Anda di halaman 1dari 37

MAKALAH FARMASI RUMAH SAKIT

PELAYANAN INFORMASI OBAT

OLEH :
KELOMPOK: III

KELAS: DIII.IVA

Desi Jayanti (1500009)

M.Rizki Beby Iftah (1500018)

Nur Miftah Hussaidah (1500024)

Sri Eka Ravitha (1500034)

Dosen Pengampu :

Husnawati, M.Si, Apt

PROGRAM STUDI DIPLOMA III FARMASI

SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI RIAU

PEKAN BARU

2017
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang senantiasa melimpahkan rahmat


dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini.
Terimakasih pula kami ucapkan kepada Ibuk Husnawati, M.Si, Apt selaku
dosen mata kuliah Farmasi Rumah Sakit. Terima kasih kami ucapkan kepada
teman-teman serta pihak-pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini, khususnya semua anggota kelompok ,
sehingga makalah yang berjudul Pelayanan Informasi Obat ini
dapat terselesaikan tepat pada waktunya serta dapat digunakan dengan sebaik
mungkin. Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah Farmasi
rumah Sakit.
Kami sadari, dalam makalah ini masih terdapat banyak kesalahan. Oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun dari para pembaca sangat
diharapkan untuk kesempurnaan makalah-makalah berikutnya.

Pekanbaru, Mei 2017

Penulis

1
Daftar Isi

KATA PENGANTAR...............................................................................i

DAFTAR ISI.............................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1

1.1 Latar Belakang Masalah............................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah...................................................................... 2

1.3 Tujuan Makalah......................................................................... 2

BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 3

2.1 Defenisi Pelayanan Obat............................................................ 3


2.2 Lingkup Jenis Pelayanan Informasi Obat.................................. 4
2.3 Kegiatan Pelayanan Informasi Obat.......................................... 9
2.4 Sumber- Sumber Informasi Obat...............................................10
2.5 Metode Pelayanan Informasi Obat ..........................................15
2.6 Tujuan Dan Prioritas Pelayanan Informasi Obat.......................16
2.6.1 Tujuan Pelayanan Informasi Obat........................................16
2.6.2 Prioritas Pelayanan Informasi Obat.....................................17
2.7 Fungsi-Fungsi Pelayananinformasi Obat...................................18
2.8 Sasaran Informasi Obat..............................................................19
2.9 Kategori Pelayanan Informasi Obat...........................................21
2.10 Evaluasi Kegiatan.....................................................................23
2.11 Contoh Tanya jawab kegiatan PIO............................................25
2.12 Dokumentasi.............................................................................30

BAB III PENUTUP................................................................................34

3.1 Kesimpulan.................................................................................33

3.2 Saran...........................................................................................34

DAFTAR PUSTAKA................................................................................36

2
BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Dalam rangka mewujudkan pelayanan kesehatan yang optimal, sudah


tentu mutlak diperlukan suatu pelayanan yang bersifat terpadu komprehensif dan
profesional dari para profesi kesehatan. Rumah sakit adalah merupakan salah satu
unit/instansi kesehatan yang sangat vital dan strategis dalam melayani kesehatan
masyarakat, dimana aspek pelayanan sangatlah dominan dan menentukan.

Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari sistem pelayanan


kesehatan yang tidak terpisahkan, salah satu aspek pelayanan kefarmasian yaitu
pelayanan informasi obat yang diberikan oleh apoteker kepada pasien dan pihak-
pihak terkait lainya. Informasi obat adalah suatu bantuan bagi dokter dalam
pengambilan keputusan tentang pilihan terapi obat yang paling tepat bagi seorang
pasien. Pelayanan informasi obat yang diberikan tersebut tentulah harus lengkap,
obyektif, berkelanjutan dan selalu baru up to date. Dengan pelaksaan pelayanan
informasi obat yang rasional dirumah sakit.

Pelayanan kefarmasian di rumah sakit yang bermutu dan selalu baru up to


date mengikuti perkembangan pelayanan kesehatan, termasuk adanya spesialisasi
dalam pelayanan kefarmasian. Pelayanan kefarmasian di rumah sakit pada
dasarnya adalah untuk menjamin dan memastikan penyediaan dan penggunaan
obat yang rasional yakni sesuai kebutuhan, efektif, aman, nyaman bagi pasien.
Pelayanan kefarmasian tersebut memerlukan informasi obat yang lengkap,
objektif, berkelanjutan, dan selalu baru up to date pula. Untuk itu diperlukan
upaya penyediaan dan pemberian informasi yang (1) lengkap, yang dapat
memenuhi kebutuhan semua pihak yang sesuai dengan lingkungan masing masing
rumah sakit, (2) memiliki data cost effective obat, informasi yang diberikan terkaji
dan tidak bias komersial (3) disediakan secara berkelanjutan oleh institusi yang
melembaga dan (4) disajikan selalu baru sesuai dengan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi kefarmasian dan kesehatan.

1
Mengingat demikian pentingnya fungsi dari pelayanan informasi obat
dirumah sakit, maka diperlukan suatu acuan atau pedoman. Maka dari itu makalah
ini dibuat oleh penyusun dan dijelaskan berdasarkan sumber yang didapatkan.

1.2.Rumusan Masalah
1. Apa defenisi dari pelayanan informasi obat?
2. Bagaimana Lingkup Jenis Pelayanan Informasi Obat?
3. Bagaimana Kegiatan Pelayanan Informasi Obat?
4. Apa saja sumber- sumber informasi obat?
5. Apa saja metode pelayanan informasi obat?
6. Apa saja tujuan dan prioritas pelayanan informasi obat?
7. Apa saja fungsi- fungsi pelayanan informasi obat?
8. Siapa saja sasaran informasi obat?
9. Apa saja kategori pelayanan informasi obat?
10. Apa saja evaluasi kegiatan pelayanan informasi obat?

1.3.Tujuan Makalah
1. Untuk mengetahui defenisi dari pelayanan informasi obat
2. Untuk mengetahui Lingkup Jenis Pelayanan Informasi Obat
3. Untuk mengetahui Kegiatan Pelayanan Informasi Obat
4. Untuk mengetahui sumber- sumber informasi obat
5. Untuk mengetahui metode pelayanan informasi obat
6. Untuk mengetahui tujuan dan prioritas pelayanan informasi obat
7. Untuk mengetahui fungsi- fungsi pelayanan informasi obat
8. Untuk mengetahui sasaran informasi obat
9. Untuk mengetahui kategori pelayanan informasi obat
10. Untuk mengetahui kegiatan pelayanan informasi obat

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Defenisi Pelayanan Informasi Obat

Menurut (Siregar, 2004) informasi obat adalah setiap data atau


pengetahuan objektif, diuraikan secara ilmiah dan terdokumentasi mencangkup

2
farmakologi, toksikologi, dan farmakoterapi obat. Informasi obat mencangkup,
tetapi tidak terbatas pada pengetahuan seperti nama kimia, struktur dan sifat-sifat,
identifikasi, indikasi diagnostik atau indikasi terapi, mekanisme kerja, waktu
mulai kerja dan durasi kerja, dosis dan jadwal pemberian, dosis yang
direkomendasikan, absorpsi, metabolisme detoksifikasi, ekskresi, efek samping
dan reaksi merugikan, kontraindikasi, interaksi, harga, keuntungan, tanda, gejala
dan pengobatan toksisitas, efikasi klinik, data komparatif, data klinik, data
penggunaan obat, dan setiap informasi lainnya yang berguna dalam diagnosis dan
pengobatan pasien.

Definisi pelayanan informasi obat adalah; pengumpulan, pengkajian,


pengevaluasian, pengindeksan, pengorganisasian, penyimpanan, peringkasan,
pendistribusian, penyebaran serta penyampaian informasi tentang obat dalam
berbagai bentuk dan berbagai metode kepada pengguna nyata dan yang mungkin
(Siregar, 2004).

Permenkes RI NO. 58 tahun 2014 mendefinisikan PIO sebagai kegiatan


Pelayanan Informasi Obat (PIO) merupakan kegiatan penyediaan dan
pemberian informasi, rekomendasi Obat yang independen, akurat, tidak bias,
terkini dan komprehensif yang dilakukan oleh Apoteker kepada dokter, Apoteker,
perawat, profesi kesehatan lainnya serta pasien dan pihak lain di luar Rumah
Sakit. (Permenkes RI, 2014)

Adapun ciri-ciri pelayanan informasi obat meliputi:


a. Mandiri (bebas dari segala bentuk keterikatan).
b. Objektif (sesuai dengan kebutuhan)
c. Seimbang
d. Ilmiah
e. Berorientasi kepada pasien dan pro aktif

2.2. Lingkup Jenis Pelayanan Informasi Obat

Lingkup jenis pelayanan informasi obat, antara lain seperti tertera dibawah
ini: (Wahyu, 2010)

a. Pelayanan Informasi Obat untuk Menjawab pertanyaan

3
Penyedia informasi obat berdasarkan permintaan, biasanya merupakan
salah satu pelayanan yang pertama dipertimbangkan. Pelayanan seperti ini
memungkinkan penanya dapat memperoleh informasi khusus yang dibutuhkan
tepat pada waktunya. Sumber informasi dapat dipusatkan dalam suatu sentra
informasi obat di instalasi farmasi rumah sakit

b. Pelayanan Informasi Obat untuk Evaluasi Penggunaan Obat

Evaluasi penggunaaan obat adalah suatu program jaminan mutu pengguna


obat di suatu rumah sakit. Suatu program evaluasi penggunaan obat
memerlukan standar atau kriteria penggunaan obat yang digunakan sebagai
acuan dalam mengevaluasi ketepatan atau ketidak tepatan penggunaan obat.
Oleh karena itu, biasanya apoteker informasi obat memainkan peranan penting
dalam pengembangan standar atau kriteria penggunaan obat

c. Pelayanan Informasi Obat dalam studi Obat investigasi

Obat investigasi adalah obat yang dipertimbangkan untuk dipasarkan


secara komersial, tetapi belum disetujui oleh BPOM untuk digunakan pada
manusia. Berbagai pendekatan untuk mengadakan pelayanan ini bergatung
pada berbagai sumber rumah sakit. Tanggung jawab untuk mengkoordinasikan
penambahan, pengembangan, dan penyebaran informasi yang tepat untuk obat
investigasi terletak pada suatu pelayanan informasi obat.

d. Pelayanan Informasi Obat untuk Mendukung Kegiatan Panitia Farmasi


dan Terapi

Partisipasi aktif dalam panitia ini merupakan peranan instalasi farmasi


rumah sakit yang vital dan berpengaruh dalam proses penggunaan obat dalam
rumah sakit. Hal ini dapat disiapkan dengan memadai oleh suatu pelayanan
informasi obat

e. Pelayanan Informasi Obat dalam bentuk publikasi

4
Upaya mengkomunikasikan informasi tentang kebijakan penggunaan obat
dan perkembangan mutakhir dalam pengobatan yang mempengaruhi seleksi
obat adalah suatu komponen penting dari pelayanan informasi obat. Untuk
mencapai sasaran itu, bulletin farmasi atau kartu informasi yang berfokus
kepada suatu golongan obat, dapat dipublikasikan dan disebarkan kepada
professional kesehatan

f. Pelayanan Informasi Obat untuk Edukasi

Karena standar minimal menetapkan suatu tanggung jawab instalasi


farmasi rumah sakit pada professional kesehatan dan pasien menyediakan
informasi obat, maka kebutuhan serta sumber informasi untuk kedua
kelompok perlu dievaluasi, disusun berdasarkan prioritas. Suatu program
pelayanan informasi obat untuk kedua kelompok itu, perlu diadakan dirumah
sakit. Untuk pasien diadakan program edukasi dan konseling obat bagi pasien
yang akan dibebaskan dan untuk berbagai kelompok professional kesehatan
diadakan program pendidikan in-service, dikoordinasikan melalui pelayanan
informasi obat.

Seluruh jawaban yang diberikan oleh pelayanan informasi obat harus


didokumentasikan sebagai catatan dari kegiatan yang dilakukan maupun
sebagai informasi yang berguna bagi pertanyaan berikutnya dan evaluasi
terhadap kegiatan pelayanan informasi obat dan program jaminan mutu

Pelayanan informasi obat adalah bagian dari pelayanan kefarmasian


(pharmaceutical care) dilakukan selain dalam rangka memenuhi kebutuhan
masyarakat terhadap obat dalam rangka pemeliharaan dan peningkatan derajat
kesehatan masyarakat, juga untuk melindungi masyarakat dari bahaya
penyalahgunaan obat atau penggunaan obat yang tidak tepat dan tidak
memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan. Pelayanan
kefarmasian juga ditujukan pada perluasan dan pemerataan pelayanan
kesehatan terkait dengan penggunaan obat sehingga dapat meningkatkan mutu
kehidupan manusia.

5
Beberapa keterampilan diperlukan seorang Apoteker untuk berperan secara
efektif dalam pelayanan pasien: (Wahyu, 2010)

a. Keterampilan Farmasi klinis


b. Mengaplikasikan pengetahuan terapeutik
c. Mengkorelasikan keadaan penyakit dengan pemilihan obat
d. Menggunakan catatan kasus pasien
e. Menginterpretasikan data pemeriksaan laboratorium
f. Menerapkan pendekatan penyelesaian masalah yang sistematik
g. Mengidentifikasi kontra indikasi obat
h. Mengenal reaksi yang tidak dikehendaki (karena obat) yang mungkin
terjadi
i. Membuat keputusan tentang formulasi dan stabilitas
j. Mengkaji literatur medis dan obat
k. Menulis laporan medis
l. Merekomendasikan pengaturan dosis
m. Mengkomunikasikan secara efektif kepada tenaga kesehatan yang terkait
n. Menanggapi pertanyaan secara lisan
o. Membuat instruksi/perintah yang jelas
p. Berargumentasi terhadap suatu kasus
q. Memberikan pendapat atau saran kepada tenaga professional kesehatan
dan pasien dan keluarga pasien.
r. Menyajikan laporan kasus.

Misi apoteker adalah melaksanakan kepedulian farmasi. Kepedulian


farmasi adalah penyediaan pelayanan langsung dan bertanggung jawab yang
berkaitan dengan obat, dengan maksud penyampaian hasil yang pasti dan
meningkatkan mutu kehidupan pasien. Unsur utama dari kepedulian farmasi
adalah berkaitan dengan: (Wahyu, 2010)

a. Berakaitan obat: Kepedulian farmasi melibatkan bukan saja terapi obat


(penyediaan sebenarnya obat), melainkan juga keputusan tentang
penggunaan obat untuk pasien individu. Jika perlu, hal ini mencakup
keputusan untuk tidak menggunakan suatu terapi obat tertentu,
pertimbangan pemilihan obat, dosis, rute, dan metode pemberiaan,
pemantauan terapi obat, pelayanan informasi yang berkaitan dengan obat
serta konseling untuk pasien individu.

b. Pelayanan langsung: Inti konsep pelayanan adalah kepedulian, perhatian


pribadi terhadap kesehatan orang lain. Pelayanan menyeluruh pasien

6
terdiri dari berbagai bidang pelayanan terpadu, mencakup antara lain
pelayanan medis, pelayanan keperawatan, dn pelayanan farmasi.
Profesional kesehatan dalam tiap disiplin ini, memiliki keahlian unik dan
harus bekerja sama dalam pelayanan menyeluruh pasien. Pada waktunya
mereka bersama-sama melaksanakan berbagai jenis pelayanan, termasuk
pelayanan farmasi. Dalam pelayanan farmasi, apoteker memberi
kontribusi pengetahuan dan keterampilan khas untuk memastikan hasil
optimal dari penggunaan obat. Kesehatan pasien adalah yang terpenting,
apoteker mengadakan pelayanan langsung, dan pribadi kepada pasien
individu serta bertindak untuk kepentingan pasien yang terbaik. Apoteker
bekerja sama secara mendesain penerapan dan pemantauan rencana
terapi yang dimaksudkan untuk menghasilkan hasil terapi yang pasti dan
meningkatkan mutu kehidupan pasien.

c. Hasil terapi yang pasti. Sasaran kepedulian farmasi adalah meningkatkan


mutu kehidupan individu pasien, melalui pencapaian hasil terapi yang
pasti dan berkaitan dengan obat. Hasil terapi itu adalah:
Kesembuhan penyakit
Peniadaan atau pengurangan gejala pasien
Menghentikan atau memperlambat proses penyakit
Pencegahan penyakit atau gejala.

d. Masalah yang berkaitan dengan obat


Indikasi yang tidak diobati
Pasien mengalami masalah medis yang memerlukan terapi obat (suatu
indikasi untuk penggunaan obat), tetapi tidak menerima obat untuk
indikasi itu.
Seleksi obat yang tidak tepat
Pasien mempunyai indikasi pengobatan, tetapi menggunakan obat
yang salah.
Dosis subterapi
Pasien mempunyai masalah medis dan diobati dengan obat yang benar,
tetapi dosisnya terlalu kecil.
Gagal menerima obat

7
Pasien mempunyai masalah medis yang merupakan hasil tidk
menerima obat (misalnya, alasan farmasetik, psikologis, sosiologis,
atau ekonomi).
Lewat dosis
Pasien mempunyai masalah medis dan diobati dengan obat yang benar,
tetapi dosisnya terlalu tinggi.
Reaksi obat merugikan
Pasien mempunyai masalah medis yang merupakan hasil reaksi obat
yang merugikan atau pengaruh merugikan.
Interaksi obat
Pasien mempunyai masalah medis yang merupakan hasil dari interaksi
obat-obat, obat-makanan, atau obat-uji laboratorium.
Menggunakan obat tanpa indikasi
Pasien menggunakan obat untuk indikasi yang tidak abash secara
medis.
e. Mutu kehidupan: Suatu pengakajian terhadap mutu kehidupan mencakup
pengkajian objektif dan subjektif. Pasien harus terlibat dalam cara yang
diinformasikan, dalam penetapan sarana mutu kehidupan dari terapi
mereka. Sasaran mutu kehidupan adalah: mobilitas fisik, bebas dari
kesakitan, mampu memelihara diri sendiri, maupun ikut serta dalam
interaksi social yang normal.

f. Tanggung jawab: dalam kepedulian farmasi, hubungan langsung antara


seorang apoteker adalah janji professional yang keamanan dan kesehatan
pasien dipercayakan kepada apoteker. Terikat menghormati kepercayaan
itu melalui tindakan professional yang kompeten untuk kepentingan
pasien yang terbaik. Sebagai anggota tim pelayanan kesehatan yang
bertanggung jawab, apoteker harus membuktikan pelayanan yang
diberikan. Apoteker secara pribadi bertanggung jawab untuk hasil pasien
(mutu pelayanan) yang terjadi dari tindakan dan keputusan apoteker.

2.3. Kegiatan Pelayanan Informasi Obat


Kegiatan PIO berupa penyediaan dan pemberian informasi obat yang
bersifat aktif atau pasif. Pelayanan bersifat aktif apabila apoteker pelayanan
informasi obat memberikan informasi obat dengan tidak menunggu pertanyaan
melainkan secara aktif memberikan informasi obat, misalnya penerbitan buletin,

8
brosur, leaflet, seminar dan sebagainya. Pelayanan bersifat pasif apabila apoteker
pelayanan informasi obat memberikan informasi obat sebagai jawaban atas
pertanyaan yang diterima. Menjawab pertanyaan mengenai obat dan
penggunaannya merupakan kegiatan rutin suatu pelayanan informasi obat.
Pertanyaan yang masuk dapat disampaikan secara verbal (melalui telepon, tatap
muka) atau tertulis (surat melalui pos, faksimili atau e-mail). Pertanyaan
mengenai obat dapat bervariasi dari yang sederhana sampai yang bersifat urgen
dan kompleks yang membutuhkan penelusuran literatur serta evaluai secara
seksama (Wahyu, 2010).
Langkah Langkah Sitematis Pemberian Informasi Obat: (Wahyu, 2010)
1. Penerimaan permintaan Informasi Obat, mencatat data permintaan informasi
dan mengkategorikan permasalahan; aspek farmasetik (identifikasi obat,
perhitungan farmasi, stabilitas dan toksisitas obat), ketersediaan obat,
harga obat,efek samping obat, dosis obat, interaksi obat, farmakokinetik,
farmakodinamik, aspek farmakoterapi, keracunan, perundang-undangan.
2. Mengumpulkan latar belakang masalah yang ditanyakan, menanyakan lebih
dalam tentang karakteristik pasien dan menanyakan apakah sudah
diusahakan mencari informasi sebelumnya
3. Penelusuran sumber data : rujukan umum, rujukan sekunder dan bila perlu
rujukan primer.
4. Formulasikan jawaban sesuai dengan permintaan : jawaban jelas, lengkap
dan benar, jawaban dapat dicari kembali pada rujukan asal dan tidak boleh
memasukkan pendapat pribadi.
5. Pemantauan dan Tindak Lanjut : menanyakan kembali kepada penanya
manfaat informasi yang telah diberikan baik lisan maupun tertulis.
Contoh alur menjawab pertanyaan dalam pelayanan informasi obat; petugas
mengisi formulir mengenai klasifikasi, nama penanya dan pertanyaan yang
ditanyakan, setelah itu petugas menanyakan tentang informasi latar belakang
penyakit mulai muncul, petugas melakukan penelusuran sumber data dengan
mengumpulkan data yang ada kemudian data dievaluasi. Formulir jawaban
didokumentasikan oleh petugas baru kemudian dikomunikasikan kepada penanya.
Informasi yang dikomunikasikan petugas apotek kepada penanya akan
menimbulkan umpan balik atau respon penanya (Wahyu, 2010).
2.4. Sumber Sumber Informasi Obat

9
Sumber informasi obat meliputi :

1 Tenaga kesehatan

Tenaga kesehatan seperti dokter, apoteker, dokter gigi, tenaga kesehatan lain
merupakan sumber informasi obat

2 Pustaka

Sumber informasi obat adalah Buku Farmakope Indonesia, Informasi


Spesialite Obat Indonesia (ISO), Informasi Obat Nasianal Indonesia (IONI),
Farmakologi dan Terapi, serta buku-buku lainnya. Informasi obat juga dapat
diperoleh dari setiap kemasan atau brosur obat yang berisi :
1. Nama dagang obat jadi
2. Komposisi
3. Bobot, isi atau jumlah tiap wadah
4. Dosis pemakaian
5. Cara pemakaian
6. Khasiat atau kegunaan
7. Kontra indikasi (bila ada)
8. Tanggal kadaluarsa
9. Nomor ijin edar/nomor regristasi
10. Nomor kode produksi
11. Nama dan alamat industri
Sumber informasi obat mencakup dokumen, fasilitas, lembaga, dan manusia.
Dokumen mencakup pustaka farmasi dan kedokteran, terdiri atas majalaj ilmiah,
buku teks, laporan penelitian, dan farmakope. Fasilitas mencakup fasilitas
ruangan, peralatan, computer, internet, perpustakaan dan lain-lain. Lembaga
mencakup industri farmasi, Badan POM, pusat informasi obat, pendidikan tinggi
farmasi, organisasi profesi dokter dan apoteker. Manusia mencakup dokter, dokter
gigi, perawat, apoteker, dan profesional kesehatan lainnya di rumah sakit.
Apoteker yang mengadakan pelayanan informasi obat harus mempelajari juga
cara terbaik menggunakan berbagai sumber tersebut. Pustaka obat digolongkan
dalam empat kategori, yaitu:
1. Pustaka primer
Sumber pustaka primer adalah artikel orisinil yang dipublikasikan atau yang
tidak dipublikasikan penulis atau peneliti, yang memperkenalkan pengetahuan
baru atau peningkatan pengetahuan yang telah ada tentang suatu persoalan.

10
Sumber pustaka primer ini termasuk hasil penelitian, laporan kasus, juga studi
evaluatif, dan laporan deskriptif. Pustaka primer memberikan dasar untuk pustaka
sekunder dan tersier. Artikel dalam majalah ilmiah adalah yang paling sering
disebut sebagai contoh sumber pustaka primer, walaupun semua artikel dalam
majalah ilmiah bukan merupakan sumber pustaka primer. Contoh pustaka primer
lain termasuk prosiding seminar, buku catatan laboratorium, korespondensi,
seperti surat dan memo, tesis, disertasi, dan laporan teknis (Siregar dan Lia, 2003)
Sumber pustaka primer memberikan informasi paling mutakhir tentang pokok
tertentu pada waktu tertentu karena karya itu merupakan refleksi pengamatan
penulis saja, hasilnya tidak diinterpretasikan. Keterbatasan utama dari sumber
pustaka primer adalah ketidakpraktisan. Dalam pustaka primer, seseorang tidak
dapat secara efisien mencari informasi khusus, kecuali orang itu memiliki
pengetahuan yang dalam tentang organisasi dan jenis pustaka. Dalam banyak
situasi, apoteker harus menelusur kembali pustaka primer untuk menjawab suatu
pertanyaan spesifik penderita. Kemampuan dalam hal penelusuran kembali dan
interpretasi pustaka primer memerlukan pengalaman melalui praktik yang terus-
menerus. Satu cara agar apoteker terbuka kepada pustaka primer adalah membaca
sendiri. Semua apoteker harus memenuhi suatu komitmen profesional, yaitu tetap
mutakhir. Salah satu mekanisme untuk untuk mencapai hal tersebut adalah
membaca majalah ilmiah secara tetap. Ada dua contoh pertanyaan informasi obat
tertentu yang sering timbul di rumah sakit, yaitu tentang penggunaan obat baru
dari obat yang dipasarkan atau obat yang baru-baru ini dilaporkan menimbulkan
efek merugikan. Penggunaan pustaka primer sering kali perlu untuk dapat
menjawab pertanyaan tersebut (Siregar dan Lia, 2003). Contoh beberapa sumber
informasi primer: Annals of Pharmacotherapy, British Medical Journal, Journal
of American Medical Association (JAMA), Journal of Pediatrics, New England
Journal of Medicine (Siregar dan Endang, 2006)
2. Pustaka sekunder
Pustaka sekunder memuat berbagi abstrak, yang merupakan sistem penelusuran
kembali untuk pustaka primer dan digunakan untuk menemukan artikel pustaka
primer. Informasi yang diperoleh dari pustaka sekunder tersendiri jarang
digunakan untuk keputusan klinik. Dengan pustaka sekunder, memungkinkan

11
apoteker memasuki multi sumber informasi secara cepat dan efisien. Informasi
dalam pustaka sekunder dikatagorikan atau diindekskan dan diabstrak dari sumber
pustaka primer. Dalam tahun-tahun akhir ini, sumber ini terutama telah dapat
diperoleh melalui penelusuran komputer. Sumber informasi sekunder adalah rumit
dan sering memerlukan pelatihan tambahan untuk penggunaannya (Siregar dan
Lia, 2003). Contoh beberapa sumber informasi sekunder: Inpharma, International
Pharmaceutical Abstract (IPA), Medline, Pharmline (Kurniawan dan Chabib,
2010)
3. Pustaka tersier
Pustaka tersier biasanya dikaitkan dengan buku teks atau acuan umum. Sumber
ini menyoroti data yang diterima secara luas dari pustaka primer; mengevaluasi
informasi ini dan menerbitkan hasilnya. Sumber pustaka tersier termasuk buku
teks atau data base, kajian artikel, kompendia, dan pedoman praktis. Sumber
pustaka tersier adalah acuan pustaka yang paling umum digunakan, mudah
dimasuki, dan biasanya dapat memenuhi kebanyakan permintaan informasi obat
spesifik penderita. Lagipula, sumber tersier memberikan informasi yang disusun
dan dievaluasi dari acuan pustaka yang banyak dan dinyatakan dalam suatu cara
yang praktis. Karena banyak ahli memberi kontribusi pada sumber ini,
penggunaan dan interpretasi informasi diperkaya (Siregar dan Lia, 2003).
Keterbatasan utama dari pustaka tersier adalah ketinggalan waktu beberapa
bulan bahkan sampai mungkin beberapa tahun. Apabila informasi atau pandangan
paling mutakhir dibutuhkan, diperlukan sumber pustaka sekunder dan primer.
Seoran penulis mempunyai hak prerogative untuk memasukkan atau
mengeluarkan informasi sehingga tidak semua bagian dari pustaka primer perlu
menjadi bagian dari pustaka tersier. Informasi dalam sumber pustaka tersier
mencerminkan pandangan dari penulis yang dapat menghasilkan salah interpretasi
dari pustaka primer, dan melalui ketidaksetujuan (Siregar dan Lia, 2003). Contoh
beberapa sumber informasi tersier: Textbook of Advers Reactions, Drug
Information full text, Handbook of Clinical Drug Data, Drug Facts and
Comparison, dan AHFS DI (Siregar dan Endang, 2006).
Pada umumnya, sumber pustaka primer mengandung informasi yang paling
mutakhir, sedang pustaka sekunder dan tersier karena mengandung abstrak dan

12
acuan dari sumber primer, mempunyai informasi yang kurang mutakhir. Sumber
pustaka sekunder dan tersier, kemungkinan kurang akurat atau kurang dapat
dipercaya karena informasi dalam kedua sumber tersebut dibuat melalui
transformasi oleh berbagai penulis dan / atau penerbit, guna mencapai format
yang diperlukan (Siregar dan Lia, 2003).
4. Sumber lain
Sumber informasi lain mencakup sumber yang tidak termasuk kategori pustaka
primer, sekunder, atau tersier; misalnya, komunikasi dengan tenaga ahli,
manufaktur, dan brosur penelitian. Komunikasi tenaga ahli terdiri atas informasi
yang tidak dipublikasikan yang diperoleh khusus dari seorang tenaga ahli.
Komunikasi ini dapat merupakan suatu pendapat didasarkan pada pengalaman
tenaga ahli tersebut atau berdasarkan data dari suatu studi evaluatif pendahuluan
yang dipublikasikan (Siregar dan Lia, 2003).
Brosur penelitili, kadang-kadang berhubungan dengan suatu monografi
penelitian, adalah informasi tentang obat investigasi. Industri farmasi tidak
diperkenankan memberikan informasi umum tentang obat investigasi, tetapi
mereka dapat memberikan monografi tentang zat aktif individu kepada peneliti
yang melakukan penelitian tentang zat itu. Brosur ini mengandung sejumlah besar
informasi tentang produk mencakup farmakologi, farmakokinetik, efek klinis
yang diketahui, kejadian merugikan yang diketahui, dosis yang
direkomendasikan, prosedur pemberian, persyaratan penyimpanan, stabilitas dan
pustaka (Siregar dan Endang, 2006).
3 Sarana

Fasilitas ruangan, peralatan, komputer, internet dan perpustakaan (Siregar dan


Endang, 2006)

4 Prasarana

Industri farmasi, Badan POM, Pusat informasi obat, Pendidikan tinggi


farmasi, Organisasi profesi (dokter, apoteker, dan lain lain) (Siregar dan Endang,
2006)

5 Sumber informasi lainnya

13
Selain sumber informasi yang sudah disebutkan diatas, masih terdapat
beberapa sumber informasi obat lainnya. Diantaranya informasi obat dari media
massa, leaflet, brosur, etiket dan informasi yang berasal dari seorang Medical
Representative. (Siregar dan Endang, 2006)

2.5. Metode Pelayanan Informasi Obat


1. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on call
disesuaikan dengan kondisi rumah sakit.
2. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, sedang
diluar iam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang sedang tugas
jaga.
3. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan tidak
ada pelayanan informasi obat diluar jam kerja.
4. Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat, dilayani oleh semua
apoteker instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun diluar jam kerja.
5. Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat dilayani oleh semua
apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada pelayanan informasi
obat diluar jam kerja. (Anonim, 2006)

Sedangkan menurut (Siregar, 2004) Pada umumnya, ada dua jenis metode
utama untuk menjawab pertanyaan informasi, yaitu komunikasi lisan dan tertulis.
Apoteker, perlu memutuskan kapan suatu jenis dari metode itu digunakan untuk
menjawab lebih tepat daripada yang lain. Dalam banyak situasi klinik, jawaban
oral biasanya diikuti dengan jawaban tertulis.

a Jawaban tertulis
Jawaban tertulis merupakan dokumentasi informasi tertentu yang diberikan
kepada penanya dan menjadi suatu rekaman formal untuk penanya dan
responden. Keuntungan dari format tertulis adalah memungkinkan penanya
untuk membaca ulang informasi jawaban tersebut dan secara pelan pelan
menginterpretasikan jawaban tersebut. Komunikasi tertulis juga
memungkinkan apoteker untuk menerangkan sebanyak mungkin informasi
dalam keadaan yang diinginkan tanpa didesak penanya. Jawaban tertulis
dapat mengakomodasi tabel, grafik, dan peta untuk memperlihatkan data
secara visual (Siregar, 2004).

14
b Jawaban lisan (oral)
Setelah ditetapkan bahwa jawaban lisan adalah tepat, apoteker perlu
memutuskan jenis metode jawaban lisan yang digunakan. Ada dua jenis
metode menjawab secara lisan, yaitu komunikasi tatap muka dan komunikasi
telepon. Komunikasi tatap muka lebih disukai, jika apoteker mempunyai
waktu dan kesempatan untuk mendiskusikan temuan informasi obat dengan
penanya (Siregar, 2004).

2.6. Tujuan Dan Prioritas Pelayanan Informasi Obat


2.6.1. Tujuan Pelayanan Informasi Obat
1. Mendorong penggunaan obat secara : (Siregar, 2004)
a. Efektif
Efektif yaitu tercapainya tujuan terapi secara optimal, termasuk juga
efektivitas biaya, yang ditandai dengan keluaran positif lebih besar dari
pada keluaran negatif.
b. Aman
Aman berarti bahwa efek obat yang merugikan dapat diminimalkan dan
tidak membahayakan pasien.
c. Rasional
Rasional yaitu bahwa pengobatan dapat dipertanggungjawabkan secara
ilmiah, sehingga dengan adanya pelaksanaan pelayanan informasi obat
diharapkan obat yang diberikan kepada pasien dapat memenuhi kriteria,
yaitu tepat pasien, tepat dosis, tepat rute pemberian, dan tepat cara
penggunaan.
2. Memberikan pelayanan terhadap kebutuhan informasi obat untuk setiap
sektor profesi tenaga kesehatan dan berkontribusi aktif dalam
pertumbuhan komunitas masyarakat yang membutuhkan informasi obat.

Sedangkan menurut (Anonim, 2006) Tujuan pelayanan informasi obat adalah:

1. Menunjang ketersediaan dan penggunaan obat yang rasional, berorientasi


pada pasien, tenaga kesehatan, dan pihak lain.

15
2. Menyediakan dan memberikan informasi obat kepada pasien, tenaga
kesehatan, dan pihak lain.
3. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat terutama bagi PFT/KFT (Panitia/Komite
Farmasi dan Terapi).

Menurut (Permenkes RI, 2014) Tujuan pelayanan informasi obat adalah:

1. Menyediakan informasi mengenai Obat kepada pasien dan tenaga


kesehatan di lingkungan Rumah Sakit dan pihak lain di luar Rumah
Sakit;
2. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan yang
berhubungan dengan Obat/ Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan
Bahan Medis Habis Pakai, terutama bagi Tim Farmasi dan Terapi;
3. Menunjang penggunaan Obat yang rasional.

2.6.2. Prioritas Pelayanan Informasi Obat


Sasaran utama pelayanan informasi obat adalah penyempurnaan perawatan
pasien melalui terapi obat yang rasional. Oleh karena itu, prioritas harus diberikan
kepada permintaan informasi obat yang paling memoengaruhi secara langsung
pada perawatan pasien. prioritas untuk permintaan informasi obat diurutkan
sebagai berikut:
a. Penanganan/pengobatan darurat pasien dalam situasi hidup atau mati
b. Pengobatan pasien rawat tinggal dengan masalah terapi obat khusus
c. Pengobatan pasien ambulatori dengan masalah terapi obat khusus
d. Bantuan kepada staf profesiional kesehatan untuk penyelaesaian tanggung
jawab mereka
e. Keperluan dari berbagai fungsi PFT
f. Berbagai proyek penelitian yang melibatkan penggunaan obat.

2.7. Fungsi-Fungsi Pelayanan Informasi Obat


Seluruh jawaban yang diberikan oleh Pelayanan Informasi Obat harus
didokumentasikan sebagai catatan dari kegiatan yang dilakukan maupun sebagai
informasi yang berguna bagi pertanyaan berikutnya dan evaluasi terhadap
kegiatan pelayanan informasi obat dan program jaminan mutu (Anonim, 2006)
1. Umpan Balik

16
Permintaan informasi sebaiknya ditindak lanjuti baik secara langsung
maupun melalui mekanisme umpan balik. Hal ini dapat membantu dalam
menentukan hasil dan apakah informasi yang diberikan telah mengenai sasaran.
Informasi umpan balik penting sebagai ukuran jaminan mutu serta dalam
kaitan dengan tanggung jawab profesional.
2. Kerahasiaan Informasi
Informasi yang diberikan oleh industri farmasi termasuk data formulasi,
data efek samping atau data obat investigasi yang diberikan untuk kenyamanan
pasien harus bersifat rahasia. Informasi obat seperti ini hanya digunakan untuk
kondisi yang memungkinkan untuk dipublikasikan atau tidak. Apoteker
informasi obat mempunyai tanggung jawab untuk menyimpan sumber
informasi rahasia kepada penanya. Informasi yang berhubungan dengan pasien
harus dirahasiakan. Ketika pasien diberikan informasi khusus lainnya sebagai
tambahan informasi yang diperlukan pasien seperti literatur, publikasi dan lain
lain, identitas pasien harus disimpan. Identitas pasien harus dirahasiakan dari
pihak lain kecuali ada persetujuan dari pasien.
Dan fungsi-fungsi pelayanan informasi obat yang lainnya yaitu :
a. Mengkoordinasikan pemantauan dan pelayanan ESO.
b. Memberikan respon terhadap pertanyaan tentang obat
c. Memberikan masukan terhadap komite farmasi dan terapi di RS
d. Drug utilization review ( DUR ) / drug utilization review evaluation (DUE)
e. Pelaporan efek samping obat ( ESO )
f. Konseling pasien
g. Pembuatan buletin / news leter
h. Edukasi
i. Riset dan penelitian

Menurut (Siregar, 2004) fungsi-fungsi pelayanan informasi obat yaitu:

1 Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga


kesehatan dilingkungan rumah sakit
2 Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Komite Farmasi dan Terapi
3 Meningkatkan profesionalisme apoteker
4 Menunjang terapi obat yang rasional
5 Meningkatkan keberhasilan pengobatan

17
2.8. Sasaran Informasi Obat
Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga,
kelompok orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti yang tertera
dibawah ini :
A. Dokter
Dalam proses penggunaan obat, pada tahap penetapan pilihan obat serta
regimennya untuk seorang pasien tertentu, dokter memerlukan informasi dari
apoteker agar ia dapat membuat keputusan yang rasional. Informasi obat
diberikan langsung oleh apoteker, menjawab pertanyaan dokter melalui
telepon atau sewaktu apoteker menyertai tim medis dalam kunjungan ke ruang
perawatan pasiean atau dalam konferensi staf medis (Siregar, 2004)

B. Perawat
Dalam tahap penyampaian atau distribusi oabt kepada PRT dalam
rangkaian proses penggunaan obat, apoteker memberikan informasi obat
tentang berbagai aspek oabt pasien, terutama tentang pemberian obat. Perawat
adalah profesional kesehatan yaang paling banyak berhubungan dengan
pasien karena itu, perawatlah yang pada umumnya yang pertama mengamati
reaksi obat merugikan atau mendengar keluhan mereka. Apoteker adalah yang
paling siap, berfungsi sebai sumber informasi bagi perawat. Informasi yang
dibutuhkan perawat pada umumnya harus praktis, seera, dan ringkas,
misalnya frekuensi pemberian dosis, metode pemberian obat, efek samping
yang mungkin, penyimpanan obat, inkompatibilitas campuran sediaan
intravena, dll (Siregar, 2004).
C. Pasien
Informasi yang dibutuhkan pasien, pada umumnya adalah informasi
praktis dan kurang ilmiah dibandingkan dengan informasi yang dibutuhkan
profesional kesehatan. Informasi obat untuk PRT diberikan apoteker sewaktu
menyertai kunjungan tim medik ke ruang pasien; sedangkan untuk pasien
rawat jalan, informasi diberikan sewaktu penyerahan obatnya. Informasi obat
untuk pasien pada umumya mencangkup cara penggunaan obat, jangka waktu

18
penggunaan, pengaruh makanan pada obat, penggunaan obat bebas dikaitkan
dengan resep obat, dan sebagainya (Siregar, 2004).
D. Apoteker
Setiap apoteker suatu rumah sakit masing-msaing mempunyai tugas atau
fungsi tertentu, sesuai dengan pendalaman pengetahuan pada bidang tertentu.
Apoteker yang langsung berinteraksi dengan profesional kesehatan dan
pasien, seing menerima pertanyaan mengenai informasi obat dan pertanyaan
yang tidak dapat dijawabnya dengan segera, diajukan kepada sejawat apoteker
yang lebih mendalami pengetahuan informasi obat. Apoteker apotek dapat
meminta bantuan informasi obat dari sejawat di rumah sakit (Siregar, 2004).
E. Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Peneliti
Selain kepada perorangan, apoteker juga memberikan informasi obat
kepada kelompok profesional kesehatan, misalnya mahasiswa, masyarakat,
peneliti, dan kepanitiaan yang berhubungan dengan obat. Kepanitiaan di
rumah sakit yang memerlukan informasi obat antara lain, panitia farmasi dan
terapi, panitia evaluasi penggunaan obat, panitia sistem pemantauan kesalahan
obat, panitia sistem pemantauan dan pelaporan reaksi obat merugikan, tim
pengkaji penggunaan oabt retrospektif, tim program pendidikan in-service
dan sebagainya (Siregar, 2004).

2.9. Kategori Pelayanan Informasi Obat


a. Menjawab pertanyaan spesifik yang diajukan melalui telpon, surat atau
tatap muka.
b. Meyiapkan materi brosur atau leflet informasi obat (pelayanan cetak ulang
atau re print).
c. Konsultasi tentang cara penjagaan terhadap reaksi ketidakcocokan obat,
konsep-konsep obat yang sedang dalam penelitian atau peninjauan
penggunaan obat-obatan.
d. Mendukung kegiatan panitia farmasi terapi dalam menyusun formularium
rumah sakit dan meninjau terhadap obat-obat baru yang diajukan untuk
masuk dalam formularium rumah sakit.

19
KATEGORI
NO CONTOH PERTANYAAN
PERTANYAAN
Dapatkah ranitidin menyebabkan keracunan hati?
1 Reaksi merugikan
Apa saja efek samping rifampisin?
Bagaimana dosis fenitoin untuk status epilepsi?
Bagaimana dosis gentamisin untuk penderita
2 Dosis
gangguan ginjal?
Bagaimana dosis PCT untuk bayi 6 bulan?
Dapatkah karbamazepin diberikan secara rektal?
3 Pemberian obat Seberapa cepat simetidin dapat diberikan secara IV?
Bolehkah penisiliin diberikan peroral?
Apa nama obat baru untuk tukak peptik produksi
industri farmasi X?
Apa saja nama dagang obat generik ampisilin yang
4 Identifikasi obat
tersedia secara komersial?
Apa nama obat baru yang disetujui untuk
endometriosis?
Amankah asetosal dan warfarin diberikan
bersamaan?
Dapatkah tetrasiklin diberikan bersamaan dengan
5 Interaksi obat
susu?
Apakah sefaleksin mempengaruhi penetapan glukosa
serum?
Seberapa efektif mesalamin untuk pengobatan
6 Indikasi ulseratif kolitis?
Untuk apa digunakan vibramisin?
Dapatkah heparin dan nitroprusid ditambahkan
Kompatibilitas
kedalam botol atau kantong IV yang sama?
7 intavaskular atau
Dapatkah morfin dan difenhidramin ditarik kedalam
intramuskular
spuit yang sama?
Berapa waktu paruh streptokinase?
8 Farmakokinetik Berapa banyak fenitoin harus diberikan kepada
penderita dengan konsentrasi steady state 5mg/ml?
9 Teratogenitas Apa resiko terhadap janin seorang ibu jika ia
mengonsumsi asetosal 650 mg 2 x sehari untuk 2

20
minggu selama trimester pertamanya?
Antibiotik apa yang dapat digunakan untuk
mengobati infeksi saluran urin pada seorang ibu
yang memasuki trimester ketiganya?
Toksisitas dan Apa gejala pada seorang penderita yang
10
keracunan mengonsumsi tablet luminal secara berlebihan?
Apa obat pilihan untuk penyakit Parkinson?
Bagaimana mekanisme kerja antibiotik
Terapi dan
11 aminoglikosida?
farmakologi
Apa kelebihan nifedipin dalam pengobatan
hipertensi?
Bagaimana menghitung dosis obat pediatri
berdasarkan luas permukaan tubuh?
Perhitungan
12 Kecepatan suatu IV adalah 199 ml/jam. Berapa
farmasetik
seharusnya kecepatan sediaan IV tersebut dalam
tetes atau menit?

21
2.10. Evaluasi kegiatan

Evaluasi ini digunakan untuk menilai atau mengukur keberhasilan


pelayanan informasi obat itu sendiri dengan cara membandingkan tingkat
keberhasilan sebelum dan sesudah dilaksanakan pelayanan informasi obat
(Anonim, 2006).
Untuk mengukur tingkat keberhasilan penerapan pelayanan informasi
obat, indikator yang dapat digunakan antara lain :
1) Meningkatkan jumlah pertanyaan yang diajukan.
2) Menurunnya jumlah pertanyaan yang tidak dapat dijawab.
3) Meningkatnya kualitas kinerja pelayanan.
4) Meningkatnya jumlah produk yang dihasilkan (leflet, buletin,
ceramah).
5) Meningkatnya pertanyaan berdasarkan jenis pertanyaan dan tingkat
kesulitan.
6) Menurunnya keluhan atas pelayanan (Anonim, 2006).

22
23
2.11. Contoh Tanya Jawab PIO
Contoh pertanyaan yang diajukan pada PIO dari pihak-pihak tersebut
antara lain:
1. Tanya Jawab Apoteker pada PIO
Seorang Apoteker datang ke Pusat PIO ingin menanyakan tentang timbulnya
nekrosis hati akibat penggunaan parasetamol.
PIO : Selamat siang bu. Ada yang bisa kami bantu?
Apoteker :Iya pak, saya Apoteker dari Rumah Sakit Banjarbaru. Saya
ingin bertanya tentang Parasetamol yang bisa menyebabkan
nekrosis pada hati. Bagaimana ya hal tersebut bisa terjadi?
PIO : Oh iya bu. Sebentar saya cek data Parasetamol.
Apoteker : Iya.
Beberapa menit kemudian,
PIO : Seperti yang telah kita ketahui Parasetamol merupakan
obat analgesik yang mekanisme kerjanya adalah
meningkatkan ambang rasa nyeri di hipotalamus otak

24
dengan menghambat sintesis prostaglandin di sistem saraf
pusat. Parasetamol pada dosis normal relatif aman dan tidak
toksik, tetapi pada dosis tinggi dapat menimbulkan nekrosis
hati. Hal ini disebabkan karena asetaminofen mengalami N-
hidroksilasi membentuk N-hidroksiasetaminofen dan secara
spontan mengalami dehidrasi pada gugus N-hidroksilamid,
yang menghasilkan N-asetilimidokuinon yang sangat
reaktif. Nah, N- asetilimidokuinon inilah yang dapat
membentuk ikatan kovalen dengan makromolekul hati
sehingga terjadi nekrosis.
Apoteker : Oh begitu ya terjadinya nekrosis pada hati akibat
kereaktifan N-asetilimidokuinon yang membentuk ikatan
kovalen dengan makromolekul hati.
PIO : Iya bu betul. Ini bisa dilihat mekanisme kimianya:

Apoteker : Oh iya saya mengerti. Terima kasih atas penjelasannya


pak.

2. Tanya Jawab Dokter pada PIO


Seorang Dokter menghubungi Pusat PIO via telepon. Dokter tersebut ingin
menanyakan tentang pemilihan antibiotik yang tepat untuk kasus Melioidosis
Osteomyelitis.
PIO : Hai selamat siang. Kami Pusat Pelayanan Informasi Obat
(PIO). Ada yang bisa kami bantu?
Dokter : Iya siang pak. Saya Dokter dari Rumah Sakit Banjarbaru
ingin berkonsultasi tentang pemilihan antibiotik yang tepat.
PIO : Oh iya, silahkan pak. Pemilihan antibiotik untuk kasus
penyakit apa?
Dokter : Emm.. Begini, 3 bulan yang lalu, pasien saya didiagnosis
mengalami kasus Melioidosis Osteomyelitis dan diketahui

25
bakteri penyebabnya adalah Burkholderia pseudomallei.
Diagnosa ini berdasarkan keluhan bengkak pada inguinal dan
hasil USG yang menunjukkan multiple liver absescess. Saya
telah meresepkan kotrimoksazol oral 500 mg dan doxycyclin
100 mg 2 kali sehari yang dengan pertimbangan spektrumnya
dapat mengatasi bakteri gram positif, gram negatif, misc, dan
anaerob. Namun, tadi pasien tersebut datang kembali dengan
bengkak pada bagian atas lututnya. Bagaimana menurut anda
terhadap kasus ini?
PIO : Apakah uji kultur telah dilakukan Dok?
Dokter : Saat pertama pengobatan, uji kultur dilakukan pada nanah
untuk mengetahui organisme penyebabnya.
PIO : Pertimbangan anda untuk memilih antibiotik berspektrum
luas sudah bagus untuk menghindari masuknya bakteri ke
sistemik. Bila telah mengetahui bakteri penyebabnya, dapat
dilakukan uji kultur untuk mengetahui sensitivitas bakteri
terhadap antibiotik. Uji kultur ini dilakukan pada darah pasien.
Dokter : Oh iya, saya akan meminta bagian analis di Rumah Sakit
untuk melakukan uji kultur.
PIO : Baiklah Dok, sementara menunggu hasil uji kultur tersebut,
kami Pusat PIO akan mencek data informasi tentang antibiotik
untuk kasus Melioidosis Osteomyelitis tersebut.
Dokter : Iya pak, terima kasih atas informasi tadi. Nanti saya hubungi
kembali setelah hasil uji kultur diperoleh.
Setelah 3 hari, hasil uji kultur berhasil diperoleh sensitivitas bakteri terhadap
antibiotik.
PIO : Halo selamat siang. Kami Pusat Pelayanan Informasi Obat
(PIO). Ada yang bisa kami bantu?
Dokter : Iya siang pak. Ini saya Dokter dari Rumah Sakit Banjarbaru
yang menangani kasus Melioidosis Osteomyelitis yang telah
berkonsultasi 3 hari yang lalu.
PIO : Oh iya Dok. Bagaimana hasil uji kultur diperoleh dari darah
pasien anda tersebut?
Dokter : Hasilnya Burkholderia pseudomallei yang telah ditumbuhkan
sensitif terhadap Amoxicillin klavulanat dan ceftazidim.

26
PIO : Sebentar Dok, saya cek data antibiotik tersebut
Beberapa menit kemudian,
PIO : Dok, ini data Amoxicillin klavulanat dan cefatizim dapat
mengatasi bakteri Burkholderia pseudomallei yang merupakan
bakteri gram negatif bipolar, bersifat aerobik, dan berbentuk
batang motil.
Dokter : Jadi bisa digunakan kombinasi antibiotik tersebut dalam
mengatasi kasus ini?
PIO : Iya dok. Dosis pemberian Amoxicillin klavulanat 625
mg/12 jam per oral dan ceftazidim 2 gr/8 jam secara intra vena
(i.v). Selain itu, untuk mengatasi tulang yang terinfeksi dapat
dilakukan radical debridement untuk meletakkan ceftazidim
yang diisikan dengan blok Ca-hidroksiapatit. Pengobatan
dengan kombinasi antibiotik tersebut akan menurunkan
multiple liver absescess.
Dokter : Bagaimana radical debridement tersebut bila telah beberapa
tahun? Apakah harus dilakukan pengambilan kembali?
PIO : Tidak perlu diambil kembali Dok. Radical debridement yang
dilakukan pengisian dengan blok Ca-hidroksiapatit akan
menyatu dengan tulang host setelah beberapa tahun. Untuk
memantau Radical debridement tersebut bisa dengan CT
(Computer Tomography).
Dokter : Iya pak, terima kasih banyak atas informasi yang diberikan.
3. Tanya Jawab Pasien pada PIO
Seorang Pasien datang ke Pusat PIO ingin menanyakan tentang keluhan
yang dialami setelah mengkonsumsi obat yang diresepkan oleh dokter.
PIO : Selamat siang pak. Ada yang bisa kami bantu?
Pasien : Iya bu. Saya ingin bertanya tentang informasi obat
warfarin.
PIO : Oh iya sebentar bu, saya cek datanya terlebih dahulu.
Beberapa menit kemudian,
PIO : Warfarin digunakan untuk menghindari penggumpalan
darah. Warfarin digunakan untuk mencegah serangan jantung,
stroke, dan gumpalan darah dalam pembuluh vena dan arteri.

27
Pasien : Iya betul kata dokter untuk mencegah serangan jantung
saya. Tetapi, yang menjadi permasalahannya adalah sering
terjadi pendarahan. Mengapa hal ini bisa terjadi?
PIO : Ini data warfarin. Salah satu efek samping yang
ditimbulkan adalah pendarahan. Awali dengan dosis 5-10
mg/hari, dosis pemeliharaan biasanya 2-10 mg setiap hari
(mungkin diperlukan dosis loading dan pemeliharaan di luar
pedoman ini).
Pasien : Saya mengkonsumsinya sesuai resep dokter 2 mg setiap
hari. Berarti dosisnya sudah tepat. Tetapi, kenapa ya justru
saya sering mengalami pendarahan?
PIO : Apakah bapak mengkonsumsi obat lain?
Pasien : Tidak.
PIO : Apakah bapak mengkonsumsi herbal tertentu?
Pasien : Emm.. Oh iya, saya biasanya mengkonsumsi ginseng.
Apakah itu berpengaruh?
PIO : Iya bu. Berdasarkan data, warfarin akan meningkatkan efek
sampingnya jika mengkonsumsi herbal seperti ginseng,
bawang putih, dan lainnya.
Pasien : Oh pantas saja sering terjadi pendarahan. Berarti saya harus
menghindari makanan seperti itu. Terima kasih atas informasi
yang diberikan.

2.12. Dokumentasi
Setelah terjadi interaksi antara penanya dan pemberi jawaban, maka
kegiatan tersebut harus didokumentasikan. Manfaat dokumentasi adalah :
1. Mengingatkan apoteker tentang informasi pendukung yang diperlukan
dalam menjawab pertanyaan dengan lengkap.
2. Sumber informasi apabila ada pertanyaan serupa
3. Catatan yang mungkin akan diperlukan kembali oleh penanya.
4. Media pelatihan tenaga farmasi
5. Basis data penelitian, analisis, evaluasi, dan perencanaan layanan.
6. Bahan audit dalam melaksanakan Quality Assurance dari pelayanan
informasi
7. obat.

Contoh Formulir Pelayanan Informasi Obat

28
FORMULIR PELAYANAN INFORMASI OBAT

No. Formulir :
Tanggal Masuk :

NAMA :
__________________________________________

ALAMAT :
__________________________________________

__________________________________________

NO TELEPON :
__________________________________________

JENIS IDENTITAS* :
(KTP/SIM/PASSPORT)______________________

NO. IDENTITAS :
__________________________________________

JENIS KELAMIN :
__________________________________________

TEMPAT & TANGGAL LAHIR :


__________________________________________

PENDIDIKAN TERAKHIR :
__________________________________________

PEKERJAAN :
__________________________________________

ALAMAT PEKERJAAN :
__________________________________________

29
__________________________________________

ALAMAT E-MAIL :
__________________________________________

PERTANYAAN :
__________________________________________

_________________________________________

INTI PERTANYAAN :
__________________________________________

__________________________________________

ALASAN :
__________________________________________

__________________________________________

JAWABAN PERTANYAAN :
__________________________________________

__________________________________________

__________________________________________

__________________________________________

TANGGAL KELUAR :
__________________________________________

30
Pekanbaru,.....................................

Pemohon,

(......................................)

BAB III

PENUTUP

3.1. Kesimpulan
PIO adalah suatu kegiatan pelayanan yang dilakukan oleh apoteker untuk
memberikan informasi secara akurat, tidak bias, dan terkini baik kepada
dokter, apoteker, perawat, profesi kesehatan lainnya dan pasien.
Sumber informasi obat mencakup dokumen, fasilitas, lembaga, dan
manusia. Dokumen mencakup pustaka farmasi dan kedokteran, terdiri atas
majalaj ilmiah, buku teks, laporan penelitian, dan farmakope. Pustaka obat
digolongkan dalam empat kategori, yaitu:
1. Pustaka primer
2. Pustaka sekunder
3. Pustaka tersier
Metode pelayanan informasi obat terdiri dari :
a. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker selama 24 jam atau on
call disesuaikan dengan kondisi rumah sakit.
b. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja,
sedang diluar iam kerja dilayani oleh apoteker instalasi farmasi yang
sedang tugas jaga.
c. Pelayanan informasi obat dilayani oleh apoteker pada jam kerja, dan
tidak ada pelayanan informasi obat diluar jam kerja.

31
d. Tidak ada petugas khusus pelayanan informasi obat, dilayani oleh
semua apoteker instalasi farmasi, baik pada jam kerja maupun diluar
jam kerja.
e. Tidak ada apoteker khusus, pelayanan informasi obat dilayani oleh
semua apoteker instalasi farmasi di jam kerja dan tidak ada pelayanan
informasi obat diluar jam kerja.
Tujuan pelayanan informasi obat yaitu :
a. Menyediakan informasi mengenai obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan di lingkungan rumah sakit.
b. Menyediakan informasi untuk membuat kebijakan-kebijakan yang
berhubungan dengan obat, terutama bagi Panitia/Komite Farmasi dan
Terapi.
c. Meningkatkan profesionalisme apoteker.
d. Menunjang terapi obat yang rasional
Fungsi-fungsi pelayanan informasi obat yang lainnya yaitu :
a. Mengkoordinasikan pemantauan dan pelayanan ESO.
b. Memberikan respon terhadap pertanyaan tentang obat
c. Memberikan masukan terhadap komite farmasi dan terapi di RS
d. Drug utilization review ( DUR ) / drug utilization review evaluation
(DUE)
e. Pelaporan efek samping obat ( ESO )
f. Konseling pasien
g. Pembuatan buletin / news leter
h. Edukasi
i. Riset danpenelitian
Yang dimaksud dengan sasaran informasi obat adalah orang, lembaga,
kelompok orang, kepanitiaan, penerima informasi obat, seperti yang
tertera dibawah ini :
a. Dokter
b. Perawat
c. Pasien
d. Apoteker
e. Kelompok, Tim, Kepanitiaan, dan Peneliti

3.2. Saran
Saran yang penulis sampaikan hendaklah makalah ini dapat bermanfaat
secara teoritis dan praktis sesuai dengan tujuan makalah ini terutama bagi
pembaca.

32
Dalam makalah ini masih banyak kekurangan baik dari segi penyampaian
isi, maupun penyajian makalah oleh karna itu, diharapkan kepada Penulis lain
yang ingin membahas materi yang sama, agar lebih baik dan lebih detail lagi
dalam membuat makalah tentang Titrasi Asam Basa, karena masih ada bahkan
masih banyak pembahasan tentang makalah kami ini yang belum penulis
sampaikan.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. Permenkes RI NO. 58 tahun 2014 tentang Standar Pelayanan


Kefarmasian Di Rumah Sakit. Jakarta: Permenkes RI

33
Anonim. 2006. Keputusan Direktur Jenderal Bina Kefarmasian Dan Alat
Kesehatan No.Hk.00.Dj.Ii.924 Tentang Pembentukan Tim Penyusun
Pedoman Pelayanan Kefarmasian Di Puskesmas.
Direktorat jendral pelayanan kefarmasian dan alat kesehatan departemen
kesehatan RI : 2006
Kurniawan, W. K., dan Chabib, L. 2010. Pelayanan Informasi Obat Teori dan
Praktik, Graha Ilmu. Yogyakarta.
Siregar, Charles. JP., 2004. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Cetakan.
I, Penerbit EGC: Jakarta.
Siregar dkk. 2003. Farmasi Rumah Sakit Teori dan Penerapan. Buku Kedokteran
EGC : Jakarta
Siregar, Charles .2006. Farmasi klinik,teori dan penerapan. EGC : Jakarta.
Wahyu, Dadang. 2010. Pelayanan Informasi Obat dan Praktek. Yogyakarta :
Graha Ilmu

34

Anda mungkin juga menyukai