2022
ILMU KOMUNIKASI FARMASI
DR. ISHAK KENRE, SKM.,M.KES HAL 1
BAB III
PELAYANAN INFORMASI OBAT
I. Definisi PIO
Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, serta
terkini oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan
(Anonim, 2006). Unit ini dituntut untuk dapat menjadi sumber terpercaya bagi para
pengelola dan pengguna obat, sehingga mereka dapat mengambil keputusan dengan
lebih mantap (Juliantini dan Widayanti, 1996).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit,
Pelayanan Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker
untuk memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada dokter,
apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Definisi pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian,
pengevaluasian, pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan,
pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai
bentuk dan berbagai metode kepada pengguna nyata dan yang mungkin (Siregar, 2004).
Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi :
a. Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan).
b. Objektif (sesuai dengan kebutuhan).
c. Seimbang.
d. Ilmiah.
e. Berorientasi kepada pasien dan pro aktif.
II. Sumber-Sumber Informasi
Sumber Daya
Tenaga kesehatan : dokter, apoteker, dokter gigi, perawat, tenaga kesehatan lain.
Pustaka : terdiri dari majalah ilmiah, buku teks, laporan penelitian dan
Farmakope.
Sarana: fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet, dan perpustakaan.
Prasarana: industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi
farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain-lain).
III. Metode-Metode PIO
Adapun metode-metode dari PIO adalah seperti berikut:
I. KONSELING
a. Pengertian Konseling
Menurut KEPMENKES RI No. 1027/MENKES/SK/IX/2004 tentang
Standar Pelayanan Kefarmasian di apotik, konseling adalah suatu proses
komunikasi dua arah yang sistematik antara apoteker dan pasien untuk
mengidentifikasi dan memecahkan masalah yang berkaitan dengan obat dan
pengobatan. Melalui konseling, apoteker dapat mengetahui kebutuhan pasien
saat ini dan yang akan datang. Apoteker dapat memberikan informasi kepada
pasien apa yang perlu diketahui oleh pasien, keterampilan apa yang harus
dikembangkan dalam diri pasien, dan masalah yang perlu di atasi. Selain itu,
apoteker diharapkan dapat menentukan perilaku dan sikap pasien yang perlu
diperbaiki.
Syarat agar pelaksanaan konseling bisa berjalan dengan baik adalah
tersedianya ruangan khusus untuk melakukan konseling, efektivitas pemberian
kenseling, informasi yang disampaikan kepada pasien harus lengkap dan jelas,
yaitu cara pakai obat, efek samping obat, indikasi, kontraindikasi, dosis,
interaksi obat, mekanisme aksi, penggunaan ibu hamil dan menyusui. Untuk
mengatasi kendala-kendala yang terjadi diperlukan suatu perubahan dari
apoteker itu sendiri, perubahan masing-masing apoteker sangat diperlukan agar
apoteker dapat melaksanakan layanan konseling kepada pasien dengan baik.
b. Manfaat Konseling
1. Bagi pasien
Menjamin keamanan dan efektifitas pengobatan
Mendapatkan penjelasan tambahan mengenai penyakitnya
Membantu dalam merawat dan perawatan kesehatan sendiri
Membantu pemecahan masalah terapi dalam situasi tertentu
Menurunkan kesalahan penggunaan obat
Meningkatkan kepatuhan dalam menjalankan terapi
Menghindari reaksi obat yang tidak diinginkan
Meningkatkan efektifitas dan efisiensi biaya kesehatan
2. Bagi Farmasi
II. EDUKASI
a. Pengertian edukasi
Edukasi Kesehatan adalah kegiatan upaya meningkatkan pengetahuan
kesehatan perorangan paling sedikit mengenai pengelolaan faktor risiko
penyakit dan perilaku hidup bersih dan sehat dalam upaya meningkatkan status
kesehatan peserta, mencegah timbulnya kembali penyakit dan memulihkan
penyakit. Menurut Ross (1998) dalam (Afiatin, 2007), pendidikan yang
berusaha mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku, lebih penting
dibandingkan hanya sekedar memberikan informasi tanpa disertai usaha
pembentukan sikap dan perubahan perilaku nyata. Haloran (1970) menyatakan
bahwa interaksi dengan tatap muka langsung antara pihak penerima pesan dan
pihak penyampai pesan merupakan intervensi dua arah yang lebih
memungkinkan untuk menghasilkan perubahan. Dengan demikian peningkatan
pengetahuan yang bertujuan untuk mengubah sikap akan lebih efektif jika
disampaikan dengan cara tatap muka langsung.
b. Tujuan
1. Agar pasien mengerti dan memahami masalah kesehatan yang ada.
2. Meningkatkan pengetahuan dan atau ketrampilan pasien dan keluarga
tentang masalah kesehatan yang dialami
3. Membantu pasien dan keluarga dalam meningkatkan kemampuan untuk
mencapai kesehatan secara optimal
4. Membantu pasien dan keluarga dalam mengambil keputusan tentang
perawatan yang harus dijalani
5. Agar pasien dan keluarga berpartisipasi dalam proses pelayanan yang
diberikan.
c. Prosedur
1) Pelaksana adalah dokter spesialis/ sub spesialis, dokter umum, perawat,
bidan, therapis, apoteker, ahli gizi, radiographer dan analis yang ditunjuk
sebagai edukator.
2) Ucapkan salam, petugas memperkenalkan diri
Depkes RI, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan Kefarmasian,