Kel1 - Implementasi Sistem Penyimpanan Obat Di Ifrs
Kel1 - Implementasi Sistem Penyimpanan Obat Di Ifrs
Dosen Pengampu :
Disusun Oleh :
Farmasi F – Kelompok 1
2020 – 2021
1
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta
alam. Atas izin dan karunianya penulis dapat menyelesaikan makalah dengan tepat
waktu tanpa kurang suatu apapun. Tak lupa pula penulis haturkan sholawat serta
salam kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafa’atnya mengalir
pada kita di hari akhir kelak.
Makalah ini disusun guna memenuhi tugas Ibu Fauzia Ningrum Syaputri,
M.Farm., APT selaku dosen pengampu Pengantar Ilmu Farmasi di Universitas
Muhammadiyah Bandung. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca tentang Implementasi Sistem Penyimpanan Obat
di Instalasi Farmasi.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangunakan penulis terima demi kesempurnaan
makalah ini.
Penulis
II
DAFTAR ISI
COVER ....................................................................................................... I
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 PEMBAHASAN
BAB 3 PENUTUP
DAFTARPUSTAKA................................................................................... XV
3
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
IV
farmasi, mengadakan penelitian dan pengembangan di bidang farmasi,
memfasilitasi dan mendorong tersusunnya standar pengobatan dan formularium
rumah sakit.
Menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 36 tahun 2009 tentang
kesehatan, obat adalah bahan atau paduan bahan, termasuk produk biologi yang
digunakan untuk memengaruhi atau menyelidiki sistem fisiologi atau keadaan
patologi dalam rangka penetapan diagnosis, pencegahan, penyembuhan, pemulihan,
peningkatan kesehatan dan kontrasepsi untuk manusia. Menurut Trisnantoro
(2003), obat merupakan barang yang sangat dibutuhkan oleh masyarakat yang sakit.
Pentingnya obat dalam pelayanan kesehatan memberikan konsekuensi yang besar
pula dalam anggaran obat.
Penyimpanan obat merupakan suatu kegiatan dan usaha untuk melakukan
pengurusan penyelenggaraan dan pengaturan barang persediaan di dalam ruang
penyimpanan. Menurut Warman (2004) tujuan daripenyimpanan antara lain: a.)
Mempertahankan mutu obat dari kerusakan akibat penyimpanan yang tidak baik.
b.) Mempermudah pencarian di gudang atau kamarpenyimpanan. c.) Mencegah
kehilangan dan mencegahbahaya. d.) Mempermudah stok opname danpengawasan.
Prosedur Sistem Penyimpanan Obat yaitu obat disusun berdasarkan
abjad (alfabetis) atau nomor. Obat disusun berdasarkan frekuensi penggunaan:
FIFO (First In First Out), yaitu obat yang datang lebih awal harus dikeluarkan
lebih dahulu. Obat lama diletakan dan disusun paling depan, obat baru
diletakkan paling belakang. Tujuannya agar obat yang pertama diterima harus
pertama juga digunakan, sebab umumnya obat yang datang pertama biasanya
akan kadaluarsa lebih awal juga. Dan FEFO (First Expired First Out) yaitu obat
yang lebih awal kadaluarsa harus dikeluarkan lebih dahulu. Kemudian, obat
disusun berdasarkan volume. Prosedur penyimpanan obat menurut Kemenkes RI
antara lain mencakup pengaturan persediaan, sarana penyimpanan, serta sistem
penyimpanan (Depkes RI, 2010).
Penyimpanan obat narkotika yaitu narkotika yang berada dalam penguasaan
wajib disimpan secara khusus. Berdasarkan Permenkes RI No.
28/Menkes/Per/I/1978 Tentang Cara Penyimpanan Narkotika, harus memiliki
gudang khusus untuk menyimpan narkotika. Dengan persyaratannya yaitu dinding
terbuat dari tembok dan hanya mempunyai satu pintu dengan buah kunci yang kuat
dengan merek yang berlainan. Langit-langit dan jendela dilengkapi jeruji besi. Serta
V
dilengkapi dengan lemari besi yang beratnya tidak kurang dari 150 kg dan harus
mempunyai kunci yang kuat.
VI
BAB 2
PEMBAHASAN
Instalasi Farmasi Rumah Sakit dapat diartikan sebagai suatu unit dirumah
sakit yang merupakan tempat pelaksanaan semua kegiatan pekerjaan kefarmasian
yang ditujukan untuk keperluan rumah sakit dan pasien. IFRS merupakan organisasi
pelayanan di rumah sakit yang memberikan pelayanan produk yaitu sediaan farmasi,
perbekalan kesehatan dan gas medis habis pakai serta pelayanan jasa yaitu farmasi
klinik (PIO, konseling, MESO, monitoring terapi obat, reaksi merugikan obat) bagi
pasien atau keluarga pasien (Kemenkes, 2016).
VII
2.3 Tujuan Penyimpanan Obat
Penyimpanan obat bertujuan untuk menjaga mutu dan kestabilan suatu sediaan
farmasi, menjaga keamanan, ketersediaan, dan menghindari penggunaan obat yang
tidak bertanggung jawab. Menurut PERMENKES RI No 72 Tahun 2016,untuk
mencapai tujuan penyimpanan obat tersebut ada beberapa komponen yang perlu
diperhatikan, yaitu:
1. Obat dan bahan kimia yang digunakan untuk mempersiapkan obat diberi
label yang secara jelas terbaca memuat nama, tanggal pertama kemasan
dibuka, tanggal kadaluarsa dan peringatan khusus.
2. Elektrolit, konsentrasi tinggi disimpan di unit perawatan kecuali untuk
kebutuhan klinis yang penting.
3. Elektrolit konsentrasi tinggi yang disimpan pada unit perawatan pasien
dilengkapi dengan pengaman, harus diberi label yang jelas dan
disimpanpda area yang dibatasi ketat (restricted) untuk mencegah
penatalaksanaan yang kurang hati-hati.
4. Sediaan farmasi alat kesehatan, dan bahan medis habis pakai yang
dibawa oleh pasien harus disimpan secara khusus dan dapat
diidentifikasi
5. Tempat penyimpanan obat tidak dipergunakan untuk penyimpanan
barang lainnya yang menyebabkan kontaminasi.
VIII
khusus di instalasi farmasi rumah sakit milik pemerintah. (Permenkes, 2015)
a) Semua obat harus disimpan pada kondisi yang sesuai sehingga
terjamin keamanan dan stabilitasnya.
b) Sistem penyimpanan dilakukan dengan memperhatikan bentuk sediaan dan
kelas terapi obat serta disusun secara alfabetis.
c) Menggunakan sistem FEFO (First Expire First Out) dan FIFO (First
In First Out)
Petugas gudang farmasi melakukan penyimpanan obat atau alkes dimulai dari
petugas gudang farmasi memilah perbekalan farmasi berdasarkan suhu penyimpanan,
jenis sediaan, bentuk sediaan, dan huruf alfabetis, setelah itu menempatkan
perbekalan farmasi di rak penyimpanan, menyusun perbekalan farmasi secara FIFO
(first in first out)/ FEFO (first expired first out), yaitu barang yang datang terlebih
dahulu dan atau ED (Expired Date) dekat dikeluarkan dulu, selain itu, Obat disusun
berdasarkan volume barang dengan jumlah banyak harus ditempatkan sedemikian
rupa agar tidak terpisah, sehingga mudah pengawasan dan penanganannya, barang
yang jumlah sedikit harus diberi perhatian/tanda khusus agar mudah ditemukan
kembali, LASA(Look Alike Sound Alike) obat dengan penampilan dan penamaan
yang mirip tidak ditempatkan berdekatan dan harus diberi penandaan khusus untuk
mencegah terjadinya kesalahan pengambilan Obat. Petugas gudang farmasi
kemudian mencatat di kartu stok meliputi tanggal penerimaan, asal perbekalan
farmasi, jumlah yang diterima, stok akhir dan tanggal kadaluarsa yang nanti kartu
stok akan ditempatkan di rak penyimpanan masing-masing agar mudah dalam
pengecekan (Permenkes, 2016).
IX
2.6 Sistem Penyimpanan Obat Narkotika dan Psikotropika Menurut Permenkes
XI
2.7 Studi Kasus
Pada studi kasus yang penulis ambil adalah sistem penyimpanan obat di RS
PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Sistem penyimpanan obat di Gudang Instalasi
Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit I tidak sesuai dengan standar Seto,
yaitu penggolongan obat tidak berdasarkan kelas terapi/khasiat obat. Hal tersebut
dikarenakan tidak semua petugas gudang memiliki latar belakang pendidikan
kefarmasian. Petugas yang berasal dari sekolah umum akan kesulitan dalam
menghapalkan nama-nama obat berdasarkan kelas terapi/khasiat obat, sehingga
dikhawatirkan proses penyimpanan akan berlangsung lebih lama.Pengelolaan obat
oleh Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) mempunyai peran penting dalam
pelaksanaan pelayanan kesehatan di rumah sakit, oleh karena itu pengelolaan obat
yang kurang efisien pada tahap penyimpanan akan berpengaruh terhadap peran rumah
sakit secara keseluruhan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui gambaran
penyimpanan obat di Gudang Instalasi Farmasi RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta
Unit I.
Sistem penyimpanan obat di Gudang Instalasi Farmasi menggunakan
gabungan antara metode FIFO dan metode FEFO. Metode FIFO (First in First Out)
yaitu obat-obatan yang baru masuk diletakkan di belakang obat yang terdahulu,
sedangkan metode FEFO (first expired first out) dengan cara menempatkan obat-
obatan yang mempunyai ED (expired date) lebih lama diletakkan di belakang obat-
obatan yang mempunyai ED lebih pendek. Proses penyimpanannya memprioritaskan
metode FEFO, baru kemudian dilakukan metode FIFO. Barang yang ED-nya paling
dekat diletakkan di depan walaupun barang tersebut datangnya belakangan. Sistem
penyimpanan dikelompokkan berdasarkan jenis dan macam sediaan, yaitu:
1). Bentuk sediaan obat (tablet, kapsul, sirup, drop, salep/krim, injeksi dan infus).
2). Bahan baku.
3). Nutrisi.
4). Alat-alat kesehatan.
5). Gas medik.
6). Bahan mudah terbakar.
7). Bahan berbahaya.
XII
8). Reagensia.
9). Film Rontgen
Pada studi kasus yang penulis ambil adalah evaluasi pengelolaan obat di
Instalasi Farmasi Rumah Sakit “X” mengenai kecocokan antara barang dengan kartu
stok, sistem penataan gudang, stok obat kadaluarsa atau rusak, dan indikator stok mati
obat.
XIII
a. Indikator Kecocokan antara Barang dengan Kartu Stok
Hasil persentase kecocokan antara barang dengan kartu stok adalah 80,2
%. Jika dibandingkan dengan penelitian di RSMH Palembang yaitu 83,3%
(Masdahlena, 2004), maka belum efisien dan nilai standar Pudjaningsih (1996)
bahwa kecocokan antara barang dengan kartu stok seharusnya adalah 100%,
maka dapat dikatakan penyimpanan pada indikator kecocokan antara barang
dengan kartu stok belum efisien. Berdasarkan pernyataan dari kepala instalasi
farmasi ketidakefisienan disebabkan karena Sumber Daya Manusia (SDM)
yang tidak teliti dalam memeriksa obat, tidak disiplin dalam melakukan
pencatatan stok obat, kurangnya kepedulian petugas instalasi farmasi yang
seharusnya sebagai pengendali yang seharusnya melakukan pengecekan dan
pemeriksaan, jumlah petugas yang kurang sehingga menyebabkan petugas
mempunyai tugas rangkap. Mengingat bahwa buku pengeluaran tidak dapat
berfungsi sama dengan kartu stok sebagai kartu kendali, ditambah dengan
ketidakteraturan pengisian kartu stok sedangkan jumlah obat yang ada di
gudang begitu banyak karena berasal dari berbagai sumber (Askes,
Jamkesmas) maka akan berdampak pada semakin sulit mengontrol atau
mengendalikan persediaan obat di gudang. Untuk dapat mengatasi faktor-
faktor penghambat dari aspek tenaga manusia dapat dilakukan berbagai cara
berikut ini :
1) Diadakan pelatihan atau kursus atau sekolah mengenai standar
kompetensi yang dipakai di gudang.
2) Membuat SOP(standard operating procedure) bagi tenaga gudang.
3) Pengukuran kepatuhanakan SOP.
4) Melakukan review SOP (Damanik, 2006).
b. Indikator Sistem Penataan Gudang
c. Hasil penelitian sisapat persentase kesesuaian penyimpanan obat sesuai suhu,
no batch, ED sebesar 88,9 % walaupun cukup mendekati nilai standar yaitu
100% tetapi masih saja ada penyimpangan sebesar 11,1%. Dengan adanya
ketidaksesuaian antara hasil evaluasi (88,9%) dengan nilai standar
Pudjaningsih (100%), maka penelitian ini belum efisien tetapi jika
dibandingkan dengan penelitian di RSUD Kefamenanu Kabupaten Timor
Tengah Utara didapatkan hasil sebesar 70% (Olin, 2008), maka hasil penelitian
di “X” dikatakan lebih efisien. Ketidakcocokan terdapat pada salep hal ini
XIV
dikarenakan suhu penyimpanan suppositoria seharusnya 5-15 derajat celcius
tetapi di dalam ruangan suhunya 18,7 derajat celcius. Ketidaksesuaian suhu
akan berakibat:
1) Hilangnya zat aktif.
2) Hilangnya keseragaman kandungan.
3) Menurunkan keadaan microbiological. Jika penyimpana dalam suhu yang
tidak tepat, maka kemungkinan akan mempengaruhi keadaan yang
merugikan, seperti munculnya mikroorganisme.
4) hilangnya penampilan obat. Hal ini bisa membuat pasien berfikir bahwa
kualitas dari obat tersebut tidak bagus.
5) terbentuknya degradasi toksik (Carstensen &Rhodes, 2000).
Efisien dapat tercapai bila pemeliharaan sarana dan alat kesehatan
yang memadai dan untuk itu haruslah disusun petunjuk teknis dan
Standart Operational Procedure (SOP) tentang pemeliharaan dan
optimalisasi pemanfaatan sarana rumah sakit dan alat kesehatan
(Depkes, 2003)
Menurut Depkes (2004) persyaratan penyimpanan yaitu: dibedakan
menurut bentuk sediaan dan jenisnya, dibedakan menurut suhu dan
kestabilannya, mudah tidaknya meledak atau terbakar, tahan atau
tidaknya terhadap cahaya, disertai dengan sistem informasi yang selalu
menjamin ketersediaan perbekalan farmasi sesuai kebutuhan.
Penyusunan obat pada Gudang Instalasi Farmasi di “X” sudah
berdasarkan abjad atau alphabetis dari A-Z dan penyusunan
penggolongan obat sudah berdasarkan jenis dan macam sediaan tetapi
penyusunan golongan obat belum dilaksanakan berdasarkan kelas terapi
atau khasiat obat
Sistem penataan gudang di “X” menggunakan Sistem penyimpanan
obat di Gudang Instalasi Farmasi menggunakan gabungan antara metode
FIFO dan metode FEFO. Metode FIFO (First in First Out), yaitu obat-
obatan yang baru masuk diletakkan di belakang obat yang terdahulu,
sedangkan metode FEFO (first expired first out) dengan cara
menempatkan obat-obatan yang mempunyai ED (expired date) lebih
lama diletakkan di belakang obat-obatan yang mempunyai ED lebih
pendek. Proses penyimpanannya memprioritaskan metode FEFO, baru
XV
kemudian dilakukan metode FIFO. Barang yang ED-nya paling dekat
diletakkan di depan walaupun barang tersebut datangnya belakangan.
Ruang penyimpanan diatur suhu dan kelembaban yang dilakukan
secara berkala, yaitu 2 (dua) kali sehari setiap jam 08.00 WIB dan 15.00
WIB. Suhu yang terdapat di ruangan penyimpanan 18,7 derajat celcius.
XVI
lapangan
4) pembinaan, pelatihan, pendidikan untuk meningkatkan kemampuan dan
ketrampilan SDM (Rohayati, 2008).
Pada studi kasus yang penulis ambil adalah Analisis Penyimpanan Obat
di Gudang Farmasi Rumah Sakit Permata Medika kota Semarang.
Menurut penelitian sebelumnya yang dilakukan tahun 2014.Pengelolaan
data stok obat di instalasi farmasi rumah sakit (IFRS) Permata Medika masih
dilakukan secara manual sehingga dirasa kurang efektif dan efisien untuk
menangani masalah pengelolaan data stok obat karena memerlukan waktu yang
lama untuk mengolah data dan menyajikan laporan dengan Microsoft Excel. Sarana
penyimpanan obat yang ada di IFRS pengawasannya seharusnya dilakukan secara
triwulan atau rutin untuk menghindari adanya obat kadaluarsa atau rusak.
Dari hasil wawancara dengan petugas gudang farmasi RS Permata
Medika saat survey awal lokasi penelitian terdapat masalah yang melatarbelakangi
XVII
penelitian ini yaitu :
1. Pengecekan stok opname obat yang dilakukan tidak tepat waktu.
Pengecekan stok opname obat di gudang farmasi seharusnya dilakukan
setiap bulan, namun karena keterbatasan sumber dayammanusia
pengecekan stok opname obat dilakukan 2 atau 3 bulan sekali.
2. Stok obat kadaluarsa
Masih didapati banyak stok obat baik di gudang farmasi maupun stok obat
di apotek instalasi farmasi RS Permata Medika yang kadaluarsa.
3. Rayap
Alas atau palet untuk mengalasi tumpukan kardus obat masih terbuat dari
kayu dan beberapa diantaranya ada yang sudah dimakan rayap. Hal ini dapat
berisiko timbulnya kerusakan obat yang disebabkan oleh kontaminasi rayap.
4. Penataan obat yang tidak sesuai standar
Penataan obat tidak sesuai standar yang terdapat pada SOP penyimpanan
obat di gudang farmasi. Dari permasalahan diatas peneliti tertarik meneliti
lebih dalam agarmengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi
penyimpanan obat di gudangfarmasi RS Permata Medika Semarang
Dari hasil penelitian “Analisis Penyimpanan Obat Di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Permata Medika Semarang” dapat disimpulkan hal-hal sebagai
berikut:
1. Sumber daya manusia gudang yang tersedia di gudang farmasi sebanyak 1
orang sehingga belum sesuai dengan ketentuan minimal yang dibuat dalam
pedoman penyimpanan obat Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
tahun 2010 yang menyebutkan minimal yang harus tersedia meliputi 1 orang
atasan kepala gudang, 1 orang kepala gudang, 1orang pengurus barang, dan
1 orang pelaksana. Sementara itu, kesesuaian antara keterampilan dan
pengetahuan petugas gudang farmasi dengan kegiatan penyimpanan yang
dilakukan juga belum sesuai dengan pedoman Penyimpanan Dirjen Bina
Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun 2010 meskipun memiliki
keterampilan yang baik, namun masih dibutuhkan pelatihan karena latar
belakang pendidikan petugas yang bukan berasal dari bidang farmasi sesuai
pedoman.
2. Prosedur penyimpanan obat di gudang farmasi RS Permata Medika sudah
sesuai dengan pedoman penyimpanan obat Dirjen Bina Kefarmasian dan
XVIII
Alat Kesehatan tahun 2010 meskipun prosedur penerimaan, penyusunan
obat dan stock opname ada yang belum dilaksanakan oleh petugas. Hal
tersebut menyebabkan adanya obat kadaluarsa dalam jumlah yang tidak
sedikit.
3. Dokumen Penyimpanan Obat masih belum sesuai dengan pedoman
penyimpanan obat yang dibuat oleh Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan tahun 2010 karena dokumennya hanya terdiri dari buku harian
penerimaan obat, buku harian pengeluaran obat/buku defecta, kartu induk
persediaan, surat pesanan obat, dan bukti barang keluar. Menurut pedoman
dokumen penyimpanan obat meliputi kartu induk persediaan obat, kartu stok
obat, buku harian penerimaan obat, surat izin pengeluaran obat, buku harian
pengeluaran obat, laporan pengeluaran obat, laporan stock opname dan data
obat kadaluarsa. Pelaporan dokumen obat tidak tepat waktu dikarenakan
pelaporan hanya mengacu pada perintah kepala farmasi yang meminta
kepadapetugas gudang.
4. Sarana dan prasarana penyimpanan yang tersedia di gudang farmasi rumah
sakit Permaata Medika masih belum sesuai luas dan jumlahnya berdasarkan
ketentuan minimal yang dibuat oleh pedoman penyimpanan obat yang di
buat oleh Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan tahun2010. Ketidak
sesuaian ini membuat sistempenyimpanan obat yang berjalan tidak secara
maksimal yang berisiko terjadinya kerusakan obat yang ada di tempat
penyimpanan.Penyimpanan obat di gudang farmasi rumah sakit Permata
Medika sudah sesuai pedoman Dirjend Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan tahun 2010, hanya saja pada penerapannya kerap mengalami
hambatan seperti keterbatasan waktu membuat tidak dilakukannya
pencatatan tanggal obat.
XIX
2. Monitiring evaluasi terhadap kerja petugas logistik (obat) oleh kepala
Instalasi Farmasi rumah sakit.
3. Pemanfaatan dan kedisiplinan dalam memanfaatkan buku penerimaan obat
yang sudah disediakan manajemen rumah sakit, untuk meminimalisir
kesalahan dalam pencatatan obat.
4. Penyediaan sarana prasarana yang sesuai pedoman rumah sakit untuk
meminimalisir terjadinya kerusakan obat yang menimbulkan kerugian.
5. Petugas gudang diharapkan dapat melakukan pemeriksaan terhadap obat-
obatan yang disimpan di gudang farmasi secara berkala untuk membantu
mendeteksi adanya obat kadaluarsa dan obat rusak
XX
BAB 3
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Pada ketiga studi kasus yang penulis temukan, penulis simpulkan bahwa
pada studi kasus pertama ditemukan penyimpanan obat yang tidak sesuai dengan
standar Seto serta penggolongan obat di RS PKU Muhammadiyah Yogyakarta Unit
XXI
I belum berdasarkan kelas terapi atau khasiat. Hal tersebut dapat menyebabkan obat
di simpan di gudang dalam waktu yang lama, sehingga resiko Expired Date
semakin besar. Kemudian pada studi kasus kedua ditemukan ketidakcocokan antara
dan kartu stok disebabkan karena sumber daya manusia (SDM) yang tidak teliti
dalam memeriksa obat, dan tidak disiplin dalam melakukan pencatatan stok obat.
Serta ditemukan dalam penyusunan obat di IFRS tersebut belum dilaksanakan
secara kelas terapi atau khasiat obat yang menyebabkan obat tersebut menumpuk
dan akhirnya kadaluarsa. Serta adanya stok mati obat yang di sebabkan terlampau
banyaknya jenis obat yang ada dan jarang status penyakit yang menggunakan obat
tersebut. Kemudian pada studi kasus ketiga ditemukan pengecekan stok opname
obat yang dilakukan tidak tepat waktu, stok obat kadaluarsa, sarana dan prasarana
yang tersedia di gudang farmasi RS Permata Medika masih belum sesuai dengan
pedoman penyimpanan obat yang dibuat oleh Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan tahun 2010.
XXII
3.2 Saran
Agar tidak terjadi obat menumpuk di gudang serta obat expired date yang
tersimpan, sebaiknya obat disimpan sesuai dengan sistem penyimpanan yang baik
menurut SOP, selain itu juga agar obat yang terlebih dahulu masuk didistribusikan
terlebih dahulu. Serta tenaga Farmasi akan mudah menemukan obat yang sedang
dibutuhkan.
XXIII
DAFTAR PUSTAKA
Siregar Charles, J.P., Lia Amalia. 2003. Teori dan Penerapan Farmasi
Rumah Sakit.Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran,EGC.
Nomor.1027/Menkes/SK/IX/2004.Republik
XXIV
tentang Standar Pelayanan Kefarmasian di
https://www.academia.edu/14600766/APOTEK_PENYIMPANAN_NARKO
TIKA_BAB_II1
XXV
Hendriani, L. (2015).Gambaran Tempat Penyimpanan Dan Kelengkapan
Administratif Resep Narkotika Di Apotek Kecamatan
Banjarmasin Utara.http://www.akfar-isfibjm.ac.id/.
XXVI