Anda di halaman 1dari 8

Department QA (Quality Assurance)

QA memiliki peran yang sangat penting dalam suatu industri farmasi, karena
departemen QA berperan dalam membuat kebijakan mutu obat agar produk obat yang
dihasilkan konsisten memiliki mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya. Obat
yang diproduksi oleh industri farmasi PT. Nufarindo harus memenuhi syarat-syarat
yang tertera dalam dokumen izin edar dan tidak beresiko pada konsumen, untuk
memenuhi hal tersebut Departemen QA membuat suatu kebijakan mutu. Dalam
menerapkan kebijakan mutu diperlukan suatu manajemen mutu agar mutu dari produk
yang dihasilkan selalu konsisten memenuhi syarat. Untuk mencapai hal ini Departemen
QA menyusun SOP (Standar Operasional Prosedur) dalam berbagai aspek dan proses
yang terkait pemastian mutu produk.
Secara struktural, departemen Quality Assurance dipimpin oleh seorang QA
Manager yang merupakan seorang Apoteker. QA Manager membawahi QA Supervisor
dan packaging development and registration dossier officer. QA supervisor
membawahi beberapa officer, yaitu GMP compliance officer, validation officer,
qualification and calibration officer, product release officer, inspector, dan bagian
administrasi.
GMP Compliance

Staff GMP Compliance di PT. Nufarindo memiliki tugas dan tanggung jawab
dalam dokumentasi, audit, penanganan penyimpangan, training dan penanganan
CAPA (Corrective Action and Preventive Action).
A. Dokumentasi
Document review merupakan bagian yang terpenting karena keseluruhan
dokumen yang terkait dengan penjaminan kualitas produk akan disimpan oleh
document control. Tujuan document control yaitu :
A. Menjamin ketersediaan dokumen apabila sewaktu-waktu dibutuhkan
B. Mengingatkan departemen terkait untuk melakukan review terhadap
dokumen yang dimaksud
C. Melakukan pencatatan apabila terjadi perubahan dokumen dan dokumen
yang tidak berlaku
D. Melakukan pendistribusian dokumen kepada departemen terkait
Sistem dokumentasi ini diharapkan dapat diterima oleh seluruh pegawai
yang bersangkutan untuk dapat memahami dan mengerti secara jelas alur atau
proses yang harus dilakukan, supaya dapat mengurangi terjadinya
penyimpangan dan kesalahan.
Dokumen terbagi menjadi dua, yaitu :
1. Dokumen original, yaitu dokumen yang memuat approval oleh pejabat
berwenang dengan tanda tangan basah menggunakan pena warna biru
2. Dokumen copy, yaitu dokumen yang telah didistribusikan kepada
departemen terkait dan merupakan hasil copy dari dokumen original.
Dokumen copy ditandai dengan adanya stampel “terkendali” dan “nomor
copy departemen”
Adapun dokumen-dokumen yang dimaksud, sebagai berikut :
1. SOP (Standard Operating Procedure)
2. Lembar catatan mutu (form, worksheet, logbook, label)
3. Spesifikasi bahan baku, pengemas, produk jadi, alat.
4. Catatan Pengolahan Bets / Catatan Pengemasan Bets (CPB)
Berdasarkan Standar Operasional Prosedur dilakukan review paling lama 3
tahun atau setiap saat apabila terjadi perubahan terkait isi dokumen. GMP
Compliance officer akan menyusun program review dokumen dalam 1 tahun yang
akan dirincikan menjadi setiap bulannya. Pada saat dokumen direview, ada 3
kemungkinan hasil review yaitu:
1. Relevan, artinya dokumen yang secara prosedur dan format masih sesuai
dengan peraturan atau keadaan sebenarnya yang berlaku
2. Revisi, artinya dokumen yang secara prosedur dan format terdapat perubahan
sehingga perlu diubah dengan maksimal waktu 3 bulan dari tanggal periode
review dokumen
3. Obsolet, artinya dokumen yang secara prosedur dan format sudah tidak sesuai
dan tidak dapat digunakan lagi
Setelah dilakukan review dan dicatat pada form review document,
selanjutnya akan diputuskan apakah dokumen tersebut masih relevan, harus direvisi
atau sudah tidak berlaku. Apabila dokumen tersebut harus direvisi maka
departemen yang bersangkutan harus segera merevisi dan menyerahkan ke bagian
GMP Compliance officer. Kemudian dokumen yang lama akan ditarik dan dianggap
sudah tidak berlaku (obsolete). Dokumen yang sudah tidak berlaku (obsolete) akan
dicatat dalam BAP (Berita Acara Pemusnahan) untuk dimusnahkan. Sebelum
dimusnahkan, untuk dokumen original dilakukan proses scanning. Proses
pemusnahan dilakukan kerjasama dengan pihak ketiga.

B. Audit
Audit internal / inspeksi diri adalah cara untuk mengkaji kembali secara
objektif seluruh tata kerja diri sendiri dari setiap aspek yang mungkin berpengaruh
pada jaminan mutu. Tujuan dilaksanakannya audit internal yaitu untuk
mengevaluasi seluruh sistem operasional perusahan dalam semua aspek yang dapat
mempengaruhi mutu produk. Audit internal bukan hanya untuk mencari kesalahan
atau kelemahan yang ada tetapi untuk mencari cara pencegahan dan mengatasi
masalah secara efektif. Audit internal mencakup antara lain:
1. Personalia
2. Bangunan termasuk fasilitas untuk personil
3. Perawatan bangunan dan peralatan
4. Penyimpanan bahan awal, bahan pengemas dan obat jadi
5. Peralatan
6. Pengolahan dan pengawasan selama proses
7. Dokumentasi
8. Sanitasi dan Higiene
9. Program validasi dan revalidasi
10. Kalibrasi alat atau sistem pengukuran
11. Prosedur penarikan kembali obat jadi
12. Penanganan keluhan
13. Pengawasan label
14. Hasil inspeksi diri sebelumnya dan tindakan perbaikan
Audit internal di PT. Nufarindo, dalam pelaksanaannya dilakukan oleh
sebuah tim. Dalam melakukan audit internal, tim harus mampu menilai secara
objektif pelaksanaan CPOB terkini pada semua bagian yang terkait dengan
pembuatan obat, termasuk berbagai dokumen yang terkait dengan bagian yang
diinspeksi seperti SOP, dokumen validasi/ kualifikasi, catatan pengolahan dan
pengemasan bets serta lain-lainnya. Tim audit yang melakukan audit ke departemen
tertentu harus bersifat independen.
Proses audit dilakukan berdasarkan daftar periksa audit internal/ inspeksi diri
masing-masing bagian. Kemudian setelah dilakukan audit dibuat laporan temuan
hasil inspeksi. Laporan tersebut kemudian dibagikan ke departemen bersangkutan
sebagai evaluasi bagi departemen tersebut agar melakukan tindakan perbaikan.
Setiap tindakan perbaikan dan pencegahan yang telah dilakukan diverifikasi oleh
GMP Compliance Officer.
Audit eksternal yaitu audit yang dilaksanakan terhadap pihak ketiga yang
berhubungan dengan industri farmasi yang bersangkutan, misalnya terhadap
supplier, baik supplier bahan aktif, bahan tambahan maupun bahan kemas. Seperti
halnya dalam pelaksanaan program audit internal, pelaksanaan audit eksternal harus
terdapat prosedur tetap serta dilakukan secara berkala. Hasil pelaksanan audit
eksternal kemudian dibuat dalam bentuk laporan audit yang akan digunakan sebagai
pedoman penyusunan kriteria pemasok yang disetujui. Berdasarkan SOP yang telah
dibuat, audit eksternal terhadap supplier dilakukan setiap 5 tahun sekali untuk
supplier yang tidak bermasalah. Audit eksternal juga dapat dilakukan kurang dari 5
tahun sekali apabila supplier tersebut bermasalah.
Selain audit eksternal yang dilakukan terhadap supplier, audit eksternal juga
dapat berupa audit dari pihak lain seperti BPOM ke industri farmasi. Sama halnya
dengan audit internal maupun audit supplier, jika ditemukan ketidaksesuaian oleh
BPOM maka industri farmasi akan melakukan tindakan perbaikan dan atau
pencegahan yang akan diverifikasi oleh pihak BPOM.

C. Training
Training merupakan sarana meningkatkan pengetahuan, keterampilan serta sikap
positif karyawan sesuai dengan kompetensi jabatan karyawan / job description.
Kualitas produk secara langsung dipengaruhi oleh tindakan personil sesuai dengan
pekerjaan masing - masing sehingga pelaksanaan training harus dipastikan telah
dilakukan dengan benar.
QA officer bagian GMP Compliance membuat perencanaan program training
untuk 6 bulan ke depan. Pelaksanaan training internal yang dilakukan departemen QA
adalah training terkait CPOB, misalnya pemberian materi kepada pegawai produksi
mengenai training pengisian CPB, training sanitasi dan hygiene, sedangkan training
eksternal dengan mengikut - sertakan karyawan ke dalam seminar yang diadakan pihak
luar. Setelah dilaksanakan training maka dibuat laporan hasil training. Evaluasi training
dilakukan berdasarkan hasil pre - test dan post - test. Peserta training dinyatakan lulus
jika nilai post - test >70.

D. Penanganan Penyimpangan
Penyimpangan adalah suatu kejadian yang tidak direncanakan ataupun pada
kondisi tertentu akan terjadi potensi penyimpangan selama dan/atau sesudah proses
pembuatan obat. Penanganan penyimpangan memiliki tujuan antara lain:
1. Menjamin bahwa setiap penyimpangan yang ditemukan selalu dilaporkan, diselidiki,
diperbaiki dan didokumentasikan.
2. Menilai tingkat risiko penyimpangan yang terjadi dan dampaknya terhadap mutu,
keamanan dan efektivitas produk.
3. Mengatur cara penanggulangan, menganalisis masalah dan resiko, serta menentukan
langkah perbaikan. Analisis masalah pada akar permasalahan agar tindakan perbaikan
yang diambil dapat mencegah penyimpangan serupa tidak terulang.
Ada 2 jenis penyimpangan yang terjadi yaitu penyimpangan bets dan
penyimpangan non bets. Penyimpangan bets merupakan penyimpangan dari prosedur
pengolahan, prosedur pengemasan dan atau proses, produk antara, produk ruahan
maupun produk jadi yang tidak memenuhi spesifikasi. Sedangkan penyimpangan non
bets merupakan penyimpangan sarana penunjang, penyimpangan hasil pemantauan
lingkungan, suhu, kelembaban atau tekanan udara.
Saat ditemukan terjadi penyimpangan maka proses segera dihentikan dan ambil
tindakan awal yang dianggap perlu (misal mematikan aliran listrik, menutup atau
melindungi produk). Kemudian produk dipisahkan dan diberi tanda status dengan jelas
“Proses dihentikan” pada wadah produk/alat/ruang terkait sampai penyelidikan selesai
dan tindak lanjut ditentukan oleh QA. Selanjutnya penemu penyimpangan melaporkan
kepada atasan (supervisor atau manager terkait) dan mengisi form penanganan
penyimpangan.
Pada form penanganan penyimpangan, penemu penyimpangan hendaknya
menjabarkan bentuk penyimpangan yang ditemukan, menguraikan tindakan sementara
yang telah diambil dan adakah bets atau produk lain yang terkena imbasnya, dan
menilai tingkat resiko penyimpangan terhadap produk. Kemudian form tersebut
diserahkan kepada manager departemen terkait untuk diperiksa dan ditandatangani,
selanjutnya form penyimpangan diserahkan ke departemen QA.
GMP Compliance Officer akan memberikan nomor penyimpangan dan
melakukan pengkajian terhadap laporan penyimpangan tersebut. QA Manager akan
mengevaluasi dan menyetujui laporan, tindakan dan tingkat resiko penyimpangan.
Selanjutnya GMP Compliance Officer bersama dengan departemen terkait melakukan
evaluasi atau investigasi penyebab penyimpangan dengan berbagai cara untuk
mendapatkan akar masalah dari penyimpangan. Dari hasil investigasi diberikan usulan
tindak lanjut perbaikan dan pencegahan serta penanggung jawab pelaksana serta batas
waktu penyelesaian tindakan tersebut. Manager departemen terkait memeriksa
penyelidikan dan usulan tindakan perbaikan dan pencegahan. Form penanganan
penyimpangan selanjutnya diserahkan ke Manager QA untuk dilakukan pengkajian
terhadap hasil penyelidikan dan usulan tindakan perbaikan dan pencegahan. Apabila
disetujui maka tindakan perbaikan dan pencegahan dapat dilakukan. Apabila Manager
QA tidak menyetujui usulan tersebut maka dilakukan pengkajian ulang bersama
departemen terkait. Setelah semua tindakan perbaikan dan pencegahan diselesaikan,
form laporan penyimpangan dikirimkan ke manager terkait untuk diperiksa dan
ditandatangani kemudian dikirimkan ke GMP Compliance Officer untuk dilakukan
verifikasi terhadap tindakan perbaikan dan menutup kasus penyimpangan.

E. Penanganan CAPA (Corrective Action and Preventive Action)


Corrective action adalah tindakan perbaikan terhadap suatu masalah yang telah
terjadi dengan tujuan untuk memperbaiki masalah dan memodifikasi sistem mutu agar
proses yang menyebabkan masalah dapat dikendalikan dan dimonitor agar tidak
terulang kembali. Preventive action adalah tindakan pencegahan terhadap potensi
masalah. Tindakan dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi hal-hal yang berpotensi
menimbulkan masalah dan mencegahnya supaya tidak terjadi.
Tujuan CAPA adalah untuk mengontrol ketidaksesuaian yang berkaitan
langsung maupun tidak langsung dengan mutu produk sehingga mampu untuk
dilakukan tindakan perbaikan dan pencegahan. Prinsip dasar yang harus diperhatikan
dalam menyiapkan tindakan perbaikan / pencegahan yaitu :
1. Menguasai persyaratan seperti pedoman yang diacu (regulasi, prosedur internal);
2. Mengerti kondisi saat ini;
3. Mencari Gap sehingga mengetahui apa yang harus diperbaiki;
4. Analisis akar masalah (Root Cause Analysis);
5. Tetapkan tindakan perbaikan;
6. Tetapkan tindakan pencegahan.
CAPA dapat digunakan untuk ketidaksesuaian berikut :
1. Penanganan penyimpangan
2. Validasi
3. Kualifikasi
4. Sanitasi hygiene
5. Personalia
6. Program pemeliharaan alat / mesin (engineering)
7. Human error
8. Pelulusan produk
9. Kegagalan mesin
10. Keluhan dan penarikan produk
11. Audit, dll
Adapun prosedur CAPA yaitu sebagai berikut
1. Identifikasi masalah
Menemukan masalah serta mengumpulkan informasi yang bisa bersumber dari
data, SOP, catatan, serta masukan dari karyawan (berdasarkan wawancara), dapat
diisi pada kolom temuan.
2. Evaluasi masalah
Evaluasi mencakup dampak dari masalah (lakukan kajian gap analysis terhadap
persyaratan/ketentuan yang berlaku dan kemungkinan dampaknya terhadap
pasien/pelanggan) dan risiko terhadap perusahaan maupun terhadap pelanggan.
3. Investigasi
Kumpulkan semua data, dapat berasal dari pengujian, catatan proses, catatan
perawatan, desain prosedur dan informasi lain-lain untuk menemukan penyebab
masalah sebenarnya, gunakan penyebab masalah yang sebenarnya untuk
menentukan tindakan yang tepat.
4. Rencana tindakan (action plan)
Susun daftar tindakan yang dilakukan terdiri dari tindakan perbaikan maupun
tindakan pencegahan terhadap potensi masalah secara detail dan jelas. Tentukan
batas waktu penyelesaian dan penanggung jawabnya
5. Implementasi tindakan
Laksanakan sesuai rencana dalam batas waktu yang telah ditentukan dan
didokumentasikan tindakan yang telah dilakukan.
6. Tindak lanjut/Follow up
Lakukan verifikasi pada semua tindakan yang dilaksanakan, bukan hanya
menutup penyelesaian saja tetapi termasuk mengkaji apakah tindakan yang
dilakukan sudah tepat dan efektif.

Anda mungkin juga menyukai