Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH MANAJEMEN FARMASI

ASPEK-ASPEK CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK


(ORGANISASI, MANAJEMEN,DAN PERSONALIA)

Disusun oleh :
Revy Aprilia 41191097000003
Luluk Muchoyaratul 41191097000013
Asep Sumarna 41191097000023
Andi Ayulestari 41191097000030
Rani Fitria 41191097000033
Syifa Rizkia Arumawati 41191097000043
Khoirun Nisa’ 41191097000053
Arumpuspa A 41191097000063
Raaflyan Wahyu Putra 41191097000073
Fathan Luthfi 41191097000083

Dosen :
Mulyadi Sirin, M.M., Apt

PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER


UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2019
KATA PENGANTAR

Assalamu’alikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang yelah memberikan kemudahan seingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Sholawat beserta salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita
yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nati-natikan syafa’atnya di akhirat nanti.

Penulis mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahan nikmat


sehat-Nya, baik itu berupa sehat fisik maupun akal pikiran. Sehingga penulis
mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah sebagai salah satu syarat
melengkapi tugas mata kuliah Manajemen Farmasi dengan judul “Aspek-Aspek
Cara Distribusi Obat yang Baik (Organisasi, Manajemen,dan Personalia)”.

Penulis tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna
dan masih banyak terdapat kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu,
penulis mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya
makalah ini nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Akhir kata
penulis berharap semoga makalah ini dapat berguna dan bermanfaat khususnya bagi
penulis dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, 23 Agustus 2019

Ttd
Kelompok III

ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL........................................................................................ i
KATA PENGANTAR ..................................................................................... ii
DAFTAR ISI .................................................................................................... iii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2
1.4 Manfaat penulisan ...................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................... 3
2.1 Obat ............................................................................................................ 3
2.2 Distribusi obat ............................................................................................ 3
2.3 Cara Distribusi Obat Yang Baik (CDOB) ........................................ 4
2.3.1 Terdapat prinsip-prinsip yangberlaku di dalam CDOB.................... 5
2.3.2 Aspek dalam CDOB ......................................................................... 5
2.3.2.1.1 Organisasi .................................... ..........................5
2.3.2.1.2 Personalia.............................................................. 6
2.3.2.1.3 Penanggung jawab
2.3.2.1.4 Kualifikasi dan pengalaman personil .................... 8
2.3.2.1.5 Jumlah Personil ...................................................... 8
2.3.2.1.6 Higine .................................................................... 8
2.3.2.3.1 Manajemen Mutu .............................................................. 8
2.3.2.3.1 Sistem Mutu ......................................................... 9
BAB III PENUTUP.......................................................................................... 12
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 13

iii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam
bidang kesehatan maka semakin tinggi juga kesadaran masyarakat dalam
meningkatkan kesehatan. Obat merupakan komoditi utama yang digunakan
manusia untuk menunjang kesehatannya. Begitu pentingnya obat dalam hidup
manusia sehingga dalam pembuatannya pun harus memenuhi kriteria efficacy,
safety, dan quality. Kriteria tersebut harus terpenuhi mulai dari pembuatan,
pendistribusian hingga penyerahan obat ke tangan konsumen haruslah diperhatikan
agar kualitas obat tersebut tetap terjaga sampai pada akhirnya obat tersebut
dikonsumsi oleh pasien.
Pemerintah telah menetapkan Cara Distribusi Obat yang Baik disingkat
CDOB yaitu standar distribusi obat yang baik untuk memastikan kualitas produk
yang baik dipertahankan sepanjang jalur distribusi. Yang dimaksud distribusi obat
adalah setiap kegiatan atau seragkaian kegiatan meliputi pengadaan, pembelian,
penyimpanan, penyaluran kepada pihak yang berwenang. Penerapan CDOB ini
diharapkan dapat mempertahankan dan memastikan bahwa mutu obat yang diterima
oleh pasien sama dengan mutu obat yang dikeluarkan oleh industri farmasi.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dalam makalah


ini adalah :
a. Apa pengertian cara distribusi yang baik ?
b. Kapan diberlakukannya cara distribusi obat yang baik ?
c. Bagaimana prinsip umum cara distribusi obat yang baik ?
d. Apa saja aspek-aspek cara distribusi obat yang baik ?
e. Mengapa pendistribusian obat harus dilakukan dengan baik ?
f. Dimana tempat penyaluran /pendistribusian obat ?
g. Siapa yang bertanggung jawab dalam pendistribusian obat ?

1
2

1.3. Tujuan Penulisan

Mengevaluasi pelaksanaan perundang-undangan tentang cara distribusi


obat yang baik.

1.4. Manfaat
a) Bagi masyarakat
Makalah ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai salah satu sumber
informasi bagaimana penerapan perundang-undangan yang dilakukan
serta menjadi sumber pengetahuan bagaimana regulasi dan sanksi
administrasi yang diterapkan oleh BPOM.
b) Bagi Pemerintah
Makalah ini dapat memberikan gambaran mengenai pelaksanaan
peraturan perundang-undangan mengenai teknis cara distribusi obatyang
baik pada mata rantai jalur-jalur pendistribusia nobat.
c) Bagi Penulis
Hasil pengkajian dapat menambah wawasan mengenai peraturan
perundang-undangan tentang Cara Distribusi Obat yang Baik serta teknis
pelaksanaan dan sanksi-sanksi administratifnya sebagai tindak lanjut
persyaratan kualifikasi CDOB sesuai dengan aturan yangberlaku.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 OBAT
Pengertian obat menurut Surat Keputusan Mentri Kesehatan RI
No.193/kab/B.VII/71 adalah suatu bahan atau paduan bahan-bahan yang
dimaksudkan untuk digunakan dalam menetapkan diagnosis, mencegah,
mengurangkan, menghilangkan, menyembuhkan penyakit atau gejala penyakit.
Obat berperan penting dalam pelayanan serta peningkatan kesehatan.

2.2 DISTRIBUSI OBAT

Menurut Management Sciencefor Health (2012), pengelolaan obat meliputi


seleksi, pengadaan, distribusi, dan penggunaan obat, yang mana pengelolaan obat
tersebut membentuk siklus yang saling menunjang dan saling melengkapi seperti
sebuah rantai yang tidak terputus.
Distribusi adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan meliputi
pengadaan, pembelian, penyimpanan, penyaluran, importasi, eksportasi obat dan
/atau bahan obat, tidak termasuk penyerahan obat langsung kepada pasien
(Anonim,2012). Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 51
tahun 2009 tentang Pekerjaan Kefarmasian Pasal 14 Ayat1 “Setiap Fasilitas
Distribusi atau Penyaluran Sediaan Farmasi berupa obat harus memiliki seorang
Apoteker sebagai penanggung jawab.”
Jalur distribusi obat pada umumnya diawali dari industri farmasi kemudian
disalurkan kepada PBF yang kemudian PBF akan menyalurkan atau
mendistribusikan obat pada PBF cabang, apotek, instalasi farmasi rumah sakit,
balai pengobatan, dan gudang farmasi.Untuk narkotik dan psikotropika memiliki
jalur distribusi sendiri. Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35
Tahun 2009 tentang narkotika menyebutkan bahwa Industri Farmasi tertentu hanya
dapat menyalurkan Narkotika kepada PBF tertentu, apotek, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah tertentu dan rumah sakit. PBF tertentu hanya dapat
menyalurkan narkotika kepada PBF tertentu lainnya, apotek, sarana penyimpanan
sediaan farmasi pemerintah tertentu, dan lembaga ilmu pengetahuan. Untuk

3
4

sarana penyimpanan sediaan farmasi pemerintah tertentu hanya dapat menyalurkan


narkotika kepada rumah sakit pemerintah, pusat kesehatan masyarakat, dan
balai pengobatan pemerintah tertentu. Sedangkan untuk narkotika golongan I
hanya dapat disalurkan oleh PBF tertentu kepada lembaga ilmu pengetahuan.
Berdasarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 1997
menyatakan penyaluran psikotropika hanya dapat dilakukan oleh pabrik obat
kepada PBF, apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah sakit,
dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. PBF dapat meyalurkannya
kepada PBF lain apotek, sarana penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah, rumah
sakit, dan lembaga penelitian dan/atau lembaga pendidikan. Pada sarana
penyimpanan sediaan farmasi Pemerintah dapat menyalurkannya kepada
puskesmas dan balai pengobatan. Sedangkan untuk psikotropika golongan I hanya
dapat disalurkan oleh pabrik obat dan PBF kepada lembaga penelitian dan/ atau
lembaga pendidikan saja.

2.3 CARA DISTRIBUSI OBAT YANG BAIK (CDOB)

Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) menurut


Peraturan Kepala Badan PengawasObatdan Makanan Republik Indonesia No.
Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 adalah peraturan perundang-undangan yang
mengatur bagaimana cara distribusi atau penyaluran obat dan atau bahan obat yang
bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur distribusi atau jalur penyaluran sesuai
persyaratan dan tujuan penggunaannya. Seluruh aspek yang menyangkut
bagaimana cara mendistribusikan obat yang baik guna menjamin mutu dan kualitas
dari suatu obat atau bahan obat sehingga ketika sampai kepada konsumen
kualitasnya tetap sama seperti pada saat pembuatannya yang senantiasa memenuhi
persyaratan yang berlaku sepanjang proses alur distribusi produk sehingga tidak
terpengaruh akan faktor eksternal maupun faktor internal.
Penerapan CDOB oleh PBF dan PBF cabang dalam menyelenggarakan
pengadaan, penyimpanan, dan penyaluran obat dan atau bahan obat selain itu
Instalasi Sediaan Farmasi yang menyelenggarakan pengadaan, penyimpanan, dan
penyaluran obat dan atau bahan obat juga wajib menerapkan Pedoman Teknis
CDOB. Pelanggaran terhadap ketentuan Pedoman Teknis CDOB dapat dikenai
5

sanksi adminstratif, yaitu: peringatan, peringatan keras, penghentian sementara


kegiatan dan pencabutan izin.

2.3.1 Terdapat prinsip-prinsip yangberlaku di dalam CDOB:


(1) Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk
aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian obat
dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi.
(2) Semua pihak yang terlibat dalam distribusi obat dan/atau bahan obat
bertanggung jawab untuk memastikan mutu obat dan/atau bahan obat dan
mempertahankan integritas rantai distribusi selama proses distribusi.
(3) Prinsip-prinsip CDOB berlaku juga untuk obat donasi, baku pembanding
dan obat uji klinis.
(4) Semua pihak yang terlibat dalam proses distribusi harus menerapkan
prinsip kehati-hatian (duediligence) dengan mematuhi prinsip CDOB,
misalnya dalam prosedur yang terkait dengan kemampuan telusur dan
identifikasi risiko.
(5) Harus ada kerjasama antara semua pihak termasuk pemerintah, bea dan
cukai, lembaga penegak hukum, pihak yang berwenang, industri farmasi,
fasilitas distribusi dan pihak yang bertanggung jawab untuk penyediaan
obat, memastikan mutu dan keamanan obat serta mencegah paparan obat
palsu terhadap pasien.

2.3.2 Aspek dalam CDOB meliputi :

Aspek CDOB yang akan dibahas hanya mengenai Organisasi,


Manajemen,dan Personalia.

2.3.2.1 ORGANISASI
1. Harus ada struktur organisasi untuk tiap bagian yang dilengkapi
denganbagan organisasi yang jelas. Tanggung jawab, wewenang
danhubungan antar semua personil harus ditetapkan dengan jelas.
2. Tugas dan tanggung jawab harus didefinisikan secara jelas dan dipahami
oleh personil yang bersangkutan serta dijabarkan dalam uraian tugas.
Kegiatan tertentu yang memerlukan perhatian khusus,
6

misalnyapengawasan kinerja, dilakukansesuai dengan ketentuan


danperaturan. Personil yang terlibat di rantai distribusiharus diberi
penjelasan dan pelatihan yang memadai mengenai tugas dan tanggung
jawabnya.
3. Personil yang bertanggungjawab dalam kegiatan manajerial dan teknis
harus memiliki kewenangan dan sumber daya yang diperlukan untuk
menyusun, mempertahankan, mengidentifikasi dan memperbaiki
penyimpangan sistem mutu.
4. Tiap personil tidak dibebani tanggung jawab yang berlebihan untuk
menghindari risiko terhadap mutu obat dan/atau bahan obat.
5. Harus tersedia aturan untuk memastikan bahwa manajemen dan personil
tidak mempunyai konflik kepentingan dlam aspek komersial, politik,
keuangan dan tekanan lain yang dapat berpengaruh terhadap mutu
pelayanan atau integritas obat dan/atau bahan obat. Hendaklah personil
tersebut tidak mempunyai kepentingan lain di luar organisasi yang dapat
menghambat atau membatasi kewajibannya dalam melaksanakan
tanggung jawab atau yang dapat menimbulkan konflik kepentingan pribadi
atau finansial.
6. Harus tersedia prosedur keselamatan yang berkaitan dengan semua aspek
yang sesuai, misal keamanan personil dan sarana, perlindungan
lingkungan dan integritas obat dan/atau bahan obat. Disediakan prosedur
keselamatan se-relevan mungkin baik untuk personil maupun sarana serta
lingkungan, yang juga akan berguna untuk memastikan ketetapan mutu
dan meningkatkan mutu.

2.3.2.2 PERSONALIA

2.3.2.2.1 Penanggung Jawab

Fasilitas distribusi harus menunjuk seorang penanggung jawab yang


bertugas purna waktu dan memenuhi persyaratan sesuai dengan peraturan
perundang-undangan. Jika penanggung jawab distribusi tidak dapat melaksanakan
tugasnya dalam waktu yang ditentukan, maka harus dilakukan pendelegasian tugas
kepada tenaga teknis kefarmasian. Tenaga teknis kefarmasian yang mendapat
7

pendelegasian wajib melaporkan kegiatan yang dilakukan kepada penanggung


jawab. Penanggung jawab dalam pelaksanaan tugasnya harus memastikan bahwa
fasilitas distribusi telah menerapkan CDOB dan memenuhi pelayanan publik.
Penanggung jawab harus seorang Apoteker yang memenuhi kualifikasi dan
kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan. Tanggung jawab seorang
penanggung jawab antara lain :

1) Menyusun, memastikan dan mempertahankan penerapan sistemmanajemen


mutu;
2) Fokus pada pengelolaan kegiatan yang menjadi kewenangannyaserta menjaga
akurasi dan mutu dokumentasi;
3) Menyusun dan/atau menyetujui program pelatihan dasar danpelatihan lanjutan
mengenai CDOB untuk semua personil yangterkait dalam kegiatan distribusi;
4) Mengkoordinasikan dan melakukan dengan segera setiap kegiatanpenarikan
obat dan/atau bahan obat;
5) Memastikan bahwa keluhan pelanggan ditangani dengan efektif;
6) Melakukan kualifikasi dan persetujuan terhadap pemasok danpelanggan;
7) Meluluskan obat dan/atau bahan obat kembalian untukdikembalikan ke dalam
stok obat dan/atau bahan obat yangmemenuhi syarat jual;
8) Turut serta dalam pembuatan perjanjian antara pemberi kontrakdan penerima
kontrak yang menjelaskan mengenai tanggung jawabmasing-masing pihak
yang berkaitan dengan distribusi dan/atautransportasi obat dan/atau bahan obat;
9) Memastikan inspeksi diri dilakukan secara berkala sesuai programdan tersedia
tindakan perbaikan yang diperlukan;
10) Mendelegasikan tugasnya kepada Apoteker/tenaga tekniskefarmasian yang
telah mendapatkan persetujuan dari instansiberwenang ketika sedang tidak
berada di tempat dalam jangkawaktu tertentu dan menyimpan dokumen yang
terkait dengan setiappendelegasian yang dilakukan;
11) Turut serta dalam setiap pengambilan keputusan untukmengkarantina atau
memusnahkan obat dan/atau bahan obatkembalian, rusak, hasil penarikan
kembali atau diduga palsu;
12) Memastikan pemenuhan persyaratan lain yang diwajibkan untuk obat dan/atau
bahan obat tertentu sesuai peraturan perundang-undangan.
8

2.3.2.2.2 Kualifikasi dan Pengalaman Personil

Penanggung jawab harus menjaga kompetensinya dalam CDOB melalui


pelatihan rutin berkala. Di samping itu, pelatihan harus mencakup aspek identifikasi
dan menghindari obat dan/atau bahan obat palsu memasuki rantai distribusi. Pada
obat dan/atau bahan obat yang memerlukan penanganan khusus seperti obat dan/
atau bahan berbahaya bahan radioaktif, narkotika, psikotropika, rentan untuk
disalahgunakan, dan sensitif terhadap suhu harus diberikan pelatihan khusus kepada
personil.

2.3.2.2.3 Jumlah Personil

Kekurangan jumlah personil cenderung memengaruhi kualitas obat, karena


tugas akan dilakukan secara tergesa-gesa dengan segala akibatnya. Di samping itu
kekurangan jumlah karyawan biasanya mengakibatkan kerja lembur sering
dilakukan yang dapat menimbulkan kelelahan fisik dan mental baik bagi operator
maupun supervisor atau malahan bagi personil pada tingkat lebih atas/yang
melakukan evaluasi dan/atau mengambil keputusan.

2.3.2.2.4 Higiene

Untuk menjamin secara konsisten higiene yang baik untuk perorangan


maupun lingkungan (yang berpotensi berpengaruh pada mutu obat dan/atau bahan
obat), maka harus tersedia prosedur tertulis berkaitan dengan higiene personil yang
relevan dengan kegiatannya mencakup kesehatan, higiene dan pakaian kerja. Tiap
personil yang terlibat dalam proses distribusi, baik langsung maupun tidak langsung
bertanggung jawab untuk memperhatikan dan melaksanakan POB ini dengan baik
dan benar secara konsisten.

2.3.2.3 Manajemen Mutu

Fasilitas distribusi harus mempertahankan sistem mutu yang mencakup


tanggung jawab, proses dan langkah manajemen risiko terkait dengan kegiatan yang
dilaksanakan. Fasilitas distribusi harus memastikan bahwa mutu obat dan/atau
9

bahan obat dan integritas rantai distribusi dipertahankan selama proses distribusi.
Sistem mutu harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu. Pencapaian sasaran
mutu merupakan tanggung jawab dari penanggung jawab fasilitas distribusi,
membutuhkan kepemimpinan dan partisipasi aktif serta harus didukung oleh
komitmen manajemen puncak.

2.3.2.3.1 Sistem Mutu


1) Dalam suatu organisasi, pemastian mutu berfungsi sebagai alat manajemen.
Harus ada kebijakan mutu terdokumentasi yang menguraikan maksud
keseluruhan dan persyaratan fasilitas distribusi yang berkaitan dengan mutu,
sebagaimana dinyatakan dan disahkan secara resmi oleh manajemen.
2) Sistem pengelolaan mutu harus mencakup struktur organisasi, prosedur, proses
dan sumber daya, serta kegiatan yang diperlukan untuk memastikan bahwa obat
dan/atau bahan obat yang dikirim tidak tercemar selama penyimpanan dan/atau
transportasi. Totalitas dari tindakan ini digambarkan sebagai sistem mutu.
3) Sistem mutu harus mencakup ketentuan untuk memastikan bahwa pemegang
izin edar dan Badan POM segera diberitahu dalam kasus obat dan/atau bahan
obat palsu atau dicurigai palsu. Obat dan/atau bahan obat tersebut harus
disimpan di tempat yang aman/terkunci, terpisah dengan label yang jelas untuk
mencegah penyaluran lebih lanjut.
4) Manajemen puncak harus menunjuk penanggung jawab untuk tiap fasilitas
distribusi, yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang telah ditetapkan
untuk memastikan bahwa sistem mutu disusun, diterapkan dan dipertahankan.
5) Manajemen puncak fasilitas distribusi harus memastikan semua bagian dari
sistem mutu diperlengkapi dengan sumber daya yang kompeten dan memadai,
dan bangunan, peralatan dan fasilitas yang memadai.
6) Lingkup dan kopleksitas kegiatan fasilitas distribusi harus dipertimbangkan
ketika mengembangkansistem manajemen mutu atau memodifikasi sistem
manajemen mutu yang sudah ada.
7) Sistem mutu harus didokumentasikan secara lengkap dan dipantau
efektivitasnya. Semua kegiatan yang terkait dengan mutu harus didefinisikan
dan didokumentasikan. Harus ditetapkan adanya sebuah panduan mutu tertulis
atau dokumen lainnya yang setara.
10

8) Fasilitas distribusi harus menetapkan dan mempertahankan prosedur untuk


identifikasi, pengumpulan, penomoran, pencarian, penyimpanan,
pemeliharaan, pemusnahan dan akses ke semua dokumen yang berlaku.
9) Sistem mutu harus diterapkan dengan cara yang sesuai dengan ruang lingkup
dan struktur organisasi fasilitas distribusi.
10) Harus tersedia sistem pengendalian perubahan yang mengatur perubahan
proses kritis. Sistem ini harus mencakup prinsip manajemen risiko mutu.
11) Sistem mutu harus memastikan bahwa:
a. obat dan/atau bahan obat diperoleh, disimpan, disediakan, dikirimkan atau
diekspor dengan cara yang sesuai dengan persyaratan CDOB.
b. tanggung jawab manajemen ditetapkan secara jelas.
c. obat dan/atau bahan obat dikirimkan ke penerima yang tepat dalam jangka
waktu yang sesuai.
d. kegiatan yang terkait dengan mutu dicatat pada saat kegiatan tersebut
dilakukan.
e. penyimpangan terhadap prosedur yang sudah ditetapkan
didokumentasikan dan diselidiki.
f. tindakan perbaikan dan pencegahan (CAPA) yang tepat diambil untuk
memperbaiki dan mencegah terjadinya penyimpangan sesuai dengan
prinsip manajemen risiko mutu.
12) Direkomendasikan untuk dilakukan inspeksi, audit dan sertifikasi kepatuhan
terhadap sistem mutu (misalnya seri International Organization for
Standardization (ISO) atau Pedoman Nasional dan Internasional lainnya) oleh
Badan eksternal. Meskipun demikian, sertifikasi tersebut tidak dianggap
sebagai pengganti sertifikasi penerapan pedoman CDOB dan prinsip CPOB
yang terkait dengan obat dan/atau bahan obat.
13) Sistem manajemen mutu harus mencakup pengendalian dan pengkajian
berbagai kegiatan berdasarkan kontrak. Proses ini harus mencakup manajemen
resiko mutu yang meliputi:
a. Penilaian terhadap kesesuaian dan kompetensi pihak yang ditunjuk untuk
melaksanakan kegiatan berdasarkan kontrak sebelum kegiatan tersebut
dijalankan, serta memeriksa status legalitasnya jika diperlukan
11

b. Penetapan tanggung jawab dan proses komunikasi antar pihak yang


berkepentingan dengan kegiatan yang terkait mutu. Untuk kegiatan
berdasarkan kontrak harus dituangkan dalam perjanjian tertulis antara
pemberi dan penerima kontrak
c. Pemantauan dan pengkajian secara teratur kinerja penerima kontrak,
identifikasi, dan penerapan setiap perbaikan yang diperlukan

Kebijakan mutu dan sasaran mutu ditetapkan untuk memberikan fokus


perhatian untuk mengarahkan organisasi. Pencapaian sasaran mutu dapat
berdampak positif pada mutu jasa distribusi, efektivitas operasional dan kinerja
secara keseluruhan sehingga dapat meningkatkan kepuasan pelanggan dan pihak
yang berkepentingan.
Manajemen puncak harus memastikan bahwa kebijakan mutu:
a. Sesuai dengan sasaran organisasi.
b. Mencakup komitmen untuk memenuhi persyaratan dan terus-menerus
memperbaiki keefektifan sistem manajemen mutu.
c. Menyediakan kerangka kerja untuk menetapkan dan meninjau sasaran mutu.
d. Dikomunikasikan dan dipahami dalam organisasi dan
e. Ditinjau agar dapat senantiasa sesuai dengan situasi dan kondisi yang ada
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

1. Distribusi adalah setiap kegiatan atau serangkaian kegiatan meliputi


pengadaan, pembelian, penyimpanan, penyaluran, importasi, eksportasi
obat dan /atau bahan obat, tidak termasuk penyerahan obat langsung kepada
pasien
2. Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) menurut
Peraturan Kepala Badan PengawasObatdan Makanan Republik Indonesia
No. Hk.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 adalah peraturan perundang-
undangan yang mengatur bagaimana cara distribusi atau penyaluran obat
dan atau bahan obat yang bertujuan memastikan mutu sepanjang jalur
distribusi atau jalur penyaluran sesuai persyaratan dan tujuan
penggunaannya.
3. Prinsip-prinsip Cara Distribusi Obat yang Baik (CDOB) berlaku untuk
aspek pengadaan, penyimpanan, penyaluran termasuk pengembalian
obat dan/atau bahan obat dalam rantai distribusi.
4. Aspek-aspek CDOB diantaranya meliputi Organisasi, Manajemen,dan
Personalia.
5. Penerapan CDOB ini diharapkan dapat mempertahankan dan memastikan
bahwa mutu obat yang diterima oleh pasien sama dengan mutu obat yang
dikeluarkan oleh industri farmasi.
6. Jalur distribusi obat pada umumnya diawali dari industri farmasi kemudian
disalurkan kepada PBF yang kemudian PBF akan menyalurkan atau
mendistribusikan obat pada PBF cabang, Apotek, Instalasi Farmasi Rumah
Sakit, Puskesmas, balai pengobatan, dan gudang farmasi.
7. Penanggung jawab CDOB harus seorang Apoteker yang memenuhi
kualifikasi dan kompetensi sesuai peraturan perundang-undangan.

12
DAFTAR PUSTAKA

Anief, M. 2005. Biofarmasetika. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.

Anonim, 2005. Kebijakan Obat Nasional (KONAS). Depkes. Jakarta

Anonim, 2012, Pedoman Teknis Cara Distribusi Yang Baik, 11, Badan POM RI,
Jakarta.

Badan POM. (2003). Keputusan Kepala BPOM R1 Nomor : HK.00.05.3.1950


tentang Kriteria dan Tata Laksana Registrasi Obat. Jakarta: Badan
Pengawasan Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Depkes RI, 2009, Peraturan Pemerintah No. 51 Tahun 2009 Tentang Pekerjaan
Kefarmasian, Departemen Kesehatan RI: Jakarta.

Depkes RI, 2014. Keputusan Mentri Kesehatan Ri Nomor 34 Tahun 2014 Tentang
Perubahan atas Peraturan Mentri Kesehatan Nomor
1148/Menkes/Per/VI/2011 Tentang Pedagang Besar Farmasi. Jakarta:
Depkes RI.

Ditjen POM. (2000). Pedoman Pelaksanaan Uji Klinik Obat Tradisional. Jakarta:
Departemen Kesehatan RI. Halaman 6-9, 39-47.

Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Peraturan Pembungkusan dan Penandaan


Obat Nomor 193/KAB/B.VII/71.

Management Sciences for Health (2012) MDS-3 : Managing Access to Medicines


and Health Technologies. Arlington.

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor
HK.03.1.34.11.12.7542 Tahun 2012 tentang Pedoman Teknis Cara Distribusi
Obat Yang Baik.

Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika

Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1997 Tentang Psikotropika

13

Anda mungkin juga menyukai