Anda di halaman 1dari 10

MANAJEMEN FARMASI

INSPEKSI DIRI

Disusun Oleh:
Kelompok 5

Syifa Munika 41191097000005 Yetika Alvionita 41191097000050


Risyda Afdhilati 41191097000015 Wahyu Putri 41191097000055
M. Farhul Abdi Rizani 41191097000025 Haka As’ada 41191097000065
Suhelmi 41191097000035 Annisa Pratiwi 41191097000075
Boy Reynaldi Noor 41191097000045 Nisrina Muslihin 41191097000085

PROGRAM STUDI APOTEKER

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

2019
INSPEKSI DIRI

1. Pengertian
Inspeksi diri adalah suatu evaluasi kesesuaian melalui pengamatan dan penetapan dan
jika perlu dengan pengukuran, pengujian atau pembandingan dalam rangka memantau
pelaksanaan serta kepatuhan terhadap pemenuhan CDOB dan untuk bahan tindak lanjut
langkah-langkah perbaikan yang diperlukan. Program inspeksi diri harus dilaksanakan dalam
jangka waktu yang ditetapkan dan mencakup semua aspek CDOB serta kepatuhan terhadap
peraturan perundang-undangan, pedoman dan prosedur tertulis.
Inspeksi diri harus dilakukan dengan cara yang independen dan rinci oleh personil yang
kompeten. Inspeksi diri dapat dilakukan sendiri oleh pihak perusahaan dengan membentuk
suatu tim atau oleh konsultan yang independen dari luar perusahaan. Audit adalah proses
sistematis, independen dan terdokumentasi untuk memperoleh bukti audit dan
mengevaluasinya secara obyektif untuk menentukan tingkat pemenuhan kriteria audit. Audit
eksternal yang dilakukan oleh ahli independen dapat membantu, namun tidak bisa dijadikan
sebagai satu-satunya cara untuk memastikan kepatuhan terhadap penerapan CDOB. Audit
internal, seringkali dinamakan audit pihak pertama, dilakukan oleh, atau atas nama organisasi
sendiri untuk tinjauan manajemen dan sasaran internal lainnya. Audit eksternal secara umum
dinamakan “Audit Pihak Kedua” atau “Audit Pihak Ketiga”. Audit eksternal dapat dilakukan
oleh organisasi eksternal, organisasi audit yang independen, misalnya organisasi yang
memberikan sertifikasi atau registrasi kesesuaian dengan ISO-9001 atau GDP.

2.Tujuan
Inspeksi diri bertujuan untuk mengevaluasi seluruh sistem operasional perusahaan
dalam semua aspek yang dapat memengaruhi mutu produk. Inspeksi diri bukan hanya untuk
mencari kesalahan atau kelemahan yang ada tapi lebih utama untuk mencari cara
pencegahan dan mengatasi masalah secara efektif.
Protap ini bertujuan agar sistem inspeksi diri dapat:
a. mengevaluasi fasilitas produksi dan operasinya sudah sesuai dengan pedoman CPOB
dan menemukan kekurangan yang harus diperbaiki, dan
b. melaksanakan inspeksi diri secara teratur dan sistematis untuk mengevaluasi apakah
semua aspek dalam operasi produksi dan pengawasan mutu sudah memenuhi ketentuan
pedoman CPOB.
3. Ruang Lingkup
a. Protap ini berlaku pada saat penyiapan jadwal dan pelaksanaan Inspeksi Diri di Pabrik
Inspeksi diri ini mencakup aspek-aspek sebagai berikut:
- Personalia - Produksi
- Pengawasan Mutu - Keluhan dan Penarikan Kembali Produk
- Dokumentasi - Sanitasi dan Higiene
- Bangunan - Peralatan

4. Tanggung Jawab
a. Kepala Bagian Pemastian Mutu bersama dengan Tim Inspeksi Diri bertanggung jawab
merumuskan daftar periksa, mengkaji secara berkala dan menyesuaikan
b. Kepala Bagian Pemastian Mutu bertanggung jawab menyiapkan jadwal dan menentukan
Tim Inspeksi Diri
c. Tim Inspeksi Diri yang dipimpin oleh Kepala Tim bertanggung jawab untuk pelaksanaan
inspeksi diri.
d. Kepala Tim bertanggung jawab menyiapkan laporan inspeksi diri dan rencana perbaikan.
e. Pihak yang diinspeksi bertanggung jawab untuk menindak lanjuti dengan menyiapkan
rencana tindakan perbaikan dan pencegahan agar tidak terulang kembali, serta
menyelesaikan tindakan dalam kurun waktu yang sudah ditentukan.

5. Tim Inspeksi Diri


Tim Inspeksi Diri harus terdiri dari personil yang berpengalaman minimal 3 tahun
mempunyai pengertian mendalam tentang CPOB, dilatih cara melaksanakan inspeksi diri
dan dikualifikasi.
Penanggung jawab : Kepala Bagian Pemastian Mutu
Anggota : Manajer Pengawasan Mutu
Manajer Produksi
Staff senior Pemastian Mutu
Asisten Manajer Produksi
Inspeksi diri dilakukan minimal 2 orang dan maksimal 3 orang dari Tim Inspeksi Diri

6. Pembuatan Program
a. Pelaksanaan audit ditelusuri dari suatu program rencana audit tahunan yang
mengindikasikan bulan pelaksaan audit tiap bagian.
b. Audit dilaksanakan sesuai rencana, penyimpangan dicatat dan diberi alasan.
c. Audit mendadak dapat dilakukan, bila diperlukan, tanpa pemberitahuan.

7. Prosedur
a. Persiapan
1. Tentukan Tim yang akan melaksanakan inspeksi diri.
2. Siapkan daftar periksa.
Catatan : daftar periksa hanyalah sebagai panduan atau garis besar inspeksi diri,
kembangkan sesuai kondisi area yang diinspeksi.
3. Lakukan persiapan audit, pelajari
- temuan dari inspeksi diri yang lalu serta tindak lanjutnya.
- penyimpangan yang pernah didokumentasikan pada area yang akan diinspeksi.
- kaji protap yang ada di area yang akan diaudit.
- kaji dan sesuaikan checklist.
b. Pelaksanaan :
1. Lakukan pemeriksaan dan catat temuan di lapangan.
2. Evaluasi penerapan CPOB dan Protap.
3. Diskusikan, kaji dan satukan semua temuan.
c. Buat laporan temuan pada Formulir Laporan Temuan ....... termasuk rekomendasi
perbaikan, bila mungkin.
d. Sampaikan laporan, diskusikan usulan perbaikan dan tindak lanjut dengan Kepala Bagian
yang terkait, serta tentukan batas waktu perbaikan.
e. Siapkan daftar dan rencana perbaikan dalam Formulir......

8. Pelaporan
Laporkan temuan dan tindak lanjut perbaikan serta batas waktu pada Kepala Bagian terkait
dan Direktur Pabrik.

9. Tindak Lanjut
a. Kepala seksi area terkait bertanggung jawab untuk menindak lanjuti rencana perbaikan.
b. Tindakan perbaikan didokumentasikan, disetujui oleh Kepala bagian terkait dan
dilaporkan pada Tim Inspeksi Diri dan / atau Bagian Pemastian Mutu.
c. Untuk perbaikan yang belum dilaporkan penyelesaiannya pada batas waktu yang
disetujui:
1. Bagian Pengawasan Mutu mengingatkan Bagian terkait.
2. Bagian terkait wajib memberi penjelasan keterlambatan.
3. Bagian Pemastian Mutu mengevaluasi dampak dari keterlambatan dan melaporkan
pada kepala Pabrik.

10.Lampiran
a. Program inspeksi diri Hal yang harus diperhatikan dalam pelaporan inpeksi diri :
1. Auditor menyiapkan laporan inspeksi diri dalam waktu satu bulan setelah inspeksi
2. Pengamatan audit bersifat objectif, adil dan seimbang, perekam secara memadai dan
mudah dipahami. Referensi dibuat untuk dokumen yang mendasarinya, jika ada.
3. Pengamatan harus diklasifikasikan menjadi “kritis,”besar “dan” kecil”, dan untuk
rekomendasi diklasifikasian sebagai N/A

b. Formulir tindakan perbaikan


c. Daftar priksa inspeksi diri

11. Dokumen rujukan


a. Pedoman CDOB
b. Checklist mapping

12. Riwayat
VERSI NO TANGGAL ALASAN
1 Xxxxx ……… Baru
2 Yyyyy ……… Tambahan

13. Distribusi
Asli : Kepala Bagian Pemastian Mutu
Kopi No. 1 : Kepala Bagian Pengawasan Mutu
No. 2 : Kepala Bagian Produksi
` No. 3 : Kepala Bagian Teknik
No. 4. : kepala Bagian Logistik
No. 5 : Direktur Pabrik

14. Sub-kontrak
Peraturan Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa (LKPP) No 10 Tahun 2018,
yang dimaksud subkontrak adalah sebuah kontrak yang berada di bawah kontrak lain, dibuat
atau dimaksudkan untuk dibuat antara pihak yang berkontrak, pada satu bagian, atau beberapa
dari mereka, dan pihak diluar kontrak. Subkontrak merupakan bentuk kerjasama usaha antara
2 (dua) perusahaan atau lebih, dimana pelaku usaha utama bertanggung jawab penuh terhadap
pekerjaan, mengkoordinasikan pekerjaan dengan subkontraktor, dan menandatangani kontrak
dengan PPK. Subkontraktor melaksanakan bagian dari kontrak yang ditugaskan kepadanya
berdasarkan kontrak dari pelaku usaha utama.
Menurut Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat Yang Baik Badan POM RI tahun
2015 Bab 5 tentang Inspeksi diri bagian 5.3, Sub-kontrak adalah pengaturan dimana suatu
kontrak yyang diterima oleh satu pihak sebagian atau seluruh bagiannya dikontrakkan lagi ke
pihak lain. Misalnya, fasilitas distribusi mendapatkan kontrak dari produsen untuk
mendistribusikan obat produksi produsen tersebut. Namun karena fasilitas distribusi tidak
memiliki armada transportasi yang memadai, maka fasilitas distribusi mengsubkontrakkan
kegiatan transportasi kepada pihak lain, dalam hal ini pemasok jasa transportasi.
Pemilihan subkontraktor dapat dilakukan bila dengan dua cara yaitu penunjukan
langsung yang dilakukan bila subkontraktor sudah diikat dengan kesepakatan pada saat proses
tender atau diperkirakan subkontraktor tersebut yang paling memenuhi syarat. Yang kedua
yaitu melalui proses tender bila calon subkontraktor lebih dari satu dan belum dikenal secara
jelas (Messah et al., 2009).
Sistem subkontrak menjadi bagian penting dari program keterkaitan yang oleh
Departemen Perindustrian telah dipromosikan sejak akhir tahun 1970-an. Sistem subkontrak
menciptakan suatu kaitan antara pihak pemesan (prinsipal) dengan pihak produsen
(subkontraktor). Keterkaitan ini antara lain ditunjukkan dalam kewajiban-kewajiban yang
harus dilaksanakan oleh pihak prinsipal maupun produsen. Pihak prinsipal misalnya harus
menyediakan modal, bahan baku, dan melaksanakan pemasaran (atau prinsipal hanya
menyediakan modal dan melaksanakan pemasarannya), sedangkan pihak produsen
melaksanakan proses produksi dan menyediakan tenaga kerja (atau produsen menyediakan
bahan baku maupun bahan pendukung) (Hutasoit, 2006).
Pada dasarnya pemilihan subkontraktor sudah diatur dalam Peraturan Presiden
(Perpres) No. 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan barang/jasa pemerintah dan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum tentang pedoman kualifikasi pelelangan nasional pekerjaan jasa pelaksanaan
konstruksi (pemborongan) No.43 PRT/M/2007. Berdasarkan kedua peraturan tersebut,
kriteria-kriteria untuk pemilihan subkontraktor dikelompokkan menjadi enam kelompok aspek,
yaitu :
1. Aspek umum, aspek ini berhubungan dengan informasi administratif dari
subkontraktor dan bertujuan untuk memperoleh gambaran singkat tentang legalitas
dan status hukum dari perusahaan subkontraktor.
2. Aspek keuangan, aspek ini bertujuan mengidentifikasi keadaan keuangan dari
subkontraktor, untuk menentukan seberapa besar kekuatan modal kerja perusahaan
dan juga seberapa besar nilai penawaran dari calon subkontraktor.
3. Aspek teknis, aspek ini bertujuan untuk mengukur apakah subkontraktor tersebut
mempunyai Corrective kemampuan tentang teknis dasar, pengalaman dan
pengertian tentang persyaratan-persyaratan untuk melaksanakan proyek.
4. Aspek manajerial, aspek ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana sistem
manajemen ditangani secara profesional dalam rangka mencapai hasil karya yang
optimal sehingga dapat memenuhi target proyek.
5. Aspek keselamatan kerja, aspek ini bertujuan untuk mengetahui sejauh mana
perusahaan tersebut mengantisipaso kecelakaan kerja yang mungkin timbul dalam
pelaksanaan proyek.
6. Aspek reputasi perusahaan, aspek ini berhubungan dengan klaim atau tuntutan yang
pernah terjadi dan frekuensi kegagalan dalam memenuhi kontrak tepat waktu.
Menurut Lavelle et al. (2007), faktor paling penting dalam pemilihan subkontraktor
adalah kualitas subkontraktor.

15. CAPA (Action and Preventive Action / Tindakan Perbaikan dan Pencegahan)
Semua pelaksanaan inspeksi diri harus dicatat. Laporan harus berisi semua
pengamatan yang dilakukan selama inspeksi. Salinan laporan tersebut harus disampaikan
kepada manajemen dan pihak terkait lainnya. Jika dalam pengamatan ditemukan adanya
penyimpangan dan/atau kekurangan, maka penyebabnya harus diidentifikasi dan dibuat
CAPA. CAPA harus didokumentasikan dan ditindaklanjuti (PerBPOM, 2019).
Tindakan pencegahan adalah tindakan untuk menghilangkan penyebab
ketidaksesuaian yang potensial atau situasi potensial lain yang tidak dikehendaki. Bertujuan
untuk mencegah terjadinya ketidaksesuaian (yang saat ini belum terjadi). Tindakan
perbaikan (korektif) adalah tindakan menghilangkan penyebab ketidaksesuaian yang
ditemukan atau situasi yang tidak dikehendaki. Bertujuan unruk mencegah terulangnya suatu
ketidaksesuaian yang sudah pernah terjadi (BPOM, 2015). CAPA biasanya merupakan
serangkaian tindakan yang perlu diambil dan dilaksanakan dalam suatu organisasi pada tingkat
manufaktur, dokumentasi, prosedur atau sistem dalam rangka untuk memperbaiki dan
menghilangkan keterulangan masalah.
Dalam sediaan farmasi dan alat kesehatan, CAPA diperlukan untuk menjadi bagian dari
sistem jaminan mutu. Kegagalan untuk mematuhi penanganan CAPA yang tepat dianggap
sebagai pelanggaran terhadap aturan pada praktik-praktik manufaktur yang baik. CAPA
berfokus pada penyelidikan sistematis akar penyebab masalah yang diidentifikasi atau risiko
yang teridentifikasi dalam upaya untuk memperbaiki akar masalah (untuk tindakan korektif)
atau untuk mencegah terjadinya penyimpangan (untuk tindakan preventif).
Proses CAPA meliputi kegiatan sebagai berikut:
1. Pengumpulan informasi
Hal ini dilakukan untuk mengidentifikasi akar penyebab. Identifikasi akar penyebab
merupakan sebuah inspeksi yang tepat terhadap dokumen ataupun dengan mewawancarai
personel, yang dilakukan untuk mengetahui akar penyebab dari ketidaksesuaian yang
dialami.
2. Analisa informasi
Dokumen yang diterima dari berbagai sumber informasi dikaji oleh para profesional
untuk mengidentifikasi peluang potensial CAPA. Tahap ini meliputi perbandingan
dokumen yang diterima dari berbagai unit serta perbandingan dokumen yang terkait dengan
ketidaksesuaian. Tim profesional menetapkan prioritas untuk menangani solusi kesalahan
yang telah teridentifikasi, dimana untuk kasus dengan prioritas rendah ditunda atau bahkan
tidak dilakukan penanganan sama sekali (Galin, 2004).
3. Perancangan solusi dan metoda yang dikembangkan
Pendekatan ilmiah perlu dilakukan dalam merancang solusi atau mengembangkan
metoda pencegahan ketidaksesuaian atau perbedaan dalam kualitas produk, proses
manufaktur atau dokumentasi, atau sistem mutu.
Beberapa petunjuk sebagai solusi yang biasanya dilakukan:
a. Memperbarui prosedur yang terkait.
Perubahan bisa mengacu kepada sekumpulan prosedur, misalnya segala
sesuatu yang berkaitan dengan tahapan kerja, termasuk memperbarui instruksi
kerja yang relevan (jika memang ada).
b. Beralih ke alat pengembangan yang lebih efektif dan tahan terhadap kesalahan
yang sudah terdekteksi
c. Pengembangan dalam pelaporan, termasuk perubahan isi laporan, frekuensi
laporan dan penyerahan laporan. Arahan ini bertujuan agar kesalahan dapat
teridentifikasi lebih dini.
d. Pelaksanaan training, retraining dan pembaharuan staff. Arahan ini diambil
hanya dalam kasus-kasus ketika kekurangan pelatihan yang sama ditemukan di
beberapa tim.
4. Penerapan metoda yang dikembangkan
Implementasi solusi CAPA bergantung pada instruksi yang tepat dan seringnya
pelatihan namun kerjasama unit dan individu yang terkait lebih banyak memperngaruhi
hasil CAPA yang baik. Oleh karena itu, anggota staff yang ditargetkan haruslah diyakinkan
terhadap kelayakan solusi yang dikembangkan. Tanpa kerjasama, kontribusi dari CAPA
tidak akan mendapatkan hasil yang diinginkan (Galin, 2004).
5. Tindak lanjut
Tiga tugas pokok tindak lanjut diperlukan untuk memfungsikan tindakan korektif dan
proses tindakan pencegahan dalam setiap organisasi, adalah:
a. Tindak lanjut alur pengembangan dan pemeliharaan terhadap dokumentasi CAPA.
Hal ini memungkinkan umpan balik yang dapat mengungkapkan kasus tidak
adanya pelaporan serta pelaporan berkualitas rendah, yang mana terdapat rincian
penting yang hilang atau tidak akurat. Jenis tindak lanjut ini dilakukan terutama
melalui analisis informasi aktivitas jangka panjang, yang menghasilkan umpan
balik kepada sumber-sumber informasi CAPA.
b. Tindak lanjut penerapan CAPA.
Kegiatan ini dimaksudkan untuk menunjukkan apakah tindakan-tindakan yang
dirancang berupa:
· Kegiatan pelatihan
· Perubahan prosedur (setelah persetujuan),
telah dilaksanakan. Umpan balik yang memadai dikirimkan ke badan-badan yang
bertanggung jawab untuk pelaksanaan tindakan perbaikan dan pencegahan.
c. Tindak lanjut hasil CAPA.
Tindak lanjut hasil yang nyata dari metode perbaikan seperti yang diamati oleh tim
proyek dan unit organisasi, memungkinkan penilaian sejauh mana tindakan
perbaikan dan/atau pencegahan telah mencapai hasil yang diharapkan. Umpan
balik terhadap hasil akan dikirimkan unit ke pengembangan metode perbaikan.
Dalam kasus kinerja rendah, maka diperlukan formulasi dari tindakan korektif
yang direvisi, ini merupakan tugas yang dilakukan oleh tim CAPA (Galin, 2004).
DAFTAR PUSTAKA

BPOM. 2019. Pedoman Teknis Cara Distribusi Obat Yang Baik. PerBPOM No. 9 Tahun 2019.
Jakarta.

BPOM. 2015. Petunjuk Pelaksanaan Cara Distribusi Obat Yang Baik. Badan Pengawas Obat
dan Makanan RI. Jakarta.

CPOB 2012. Peraturan kepala badan pengawasan obat dan makanan Republik Indonesia
Nomor HK.03.1.33.12.12.8195.Tahun 2012 tentang cara pembuatan obat yang baik

Galin, Daniel. 2004. Software Quality Assurance From Theory to Implementation. Pearson
Addison Wesley : England.

Hutasoit, Bontor Arifin. 2006. Hubungan Subkontrak Antara Partonun Dengan Toke. Jurnal
Studi Pembangunan. Simalungun.

Kementerian Pekerjaan Umum Republik Indonesia. 2007. Peraturan Menteri Pekerjaan


Umum Nomor 43/ PRT/ M/ 2007 tentang Standar dan Pedoman Pengadaan Jasa
Konstruksi

Lavelle, D., Hendry, J., & Steel, G. 2007. The selection of subcontractors: Is price the major
factor? Proceedings of the 23rd Annual Association of Reseachers in Constuction
Management (ARCOM), 65-73.

Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa. 2018. Peraturan Lembaga Kebijakan


Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah Republik Indonesia No 10 Tahun 2018.

Messah, Y.A., Pono, R.D.R., & Krisnayanti, D.S. 2012. Kajian kriteria pemilihan
subkontraktor oleh kontraktor utama menggunakan metode analytic hierarchy process
(AHP) [The study of selecting the subcontractor criteria by the main contractors using
analytic hierarchy process (AHP)]. Dinamika Teknik Sipil, 12(1), 94-100.

Presiden Republik Indonesia. 2010. Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 54 Tahun
2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

Self Inspection and its implementation Pharmaceuticals.


http://www.pharmaguideline.com/2019/self-inspection-and-its-implementation.html.

Anda mungkin juga menyukai