BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Penggunaan obat di masyarakat semakin meluas bersamaan dengan besarnya jumlah obat
yang diproduksi pabrik farmasi. Dengan memproduksi obat baru, industry farmasi selalu
selalu
mengklaim bahwa produk mereka lebih baik daripada yang lain atau sebelumnya.
Hal ini dapat membuat para tenaga kesehatan harus lebih jeli dalam memilihkan terapi
yang tepat bagi pasienya. Seperti kita ketahui bahwa sepertiga dari anggota masyarakat
melakukan pengobatan sendiri atau swamedikasi.
Obat – o
obat
bat baru tersebut sering diformulasikan secara lebih komplek dan mengandung
bahan-bahan yang diklaim lebih manjur, sehingga sering meningkatkan kejadian introgenic
diseas, penyakit yang muncul karena penggunaan obat.
adalah setiap data atau pengetahuan objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi
mencakup farmakologi, toksikologi dan penggunaan terapi obat.
Konseling merupakan bagian dari aspek pelayanan kefarmasian di apotek. Peran penting
konseling pasien adalah memperbaiki kualitas hidup pasien dan menyediakan pelayanan yang
bermutu untuk pasien (Rantucci, 2009). Banyak penelitian yang membuktikan keefektifan
penyediaan informasi dan pemberian konseling oleh apoteker.
1
B. RUMUSAN MASALAH
Dari uraian di atas dapat ditarik beberapa masalah yang akan dibahas dalam makalah ini
C. TUJUAN
1. Memahami masalah tentang PIO
2. Memahami masalah tentang konseling
3. Mengetahui perbedaan keduanya
BAB II
PEMBAHASAN
1. Menyediakn informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan di lingkungan
rumah sakit.
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan dengan
obat, terutama Panitia Komite Farmasi Terapi.
3. Meningkatkan profesionalisme apoteker.
4. Menunjang terapi obat yang rasional ( Anonim,2004 )
PIO pertama kali didirikan di University of Kentucky Medical Center tahun 1962 yang
diberi wewenang untuk menyediakan informasi, mengevaluasi dan membandingkan obat dari
berbagai sumber. Untuk mendapatkan kerasionalan dan ketepatan pen
penggunaan
ggunaan suatu obat bagi
2
Berkaitan dengan hal-hal tersebut, terdapat berbagai alasan mengapa PIO perlu didirikan,
yaitu;
1. PIO dapat melayani informasi dengan segera atau agak lama, tergantung pada
kerumitan pertanyaanya.
2. PIO berkaitan dengan pelaksanaan system Formularium rumah sakit yang efisien. Staf
PIO menyiapkan monografi evaluasi obat untuk obat-obatan yang dipertimabngakn
untuk ditambahkan atau dihapuskan dari formularium rumah sakit.
3. PIO selalu membantu memutakhirkan dan memelihara formularium rumah sakit.
4. PIO penting untuk mendukung apoteker farmasi klinis di unit pasien ( bangsal ) rumah
sakit. Apoteker farmasi klinis menerima pertanyaan dari professional kesehatan lain
dan apoteker tersebut dapat berkonsultasi dengan PIO. Jika apoteker farmasi klinis
belum ada, keberatan suatu PIO dapat memperluas pelayanan secara aktif, dengan
mengunjungi daerah perawatan penderita setiap hari, membantu staf professional
kesehatan dengan informasi obat.
5. PIO adalah sumber materi edukasi dan konseling bagi professional kesehatan dan
penderita. PIO dapat mempublikasikan bulletin yang secara berkala meringkas
informasi tentang obat yang diterima masuk ke dalam formularium, mendiskusikan
teknis baru pemberian obat dan mengumumkan program farmasi yang baru di rumah
sakit. Staf PIO dapat berfungsi sebagai sumber edukasi yang signifikan bagi staf
medic, perawat dan staf lain dengan memberikan kuliah, penyaji dalam seminar dan
berpartisipasi dalam kunjungan ke daerah perawatan penderita ( bangsal ). Staf PIO
dapat mengkoordinasikan pelaporan reaksi obat merugikan yang meliputi rumah sakit
secara keseluruhan bekerja samadengan perawat, apoteker klinik dan staf medic.
6. PIO berfungsi sebagai sumber informasi ilmiah yang dapat membantu kegiatan
penelitian di rumah sakit. PIO dapat melayani informasi yang diperlukan untik
penelitian obat secara klinis, investigasi obat baru dan penelitian farmasetik.
7. Jumlah dan jenis obat semakin banyak
8. Pustaka yang semakin banyak sehingga memerlukan pengalaman dalam memilih
pustaka yang baik.
1. Sumber informasi obat, dalam mencari informasi obat maka diharuskan seorang
farmasis mencari sumber informasi obat yang akurat dan dapat dipeercaya.
dipeerca ya.
2. Tempat , tempat untuk pelayanan informasi obat haruslah dibuat senyaman mungkin ,
agar semua orang yang terlibat di dalamnya merasa nyaman sehingga komunikasi
dapat terjalin dengan baik dan menimbulkan goo feedback ( umpan balik yang baik ).
3. Tenaga farmasis, tenaga farmasis yang berada di pelayan inforasi obat haruslah yang
berkompeten di bidangnya, yang dapat
d apat menguasai ilmu komunikasi dan berkompeten
3
4. Perlengkapan, di dalam PIO haruslah memiliki perlengkapan yang menunjang , seperti
computer yang berisi data base, text book, rak buku, alat pendingin ruangan dan ruang
pelayanan yang nyaman.
Kegiatan PIO
1. PIO aktif : farmasis pelayanan informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak
menunggu pertanyaan , melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya
brosure, leaflet dan sebagainya.
2. PIO pasif : farmasis memberikan informasi obat sebagai jawaban atas pertanyaan yang
diterima.
4
B. Konseling
Pengertian
Konseling adalah suatu kegiatan bertemu dan berdiskusi antara orang yag membutuhkan
(klien ) dan orang yang memberikan ( konselor ) dukungan dan dorongan sedemikian rupa
sehingga klien memperoleh keyajinan akan kemampuanya dalam pemecahan masalah
( Depkes, 2006 ).
Prinsip dasar konseling adalah menjalin hubungan atau korelasi antara apoteker dengan pasien
sehingga terjadi perubahan perilaku pasien secara sukarela dalam rangka menigkatkan
keberhasilan terapi.
Konseling dapat dilakukan kepada semua pasien, akan tetapi karena keterbatasan waktu
pelaksanaan konseling dilakukan pada pasien dengan keadaan khusus
khu sus sebagai berikut :
5
Konseling dilakukan oleh tenaga apoteker yang mempunyai kompetensi dalam pemberian
konseling obat. Apoteker yang melakukan kegaitan konseling harus memahami aspek
farmakoterapi maupun teknik berkomunikasi denganpasien agar komunikasi yang terjadi
lebih efektif dan intensif ( Depkes RI, 2006 ).
Sarana penunjang terdiri dari ruang atau tempat konseling dan alat bantu konseling (
Depkes RI, 2006 ). Konseling hendaknya dilakukan di ruangan tersendiri yang dapat
terhindar dari berbagai interupsi ( Rantucci, 2009 )
3. Pembukaan, hubungan yang baik antara apoteker dan pasien akan menimbulkan
pembicaraan yang menyenangkan. Apoteker memulai dengan memperkeknalkan
memperkekn alkan diri dan
mengetahui identitas pasien. Apoteker juga harus menjelaskan kepada pasien tentang
tujuan dan lama konseling.
4. Diskusi untuk mengumpulkan informasi dan identifikasi tentang masalah yang potensial
po tensial
terjasi saat pengobatan.
5. Diskusi untuk mencegah dan memecahkan masalah, sebaiknya pasien dilibatkan untuk
mempelajari keadaan yang dapat menimbulakn masalah potensial dalam pengobatan
sehingga maslah dapat diminimalisasi.
6. Memastikan pasien telah memahami informasi yang diperoleh, bertujuan jugaju ga untuk
mengoreksi kesalahan penerimaan informasi.
7. Menutup diskusi , sebelum ditutup sebaiknya apoteker bertanya kepada pasien hal-hal
yang masih ingin ditanyakan, mengulang pertanyaan dan mempertegasnya.
8. Follow up, diskusi bertujuan untuk memantau keberhasilan
k eberhasilan terapi, sehingga diperlukan
dokumentasi kegiatan konseling agar perkembangan paien dapat dipantau( Depkes RI,
2006 ).
6
Aspek konseling yang harus disampaikan kepada pasien, menurut Omnimbus Budget
Reconciliatiaon Act of 1990 ( OBRA ’90 ) adalah hal yang harus didiskusikan ddalam
alam
melakukan konseling antara lain : nama dan deskripsi obat, cara pemakaian, dosis, bentuk
sediaan dan durasi pemakaian obat. Selain OBRA ’90 juga mengamantkan kepada apoteker
untuk mendiskusikan tindakan khusus dan pencegahan untuk penyiapan, administrasi dan
penggunaan obat oleh pasien, mendiskusikan efek samping atau efek samping yang parah atau
interkasi dan kontraindikasi yang mungkin terjadi termasuk pantangan dan tindakan yang
harus dilakukan jika terjadi, teknik pemantauan terapi obat mandiri, penyimpanan, informasi
pengobatan kembali dan tindakan jika terjadi salah dosis ( OBRA ’90 ). ).
7
dan pertanggungjawaban atas hasil yang didapat pasien, kurang atau tidak ada
perubahan kebijakan.
8. Lingkungan apotek
Tidak ada privasi dalam melakukan konseling, apoteker tidak dapat ditemui,
kurangnya suasana yang kondusif untuk konseling.
9. Tantangan pasien
Persepsi pasien yang buruk terhadap apoteker, pasien tidak mengerti pentingnya
konseling dan tersedianya konseling, kesulitan memahami, kurang atau tidak ada
waktu dan pilihan pasien.
10. Tantangan apoteker
Kurangnya pengetahuan tentang obat, kurang percaya diri, kurang atau tidak memiliki
ketrampilan konseling dan ketrampilan anatr personal, kesibukan dan manajemen
waktu yang buruk, ketrampilan bisnis, kurang atau tidak ada sumber daya persepsi
pasien mendapat informasi.
11. Tantangan perubahan
Reorientasi praktik secara global, perubahan internal dan eksternal yang
diperlukan,perubahan struktur, perubahan prosedur, orientasi peran, perubahan budaya
berorganisasi ( Rantucci, 2009 ).
PIO
1. Lokasi harus dapat dengan mudah dijumpai dan dekat dengan outlet apotek
2. Perlu tatap muka
3. Orientasi kepada pasien atau keluarga
4. Literature yang dibutuhkan realtif standar
5. Bertanya secara lisan
8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
PIO adalah kegiatan penyediaan da pemberian informasi , rekomendasi obat yang independen,
akurat, konprehensif, terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang
memerlukan di rumah sakit
Tujuan PIO
1. Menunjang ketersediaan informasi dalam rangka penggunaan obat yang rasional dan
berorientasi kepada pasien.
2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien , tenaga kesehatan dan
pihak lain
3. Menyediakan informasi untuk kebijakan – kebijakan
kebijakan yang berhubungan dengan obat,
terutama bagi Komite Farmasi Terapi
Sasaran PIO
1. Tenaga kesehatan : dokter, dokter gigi, epoteker, perawat, bidan, tenaga teknis
kefarmasian,dll
2. Pihak lain : manajemen, tim/kepanitiaan klinik,Komite Farmasi Terapi
3. Pasien dan atau keluarga pasien
Konseling obat adalah suatu proses yang memberikan kesempatan kepada pasien untuk
mengeksplorasikan diri yang dapat mengarah pada peningaktan pengetahuan, pemahaman dan
kesadaran tentang penggunaan obat yang benar.
Tujuan konseling
1. Bagi pasien :
9
2. Bagi farmasis :
a. Legalitas
b. Profesionalisme
c. Kepuasan kerja dan mengurangi stres
d. Ekonomi ( jasa konsultasi )
B. Saran
Untuk menambah wawasan tentang masalah PIO dan Konseling diperlukan sebuah survei
kepuasan pasien terhadap informasi maupun konsultasi yang telah didapatkan, agar diperoleh
data yang akurat. Data tersebut berguna untuk mengukur seberapa penting keberadaan PIO
dan konseling dalam suatu saran kesehatan.
10
MAKALAH
PELAYANAN INFORMASI OBAT DAN KONSELING OBAT
( Makalah ini disusun untuk
untuk memenuhi tugas mata
mata kuliah K I E )
Dosen pengampu : Rahmi Nurhaini M.Farm.,Apt.
OLEH : PURWANTI
NIM : B1504008
11
DAFTAR ISI
12
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum wr.wb.
wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Alloh SWT yang telah memberikan
memberikan rahmatNya kepada
kita semua, sehingga kami dapat menyusun makalah ini sampai selesai.
Kami sadar bahwa apa yang kami sampaikan dalam makalah ini masih banyak kekurangan,
Kmaka dari itu saran dan kritik membangun kami harapkan untuk perbaikan makalah ini.
Hormat kami
Penulis
13