Anda di halaman 1dari 15

PELAYANAN FARMASI KLINIK

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Bahasa Indonesia


Dosen Pengampuh : Ferdiawan S.Pd.,M.Pd.

Disusun Oleh
DIRA YUNIAR
NIM: G 701 22 106

KELAS MKDU 6(F)


PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS TADULAKO
2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur diucapkan kehadirat Allah Swt, atas segala rahmat-Nya sehingga
makalah yang berjudul “PELAYANAN FARMASI KLINIK” ini dapat tersusun
hingga selesai. Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih terhadap bantuan dari
pihak yang telah berkontribusi dengan memberikan sumbangan baik pikiran
maupun materi.

Penulis sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan penulis berharap lebih jauh lagi agar makalah
ini bisa pembaca praktikkan dalam kehidupan sehari-hari.

Penulis merasa bahwa masih banyak kekurangan dalam penyusun makalah ini
karena keterbatasan pengetahuan dan pengalaman. Untuk itu penulis sangat
mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR……………………………………………………………
DAFTAR ISI……………………………………………………………………...
BAB 1 PENDAHULUAN………………………………………………………...
1.1 Latar Belakang…………………………………………………………………
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………...
1.3 Tujuan………………………………………………………………………….
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………….
2.1 Pengertian………………………………………………………………………
2.2 Tujuan…………………………………………………………………………..
2.3 Tahap – Tahap Kefarmasian Klinik……………………………………………
2.4 Karakteristik Praktek Pelayanan Farmasi Klinik………………………………
2.5 Kendala Dalam Kegianatan Farmasi Klinik Dan Komunitas………………….
2.6 Pengetahuan Dan Kemampuan Yang Dibutuhkan Dalam Pelayanan
Kefarmasian Klinik……………………………………………………………
BAB III PENUTUP……………………………………………………………….
3.1 Kesimpulan……………………………………………………………………..
3.2 Saran……………………………………………………………………………
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 .Latar Belakang


Farmasi klinik mulai muncul pada tahun 1960-an di Amerika, dengan
penekanan pada fungsi farmasis yang bekerja langsung bersentuhan dengan
pasien. Saat itu farmasi klinik merupakan suatu disiplin ilmu dan profesi yang
relative baru, munculnya disiplin ini berawal dari ketidakpuasan atas norma
praktek pelayanan Kesehatan saat itu dan adanya kebutuhan yang meningkat
terhadap tenaga Kesehatan professional yang memiliki pengetahuan
komprehensif mengenai pengobatan. Gerakan munculnya farmasi klinik
dimulai dari University of Michigan dan University of Kentucky pada tahun
1960-an.

Praktek pelayanan farmasi klinik di Indonesia relatif baru berkembang pada


tahuan 2000-an, dengan dimulainya apoteker yang belajar farmasi klinik di
berbagai institusi di luar negeri. Belum sepenuhnya penerimaan konsep farmasi
klinik oleh tenaga Kesehatan di rumah sakir merupakan salah satu faktor
lambatnya perkembangan pelayanan farmasi klinik di Indonesia. Farmasis
selama ini terkesan kurang meyakinkan.

Pelayanan kefarmasian meliputi pengelolaan sumber daya (SDM), sarana


prasarana, sediaan farmasi dan perbekalan kesehatan serta administrasi dan
pelayanan farmasi klinik penerimaan resep, peracikan obat, penyerahan obat,
informasi obat dan pencatatan/penyimpanan resep dengan memanfaatkan
tenaga, dana, prasarana, sarana dan metode tatalaksana yang sesuai dalam
upaya mencapai tujuan yang ditetapkan. Di kalangan farmasis mulai ada
panggilan untuk meningkatkan peranannya dalam pelayanan kesehatan,
sehingga munculah konsep pharmaceutical care. Konsep pelayanan
kefarmasian (pharmaceutical care) merupakan pelayanan yang dibutuhkan dan
diterima pasien untuk menjamin keamanan dan penggunaan obat yang rasional,
baik sebelum, selama, maupun sesudah penggunaan obat. Keinginan yang kuat
untuk mengembalikan peran seorang farmasis di dunia kesehatan membuat
pelayanan kefarmasian berkembang menjadi farmasis klinik (clinical
pharmacist). Clinical pharmacist merupakan istilah untuk farmasis yang
menjalankan praktik kefarmasian di klinik atau di rumah sakit. Keberadaan
praktik profesional dari farmasis ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk
menggantikan peranan dokter, tetapi bertujuan untuk memenuhi kebutuhan
peningkatan pelayanan kesehatan terkait adanya peresepan ganda untuk satu
orang pasien, banyaknya obat-obat baru yang bermunculan, kebutuhan akan
informasi obat, angka kesakitan dan kematian yang terkait dengan penggunaan
obat serta tingginya pengeluaran pasien untuk biaya kesehatan akibat
penggunaan obat yang tidak tepat. Ruang lingkup dalam pelayanan farmasi
harus dilaksanakan dalam kerangka sistem pelayanan kesehatan yang
berorientasi pada pasien. Ruang lingkup pelayanan farmasi tersebut meliputi
tanggung jawab farmasis dalam menjamin ketersediaan obat dan alat
kesehatan, menjamin kualitas obat yang diberikan aman dan efektif dengan
memperhatikan keunikan individu, menjamin pengguna obat atau alat
kesehatan dapat menggunakan dengan cara yang paling baik, dan bersama
dengan tenaga kesehatan lain bertanggungjawab dalam menghasilkan
therapeutic outcomes yang optimal.

1.2. Rumusan masalah


Adapun permasalahan yang akan dibahas dalam proses penyusunan makalah
Pelayanan Kefarmasian di Klinik dan untuk memberikan kejelasan makna serta
menghindari meluasnya pembahasan, maka dalam makalah ini masalahnya
dibatasi pada :
1. Pengertian pelayanan kefarmasian di klinik
2. Tujuan pelayanan farmasi
3. Tahap-tahap pelayanan farmasi
4. Karakteristik praktek pelayanan farmasi

1.3. Tujuan penulisan


Pada dasarnya tujuan penulisan makalah ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu
tujuan umum dan khusus. Tujuan umum dalam penyusunan makalah ini adalah
untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Pelayanan farmasi, dan adapun
tujuan khusus dari penyusunan makalah ini adalah :
1. Untuk mengetahui pengertian pelayanan kefarmasian
2. Untuk mengetahui tujuan adanya pelayanan kefarmasian di klinik
3. Untuk mengetahui dan memahami tahapan dalam pelayanan
kefarmasian di klinik.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Pengertian
Pengertian Pelayanan Farmasi di Klinik adalah Semua kegiatan pelayanan
kefarmasian yang dilakukan oleh Farmasis di klinik yang berorientasi kepada
pasien (patient oriented). Selain itu, pelayanan farmasi juga bisa disebut
dengan semua pelayanan yang diberikan oleh farmasis dalam usaha
meningkatkan pengobatan rasional yang aman, tepat dan ekonomi.

Orientasi pelayanan kefarmasian saat ini telah bergeser lebih ke arah pelayanan
kefarmasian klinik (Pharmaceutical Care), yaitu bentuk pelayanan dan
tanggung jawab langsung profesi apoteker dalam pekerjaan kefarmasian untuk
meningkatkan kualitas hidup pasien

Tujuan pelayanan kefarmasian klinik :


a) kesembuhan (cure of disease)
b) pengurangan gejala penyakit (elimination or reduction of patient’s
symptoms)
c) perlambatan proses terjadinya penyakit (arresting or slowing of a disease
process)
d) pencegahan penyakit atau gejala penyakit (preventing a disease or
symptoms)
2.2. Tujuan
Tujuan Pelayanan Farmasi Klinik adalah mendukung penggunaan obat &
perbekalan kesehatan yang rasional, dengan cara :
- Memaksimalkan efek terapi obat (misal dg menggunakan obat yg paling
efektif berdasarkan kondisi klinik pasien)

- Meminimalkan risiko/efek samping terapi (misal dg memantau terapi &


kepatuhan pasien thdp terapi)

- Meminimalkan biaya pengobatan

- Menghormati pilihan pasien


2.3. Tahap-tahap kefarmasian klinik
A. Sebelum peresepan
 Uji klinis
Uji klinis adalah suatu pengujian penyakit pada pasien yang dilakukan
oleh dokter.
 Formulasi
Formulasi adalah campuran bahan aktif dengan bahan lainnya yang
mempunyai daya kerja dalam sutu obat.
 Pelayanan Informasi obat
Pelayanan Informasi obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat,
tidak bias, etis, bijaksana dan terkini sangat diperlukan dalam upaya
penggunaan obat yang rasional oleh pasien. Sumber informasi obat
adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi Spesialite Obat Indonesia
(ISO), Informasi Obat Nasional Indonesia (IONI), Farmakologi dan
Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat diperoleh dari
setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :
a. Nama dagang obat jadi
b. Komposisi
c. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah
d. Dosis pemakaian
e. Cara pemakaian
f. Khasiat atau kegunaan
g. Kontra indikasi (bila ada)
h. Tanggal kadaluarsa
i. Nomor ijin edar/nomor registrasi
j. Nomor kode produksi
k. Nama dan alamat industry

Informasi obat yang diperlukan pasien adalah :


a. Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan
dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam.
Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau
sesudah makan.
b. Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau
harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat
antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya
resistensi.
c. Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan
keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat
penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama
untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata,
salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga,
suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina.

B. Selama peresepan
 Konseling
 Pelayanan Resep
Resep adalah permintaan tertulis dari dokter, dokter gigi, dokter
hewan kepada apoteker untuk menyediakan dan menyerahkan
obat bagi pasien sesuai peraturan perundangan yang
berlaku.Pelayanan resep adalah proses kegiatan yang meliputi
aspek teknis dan non teknis yang harus dikerjakan mulai dari
penerimaan resep, peracikan obat sampai dengan penyerahan
obat kepada pasien. Pelayanan resep dilakukan sebagai berikut :
 Penerimaan Resep
Setelah menerima resep dari pasien, dilakukan hal-hal
sebagai berikut:
a. Pemeriksaan kelengkapan administratif resep, yaitu : nama
dokter, nomor surat izin praktek (SIP), alamat praktek dokter,
paraf dokter, tanggal, penulisan resep, nama 7 obat, jumlah obat,
cara penggunaan, nama pasien, umur pasien, dan jenis kelamin
pasien.
b. Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, yaitu bentuk sediaan,
dosis, potensi, stabilitas, cara dan lama penggunaan obat.
c. Pertimbangkan klinik, seperti alergi, efek samping, interaksi dan
kesesuaian dosis.

d. Konsultasikan dengan dokter apabila ditemukan keraguan pada


resep atau obatnya tidak tersedia

C. Sesudah peresepan
 Konseling Konseling adalah suatu proses untuk membantu
individu mengatasi hambatan-hambatan perkembangan dirinya
dan untuk mencapai perkembangan yang optimal
 Penyiapan formulasi kepada pasien
 Peracikan Obat
Setelah memeriksa resep, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
a. Pengambilan obat yang dibutuhkan pada rak penyimpanan
menggunakan alat, dengan memperhatikan nama obat, tanggal
kadaluwarsa dan keadaan fisik obat.
b. Peracikan obat.
c. Pemberian etiket warna putih untuk obat dalam/oral dan etiket
warna biru untuk obat luar, serta menempelkan label “kocok
dahulu” pada sediaan obat dalam bentuk larutan.
d. Memasukkan obat ke dalam wadah yang sesuai dan terpisah
untuk obat yang berbeda untuk menjaga mutu obat dan
penggunaan yang salah.

 Penyerahan Obat
Setelah peracikan obat, dilakukan hal-hal sebagai berikut :
• Sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan
pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada
etiket, cara penggunaan serta jenis dan jumlah obat.
• Penyerahan obat kepada pasien hendaklah dilakukan dengan
cara yang baik dan sopan, mengingat pasien dalam kondisi tidak
sehat mungkin emosinya kurang stabil.
• Memastikan bahwa yang menerima obat adalah pasien atau
keluarganya.
• Memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal-hal lain
yang terkait dengan obat tersebut, antara lain manfaat obat,
makanan dan minuman yang harus dihindari, kemungkinan efek
samping, cara penyimpanan obat, dan lain-lain.

 Evaluasi penggunaan obat Tentang cara pemakaian , dosis,


indikasi, kontra indikasi, efek samping.
 Memantau efek terapi Menilai respon pengobatan yang
disebabkan oleh obat.
 Studi farmakoekonomi Biasanya disini untuk kesanggupan
pasien dalam menebus resep.

D. Pelayanan informasi obat (PIO)


Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan yang dilakukan oleh
apoteker dalam pemberian informasi mengenai obat yang tidak
memihak, dalam segala aspek penggunaan obat kepada profesi
Kesehatan lain,pasien atau mesyarakat. Informasi menganai obat
termasuk obat resep, obat bebas dan herbal.
Informasi meliputi dosis,bentuk sediaan, formulasi khusus, rute dan
metode pemberian, farmakokinetik, farmakologi, efikasi, keamanan
penggunaan pada ibu hamil dan menyesui, efek samping, interaksi,
stabilitas, ketersedian, harga, sifat fisika atau kimia dari obat dan lain-
lain.

Kegiatan Pelayanan Informasi Obat di Apotek meliputi:


1. Melakukan program jaminan mutu.
2. Melakukan penelitian penggunaan obat.
3. Menjawab pertanyaan baik lisan maupun tulisan.
4. Memberi informasi dan edukasi kepada pasien.
5. Memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada mahasiswa
farmasi yang sedang praktik profesi.
6. Membuat dan menyebarkan bulletin/brosur/leaflet,
pemberdayaan masyarakat (penyuluhan).

Hal-hal yang harus diperhatikan dalam dokumentasi pelayanan


Informasi obat :
1. Topik pertanyaan ;
2. Tanggal dan waktu pelayanan Informasi Obat diberikan;
3. Metode pelayanan Informasi Obat (lisan,tertulis,lewat telepon).
4. Data pasien (umur,jenis kelamin,berat badan,informasi lain seperti
Riwayat elergi, apakah pasien sedang hamil/menyusui, data
laboratorium);
5. Uraian pertanyaan;
6. Jawaban pertanyaan;
7. Referensi;
8. Metode pemberian jawaban (lisan,tertulis,per telepon) dan data
Apoteker yang memberikan Pelayanan Informasi Obat.
E. Pelayanan Kefarmasian dirumah (home pharmacy care)
Apoteker sebagai pemberi layanan diharapkan juga dapat
melakukan pelayanan kefarmasian yang bersifat kunjungan
rumah,khususnya untuk kelompok lansia dan pasien dengan
pengobatan penyakit kronis lainnya.

Jenis pelayanan kefarmasian dirumah yang dapat dilakukan oleh


Apoteker, meliputi:
1. Penilaian/pencarian (assessment) masalah yang berhubungan
dengan pengobatan.
2. Identifikasi kepatuhan pasien.
3. Pendampingan pengelolaan Obat/alat Kesehatan dirumah,
misalnya cara pemakaian Obat Asma,penyimpanan insulin.
4. Konsultasi masalah Obat atau Kesehatan secara umum.
5. Monitoring pelaksanaan, efektifitas dan keamanan penggunaan
Obat berdasarkan catatan pengobatan pasien.

F. Pemantauan Terapi Obat (PTO)

PTO merupakan proses yang memastikan bahwa seorang pasien


mendapatkan terapi obat yang efektif dan terjangkau dengan
memaksimalkan efikasi dan meminimalkan efek samping.

Kriteria pasien:
a. Anak-anak dan lanjut usia, ibu hamil dan menyusui.
b. Menerima Obat lebih dari 5 (lima) jenis.
c. Adanya multidiagnosis.
d. Pasien dengan gangguan fungsi ginjal atau hati.
e. Menerima Obat dengan indeks terapi sempit.
f. Menetima Obat yang sering diketahui menyebabkan reaksi obat
yang merugikan.
2.4. Karakteristik praktek pelayanan farmasi klinik

• Berorientasi kepada pasien


• Bersifat pasif, dengan melakukan intervensi setelah pengobatan
dimulai atau memberikan informasi jika diperlukan
• Bersifat aktif, dengan memberi masukan kepada dokter sebelum
pengobatan dimulai atau menerbitkan buletin2 informasi obat atau
pengobatan
• Bertanggungjawab terhadap setiap saran atau tindakan yang dilakukan
• Menjadi mitra dan pendamping dokter

2.5. Kendala dalam kegiatan farmasi klinik dan komunitas


• Kurangnya pengetahuan teknis
• Kurangnya kemampuan berkomunikasi
• Tekanan kelompok kerja/ketidaknyamanan kerja
• Kurangnya motivasi dan keinginan untuk berubah
• Kurang percaya diri
• Kurang pelatihan dalam arus kerja yg sesuai
• Peningkatan persepsi tentang tanggung jawab

2.6. Pengetahuan dan kemampuan yang di butuhkan dalam pelayanan


kefarmasian klinik

• Pengetahuan tentang farmakologi, indikasi, dosis, interaksi obat, efek


samping, toksikologi dari obat-obat yang sering digunakan
• Pengetahuan tentang tanda-tanda klinik, patofisiologi, diagnosis,
penatalaksanaan dan clinical outcomes dari penyakit-penyakit yang
sering dijumpai
• Pemampuan untuk mengembangkan dan mengimplementasikan
startegi monitoring terapi obat untuk pasien secara individual
• Pemampuan untuk melakukan wawancara riwayat pengobatan pasien
• Pemampuan untuk melakukan konseling mengenai pengobatan pasien
• Pengetahuan mengenai sumber informasi obat, dan keahlian untuk
mengambil dan mengevaluasi informasi
• Kemampuan untuk berkomunikasi secara efektif dengan tenaga
kesehatan yang lain untuk mendukung terapi obat yang rasional dan
efektif.
Masalah pelayanan kefarmasian yang terkait dalam obat
Semua masalah yang terkait dengan pengobatan yang dapat
menyebabkan pengobatan menjadi tidak optimal, bahkan dapat
menyebabkan kejadian yang merugikan bagi pasien
• Membutuhkan obat tetapi tidak menerimanya
• Menerima obat yang tidak sesuai dengan indikasinya
• Menggunakan obat yang salah
• Minum/memakai obat dengan dosis terlalu rendah
• Minum/memakai obat dengan dosis terlalu tinggi
• Tidak minum/pakai atau menerima obat yang diresepkan
• Interaksi obat
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Pengertian Pelayanan Farmasi di Klinik adalah Semua kegiatan pelayanan


kefarmasian yang dilakukan oleh Farmasis di klinik yang berorientasi kepada
pasien (patient oriented) dengan bekerja sama dengan dokter dan atau tenaga
medis yang lain sesuai dengan konsep pelayanan kefarmasian (pharmaceutical
care) sehingga dapat memberikan pelayanan yang dibutuhkan dan diterima
pasien dalam hal kefarmasian untuk menjamin keamanan dan penggunaan obat
yang rasional, baik sebelum, selama, maupun sesudah penggunaan obat. Tahap-
tahap pelayanan kefarmasian serta karakteristiknya hampir sama seperti pada
pelayanan kefarmasian di medical center yang lainnya yakni rumah sakit dan
puskesmas. Tahap-tahapnya antara lain yang dilakukan sebelum peresepan
adalah Sebelum peresepan adalah Uji klinis, Formulasi dan Pelayanan Informasi
obat, kegiatan selama peresepan antara lain Konseling, pelayanan resep, dan
penerimaan resep, dan setelah peresepan adalah Konseling, Penyiapan formulasi
kepada pasien, Peracikan Obat, Penyerahan Obat, Evaluasi penggunaan obat,
Memantau efek terapi, dan Studi farmakoekonomi, sehingga dapat tercapai
tujuan pelayanan kefarmasian yaitu mendukung penggunaan obat dan
perbekalan kesehatan yang rasional, aman, tepat dan ekonomis.

3.2 SARAN

Upaya – upaya untuk membuktikan peran farmasi klinik dalam meningkatkan


outcome terapi bagi pasien harus terus di lakukan sehinggah akan semakin
membuka peluang diterimanya profesi farmasis didalam tim pelayanan
Kesehatan yang langsung berhubung dengan pasien dan juga untuk
penambahan jumlah tenaga Apoteker terutama kompetensi farmsi
klinis,sehinggah memaksimalkan penyediaan sarana dan prasarana pendukung
pelaksaan pharmaceutical care terutama sarana ruang untuk pelayanan PIO.

BAB IV
DAFTAR PUSTAKA

Referensi..
Aslam M, Tan, CK dan Prayitno, A., 2003, Farmasi Klinis (Clinical Pharmacy),
PT Elex Media Jakarta
Herfindal, ET., Gourley, DR.,2000, Textbook of Therapeutic Drug and Disease
Management, W&W Publ., Philadelphia
Hughes, J., Donelly R., Chatgilton, JG., 1998, Clinical Pharmacy : A Practical
Approach, The SHPAus, Sidney
Jones, WN., Campbell S., 1993, Designing and Recomending Pharmacist Care
Plan, Clinical Skill Program, ASHPh
ESCP, 1983, The Clinical Pharmacist: education document, Barcelona
Ikawati, Zullies. 2010. Pelayanan Farmasi Klinik pada Era Genomik: Sebuah
Tantangnan dan Peluang. Farmasi Klinik Fakultas Farmasi UGM Departemen
Kesehatan RI, 2004.
Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor No 436/
MenKes/SK/VI/1993 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Apotek

Anda mungkin juga menyukai