ANGGOTA:
Amanda Aghil Pramesti 185070500111014
Aldila Purnama Rahayu 185070500111016
Reni Lutfi Sa’adah 185070500111020
Salimatus Wafiyanda Cholida 185070500111022
Muhammad Afifuddin 185070500111024
Nida Syarifatul Lathifah 185070500111028
F. PEMANTAUAN OBAT
Pengobatan merupakan salah satu tahap dalam menangani pasien secara keseluruan.
Pemilihan terapi yang tepat dapat dan rasional dapat mempercepat penyembuhan, akan
tetapi pemilihan obat yang tidak tepat (irasional) masih menjadi masalah yang sering
terjadi di seluruh dunia. (De Vries.dkk, 1994). Masalah penggunaan obat yang tidak
rasional mencakup peresepan yang tidak sesuai dengan kaidah pengobatan dan
peresepan yang baku, dapat berupa peresepan yang kurang, peresepan yang berlebihan,
atau peresepan yang tidak sesuai dengan indikasi, serta penulisan resep secara
polifarmasi (Ofori,AR dan Agyeman AA,2016).
Upaya untuk mengatasi pengobatan irasional yaitu dengan :
1. Pemantauan terapi obat
Pemantauan terapi obat ini dilakukan terhadap hasil dan respon yang muncul dari
suatu obat tersebut yang tidak dikehendaki. Seorang apoteker harus mampu
menganalisis masalah yang muncul serta memberikan rekomendasi penyelasiannya
agar sasaran terapi bisa optimal. Pada pasien pediatri pemantauan terpi obat harus
memperhatikan tahapan perkembangan usia yang dikaitkan dengan efektivitas dan
keamanan pasien. (Departemen Kesehatan RI, 2009).Peresepan obat pada anak yang
mengalami pediatric lebih sulit apabila dibandingkan dengan orang dewasa.
Populasi pediatric terdiri dari berbagai kelompok umur dengan variasi fisiologis
akibat perbedaan farmakokinetik dan farmakodinamik obat. Pemberian obat dan
perhitungan dosis pada anak tidak dapat diekstrapolasikan berdasarkan berat badan
orang dewasa. (WHO,2007)
2. Pemantauan Kadar Obat dalam Darah (PKOD)
Pemantauan kadar obat ini dilakukan untuk menjamin keamanan serta menghindari
efek toksisitas obat. Obat yang perlu dipantau kadarnya adalah obat dengan indeks
terapi sempit.. sedangkan untuk sediaan oral dan injeksi, harus dipastikan obat
tersebut telah digunakan dengan baik sebelum sampel darah diambil untuk
pengukuran konsentrasi obat. Dalam pengambilan sampel harus diperhatikan
frekuensi dan waktu pengambilan sampel untuk menghindari periode sampling yang
berlebihan yang mungkin menimbulkan rasa sakit pada pasien dan mempengaruhi
ketepatan pengukuran. Pada pasien pediatri hal ini perlu dilakukan karena selain
menggunakan obat dengan indeks terapi yang sempit dan dosis yang diberikan juga
kecil seringkali juga pasien tidak kooperatif. (Departemen Kesehatan RI, 2009).
G. EVALUASI
Evaluasi yang harus dilakukan dalam pelayanan konseling pasien pediatri adalah
Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) yang memiliki definisi sebagai evaluasi berkelanjutan
penggunaan obat sehingga dapat memastikan penggunaan obat yang sesuai atau sebagai
metode/studi untuk menilai ketepatan penggunaan obat (kerasionalan
peresepan/penggunaan obat) berdasarkan kriteria penggunaan obat yang telah
ditetapkan sebelumnya (Kemenkes RI, 2017). Evaluasi Penggunaan Obat (EPO) pada
pasien pediatri yakni dilakukan evaluasi pada obat dengan indeks terapi sempit yang
memerlukan pemantauan secara khusus dikarenakan obat tersebut dapat menyebabkan
kemungkinana terjadinya kesalahan dalam pengobatan serta dapat menimbulkan reaksi
efek obat yang tidak diinginkan, selanjutnya obat dengan harga yang sangat mahal
dimana penting dilakukan evaluasi dikarenakan adanya banyak obat mahal tidak
dikemas sesuai dengan kebutuhan pasien pediatri, misalnya
antihemophilic factor (AHF) atau faktor VIII, albumin, dan immunoglobulin, kemudian
obat yang dapat menimbulkan resistensi, misalnya antimikroba. serta evaluasi pada obat
yang dapat menimbulkan efek yang tidak dikehendaki serta dapat berpotensi
menimbulkan kefatalan, misalnya obat turunan sulfa yang dapat menimbulkan Steven
Johnson Syndrome, golongan kortikosteroid dapat menimbulkan gangguan
pertumbuhan pada pasien pediatri (Departemen Kesehatan RI, 2009).
DAFTAR PUSTAKA
Choonara, I., 2015. (Online) Drug Toxicity in Neonates, Infants and Young
Children. General, Applied and Systems Toxicology. Diakses melalui
https://onlinelibrary.wiley.com/doi/epdf/10.1002/9780470744307.gat087 pada
20 Februari 2021
De Vries TPGM, Henning RH, Hogerzeil HV, Fresle DA.1994.Guide to good
prescribing. Department of Clinical Pharmacology, Faculty of Medicine,
University of Groningen, The Netherlands.
Departemen Kesehatan RI. 2004. Standar Pelayanan Rumah Sakit. Jakarta: Direktorat
Jenderal Pelayanan Medik Rumah Sakit Umum dan Pendidikan
Departemen Kesehatan RI. 2009. Pedoman Pelayanan Kefarmasian untuk Pasien
Pediatri. Jakarta: Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan Depkes RI.
Karthikeyan. M. Lalitha. D. 2013. A prospective observational study of medication
errors in general medicine department in a tertiary care hospital. Drug
Metabolism and Drug Interactions, 28: 13–21.
Kemenkes RI. 2017. Petunjuk Teknis Evaluasi Penggunaan Obat Di Fasilitas
Kesehatan. Jakarta : Kementerian Kesehatan RI.
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2017. Farmakologi. Bahan ajar
keperawatan gigi. Badan Pengembangan dan Pemberdayaan Sumber Daya
Manusia Kesehatan: Jakarta.
Germovsek, E., Barker, C. I., Sharland, M., & Standing, J. F. 2019. Pharmacokinetic–
pharmacodynamic modeling in pediatric drug development, and the importance
of standardized scaling of clearance. Clinical pharmacokinetics, 58(1), 39-52.
Novitasari, L.N. 2016. Evaluasi Pelayanan Informasi Obat Pada Pasien di Instalasi
Farmasi RSUD Panembahan Senopati Bantul Yogyakarta. Yogyakarta:
Universitas Sanata Dharma.
Wahyu. W. Hakim. L. Rahmawati. F. 2017. Kajian drug related problems penggunaan
antibiotik pada pasien pediatri di RSUD kota semarang. Jurnal Farmasi Sains
dan Praktis. Vol. III. No. 2.
WHO. 2007. Promoting safety of medicine for children. Ofori-Asenso Richard,
Agyeman Akosua Adom. 2016. Irrational use of medicines – a summary of key
concept. Pharmacy. 4:35.