BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi PIO
Pelayanan Informasi Obat (PIO) didefinisikan sebagai kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, komprehensif, serta terkini
oleh apoteker kepada pasien, masyarakat maupun pihak yang memerlukan (Anonim, 2006). Unit
ini dituntut untuk dapat menjadi sumber terpercaya bagi para pengelola dan pengguna obat,
sehingga mereka dapat mengambil keputusan dengan lebih mantap (Juliantini dan Widayanti,
1996).
Menurut Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No
1197/MENKES/SK/X/2004 Tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit, Pelayanan
Informasi Obat merupakan kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk memberikan
informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini kepada dokter, apoteker, perawat, profesi
kesehatan lainnya dan pasien.
Definisi pelayanan informasi obat adalah pengumpulan, pengkajian, pengevaluasian,
pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan, pendistribusian, penyebaran serta
penyampaian informasi tentang obat dalam berbagai bentuk dan berbagai metode kepada
pengguna nyata dan yang mungkin (Siregar, 2004).
Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi:
a. Mandiri (bebas dari segala bentuik keterikatan).
b. Objektif (sesuai dengan kebutuhan)
c. Seimbang
d. Ilmiah
e. Berorientasi kepada pasien dan pro aktif
b. Pustaka Sekunder
Berupa sistem indeks yang umumnya berisi kumpulan abstrak dari berbagai kumpulan
artikel jurnal. Sumber informasi sekunder sangat membantu dalam proses pencarian informasi
yang terdapat dalam sumber informasi primer. Sumber informasi ini dibuat dalam berbagai data
base, contoh: medline yang berisi abstrak-abstrak tentang terapi obat, International
Pharmaceutikal Abstract yang berisi abstrak penelitian kefarmasian.
c. Pustaka Tersier
Berupa buku teks atau data base, kajian artikel, kompendia dan pedoman praktis. Pustaka
tersier umumnya berupa buku referensi yang berisi materi yang umum, lengkap dan mudah
dipahami (Anonim, 2006).
b. Perawat
Dalam tahap penyampaian atau distribusi obat kepada PRT dalam rangkaian proses
penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat tentang berbagai aspek oabt pasien,
terutama tentang pemberian obat. Perawat adalah profesional kesehatan yaang paling banyak
berhubungan dengan pasien karena itu, perawatlah yang pada umumnya yang pertama
mengamati reaksi obat merugikan atau mendengar keluhan mereka. Apoteker adalah yang paling
siap, berfungsi sebai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang dibutuhkan perawat pada
umumnya harus praktis, seera, dan ringkas, misalnya frekuensi pemberian dosis, metode
pemberian obat, efek samping yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran
sediaan intravena, dll (Siregar, 2004).
c. Pasien
Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah informasi praktis dan kurang
ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan profesional kesehatan. Informasi obat
untuk PRT diberikan apoteker sewaktu menyertai kunjungan tim medik ke ruang pasien;
sedangkan untuk pasien rawat jalan, informasi diberikan sewaktu penyerahan obatnya. Informasi
obat untuk pasien pada umumya mencangkup cara penggunaan obat, jangka waktu penggunaan,
pengaruh makanan pada obat, penggunaan obat bebas dikaitkan dengan resep obat, dan
sebagainya (Siregar, 2004).
d. Apoteker
Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-msaing mempunyai tugas atau fungsi tertentu,
sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu. Apoteker yang langsung
berinteraksi dengan profesional kesehatan dan pasien, seing menerima pertanyaan mengenai
informasi obat dan pertanyaan yang tidak dapat dijawabnya dengan segera, diajukan kepada
sejawat apoteker yang lebih mendalami pengetahuan informasi obat. Apoteker apotek dapat
meminta bantuan informasi obat dari sejawat di rumah sakit (Siregar, 2004).
d. Pelayanan Informasi Obat untuk Mendukung Kegiatan Panitia Farmasi dan Terapi
Partisipasi aktif dalam panitia ini merupakan peranan instalasi farmasi rumah sakit yang
vital dan berpengaruh dalam proses penggunaan obat dalam rumah sakit. Hal ini dapat disiapkan
dengan memadai oleh suatu pelayanan informasi obat.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2004. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 1197/Menkes/Sk/X/2004
tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah Sakit. KEMENKES RI : Jakarta
Anonim. 2006. Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan No. Hk. 00. Dj. Ii.
924 Tentang Pembentukan Tim Penyusun Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.
Anonim, 2006, Pedoman Pelayanan Informasi Obat Di Rumah Sakit. Dirjen Pelayanan Kefarmasian
dan Alat Kesehatan Depkes RI: Jakarta
Juliantini, E. dan Widayanti, S. 1996. Pelayanan Informasi Obat Rumah Sakit Umum Daerah Dr
Soetomo. Prosiding Kongres Ilmiah XI ISFI, 3-6 juli 1996: Jawa Tengah.
Siregar, Charles. 2004. Farmasi Klinik Teori dan Penerapan. ECG: Jakarta
Mengenai
Saya
Welni
Andriani
Lihat profil
lengkapku
Tema Tanda Air. Gambar tema oleh -ASI-. Diberdayakan oleh Blogger.
Adapun simulasi pelayanan informasi obat adalah penanya berada di ruang PIO, petugas mengisi formulir
mengenai klasifikasi, nama penanya dan pertanyaan yang ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan tentang
informasi latar belakang penyakit mulai muncul, petugas melakukan penelusuran sumber data dengan
mengumpulkan data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban didokumentasikan oleh petugas lalu
kemudian dikomunikasikan kepada penanya. Informasi yang dikomunikasikan petugas kepada penanya akan
menimbulkan umpan balik atau respon penanya (Juliantini dan Widayati, 1996).