Anda di halaman 1dari 44

MAKALAH

“Pelayanan Informasi Obat”


Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Komunikasi Informasi
dan Edukasi

Oleh :

Andri Arfaldi ( 1301005 )

Kelompok 4 S1-VI A

Dosen : Septi Muharni, M.Farm, Apt

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU
2016
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena
dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat menyelesaikan
makalah tentang “Pelayanan Informasi Obat”. Dan juga kami berterima kasih
pada Ibuk Septi Muharni, M.Farm, Apt selaku dosen mata kuliah Komunikasi
Informasi dan Edukasi yang telah memberikan tugas ini.

Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah
wawasan serta pengetahuan. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam
makalah ini terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu,
diharapkan adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah
kami buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang sempurna
tanpa saran yang membangun.

Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang


membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna bagi kami
sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami mohon maaf apabila
terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan dan kami memohon kritik dan
saran yang membangun demi perbaikan di masa depan.

Pekanbaru, 16 Maret 2016

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ........................................................................................... i

DAFTAR ISI ......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG ............................................................................. 1

1.2 RUMUSAN MASALAH .......................................................................... 2

1.3 TUJUAN KAMIAN ................................................................................. 2

BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................... 3

2.1 Pengertian PIO ......................................................................................... 3


2.2 Sumber Sumber Informasi ......................................................................3
2.3 Metode PIO ...............................................................................................5
2.4 Tujuan dan prioritas pelayanan informasi obat ................................... 6
2.5 Fungsi Fungsi PIO ...................................................................................7
2.6 Sasaran Informasi Obat ..........................................................................7
2.7 Kategori Informasi Obat ......................................................................... 9
2.8 Evaluasi Kegiatan .................................................................................. 11

BAB III PENUTUP ............................................................................................. 16

3.1 KESIMPULAN ...................................................................................... 16

3.2 SARAN ....................................................................................................16

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 17


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari pelayanan


kesehatan. Pelayanan kefarmasian ini merupakan wujud pelaksanaan pekerjaan
kefarmasian berdasarkan UU No. 23 tahun 1992 tentang kesehatan.
Sebagai hasil kesepakatan WHO dengan Federasi Farmasi Internasional di
Vancouver tahun 1997, telah disepakati bahwa format baru pelayanan
kefarmasian adalah berbasis pasien dengan prosedur yang dikenal sebagai
pelayanan kefarmasian atau Pharmaceutical Care . Format baru ini berdampak
kepada cara pelayanan yang baru yang akan merubah format lama menjadi lebih
disempurnakan khususnya peranan apoteker kepada pelayanan pasien, yang
merupakan cerminan dari praktek kefarmasian yang baik Good Phamacy Practice
(GPP).
Pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang bermutu dan selalu baru up to
date mengikuti perkembangan pelayanan kesehatan, termasuk adanya spesialisasi
dalam pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pada
dasarnya adalah untuk menjamin dan memastikan penyediaan dan penggunaan
obat yang rasional yakni sesuai kebutuhan, efektif, aman, nyaman bagi pasien.
Pelayanan kefarmasian tersebut memerlukan informasi obat yang lengkap,
objektif, berkelanjutan, dan selalu baru up to date pula. Untuk itu diperlukan
upaya penyediaan dan pemberian informasi yang (1) lengkap, yang dapat
memenuhi kebutuhan semua pihak yang sesuai dengan lingkungan masing masing
rumah sakit, (2) memiliki data cost effective obat, informasi yang diberikan terkaji
dan tidak bias komersial (3) disediakan secara berkelanjutan oleh institusi yang
melembaga dan (4) disajikan selalu baru sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kefarmasian dan kesehatan.
1.2 RUMUSAN MASALAH

 Apa pengertian dari PIO?


 Apa saja sumber sumber dari informasi dan metode PIO?
 Apa tujuan dan prioritas dari PIO?
 Apa fungsi fungsi dari PIO?
 Siapa saja yang menjadi sasaran informasi obat?
 Apa saja kategori dari informasi obat?

1.3 TUJUAN PENULISAN

Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini, antara lain :

 Mengetahui dan memahami definisi dari PIO


 Mengetahui sumber sumber dari informasi dan metode PIO
 Mengetahui tujuan dan prioritas dari PIO
 Mengetahui dan memahami fungsi dari PIO
 Mengetahui siapa saja yang menjadi sasaran informasi obat
 Mengetahui kategori dari informasi obat
 Mahasiswa dapat mengaplikasikan pelayanan informasi obat kepada
pasien
 Mahasiswa mampu melakukan pelayanan informasi obat kepada pasien
 Dapat menambah wawasan kepada pembaca tentang PIO
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian PIO

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang


dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien
(Anonim, 2004).

Ada berbagai macam definisi dari informasi obat, tetapi pada umumnya
maksud dan intinya sama. Salah satu definisinya, informasi obat adalah setiap
data atau pengetahuan objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi
mencakup farmakologi, toksikologi dan farmakoterapi obat. Informasi obat
mencakup, tetapi tidak terbatas pada pengetahuan seperti nama kimia, struktur dan
sifat sifat, identifikasi, indikasi diagnostik atau indikasi terapi, mekanisme kerja,
waktu mulai kerja dan durasi kerja, dosis dan jadwal pemberian, dosis yang
direkomendasikan, absorpsi, metabolisme detoksifikasi, ekskresi, efek samping
dan reaksi merugikan, kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda dan
gejala dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data
penggunaan obat dan setiap informasi lainnya yang berguna dalam diagnosis dan
pengobatan pasien (Siregar, 2004).

Definisi pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian,


pengevaluasian, pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan,
pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam
berbagai bentuk dan metode kepada pengguna nyata yang mungkin (Siregar,
2004).

2.2 Sumber sumber informasi

Sumber informasi obat meliputi :


1. Tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan seperti dokter, apoteker, dokter gigi, tenaga kesehatan lain
merupakan sumber informasi obat

2. Pustaka

Pustaka sebagai sumber informasi obat digolongkan menjadi 3 kategori :

a. Pustaka primer
Artikel asli yang dipublikasikan penulis atau peneliti, informasi yang
terdapat didalamnya berupa hasil penelitian yang diterbitkan dalam jurnal
ilmiah. Contoh pustaka primer : laporan hasil penelitian, laporan kasus,
studi evaluatif dan laporan deskriptif.
b. Pustaka sekunder
Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari
berbagai kumpulan artikel jurnal. Sumber informasi yang terdapat dalam
sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data
base. Contoh : medline yang berisi abstrak abstrak tentang terapi obat,
International Phamaceutical Abstract yang berisi abstrak penelitian
kefarmasian.
c. Pustaka tersier
Berupa buku teks atau data base, kajian artikel dan pedoman praktis.
Pustaka tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi informasi
umum, lengkap dan mudah dipahami. Menurut UU No. 23 tahun 1992
tentang kesehatan, pasal 53 ayat 2 menyatakan bahwa standar profesi
adalah pedoman yang harus dipergunakan sebagai petunjuk dalam
menjalankan profesi dengan baik. Tenaga kesehatan yang berhadapan
dengan pasien seperti dokter dan perawat, dalam melaksanakan tugasnya
harus menghormati hak pasien. Yang dimaksud dengan hak pasien adalah
hak informasi, hak untuk memberika persetujuan, hak atas rahasia
kedokteran dan hak atas pendapat kedua.
3. Sarana
Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet dan perpustakaan
4. Prasarana
Industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi
farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain lain)
5. Sumber informasi lainnya
Selain sumber informasi yang sudah disebutkan diatas, masih terdapat
beberapa sumber informasi obat lainnya. Diantaranya informasi obat dari
media massa, leaflet, brosur, etiket dan informasi yang berasal dari
seorang Medical Representative.

2.3 Metode PIO

Pada umumnya, ada dua jenis metode utama untuk menjawab pertanyaan
informasi, yaitu komunikasi lisan dan tertulis. Apoteker, perlu memutuskan
kapan suatu jenis dari metode itu digunakan untuk menjawab lebih tepat
daripada yang lain. Dalam banyak situasi klinik, jawaban oral biasanya diikuti
dengan jawaban tertulis.

a. Jawaban tertulis
Jawaban tertulis merupakan dokumentasi informasi tertentu yang
diberikan kepada penanya dan menjadi suatu rekaman formal untuk
penanya dan responden. Keuntungan dari format tertulis adalah
memungkinkan penanya untuk membaca ulang informasi jawaban tersebut
dan secara pelan pelan menginterpretasikan jawaban tersebut. Komunikasi
tertulis juga memungkinkan apoteker untuk menerangkan sebanyak
mungkin informasi dalam keadaan yang diinginkan tanpa didesak
penanya. Jawaban tertulis dapat mengakomodasi tabel, grafik, dan peta
untuk memperlihatkan data secara visual (Siregar, 2004).
b. Jawaban lisan (oral)
Setelah ditetapkan bahwa jawaban lisan adalah tepat, apoteker perlu
memutuskan jenis metode jawaban lisan yang digunakan. Ada dua jenis
metode menjawab secara lisan, yaitu komunikasi tatap muka dan
komunikasi telepon. Komunikasi tatap muka lebih disukai, jika apoteker
mempunyai waktu dan kesempatan untuk mendiskusikan temuan
informasi obat dengan penanya (Siregar, 2004).

2.4 Tujuan dan prioritas PIO

A. Tujuan PIO

1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi


pada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain.
3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite Farmasi
dan Terapi) (Anonim, 2006).

B. Prioritas PIO

Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan perawatan


pasien melalui terapi obat yang rasional. Oleh karena itu, prioritas harus
diberikan kepada permintaan informasi obat yang paling mempengaruhi
secara langsung pada perawatan pasien. Proritas untuk permintaan informasi
obat diurutkan sebagai berikut :

a. Penanganan/pengobatan darurat pasien dalam situasi hidup atau mati


b. Pengobatan pasien rawat tinggal dengan masalah terapi obat khusus
c. Pengobatan pasien ambulatory dengan masalah terapi obat khusus
d. Bantuan kepada staf professional kesehatan untuk penyelesaian tanggung
jawab mereka
e. Keperluan dari berbagai fungsi PFT
f. Berbagai proyek penelitian yang melibatkan penggunaan obat
2.5 Fungsi fungsi PIO

1. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga


kesehatan dilingkungan rumah sakit
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Komite Farmasi dan Terapi
3. Meningkatkan profesionalisme apoteker
4. Menunjang terapi obat yang rasional
5. Meningkatkan keberhasilan pengobatan

2.6 Sasaran informasi obat

Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga,


kelompok orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti dibawah ini :

1. Dokter

Dalam proses penggunaan obat, pada tahap pemilihan obat serta regimennya
untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari apoteker
agar ia dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat diberikan
langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon atau
sewaktu apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang perawatan
pasien atau dalam konferensi staf medis (Siregar, 2004).

2. Perawat

Dalam tahap penyampaian atau distribusi obat dan rangkaian proses


penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek
obat pasien, terutama tentang pemberian obat. Perawat adalah professional
kesehatan yang paling banyak berhubungan dengan pasien, karena itu
perawatlah yang umumnya mengamati reaksi obat merugikan atau mendengan
keluhan mereka. Apoteker adalah yang paling siap, berfungsi sebagai sumber
informasi bagi perawat. Informasi yang dibutuhkan perawat pada umumnya
harus praktis dan ringkas misalnya frekuensi pemberian dosis, metode
pemberian obat, efek samping yang mungkin, penyimpanan obat,
inkompatibilitas campuran sediaan intravena dan sebagainya (Siregar, 2004).

3. Pasien dan keluarga pasien

Informasi yang dibutuhkan pasien dan keluarga pasien pada umumnya adalah
informasi praktis dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang
dibutuhkan professional kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan
apoteker sewaktu menyertai kunjungan tim medis ke ruang perawatan,
sedangkan untuk pasien rawat jalan, informasi diberikan sewaktu penyerahan
obat. Informasi obat untuk pasien/keluarga pasien pada umumnya mencakup
cara penggunaan obat, jangka waktu penggunaan, pengaruh makanan pada
obat, penggunaan obat bebas dikaitkan dengan resep obat dan sebagainya
(Siregar, 2004).

4. Apoteker

Setiap apoteker rumah sakit masing masing mempunyai tugas atau fungsi
tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu.
Apoteker yang langsung berinteraksi dengan professional kesehatan dan
pasien, sering menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan
yang tidak dapat dijawabnya dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker
yang lebih mendalami pengetahuan informasi obat. Apoteker di apotek dapat
meminta bantuan informasi obat kepada sejawat di rumah sakit (Siregar,
2004).

5. Kelompok, Tim, Kepanitiaan dan Peneliti

Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada


kelompok professional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti
dan kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan dirumah sakit
yang memerlukan informasi obat antara lain : panitia farmasi dan terapi,
panitia evaluasi penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan obat,
panitia sistem pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim pengkaji
penggunaan obat retrospektif, tim program pendidikan “in service” dan
sebagainya (Siregar, 2004).

2.7 Kategori informasi obat

KATEGORI
NO CONTOH PERTANYAAN
PERTANYAAN
Dapatkah ranitidin menyebabkan keracunan hati?
1 Reaksi merugikan
Apa saja efek samping rifampisin?
Bagaimana dosis fenitoin untuk status epilepsi?
Bagaimana dosis gentamisin untuk penderita
2 Dosis
gangguan ginjal?
Bagaimana dosis PCT untuk bayi 6 bulan?
Dapatkah karbamazepin diberikan secara rektal?
3 Pemberian obat Seberapa cepat simetidin dapat diberikan secara IV?
Bolehkah penisiliin diberikan peroral?
Apa nama obat baru untuk tukak peptik produksi
industri farmasi “X”?
Apa saja nama dagang obat generik ampisilin yang
4 Identifikasi obat
tersedia secara komersial?
Apa nama obat baru yang disetujui untuk
endometriosis?
Amankah asetosal dan warfarin diberikan
bersamaan?
Dapatkah tetrasiklin diberikan bersamaan dengan
5 Interaksi obat
susu?
Apakah sefaleksin mempengaruhi penetapan glukosa
serum?
6 Indikasi Seberapa efektif mesalamin untuk pengobatan
ulseratif kolitis?
Untuk apa digunakan vibramisin?
Dapatkah heparin dan nitroprusid ditambahkan
Kompatibilitas
kedalam botol atau kantong IV yang sama?
7 intavaskular atau
Dapatkah morfin dan difenhidramin ditarik kedalam
intramuskular
spuit yang sama?
Berapa waktu paruh streptokinase?
8 Farmakokinetik Berapa banyak fenitoin harus diberikan kepada
penderita dengan konsentrasi “steady state” 5mg/ml?
Apa resiko terhadap janin seorang ibu jika ia
mengonsumsi asetosal 650 mg 2 x sehari untuk 2
minggu selama trimester pertamanya?
9 Teratogenitas
Antibiotik apa yang dapat digunakan untuk
mengobati infeksi saluran urin pada seorang ibu
yang memasuki trimester ketiganya?
Toksisitas dan Apa gejala pada seorang penderita yang
10
keracunan mengonsumsi tablet luminal secara berlebihan?
Apa obat pilihan untuk penyakit Parkinson?
Bagaimana mekanisme kerja antibiotik
Terapi dan
11 aminoglikosida?
farmakologi
Apa kelebihan nifedipin dalam pengobatan
hipertensi?
Bagaimana menghitung dosis obat pediatri
berdasarkan luas permukaan tubuh?
Perhitungan
12 Kecepatan suatu IV adalah 199 ml/jam. Berapa
farmasetik
seharusnya kecepatan sediaan IV tersebut dalam
tetes atau menit?
2.8 Evaluasi kegiatan

Evaluasi ini digunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan


pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan tingkat
keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat
(Anonim, 2006).
Untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi
obat, indikator yang dapat digunakan antara lain :
1) Meningkatkan jumlah pertanyaan yang diajukan.
2) Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
3) Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
4) Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leflet, buletin,
ceramah).
5) Meningkatnya pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan dan tingkat
kesulitan.
6) Menurunnya keluhan atas pelayanan (Anonim, 2006).

2. Apotek
Menurut Kepmenkes RI No. 1332/Menkes/SK/X/2002 tentang Perubahan
Permenkes No. 922/Menkes/Per/X/1993 tentang Ketentuan dan Tata Cara
Pemberian Izin Apotek. Pasal 1 ayat (a) : “Apotek adalah suatu tempat tertentu,
tempat dilakukan pekerjaan kefarmasian dan penyaluran sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan lainnya kepada masyarakat.” (Hartini dan Sulasmono,
2006).
a. Kegiatan apotek
1) Pembuatan, pengelolaan, peracikan, pengubahan bentuk, pencampuran,
penyimpanan, dan penyerahan obat atau bahan obat.
2) Pengadaan, penyimpanan, penyaluran dan penyerahan perbekalan farmasi
lainnya.
3) Pelayanan informasi mengenai perbekalan farmasi, meliputi :
 Pelayanan informasi tentang obat dan perbekalan farmasi lainnya
yang diberikan baik kepada dokter dan tenaga kesehatan lainnya
maupun kepada masyarakat.
 Pengamatan dan pelaporan informasi mengenai khasiat, keamanan,
bahaya dan atau mutu obat dan perbekalan farmasi lainnya. Pelayanan
informasi wajib didasarkan pada kepentingan masyarakat (Anonim,
1993).
b. Peran apoteker dalam proses pelayanan kesehatan
Menurut Kepmenkes RI No.1332/MENKES/SK/X/2002 Apoteker adalah
Sarjana Farmasi yang telah lulus dan telah mengucapkan sumpah jabatan
apoteker, mereka yang berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku
berhak melakukan pekerjaan kefarmasian di Indonesia sebagai Apoteker (Hartini
dan Sulasmono, 2006).
1) Apoteker Pengelola Apotek (APA) :
a) Fungsi dan tugas :
 Membuat visi, misi
 Membuat strategi, tujuan, sasaran, dan program kerja.
 Membuat dan menetapkan peraturan atau SPO (Standar Prosedur
Operasional) pada setiap fungsi kegiatan di apotek
 Membuat dan menentukan indicator form record pada setiap
fungsi kegiatan di apotek.
 Membuat sistem pengawasan dan pengendalian SPO dan program
kerja pada setiap fungsi kegiatan di apotek.
b) Wewenang dan tanggung jawab
 Menentukan arah terhadap seluruh kegiatan.
 Menentukan sistim atau peraturan yang akan digunakan.
 Mengawasi pelaksanaan SPO dan program kerja.
 Bertanggung jawab terhadap kinerja yang diperoleh (Umar, 2003).
2) Pelayanan apoteker di apotek:
a) Apotek wajib dibuka untuk melayani masyarakat dari pukul 08.00-22.00.
b) Apotek wajib melayani resep dokter, dokter gigi dan dokter hewan.
Pelayanan resep sepenuhnya atas tanggung jawab apoteker pengelola apotek.
c) Apoteker wajib melayani resep sesuai dengan tanggung jawab dan keahlian
profesinya yang dilandasi pada kepentingan masyarakat. Apoteker tidak
diizinkan untuk mengganti obat generik yang ditulis di dalam resep dengan
obat paten. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat yang tertulis dalam
resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter untuk pemilihan obat yang
lebih tepat.
d) Apoteker wajib memberi informasi :
 Yang berkaitan dengan penggunaan obat yang diserahkan pada
pasien.
 Penggunaan obat secara tepat, aman, rasional atas permintaan
masyarakat.
 Apabila apoteker menganggap bahwa dalam resep ada kekeliruan
atau penulisan resep yang tidak tepat, apoteker harus memberitahukan
kepada dokter penulis resep. Bila dokter penulis resep tetap pada
pendiriannya, dokter wajib membubuhkan tanda tangan yang lazim
diatas resep atau menyatakan secara tertulis.
 Salinan resep harus ditandatangani oleh apoteker.
 Resep harus dirahasiakan dan disimpan baik dalam waktu tiga
tahun. Resep atau salinan resep hanya boleh diperlihatkan kepada
dokter penulis resep atau yang merawat penderita, penderita yang
bersangkutan, petugas kesehatan atau petugas lain yang berwenang
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Anief, 2000).
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan pelayanan yang


dilakukan oleh apoteker untuk memberi informasi secara akurat, tidak biasa dan
terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Tujuan pelayanan informasi obat adala untuk menunjang ketersediaan dan
penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada pasien, tenaga kesehatan, dan
pihak lain; menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain; menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-
kebijakan yang berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT
(Panitia/Komite Farmasi dan Terapi).

3.2 Saran

Pelayanan Informasi Obat sangat disarankan dan sangat penting dilakukan


di Pusat Pelayanan Kesehatan baik itu di rumah sakit, puskesmas, apotek maupun
pelayan kesehatan lainnya untuk membantu masyarakat guna menyelesaikan
masalah kesehatan agar dapat meningkatkan kualitas hidup pasien. Manfaat dari
Pelayanan Informasi Obat adalah pengobatan menjadi lebih rasional dan optimal
serta dapat meningkatkan tingkat kepatuhan pasien dalam menggunakan obat.
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2000. Ilmu Meracik Obat Teori Dan Praktek. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press

Anonim, 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.


1197/Menkes/SK/X/2004. Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit.
Jakarta : Kemenkes RI.

Hartini, Y.S, dan Sulasmono. 2006. Apotek : Ulasan Beserta Naskah Peraturan
Perundang-undangan Terkait Apotek. Yogyakarta : Penerbit Universitas
Sanata Dharma
.
Siregar, Charles. 2006. Farmasi Klinik, Teori dan Penerapan. Jakarta : EGC

Wahyu, Dadang. 2010. Pelayanan Informasi Obat dan Praktek. Yogyakarta : Graha
Ilmu

KOMUNIKASI, INFORMASI, DAN EDUKASI

PELAYANAN INFORMASI
OBAT
Kelompok 111.2

1. Dhiah Resti 2014000036


2. Dian Mentari 2014000037
3. Dian Permatasari 2014000038
4. Ditha Elfina 2014000039
5. Duri Priandhani 2014000040
6. Dwi Aji Maulana 2014000041
7. Dwi Aktivisionis Hia 2014000042
8. Doddy Agustian 2014000000

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS PANCASILA

JAKARTA
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Peranan apoteker dalam pelayanan informasi obat bukanlah hal yang baru.
Apoteker, secara tradisional adalah sumber utama informasi obat bagi dokter,
perawat, pasien, dan professional kesehatan lainnya. Ketika jumlah jenis obat
dan produknya masih sedikit dan pada umumnya mempunyai potensi yang
relatif rendah, jumlah yang menanyakan keterangan juga kecil dan biasanya
dapat dijawab dengan mengacu pada farmakope, formularium, dan pustaka
sederhana lainnya.

Dewasa ini, terjadi dua hal yang menimbulkan kebutuhan mengubah pola
tradisional ini. Pertama, jumlah jenis obat dan sediaannya telah sangat besar.
Obat yang lebih baru pada umumnya lebih berkhasiat keras, selektif, dan
formulasinya juga semakin rumit. Kedua, pustaka berkaitan obat telah begitu
banyak, dan sumber pustaka ini sangat beragam, termasuk farmasi kedokteran,
farmakologi, dan biokimia. Berbagai pustaka tersebut mencakup informasi
yang banyak tentang obat baru, kerjanya, penggunaan klinik, efek yang tidak
dikehendaki, interaksi dengan obat-obat, dan kemanjuran komparatif. Semua
informasi ini harus dievaluasi untuk memastikan penggunaan obat yang aman
dan efektif dan hal ini telah memberi suatu beban berat bagi dokter penulis
resep dan dokter berpaling kepada apoteker untuk meminta informasi obat.
Dalam banyak hal, pustaka sederhana, seperti farmakope dan buku teks, yang
penyediaannya kurang mendalam, tidak mencukupi untuk melayani jawaban
yang memadai. Oleh karena itu, Rumah Sakit cenderung mengadakan suatu
unit baru dalam IFRS sebagai sumber informasi obat yang direncanakan,
diadakan, dan diorganisasikan dengan baik dilengkapi dengan staf apoteker
spesialis informasi obat, komputer dan peralatan, yang dapat memberi
jawaban pertanyaan yang berkaitan dengan obat, dengan menggunakan
pustaka mutakhir yang tersedia sebagai acuan.

B. Definisi
Informasi obat adalah setiap data atau pengetahuan objektif, diuraikan
secara ilmiah dan terdokumentasi mencakup farmakologi, toksikologi, dan
penggunaan terapi dari obat. Informasi obat mencakup, tetapi tidak terbatas
pada pengetahuan, seperti nama kimia, struktur dan sifat-sifat, identfikasi,
indikasi diagnostic, atau indikasi terapi, ketersediaan hayati, bioekivalen,
toksisitas, mekanisme kerja, waktu mulai bekerja dan durasi kerja, dosis dan
jadwal pemberian, dosis yang direkomendasikan.

Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No


1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah
Sakit, Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang
dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat, tidak
bisa, dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya
dan pasien.
Pelayan terhadap informasi obat didefinisikan sebagai kegiatan
penyediaan dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independent,
akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, mesyarakat
maupun pihak yang memerlukan dirumah sakit. Pelayanan tentang informasi
obat meliputi penyediaan, pengolahan, penyajian, dan pengawasan mutu data
atau informasi obat dan keputusan professional. Penyediaan informasi obat
meliputi tujuan, cara penyediaan, pengolahan, dan mutu data atau informasi
obat.

C. Tujuan
Tujuan dari pemberian informasi obat:
1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi
kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain.
3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia Farmasi dan
Terapi/Komite Farmasi dan Terapi).

Pemberian informasi obat harus benar, jelas, mudah dimenegrti, akurat,


tidak bias, etis, bujaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya
pengobatan yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat adalah Buku
Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi
Obat Nasianal Indonesia (IONI), Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku
lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari setiap kemasan atau brosur
obat yang berisi :

1. Nama dagang obat jadi


2. Komposisi
3. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah
4. Dosis pemakaian
5. Cara pemakaian
6. Khasiat atau kegunaan
7. Kontra indikasi (bila ada)
8. Tanggal kadaluarsa
9. Nomor ijin edar/nomor regristasi
10. Nomor kode produksi
11. Nama dan alamat industry

Informasi obat yang diperlukan pasien adalah :

a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam


sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini
termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan.

b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus
dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotic harus
dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.

c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan


pengobatan.

Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan
obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral, obat
tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, tetes telinga, suppositoria dank rim atau
salep rectal dan tablet vagina.
PELAYANAN INFORMASI OBAT

A. Lingkup Jenis Pelayanan Informasi Obat


Lingkup jenis pelayanan informasi obat, antara lain seperti tertera dibawah ini
a. Pelayanan Informasi Obat untuk Menjawab pertanyaan
Penyedia informasi obat berdasarkan permintaan, biasanya merupakan
salah satu pelayanan yang pertama dipertimbangkan. Pelayanan seperti ini
memungkinkan penanya dapat memperoleh informasi khusus yang
dibutuhkan tepat pada waktunya. Sumber informasi dapat dipusatkan
dalam suatu sentra informasi obat di instalasi farmasi rumah sakit

b. Pelayanan Informasi Obat untuk Evaluasi Penggunaan Obat


Evaluasi penggunaaan obat adalah suatu program jaminan mutu
pengguna obat di suatu rumah sakit. Suatu program evaluasi penggunaan
obat memerlukan standar atau criteria penggunaan obat yang digunakan
sebagai acuan dalam mengevaluasi ketepatan atau ketidak tepatan
penggunaan obat. Oleh karena itu, biasanya apoteker informasi obat
memainkan peranan penting dalam pengenbangan standar atau criteria
penggunaan obat
c. Pelayanan Informasi Obat dalam studi Obat investigasi

Obat investigasi adalah obat yang dipertimbangkan untuk dipasarkan


secara komersial, tetapi belum disetujui oleh BPOM untuk digunakan pada
manusia. Berbagai pendekatan untuk mengadakan pelayanan ini bergatung
pada berbagai sumber rumah sakit. Tanggung jawab untuk
mengkoordinasikan penambahan, pengembangan, dan penyebaran
informasi yang tepat untuk obat investigasi terletak pada suatu pelayanan
informasi obat

d. Pelayanan Informasi Obat untuk Mendukung Kegiatan Panitia Farmasi


dan Terapi
Partisipasi aktif dalam panitia ini merupakan peranan instalasi farmasi
rumah sakit yang vital dan berpengaruh dalam proses penggunaan obat
dalam rumah sakit. Hal ini dapat disiapkan dengan memadai oleh suatu
pelayanan informasi obat

e. Pelayanan Informasi Obat dalam bentuk publikasi


Upaya mengkomunikasikan informasi tentang kebijakan penggunaan
obat dan perkembangan mutakhir dalam pengobatan yang mempengaruhi
seleksi obat adalah suatu komponen penting dari pelayanan informasi obat.
Untuk mencapai sasaran itu, bulletin farmasi atau kartu informasi yang
berfokus kepada suatu golongan obat, dapat dipublikasikan dan disebarkan
kepada professional kesehatan

f. Pelayanan Informasi Obat untuk Edukasi


Karena standar minimal menetapkan suatu tanggung jawab instalasi
farmasi rumah sakit pada professional kesehatan dan pasien menyediakan
informasi obat, maka kebutuhan serta sumber informasi untuk kedua
kelompok perlu dievaluasi, disusun berdasarkan prioritas. Suatu program
pelayanan informasi obat untuk kedua kelompok itu, perlu diadakan
dirumah sakit. Untuk pasien diadakan program edukasi dan konseling obat
bagi pasien yang akan dibebaskan dan untuk berbagai kelompok
professional kesehatan diadakan program pendidikan “in-service”,
dikoordinasikan melalui pelayanan informasi obat.

Seluruh jawaban yang diberikan oleh pelayanan informasi obat harus


didokumentasikan sebagai catatan dari kegiatan yang dilakukan maupun
sebagai informasi yang berguna bagi pertanyaan berikutnya dan evaluasi
terhadap kegiatan pelayanan informasi obat dan program jaminan mutu
Pelayanan informasi obat adalah bagian dari pelayanan kefarmasian
(pharmaceutical care) dilakukan selain dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap obat dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, juga untuk melindungi masyarakat dari bahaya
penyalahgunaan obat atau penggunaan obat yang tidak tepat dan tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pelayanan
kefarmasian juga ditujukan pada perluasan dan pemerataan pelayanan
kesehatan terkait dengan penggunaan obat sehingga dapat meningkatkan mutu
kehidupan manusia .
Beberapa keterampilan diperlukan seorang Apoteker untuk berperan
secara efektif dalam pelayanan pasien
a. Keterampilan Farmasi klinis
b. Mengaplikasikan pengetahuan terapeutik
c. Mengkorelasikan keadaan penyakit dengan pemilihan obat
d. Menggunakan catatan kasus pasien
e. Menginterpretasikan data pemeriksaan laboratorium
f. Menerapkan pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik
g. Mengidentifikasi kontra indikasi obat
h. Mengenal reaksi yang tidak dikehendaki (karena obat) yang mungkin
terjadi
i. Membuat keputusan tentang formulasi dan stabilitas
j. Mengkaji literatur medis dan obat
k. Menulis laporan medis
l. Merekomendasikan pengaturan dosis
m. Mengkomunikasikan secara efektif kepada tenaga kesehatan yang terkait
n. Menanggapi pertanyaan secara lisan
o. Membuat instruksi/perintah yang jelas
p. Berargumentasi terhadap suatu kasus
q. Memberikan pendapat atau saran kepada tenaga professional kesehatan
dan pasien dan keluarga pasien.
r. Menyajikan laporan kasus.

Misi apoteker adalah melaksanakan kepedulian farmasi. Kepedulian


farmasi adalah penyediaan pelayanan langsung dan bertanggung jawab yang
berkaitan dengan obat, dengan maksud penyampaian hasil yang pasti dan
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Unsur utama dari kepedulian farmasi
adalah berkaitan dengan:

a. Berakaitan obat: Kepedulian farmasi melibatkan bukan saja terapi obat


(penyediaan sebenarnya obat), melainkan juga keputusan tentang
penggunaan obat untuk pasien individu. Jika perlu, hal ini mencakup
keputusan untuk tidak menggunakan suatu terapi obat tertentu,
pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute, dan metode pemberiaan,
pemantauan terapi obat, pelayanan informasi yang berkaitan dengan obat
serta konseling untuk pasien individu.

b. Pelayanan langsung: Inti konsep pelayanan adalah kepedulian, perhatian


pribadi terhadap kesehatan orang lain. Pelayanan menyeluruh pasien
terdiri dari berbagai bidang pelayanan terpadu, mencakup antara lain
pelayanan medis, pelayanan keperawatan, dn pelayanan farmasi.
Profesional kesehatan dalam tiap disiplin ini, memiliki keahlian unik dan
harus bekerja sama dalam pelayanan menyeluruh pasien. Pada waktunya
mereka bersama-sama melaksanakan berbagai jenis pelayanan, termasuk
pelayanan farmasi. Dalam pelayanan farmasi, apoteker memberi
kontribusi pengetahuan dan keterampilan khas untuk memastikan hasil
optimal dari penggunaan obat. Kesehatan pasien adalah yang terpenting,
apoteker mengadakan pelayanan langsung, dan pribadi kepada pasien
individu serta bertindak untuk kepentingan pasien yang terbaik. Apoteker
bekerja sama secara mendesain penerapan dan pemantauan rencana terapi
yang dimaksudkan untuk menghasilkan hasil terapi yang pasti dan
meningkatkan mutu kehidupan pasien.

c. Hasil terapi yang pasti. Sasaran kepedulian farmasi adalah meningkatkan


mutu kehidupan individu pasien, melalui pencapaian hasil terapi yang
pasti dan berkaitan dengan obat. Hasil terapi itu adalah

 Kesembuhan penyakit
 Peniadaan atau pengurangan gejala pasien
 Menghentikan atau memperlambat proses penyakit
 Pencegahan penyakit atau gejala.

d. Masalah yang berkaitan dengan obat

 Indikasi yang tidak diobati


Pasien mengalami masalah medis yang memerlukan terapi obat (suatu
indikasi untuk penggunaan obat), tetapi tidak menerima obat untuk
indikasi itu.
 Seleksi obat yang tidak tepat
Pasien mempunyai indikasi pengobatan, tetapi menggunakan obat
yang salah.
 Dosis subterapi
Pasien mempunyai masalah medis dan diobati dengan obat yang benar,
tetapi dosisnya terlalu kecil.
 Gagal menerima obat
Pasien mempunyai masalah medis yang merupakan hasil tidk
menerima obat (misalnya, alasan farmasetik, psikologis, sosiologis,
atau ekonomi).
 Lewat dosis
Pasien mempunyai masalah medis dan diobati dengan obat yang benar,
tetapi dosisnya terlalu tinggi.

 Reaksi obat merugikan


Pasien mempunyai masalah medis yang merupakan hasil reaksi obat
yang merugikan atau pengaruh merugikan.
 Interaksi obat
Pasien mempunyai masalah medis yang merupakan hasil dari interaksi
obat-obat, obat-makanan, atau obat-uji laboratorium.
 Menggunakan obat tanpa indikasi
Pasien menggunakan obat untuk indikasi yang tidak abash secara
medis.

e. Mutu kehidupan: Suatu pengakajian terhadap mutu kehidupan mencakup


pengkajian objektif dan subjektif. Pasien harus terlibat dalam cara yang
diinformasikan, dalam penetapan sarana mutu kehidupan dari terapi
mereka. Sasaran mutu kehidupan adalah: mobilitas fisik, bebas dari
kesakitan, mampu memelihara diri sendiri, maupun ikut serta dalam
interaksi social yang normal.

f. Tanggung jawab: dalam kepedulian farmasi, hubungan langsung antara


seorang apoteker adalah janji professional yang keamanan dan kesehatan
pasien dipercayakan kepada apoteker. Terikat menghormati kepercayaan
itu melalui tindakan professional yang kompeten untuk kepentingan pasien
yang terbaik. Sebagai anggota tim pelayanan kesehatan yang bertanggung
jawab, apoteker harus membuktikan pelayanan yang diberikan. Apoteker
secara pribadi bertanggung jawab untuk hasil pasien (mutu pelayanan)
yang terjadi dari tindakan dan keputusan apoteker.

B. Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit

1. Pengertian Pelayanan Informasi Obat

Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan


dan peberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,
komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun
pihak yang memerlukan di rumah sakit. Pelayanan informasi obat meliputi
penyediaan, pengelolaan, penyajian, dan pengawasan mutu data/informasi
obat dan keputusan profesional. Penyediaan informasi obat meliputi tujuan,
cara penyediaan, pengolahan, dan pengawasan mutu data/informasi obat.

2. Tujuan :
a. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi
kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
b. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain.
c. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat terutama bagi PFT(Panitia Farmasi dan
Terapi)/ KFT(Komite Farmasi dan Terapi).

3. Ruang Lingkup Pelayanan :


a. Pelayanan meliputi: menjawab pertanyaan, menerbitkan buletin,
membantu unit lain dalam mendapat informasi obat, menyiapkan materi
untuk brosur/leaflet informasi obat, mendukung kegiatan Panitia/Komite
Farmasi dan Terapi dalam menyusun dan merevisi formularium
b. Pendidikan (terutama pada RS yang berfungsi sebagai RS pendidikan)
meliputi: mengajar dan membimbing mahasiswa, memberi pendidikan
pada tenaga kesehatan dalam hal informasi obat, mengkoorninasikan
program pendidikan berkelanjutan di bidang informasi obat,
membuat/menyampaikan makalah seminar/simposium
c. Penelitian meliputi: melakukan penelitian evaluasi penggunaan obat
(EPO), melakukan penelitian penggunaan obat baru, melakukan
penelitian lain yang berkaitan dengan penggunaan obat, baik secara
mendiri maupun bekerja sama dengan pihak lain, melakukan kegiatan
program jaminan mutu
2. Sasaran Informasi Obat
a. Pasien dan atau keluarga pasien
b. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan,
asisten apoteker, dll
c. Pihak lain: manajemen, tim/kepanitian klinik, dll

3. Persyaratan SDM
a. Mempunyai kemampuan mengembangkan pengetahuan dan
keterampilan dengan mengikuti pendidikan pelatihan yang
berkelanjutan.
b. Menunjukkan kompetensi profesional dalam penelusuran,
penyeleksian dan evaluasi sumber informasi,
c. Mengetahui tentang fasilitas perpustakaan di dalam dan di luar RS,
metodelogi penggunaan data elektronik.
d. Memiliki latar belakang pengetahuan tentang terapi obat.
e. Memiliki kemampuan berkomunikasi baik secara lisan maupun tulisan.

4. Metode PIO
a. PIO dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call disesuaikan
dengan kondisi RS.
b. PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang di luar jam kerja
dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang tugas jaga.
c. PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak ada PIO diluar
jam kerja.
d. Tidak ada petugas khusus, PIO dilayani oleh semua apoteker instalasi
farmasi, baik pada jam kerja maupun di luar jam kerja.
e. Tidak ada apoteker khusus, PIO dilayani oleh semua apoteker instalasi
farmasi di jam kerja dan tidak ada PIO di luar jam kerja.

5. Sarana dan Prasarana


Sarana dan prasarana PIO disesuaikan dengan kondisi RS. Jenis dan
jumlah perlengkapan bervariasi tergantung ketersediaan dan perkiraan
kebutuhan akan perlengkapan dalam pelaksanaan PIO.

Sarana ideal untuk PIO, sebaiknya disediakan sarana fisik, seperti :

1. Ruang kantor
2. Ruang rapat
3. Perpustakaan
4. Komputer
5. Telepon dan faksimili
6. Jaringan internet, dll
7. In house data base

Apabila tidak ada sarana khusus, pelaksanaan PIO dapat menggunakan


ruangan instalasi farmasi beserta perangkat pendukungnya.

C. Pelayanan Informasi Obat di Puskesmas

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat ( PIO ) di Puskesmas merupakan


kegiatan penyedia dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang
independen, akurat, komprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien,
masyarakat maupun pihak yang memerlukan di Puskesmas.

1. Tujuan Pelayanan Informasi Obat ( PIO ) :


a. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional,
berorientasi kepada pasien, tenaga kesehatan dan pihak lain.
b. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan dan pihak lain.

2. Sasaran Pelayanan Informasi Obat ( PIO ) :


a. Pasien dan atau keluarga pasien
b. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan,
asisten apoteker, dll.

3. Metode Pelayanan Informasi Obat ( PIO ) :


PIO dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call
disesuaikan dengan kondisi Puskesmas.

D. Pelayanan Informasi Obat di Apotek

E. Contoh Tanya Jawab PIO


Contoh pertanyaan yang diajukan pada PIO dari pihak-pihak tersebut
antara lain:
1. Tanya Jawab Apoteker pada PIO
Seorang Apoteker datang ke Pusat PIO ingin menanyakan tentang
timbulnya nekrosis hati akibat penggunaan parasetamol.
PIO : Selamat siang bu. Ada yang bisa kami bantu?
Apoteker : Iya pak, saya Apoteker dari Rumah Sakit Banjarbaru.
Saya ingin bertanya tentang Parasetamol yang bisa
menyebabkan nekrosis pada hati. Bagaimana ya hal
tersebut bisa terjadi?
PIO : Oh iya bu. Sebentar saya cek data Parasetamol.
Apoteker : Iya.
Beberapa menit kemudian,
PIO : Seperti yang telah kita ketahui Parasetamol merupakan
obat analgesik yang mekanisme kerjanya adalah
meningkatkan ambang rasa nyeri di hipotalamus otak
dengan menghambat sintesis prostaglandin di sistem saraf
pusat. Parasetamol pada dosis normal relatif aman dan
tidak toksik, tetapi pada dosis tinggi dapat menimbulkan
nekrosis hati. Hal ini disebabkan karena asetaminofen
mengalami N-hidroksilasi membentuk N-
hidroksiasetaminofen dan secara spontan mengalami
dehidrasi pada gugus N-hidroksilamid, yang
menghasilkan N-asetilimidokuinon yang sangat reaktif.
Nah, N- asetilimidokuinon inilah yang dapat membentuk
ikatan kovalen dengan makromolekul hati sehingga
terjadi nekrosis.
Apoteker : Oh begitu ya terjadinya nekrosis pada hati akibat
kereaktifan N-asetilimidokuinon yang membentuk ikatan
kovalen dengan makromolekul hati.
PIO : Iya bu betul. Ini bisa dilihat mekanisme kimianya:

Apoteker : Oh iya saya mengerti. Terima kasih atas penjelasannya


pak.

2. Tanya Jawab Dokter pada PIO


Seorang Dokter menghubungi Pusat PIO via telepon. Dokter tersebut
ingin menanyakan tentang pemilihan antibiotik yang tepat untuk kasus
Melioidosis Osteomyelitis.
PIO : Hal selamat siang. Kami Pusat Pelayanan Informasi Obat
(PIO). Ada yang bisa kami bantu?
Dokter : Iya siang pak. Saya Dokter dari Rumah Sakit Banjarbaru
ingin berkonsultasi tentang pemilihan antibiotik yang
tepat.
PIO : Oh iya, silahkan pak. Pemilihan antibiotik untuk kasus
penyakit apa?
Dokter : Emm.. Begini, 3 bulan yang lalu, pasien saya didiagnosis
mengalami kasus Melioidosis Osteomyelitis dan
diketahui bakteri penyebabnya adalah Burkholderia
pseudomallei. Diagnosa ini berdasarkan keluhan
bengkak pada inguinal dan hasil USG yang
menunjukkan multiple liver absescess. Saya telah
meresepkan kotrimoksazol oral 500 mg dan doxycyclin
100 mg 2 kali sehari yang dengan pertimbangan
spektrumnya dapat mengatasi bakteri gram positif, gram
negatif, misc, dan anaerob. Namun, tadi pasien tersebut
datang kembali dengan bengkak pada bagian atas
lututnya. Bagaimana menurut anda terhadap kasus ini?
PIO : Apakah uji kultur telah dilakukan Dok?
Dokter : Saat pertama pengobatan, uji kultur dilakukan pada nanah
untuk mengetahui organisme penyebabnya.
PIO : Pertimbangan anda untuk memilih antibiotik berspektrum
luas sudah bagus untuk menghindari masuknya bakteri
ke sistemik. Bila telah mengetahui bakteri penyebabnya,
dapat dilakukan uji kultur untuk mengetahui sensitivitas
bakteri terhadap antibiotik. Uji kultur ini dilakukan pada
darah pasien.
Dokter : Oh iya, saya akan meminta bagian analis di Rumah Sakit
untuk melakukan uji kultur.
PIO : Baiklah Dok, sementara menunggu hasil uji kultur
tersebut, kami Pusat PIO akan mencek data informasi
tentang antibiotik untuk kasus Melioidosis Osteomyelitis
tersebut.
Dokter : Iya pak, terima kasih atas informasi tadi. Nanti saya
hubungi kembali setelah hasil uji kultur diperoleh.
Setelah 3 hari, hasil uji kultur berhasil diperoleh sensitivitas bakteri
terhadap antibiotik.
PIO : Halo selamat siang. Kami Pusat Pelayanan Informasi
Obat (PIO). Ada yang bisa kami bantu?
Dokter : Iya siang pak. Ini saya Dokter dari Rumah Sakit
Banjarbaru yang menangani kasus Melioidosis
Osteomyelitis yang telah berkonsultasi 3 hari yang lalu.
PIO : Oh iya Dok. Bagaimana hasil uji kultur diperoleh dari
darah pasien anda tersebut?
Dokter : Hasilnya Burkholderia pseudomallei yang telah
ditumbuhkan sensitif terhadap Amoxicillin klavulanat
dan ceftazidim.
PIO : Sebentar Dok, saya cek data antibiotik tersebut
Beberapa menit kemudian,
PIO : Dok, ini data Amoxicillin klavulanat dan cefatizim dapat
mengatasi bakteri Burkholderia pseudomallei yang
merupakan bakteri gram negatif bipolar, bersifat aerobik,
dan berbentuk batang motil.
Dokter : Jadi bisa digunakan kombinasi antibiotik tersebut dalam
mengatasi kasus ini?
PIO : Iya dok. Dosis pemberian Amoxicillin klavulanat 625
mg/12 jam per oral dan ceftazidim 2 gr/8 jam secara intra
vena (i.v). Selain itu, untuk mengatasi tulang yang
terinfeksi dapat dilakukan radical debridement untuk
meletakkan ceftazidim yang diisikan dengan blok Ca-
hidroksiapatit. Pengobatan dengan kombinasi antibiotik
tersebut akan menurunkan multiple liver absescess.
Dokter : Bagaimana radical debridement tersebut bila telah beberapa
tahun? Apakah harus dilakukan pengambilan kembali?
PIO : Tidak perlu diambil kembali Dok. Radical debridement
yang dilakukan pengisian dengan blok Ca-hidroksiapatit
akan menyatu dengan tulang host setelah beberapa tahun.
Untuk memantau Radical debridement tersebut bisa
dengan CT (Computer Tomography).
Dokter : Iya pak, terima kasih banyak atas informasi yang
diberikan.

3. Tanya Jawab Perawat pada PIO


Seorang Perawat datang ke Pusat PIO ingin menanyakan tentang
timbulnya nekrosis hati akibat penggunaan parasetamol.
PIO : Selamat siang bu. Ada yang bisa kami bantu?
Perawat : Iya pak. Saya seorang perawat dari Rumah Sakit
Banjarbaru. Saya ingin bertanya tentang macam-macam
obat bius untuk spinal?
PIO : Oh iya sebentar bu, saya cek datanya terlebih dahulu.
Beberapa menit,
PIO : Ini data informasi anestesi untuk spinal. Bisa digunakan
bupivakain atau midazolam yang sifatnya lokal dapat
diinjeksikan dalam ruang spinal (rongga tulang
belakang) maupun epidural untuk menghasilkan efek
mati rasa pada paruh tubuh tertentu. Misalnya, dari
pusat ke bawah.
Perawat : Bagaimana mekanisme anestesi yang ditimbulkan obat
tersebut?
PIO : Obat anestesi lokal ini mencegah transmisi impuls pada
serat saraf (blokade konduksi) dengan menginhibisi
pasase ion natrium melalui terowongan yang selektif
terhadap natrium pada membran saraf. Hambatan ini
mencegah masuknya ion natrium yang menimbulkan
hambatan depolarisasi pada sel saraf. Akibatnya pasien
akan mengalami mati rasa.
Perawat : Oh begitu ya akibat hambatan depolarisasi pada sel saraf.
Bagaimana cara penginjeksian secara spinal ini?
PIO : Pertama, dilakukan persiapan. Disiapkan mesin anestesi
yang dihubungkan dengan sumber oksigen, disiapkan
pula set alat intubasi, tube endotrachea (ETT), dan obat
gawat darurat seperti Epinefrin injeksi, Sulfas Atropin,
Efedrin injeksi, dan Dexametason. Pasien dibawa masuk
ke ruang operasi, dipasang alat pantau pada tubuh pasien,
dicatat data mengenai tekanan darah, laju nadi, dan laju
nafas. Kemudian pasien dipasangi infuse dengan jarum
no. 18G, lalu diberikan infuse preload cairan Ringer
laktat sebanyak 15 ml/kg BB. Setelah 30 menit baru
dilakukan anestesi spinal.
Perawat : Oh begitu. Lalu bagaimana cara melakukan anestesi
spinalnya?
PIO : Caranya, pasien diposisikan pada posisi duduk untuk
dilakukan anestesi spinal. Setelah dilakukan anestesi,
pasien diposisikan supine kembali dan diberikan oksigen
2-3 liter/menit dengan nasal prong.
Perawat : Bagaimana teknik penyuntikan dan tempat penyuntikannya
yang tepat?
PIO : Teknik penyuntikan diperlukan ketrampilan. Karena,
kecepatan penyuntikan yang lambat menyebabkan difusi
lambat dan tingkat analgesia yang dicapai rendah. Tempat
penyuntikan spinal dilakukan dengan tusukan pada
lumbal 2-3 atau lumbal 3-4 yang akan memudahkan
penyebaran obat kea rah torakal. Bila tusukan pada
lumbal 4-5 akan menyebabkan obat berkumpul di daerah
sakral karena bentuk vertebral.
Perawat : Iya pak, terima kasih banyak atas informasi yang
diberikan.

4. Tanya Jawab Pasien pada PIO


Seorang Pasien datang ke Pusat PIO ingin menanyakan tentang
keluhan yang dialami setelah mengkonsumsi obat yang diresepkan
oleh dokter.
PIO : Selamat siang pak. Ada yang bisa kami bantu?
Pasien: Iya bu. Saya ingin bertanya tentang informasi obat
warfarin.
PIO : Oh iya sebentar bu, saya cek datanya terlebih dahulu.
Beberapa menit kemudian,
PIO : Warfarin digunakan untuk menghindari penggumpalan
darah. Warfarin digunakan untuk mencegah serangan
jantung, stroke, dan gumpalan darah dalam pembuluh vena
dan arteri.
Pasien: Iya betul kata dokter untuk mencegah serangan jantung
saya. Tetapi, yang menjadi permasalahannya adalah sering
terjadi pendarahan. Mengapa hal ini bisa terjadi?
PIO : Ini data warfarin. Salah satu efek samping yang
ditimbulkan adalah pendarahan. Awali dengan dosis 5-10
mg/hari, dosis pemeliharaan biasanya 2-10 mg setiap hari
(mungkin diperlukan dosis loading dan pemeliharaan di
luar pedoman ini).
Pasien: Saya mengkonsumsinya sesuai resep dokter 2 mg setiap
hari. Berarti dosisnya sudah tepat. Tetapi, kenapa ya justru
saya sering mengalami pendarahan?
PIO : Apakah bapak mengkonsumsi obat lain?
Pasien: Tidak.
PIO : Apakah bapak mengkonsumsi herbal tertentu?
Pasien: Emm.. Oh iya, saya biasanya mengkonsumsi ginseng.
Apakah itu berpengaruh?
PIO : Iya bu. Berdasarkan data, warfarin akan meningkatkan efek
sampingnya jika mengkonsumsi herbal seperti ginseng,
bawang putih, dan lainnya.
Pasien: Oh pantas saja sering terjadi pendarahan. Berarti saya harus
menghindari makanan seperti itu. Terima kasih atas
informasi yang diberikan.
Contoh Formulir Pelayanan Informasi Obat

FORMULIR PELAYANAN INFORMASI OBAT

No. Formulir :
Tanggal Masuk :

NAMA :
______________________________________________
_____

ALAMAT :
______________________________________________
_____

______________________________________________
_____

NO TELEPON :
______________________________________________
_____

JENIS IDENTITAS* :
(KTP/SIM/PASSPORT)__________________________
______

NO. IDENTITAS :
______________________________________________
_____

JENIS KELAMIN :
______________________________________________
_____

TEMPAT & TANGGAL LAHIR :


______________________________________________
_____

PENDIDIKAN TERAKHIR :
______________________________________________
_____

PEKERJAAN :
______________________________________________
_____

ALAMAT PEKERJAAN :
______________________________________________
_____
______________________________________________
_____

ALAMAT E-MAIL :
______________________________________________
_____

PERTANYAAN :
______________________________________________
_____

______________________________________________
_____

INTI PERTANYAAN :
______________________________________________
_____

______________________________________________
_____

ALASAN :
______________________________________________
_____

______________________________________________
_____

JAWABAN PERTANYAAN :
______________________________________________
_____

______________________________________________
_____

______________________________________________
_____

______________________________________________
_____

TANGGAL KELUAR :
______________________________________________
_____
Jakarta,.....................................

Pemohon,

(......................................)

Anda mungkin juga menyukai