidak dapat terpenuhi, obat tidak akan

memberikan efek yang diharapkan, bahkan dapat memberikan efek yang

membahayakan jiwa pasien (Indahri et al., 2014)

Ketersediaan obat dalam pelaksanaan JKN mengacu pada

Formularium Nasional (Fornas), yaitu daftar obat yang disusun

berdasarkan bukti ilmiah mutakhir oleh Komite Nasional Penyusunan

Fornas. Obat yang masuk dalam daftar obat Fornas adalah obat yang paling
berkhasiat, aman, dan dengan harga terjangkau yang disediakan serta

digunakan sebagai acuan untuk penulisan resep dalam sistem JKN. Sebagai

bagian dari SJSN, Fornas juga diharapkan dapat menjadi acuan untuk

menjamin aksesibilitas keterjangkauan dan penggunaan obat secara

nasional.

2.6 Penelitian Relevan

Menurut Eva Kusumahati1, Kusnandar Anggadiredja2,Lucy Lustiani3

Dengan berjudul “Evaluasi Kesesuaian Peresepan Obat Rawat Jalan Terhadap

Formularium Obat Pada Salah Satu Provider Asuransi Kesehatan Komersil di

Bandung” yang menunjukan bahwa Analisa kuantitatif menunjukkan bahwa dari

25 poliklinik ada 15 poliklinik yang masih menuliskan obat non formularium.

Berdasarkan sub kelas terapi obat, didapatkan hasil sub kelas terapinya ada 27

resep (8%) obat non formularium, sedangkan yang sesuai dengan formularium

obat asuransi sebanyak 303resep (92%). Kesesuaian diagnosa dengan kelas terapi

sebesar 100%.berdasarkan analisa kualitatif menunjukkan masih ada beberapa

dokter yang menuliskan obat non formularium.

Menurut Erna prihandiwati, Hiliyanti, Asny waty dengan berjudul

kesesuaian peresepan obat pasien bpjs kesehatan dengan formularium nasional di

rsd idaman kota banjarbaru. Hasil penelitian diperoleh kesesuaian peresepan obat

pasien BPJS Kesehatan dengan Formularium Nasional berdasarkan kelas terapi di

Instalasi Farmasi RSUD Banjarbaru periode Oktober sampai Desember 2015


sebanyak 2277 Item obat(84,14%) dan 361 item obat (15,85%) yang tidak sesuai

dengan Formularium Nasional. Ketersediaan obat-obat yang tidak sesuai dengan

Formularium Nasional berdasarkan kelas terapi di Instalasi Farmasi RSUD

Banjarbaru periode Oktober sampai Desember 2015 yaitu tersedia 359 item obat

(99,44%) dan yang tidak tersedia 6 item obat. Tediri dari 2 item tidak sesuai dan

tidak tersedia 4 item obat sesuai dan tidak tersedia.

2.7 Kerangka Konsep

Variabel Independen Variabel Dependent

- Resep

- Daftar Obat Formularium

Nasional di Puskesmas Ketersediaan dan Kesesuaian


Obat Formularium Nasional
Tigaraksa

Gambar 1 Kerangka Konsep


2.8 Hipotesis

Berdasarkan rumusan masalah dan tinjauan pustaka dapat dibuat hipotesis

evaluasi kesesuaian peresepan pasien bpjs dengan formularium nasional di

puskesmas tigaraksa sudah 100% sesuai dengan formularium nasional.

Anda mungkin juga menyukai