Anda di halaman 1dari 16

Bahar Ajar

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


(PELAYANAN INFORMASI
OBAT & KONSELING
EDUKASI PASIEN)
Digunakan Kalangan Internal
Sarjana Farmasi

Dr. Ishak Kenre, SKM.,M.Kes

2022
ILMU KOMUNIKASI FARMASI
DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 1
BAB III
PELAYANAN INFORMASI OBAT

I. Definisi PIO
Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, serta
terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan
(Anonim, 2006). Unit ini dituntut untuk dapat menjadi sumber terpercaya bagi para
pengelola dan pengguna obat, sehingga mereka dapat mengambil keputusan dengan
lebih mantap (Juliantini dan Widayanti, 1996).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit,
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker
untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Definisi pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian,
pengevaluasian, pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan,
pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai
bentuk dan berbagai metode kepada pengguna nyata dan yang mungkin (Siregar, 2004).
Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi :
a. Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan).
b. Objektif (sesuai dengan kebutuhan).
c. Seimbang.
d. Ilmiah.
e. Berorientasi kepada pasien dan pro aktif.
II. Sumber-Sumber Informasi
Sumber Daya
Tenaga kesehatan : dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga kesehatan lain.
Pustaka : terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan
Farmakope.
Sarana: fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan perpustakaan.
Prasarana: industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi
farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain-lain).
III. Metode-Metode PIO
Adapun metode-metode dari PIO adalah seperti berikut:

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 2
a. PIO dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call disesuaikan dengan
kondisi RS.
b. PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang diluar jam kerja dilayani
oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang tugas jaga.
c. PIO dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak ada PIO diluar jam kerja.
d. Tidak ada petugas khusus, PIO dilayani oleh semua apoteker instalasi farmasi,
baik pada jam kerja maupun di luar jam kerja.
e. Tidak ada apoteker khusus, PIO dilayani oleh semua apoteker instalasi farmasi
di jam kerja dan tidak ada PIO di luar jam kerja.
IV. Tujuan PIO
Adapun tujuan pelayanan informasi obat yaitu:
a. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi pada
pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.
b. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga kesehatan,
dan pihak lain.
c. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang berhubungan
dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite Farmasi dan Terapi)
V. Fungsi PIO
Adapun fungsi pelayanan informasi obat yaitu:
a. Memberikan respon terhadap pertanyaan tentang obat.
b. Memberikan masukan terhadap komite farmasi dan terapi di RS.
c. Drug utilization review (DUR)/drug utilization review evaluation (DUE).
d. Pelaporan efek samping obat (ESO).
e. Konseling pasien.
f. Pembuatan buletin / newsletter.
g. Edukasi
h. Riset dan penelitian
VI. Sasaran PIO
Sasaran informasi obat yaitu:
a. Pasien dan atau keluarga pasien.
b. Tenaga kesehatan seperti dokter, dokter gigi, apoteker, perawat, bidan, asisten
apoteker, dan lain-lain.
c. Pihak lain seperti manajemen, tim/kepanitiaan klinik, dan lain-lain.
Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga, kelompok orang,
kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti yang tertera dibawah ini:

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 3
a. Dokter
Dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat serta
regimennya untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari
apoteker agar ia dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat
diberikan langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui telepon
atau sewaktu apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang
perawatan pasiean atau dalam konferensi staf medis (Siregar, 2004).
b. Perawat
Dalam tahap penyampaian atau distribusi obat kepada PRT dalam rangkaian
proses penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai
aspek oabt pasien, terutama tentang pemberian obat. Perawat adalah profesional
kesehatan yaang paling banyak berhubungan dengan pasien karena itu,
perawatlah yang pada umumnya yang pertama mengamati reaksi obat
merugikan atau mendengar keluhan mereka. Apoteker adalah yang paling siap,
berfungsi sebai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang dibutuhkan
perawat pada umumnya harus praktis, seera, dan ringkas, misalnya frekuensi
pemberian dosis, metode pemberian obat, efek samping yang mungkin,
penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran sediaan intravena, dll (Siregar,
2004).
c. Pasien
Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah informasi praktis dan
kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan profesional
kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan apoteker sewaktu menyertai
kunjungan tim medik ke ruang pasien; sedangkan untuk pasien rawat jalan,
informasi diberikan sewaktu penyerahan obatnya. Informasi obat untuk pasien
pada umumya mencangkup cara penggunaan obat, jangka waktu penggunaan,
pengaruh makanan pada obat, penggunaan obat bebas dikaitkan dengan resep
obat, dan sebagainya (Siregar, 2004).
d. Apoteker
Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-msaing mempunyai tugas atau fungsi
tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu. Apoteker
yang langsung berinteraksi dengan profesional kesehatan dan pasien, seing
menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat
dijawabnya dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker yang lebih

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 4
mendalami pengetahuan informasi obat. Apoteker apotek dapat meminta
bantuan informasi obat dari sejawat di rumah sakit (Siregar, 2004).
e. Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Peneliti
Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat kepada
kelompok profesional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat, peneliti,
dan kpanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan di rumah sakit yang
memerlukan informasi obat antara lain, panitia farmasi dan terapi, panitia
evaluasi penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan obat, panitia
sistem pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim pengkaji
penggunaan oabt retrospektif, tim program pendidikan “in-service” dan
sebagainya (Siregar, 2004).
VII. Kategori PIO
Lingkup jenis pelayanan informasi obat disuatu rumah sakit, antara lain seperti tertera
dibawah ini:
a. Pelayana Informasi Obat untuk Menjawab Pertanyaan
Penyedia informasi obat berdasarkan permintaan, biasanya merupakan salah
satu pelayanan yang pertama dipertimbangkan. Pelayanan seperti ini
memungkinkan penanya dapat memperoleh informasi khusus yang dibutuhkan
tepat pada waktunya. Sumber informasi dapat dipusatkan dalam suatu sentra
informasi obat di instalasi farmasi rumah sakit.
b. Pelayana Informasi Obat untuk Evaluasi Penggunaan Obat
Evaluasi penggunaaan obat adalah suatu program jaminan mutu pengguna obat
di suatu rumah sakit. Suatu program evaluasi penggunaan obat memerlukan
standar atau kriteria penggunaan obat yang digunakan sebagai acuan dalam
mengevaluasi ketepatan atau ketidak tepatan penggunaan obat. Oleh karena itu,
biasanya apoteker informasi obat memainkan peranan penting dalam
pengenbangan standar atau criteria penggunaan obat.
c. Pelayanan Informasi Obat dalam Studi Obat Investigasi
Obat investigasi adalah obat yang dipertimbangkan untuk dipasarkan secara
komersial, tetapi belum disetujui oleh BPOM untuk digunakan pada manusia.
Berbagai pendekatan untuk mengadakan pelayanan ini bergatung pada berbagai
sumber rumah sakit. Tanggung jawab untuk mengkoordinasikan penambahan,
pengembangan, dan penyebaran informasi yang tepat untuk obat investigasi
terletak pada suatu pelayanan informasi obat.

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 5
d. Pelayanan Informasi Obat untuk Mendukung Kegiatan Panitia Farmasi dan
Terapi.
Partisipasi aktif dalam panitia ini merupakan peranan instalasi farmasi rumah
sakit yang vital dan berpengaruh dalam proses penggunaan obat dalam rumah
sakit. Hal ini dapat disiapkan dengan memadai oleh suatu pelayanan informasi
obat.
e. Pelayanan Informasi Obat dalam bentuk publikasi
Upaya mengkomunikasikan informasi tentang kebijakan penggunaan obat dan
perkembangan mutakhir dalam pengobatan yang mempengaruhi seleksi obat
adalah suatu komponen penting dari pelayanan informasi obat. Untuk mencapai
sasaran itu, bulletin farmasi atau kartu informasi yang berfokus kepada suatu
golongan obat, dapat dipublikasikan dan disebarkan kepada professional
kesehatan
Ruang lingkup jenis pelayanan informasi di suatu rumah sakit, antara lain:
a. Pelayanan informasi obat untuk menjawab pertanyaan
b. Pelayanan informasi obat untuk mendukung kegiatan panitia farmasi dan terapi.
c. Pelayanan informasi obat dalam bentuk publikasi.
d. Pelayanan informasi obat untuk edukasi.
e. Pelayanan informasi obat untuk evaluasi penggunaan obat.
f. Pelayanan informasi obat dalam studi obat investigasi.

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 6
BAB IV
KONSELING DAN EDUKASI PASIEN

I. KONSELING
a. Pengertian Konseling
Menurut KEPMENKES RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di apotik, konseling adalah suatu proses
komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan
pengobatan. Melalui konseling, apoteker dapat mengetahui kebutuhan pasien
saat ini dan yang akan datang. Apoteker dapat memberikan informasi kepada
pasien apa yang perlu diketahui oleh pasien, keterampilan apa yang harus
dikembangkan dalam diri pasien, dan masalah yang perlu di atasi. Selain itu,
apoteker diharapkan dapat menentukan perilaku dan sikap pasien yang perlu
diperbaiki.
Syarat agar pelaksanaan konseling bisa berjalan dengan baik adalah
tersedianya ruangan khusus untuk melakukan konseling, efektivitas pemberian
kenseling, informasi yang disampaikan kepada pasien harus lengkap dan jelas,
yaitu cara pakai obat, efek samping obat, indikasi, kontraindikasi, dosis,
interaksi obat, mekanisme aksi, penggunaan ibu hamil dan menyusui. Untuk
mengatasi kendala-kendala yang terjadi diperlukan suatu perubahan dari
apoteker itu sendiri, perubahan masing-masing apoteker sangat diperlukan agar
apoteker dapat melaksanakan layanan konseling kepada pasien dengan baik.
b. Manfaat Konseling
1. Bagi pasien
 Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan
 Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya
 Membantu dalam merawat dan perawatan kesehatan sendiri
 Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu
 Menurunkan kesalahan penggunaan obat
 Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi
 Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan
 Meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya kesehatan
2. Bagi Farmasi

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 7
 Menjaga citra profesi sebagai bagian dari tim pelayan
kesehatan
 Mewujudkan bentuk pelayanan asuhan kefarmasian sebagai
tanggung jawab profesi Farmasi
 Menghindari farmasi dari tuntutan karena kesalaha penggunaan
obat (Medication Error)
 Suatu pelayanan tambahan untuk menarik pelanggan sehingga
menjadi upaya dalam memasarkan jasa pelayanan
c. Tujuan dari Konseling pada Pelayanan Farmasi
1. Membina hubungan / komunimasi farmasis dengan pasien dan
membangun kepercayaan pasien kepada farmasi
2. Memberikan informasi yang sesuai kondisi dan masalah pasien
3. membantu pasien menggunakan obat sesuai tujuan terapi dengan
memberikan cara/metode yang memudahkan pasien menggunakan obat
dengan benar
d. sasaran Konseling
 Konseling pasien rawat jalan
 Konseling pasien rawat inap
Adapun enam komponen konseling minimal yaitu :
 Nama obat, jumlahnya dan indikasinya
 Aturan pakai, cara dan lama pemakaian
 Interaksi obat
 Efek samping obat
 Pengaruh terhadap pola hidup, pola makan
 Cara penyimpanan

e. Tahap Proses Konseling


Tahapan-tahapan proses konseling meliputi yaitu :
1. Pengenalan/ pembuka
Tujuan : Pendekatan dan membangun kepercayaa
Teknik :
 Memperkenalkan diri
 Menjelaskan tujuan konseling, mengapa dan berapa lama
Contoh pengenalan/pembukaan :
 Sapa pasien dengan ramah

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 8
 Perkenal diri anda
 Jelaskan tujuan konseling
 Informasikan lama waktu yang dibutuhkan
Selamat pagi, saya Tanti, Apoteker disini (perkenalkan diri ). Saya
ingin menanyakan beberapa pertanyaan singkat tentang obat-obatan
yang baru anda peroleh (subjek yang akan ditanyakan ). Hanya butuh
waktu beberapa menit saja (waktu yang dibutuhkan). Informasi yang
anda berikan nanti akan sangat membantu kita untuk mengenali
masalah yang mungkin timbul dari obat-obat yang baru anda terima ini
. (tujuan/iuran)
2. Penilaian awal/identifikasi
Tujuan :
 Menilai pengetahuan pasien dan kebutuhan informasi yang
harus dipenuhi
 Perhatikan apakah pasien baru/lama dan peresepan
baru/lama/OTC
Teknik : Three Prime Questions
Contoh narasi :
Pasien mendapat obat anthipertensi :
 Ny. Jamilah :"Doketer bilang, saya memerlukan obat ini, tapi
saya merasa baik-baik saja, mungkin saya benar-benar tidak
membutuhkannya?"
 Tn. Jamil :"Saya tahu TD saya tinggi dan harus minum obat
secara teratur tapi jadwal saya sibuk dan sering lupa..?"
 Pasien baru : Apakah sudah mendapatkan informasi tentang :
nama obat, kegunaan dan cara penggunaan inhaler..?
 Pasien lama : Apakah ada masalah tentang cara penggunaan
inhaler kepatuhan ...?
3. Pemberian informasi
Tujuan : Mendorong perubahan sikap/prilaku agar memahmi dan
mengikuti regimen terapi
Tehnik : Show & Tell
Contoh Pemberian Informasi
Berikan informasi pokok tentang :
 Nama obat dan bentuk sediaan

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 9
 Kegunaan inhaler
 Cara menggunakan inhaler
 Cara penyimpanan
Gunakan sarana : Poster, contoh inhaler
 Cara penggunaan Inhaler
 Mengeluarkan dahak / lendir (bila ada )
 Latihan nafas
 Periksa alat / wadah
 Tahap penggunaan :
- Kocok dulu dan buka penutup
- Tarik dan keluarkan nafas
- Pasang alat dimulut
- Ambil nafas pelan-pelan dan tekan alat
- Tutup mulut tahan nafas 5-10 detik, alat dilepas
- Keluarkan nafas lewat hidung, bila ada dosis ke-2, beri
jarak 5 menit
- Cuci mulut atau berkumur
4. Verifikasi
Tujuan :
 Untuk memastikan apakah pasien memahami informasi yang
sudah disampaikan
 Mengulang hal-hal penting
Tehnik : Fill in the gaps
Contoh penilaian akhir/verifikasi yaitu :
 Bertanya tentang pamahaman informasi yang disampaikan
 Meminta pasien untuk menceritakan dan memperagakan ulang
cara penggunaan
5. Tindak lanjut
Tujuan :
 Mengikuti perkembangan pasien
 Monitoring keberhasilan pengobatan
Tehnik :
 Membuat patient medication record (PMR)
 Komunikasi melalui telepon
Contoh penutup / tindak lanjut :

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 10
 Ingatkan waktu untuk control
 Berikan salam dan ucapkan "semoga lekas sembuh"
 Lakukan pencatatan pada kartu konseling/PMR

II. EDUKASI
a. Pengertian edukasi
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan
kesehatan perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko
penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya meningkatkan status
kesehatan peserta, mencegah timbulnya kembali penyakit dan memulihkan
penyakit. Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang
berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting
dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai usaha
pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970) menyatakan
bahwa interaksi dengan tatap muka langsung antara pihak penerima pesan dan
pihak penyampai pesan merupakan intervensi dua arah yang lebih
memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian peningkatan
pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika
disampaikan dengan cara tatap muka langsung.
b. Tujuan
1. Agar pasien mengerti dan memahami masalah kesehatan yang ada.
2. Meningkatkan pengetahuan dan atau ketrampilan pasien dan keluarga
tentang masalah kesehatan yang dialami
3. Membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan kemampuan untuk
mencapai kesehatan secara optimal
4. Membantu pasien dan keluarga dalam mengambil keputusan tentang
perawatan yang harus dijalani
5. Agar pasien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pelayanan yang
diberikan.
c. Prosedur
1) Pelaksana adalah dokter spesialis/ sub spesialis, dokter umum, perawat,
bidan, therapis, apoteker, ahli gizi, radiographer dan analis yang ditunjuk
sebagai edukator.
2) Ucapkan salam, petugas memperkenalkan diri

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 11
3) Jelaskan pada pasien dan keluarga tentang rencana pendidikan kesehatan
yang akan diberikan sesuai dengan hasil assessment atau identifikasi
kebutuhan pendidikan kesehatan. Informasi tersebut meliputi : materi yang
akan diberikan, tujuan diberikan pendidikan kesehatan, tempat dan
lamannya pendidikan kesehatan dilakukan.
4) Siapkan peralatan yang dibutuhkan:
 Materi
 Alat bantu demonstrasi (bila dibutuhkan)
 Formulir pemberian informasi/ edukasi
 Alat tulis
5) Lakukan pendidikan kesehatan /penyuluhan sesuai dengan materi yang
disiapkan dengan menggunakan bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien
dan keluarga.
6) Lakukan pendidikan kesehatan/ penyuluhan dengan metode yang sesuai
dengan topik pendidikan kesehatan yang akan diberikan. Bila materi berupa
informasi seputar pengetahuan, pendidikan kesehatan pasien dilakukan
dengan metode presentasi dan diskusi. Bila materi berupa ketrampilan/
prosedur tindakan (seperti perawatan payudara, perawatan luka sederhana,
dll) pemberian pendidikan kesehatan dilakukan dengan metode
demonstrasi.
7) Beri kesempatan pasien dan keluarga untuk bertanya apabila ada materi
yang dianggap kurang jelas
8) Dokumentasikan tindakan pendidikan kesehatan yang sudah dilakukan
dalam lembar informasi dan edukasi.
d. Ruang lingkup pemberian informasi dan edukasi dapat dilihat dari berbagai
dimensi, antara lain dimensi sasaran pendidikan, dimensi tempat pelaksanaan
atau aplikasinya, dan dimensi tingkat pelayanan kesehatan.
1. Sasaran Pendidikan Kesehatan dapat dikelompokkan menjadi 3, yaitu:
a) Pendidikan kesehatan individual, dengan sasaran individu
b) Pendidikan kesehatan kelompok dengan sasaran kelompok
c) Pendidikan kesehatan masyarakat dengan sasaran masyarakat
2. Tempat Pelaksanaan Pendidikan Kesehatan
Menurut dimensi tempat pelaksanaannya, pendidikan kesehatan dapat
berlangsung di berbagai tempat. Dengan sendirinya sasarannya berbeda
pula, misalnya:

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 12
a) Pendidikan kesehatan di sekolah, dilakukan di sekolah dengan
sasaran murid, guru
b) Pendidikan kesehatan di Rumah Sakit, dilakukan di rumah sakit
dengan sasaran pasien, keluarga pasien, pengunjung, petugas
Rumah Sakit, dan masyarakat sekitar Rumah Sakit
c) Pendidikan kesehatan di Posyandu atau Desa Binaan dengan
sasaran masyarakat sekitar
3. Tingkat Pelayanan Pendidikan Kesehatan
Dimensi tingkat pelayanan kesehatan, pendidikan kesehatan dapat
dilakukan berdasarkan lima tingkat pencegahan (five levels of prevention)
dari Leavel and Clark, sebagai berikut:
a) Promosi Kesehatan (Health Promotion).
Dalam tingkat ini pendidikan kesehatan diperlukan misalnya dalam
peningkatan gizi, kebiasaan hidup, perbaikan sanitasi lingkungan,
higiene perorangan, dan sebagainya.
b) Perlindungan Khusus (Specifik Protection)
Dalam program imunisasi sebagai bentuk pelayanan perlindungan
khusus ini pendidikan kesehatan sangat diperlukan terutama di
negara-negara berkembang. Hal ini karena kesadaran masyarakat
tentang pentingnya imunisasi sebagai cara perlindungan terhadap
penyakit pada orang dewasa maupun pada anak-anaknya masih
rendah.
c) Pengobatan Segera (Early Diagnosis and Prompt Treatment)
Dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat
terhadap kesehatan dan penyakit, maka sering sulit mendeteksi
penyakit-penyakit yang terjadi di dalam masyarakat. Bahkan
kadang-kadang masyarakat sulit atau tidak mau diperiksa dan
diobati penyakitnya. Hal ini akan menyebabkan masyarakat tidak
memperoleh pelayanan kesehatan yang layak. Oleh sebab itu
pendidikan kesehatan sangat diperlukan pada tahap ini.
d) Pembatasan Cacat (Disability Limitation)
Oleh karena kurangnya pengertian dan kesadaran masyarakat
tentang kesehatan dan penyakit, seringkali mengakibatkan
masyarakat tidak melanjutkan pengobatannya sampai tuntas.
Dengan kata lain mereka tidak melakukan pemeriksaan dan

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 13
pengobatan yang komplit terhadap penyakitnya. Pengobatan yang
tidak layak dan sempurna dapat mengakibatkan orang yang
bersangkutan menjadi cacat atau memiliki ketidakmampuan untuk
melakukan sesuatu. Oleh karena itu pendidikan kesehatan juga
diperlukan pada tahap ini.
e) Rehabilitasi (rehabilitation)
Setelah sembuh dari suatu penyakit tertentu, kadang-kadang orang
menjadi cacat. Untuk memulihkan cacatnya tersebut kadang-
kadang diperlukan latihan-latihan tertentu. Oleh karena kurangnya
pengertian dan kesadaran orang tersebut, ia tidak atau segan
melakukan latihan-latihan yang dianjurkan. Di samping itu orang
yang cacat setelah sembuh dari penyakit, kadang-kadang malu
untuk kembali ke masyarakat. Sering terjadi pula masyarakat tidak
mau menerima mereka sebagai anggota masyarakat yang normal.
Oleh sebab itu jelas pendidikan kesehatan diperlukan bukan saja
untuk orang yang cacat tersebut, tetapi juga perlu pendidikan
kesehatan kepada masyarakat.
Rumah Sakit dalam memberikan materi dan proses edukasi pada pasien dan
keluarga minimal berupa topik sebagai berikut :
1. Penggunaan obat - obatan yang didapat pasien secara efektif &
aman, termasuk potensi efek samping obat
2. Penggunaan peralatan medis secara efektif & aman
3. Potensi interaksi antara obat yang diresepkan dengan obat lainnya,
serta makanan
4. Diet dan nutrisi
5. Manajemen nyeri dan teknik rehabilitasi
e. Komunikasi yang bersifat Edukasi (Pelayanan Promosi) :
1) Edukasi tentang obat
2) Edukasi tentang penyakit
3) Edukasi pasien tentang apa yang harus di hindari
4) Edukasi tentang apa yang harus dilakukan pasien untuk meningkatkan
kualitas hidupnya pasca dari rumah sakit
5) Edukasi tentang Gizi
Akses untuk mendapatkan materi edukasi melalui unit PKRS (Promosi
Kesehatan Rumah Sakit). Pemberian edukasi dan informasi diberikan oleh

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 14
semua petugas yang ada di Rumah Sakit baik petugas medis maupun non
medis. Edukasi dapat diberikan kepada siapa saja yang berada di lingkungan
Rumah Sakit maupun di luar Rumah Sakit, misalnya pelanggan intern (Yayasan
Badan Wakaf Rumah Sakir, petugas Rumah Sakit dan keluarga) dan pelanggan
ekstern (pasien, pengunjung, keluarga, pedagang, masyarakat).

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 15
DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI, 2004, Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 1027/MENKES/SK/2004, Tentang


Standar Pelayanan Farmasi Rumah Sakit, Departemen Kesehatan RI : Jakarta.

Depkes RI, 2006, Pedoman Konseling Pelayanan Kefarmasian di Sarana Kesehatan,


Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Depkes RI, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian,

Departemen Kesehatan RI : Jakarta.

Rantucci, M. J., 2009, Komunikasi Apoteker-Pasien: Panduan Konseling Pasien, diterjem

ILMU KOMUNIKASI FARMASI


DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 16

Anda mungkin juga menyukai