Anda di halaman 1dari 45

MAKALAH FARMASI KOMUNITAS

PENYIMPANAN,PENCATATAN, PELAPORAN, PENARIKAN,


DAN PEMUSNAHAN

Dosen Pengampu : Dra. Lili Musnelina M.Si., Apt

Disusun oleh :
Kelompok 2 Kelas
A

DIDAN AHMAD DANI 23340002


RATU MUTIA SARI 23340011
LALA MEILAN SARI 23340020
SITI LILIS NURMAE MUTASIH 23340029
M KHATAMI 23340038

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI
NASIONAL 2023
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-Nya kepada kami sehingga dapat menyelesaikan tugas makalah mata
kuliah Farmasi Komunitas yang berjudul “Penyimpanan, Pencatatan, Pelaporan, Penarikan,
dan Pemusnahan”.
Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini tidak terlepas dari bantuan banyak
pihak yang dengan tulus memberikan doa, saran, dan kritik sehingga makalah ini dapat
terselesaikan. Selain itu, kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari
sempurna dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan yang kami miliki. Oleh karena
itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang membangun dari
berbagai pihak.
Akhir kata, kami berharap semoga makalah ini dapat memberikan manfaat dan inspirasi
terhadap pembaca.

Jakarta, Maret 2023

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

COVER...........................................................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................................1
1.1 Latar belakang.............................................................................................................1
1.2 Rumusan masalah.......................................................................................................2
1.3 Tujuan.........................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...............................................................................................................3
2.1 Pencatatan dan Pelaporan............................................................................................3
2.1.1 Pencatatan..........................................................................................................3
2.1.2 Pelaporan...........................................................................................................7
2.2 Penarikan dan Pemusnahan.........................................................................................8
2.2.1 Penarikan.........................................................................................................10
2.2.2 Pemusnahan.....................................................................................................15
BAB III KESIMPULAN..............................................................................................................20
3.1 Kesimpulan...............................................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................21

iii
BAB I
PENDAHULUA
N

1.1 Latar belakang


Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan,
bertujuan untuk mewujudkan drajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat. Menurut
Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa praktik
kefarmasian meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter,
pelayanan informasi obat serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peraturan Pemerintah Nomor 51 Tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian menyatakan
bahwa pekerjaan kefarmasian adalah pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan
farmasi, pengamanan, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian atau penyaluran obat,
pengelolaan obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat, serta
pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional. Pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai dilakukan sesuai ketentuan peraturan yang berlaku
meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan, pemusnahan, pengendalian,
pencatatan, dan pelaporan. Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan
farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang meliputi perencanaan kebutuhan,
pengadaan, penerimaan, pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian,
pemusnahan dan penarikan.
Pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, dan bahan medis habis pakai yang tidak
dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang- undangan. Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan memiliki
potensi risiko terhadap kesehatan sehingga harus dilakukan penarikan dari peredaran.
Pelaksanaan penarikan obat dari peredaran memerlukan sistem yang dapat menjamin bahwa
penarikan obat telah dilakukan secara efektif dari seluruh mata rantai distribusi di wilayah
Indonesia untuk mencegah penggunaan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan serta mencegah berulang kembali obat tidak memenuhi syarat (TMS).
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan, fokus makalah ini membahas mengenai
pencatatan, pelaporan, pemusnahan, dan penarikan sediaan farmasi dan alat kesehatan.
1
1.2 Rumusan masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas maka didapatkan beberapa
rumusan masalah yaitu sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pencatatan dan pelaporan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai?
2. Bagaimana proses pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai?

1.3 Tujuan
1. Mengetahui proses pencatatan dan pelaporan sediaan farmasi dan bahan medis habis pakai.
2. Mengetahui proses pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi dan bahan medis habis
pakai.

2
BAB II
PEMBAHASAN

1. Penyimpanan Sediaan Farmasi

1.2 Definisi Penyimpanan

Penyimpanan adalah suatu kegiatan pengaturan obat mulai dari kegiatan menyimpan
dan memelihara dengan cara menempatkan perbekalan farmasi yang diterima pada tempat
yang dinilai aman dari pencurian serta gangguan fisik yang dapat merusak mutu obat agar
terhindar dari kerusakan fisik maupun kimia, agar aman dan mutunya terjamin. Penyimpanan
obat harus mempertimbangkan berbagai hal yaitu bentuk dan jenis sediaan, mudah atau
tidaknya meledak/terbakar, stabilitas, dan narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari
khusus (Depkes RI, 2010 ; Permenkes, 2014).
Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan
dan alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO serta disertai sistem informasi yang
selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan. Penyimpanan sebaiknya
dilakukan dengan memperpendek jarak gudang dan pemakai dengan cara ini maka secara tidak
langsung terjadi efisiensi (Depkes RI, 2010). Tempat penyimpanan juga harus memenuhi
persyaratan seperti persyaratan stabilitas dan keamanan, sanitasi, cahaya, kelembaban dan
ventilasi untuk menjamin kualitas dan keamanan sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan
medis habis yang dipakai (Permenkes, 2014)
1.3. Tujuan dan Pertimbangan Penyimpanan

Tujuan penyimpanan adalah (Dirjen Bina Kefarmasian, 2010) :

1. Memelihara mutu sediaan farmasi.


2. Menghindari penggunaan yang tidak bertanggung jawab.
3. Menjaga ketersediaan.
4. Memudahkan pencarian dan pengawasan.

Dalam melakukan penyimpanan juga harus memperhatikan beberapa komponen penting


dalam penyimpanan seperti berikut :

1. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi label yang
secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan dibuka, tanggal
kadaluwarsa dan peringatan khusus.

3
2. Elektrolit konsentrasi tinggi tidak disimpan di unit perawatan kecuali untuk kebutuhan
klinis yang penting.

3. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien dilengkapi
dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan disimpan pada area yang dibatasi
ketat (restricted) untuk mencegah penatalaksanaan yang kurang hati-hati.

4. Sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai yang dibawa oleh pasien
harus disimpan secara khusus dan dapat diidentifikasi.
Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 30 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan
Kefarmasian di Puskesmas penyimpanan obat harus mempertimbangkan hal-hal berikut :

a. Bentuk dan jenis sediaan


b. Stabilitas suhu, cahaya dan kelembaban
c. Mudah atau tidaknya meledak/terbakar
d. Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus

1.4 Prosedur Penyimpanan

Cara penyimpanan menurut (Fallo, 2018), yaitu :

1. Cara penyimpanan obat dikelompokan berdasarkan bentuk sediaan dan disusun


secara alfabetis berdasarkan nama generiknya. Contohnya: kelompok sediaan tablet,
kelompok sediaan sirup dan kelompok sediaan lainnya.

2. Penyusunan obat dilakukan dengan sistem First In First Out (FIFO) untuk masing–
masing obat, artinya obat yang datang pertama kali harus di keluarkan lebih dahulu dari
obat yang datang kemudian. Dan First Expired First Out (FEFO) untuk masing –masing
obat, artinya obat yang lebih awal kadaluarsa harus dikeluarkan lebih dahulu dari obat
yang kadaluarsa kemudian.

3. Obat yang sudah diterima, disusun sesuai dengan pengelompokan untuk memudahkan
pencarian, pengawasan dan pengendalian stock obat

4. Pemindahan harus hati–hati supaya obat tidak pecah atau rusak.

5. Golongan antibiotik harus disimpan dalam wadah yang tertutup rapat, terlindung dari
cahaya, disimpan dalam lemari es. Kartu pengukur suhu yang terdapat di dalam lemari
es harus selalu terisi.

4
6. Obat injeksi harus disimpan dalam tempat yang terhindar dari cahaya matahari

7. Bentuk dragee (tablet salut) disimpan dalam wadah yang tertutup

8. Untuk obat yang mempunyai kadaluarsa supaya waktu kadaluarsanya dituliskan pada dus
luar dengan menggunakan spidol.

9. Penyimpanan tempat untuk obat dengan kondisi khusus, seperti lemari tertutup rapat,
lemari pendingin, kotak kedap udara, dan lain sebagainya.

10. .Cairan diletakkan di rak bagian bawah.

11. Kondisi penyimpanan beberapa obat :

a. Beri tanda/kode pada wadah obat


b. Beri tanda khusus pada obat yang akan habis masa pakainya pada tahun tersebut
c. Informasi tambahan untuk menyusun atau mengatur obat
d. Terdapat beberapa sediaan farmasi, alat kesehatan dan bahan medis habis pakai
yang harus disimpan terpisah dalam system penyimpanannya.

Berikut jenis bahan beserta persyaratan penyimpanan bahan yang harus disimpan terpisah seperti
berikut:
1. Bahan yang mudah terbakar, disimpan dalam ruang tahan api dan diberi tanda khusus bahan
berbahaya. Menurut Suliyanto dkk., 2011 Syarat penyimpanan bahan yang mudah terbakar:
a. Ruang dingin dan berventilasi
b. Jauh dari sumber panas atau api
c. Tersedia alat pemadam kebakaran

2. Gas medis disimpan dengan posisi berdiri, terikat, dan diberi penandaaan untuk
menghindari kesalahan pengambilan jenis gas medis. Penyimpanan tabung gas medis
kosong terpisah dari tabung gas medis yang ada isinya. Penyimpanan tabung gas medis di
ruangan harus menggunakan tutup demi keselamatan. Persyaratan penyimpanan gas medis
menurut Permenkes RI No 4 tahun 2016 :

1) Tabung-tabung gas medis harus disimpan berdiri, dilengkapi dengan tali pengaman
untuk menghindari jatuh pada saat terjadi goncangan

2) Lokasi penyimpanan harus khusus dan diberi penandaan

5
3) Penyimpanan tabung gas medis yang ada isinya terpisah tabung gas medis kosong,
untuk memudahkan pemeriksaan dan penggantian
Dalam penyimpanan sediaan farmasi terutama obat dapat dilakukan untuk kondisi
kegawatdaruratan. Sistem penyimpanan ini terdapat didalam rumah sakit yang dimana harus
menyediakan tempat penyimpanan obat emergensi yang harus mudah untuk diakses dan terhindar
dari penyalahgunaan dan pencurian. Pengelolaan obat emergensi dalam penyimpanannya harus
menjamin beberapa hal seperti berikut ini :
a. Jumlah dan jenis obat sesuai dengan daftar obat emergensi yang telah ditetapkan.
b. Tidak boleh bercampur dengan persediaan obat untuk kebutuhan lain.
c. Bila dipakai untuk keperluan emergensi harus segera diganti.
d. Dicek secara berkala apakah ada yang kadaluwarsa.
e. Dilarang untuk dipinjam untuk kebutuhan lain.
Menurut Permenkes No 3 tahun 2015 syarat untuk lemari narkotika dan psikotropika harus
memenuhi syarat sebagi berikut :
1. Lemari terbuat dari bahan kuat.
2. Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 buah kunci yang berbeda.
3. Harus diletakkan dalam ruangan khusus disudut gudang.
4. Dibagi 2 rak dengan kunci yang berlainan, rak pertama digunakan untuk persediaan
narkotika sedangkan rak kedua untuk penyimpanan narkotik yang dipakai sehari-hari.
Diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
5. Kunci lemari khusus dikuasai apoteker penangung jawab.
6. Lemari harus menempel pada tembok atau latai dengan cara dipaku atau disekrup

1.5 .Sarana Penyimpanan

Dalam menyimpanan sediaan farmasi berupa obat harus dilakukan pada tempat yang layak
agar tidak mudah rusak sehingga tidak mengalami penurunan mutu dan memberikan pengaruh
buruk pada pengguna obat. Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan (2010) ketentuan
mengenai sarana penyimpanan obat antara lain :

1. Gudang atau tempat penyimpanan

Luas gudang penyimpanan (minimal 3 x 4 m 2), ruangan harus kering tidak lembab. Terdapat
ventilasi agar cahaya dapat masuk dan terjadi perputaran udara hingga ruangan tidak lembab
ataupun panas. Lantai harus di tegel/semen yang tidak memungkinkan bertumpuknya debu
dan kotoran, jangan ada lantai yang bersudut dan sebisa mungkin dinding gudang dibuat
6
licin agar debu tidak menempel. Lemari untuk narkotika dan psikotropika harus selalu
terkunci dan memiliki kunci ganda. Sebaiknya gudang penyimpanan sediaan diberi
pengukur suhu ruangan

2. Kondisi Penyimpanan

Untuk menghindari udara lembab maka perlu dilakukan :

a. Terdapat ventilasi pada ruangan atau jendela dibuka

b. Pasang kipas angin atau AC, dikarenakan semakin panas udara di dalam
ruanagan maka semakin lembab ruangan tersebut

c. Biarkan pengering tetap dalam wadah tablet/kapsul

d. Jangan sampai terdapat kebocoran pada atap

Selain ditentukan oleh besarnya ruangan gudang, sarana gudang juga ditentukan oleh tata
letak (layout) ruangan. Gudang dengan desain layout yang tidak teratur dan tidak rapi
menunjukkan ketidakefisienan pengaturan. Berdasarkan arah arus penerimaan dan pengeluaran
sediaan obat di gudang, Oktarina (2005) membagi 3 tipe sistem tata ruang penyimpanan obat
sistem arah garis lurus, arus U dan arus L

1. Arah garis lurus


Menggunakan sistem ini proses pengambilan dan penyimpanan barang relatif cepat. Sediaan
yang lama keluar (slow moving) akan disimpan berjauhan dengan pintu keluar, sedangkan barang
yang cepat keluar/sering dibutuhkan (fast moving) akan diletakkan di dekat pintu keluar agar
mudah dalam pengambilannya.
2. Arus U
Sistem pengambilan dan penyimpanan dengan arus U, apabila posisi gudang berkelok-

7
kelok maka barang yang lama keluar (slow moving) akan diletakkan di dekat pintu penerimaan
barang, sedangkan untuk barang yang cepat keluar (fast moving) diletakkan di dekat pintu keluar.

3. Arus L
Lokasi gudang dengan tipe arus L tidak berbelok-belok dan pengambilan mudah terjangkau.
Barang yang sering dibutuhkan/cepat keluar (fast moving) harus diletakkan didekat pintu keluar,
sedangkan untuk barang yang lama pengeluarannya (slow moving) diletakkan dekat pintu masuk.

Indikator penyimpanan obat juga diperlukan yang bertujuan untuk meningkatkan efisiensi
obat, mempertahankan kualitas obat, mengoptimalkan manajemen persediaan serta memberikan
informasi kebutuhan obat yang akan datang (Quick et al, 1997). Indikator penyimpanan obat
terbagi sebagai berikut (Pudjaningsih, 1996) :

1. Persentase kecocokan antara barang dan stok komputer atau kartu stok
Turn Over Ratio (TOR)

2. Sistem penataan gudang


8
3. Persentase nilai obat yang kadaluarsa atau rusak
4. Persentase stok mati
5. Persentase nilai stok akhir obat.

2. Pencatatan dan Pelaporan


Proses pencatatan dilakukan pada semua proses pengelolaan sediaan farmasi, alat
kesehatan, dan bahan medis habis pakai seperti pengadaan (surat pesanan dan faktur),
penyimpanan (kartustok), penyerahan (nota atau struk penjualan), dan pencatatan lainnya
sesuai dengan kebutuhan. Pelaporan terdiri dari pelaporan internal dan pelaporan eksternal.
Pelaporan internal merupakan pelaporan yang digunakan untuk kebutuhan manajemen apotek,
meliputi keuangan, barang, dan laporan lainnya. Pelaporan eksternal merupakan pelaporan
yang dibuat untuk memenuhi kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan. Pelaporan eksternal diantaranya meliputi pelaporan narkotika, psikotropika dan
pelaporan lainnya. Petunjuk teknis mengenai pencatatandan pelaporan akan diatur lebih lanjut
oleh Direktur Jenderal (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, 2016).
Pencatatan dan pelaporan terhadap kegiatan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan,
dan bahan medis habis pakai berupa perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan,
pendistribusian, pengendalian persediaan, pengembalian, pemusnahan, dan penarikan.
Pelaporan dibuat secara periodik yang dilakukan oleh instalasi farmasi pada periode waktu
tertentu seperti bulanan, triwulanan, semester atau pertahun. Jenis-jenis pelaporan yang dibuat
menyesuaikan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia (Peraturan
Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
Rumah Sakit, 2016).
Proses pencatatan dilakukan untuk persyaratan kementerian kesehatan atau badan
pengawas obat dan makanan (BPOM), dasar akreditasi rumah sakit, dasar audit rumah sakit,
dan dokumentasi farmasi. Sedangkan proses pelaporan dilakukan sebagai komunikasi antara
level manajemen, penyiapan laporan tahunan yang komprehensif mengenai kegiatan di
instalasi farmasi, dan laporan tahunan.
2.1 Pencatatan
Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit (2010), Pencat
Atan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor transaksi perbekalan farmasi
yang keluar dan masuk di lingkungan instalasi farmasi rumah sakit. Proses pencatatan akan
memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran apabila ada mutu obat yang sub standar

9
dan harus ditarik dari peredarannya di Indonesia. Selain itu, pencatatan dapat dilakukan
dengan menggunakan bentuk digital maupun manual. Kartu yang umum digunakan untuk
melakukan pencatatan yakni kartu stok dan kartu stok induk.
2.2. Kartu Stok
Kartu stok digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi seperti penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak, atau kadaluwarsa. Setiap selembar kartu stok hanya digunakan
untuk mencatat data mutasi satu jenis perbekalan farmasi yang berasal dari satu sumber
anggaran. Data pada kartu stok digunakan untuk menyusun laporan, perencanaan pengadaan
distribusi dan sebagai pembanding terhadap keadaan fisik perbekalan farmasi dalam tempat
penyimpanan.
Hal-hal yang harus diperhatikan mengenai kartu stok diantaranya kartu stok harus
diletakkan bersamaan atau berdekatan dengan perbekalan farmasi bersangkutan, pencatatan
dilakukan secara rutin dari hari ke hari, setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa) langsung dicatat di dalam kartu stok, dan
penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir bulan.
 Adapun informasi yang didapat dari kartu stok diantaranya :
a. Jumlah perbekalan farmasi yang tersedia (sisa stok)
b. Jumlah perbekalan farmasi yang diterima
c. Jumlah perbekalan farmasi yang keluar
d. Jumlah perbekalan farmasi yang hilang/rusak/kadaluwarsa
e. Jangka waktu kekosongan perbekalan farmasi
 Manfaat informasi yang didapat dari kartu stok diantaranya :
a. Untuk mengetahui dengan cepat jumlah persediaan perbekalan farmasi
b. Penyusunan laporan
c. Perencanaan pengadaan dan distribusi
d. Pengendalian persediaan
e. Untuk pertanggungjawaban bagi petugas penyimpanan dan pendistribusian
f. Sebagai alat bantu kontrol bagi Kepala IFRS.
 Adapun petunjuk pengisian kartu stok diantaranya :
a. Petugas penyimpanan dan penyaluran mencatat semua penerimaan dan pengeluaran
perbekalan farmasi di kartu stok sesuai Dokumen Bukti Mutasi Barang (DBMB) atau
dokumen lain yang sejenis.
b. Perbekalan farmasi disusun menurut ketentuan-ketentuan berikut:
1) Perbekalan farmasi dalam jumlah besar (bulk) disimpan di atas pallet atau ganjal kayu
10
secara rapi, teratur dengan memerhatikan tanda-tanda khusus (tidak bolehterbalik,
berat, bulat, segi empat dan lain-lain).
2) Penyimpanan antara kelompok/jenis satu dengan yang lain harus jelas sehingga
memudahkan pengeluaran dan perhitungan.
3) Penyimpanan bersusun dapat dilaksanakan dengan adanya forklift untuk perbekalan
farmasi yang berat.
4) Perbekalan farmasi dalam jumlah kecil dan mahal harganya disimpan dalam lemari
terkunci dan kuncinya dipegang oleh petugas penyimpanan dan pendistribusian.
5) Satu jenis perbekalan farmasi disimpan dalam satu lokasi (rak, lemari, dan lain- lain).
6) Perbekalan farmasi dan alat kesehatan uang mempunyai sifat khusus disimpandalam
tempat khusus. Contoh: eter, film, dan lain-lain.
c. Perbekalan farmasi disimpan menurut sistem FEFO dan FIFO.
d. Kartu stok memuat nama perbekalan farmasi, satuan, asal (sumber) dan diletakkan
bersama perbekalan farmasi pada lokasi penyimpanan.
e. Bagian judul pada kartu stok diisi dengan:
1) Nama perbekalan farmasi
2) Kemasan
3) Isi kemasan
4) Nama sumber dana atau dari mana asalnya perbekalan farmasi
f. Kolom-kolom pada kartu stok diisi sebagai berikut:
1) Tanggal penerimaan atau pengeluaran
2) Nomor dokumen penerimaan atau pengeluaran
3) Sumber asal perbekalan farmasi atau kepada siapa perbekalan farmasi dikirim.
4) No. Batch/ No. Lot.
5) Tanggal kadaluwarsa
6) Jumlah penerimaan
7) Jumlah pengeluaran
8) Sisa stok
9) Paraf petugas yang mengerjakan

11
2.3. Kartu Stok Induk
 Adapun fungsi dari kartu stok induk diantara lain :
1. Kartu Stok Induk digunakan untuk mencatat mutasi perbekalan farmasi (penerimaan,
pengeluaran, hilang, rusak atau kadaluwarsa).
2. Tiap lembar kartu stok induk hanya diperuntukkan mencatat dan mutasi 1 (satu) jenis
perbekalan farmasi yang berasal dari semua sumber anggaran.
3. Tiap baris data hanya diperuntukkan mencatat 1 (satu) kejadian mutasi perbekalan
farmasi
4. Data pada kartu stok induk digunakan sebagai :
- Alat kendali bagi Kepala IFRS terhadap keadaan fisik perbekalan farmasi dalam
tempat penyimpanan.
- Alat bantu untuk penyusunan laporan perencanaan pengadaan dan distribusi serta
pengendalian persediaan.
 Adapun hal-hal yang harus diperhatikan pada kartu stok induk dianta lain :
1. Kartu stok induk diletakkan di ruang masing-masing penanggung jawab
2. Pencatatan dilakukan secara rutin dari hari ke hari
3. Setiap terjadi mutasi perbekalan farmasi (penerimaan, pengeluaran, hilang rusak atau
kadaluwarsa) langsung dicatat didalam kartu stok
4. Penerimaan dan pengeluaran dijumlahkan pada setiap akhir
bulan.
 Hal-hal yang harus diperhatikan pada kartu stok induk diantara lain
:
1. Petugas pencatatan dan evaluasi, mencatat segala penerimaan dan pengeluaran
perbekalan farmasi di kartu stok induk.
12
2. Kartu Stok Induk adalah:

13
- Sebagai pencerminan perbekalan farmasi yang ada di gudang
- Alat bantu bagi petugas untuk pengeluaran perbekalan farmasi
3. Alat bantu dalam nentukan kebutuhan Bagian judul pada kartu induk persediaan
perbekalan farmasi diisi dengan:
- Nama perbekalan farmasi tersebut
- Sumber/asal perbekalan farmasi Jumlah persediaan minimum yang harus ada dalam
persediaan, dihitung sebesar waktu tunggu
- Jumlah persediaan maksimum yang harus ada dalam persediaan = sebesar stok kerja
+ waktu tunggu + stok pengaman
4. Kolom-kolom pada Kartu Stok Induk persediaan perbekalan farmasi diisi dengan:
1) Tanggal diterima atau dikeluarkan perbekalan farmasi
2) Nomor dan tanda bukti mis nomor faktur dan lain-lain
3) Dari siapa diterima perbekalan farmasi atau kepada siapa dikirim.
4) Jumlah perbekalan farmasi yang diterima berdasa sumber anggaran
5) Jumlah perbekalan farmasi yang dikeluarkan
6) Sisa stok perbekalan farmasi dalam persediaan
7) Keterangan yang dianggap perlu, misal tanggal dan tahun kadaluwarsa, nomor batch
dan lain-lain.

3. Pelaporan
Berdasarkan Pedoman Pengelolaan Perbekalan Farmasi Di Rumah Sakit (2010),
Pelaporan adalah kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi perbekalan farmasi,
tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan kepada pihak yang berkepentingan. Adapun
tujuan dari pelaporan diantaranya agar tersedianya data yang akurat sebagai bahan evaluasi,
tersedianya informasi yang akurat, tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan
laporan, serta mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan.
Adapun jenis laporan yang sebaiknya dibuat oleh instalasi farmasi Rumah Sakit meliputi:
No Jenis Laporan Kegunaan Keterangan
1 Keuangan (laporan yang telah Untuk keperluan audit, wajib
dikeluarkan oleh IFRS) dibuat
2 Mutasi perbekalan farmasi Untuk keperluan perencanaan,
wajib dibuat
3 Penulisan resep generik dan non Untuk keperluan pengadaan,

14
Generik wajib dibuat
4 Psikotropik dan narkotik Untuk audit POM dan
keperluan perencanaan, wajib
dibuat
5 Stok opname Untuk audit dan keperluan
perencanaan, wajib dibuat
6 Pendistribusian berupa jumlah dan Untuk audit dan keperluan
Rupiah perencanaan, wajib dibuat
7 Penggunaan obat program Untuk audit dan keperluan
perencanaan, wajib dibuat
8 Pemakaian perbekalan farmasi Untuk audit dan keperluan
jaminan Kesehatan bagi masyarakat perencanaan, wajib dibuat
Miskin
9 Jumlah resep Untuk keperluan perencanaan
10 Kepatuhan terhadap formularium Untuk keperluan perencanaan,
informasikan untuk KFT
11 Penggunaan obat terbesar Untuk keperluan perencanaan,
informasikan untuk KFT
12 Penggunaan antibiotik Untuk keperluan perencanaan,
informasikan untuk KFT
13 Kinerja Untuk adit

Banyak tugas atau fungsi penanganan informasi dalam seistem pengendalian


perbekalan farmasi (misalnya, pengumpulan, perekaman, penyimpanan, penemuan kembali,
meringkas, mengirimkan, dan informasi penggunaan perbekalan farmasi) dapat dilakukan
lebih efisien dengan komputer daripada sistem manual. Akan tetapi, sebelum sistem
pengendalian perbekalan farmasi dapat dikomputerisasi. Suatu studi yang teliti dan
komprehensif dari sistemmanual yang ada, wajib dilakukan. Studi ini harus mengidentifikasi
aliran data di dalam sistemdan menetapkan berbagai fungsi yang dilakukan dan hubungan
timbal balik berbagai fungsi itu. Informasi ini kemudian digunakan sebagai dasar untuk
mendisain atau mengevaluasi secaraprospektif suatu sistem komputer.
Penarikan dan Pemusnahan
Penarikan obat adalah proses penarikan obat yang telah diedarkan yang tidak memenuhi

15
standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan label. Pemusnahan obat adalah
suatu tindakan perusakan dan pelenyapan terhadap obat, kemasan, dan/atau label yangtidak
memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan label sehingga tidak
dapat digunakan lagi. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Pemusnahan dan penarikan Sediaan
Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak dapat digunakan harus
dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang
berlaku.
Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standar/ketentuan peraturan perundang-
undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan oleh BPOM
(mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin edar (voluntaryrecall)
dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM. Penarikan Alat Kesehatan dan
Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.
 Pemusnahan dilakukan untuk Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis
Pakai apabila:
a. Produk tidak memenuhi persyaratan mutu;
b. Telah kadaluwarsa;
c. Tidak memenuhi syarat untuk dipergunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan; dan/atau
d. Dicabut izin edarnya.
 Tahapan pemusnahan terdiri dari:
a. Membuat daftar Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai
yang akan dimusnahkan;
b. Menyiapkan berita acara pemusnahan;
c. Mengoordinasikan jadwal, metode dan tempat pemusnahan kepada pihak terkait;
d. Menyiapkan tempat pemusnahan; dan
e. Melakukan pemusnahan disesuaikan dengan jenis dan bentuk sediaan serta peraturan
yang berlaku.
 Pemusnahan dan penarikan dilakukan apabila :
a. Obat kadaluwarsa atau rusak harus dimusnahkan sesuai dengan jenis dan bentuk
sediaan. Pemusnahan Obat kadaluwarsa atau rusak yang mengandung narkotika atau
psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan disaksikan oleh Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Pemusnahan Obat selain narkotika dan psikotropika dilakukan oleh Apoteker dan
16
disaksikan oleh tenaga kefarmasian lain yang memiliki surat izin praktik atau surat izin

17
kerja. Pemusnahan dibuktikan dengan berita acara pemusnahan menggunakan
Formulir1 sebagaimana terlampir.
b. Resep yang telah disimpan melebihi jangka waktu 5 (lima) tahun dapat dimusnahkan.
Pemusnahan Resep dilakukan oleh Apoteker disaksikan oleh sekurang-kurangnya
petugas lain di Apotek dengan cara dibakar atau cara pemusnahan lain yang dibuktikan
dengan Berita Acara Pemusnahan Resep menggunakan Formulir 2 sebagaimana
terlampir dan selanjutnya dilaporkan kepada dinas kesehatan kabupaten/kota.
c. Pemusnahan dan penarikan Sediaan Farmasi dan Bahan Medis Habis Pakai yang tidak
dapat digunakan harus dilaksanakan dengan cara yang sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan.
d. Penarikan sediaan farmasi yang tidak memenuhi standard/ketentuan peraturan
perundang-undangan dilakukan oleh pemilik izin edar berdasarkan perintah penarikan
oleh BPOM (mandatory recall) atau berdasarkan inisiasi sukarela oleh pemilik izin
edar (voluntary recall) dengan tetap memberikan laporan kepada Kepala BPOM.
e. Penarikan Alat Kesehatan dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan terhadap produk
yang izin edarnya dicabut oleh Menteri.

4. Penarikan

4.1. Penarikan Kembali Obat dan/Atau Bahan Obat


Penarikan Kembali obat dan/ atau bahan obat menurut Peraturan Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang
Baik yakni :
 Harus tersedia prosedur tertulis untuk penanganan obat dan/atau bahan obat yang ditarik
kembali.
 Penanggung jawab harus membentuk tim khusus yang bertangggung jawab terhadap
penanganan obat dan/atau bahan obat yang ditarik dari peredaran.
 Semua obat dan/atau bahan obat yang ditarik harus ditempatkan secara terpisah, aman dan
terkunci serta diberi label yang jelas.
 Proses penyimpanan obat dan/atau bahan obat yang ditarik harus sesuai dengan persyaratan
penyimpanan sampai ditindak lanjuti.
 Perkembangan proses penarikan obat dan/atau bahan obat harus didokumentasikan dan
dilaporkan, serta dibuat laporan akhir setelah selesai penarikan, termasuk rekonsiliasi antara
jumlah yang dikirim dan dikembalikan.

18
 Pelaksanaan proses penarikan kembali harus dilakukan segera setelah ada pemberitahuan.
 Fasilitas distribusi harus mengikuti instruksi penarikan yang diharuskan oleh instansi
berwenang atau industri farmasi dan/atau pemegang izin edar.
 Fasilitas distribusi harus mempunyai dokumentasi tentang informasi pelanggan (antara lain
alamat, nomor telepon, faks) dan obat dan/ atau bahan obat (antara lainbets, jumlah yang
dikirim).
 Dokumentasi pelaksanaan penarikan obat dan/atau bahan obat harus selalu tersediapada
saat pemeriksaan dari instansi berwenang.
 Efektivitas pelaksanaan penarikan obat dan/atau bahan obat harus dievaluasi secaraberkala.
 Pelaksanaan penarikan obat dan/atau bahan obat harus diinformasikan ke industri farmasi
dan/atau pemegang izin edar. Informasi tentang penarikan obat dan/atau bahan obat harus
disampaikan ke instansi berwenang baik di pusat maupun daerah.
 Pada kondisi tertentu, prosedur darurat penarikan obat dan/atau bahan obat dapat
dilaksanakan.
 Semua dokumen penarikan obat dan/atau bahan obat harus didokumentasikan oleh
penanggung jawab sesuai dengan kewenangan yang tercantum pada uraian tugas. Semua
proses penanganan ini harus terdokumentasi dengan baik.

4.2. Klasifikasi Penarikan Obat


Berdasarkan Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 14 Tahun 2019
tentang Penarikan dan Pemusnahan Obat Yang Tidak Memenuhi Standar Dan/Atau
Persyaratan Keamanan, Khasiat, Mutu, Dan Label yakni :
 Penarikan Obat Kelas I
Kriteria Obat yang termasuk ke dalam kelas penarikan ini diantara lain:
1. Obat tidak memenuhi persyaratan keamanan, dan/atau khasiat
2. Obat dengan label dan kandungan isi dari produk berbeda
3. Obat dengan kekuatan sediaan yang salah yang menyebabkan efek serius terhadap
kesehatan.
4. Obat terkontaminasi mikroba pada sediaan steril, injeksi, dan produk mata.
5. Obat terkontaminasi bahan kimia yang menyebabkan efek serius terhadap kesehatan
6. Obat tercampur dengan obat lain dalam satu wadah primer dan/atau sekunder
7. Obat dengan kandungan zat aktif yang salah
8. Obat sediaan parenteral yang tidak memenuhi spesifikasi uji endotoksin bakteri

19
dan/atau pirogen yang dipersyaratkan.
9. Obat dengan masa berlaku izin edar yang telah berakhir dan tidak dilakukan
perpanjangan izin edar.
10. Obat menyebabkan efek samping serius yang terkait dengan bets atau produksi.
11. Obat dengan izin edar/persetujuan penggunaan darurat (Emergency Use Authorization)
untuk penggunaan Obat selama kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat yang telah
dicabut.
 Penarikan Obat Kelas II
Kriteria obat yang termasuk ke dalam kelas penarikan ini diantara lain:
1. Obat dengan Label tidak ada, tidak lengkap atau salah cetak terkait dengan keamanan,
khasiat dan/atau mutu selain pertimbangan Penarikan Obat kelas I.
2. Obat dengan Brosur salah informasi, tidak lengkap atau tidak ada;
3. Obat terkontaminasi mikroba pada sediaan non-injeksi, dan sediaan mata non cairan
steril dengan efek pada kesehatan
4. Obat terkontaminasi bahan kimia atau fisika berupa zat pengotor atau partikulat yang
melebihi batas, kontaminasi silang yang mungkin menyebabkan efek terhadap
kesehatan.
5. Obat tidak memenuhi spesifikasi yang ditetapkan.
6. Obat dengan sistem penutup yang tidak aman pada wadah yang dapat
menimbulkanefek serius terhadap kesehatan, seperti produk sitotoksik, child-resitant
containers, potent products.
7. Obat tercampur dengan Obat lain dalam satu wadah tersier
 Penarikan Obat Kelas III
Kriteria obat yang termasuk ke dalam kelas penarikan ini:
1. Obat dengan kemasan yang salah tetapi tidak terkait dengan jaminan keamanan,
khasiat, dan/atau mutu, seperti nomor bets atau tanggal kedaluwarsa yang salah
atautidak ada
2. Obat dengan kemasan rusak yang dapat memengaruhi keamanan, khasiat, dan/atau
mutu; dan/atau
3. Obat tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan yang tidak termasuk obat yang
harus dilakukan penarikan berdasarkan penarikan obat kelas I dan penarikan obat kelas
II

4.3 Mekanisme Penarikan

20
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 14 Tahun 2019 tentang

21
Penarikan dan Pemusnahan Obat Yang Tidak Memenuhi Standar Dan/Atau Persyaratan
Keamanan, Khasiat, Mutu, Dan Label , Mekanisme Penarikan Obat terdiri dari:
 Mekanisme Penarikan Wajib
Tahapan pada mekanisme penarikan wajib meliputi:
 BPOM menerima laporan obat TMS;
 BPOM melakukan kajian risiko terhadap laporan dan mengkomunikasikan risiko obat
TMS kepada Pemilik Izin;
 BPOM meminta klarifikasi terhadap laporan obat TMS kepada Pemilik Izin;
 Kepala BPOM menerbitkan Instruksi Penarikan Obat TMS termasuk
perintah investigasi penyebab dan cakupan obat TMS serta tindakan perbaikan dan
pencegahan;
 Industri Farmasi memberikan laporan berkala untuk dievaluasi oleh BPOM;
 Industri Farmasi memberikan laporan akhir untuk dievaluasi oleh BPOM;
 Industri Farmasi memusnahkan obat TMS (baik dari hasil penarikan maupun yang masih
terdapat di persediaan termasuk sampel pertinggal) disaksikan oleh petugas BPOM
setempat dan melaporkan hasilnya ke BPOM tembusan UPT BPOM (di mana lokasi
industri farmasi berada) dan UPT BPOM (lokasi pemusnahan); dan
 BPOM memberikan tanggapan terhadap laporan pemusnahan Obat TMS dari Industri
Farmasi dengan tembusan kepada UPT BPOM setempat.
 Mekanisme Penarikan Mandiri
Tahapan pada mekanisme penarikan mandiri meliputi :
1. Industri Farmasi memberikan laporan awal penarikan Obat TMS kepada BPOM;
2. BPOM mengevaluasi laporan awal tersebut;
3. Kepala BPOM menerbitkan surat tanggapan terhadap laporan awal kepada Industri
Farmasi dengan tembusan ke UPT BPOM terkait;
4. Industri Farmasi melaporkan penghentian distribusi dan progres penarikan obat TMS
kepada BPOM dengan tembusan kepada UPT BPOM setempat (di mana lokasi industri
farmasi berada);
5. Industri Farmasi memberikan laporan berkala untuk dievaluasi oleh BPOM;
6. Industri Farmasi memberikan laporan akhir untuk dievaluasi oleh BPOM;
7. Industri Farmasi memusnahkan obat TMS (baik dari hasil penarikan maupun yang masih
terdapat di persediaan termasuk sampel pertinggal) disaksikan oleh petugas BPOM
setempat dan melaporkan hasilnya ke BPOM tembusan UPT BPOM (di mana lokasi
industri farmasi berada) dan UPT BPOM (lokasi pemusnahan); dan
22
8. BPOM memberikan tanggapan terhadap laporan pemusnahan Obat TMS dari Industri
Farmasi dengan tembusan kepada UPT BPOM setempat.

4.4 Publikasi Penarikan Obat


Pedoman ini merupakan panduan pelaksanaan publikasi penarikan obat menurut
Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 14 Tahun 2019 tentang Penarikan dan
Pemusnahan Obat Yang Tidak Memenuhi Standar Dan/Atau Persyaratan Keamanan, Khasiat,
Mutu, Dan Label, Langkah yang dilakukan pada pelaksanaan publikasi:
 Industri Farmasi melaporkan rencana publikasi ke BPOM yang meliputi:
f. Teks publikasi mencakup:
1) Kalimat pembuka
2) Judul publikasi
3) Adentitas obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditarik
4) Alasan Penarikan dan penjelasan risiko Obat tidak memenuhi standar dan/atau
persyaratan dengan atau tanpa menyebabkan kekhawatiran;
5) Jangkauan Penarikan Obat tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan; dan
6) Informasi panduan bagi distributor, fasilitas pelayanan kefarmasian, tenaga
kesehatan, dan/atau masyarakat bila menemukan, memiliki dan/atau telah
mengonsumsi obat tersebut (sebaiknya bebas pulsa dan mencantumkan jam
layanan);
g. Strategi komunikasi yang digunakan meliputi:
1) Media yang akan digunakan;
2) Website resmi Industri Farmasi;
3) Bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia dan jika diperlukan dapat
dilakukan penyesuaian dalam bahasa lain, misalnya publikasi dalam bahasa Inggris;
dan
4) Durasi penayangan publikasi
 BPOM melakukan evaluasi terhadap rencana publikasi meliputi teks publikasi dan strategi
komunikasi, hingga menerbitkan persetujuan rencana publikasi.
 Industri Farmasi melakukan publikasi Penarikan Obat sesuai dengan persetujuan rencana
publikasi.
 Berdasarkan hasil kajian risiko terhadap penarikan obat, BPOM dapat memutuskan bahwa
perlu menginformasikan Penarikan Obat kepada masyarakat melalui publikasi padamedia
cetak, media elektronik, dan/atau media digital lainnya.
23
 Industri Farmasi melaporkan implementasi publikasi Penarikan Obat ke BPOM termasuk
summary laporan keluhan efek samping, mutu dan/atau label obat (bila ada).

24
Contoh Teks Publikasi Penarikan
“Informasi ini disampaikan dalam rangka melindungi masyarakat dari risiko kesehatan atas
peredaran obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu,dan
label.”

25
5. Pemusnahan
 Pemusnahan Obat Dan/Atau Bahan Obat

1. Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat dan/atau bahan obat yang tidak


memenuhisyarat untuk didistribusikan.
2. Obat dan/atau bahan obat yang akan dimusnahkan harus diidentifikasi secara tepat,diberi
label yang jelas, disimpan secara terpisah dan terkunci serta ditangani sesuai dengan
prosedur tertulis. Prosedur tertulis tersebut harus memperhatikan dampak terhadap
kesehatan, pencegahan pencemaran lingkungan dan kebocoran/penyimpangan obat
dan/atau bahan obat kepada pihak yang tidak berwenang.
3. Proses pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk pelaporannya harus dilaksanakan
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
4. Dokumentasi terkait pemusnahan obat dan/atau bahan obat termasuk laporannya harus
disimpan sesuai ketentuan.
 Pemusnahan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi
(Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang Peredaran, Penyimpanan,
Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi)
1. Pemusnahan dilakukan oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan disaksikan oleh
petugas Dinkes Provinsi dan/ atau Balai Besar/ Balai POM setempat, serta dibuat berita
acara pemusnahan yang ditandatangani oleh penanggung jawab fasilitas distribusi dan
saksi.
2. Bila tempat pelaksanaan pemusnahan berbeda provinsi dengan lokasi fasilitas distribusi,
pengajuan permohonan saksi pemusnahan tetap disampaikan kepada Dinas Kesehatan
Provinsi dan atau Balai POM tempat fasilitas distribusi berada dengan tembusan Dinas
Kesehatan Provinsi dan atau Balai POM tempat pelaksanaan pemusnahan.
3. Bila pemusnahan dilakukan oleh pihak ketiga, maka pihak ketiga termasuk bagiandari
saksi selain pemilik Narkotika, Psikotropika, dan Prekursor Farmasi dan saksidari Dinas
Kesehatan Provinsi dan atau Balai POM. Peraturan BPOM No. 9 Tahun2019
4. Pelaksanaan pemusnahan dilaporkan ke Balai Besar/Balai POM tempat fasilitas
distribusi berada dan Balai Besar/Balai POM tempat pelaksanaan pemusnahan dengan
tembusan disampaikan ke Dinas Kesehatan Provinsi tempat fasilitas distribusi dan Dinas
Kesehatan Provinsi tempat pelaksanaan pemusnahan dengan melampirkan berita acara
pemusnahan.
5. Laporan pemusnahan sekurang-kurangnya memuat:

26
a) nama narkotika, psikotropika atau prekursor farmasi, jenis dan kekuatansediaan,
isi kemasan, jumlah, nomor bets dan tanggal kedaluwarsa;
b) tanggal, waktu dan tempat pelaksanaan pemusnahan;
c) cara dan alasan pemusnahan;
d) nama penanggung jawab fasilitas distribusi; dan
e) nama saksi-saksi.

Berita Acara Pemusnahan Narkotika

27
28
29
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan

1. Pencatatan merupakan suatu keguatan yang bertujuan untuk memonitor


transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS
dimana pencatatan akan memudahkan petugas untuk melakukan penelusuran
bila terjadi adanya mutu obat yang sub standar dan harus ditarik dari
peredaran.
2. Pelaporan merupakan kumpulan catatan dan pendataan kegiatan administrasi
perbekalan farmasi, tenaga dan perlengkapan kesehatan yang disajikan
kepada pihak yang berkepentingan dengan tujuan diantara lain tersedianya
data yang akurat sebagai bahan evaluasi, tersedianyainformasi yang akurat,
tersedianya arsip yang memudahkan penelusuran surat dan laporan, serta
mendapat data yang lengkap untuk membuat perencanaan
3. Obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan memiliki potensi
risiko terhadap kesehatan sehingga harus dilakukan penarikan dari peredaran
dimana pelaksanaan penarikan obat dari peredaran memerlukan sistem yang
dapat menjamin bahwa penarikan obat telah dilakukan secara efektif dari
seluruh mata rantai distribusi di wilayah Indonesia untuk mencegah
penggunaan obat yang tidak memenuhi standar dan/atau persyaratan serta
mencegahberulang kembali obat tidak memenuhi syarat (TMS).
4. Prosedur pemusnahan dengan baik maka dapat mengurangi risiko kesehatan
yang dapat ditimbulkan dari pembuangan limbah sediaan farmasi dan bahan
medis habis pakai seperti contohnya jenis limbah obat golongan antibiotika,
antibakteri, sitotoksika, dan disinfektan tidak dapat mengalami biodegradasi
akan membunuh bakteri- bakteri yang diperlukan untuk memproses limbah,
dan akan merusak kehidupan air.
5. Metode penyimpanan dapat dilakukan berdasarkan kelas terapi, menurut
bentuk sediaan dan alfabetis dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO
serta disertai sistem informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan
farmasi sesuai kebutuhan

30
DAFTAR PUSTAKA

Badan POM RI. 2019, Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 14 Tahun
2019 tentang Penarikan dan Pemusnahan Obat Yang Tidak Memenuhi Standar
Dan/Atau Persyaratan Keamanan, Khasiat, Mutu, Dan Label, Badan Pengawas
Obat dan Makanan RI, Jakarta, Indonesia.
Badan POM RI. 2019, Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 9
Tahun2019 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik. Badan
Pengawas Obat dan Makanan RI, Jakarta, Indonesia
Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. 2010, Pedoman Pengelolaan
Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Bina Farmasi dan Alat
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia.
Kemenkes RI. 2015, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 tentang
Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,
dan Prekursor Farmasi, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta, Indonesia.
Kemenkes RI. 2016, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Kementerian Kesehatan RI,
Jakarta, Indonesia.
Kemenkes RI. 2016, Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 73 Tahun 2016 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek, Kementerian Kesehatan RI, Jakarta,
Indonesia.

31
Pertanyaan

1. Sebutkan serta jelaskan sarana penyimpanan arah garis lurus, arus U dan arus L?
Pertanyaan dari Kelompok 9 (Samirah Qatrunnada Putri)
Jawaban Didan Ahmad Dani :
 arah garis Tata adalah ruang yang menggunakan sistem ini, proses
pengambilan dan penyimpanan barang relatif cepat. Sediaan yang lama keluar
(slow moving) akan disimpan berjauhan dengan pintu keluar, sedangkan
barang yang cepat keluar/sering dibutuhkan (fast moving) akan diletakkan di
dekat pintu keluar agar mudah dalam pengambilannya.
 Arus U Sistem pengambilan dan penyimpanan dengan arus U, apabila posisi
gudangberkelok-kelok maka barang yang lama keluar (slow moving) akan
diletakkan di dekat pintu penerimaan barang, sedangkan untuk barang yang
cepat keluar (fast moving) diletakkan di dekat pintu keluar.
 Lokasi gudang dengan tipe arus L tidak berbelok-belok dan pengambilan
mudah terjangkau. Barang yang sering dibutuhkan/cepat keluar (fast moving)
harus diletakkan didekat pintu keluar, sedangkan untuk barang yang lama
pengeluarannya (slow moving) diletakkan dekat pintu masuk.
2. Persyaratan Lemari Narkotika Dan Psikotropika?
Pertanyaan dari kelompok 1 Eno Rodiah
Jawaban dari Ratu Mutia Sari:
 Lemari terbuat dari bahan kuat.
 Tidak mudah dipindahkan dan mempunyai 2 buah kunci yang berbeda
 Harus diletakkan dalam ruangan khusus disudut Gudang
 Dibagi 2 rak dengan kunci yang berlainan, rak pertama digunakan untuk
persediaan narkotika sedangkan rak kedua untuk penyimpanan narkotik yang
dipakai sehari-hari.
 Diletakkan ditempat yang aman dan tidak terlihat oleh umum.
 Kunci lemari khusus dikuasai apoteker penangung jawab.
 Lemari harus menempel pada tembok atau latai dengan cara dipaku atau
disekrup.
3. Bagaimana kriteria obat atau alat kesehatan yang harus dimusnahkan?
Pertanyaan Kelompok 7 Siti fauziah
Jawaban dari Lala Meilan Sari :
 diproduksi dan/atau disalurkan tidak memenuhi persyaratan yang berlaku
 telah kedaluwarsa
 tidak memenuhi syarat untuk digunakan dalam pelayanan kesehatan atau
kepentingan ilmu pengetahuan dan teknologi
 dicabut izin edarnya akibat adanya efek yang tidak diingini.
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42

Anda mungkin juga menyukai