Anda di halaman 1dari 26

EVALUASI PELAKSANAAN PELAYANAN

INFORMASI OBAT DI INSTALASI FARMASI RS


AWAL BROS MAKASSAR

Agnes Angelika Lorinanto


516 19 011 249

PROPOSAL SKRIPSI

JURUSAN FARMASI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS PANCASAKTI MAKASSAR
2019
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah
memberikan kemudahan dan kekuatan bagi penulis untuk dapat menyelesaikan
tugas matakuliah Kajian Pustaka, yang berjudul “Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan
Informasi Obat di Instalasi Farmasi RS Awal Bros Makassar”.
Selanjutnya terimakasih penulis sampaikan kepada berbagai pihak yang telah
memberikan banyak bantuan, masukan, dan dukungan. Oleh karena itu, melalui
kesempatan ini, penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Orang tua tercinta, David Exaverius Lorinanto dan Veronica Vonny Cahyani
serta seluruh anggota keluarga yang telah memberikan dukungan dan motivasi
sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas ini.
2. Dosen pengampuh matakuliah Kajian Pustaka yang telah memberikan ilmu,
arahan, bimbingan, dan masukan yang sangat berguna dalam penyusunan tugas
ini.
3. Teman-teman Universitas Pancasakti Makassar yang telah membantu dan
memberikan semangat.
Penulis menyadari bahwasanya manusia tidak akan pernah luput dari kesalahan,
untuk itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat penulis harapkan.
Akhirnya, semoga tugas ini dapat memberikan wawasan kepada para pembaca.
Terima kasih.

Makassar, Desember 2019

Penulis
iii

DAFTAR ISI

JUDUL.......................................................................................... ....................... i

KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii

DAFTAR ISI ........................................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang ............................................................................. 1
1.2. Rumusan Masalah ........................................................................ 3
1.3. Tujuan Penelitian ......................................................................... 3
1.4. Manfaat Penelitian ....................................................................... 4
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................ 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Kajian Pustaka.............................................................................. 6
2.1.1. Rumah Sakit ..................................................................... 6
2.1.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit ......................................... 7
2.1.3. Pelayanan Kefarmasian .................................................... 11
2.1.4. Pelayanan Informasi Obat (PIO) ...................................... 13
2.2. Kerangka Pemikiran ..................................................................... 17

BAB III METODE PENELITIAN


3.1. Instrumen Penelitian..................................................................... 18
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ....................................................... 18
3.2.1. Lokasi Penelitian .............................................................. 18
3.2.2. Waktu Penelitian .............................................................. 18
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian ................................................... 18
3.3.1. Populasi Penelitian ........................................................... 18
3.3.2. Sampel Penelitian ............................................................. 19
3.4. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 19
3.5. Definisi Operasional..................................................................... 20
3.6. Teknik Analisis Data .................................................................... 21
iv

DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 22


BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat. Pelayanan

kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan yang meliputi promotif,

preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Undang-Undang RI Nomor 44 Tahun

2009 tentang Rumah Sakit).

Pelayanan kefarmasian di Rumah Sakit merupakan bagian yang tidak

terpisahkan dari sistem pelayanan kesehatan rumah sakit yang berorientasi

kepada pelayanan pasien, penyediaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai yang bermutu dan terjangkau bagi semua lapisan

masyarakat. Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan farmasi

dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien (Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit). Pelaksanaan

pelayanan kefarmasian melibatkan proses kerjasama seorang farmasis dengan

pasien dan tenaga kesehatan lainnya dalam merancang, menerapkan, dan

1
2

memonitoring rencana pengobatan yang akan menghasilkan hasil terapi

spesifik untuk pasien (Novitasari, 2016).

Penyalahgunaan obat atau hasil terapi yang tidak maksimal sering terjadi

dikarenakan belum semua pasien tahu dan paham mengenai obat-obatan yang

dikonsumsi. Oleh karena itu, pemberian informasi mengenai obat penting

untuk dilakukan guna menyadarkan pasien mengenai obat yang dikonsumsi

sehingga memberikan outcome terapi yang maksimal.

Salah satu bentuk pelayanan kefarmasian adalah pelayanan informasi

obat. Pelayanan informasi obat merupakan kegiatan penyediaan dan

pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat, tidak bias,

terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter,

apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar

Rumah Sakit. Kegiatan pelayanan informasi obat, meliputi menjawab

pertanyaan; menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter; menyediakan

informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan dengan penyusunan

Formularium Rumah Sakit; bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan

Rumah Sakit (PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan

dan rawat inap; melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian

dan tenaga kesehatan lainnya, serta melakukan penelitian (Peraturan Menteri

Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian

di Rumah Sakit).

Namun dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa Apoteker belum

sepenuhnya menunjukkan perannya untuk memberikan pelayanan


3

kefarmasian, khususnya pelayanan informasi obat. Beberapa penelitian

tersebut, diantaranya oleh Ahmad Apriansyah (2017) didapatkan penerapan

pelayanan informasi obat di Apotek wilayah Kota Tangerang Selatan hanya

sebesar 38,37% dan dikategorikan buruk. Penelitian kedua oleh Yulyuswarni

(2017) didapatkan pelayanan informasi obat di Apotek Kota Bandar Lampung

yang dilakukan oleh Apoteker hanya sebesar 16,7% dan komponen informasi

obat serta teknik komunikasi verbal yang dilakukan dinilai tidak baik dengan

persentase sebesar 66,7%.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul: Evaluasi Pelaksanaan Pelayanan

Informasi Obat di Instalasi Farmasi RS Awal Bros Makassar.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apakah pelaksanaan pelayanan informasi obat di instalasi farmasi RS

Awal Bros Makassar telah sesuai dengan Peraturan Menteri Kesehatan

Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah

Sakit?

2. Apa saja kelengkapan informasi obat yang diberikan pada pasien di

instalasi farmasi RS Awal Bros Makassar?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui gambaran pelaksanaan pelayanan informasi obat di

instalasi farmasi RS Awal Bros Makassar.


4

2. Untuk mengetahui kelengkapan informasi obat yang diberikan pada

pasien di instalasi farmasi RS Awal Bros Makassar.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Untuk peneliti

Memberikan gambaran umum mengenai pelaksaan pelayanan informasi

obat di Rumah Sakit.

2. Untuk institusi

Menambah literatur mengenai pelaksanaan pelayanan informasi obat di

instalasi farmasi RS Awal Bros Makassar.

3. Untuk instansi terkait

Menjadi bahan masukan atau evaluasi untuk Apoteker dalam hal

memperbaiki atau meningkatkan pelayanan kefarmasian, khususnya

pelayanan informasi obat di instalasi farmasi RS Awal Bros Makassar

1.5. Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini membahas mengenai evaluasi pelayanan farmasi klinik di

Rumah Sakit Awal Bros Makassar. Kegiatan pelayanan farmasi klinik

menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, yaitu pengkajian dan pelayanan

resep, penelusuran riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan

informasi obat, konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek

samping obat, evaluasi penggunaan obat, dispensing steril, dan pemantauan


5

kadar obat dalam darah. Namun, yang akan dikaji pada penelitian ini adalah

pelaksanaan pelayanan informasi obat kepada pasien/keluarga pasien.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kajian Pustaka

2.1.1. Rumah Sakit

Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna

yang menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat

darurat. Pelayanan kesehatan paripurna adalah pelayanan kesehatan

yang meliputi promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif (Undang-

Undang RI No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit).

Rumah sakit mempunyai tugas memberkan pelayanan kesehatan

perorangan secara paripurna. Dalam menjalankan tugasnya, rumah

sakit mempunyai fungsi. Menurut Undang-Undang RI Nomor 44

Tahun 2009 tentang Rumah Sakit, fungsi rumah sakit adalah sebagai

berikut:

1) Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2) Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui

pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga

sesuai kebutuhan medis.

6
7

3) Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia

dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian

pelayanan kesehatan.

4) Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan di

bidang kesehatan.

2.1.2. Instalasi Farmasi Rumah Sakit

Instalasi Farmasi adalah unit pelaksanan fungsional yang

menyelenggarakan seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian di Rumah

Sakit. Instalasi farmasi dipimpin oleh seorang Apoteker sebagai

penanggung jawab (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun

2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit).

Pengorganisasian instalasi farmasi harus mencakup

penyelenggaraan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai, pelayanan farmasi klinik dan manajemen

mutu, dan bersifat dinamis dapat direvisi sesuai kebutuhan dengan

tetap menjaga mutu. Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor

72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah

Sakit, tugas instalasi farmasi adalah sebagai berikut:


8

1) Menyelenggarakan, mengkoodinasikan, mengatur dan mengawasi

seluruh kegiatan pelayanan kefarmasian yang optimal dan

profesional serta sesuai prosedur dan etik profesi.

2) Melaksanakan pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai yang efektif, aman, bermutu, dan efisien.

3) Melaksanakan pengkajian dan pemantauan penggunaan sediaan

farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai guna

memaksimalkan efek terapi dan keamanan serta menimalkan

risiko.

4) Melaksanakan komunikasi, edukasi dan informasi serta

memberikan rekomendasi kepada dokter, perawat, dan pasien.

5) Berperan aktif dalam Komite/Tim Farmasi dan Terapi.

6) Melaksanakan pendidikan dan pelatihan serta pengembangan

pelayanan kefarmasian.

7) Memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan

dan formularium rumah sakit.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, fungsi

instalasi farmasi meliputi:

1) Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai.

(1) Memilih sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai sesuai kebutuhan pelayanan rumah sakit.


9

(2) Merencanakan kebutuhan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai secara efektif, efisien dan

optimal.

(3) Mengadakan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai berpedoman pada perencanaan yang telah

dibuat sesuai ketentuan yang berlaku.

(4) Memproduksi sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai untuk memenuhi kebutuhan pelayanan

kesehatan di rumah sakit.

(5) Menerima sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan ketentuan yang

berlaku.

(6) Menyimpan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai sesuai dengan spesifikasi dan persyaratan

kefarmasian.

(7) Mendistribusikan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai ke unit-unit pelayanan di rumah sakit.

(8) Melaksanakan pelayanan farmasi satu pintu.

(9) Melaksanakan pelayanan obat “unit dose”/dosis sehari.

(10) Melaksanakan komputerisasi pengelolaan sediaan farmasi,

alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai (apabila sudah

memungkinkan).
10

(11) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang

terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai.

(12) Melakukan pemusnahan dan penarikan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang sudah tidak

dapat digunakan.

(13) Mengendalikan persediaan sediaan farmasi, alat kesehatan,

dan bahan medis habis pakai.

(14) Melakukan administrasi pengelolaan sediaan farmasi, alat

kesehatan, dan bahan medis habis pakai.

2) Pelayanan farmasi klinik

(1) Mengkaji dan melaksanakan pelayanan resep atau

permintaan obat.

(2) Melaksanakan penelusuran riwayat penggunaan obat.

(3) Melaksanakan rekonsiliasi obat.

(4) Memberikan informasi dan edukasi penggunaan obat baik

berdasarkan resep maupun obat non resep kepada

pasien/keluarga pasien.

(5) Mengidentifikasi, mencegah dan mengatasi masalah yang

terkait dengan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan

medis habis pakai.

(6) Melaksanakan visite mandiri maupun bersama tenaga

kesehatan lain.
11

(7) Memberikan konseling pada pasien dan/atau keluarganya.

(8) Melaksanakan pemantauan terapi obat

1. Pemantauan efek terapi obat.

2. Pemantauan efek samping obat.

3. Pemantauan kadar obat dalam darah.

(9) Melaksanakan evaluasi penggunaan obat.

(10) Melaksanakan dispensing sediaan steril

1. Melakukan pencampuran obat suntik

2. Menyiapkan nutrisi parenteral.

3. Melaksanakan penanganan sediaan sitotoksik.

4. Melaksanakan pengemasan ulang sediaan steril yang

tidak stabil.

(11) Melaksanakan pelayanan informasi obat kepada tenaga

kesehatan lain, pasien//keluarga, masyarakat, dan institusi di

luar Rumah Sakit.

(12) Melaksanakan penyuluhan kesehatan rumah sakit.

2.1.3. Pelayanan Kefarmasian

Pelayanan kefarmasian adalah suatu pelayanan langsung dan

bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan sediaan

farmasi dengan maksud mencapai hasil yang pasti untuk

meningkatkan mutu kehidupan pasien. Pelayanan kefarmasian di

rumah sakit meliputi dua kegiatan, yaitu kegiatan yang bersifat


12

manajerial berupa pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai dan kegiatan pelayanan farmasi klinik

(Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang Standar

Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit).

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis

habis pakai merupakan suatu siklus kegiatan, dimulai dari pemilihan,

perencanaan kebutuhan, pengadaan, penerimaan, penyimpanan,

pendistribusian, pemusnahan dan penarikan, pengendalian, dan

administrasi yang diperlukan bagi kegiatan pelayanan kefarmasian.

Pengelolaan sediaan farmasi, alat kesehatan, dan bahan medis habis

pakai harus dilaksanakan secara multidisplin, terkoordinir dan

menggunakan proses yang efektif untuk menjamin kendali mutu dan

kendali biaya (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit).

Pelayanan farmasi klinik merupakan pelayanan langsung yang

diberikan Apoteker kepada pasien dalam rangka meningkatkan

outcome terapi dan meminimalkan risiko terjadinya efek samping

karena obat, untuk tujuan keselamatan pasien (patient safety) sehingga

kualitas hidup pasien (quality of life) terjamin. Kegiatan pelayanan

farmasi klinik, meliputi pengkajian dan pelayanan resep, penelusuran

riwayat penggunaan obat, rekonsiliasi obat, pelayanan informasi obat,

konseling, visite, pemantauan terapi obat, monitoring efek samping

obat, evaluasi penggunaan obat, dispensing steril, dan pemantauan


13

kadar obat dalam darah (Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 72

Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit).

2.1.4. Pelayanan Informasi Obat (PIO)

Pelayanan informasi obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan

dan pemberian informasi, rekomendasi obat yang independen, akurat,

tidak bias, terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker

kepada dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya serta

pasien dan pihak lain di luar rumah sakit (Peraturan Menteri

Kesehatan RI No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan

Kefarmasian di Rumah Sakit).

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, PIO

bertujuan untuk:

1) Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga

kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar rumah

sakit.

2) Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang

berhubungan dengan obat/sediaan farmasi, alat kesehatan, dan

bahan medis habis pakai, terutama bagi Komite/Tim Farmasi dan

Terapi.

3) Menunjang penggunaan obat yang rasional.


14

Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan

Alat Kesehatan Nomor: HK.01.DJ.II.093 Tahun 2004 tentang

Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit, metode untuk

menentukan pelayanan informasi obat, yaitu:

1) Pelayanan informasi obat dilayani oleh Apoteker selama 24 jam

atau on call disesuaikan dengan kondisi rumah sakit.

2) Pelayanan informasi obat dilayani oleh Apoteker pada jam kerja,

sedang diluar jam kerja dilayani oleh Apoteker instalasi farmasi

yang sedang tugas jaga.

3) Pelayanan informasi obat dilayani oleh Apoteker pada jam kerja,

dan tidak ada pelayanan informasi obat diluar jam kerja.

4) Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat, dilayani oleh

semua Apoteker instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun

diluar jam kerja.

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, kegiatan PIO

meliputi:

1) Menjawab pertanyaan.

2) Menerbitkan buletin, leaflet, poster, newsletter.

3) Menyediakan informasi bagi Tim Farmasi dan Terapi sehubungan

dengan penyusunan formularium rumah sakit.


15

4) Bersama dengan Tim Penyuluhan Kesehatan Rumah Sakit

(PKRS) melakukan kegiatan penyuluhan bagi pasien rawat jalan

dan rawat inap.

5) Melakukan pendidikan berkelanjutan bagi tenaga kefarmasian dan

tenaga kesehatan lainnya.

6) Melakukan penelitian.

Pelayanan informasi obat biasanya dilakukan pada saat

penyerahan obat kepada pasien. Informasi obat yang diberikan kepada

pasien sekurang-kurangnya meliputi cara pemakaian obat, cara

penyimpanan, jangka waktu pengobatan, aktivitas serta makanan dan

minuman yang harus dihindari selama terapi. Pada terapi jangka

panjang, perlu juga disampaikan untuk kontrol ke dokter sebelum

obatnya habis karena terapi harus dilakukan terus-menerus secara

rutin untuk jangka waktu lama agar terapinya berhasil baik (Yani,

2015).

Menurut Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan Kefarmasian dan

Alat Kesehatan Nomor: HK.01.DJ.II.093 Tahun 2004 tentang

Pedoman Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit, indikator yang

dapat digunakan untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan

pelayanan informasi obat, antara lain:

1) Meningkatnya jumlah pertanyaan yang diajukan

2) Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab

3) Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan


16

4) Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leaflet, buletin,

ceramah).

5) Meningkatnya pertanyaan berdasar jenis pertanyaan dan tingkat

kesulitan

6) Menurunnya keluhan atas pelayanan

Menurut Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 72 Tahun 2016

tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, faktor-faktor

yang perlu diperhatikan dalam PIO, yaitu:

1) Sumber daya manusia

2) Tempat

3) Perlengkapan
17

2.2. Kerangka Pemikiran

Permenkes No. 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di


Rumah Sakit

Pelayanan Farmasi Klinik

Visite PKOD PIO PTO MESO EPO

Pengkajian Penelusuran Rekonsiliasi Konseling Dispensing


dan Riwayat Obat Sediaan
Pelayanan Penggunaan Steril
Resep Obat

Kegiatan Kelengkapan Faktor- Kepuasan


PIO Informasi Faktor PIO Pengguna Layanan

Sesuai Tidak Sesuai


Permenkes Permenkes
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Instrumen Penelitian

Penelitian ini menggunakan kuesioner dan daftar panduan wawancara

yang disusun berdasarkan pedoman pelayanan informasi obat di Rumah Sakit

dengan mengacu pada Permenkes No. 72 Tahun 2016.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.2.1. Lokasi

Penelitian ini dilakukan di Instalasi Farmasi RS Awal Bros Makassar.

3.2.2. Waktu

Penelitian ini dilakukan pada bulan Maret 2020

3.3. Populasi dan Sampel Penelitian

3.3.1. Populasi Penelitian

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh apoteker di instalasi

farmasi RS Awal Bros Makassar dan seluruh pasien/keluarga pasien

yang sedang menebus obat di instalasi farmasi RS Awal Bros

Makassar.

18
19

3.3.2. Sampel Penelitian

Pengambilan sampel didasarkan pada kriteria inklusi dan eksklusi

sebagai berikut:

1) Kriteria inluksi:

(1) Apoteker yang bersedia menjadi responden

(2) Pasien/keluarga pasien berumur 18-55 tahun

(3) Pasien/keluarga pasien bisa berkomunikasi, membaca, dan

menulis dengan baik

(4) Pasien/keluarga pasien bersedia mengisi kuesioner

2) Kriteria ekslusi:

(1) Apoteker yang tidak bersedia menjadi responden atau tidak

menjawab semua pertanyaan yang diajukan

(2) Pasien/keluarga pasien lanjut usia (lebih dari 55 tahun)

(3) Pasien tidak bisa menggerakan bagian tubuh dengan baik

(4) Pasien/keluarga pasien tidak bersedia mengisi kuesioner

3.4. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang dilakukan untuk pengumpulan data adalah wawancara,

kuesioner, observasi, dan dokumentasi. Wawancara yang dilakukan adalah

wawancara dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun dan

kuesioner dibagikan secara langsung kepada pasien/keluarga pasien untuk

mengetahui tingkat kepuasan pasien/keluarga pasien terhadap pelayanan

informasi obat yang diberikan, serta melakukan pengamatan langsung dalam


20

bentuk rekaman suara dan mencatat pada saat apoteker memberikan

pelayanan informasi obat pada pasien/keluarga pasien. Hal-hal penting yang

didapat pada saat wawancara dan pengisian kuesioner didokumentasikan oleh

peneliti. Untuk menjamin kebenaran mengenai hasil wawancara dan

kuesioner, peneliti membuat surat pernyataan kebenaran hasil wawancara dan

kuesioner yang ditandatangani oleh responden.

3.5. Definisi Operasional

1. Apoteker adalah sarjana farmasi yang telah lulus sebagai apoteker dan

telah mengucapkan sumpah jabatan apoteker.

2. Kuesioner adalah daftar pertanyaan yang dikirim kepada responden baik

secara langsung maupun tidak langsung. Kuesioner atau angket secara

umum dapat berbentuk pertanyaan atau pernyataan yang dapat dijawab

sesuai bentuk angket. Apabila angket tertutup cara menjawab cukup

dengan membubuhkan tanda centang pada kolom. Sementara itu, apabila

angket bersifat terbuka, cara menjawabnya dengan mengisi jawaban pada

kolom yang tersedia.

3. Kriteria inklusi adalah karakteristik umum dari suatu populasi yang akan

dijadikan sampel penelitian.

4. Kriteria eksklusi adalah karakteristik dari suatu populasi yang tidak bisa

dijadikan sampel penelitian karena sebab-sebab tertentu.

5. Kepuasan pasien merupakan perasaan senang yang muncul di dalam diri

seorang setelah mendapat pelayanan yang baik. Kepuasan pasien


21

dipengaruhi atas dua aspek, yakni aspek pelanggan dan aspek pelayanan

kesehatan. Aspek pelanggan dipengaruhi oleh umur, jenis kelamin,

pendidikan, dan lain-lain. Aspek pelayanan kesehatan terdiri dari dua

faktor, yaitu aspek medis, seperti tersedianya peralatan yang memadai,

dan aspek non medis yang mencakup layanan petugas kesehatan,

kenyamanan, kebersihan ruang tunggu, serta biaya yang murah.

3.6. Teknik Analisis Data

Data yang diperoleh selanjutnya diolah dengan cara ediiting, coding, dan

tabulating. Editing yang dilakukan meliputi pengecekan dan penyesuaian

cuplikan wawancara sehingga sesuai dengan ejaan yang disempurnakan.

Coding merupakan pemberian kode penamaan dari responden untuk

melindungi identitas responden, dan tabulating yang dilakukan meliputi tabel

dari hasil pengamatan untuk memudahkan pembahasan. Setelah diolah, data

selanjutnya dianalisis secara tematik dengan membaca tabel-tabel, grafik atau

angka yang tersedia lalu dilakukan penguraian atau pemberian penjelasan.


DAFTAR PUSTAKA

Departemen Kesehatan RI. 2004. Keputusan Direktur Jenderal Pelayanan


Kefarmasian dan Alat Kesehatan Nomor: HK.01.DJ.II.093 tentang Pedoman
Pelayanan Informasi Obat di Rumah Sakit. Departemen Kesehatan. Jakarta.
Novitasari, A.L. 2016. Evaluasi Pelayanan Informasi Obat pada Pasien di Instalasi
Farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Skripsi. Fakultas
Farmasi. Universitas Sanata Dharma. Yogyakarta.
Republik Indonesia. 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
2009 tentang Rumah Sakit. Sekretariat Negara. Jakarta.
Republik Indonesia. 2016. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
Nomor 72 Tahun 2016 tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah
Sakit. Sekretariat Negara. Jakarta.
Yani, S. 2015. Pengaruh Media Informasi Obat Terhadap Keterlibatan Pasien
Anak Epilepsi dalam Kepatuhan Minum Obat di RSUD Banyumas. Skripsi.
Fakultas Farmasi. Universitas Muhammadiyah Purwokerto. Purwokerto.

22

Anda mungkin juga menyukai