Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH KOMUNIKASI FARMASI

PELAYANAN INFORMASI OBAT


PREKURSOR

Disusun Oleh

Nama : Gaby Margaretha Silaban


Kelas : 2-E
Nim : P07539022180
Dosen Pengampu : Dra. Masniah, M.Kes., Apt.
Mata Kuliah : Komunikasi Farmasi

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MEDAN


JURUSAN FARMASI
T.A 2023/2024

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
tentang "Penyakit Gagal Ginjal".
Tidak lupa juga kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
turut memberikan kontribusi dalam penyusunan makalah ini. Tentunya, tidak akan
bisa maksimal jika tidak mendapat dukungan dari berbagai pihak.
Sebagai penyusun, kami menyadari bahwa masih terdapat kekurangan, baik dari
penyusunan maupun tata bahasa penyampaian dalam makalah ini. Oleh karena itu,
kami dengan rendah hati menerima saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat
memperbaiki makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang kami susun ini memberikan manfaat dan
juga inspirasi untuk pembaca.

Medan, September 2023

2
Daftar Isi

Kata Pengantar ................................................................................................. 2


Daftar Isi............................................................................................................ 3
BAB I Pendahuluan........................................................................................ 4
1.1 Latar Belakang ...................................................................................... 4
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................ 4
1.3 Tujuan ................................................................................................... 4
BAB II Tinjauan Pustaka ............................................................................... 5
2.1 Pelayanan Informasi Obat ...................................................................... 5
2.2 Prekursor................................................................................................. 7
BAB III Pembahasan ..................................................................................... 15
BAB IV Penutup .............................................................................................. 19
4.1 Kesimpulan ............................................................................................. 19
4.2 Saran ....................................................................................................... 19
Daftar Pustaka ................................................................................................. 20

3
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan bertanggung jawab kepada
pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan alat medis habis pakai
dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu kesehatan pasien
(Permenkes RI Nomor 73, 2016). Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi, dibidang kefarmasian telah terjadi pergeseran orientasi pelayanan kefarmasian
bukan hanya sebagai pengelola obat tetapi memberi informasi kepada pasien tentang
penggunaan obat yang benar dan rasional, monitoring penggunaan obat untuk mengetahui
tujuan akhir, serta kemungkinan terjadinya kesalahan pengobatan.
Pada dasarnya prekursor digunakan secara resmi di industri farmasi sebagai bahan baku
obat, bahan untuk pembuatan bahan baku obat dan bahan dasar dalam pembuatan psikotropika
dan narkotika. Obat yang mengandung prekursor banyak digunakan untuk pengobatan saluran
pernafasan seperti influenza dan batuk. Prekursor merupakan bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku atau bahan penolong pembuatan narkotika atau psikotropika.
Penyalahgunaan obat yang mengandung prekursor juga terjadi pada masyarakat di salah
satu perumahan yang terletak di Kalideres. Pada tahun 2019 sejumlah bahan baku prekursor
yang dijual secara daring, bahan baku yang ditemukan yaitu ephedrine, iodin, fosfor, iodin,
aceton, toulen, soda api dan alkohol. Pada observasi banyaknya pasien yang sering datang
untuk membeli atau mendapatkan salah satu jenis obat yang mengandung prekursor tanpa
resep dokter dan termasuk kedalam golongan daftar G atau keras. Karena rata – rata obat yang
mengandung prekursor di gunakan untuk pengobatan saluran pernafasan seperti influenza dan
batuk.
Berdasarkan latar belakang diatas, makalah ini akan menguraikan lebih lanjut mengenai
peran pelayan informasi obat golongan obat prekursor dan manfaat yang dapat
diperoleholehpasien dan masyarakat secara keseluruhan. Penjelasan pelayanan informasi obat
golongan prekursor merupakan langkah untuk mengetahui tingkat pengetahuan pasien tentang
penggunaan obat prekursor di Apotek.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu pelayanan informasi obat?
2. Apa itu golongan obat prekursor?
3. Bagaimana pelayanan informasi obat golongan prekursor?
1.3 Tujuan
Untuk mengetahui tentang pelayanan informasi obat golongan prekursor di apotek

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pelayanan Informasi Obat
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam
pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan dengan
bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain, pasien atau
masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan herbal.

Tujuan dari PIO antara lain adalah:

1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi kepada pasien,
tenaga kesehatan dan pihak lain.

2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak
lain.

3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan


obat.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 1197/MENKES/SK/X/2004
Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit, Pelayanan Informasi Obat merupakan
kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan informasi secara akurat,
tidak bias, dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat,profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Definisi pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian, pengevaluasian,
pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusian, penyebaran
serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentukdan berbagai metode kepada
pengguna nyata dan yang mungkin.
Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker dalam
penyediaan dan pemberian informasi mengenai obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan
kritis dan dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi kesehatan
lain, pasien atau masyarakat.. Informasi mengenai obat termasuk obat resep, obat bebas dan
herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metode
pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan,
harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-lain. Hal ini, bertujuan untuk menyediakan
informasi mengenai obat kepada pasien dan di lingkungan apotek, menyediakan informasi
untuk membuat kebijakan yang berhubungan dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan dan
BMHP dan menunjang penggunaan obat yang rasional.

5
PIO bagi profesional kesehatan akan meningkatkan peran apoteker dalam perawatan
kesehatan, antara lain:
a. Pengetahuan apoteker tentang obat terpakai.
b. Apoteker menjadi lebih aktif dalam pelayanan kesehatan.
e. Peran apoteker dapat membuka fungsi klinis lain, misal kunjungan pasien.
d. Peningkatan terapi rasional dapat tercapai.
Terdapat dua metode yang digunakan dalam informasi obat, yaitu metode tertulis dan
metode tidak tertulis. Informasi tertulis yang sudah biasa diberikan adalah penulisan etiket
pada kemasan obat. Informasi ini biasanya diikuti dengan informasi lisan yang disampaikan
pada saat penyerahan obat kepada pasien.
Berdasarkan Permenkes nomor 35 tahun 2014 tentang standar pelayanan kefarmasian di
apotek Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker
dalam pemberian informasi mengenai Obat yang tidak memihak, dievaluasi dengan kritis dan
dengan bukti terbaik dalam segala aspek penggunaan Obat kepada profesi kesehatan lain,
pasien atau masyarakat. Informasi mengenai Obat termasuk Obat Resep, Obat bebas dan
herbal. Informasi meliputi dosis, bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan metoda
pemberian, farmakokinetik, farmakologi, terapeutik dan alternatif, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyusui, efek samping, interaksi, stabilitas, ketersediaan,
harga, sifat fisika atau kimia dari Obat dan lain-lain.
Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi :
• Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan)
• Objektif (sesuai dengan kebutuhan)
• Seimbang.
• Ilmiah
• Berorientasi kepada pasien dan pro aktif
Adapun tujuan pelayanan informasi obat yaitu:

• Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada


pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
• Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan,
dan pihak lain
• Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite Farmasi dan Terapi)

6
Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:
• Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan
• Membuat dan menyebarkan buletin/brosur/leaflet, pemberdayaan masyarakat
(penyuluhan)
• Memberikan informasi dan edukasi kepada pasien
• Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa farmasi yang
sedang praktik profesi
• Melakukan penelitian penggunaan Obat
• Membuat atau menyampaikan makalah dalam forum ilmiah
• Melakukan program jaminan mutu.

Terdapat dua metode yang digunakan dalam informasi obat, yaitu metode tertulis dan
metode tidak tertulis. Informasi tertulis yang sudah biasa diberikan adalah penulisan etiket
pada kemasan obat. Informasi ini biasanya diikuti dengan informasi lisan yang
disampaikan pada saat penyerahan obat kepada pasien

2.2 Prekursor

a. Definisi Prekursor
Menurut Permekes No.3 tahun 2015 prekursor adalah zat atau bahan pemula
yang dapat digunakan untuk pembuatan narkotika dan psikotropika, prekursor
tersebut berguna untuk industri farmasi, pendidikan, pengembangan ilmu
pengetahuan dan pelayan kesehatan.
Menurut peraturan Kepala Badan POM No. 40 tahun 2013 tentang Pedoman
Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi,
Prekursor Farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimia yang dapat
digunakan sebagai bahan baku atau penolong untuk keperluan proses produksi
Industri Farmasi atau produk antara, produk ruahan dan produk jadi yang
mengandung efedrin, pseudoefedrin, norefedrin atau fenilpropanolamin,
ergotamin, ergometrin, atau potassium permanganat.
Jadi prekursor farmasi adalah zat atau bahan pemula atau bahan kimiayang
dapat digunakan sebagi bahan baku atau penolong untuk keperluan proses
produksi industri dan apabila disimpangkan dapat digunakan dalam memproses
pembuatan narkotika dan psikotropika.

b. Golongan dan Jenis Prekursor


Secara resmi terdapat 23 jenis prekursor yang diawasi oleh pemerintah
Indonesia. Berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 44
Tahun 2010, 23 jenis prekursor tersebut dikategorikan dalam 2 kelompok yaitu

7
tabel 1 dan tabel 2. Berikut adalah golongan dan jenis prekursor yang diawasi oleh

pemerintah Indonesia terdapat pada tabel 2.1 :

Tabel 2.1 Golongan dan Jenis Prekursor

No Tabel I Tabel II
1 Pottasium permanganate Hydrochloric acid
2 1-Phenyl 2-propanone Sulphuric acid
3 Acetate anhydride Toluene
Ethyl ether (Diethyl
4 N-acetylanthranilic acid ether)
5 Isosafrole Acetone
6 3,4-methylenedioxyphenyl-2-propanone Methyl ethyl ketone
7 Piperonal Phenylacetic acid
8 Safrole Anthranillic acid
9 Ephedrine Piperidin
10 Pseudoephedrine
11 Norephedine(Phenylpropanolamin/PPA)HCL
12 Ergometrin
13 Ergotamine
14 Lysergic acid

Berdasarkan golongan dan jenis prekursor pada tabel di atas, yang sering

disalahgunakan pada masyarakat adalah obat yang mengandung Epedrine dan

Psedoefedrine yang terdapat pada tabel 1. Secara kimia, efedrin menunjukkan

isomerisme optikal dan memiliki dua pusat kiral, sehingga menghasilkan 4

stereoisome. Pasangan enantiomer dengan stereokimia (1R, 2S dan 1S,2R) adalah

efedrin, sedangkan yang berstereokimia (1R,2R dan 1S, 2S) adalah pseudoefedrin.

Isomer yang dipasarkan sebagai efedrin adalah ( – )-(1R,2S)-ephedrine. Efek dari

efedrin dan pseudoefedrin berbeda, di mana efedrin memiliki efek yang lebih poten,

termasuk juga efek samping yang lebih besar daripada pseudoefedrin.

7
Efedrin dan pseudoefedrin keduanya masih banyak dijumpai dalam komponen obat

selesma/obat flu yang ada di pasaran. Dari struktur kimianya, efedrin merupakan

suatu senyawa amina yang memiliki struktur kimia mirip dengan turunan

Metamfetamin dan amfetamin. Dapat dikatakan, efedrin adalah suatu amfetamin

yang tersubstitusi dan merupakan analog struktural metamfetamin.Perbedaannya

dengan metamfetamin hanyalah adanya struktur hidroksil (OH). Amfetamin adalah

sejenis stimulan sistem syaraf. Turunannya yaitu metilen

dioksi metamfetamin (MDMA) yang sangat ngetop sebagai ecstasy .

Gambar 2.1 Struktur Kimia Efedrin dan Metampetamine ( Kovar, 1987 )

Efek methamphetamine dalam jangka pendek antara lain meningkatkan

konsentrasi, meningkatkan aktifitas, menurunkan kelelahan, menhan rasa lapar,

rasa gembira berlebihan, peningatan respirasi dan peningkatan suhu badan.

Sedangkan efek untuk jangka panjang adalah terjadinya ketergantungan, paranoid,

halusinasi dan psikosis, ganguan mood, ganguan aktifitas motorik, stroke dan

penurunan berat badan (Mehling, 2007)

c. Pengelolaan Obat Mengandung Prekursor Di Apotek

Pengelolaan merupakan suatu proses yang dimaksudkan untuk mencapai

suatu tujuan tertentu yang di lakukan secara efektif dan efesien. Tujuan utama

pengelolaan obat adalah tersedianya obat dengan mutu yang baik, tersedia dalam

jenis dan jumlah yang sesuai kebutuhan pelayanan kefarmasian bagi masyarakat

yang membutuhkan (Sudjianto, n.d.).

8
Menurut peraturan kepala BPOM No. 40 tahun 2013 tentang Pedoman

Pengelolaan Prekursor Farmasi dan Obat Mengandung Prekursor Farmasi,

pengelolaan obat mengandung prekursor adalah kegiatan yang meliputi

pengadaan, penyimpanan, penyerahan, recall, pemusnahan, pencatatan dan

pelaporan.

• Pengadaan

Pengadaan merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan

yang telah di rencanakan sebelumnya. Adapun hal yang harus

diperhatikan mengenai pengadaan obat mengandung prekursor pada

apotek yaitu :

➢ Surat Pemesanan

1. Pengadaan obat mengandung Prekursor Farmasi harus

berdasarkan Surat Pesanan (SP).

2. Asli dan dibuat tindasan sebagai arsip

3. Ditandatangani oleh Apoteker Penanggung Jawab

Apotek/Apoteker Pendamping dengan mencantumkan nama

lengkap dan nomor SIPA, nomor dan tanggal SP, dan

kejelasan identitas pemesan (antara lain nama dan alamatjelas,

nomor telepon/faksimili, nomor ijin, dan stempel);

4. Mencantumkan nama dan alamat Industri Farmasi/Pedagang

Besar Farmasi (PBF) tujuan pemesanan. Pemesanan antar

apotek diperbolehkan dalam keadaan mendesak misalnya

pemesanan sejumlah obat yang dibutuhkan untuk memenuhi

kekurangan jumlah obat yang diresepkan;

5. Mencantumkan nama obat mengandung Prekursor Farmasi,

jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan;


9
6. Diberi nomor urut tercetak dan tanggal dengan penulisan yang

jelas atau cara lain yang dapat tertelusur,

7. Khusus untuk pesanan obat mengandung Prekursor Farmasi

dibuat terpisah dari surat pesanan obat lainnya dan jumlah

pesanan ditulis dalam bentuk angka dan huruf.

8. Apabila pemesanan dilakukan melalui telepon (harus

menyebutkan nama penelpon yang berwenang), faksimili,

email maka surat pesanan asli harus diberikan pada saat serah

terima barang, kecuali untuk daerah-daerah tertent3. Apotek

yang tergabung di dalam satu grup, masing-masing Apotek

harus membuat SP sesuai kebutuhan kepada Industri

Farmasi/PBF.

9. Apabila SP tidak dapat digunakan, maka SP yang tidak

digunakan tersebut harus tetap diarsipkan dengan diberi tanda

pembatalan yang jelas.

10. Apabila SP Apotek tidak bisa dilayani, Apotek harus

meminta surat penolakan pesanan dari Industri Farmasi/PBF.

➢ Penerimaan Obat

Pada saat penerimaan obat mengandung Prekursor

Farmasi, harus dilakukan pemeriksaan kesesuaian antara fisik

obat dengan faktur penjualan dan/atau Surat Pengiriman Barang

(SPB) yang meliputi:

1. Kebenaran nama produsen, nama Prekursor Farmasi/obat

mengandung Prekursor Farmasi, jumlah, bentuk dan

kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan;

2. Nomor bets dan tanggal daluwarsa;


10
3. Apabila butir 1, 2 dan atau kondisi kemasan termasuk segel
dan penandaan rusak, terlepas, terbuka dan tidak sesuai dengan
SP, maka obat tersebut harus dikembalikan kepada pengirim
disertai dengan bukti retur/surat pengembalian dan salinan
faktur penjualan serta dilengkapi nota kredit dari Industri
Farmasi/PBF pengirim.

Setelah dilakukan pemeriksan, Apoteker Penanggung Jawab


atau tenaga teknis kefarmasian wajib menandatangani faktur
penjualan dan/atau Surat Pengiriman Barang (SPB) dengan
mencantumkan nama lengkap, nomor SIPA / SIKTTK dan stempel
Apotek.

• Penyimpanan
Penyimpanan adalah kegiatan menata dan memelihara obat yang
dinilai aman dari pencurian dan gangguan fisik obat yang dapat merusak
mutu obat. Dalam sistem penyimpanan obat terutama obat yang
mengandung prekursor harus memperhatikan aspek-aspek sebagai berikut:

1. Obat mengandung Prekursor Farmasi disimpan di tempat yang


aman berdasarkan analisis risiko masing-masing Apotek.
2. Apabila memiliki obat mengandung Prekursor Farmasi yang
disimpan tidak dalam wadah asli, maka wadah harus dilengkapi
dengan identitas obat meliputi nama, jumlah, bentuk dan
kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, nomor bets, tanggal
daluwarsa, dan nama produsen.
3. Memisahkan dan menyimpan dengan aman obat mengandung
Prekursor Farmasi yang rusak, kadaluwarsa, izin edar
dibatalkan sebelum dimusnahkan atau dikembalikan kepada
Industri Farmasi atau PBF.
4. Melakukan stock opname secara berkala sekurang-kurangnya 6
(enam) bulan sekali.
5. Melakukan investigasi adanya selisih stok dengan fisik saat
stock opname dan mendokumentasikan hasil investigasi.

• Penyerahan
Penyerahan merupakan kegiatan memberikan obat antar fasilitas
pelayanan kefarmasian maupun kepada pasien dalam rangka pelayanan
kefarmasian. Untuk mencegah penyalahgunaan obat terutama obat mengandung
prekursor, petugas apotek (Apoteker dan Tenaga Teknis Kefarmasian) perlu
memahami aspek-aspek yang harus diperhatikan dalam kegiatan penyerahan obat
kepada pasien. Aspek tersebut terdiri atas:
1. Penyerahan obat mengandung Prekursor Farmasi harus
memperhatikan kewajaran jumlah yang diserahkan sesuai
kebutuhan terapi.
2. Penyerahan obat mengandung Prekursor Farmasi diluar kewajaran
harus dilakukan oleh Apoteker Penanggung Jawab
Apotek/Apoteker Pendamping setelah dilakukan screening
terhadap permintaan obat.
3. Hal-hal yang harus diwaspadai dalam melayani pembelian obat
mengandung Prekursor Farmasi yaitu pembelian dalam jumlah
besar misalnya oleh Medical Representative/Sales dari Industri
11
Farmasi atau PBF, pembelian secara berulang-ulang dengan
frekuensi yang tidak wajar.

• Penarikan Kembali Obat (Recall)


Kegiatan penarikan kembali obat (recall) perlu dilakukan jika pada apotek
tersebut terdapat obat atau obat mengandung prekursor yang telah di edarkan
tidak memenuhi standart dan atau persyaratan keamanan, khasiat, mutu, dan
penandaan. Apotek wajib melakukan penarikan kembali obat (recall) sesuai
pemberitahuan dari pemilik izin edar.

• Pemusnahan
Pemusnahan adalah suatu kegiatan atau rangkaian kegiatan untuk
memusnakan obat yang tidak memenuhi persyaratan atau karena sebab lain
dengan disaksikan oleh Balai Besar atau Balai POM setempat dan dicatatat dalam
berita acara pemusnahan. Berikut ini peraturan dan hal – hal yang harus
diperhatikan dalam kegiatan pemusnahan obat yang mengandung prekursor :
1. Pemusnahan dilaksanakan terhadap obat mengandung Prekursor
Farmasi yang rusak dan kadaluwarsa.
2. Harus tersedia daftar inventaris Obat Mengandung Prekursor
Farmasi yang akan dimusnahkan mencakup nama produsen, bentuk
dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan, jumlah, nomor bets,
dan tanggal daluwarsa.
3. Pelaksanaan pemusnahan harus dibuat dengan memperhatikan
pencegahan diversi dan pencemaran lingkungan. Kegiatan
pemusnahan ini dilakukan oleh penanggung jawab apotek dan
disaksikan oleh petugas Balai Besar/Balai POM dan/atau Dinas
Kesehatan Kab/Kota setempat. Kegiatan ini didokumentasikan
dalam Berita Acara Pemusnahan yang ditandatangani oleh pelaku
dan saksi.
4. Berita Acara Pemusnahan yang menggunakan pihak ketiga harus
ditandatangani juga oleh saksi dari pihak ketiga.

• Pencatatan dan Pelaporan


Pencatatan dan pelaporan obat mengandung prekursor sangatlah penting
dilakukan guna untuk memberikan informasi tentang kegiatan tertentu dan
pendokumentasian dalam kegiatan pengelolaan obat mengandung prekursor
farmasi. Berikut ini aspek pencatatan dan pelaporan obat mengandung prekursor
yang harus dilakukan pada setiap apotek:
1. Pencatatan dilakukan terhadap setiap tahapan pengelolaan mulai
dari pengadaan, penyimpanan, penyerahan, penarikan kembali obat
(recall), dan pemusnahan secara tertib dan akurat serta disahkan
oleh Apoteker Penanggung Jawab.
2. Catatan sebagaimana dimaksud sekurang-kurangnya memuat
nama, jumlah, bentuk dan kekuatan sediaan, isi dan jenis kemasan,
nomor bets, tanggal daluwarsa, dan nama produsen serta jumlah
yang diterima, diserahkan, sisa persediaan dan Tujuan penyerahan.
3. Apoteker Penanggung Jawab Apotek wajib membuat dan
menyimpan catatan serta mengirimkan laporan pemasukan dan
pengeluaran obat mengandung Prekursor Farmasi Efedrin dan
Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet/kapsul/kaplet/injeksi
4. Laporan sebagaimana dimaksud adalah laporan pemasukan dan
12
pengeluaran obat mengandung Prekursor Farmasi Efedrin dan
Pseudoefedrin dalam bentuk sediaan tablet/kapsul/kaplet/injeksi,
laporan kehilangan dan laporan pemusnahan obat mengandung
Prekursor Farmasi
5. Pelaporan dikirimkan kepada Badan POM cq. Direktorat
Pengawasan Napza dengan tembusan ke Balai Besar/Balai POM.
6. Setiap apotek wajib menyimpan dokumen dan informasi seluruh
kegiatan terkait pengelolaan obat mengandung Prekursor Farmasi
dengan tertib, akurat dan tertelusur.
7. Dokumentasi meliputi pengadaan, penyimpanan, penyerahan,
penanganan obat kembalian, pemusnahan, pencatatan dan
Pelaporan. Dokumen pengadaan meliputi SP, faktur pembelian,
SPB, bukti retur, nota kredit dari Industri Farmasi/PBF/Apotek
pengirim, wajib diarsipkan menjadi satu berdasarkan nomor urut
atau tanggal penerimaan barang dan terpisah dari dokumen obat
lain.
8. Dokumentasi selain berbentuk manual dapat juga dilakukan secara
sistem elektronik yang tervalidasi harus mudah ditampilkan dan
ditelusuri pada saat diperlukan. Apabila memiliki dokumentasi
dalam bentuk manual dan elektronik, data manual harus sesuai
dengan data elektronik.
9. Apabila dokumentasi hanya dilakukan secara sistem elektronik,
harus tersedia Standar Prosedur Operasional terkait penanganan
sistem tersebut jika tidak berfungsi.

Kerangka Konsep dan Uraian Kerangka Konsep

Kerangka Konsep
Obat Mengandung
Prekursor

Menjamin ketersedian Mencegah kebocoran Mencegah terjadinya


obat yang aman , dan penyimpangan dari penyalahgunaan di
berkhasiat dan jalur legal ke jalur kalangan masyarakat
bermutu ilegal atau sebaliknya

Pengelolaan:
1. Pengadaan
2. Penyimpanan
3. Penyerahan
Keterangan gambar :
------------------------- : tidak diteliti
: diteliti
Gambar 2.2 Bagan Kerangka Konsep Penelitian

13
Uraian Kerangka Konsep

Obat yang mengandung prekursor adalah obat yang mengandung jenis

prekursor. Obat yang mengandung prekursor semakin marak penyalahgunaannya di

masyarakat. Apotek berperan penting dalam hal pengawasan penyalahgunaan obat

yang mengandung prekursor. Adapun tujuan dari pengawasan tersebut untuk

menjamin ketersedian obat yang aman, berkhasiat dan bermutu serta mencegah

kebocoran dan penyimpangan dari jalur legal ke jalur ilegal atau sebaliknya dan

mencegah terjadinya penyalahgunaan obat mengandung prekursor di kalangan

masyarakat.

Untuk mengantisipasi itu semua maka perlu pengelolaan obat mengandung

prekursor yang baik dan sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat

Dan Makanan Republik Indonesia No. 40 Tahun 2013. Adapun pengelolaan obat

yang prekursor yang sesuai dengan Peraturan Kepala Badan Pengawasan Obat Dan

Makanan Republik Indonesia No. 40 Tahun 2013 terdiri atas beberapa indikator

yaitu yang pertama adalah pengadaan, melakukan pengadaan obat yang

mengandung prekursor sesuai dengan kebutuhan obat pada apotek berdasarkan

perencanaan pengadaan obat. Indikator yang kedua penyimpanan, dalam hal

menyimpan obat yang mengandung prekursor harus dengan baik dan aman sesuai

analisis resiko. Untuk yang terakhir yaitu sisi penyerahan, sebelum menyerahkan

obat ke pasien perlu melakukan pemberitahuan informasi seputar obat yang dibeli

oleh pasien terutama bagi pasien yang masih awal mengkonsumsi obat tersebut agar

obat tersebut dikonsumsi tepat indikasi dan tepat dosis.

14
BAB III

PEMBAHASAN
Pelayanan Obat Golongan Prekursor

1. Diclofenac potassium

Diklofenak (diclofenac) adalah nonsteroidal anti-inflammatory drug (NSAID)

dengan nama kimia 2- (2,6-dichloranilino) asam fenilasetat. Diklofenak

(diclofenac) bekerja dengan cara menghambat kerja enzim siklooksigenase

(COX). Enzim ini berfungsi untuk membantu pembentukan prostaglandin saat

terjadinya luka dan menyebabkan rasa sakit dan peradangan. Dengan

menghalangi kerja enzim COX, prostaglandin lebih sedikit diproduksi, yang

berarti rasa sakit dan peradangan akan mereda.

Kemasan:

1 Dos isi 10 Strip x 10 Tablet

Indikasi / Manfaat / Kegunaan :

Nyeri inflamasi pasca trauma, nyeri & inflamasi pasca op, sebagai terapi

tambahan pada nyeri inflamasi berat pada infeksi THT.

Dosis

Dewasa : Awal 100-150 mg/hari terbagi dalam 2-3 dosis.

Kasus sedang & anak >14 thn : 75-100 mg/hari.

Penyajian:

Sebaiknya diberikan bersama makanan : Berikan segera sesudah makan.

Perhatian:

Riwayat gangguan lambung, gangguan fungsi hati, ginjal, jantung. Porfiria.

Lanjut usia. Pengemudi & operator mesin. Pasien dengan deplesi vol

ekstraselular. Hamil & laktasi. Penggunaan jangka lama: monitor fungsi hati &

jumlah sel darah.


15
Efek Samping:

Kadang-kadang: Gangguan GI, sakit kepala, pusing, vertigo, ruam. Jarang: tukak

peptik, fungsi ginjal abnormal, perdarahan GI, hepatitis. Kasus jarang: eritema

multiforme, diskrasia darah, sindrom Lyell, sindrom Stevens-Johnson.

2. Asmadex

Asmadex adalah obat dengan kandungan Theophylline dan ephedrine HCl yang

berfungsi untuk mengatasi Asma bronkhial dan bronkitis karena influenza dan

alergi. Theophylline berfungsi untuk mengendurkan otot saluran pernafasan,

sehingga pernafasan menjadi lebih lega. Ephedrine HCl berfungsi untuk

mengurangi pembengkakan dan mengecilkan pembuluh darah di rongga hidung,

sehingga saluran udara di paru-paru menjadi lebih lancar.

Kegunaan:

Asmadex digunakan untuk mengobati asma bronkhial dan bronkitis karena

influenza dan alergi.

Dosis & Cara Penggunaan:

Aturan penggunaan Asmadex adalah sebagai berikut:

Dewasa: 3 kali sehari 1-2 tablet

Anak-anak: 2 kali sehari 1/2 tablet.

Cara Penyimpanan:

Simpan pada suhu di bawah 30 derajat Celcius.

Efek Samping:

Efek samping yang mungkin terjadi adalah mengantuk, pusing, mulut kering,

kejang seperti epileptik (pada penggunaan dengan dosis besar). Gangguan

saluran pencernaan, perdarahan saluran pencernaan, insomnia (sulit tidur), sakit

kepala, kecemasan, dan berdebar.

16
Kontraindikasi:

Memiliki riwayat hipersensitif atau reaksi alergi terhadap obat asmadex atau

salah satu dari komponennya, orang yang sedang diterapi dengan MAOI.

Interaksi Obat

Berpotensial dengan depresan SSP, efek diperpanjang dengan MAOI.

Menurunkan bersihan hati dan meningkatkan waktu paruh di serum pada

pemakaian bersama dengan alopurinol, simetidin, vaksin flu, propanolol,

eritromisin dan makrolid lain. Bersihan ditingkatkan oleh fenitoin.

3. Ericaf

Ericaf merupakan obat yang mengandung Ergotamine dan Caffeine. Obat ini

digunakan untuk mengatasi serangan migraine akut. Dalam penggunaan obat ini

HARUS SESUAI DENGAN PETUNJUK DOKTER.

Dosis:

PENGGUNAAN OBAT INI HARUS SESUAI DENGAN PETUNJUK

DOKTER. Dimulai 2 tablet saat serangan, kemudian 1 tablet setiap 30 menit jika

diperlukan. Dosis Maksimal 6 tablet per hari.

Aturan Pakai:

Sebelum atau sesudah makan

Perhatian:

HARUS DENGAN RESEP DOKTER. Tidak boleh digunakan pada ibu hamil

dan menyusui. Pasien dengan risiko atau predisposisi efek vaskular. Kategori

Kehamilan : Kategori X: Kontraindikasi (tidak boleh digunakan). Terdapat hasil

penelitian terhadap hewan uji dan manusia yang memperlihatkan abnormalitas

terhadap janin. Obat ini dikontraindikasikan untuk wanita hamil dan yang

berkemungkinan untuk hamil.

Kontra Indikasi:
17
Hipersensitivitas. Kehamilan dan laktasi. Gangguan ginjal dan hati yang berat.

Penggunaan bersama inhibitor CYP3A4 (seperti antijamur azol, penghambat

protease, antibiotik makrolida).

Efek Samping:

Pemakaian obat umumnya memiliki efek samping tertentu dan sesuai dengan

masing-masing individu. Jika terjadi efek samping yang berlebih dan berbahaya,

harap konsultasikan kepada tenaga medis. Efek samping yang mungkin terjadi

dalam penggunaan obat adalah: Mual, muntah, sakit kepala, rasa lemas, diare,

gatal, kemerahan.

18
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pelayanan informasi obat mencakup informasi obat tentang cara penggunaan, efek

samping, indikasi, dan kontra indikasi obat. Sehingga membuat pelayanan informasi obat

perlu diberikan kepada pasien. Namun tidak semua informasi tersebut diberikan kepada

pasien, yaitu tergantung dari jenis obat yang dibeli atau diambil. Pelayanan informasi obat

yang sering diberikan adalah tentang cara penggunaan dan indikasinya sedangkan untuk

efek samping dan kontraindikasi akan disampaikan informasinya apabila jenis obat yang

dibelinya mempunyai efek samping dan kontra indikasi yang kurang diketahui pasien.

4.2 Saran

Dari makalah ini kami mengharapkan agar para pembaca bisa membacanya,

memahaminya dan membuat makalah ini menjadi referensi para pembaca dalam

mengetahui dan memahami tentang pelayanan informasi obat. Demi sempurnanya

makalah ini kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca

agar makalah ini bisa menjadi lebih baik untuk selanjutnya,

19
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi, Romi. 2008. Laporan Praktik Kerja Profesi Farmasi di Rumah Sakit Umum

Pusat Fatmawati Jakarta. Medan: Universitas Sumatera Utara

Alamri , S. A., Al Jaizani , A. R., dan Naqvi , A. A. 2017. Assessment of Drug

Information Service in Public and Private Sector Tertiary Care Hospitals in the

Eastern Province of Saudi Arabia. Journal MDPI.

Menkes RI. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 73 Tahun

2016 Tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia

Menkes RI. 2019. Petunjuk Teknik Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit.

Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia

Menkes RI. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 23 Tahun 2020 Tentang

Penetapan dan Perubahan Penggolongan Psikotropika. Jakarta: Departemen

Kesehatan Republik Indonesia

Menkes RI. 2020. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 3 Tahun 2015 Tentang

Peredaran, Penyimpanan, Pemusnahan, Dan Pelaporan Narkotika, Psikotropika,

Dan Prekursor Farmasi. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia

Nugraheni, Susanti. 2019. Jurnal Analisa Kategori Obat Fast Moving dan Slow Moving

Studi Kasus Arsip Instalasi Farmasi Dinas Kesehatan Kabupaten Boyolali Tahun

2018. Klaten: STIKES Duta Gama

20

Anda mungkin juga menyukai