Anda di halaman 1dari 7

M.

Muhlis Rizki, Fitria Saftarina | Tatalaksana Medikamentosa pada Low Back Pain Kronis

Tatalaksana Medikamentosa pada Low Back Pain Kronis


M. Muhlis Rizki1, Fitria Saftarina2
1
Program Studi Profesi Dokter, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung
2
Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas, Fakultas Kedokteran, Universitas Lampung

Abstrak
Low back pain (LBP) adalah penyebab utama disabilitas di seluruh dunia. Prevalensi global LBP dilaporkan sebesar 84%
dengan 12% populasi diantaranya mengalami disabilitas. Di Indonesia, prevalensinya sebesar 24,7%. Sebagian besar di
antaranya dikaitkan dengan pekerjaan yang melibatkan kekuatan tulang punggung sehingga mengakibatkan overload dan
memicu terjadinya accelerated degenerative articular. Berdasarkan durasi nyeri, LBP dibagi menjadi akut, subakut, dan
kronis. Nyeri punggung bawah yang dirasakan lebih dari 12 minggu termasuk ke dalam LBP kronik. Modalitas terapi LBP
kronis sangat beragam, namun tetap pada prinsip terapi yaitu menghilangkan nyeri, mencegah kekakuan otot, dan
meningkatkan kualitas hidup pasien. Terapi yang sering dipakai sebagai tatalaksana nyeri pada LBP kronik adalah OAINS,
gabapentinoid, dan muscle relaxant. OAINS sebagai modalitas awal terapi pada LBP kronik bekerja dengan menghambat
produksi prostaglandin melalui inhibisi COX 1 dan 2 sekaligus (non selektif) atau COX 2 langsung (selektif). Penggunaan
OAINS dibatasi bila pasien memiliki keluhan gastrointestinal dan kardiovaskular. Gabapentinoid merupakan obat
antikonvulsan yang bekerja melalui modulasi neurotransmiter pada reseptor presinaps neuron aferen, namun obat ini
memerlukan titrasi sehingga penggunaannya harus diawasi. Golongan terakhir adalah muscle relaxant yang terbagi menjadi
dua mekanisme kerja, yaitu secara langsung pada korda spinalis dan otot rangka (antispastik) dan konduksi sistem saraf
pusat (antispasmodik) untuk mencegah spasme otot pada LBP kronis, namun penyalahgunaan obat muscle relaxant harus
tetap diperhitungkan. Dengan mempertimbangkan efek samping obat pada semua modalitas terapi, OAINS dipilih menjadi
tatalaksana awal LBP kronis.

Kata kunci: LBP, gabapentinoid, muscle relaxant, OAINS, tatalaksana

The Therapy of Chronic Low Back Pain


Abstract
Low back pain (LBP) is a leading cause of disability throughout the world. The prevalence of low back pain is reported to be
as high as 84%, with 12% of the population being disabled by low back pain. The prevalence in Indonesia is 24,7%, most of
them are related with occupation that involves with the strength of spine, resulting in overload and trigger the accelerated
degenerative articular. Based on the duration of pain, LBP is divided into acute, subacute, and chronic. Low back pain that
persists for more than 12 weeks is defined as chronic LBP. Chronic LBP requires multimodal therapy, but seems to follow
the main principle, such as to reduce the pain, to prevent muscle stiffness, and to enhance patients’ quality of life. The most
common drugs used to treat pain in chronic LBP are NSAID, gabapentinoid, and muscle relaxant. NSAID, as the first modality
to treat chronic LBP, works by inhibiting prostaglandin through the inhibition of both COX 1 and 2 (non-selective) or directly
of COX 2 (selective). The use of NSAID is limited in patients with gastrointestinal and cardiovascular symptoms.
Gabapentinoid is an anti-convulsant drug which involves in neurotransmitter modulation in afferent neuron presynaptic
receptors, but this drug requires titration and it should be taken for considerations. Lastly, muscle relaxant is categorized
into two different mechanisms, which directly works in spinal cords and skeletal muscles (antispastic) and in central
nervous system conduction (antispasmodic) to prevent muscle spasms, but still considering about the risk of drug abuse. By
taking all side effects of all therapy modalities into consideration, NSAID is chosen as first-line therapy to treat chronic LBP.

Keywords: LBP, gabapentinoid, muscle relaxant, NSAID, therapy

Korespondensi: M. Muhlis Rizky, alamat: Jl Lada Ujung V, No. 12, Bandar Lampung, HP: 082278226372, email:
muhlisrizky66@gmail.com

Pendahuluan negara berkembang. Amerika Serikat tercatat


Low back pain (LBP) adalah masalah pernah mengeluarkan dana $100 miliar untuk
kesehatan yang umum ditemukan di menanggung kerugian dana yang ditimbulkan
masyarakat terutama pada fasilitas pelayanan akibat warganya yang menderita LBP. Kerugian
kesehatan tingkat pertama, bahkan merupakan yang terjadi akibat LBP dapat terjadi secara
penyebab utama disabilitas di seluruh dunia.1,2 langsung (menanggung biaya pengobatan) dan
Sekitar 50% hingga 80% orang dewasa di tidak langsung (menanggung beban ekonomi
seluruh dunia pasti pernah mengalami LBP.3 bagi individu, keluarga, komunitas, industri,
Low back pain masih menjadi dan pemerintahan).1
permasalahan baik bagi negara maju dan

Majority | Volume 9 | Nomor 1 | Juli 2020 | 1


M. Muhlis Rizki, Fitria Saftarina | Tatalaksana Medikamentosa pada Low Back Pain Kronis

Prevalensi LBP secara global sebesar 84% akibat iritasi pada saraf atau ganglion
dari seluruh populasi. 23% diantaranya dorsalis.
mengalami LBP kronis dengan sekitar 12% 3. Nyeri alih adalah nyeri yang menjalar ke
mengalami disabilitas.2 Setidaknya 5% hingga bagian tubuh yang jauh dari sumber nyeri
10% dari keseluruhan individu yang pernah dan tidak mengikuti dermatome.
mengalami LBP di usia produktif akan
berkembang menjadi LBP kronis di masa lanjut Selain itu, durasi nyeri pada LBP dibagi
usia. Usia puncak LBP kronis berada di usia 50 berdasarkan waktu menjadi akut (<6 minggu),
hingga 55 tahun.4 subakut (6-12 minggu), dan kronis (>12
Prevalensi LBP (gangguan minggu). Meskipun kebanyakan LBP akut akan
muskuloskeletal) di Indonesia sebesar 24,7% sembuh pada waktu <6 minggu, sebanyak 10-
yang mana hampir 75% diantaranya berkaitan 40% dapat tetap merasakan nyeri hingga >6
dengan pekerjaan (okupasional), sementara minggu. Pembagian kronisitas LBP berguna
prevalensi Provinsi Lampung sebesar 18,9%.5 untuk pemilihan terapi pasien.10,11 LBP kronik
Usia puncak LBP di Indonesia adalah usia 30 memiliki generator nyeri multipel dan
tahun.6 membutuhkan modalitas tatalaksana yang
Faktor risiko yang paling berperan dalam lebih variatif.12
terjadinya LBP adalah usia dan pekerjaan. Diagnosis LBP ditegakkan berdasarkan
Semakin bertambahnya usia seseorang maka hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
risiko LBP juga bertambah karena terjadi pemeriksaan penunjang. Sekitar 85% pasien
proses degenerasi diskus intervertebralis. LBP didiagnosis LBP non-spesifik pada
Pekerjaan yang menyebabkan overload pemeriksaan pertama.10
kemampuan tulang belakang kelamaan akan Beberapa hal yang perlu digali pada
menginduksi accelerated degenerative anamesis pasien LBP kronis adalah durasi nyeri
articular.4 yang dirasakan >12 minggu, lokasi nyeri dan
Ada beberapa pilihan terapi bagi LBP penjalarannya, dan keparahan nyeri yang
yaitu terapi medikamentosa, latihan fisik, dan dapat dievaluasi menggunakan skala (visual
pembedahan. Terapi medikamentosa adalah analog scale atau numerical rating scale score).
terapi yang banyak dipilih dan sering Sensasi nyeri, seperti rasa terbakar, gatal, baal,
dikombinasikan dengan latihan fisik. Beberapa atau sensasi aliran listrik harus dinilai.
obat yang banyak dijadikan pilihan terapi Selanjutnya, faktor yang memperingan dan
adalah Non Steroid Anti Inflammatory Drugs memperparah nyeri, riwayat pengobatan,
(NSAIDs), muscle relaxant, dan GABA.7 riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga,
hingga fungsional pasien selama merasakan
Isi nyeri dalam melakukan kerja dan aktivitas
Low back pain merupakan nyeri yang harian lain juga dinilai.10,13
dirasakan pada punggung bagian bawah dan Selain itu, pasien LBP juga harus
merupakan salah satu kondisi muskuloskeletal dilakukan evaluasi terhadap distres sosial atau
yang terdapat pada populasi dewasa.8 Nyeri psikologis yang berguna untuk pemilinan
yang dirasakan dapat berasal dari berbagai terapo pada kasus LBP kronis. Penilaian pada
struktur anatomi, seperti saraf, otot, struktur riwayat penyalahgunaan obat-obatan,
fascia, tulang, sendi, diskus intervertebralis, kompensasi kecacatan, status pekerjaan, dan
dan organ intraabdomen.9 Kemudian, secara gejala depresi dapat mengarah pada distres
garis besar sumber nyeri dikelompokkan psikologis. Komorbid psikiatri, seperti
menjadi tiga, yaitu nyeri pada aksial somatisasi dan coping mechanism yang
lumbosacral, radikular, dan nyeri alih (referred maladaptif, berhubungan dengan tidak
pain) seperti yang dijelaskan sebagai berikut.10 adekuatnya terapi dan prognosis yang buruk
1. Nyeri pada aksial lumbosacral adalah nyeri pada pasien LBP kronis.13
yang yang dirasakan pada vertebrae Setelah data anamnesis terkumpul,
lumbar (L1-L5) dan vertebrae sacral (S1 – pemeriksaan fisik pasien dilakukan dari
daerah sacrococcygeal junction). pemeriksaan umum, yaitu tanda vital, cara
2. Nyeri radikular adalah nyeri yang menjalar berjalan (penggunaan alat bantu, perpindahan,
ke ekstremitas mengikuti dermatome dan gait), keadaan umum, dan keadaan

Majority | Volume 9 | Nomor 1 | Juli 2020 | 2


M. Muhlis Rizki, Fitria Saftarina | Tatalaksana Medikamentosa pada Low Back Pain Kronis

psikologi (tingkah laku, mood dan afek, proses neurologi yang parah atau progresif, dicurigai
pikir, serta tanda-tanda distres).13 adanya kelainan neurologis serius,
Pemeriksaan neurologis dilakukan untuk imunosupresi, riwayat kanker, osteoporosis
menilai kekuatan motorik pada punggung dan atau penggunaan kortikosteroid, serta
ekstremitas inferior, keadaan sensoris, refleks penurunan berat badan atau demam tanpa
tendon dalam, dan refleks upper motor neuron etiologi jelas.13,16 Pilihan pemeriksaan
(UMN). Hal ini membantu menentukan pencitraan dapat dimulai dari plain X-ray
penyebab LBP kronis berdasarkan lokasi hingga modalitas lebih canggih, yaitu magnetic
patologis yang dapt terjadi pada spinal cord, resonance imaging (MRI) dan CT Scan.10,17
nerve root, atau nervus perifer.10 Pasien LBP kronis yang dicurigai karena
Pemeriksaan lokalis pada vertebrae keganasan atau infeksi dapat dilakukan
thoracolumbar dilakukan dengan inspeksi, pemeriksaan laboratorium berupa laju endap
palpasi, dan range of motion (ROM). Hal yang darah dan/atau C-Reactive Protein.
perlu dinilai pada inspeksi adalah postur dan Pemeriksaan dengan electromyography (EMG)
alignment vertebrae, yaitu dapat terlihat dan nerve conduction velocity (NCV)
kifosis, lordosis, atau skoliosis. Penilaian pada membantu dalam menentukan radikulopati
keadaan kulit sekitar juga dilakukan dengan akun atau kronis dan lokasi lesi patologis.13
memperhatikan adanya kemerahan, bengkak, Terapi medikamentosa pada LBP yang
bekas luka, dan tanda trauma atau inflamasi. masih dirasakan lebih dari tiga bulan atau LBP
Palpasi pada prosesus spinosus dapat kronis bertujuan untuk mengurangi nyeri,
membantu menilai abses, tumor epidural, dan menghilangkan kekakuan dan ketegangan pada
fraktur kompresi vertebrae yang terjadi pada otot serta meningkatkan kualitas hidup pasien.
pasien. Palpasi ringan dapat membantu Prognosis LBP kronis akan baik apabila rasa
mendeteksi allodinia pada nyeri neuropatik. nyeri dapat diatasi dan penjalaran nyeri djuga
Pembatasan gerak pada ROM fleksi, ekstensi, diatasi. Relaps dapat terjadi apabila pasien
serta rotasi dan fleksi lateral disertai nyeri melakukan aktivitas yang memberatkan kerja
dapat membantu menentukan lokasi dan otot punggung dan juga tulang belakang.18
penyebab nyeri.10,14 Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
Pemeriksaan khusus pada LBP yang merupakan golongan obat yang paling sering
dapat dilakukan, seperti:10,15 digunakan pada tatalaksana LBP. Obat ini
1. Patrick’s test dilakukan untuk direkomendasikan untuk pasien LBP kronik
mengevaluasi patologi pada panggul dan dalam jangka pendek. OAINS dapat
sakroiliaka yang keduanya berhubungan mengurangi nyeri dan disabilitas pada pasien
dengan LBP. Nyeri pada daerah paha LBP kronik dibandingkan dengan pemberian
dirasakan patologi yang terjadi di panggul placebo.19
dan nyeri pada punggung mengarah pada Obat anti inflamasi non steroid bekerja
keadaan patologis di sendi sakroiliaka. dengan kemampuannya menghambat produksi
2. Straight leg raise test akan menyebabkan prostaglandin. Prostaglandin menjadi media
tegang pada cabang saraf lumbar. Tes untuk berjalannya fungsi fisiologis seperti
dikatakan positif bila nyeri yang dirasakan barrier mukosa lambung, regulasi aliran darah
adalah nyeri radikuler dari punggung atau ke ginjal, dan regulasi endotel. Selain itu,
panggul hingga tumit. prostaglandin berperan penting dalam proses
3. Gaenslen’s test dilakukan dengan prinsip inflamasi dan nosiseptif. OAINS dapat diberikan
fleksi maksimal pada satu sisi sendi secara oral atau intravena yang kemudian akan
panggul dan sisi sebelahnya pada keadaan dibawa dalam darah menuju seluruh tubuh,
ekstensi maksimal. Tes ini positif bila sehingga dibutuhkan konsentrasi yang tinggi
pasien merasakan nyeri pada sendi dalam darah untuk mencapai konsentrasi
sakroiliaka. efektif pada jaringan yang nyeri dan mengalami
inflamasi. Konsentrasi yang tinggi dalam darah
Pemeriksaan penunjang yang dapat ini yang dapat meningkatkan efek samping
dilakukan pada LBP kronis adalah pencitraan. dalam penggunaan OAINS.20,21
Namun, pencitraan hanya dilakukan bila terjadi Enzim yang pertama kali terlibat dalam
trauma pada usia di atas 50 tahun, defisit sintesis prostaglandin adalah cyclooxygenase

Majority | Volume 9 | Nomor 1 | Juli 2020 | 3


M. Muhlis Rizki, Fitria Saftarina | Tatalaksana Medikamentosa pada Low Back Pain Kronis

(COX) 1 dan 2. Keduanya bekerja dalam Gabapentinoid sebagai contoh adalah


produksi prostaglandin saat terjadi inflamasi gabapentin dan pregabalin yang bekerja
dan nyeri, serta dapat berperan sebagai melalui modulasi neurotransmiter pada
autoregulator dan homeostasis dalam tubuh. reseptor presinaps neuron aferen. Kedua obat
COX-1 merupakan enzim yang dominal dalam ini bekerja pada subunit α-2 delta-2 pada kanal
proses sintesis dengan melindungi epitel kalsium yang bergantung dengan tegangan dan
lambung dan hemostasis. COX-2 merupakan memiliki farmakodinamika yang mirip dengan
enzim yang berperan dalam sintesis nyeri dan gejala lainnya. Golongan ini diketahui
prostaglandin yang diinduksi oleh sitokin dan efektif pada keadaan nyeri neuropati.
stres. OAINS nantinya akan menginhibisi enzim Penggunaan gabapentinoid pada LBP kronik
COX dan mencegah terjadinya sintesis membutuhkan titrasi dosis terapi secara
prostaglandin, menurunkan inflamasi, nyeri, perlahan dan agar dapat mempertahankan
dan demam.23 manfaat secara lebih lama. Efek samping yang
Obat anti inflamasi non steroid tersedia ditimbulkan pada golongan ini adalah sedasi,
dalam 2 bentuk, yaitu OAINS non-selektif yang pusing, edema perifer, kelelahan, mual, dan
dapat menghambat enzim COX-1 dan COX-2 penambahan berat badan.27
(ibuprofen, diklofenak, naproksen) dan OAINS Walaupun seringkali dipilih dalam
selektif inhibitor COX-2 yang hanya dapat tatalaksana LBP kronik, sampai saat ini belum
menghambat enzim COX-2 (nimesulid, dapat diketahui peran gabapentinoid secara
celecoxib). Inhibitor COX-2 mulai jelas. Pada studi yang telah dilakukan,
dikembangkan karena adanya laporan penggunaan gabapentin menunjukkan hasil
mengenai efek samping OAINS non-selektif yang kurang signifikan pada perbaikan nyeri
terhadap saluran pencernaan. Penghambatan dibandingkan dengan plasebo. Selain itu tidak
COX-1 juga dapat mengurangi proteksi tampak pula perbaikan secara fungsional dan
lambung, sehingga menyebabkan peningkatan emosional.28
risiko komplikasi saluran pencernaan (ulkus Adapun golongan muscle relaxants
gaster, perforasi, perdarahan saluran cerna). masih menjadi kontroversi dalam tatalaksana
Inhibitor COX-2 selektif dapat menurunkan LBP. Muscle relaxants terdiri atas berbagai
risiko ini, akan tetapi golongan ini memiliki efek macam obat berbeda yang bekerja pada
samping pada kardiovaskular.24 Dilaporkan reseptor yang berbeda pula. Golongan ini
terdapat 3-23% pasien yang menggunakan dikategorikan menjadi 2, yakni agen antispastik
OAINS menghentikan penggunaannya karena dan agen antispasmodik. Agen antispastik
adanya efek samping ini. Selain itu pula, pada bekerja melalui korda spinalis atau otot rangka
pasien lansia yang mengonsumsi banyak jenis secara langsung untuk meningkatkan
obat juga perlu diperhatikan efek samping hipertonisitas otot dan spasme involunter,
penggunaan OAINS. Untuk mencegah efek sedangkan agen antispasmodik bekerja dengan
samping pada saluran pencernaan, dapat mengurangi spasme otot melalui perubahan
diberikan obat gastroprotektif dengan dosis konduksi sistem saraf pusat. Contoh obat
efektif terendah dan dalam waktu yang golongan ini antara lain eperisone, tizanidine
singkat.25 Penggunaan OAINS selama 3 bulan (agonis α-2), orphenadrine (antagonis
diketahui dapat menurunkan keluhan nyeri kolinergik muskarinik, antihistamin),
serta disabilitas jangka waktu segera dan carisoprodol (GABA-ergic), baclofen (agonis
jangka waktu pendek. Sehingga saat ini, OAINS GABA-B), dan benzodizepin.29
masih dijadikan sebagai pilihan pertama Pada beberapa studi didapatkan adanya
analgesik pasien LBP kronik.26 hasil yang signifikan dalam pemulihan nyeri
Selain OAINS, obat golongan jangka pendek pada LBP akut. Selain itu,
gabapentinoid juga dijadikan pilihan sampai saat ini belum diketahui manfaat
26
tatalaksana LBP kronis. Gabapentinoid penggunaan benzodiazepin pada LBP. Dalam
merupakan golongan obat antikonvulsan yang sebuah studi serial kasus, pemberian eperisone
biasa digunakan pada kondisi epilepsi, 50 dan 100 mg sebanyak dua kali sehari selama
neuralgia post herpes, dan nyeri neuropati. 10 hari memiliki hasil yang signifikan terhadap
Bahkan, pregabalin seringkali digunakan dalam pengurangan nyeri spontan dan terprovokasi
tatalaksana gangguan cemas menyeluruh. berdasarkan hasil nilai Visual Analogue Scale,

Majority | Volume 9 | Nomor 1 | Juli 2020 | 4


M. Muhlis Rizki, Fitria Saftarina | Tatalaksana Medikamentosa pada Low Back Pain Kronis

outcome fisiologis dengan pengurangan hand- ditimbulkan pada golongan ini adalah sedasi,
to-floor distance, pengurangan kontraktur otot pusing, edema perifer, kelelahan, mual, dan
dan gangguan fungsional spina, perbaikan pada penambahan berat badan.
refleks tendon, dan perbaikan pada nyeri Muscle relaxants terdiri atas berbagai
ekstremitas bawah jika dibandingkan dengan macam obat berbeda yang bekerja pada
pemberian eperisone selama 3 hari. Eperisone reseptor yang berbeda. Pada LBP kronik,
dapat ditoleransi dengan baik oleh tubuh golongan obat ini dapat mengurangi gejala
dibandingkan dengan thiocolchiside dan pada pasien tertentu. Efek samping obat
diazepam, selain itu eperisone tidak golongan ini adalah sakit kepala, mual, pusing,
membutuhkan modifikasi dosis sehingga aman somnolen, risiko ketergantungan bahkan
dalam penggunaannya.30 Pada LBP kronik, hingga penyalahgunaan obat sehingga saat ini
golongan obat ini dapat mengurangi gejala penggunaannya sangat dibatasi.
pada pasien tertentu. Pada nyeri neuropati,
belum ada cukup bukti manfaat muscle Simpulan
relaxants pada radikulopati. Efek samping obat Obat anti inflamasi non steroid (OAINS)
golongan ini adalah sakit kepala, mual, pusing, menjadi pilihan pertama dalam tatalaksana LBP
somnolen, risiko ketergantungan bahkan kronik.
hingga penyalahgunaan obat sehingga saat ini
penggunaannya sangat dibatasi.31 Daftar Pustaka
1. WHO. Priority medicines for the Europe
Ringkasan and the world: low back pain. Geneva:
Low back pain merupakan salah satu World Health Organization; 2013. hlm. 1-
kondisi muskuloskeletal yang ditandai dengan 29.
nyeri pada punggung bawah. Berdasarkan sifat 2. Fatoye F, Gebrye T, Odeyemi I. Real world
nyeri, LBP dibedakan menjadi nyeri aksial incidence and prevalence of low back pain
lumbosacral, nyeri radikular, dan nyeri alih. using routinely collected data.
Sedangkan, berdasarkan durasi nyeri, LBP Rheumatology International. 2019;
dibagi menjadi akut, subakut, dan kronis. 39:619-26.
Diagnosis LBP ditegakkan dari hasil 3. Balague F, Mannion AF, Pellise F,
anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan Cedraschi C. Non-specific low back pain.
khusus, serta pemeriksaan penunjang berupa Lancet. 2012; 379(9814):482-91.
pencitraan yang umum dilakukan. Tatalaksana 4. Meucci RD, Fassa AG, Faria NMX.
LBP membutuhkan modalitas terapi yang lebih Prevalence of chronic low back pain:
beragam. systemic review. Rev Saude Publica. 2015;
Obat anti inflamasi non steroid (OAINS) 49(1):1-10.
merupakan golongan obat yang paling sering 5. Kemenkes RI. Riset kesehatan dasar.
digunakan pada tatalaksana LBP. Obat ini Jakarta: Balitbangkes Kementerian
direkomendasikan untuk pasien LBP kronik Kesehatan Republik Indonesia; 2013.
dalam jangka pendek. OAINS bekerja dengan 6. Enthoven WTM, Roelofs PD, Koes BW.
menghambat produksi prostaglandin melalui NSAIDs for chronic low back pain. JAMA
inhibisi enzim COX. OAINS memiliki efek Clinical Evidence Synopsis. 2017;
samping pada saluran pencernaan dengan 317(22):2327-8.
komplikasi ulkus gaster, perforasi, hingga 7. Qaseem A, Wilt J, Mc-lean RM, Forciea
perdarahan saluran cerna. OAINS masih MA. Noninvasive treatments for acute,
menjadi pilihan pertama analgesik pasien LBP subacute, and chronic low back pain: a
kronik. clinical practice guideline for the American
Gabapentinoid merupakan golongan college of physicians. American College of
obat antikonvulsan yang biasa digunakan pada Physicians. 2017; 166(7):1-29.
kondisi epilepsi, neuralgia post herpes, dan 8. Balague F, Mannion AF, Pellise F,
nyeri neuropati. Gabapentinoid sebagai contoh Cedraschi C. Non-specific low back pain.
adalah gabapentin dan pregabalin yang bekerja Lancet 2012; 379(9814):482-91.
melalui modulasi nerutransmiter pada reseptor 9. Smart KM, Blake C, Staines A, Thacker M,
presinaps neuron aferen. Efek samping yang Doody C. Mechanisms-based classification

Majority | Volume 9 | Nomor 1 | Juli 2020 | 5


M. Muhlis Rizki, Fitria Saftarina | Tatalaksana Medikamentosa pada Low Back Pain Kronis

of musculoskeletal pain: part 1 of 3: musculoskeletal pain in adults. Cochrane


symptoms and signs of central Database of Systematic Reviews. 2016;
sensitisation in patients with low back (+/- 4:1-98.
leg) pain. Man Ther. 2012; 17(4):336-44. 22. Ethoven WTM, Roelofs PD, Koes BW.
10. Urits I, Burshtein A, Sharma M, Testa L, NSAIDs for chronic low back pain. JAMA.
Gold PA, Orhurhu W, et al. Low back pain, 2017;317(22):2327-8.
a comprehensive review: pathophysiology, 23. Toroski M, Nikfar S, Mojahedian MM,
diagnosis, and treatment. Curr Pain Ayati MH. Cost-utility analysis of electro
Headache Rep. 2019; 23(23):1-10. acupuncture comparing non-steroidal
11. Heuch I, Foss IS. Acute low back usually anti-inflammatory drugs (NSAIDs) in the
resolves quickly but persistent low back treatment of chronic low back pain.
pain often persists. J Physiother. 2013; Journal of Acupuncture and Meridian
59(2):127. Studies. 2018;11(2):62-6.
12. Monie AP, Fazey PJ, Singer KP. Low back 24. Takahashi N, Omata J, Iwabuchi M, Fukuda
pain misdiagnosis or missed diagnosis: H, Shirado O. Therapeutic efficacy of
core principles. Man Ther. 2016; 22:68-71. nonsteroidal anti-inflammatory drug
13. Chou R. Low back pain. Ann intern Med. therapy versus exercise therapy in
2014; 160(11):1-6. patients with chronic nonspecific low back
14. Park WM, Kim K, Kim YH, Effects of pain: a prospective study. Fukushima J
degenerated intervertebral discs on Med Sci. 2017;63(1):8-15.
intersegmental rotations, intradiscal 25. Gouveia N, Rodrigues A, Ramiro S, Eusebio
pressures, and facet joint forces of the M, Machado PM, Canhao H, et al. The use
whole lumbar spine. Comput Biol Med. of analgesic and other pain-relief drugs to
2013; 43(2):1234-40. manage chronic low back pain: results
15. Bagwell JJ, Bauer L, Gradoz M, Grindstaff from a national survey. World Institue of
TL. The reliability of FABER test hip range Pain. 2016:1-13.
of motion measurements. Int JSports Phys 26. Wise J. Gabapentinoids should not be
Ther. 2016; 11:1101-5. used for chronic low back pain, meta-
16. Tan A, Zhou J, Kuo YF, Goodwin JS. analysis concludes. 2017;358:1-2.
Variation among primary care physician in 27. Shanthanna H, Gilron I, Thabane L,
the use of imaging for older patients with Devereaux PJ, Bhandari M, AlAmri R, et al.
acute low back pain. J Gen Intern Med. Gabapentinoids for chronic low back pain:
2016; 31(2):156-63. a protocol for systematic review and
17. Chou R, Qaseem A, Owens DK, Shekelle P. meta-analysis of randomized controlled
Diagnostic imaging for low back pain: trials. BMJ Open. 2016; 1-6
advice for high value health care from the 28. Shanthanna H, Gilron I, Rajarathinam M,
American College of Physician. Ann Intern AlAmri R, Kamath S, Thabane L, set al.
Med. 2011.; 154:181. Benefits and safety of gabapentinoids in
18. Casazza BA. Diagnosis and Treatment of chronic low back pain: a systematic review
Acute Low Back Pain. Am Fam Physician. and meta-analysis of randomized
2012;85(4):343–350. controlled trials. PLoS Med. 2017; 14(8): 1-
19. Bhatia A, Engle A, Cohen SP. Current and 21.
future pharmacological agents for the 29. Shaheed CA, Maher CG, Williams KA,
treatment of back pain. Expert Opinion on McLachlan AJ. Efficacy and tolerability of
Pharmacotherapy. 2020; 1-5. muscle relaxants for low back pain:
20. Van der Gaag WH, Roelofs PPDM, systematic review and meta-analysis.
Enthoven WTM, Van Tulder MW, Koes European Journal of Pain.
BW. Non-steroidal anti-inflammatory 2016;21(2017):228-37.
drugs for acute loe back pain. Cochrane 30. Bavage S, Durg S, Kareen SA, dhadde SB.
Database of Systematic Reviews. 2020; Clinical efficacy and safety of eperisone
4:1-115. for low back pain: a systematic literature
21. Derry S, Conaghaan P, Da Silva JAP, Wiffen review. Pharmacological Reports.
PJ, Moore RA. Topical NSAIDs for chronic 2016;68(2016):903-12.

Majority | Volume 9 | Nomor 1 | Juli 2020 | 6


M. Muhlis Rizki, Fitria Saftarina | Tatalaksana Medikamentosa pada Low Back Pain Kronis

31. Schreijenberg M, Koes BW, Lin CWC.


Guideline recommedations on the
pharmacological management of non-
spesific low back pain in primary care-is
there a need to change?. Expert Review of
Clinical Pharmacology. 2019:1-25

Majority | Volume 9 | Nomor 1 | Juli 2020 | 7

Anda mungkin juga menyukai