Anda di halaman 1dari 47

LAPORAN UAS METODE PENELITIAN KUALITATIF

PENERIMAAN DIRI PADA DEWASA AWAL YANG MENJADI YATIM ATAU


PIATU PADA MASA PANDEMI

DISUSUN OLEH:

Kelompok 3 (Kelas H)

Evangelista Olivia Jovanka 705190214

Khalif Akbar Hasan 705190290

Marsha Karina 705190300

Wilson Christian 705190284

Christopher David 705190281

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS TARUMANAGARA

JAKARTA

2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur yang penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah

memberikan penulis kesehatan, hikmat, dan kebijaksanaan untuk menyelesaikan

laporan penelitian yang berjudul “Penerimaan Diri Pada Dewasa Awal Yang

Menjadi Yatim atau Piatu Pada Masa Pandemi”.

Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dra. Rostina, M.Si, selaku dekan Fakultas Psikologi Universitas

Tarumanagara.

2. Ibu Rahmah Hastuti, S.Psi., M.Psi., selaku dosen pembimbing mata kuliah

Metode Penelitian Kualitatif yang telah memberikan banyak waktu untuk

mengoreksi dan memberikan masukan untuk laporan penelitian ini selama

satu semester.

3. Bapak Chandra Susanto, M.Psi., selaku asisten Ibu Rahmah Hastuti,

S.Psi., M.Psi., yang tidak jarang memberikan masukan tambahan atas

laporan penelitian penulis.

4. Partisipan yang berinisial CA, yang telah meluangkan waktunya dan

bersedia untuk menjadi narasumber di penelitian ini.

5. Partisipan yang berinisial MH, yang juga telah meluangkan waktu dan

bersedia untuk menjadi narasumber di penelitian ini.

ii
6. Orang tua masing-masing penulis yang selalu mendoakan yang terbaik

untuk penulis, juga telah menyediakan tempat tinggal dan kebutuhan

primer lain sampai laporan penelitian ini selesai.

Penulis berharap agar laporan penelitian ini bermanfaat bagi pembaca.

Kiranya pembaca mendapat wawasan baru atau melakukan penelitian lanjutan

berdasarkan laporan penelitian ini. Penulis juga sadar bahwa laporan penelitian

ini masih jauh dari kata sempurna, maka dari itu penulis hendak memohon maaf

atas segala kekurangan yang ada, baik dalam isi materi, maupun penyusunan

kalimat.

Penulis mengerti bahwa perbaikan merupakan hal yang berlanjut, maka

dari itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi

menyempurnakan laporan penelitian ini. Namun demikian adanya, penulis

mengharapkan laporan penelitian ini juga dapat bermanfaat bagi penelitian

selanjutnya, terutama penelitian di bidang ilmu psikologi.

Jakarta, 10 Juni 2021

Penulis

iii
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi iii

Abstrak iv

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang Masalah 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 6

1.4.1 Manfaat Teoritis 6

iv
1.4.2 Manfaat Praktis 6

1.5 Sistematika Penulisan 6

BAB II KAJIAN PUSTAKA 7

2.1 Definisi Dewasa Awal 8

2.2 Definisi Orang Tua dan Perannya Bagi Dewasa Awal 8

2.3 Kematian Orang Tua 9

2.3.1 Dampak Kematian Orang Tua Bagi Dewasa Awal 10

2.4 Penerimaan Diri 11

2.4.1 Definisi Penerimaan Diri 11

2.4.2 Dimensi Penerimaan Diri 11

2.4.3 Faktor Penerimaan Diri 13

2.4.4 Dampak Penerimaan Diri 14

2.5 Kerangka Berpikir 14

BAB III METODE PENELITIAN 17

3.1 Partisipan Penelitian 17

3.1.1 Karakteristik Partisipan Penelitian 17

3.1.2 Teknik Sampling 17

v
3.1.3 Gambaran Partisipan Penelitian 17

3.2 Jenis Penelitian 19

3.3 Setting dan Peralatan Penelitian 19

3.4 Prosedur Penelitian 19

3.4.1 Persiapan penelitian 19

3.4.2 Pelaksanaan Penelitian 20

3.5 Proses Pengambilan Data 20

3.6 Pengolahan dan Teknik Analisis Data 21

BAB IV TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISIS DATA 21

4.1 Perbandingan Data Demografi Partisipan Penelitian 22

4.4 Fenomena 23

4.5 Variabel Penelitian 24

4.5.1 Penerimaan Diri 24

4.5.2 Kematian Orang Tua 27

BAB V SIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN 29

5.1 Simpulan 29

5.2 Diskusi 29

5.3 Saran 30

vi
5.3.1 Saran yang Berkaitan dengan Manfaat Teoritis 30

5.3.2 Saran yang Berkaitan dengan Manfaat Praktis 30

Daftar Pustaka 31

vii
ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan memahami proses

penerimaan diri pada dewasa awal yang menjadi yatim atau piatu pada masa

pandemi Covid-19. Kematian tidak dapat di hindari atau pun di prediksi,

Penerimaan diri pada dewasa muda yang menghadapi kematian orang tua,

partisipan berjumlah 2 orang dengan karakteristik berada di sisi orang tua saat

meninggal dan tidak berada di sisi orang tua saat meninggal. Penelitian ini

merupakan penelitian kuantitatif dan menggunakan pendekatan fenomenologi.

Pengambikan data dilakukan dengan cara wawancara daring. Pandemi tidak

memberikan dampak pada penerimaan diri, tetapi pandemi memberikan dampak

pada penyalahan diri dari subjek.

vi
vii
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pada 11 Maret 2020, World Health Organization (WHO) mendeklarasikan

wabah Covid-19 berskala global dengan kasus aktif lebih dari 118.000 kasus di

110 negara dan potensi penyebaran yang tinggi (Ducharme, 2020). Yunus dan

Rezki (2020) mengatakan corona Virus adalah penggabungan virus yang berasal

dari sub famili Ortho Coronaviridae dan ordo Nidovirales. Coronavirus dapat

menyerang hewan dan manusia gejalanya berupa infeksi saluran pernafasan,

yang serupa dengan Severe Acute Respiratory Syndrome atau SARS dan Middle

East Respiratory Syndrome atau MERS, tetapi Covid-19 bersifat lebih cepat

penyebarannya. Komite Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional

(KPC PEN) mengatakan bahwa penularan Covid-19 adalah melalui droplet dari

batuk, bersin, atau berbicara orang yang memiliki virus Covid-19 sehingga

penularan Covid-19 dapat terjadi dengan sangat cepat. Kasus pertama orang

yang tertular Covid-19 di Indonesia merupakan seorang Ibu berumur 64 tahun dan

putrinya berumur 31 tahun di Depok, Jawa Barat. Seorang ibu dan anak tersebut

dilaporkan tertular Covid-19 dari seorang warga Jepang yang sempat berkunjung

ke Indonesia pada Februari 2020. Sejak kasus pertama di Indonesia pada tanggal

2 Maret 2020,
2

hingga 2 April 2020 meningkat pest dari 1 kasus menjadi 1.790 kasus.

Gambar 2.1 Infografis Jumlah Terpapar Covid-19 Di Indonesia (Komite

Penanganan Covid-19 dan Pemulihan Ekonomi Nasional, 2020).

Data di atas menunjukkan bahwa penyebaran Covid-19 di Indonesia

sangat cepat. Per 10 Juni 2021, telah ada lebih dari 1.8 juta kasus secara

akumulatif menurut data yang disediakan oleh John Hopkins University (2021).

Dari 1.8 juta kasus, 51.992 di antaranya meninggal dunia. Menurut Satuan Tugas

Penanganan Covid-19 (2021, p.20), per 3 Januari 2021, ada lebih dari 15% kasus

meninggal dari Covid-19 berumur 46 keatas. JIka saja diperkirakan 80% dari

mereka telah memiliki anak, ada 41.000 orang tua yang meninggalkan anaknya

dan angkanya terus bertambah.

Kehilangan orang tua merupakan hal yang tidak mudah untuk dilalui oleh

siapapun. Pada orang dewasa awal zaman sekarang, mereka akan mengalami

masa yang sedikit lebih berat saat mengalami kematian orang tua karena dewasa

2
3

awal zaman sekarang memiliki usia pernikahan rata-rata mendekati 30 tahun,

berarti banyak orang dewasa awal yang berumur 20-30 tahun yang tidak memiliki

dukungan emosional dari pasangan sehingga mereka harus melalui masa

dukanya dengan teman atau kerabat. Mereka tidak memiliki seseorang terkhusus

untuk diandalkan dan membantu mereka menjalankan tugas sehari-hari. Don

Lewis, kepala dari pusat kesehatan UC Davis, berkata bahwa pada dewasa awal

yang mengalami kematian orang tua, mereka merasa dunia mereka telah

meledak saat orang tuanya meninggal. Hal ini dikarenakan dewasa awal yang

sedang di sekolah paruh waktu, memulai pekerjaan baru, atau menavigasi tahap

awal hubungan orang dewasa, masih membutuhkan orang dewasa yang lebih tua

untuk konsistensi, kestabilan, dan bimbingan untuk menjalani hidup (Arnett,

dikutip dari Caiola, 2015).

Secara biologis juga orang dewasa awal merasakan perasaan marah dan

depresi yang lebih daripada orang dewasa akhir. Menurut Arain et al., (2013),

korteks prefrontal (area di otak yang mengontrol emosi dan fungsi kognitif)

dewasa awal biasanya masih terus berkembang hingga 10 tahun setelah

pubertas. Sehingga pada orang dewasa awal yang kortex prefrontalnya masih

berkembang, perasaan tersebut akan lebih tajam. Dampak dari perasaan marah

dan depresi yang dipertajam tersebut adalah orang dewasa awal cenderung untuk

menemukan makna baru dalam hidup atas usahanya untuk koping dengan

“ketidakadilan” yang mereka rasakan. Selain beban emosional yang berat, orang

dewasa awal juga mendapatkan beban finansial yang cukup berat karena pada

umumnya dewasa awal sedang berada di semester awal kuliah (satu sampai

empat). Selain beban biaya pendidikan, ada juga biaya tanggungan hidup yang

sebelumnya ditanggung oleh orang tua dilimpahkan menjadi tanggung jawab

3
4

orang dewasa muda. Peralihan gelar “tulang punggung keluarga” kepada orang

dewasa muda tidaklah mudah bagi kebanyakan orang dewasa muda (Arain et

al., 2013).

Terdapat lima tahap kesedihan yaitu Denial, Anger, Bargaining,

Depression, Acceptance atau yang biasa disebut dengan Kubler-Ross “five

stages” Model. Tahap pertama adalah denial atau tahap penyangkalan atau

penolakan, dimana individu tidak menyangkal bahwa hal buruk telah terjadi.

Individu berpura-pura bahwa tidak terjadi apapun, sehingga individu pada tahap

ini mengalami kesedihan. Tahap kedua adalah anger di mana individu akan

melampiaskan kesedihannya dalam bentuk marah. Saat marah, individu

cenderung melampiaskan kepada orang lain atau benda mati disekitarnya.

Individu akan merasakan kepedihan apabila diacuhkan saat menunjukan rasa

marahnya. Tahap ketiga adalah bargaining, setelah merasakan kemarahan,

Individu akan melakukan penawaran terhadap kesedihan yang dialaminya.

Individu berandai-andai kemungkinan yang seharusnya dilakukan sebelum hal

buruk itu terjadi. Tahap keempat adalah depression, bukan depresi dalam artian

gangguan mental, melainkan keadaan individu kembali ke realita. Individu merasa

sangat tidak beruntung atas musibah yang dialami. Tahap terakhir adalah tahap

acceptance atau penerimaan, di mana individu menyadari bahwa yang hilang

tidak dapat kembali. Individu menyadari bahwa ia harus melaluinya dan belajar

dari musibah yang menimpanya dan ia tetap harus melanjutkan kehidupannya

dengan baik. (Kubler-Ross, dikutip dari Fidyastuti, 2020).

Oleh karena itu, penerimaan dinilai sangat penting bagi dewasa muda

yang menjadi yatim atau piatu karena penerimaan menandakan mereka telah

memproses kedukaan mereka. Selain penerimaan (akan keadaan), penerimaan

4
5

diri juga tidak kalah penting demi psikis dan kelancaran berlangsungnya hidup

dewasa awal yang menjadi yatim atau piatu. Penerimaan diri menurut Handayani

(dikutip dari Rahmawati, 2012), merupakan sikap positif individu dan kondisi

dalam bentuk penghargaan dan mencintai diri sendiri, menerima segala kelebihan

dan kekurangan, mengetahui kekuatan dan kelemahan, tidak menyalahkan diri

sendiri maupun orang lain dan berusaha sebaik mungkin agar menjadi yang lebih

baik dari sebelumnya.

Menimbang fenomena banyaknya orang tua yang meninggalkan anaknya

pada masa pandemi, peneliti hendak mengetahui gambaran penerimaan diri pada

dewasa awal yang menjadi yatim atau piatu pada masa pandemi Covid-19.

1.2 Rumusan Masalah

Bagaimana gambaran penerimaan diri pada dewasa awal yang

menjadi yatim atau piatu pada masa pandemi Covid-19.

1.3 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui gambaran penerimaan diri pada

dewasa awal yang menjadi yatim atau piatu pada masa pandemi

Covid-19.

5
6

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Manfaat Teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah data kajian empiris terkait konstruk

self-acceptance atau penerimaan diri dengan kematian orang tua.

1.4.2 Manfaat Praktis

Penelitian ini diharapkan dapat mengedukasi dan memberikan wawasan

baru bagi pembaca mengenai gambaran penerimaan diri pada dewasa awal yang

menjadi yatim atau piatu pada masa pandemi Covid-19, juga proses kognitif dan

emosional dewasa awal yang menjadi yatim atau piatu di masa pandemi Covid-

19. Bagi peneliti selanjutnya, penulis berharap agar penelitian ini dapat

bermanfaat bagi peneliti lain yang ingin melakukan penelitian yang memiliki

konstruk menyerupai.

1.5 Sistematika Penulisan

Tujuan penelitian ini dilakukan adalah untuk mengetahui apakah partisipan

sudah menerima keadaan saat orang tuanya meninggal. Tujuan lainnya adalah

untuk mengetahui pengaruh perkembangan kognitif dari partisipan setelah

mengalami orang tua yang meninggal.

6
7

Penelitian ini dilakukan dengan wawancara dan mengambil data dengan

pendekatan fenomenologi. Akan di lakukan analisis dari rekaman hasil

wawancara. Penelitian ini menggunakan 3 partisipan, di mana partisipan telah

mengalami meninggalnya salah satu orang tua saat Pandemi Covid-19 terjadi.

Dari penelitian ini kita akan mendapatkan bagaimana proses penerimaan

seseorang di dalam suatu kondisi. Penelitian ini pun dapat di kembangkan oleh

7
7

peneliti lain dan penerimaan ini dapat diaplikasikan ke dalam fenomena lain.

Tujuan utama dari penelitian ini adalah mengetahui bagaimana penerimaan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA
2.1 Definisi Dewasa Awal

Menurut Hurlock (1986), Kategori dewasa awal didefinisikan dengan perubahan

fisik dan psikologis yang stabil, dimulai dari usia 18 tahun sampai 40 tahun. Menurut

hukum yang berlaku di Amerika tahun 1970, seseorang telah dianggap dewasa ketika

ia menginjak usia 18 tahun.

2.2 Definisi Orang Tua dan Perannya Bagi Dewasa Awal

Orang tua adalah figur esensial dalam kehidupan anak. Orang tua berperan

besar dalam kesehatan fisik, psikologis, dan sosial anak. Secara khusus, penggunaan

layanan kesehatan orang tua telah dikaitkan secara positif dengan kesehatan fisik

anak-anak mereka, yang mencerminkan kesamaan dalam status kesehatan

(Broadhurst; Janicke, Finney, & Riley. Dikutip dalam Serbin et al., 2014). Pendapat ini

juga didukung oleh kajian dari Murphey et al,. (2018) yang dalam penelitiannya

menyatakan bahwa orang tua yang melaporkan dirinya memiliki kesehatan yang

sangat baik, memiliki anak yang juga sama sehatnya. Selain dampak pada kesehatan

fisik, campur tangan orang tua juga dapat mempengaruhi kesehatan mental anak

seperti yang disebutkan oleh Dee Ann et al., (1994) pada “The Influence of Parental

Involvement on the Well-Being of Sons and Daughters” bahwa persepsi anak akan

hubungan mereka dengan orang tuanya mempengaruhi persepsi mereka akan dirinya

sendiri. Dee Ann et al., (1994) juga mengatakan bahwa perilaku dan hubungan

emosional antara orang tua dan anak penting bagi kesejahteraan anaknya

(kepercayaan diri, kepuasan hidup, dan kesehatan mental). Tidak hanya pada masa

8
kanak-kanak, namun relasi yang positif antara orang tua dan orang dewasa, dapat

menurunkan tingkat stres.

2.3 Kematian Orang Tua

Kematian adalah suatu hal yang mutlak dan tidak dapat dihindari. Walaupun

sering kali diasumsikan bahwa orang tua akan meninggal terlebih dahulu sebelum

anaknya, kenyataanya ada banyak anak yang menjadi yatim atau piatu karena orang

tuanya meninggal. Menurut Social Security Administration (2000), 3.5% dari penduduk

Amerika Serikat atau sekitar 2,2 juta orang telah menjadi yatim/piatu atau yatim piatu

sebelum umur 18 tahun. Fakta ini juga didukung oleh pendataan yang Childhood Grief

Statistics lakukan pada tahun 2020 di Amerika Serikat. Menurut Childhood Grief

Statistics, terdapat sekitar 1,5 juta anak yang yatim/piatu dan kurang dari dua juta anak

telah kehilangan kedua orang tuanya sebelum umur 18 tahun.

9
2.3.1 Dampak Kematian Orang Tua Bagi Dewasa Awal

Menurut konselor Krull (2020), kepergian orang tua sangat berdampak pada

anak, secara mental maupun finansial. Pada umumnya, kesedihan tumpang tindih

dengan beberapa gejala depresi dan gangguan kecemasan, seperti menangis,

suasana hati yang buruk, tidur yang terganggu, dan kehilangan nafsu makan. Gejala

mental tersebut biasanya terjadi pada tahap-tahap awal kesedihan. Gangguan

kecemasan dan depresi menunjukkan gejala yang sama selama beberapa minggu

selama kurun waktu tertentu namun tidak berarti bahwa semua orang yang ditinggalkan

orang tuanya akan menjadi depresi. Kebanyakan orang malah mengalami CG atau

Complicated Grief di mana mereka mengalami kesedihan yang kompleks (Shear,

2012).

Menurut Hensley & Clayton (2008) di artikel dari Psychiatric Times, 40% orang

yang berduka memenuhi kriteria depresi berat satu bulan setelah kehilangan mereka,

dan 24% masih memenuhi kriteria depresi berat setelah dua bulan. Dengan adanya

persinggungan antara masa duka dengan gejala depresi, orang yang berduka tidak

dapat didiagnosis menderita depresi sampai dua bulan berlalu sejak kehilangannya.

Selain itu, beberapa orang mungkin beralih ke penggunaan narkoba sebagai cara

untuk mengobati diri sendiri dan menghilangkan gejala mereka. Dampaknya adalah

banyak kasus penyalahgunaan narkotika yang terjadi pada keluarga anggota keluarga

yang ditinggalkan.

10
2.4 Penerimaan Diri

2.4.1 Definisi Penerimaan Diri

Self-acceptance atau penerimaan diri merupakan sikap positif individu dan

kondisi dalam bentuk penghargaan dan mencintai diri sendiri, menerima segala

kelebihan dan kekurangan, mengetahui kekuatan dan kelemahan, tidak menyalahkan

diri sendiri maupun orang lain dan berusaha sebaik mungkin agar menjadi yang lebih

baik dari sebelumnya. Penerimaan diri berhubungan dengan konsep diri yang positif,

individu dengan konsep diri yang positif dapat menerima dan memahami fakta-fakta

yang begitu berbeda dengan dirinya. Hurlock (n.d) mengatakan, self-acceptance atau

penerimaan diri merupakan suatu kondisi psikologi yang harus ada pada setiap

individu. Self acceptance yang baik hanya akan terjadi bila individu yang bersangkutan

bersedia dan mampu memahami keadaan dirinya sebagaimana adanya, bukan

sebagaimana yang diinginkannya. Selain itu, individu juga harus memiliki harapan yang

realistis, sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian bila individu memiliki

konsep yang membahagiakan dan rasional mengenai dirinya, maka dapat dikatakan

bahwa orang tersebut dapat menyukai dan menerima dirinya (Handayani, dikutip dari

Rahmawati, 2012).

2.4.2 Dimensi Penerimaan Diri

Kepercayaan diri

11
Memiliki keyakinan akan kemampuan untuk menjalani hidup dan memiliki itikad baik

untuk menjalani hidup bahkan tanpa orang tua lengkap di sampingnya

Fisik

Gangguan penyesuaian, ketika menerima kenyataan yang begitu sulit untuk diproses,

kenyataan sulit yang berisiko memicu gangguan penyesuaian. Salah satunya

munculnya gangguan fisik yang berupa, kesulitan tidur (Insomnia), mudah lelah, sakit

badan, gangguan pencernaan, dan otot berkedut (putra, 2020 yang dikutip dari sehat).

Keikhlasan

Penerimaan diri termasuk dalam ciri-ciri kepribadian yang sehat. Individu yang

menerima dirinya sendiri merasa aman secara emosional (emotional security), siap

menghadapi peristiwa yang membuat frustasi dan menyakitkan untuk memahami

bahwa hal-hal yang menyakitkan juga adalah lingkungan dari kehidupan itu sendiri

(Allport, dikutip dari Hadyani & Indriana, 2017).

Sosial

Kehidupan sosial mempunyai peran penting pada penerimaan diri. Penerimaan diri

akan terwujud dengan mudah jika lingkungan di mana individu berada memberikan

dukungan penuh (jersild, dikutip dari Tamasari, 2019).

Ryyf (1989) merumuskan dimensi-dimensi penerimaan diri sebagai berikut: Yang

pertama, Self Acceptance (Penerimaan diri), individu yang memiliki penerimaan diri

berarti individu tersebut telah memiliki sikap positif terhadap diri sendiri, mengenali dan

menerima segala aspek diri yang baik dan buruk serta merasa positif tentang masa

lalunya. Yang kedua, Positive Relation with Others (Hubungan Positif dengan Orang

12
lain), menggambarkan individu yang memiliki hubungan yang positif dengan orang lain

sebagai individu yang memiliki hubungan yang hangat, memuaskan, dan saling

percaya satu sama lain, memperhatikan kesejahteraan orang di sekitarnya, mampu

berempati dan mengisi serta terlibat dalam hubungan timbal balik. Yang ketiga,

Autonomy (Otonomi), bahwa individu yang anatomi berarti individu tersebut memiliki

determinasi diri dan bebas, mampu mengatasi tekanan sosial dengan tetap berfikir dan

bertindak sesuai dengan keyakinan, mengatur perilaku dari dalam, serta mengevaluasi

diri berdasarkan standar pribadi. Yang keempat Environmental Mastery (Penguasaan

Lingkungan), bahwa individu yang memiliki penguasaan lingkungan adalah individu

yang mampu menguasai dan mengatur lingkungan, mengontrol aktivitas eksternal dan

kompleks, menggunakan kesempatan secara efektif, memiliki kemampuan untuk

memilih dan menciptakan konteks yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai pribadi.

2.4.3 Faktor Penerimaan Diri

Terdapat beberapa faktor yang memiliki peranan penting dalam memperkuat

penerimaan diri dalam seseorang, diantaranya; pemahaman diri. Mempunyainya sikap

kejujuran, keaslian, dan realistis merupakan inti dari pemahaman diri. Semakin baik

kita memahami diri kita, maka semakin baik juga kita dapat menerima diri kita. Harapan

yang realisitis dalam menggapai tujuan kita tanpa adanya gangguan dari lingkungan

dapat menimbulkan kepuasan diri yang merupakan inti dari penerimaan diri. Sikap

sosial yang positif. Seseorang akan lebih mampu dalam menerima dirinya bila

mempunyai sikap sosial yang positif. Tidak adanya stress, seseorang dapat berfungsi

13
secara optimal bila tidak adanya stress. Pengaruh keberhasilan, menggapai

kesuksesan dapat menghasilkan penerimaan diri. Memiliki lingkungan yang terdapat

individu dengan penyesuaian diri yang baik. Perspektif diri yang luas, mampu melihat

diri sendiri dari sudut pandang yang lebih besar. Pola asuh yang baik pada usia dini.

Pentingnya Mendapatkan pendidikan dari rumah dan sekolah. Konsep hidup yang

matang. Pentingnya memiliki konsep hidup yang matang untuk mengenali diri kita

sendiri (Hurlock, dikutip dari Agoes, 2007).

2.4.4 Dampak Penerimaan Diri

Dampak penerimaan diri terbagi menjadi dua kategori:

a. Penyesuaian diri. Mampu mengakui kekuatan dan kelemahan, memiliki

kepercayaan diri dan harga diri, lebih siap menerima kritik, penerimaan diri di tengah

jalan keamanan memungkinkan individu untuk menilai dirinya lebih realistis agar dapat

menggunakan potensinya secara efektif.

b. penyesuaian sosial. Orang yang memiliki penerimaan diri akan merasa aman untuk

sekadar menerima orang lain, berkonsentrasi pada orang lain, menaruh minat pada

orang lain, seperti menunjukkan empati dan simpati (Hurlock, dikutip dari Gamayanti,

2016).

2.3 Kerangka Berpikir

14
Sudah satu tahun COVID-19 berlangsung sejak kasus pertama diberitakan

pada 2 Maret 2020. Terjadi perubahan di seluruh tatanan masyarakat seperti

menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) sehingga sulit untuk

bersosialisasi dan perubahan yang sangat signifikan terjadi di bidang

perekonomian yang sangat berdampak bagi masyarakat mulai dari pedagang

yang sepi akan pembeli, perusahaan-perusahaan tidak dapat melanjutkan usaha

sehingga kebutuhan tidak terpenuhi sehingga karyawan banyak yang

diberhentikan dari pekerjaannya. Hal ini membuat beban pikiran bertambah yang

membuat kesehatan menurun akibat dampaknya. Akhirnya pada masa Covid-19

ini banyak masyarakat yang merasa kebingungan tidak tahu harus berbuat

apalagi. Meskipun ada perubahan dan permasalahan yang belum dapat

terselesaikan, tidak semua masyarakat menyerah begitu saja. Mereka tampak

semakin berjuang dan berusaha untuk bertahan menghadapi masa sulit di masa

pandemi Covid-19 ini.

Dalam menghadapi situasi seperti ini, kepribadian yang memiliki hardiness

merupakan salah satu hal yang sangat penting untuk bertahan. Dengan adanya

hardiness dapat memberikan keberanian dan motivasi untuk bekerja keras, dan

mengubah keadaan stres menjadi suatu peluang untuk bertumbuh dan

berkembang. Dengan adanya beban bertambah yang dirasakan oleh setiap

individu memberikan kekuatan yang lebih untuk tetap bertahan.

Penelitian ini membahas tentang pengaruh Covid-19 terhadap hardiness

masyarakat terutama pada mahasiswa yang bekerja sebagai part-timer. Peneliti

ingin mengetahui apakah dengan adanya masalah dan tekanan di masa pandemi

ini dapat meningkatkan hardiness seseorang karena banyak perubahan yang

15
terjadi sehingga mereka harus beradaptasi dan mencari solusi agar dapat

menghadapinya.

16
17

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Partisipan Penelitian

3.1.1 Karakteristik Partisipan Penelitian

Karakteristik partisipan dalam penelitian ini adalah dewasa awal berumur

18-40 tahun yang pada masa pandemi menjadi yatim atau piatu.

3.1.2 Teknik Sampling

Teknik sampling yang penulis gunakan untuk mengambil partisipan adalah

teknik purposive sampling. Penulis memiliki kerabat yang memenuhi kriteria

sehingga mereka dipilih.

3.1.3 Gambaran Partisipan Penelitian

Partisipan pertama dengan inisial CA merupakan seorang mahasiswi

Universitas X berusia 19 tahun yang saat ini sedang menjalani perkuliahan


18

semester 4. Pada saat pandemi Covid-19 orang tua laki-lakinya meninggal karena

stroke. Saat ini CA tinggal bersama orang tua perempuan, kakak laki-laki, dan adik

laki-laki.
Partisipan kedua dengan inisial MH merupakan seorang mahasiswa

Universitas Y berusia 21 tahun yang saat ini sedang berada di semester 6.

Partisipan MH juga merupakan seorang barista.

3.2 Jenis Penelitian

Penelitian ini kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. “Fenomenologi

berasal dari kata kerja Yunani “phainesthai” yang berarti memunculkan,

meninggikan, menunjukkan dirinya sendiri” (Hasbiansyah, 2008).

3.3 Setting dan Peralatan Penelitian

Pengambilan data penelitian ini dilakukan secara daring karena adanya

wabah Covid-19 sehingga pertemuan fisik diminimalisir. Pengambilan data

dilakukan di rumah masing-masing dengan waktu partisipan CA pukul 23.00

malam dan partisipan MH pukul 15.00 siang. Pengambilan data kedua partisipan

menggunakan aplikasi Zoom. peralatan yang digunakan adalah alat elektronik

laptop/handphone, kertas, dan alat tulis.

3.4 Prosedur Penelitian

3.4.1 Persiapan penelitian

19
Pada awalnya penulis menentukan tema dan topik penelitian berdasarkan

fenomena yang ada di sekitar penulis. Lalu setelah topik disetujui oleh Ibu

Rahmah Hastuti, M.Psi., selaku dosen pembimbing dan Bapak Chandra Susanto,

S.Psi., selaku asisten Ibu Rahmah Hastuti, M.Psi., kami mulai mencari jurnal

acuan. Setelah mendapatkan jurnal acuan, penulis mencari lebih banyak

informasi mengenai topik yang penulis pilih. Setelah itu, penulis mulai merancang

kerangka penelitian dan mulai membuat latar belakang, rumusan masalah,

metode pengambilan data, alat ukur, dan tujuan penelitian. Setelah kerangka

penelitian sudah matang, penulis menentukan dan memilih partisipan dengan

metode purposive sampling. Penulis menghubungi partisipan CA dan MH dan

menanyakan kesediaan mereka. Setelah partisipan bersedia, penulis

merencanakan waktu untuk melakukan wawancara dengan kedua partisipan.

3.4.2 Pelaksanaan Penelitian

Setelah menentukan waktu yang tepat dengan kedua partisipan, penulis

melakukan pengambilan data melalui wawancara daring melalui aplikasi aplikasi

Zoom. Partisipan CA diwawancara daring pada 26 April 2021, pukul 23.00.

Partisipan MK diwawancara pada 23 April 2021, pukul 15.00 siang.

3.5 Proses Pengambilan Data

Pengambilan data dilakukan dengan metode wawancara daring di waktu

yang telah disepakati bersama. Pedoman wawancara yang semi-structured dibuat

sebelum dan digunakan pada saat wawancara. Penulis menggunakan pedoman

wawancara semi-structured dengan tujuan agar informasi yang penulis butuhkan

20
terpenuhi dan di saat yang sama dapat mengimbangi alur cerita partisipan. Pada

pedoman wawancara penulis menggunakan bentuk pertanyaan terbuka sehingga

partisipan dapat menjawab dengan lebih leluasa. Penulis yang mewawancara juga

melakukan probing sehingga jawaban partisipan bisa lebih kuat untuk menghindari

kesalahpahaman dan penarikan kesimpulan yang salah.

3.6 Pengolahan dan Teknik Analisis Data

Setelah wawancara daring, rekaman wawancara disimpan di Google Drive


lalu ditranskrip. Setelah ditranskrip menggunakan aplikasi Live Translate,
verbatim dibandingkan satu persatu dengan video rekaman. Setelah verbatim dan
video rekaman sejalan, penulis membaca ulang verbatim dan menelaah arti
pernyataan partisipan. Proses pengartian ini disebut coding. Coding pun
digunakan untuk menarik kesimpulan dan tali-tali korelasi antar fakta.

BAB IV

TEMUAN PENELITIAN DAN ANALISIS DATA

21
4.1 Perbandingan Data Demografi Partisipan Penelitian

Partisipan pertama berinisal MH, memiliki 2 saudari kandung, anak ke 2

dari 3 bersaudara. MH menjadi anak laki laki satu satu nya di keluarga. MH adalah

seorang Mahasiswa dan bekerja paruh waktu sebagai barista. Selain itu MH

mengikuti organisasi di kampus nya. MH tidak mengetahui secara pasti pekerjaan

ayah nya. Hubungan MH dengan ayah nya tidak terlalu baik, dan MH lebih dekat

dengan Ibu nya. MH adalah orang pertama yang mengetahui ayahnya meninggal.

MH sempat mengalami depresi karna MH merasa tidak mampu menggantikan

posisi ayahnya.Pada akhirnya MH dapat menerima diri, keadaan, dan kondisinya.

Partisipan kedua berinisial CA, memiliki 2 saudara kandung, anak ke 2 dari

3 bersaudara. CA menjadi anak perempuan satu satunya di keluarga. CA

berstatus sebagai Mahasiswa. MHubungan CA dengan sangat dekat dengan

ayahnya. Ayah CA bekerja sebagai PNS. Pada saat ayah CA meninggal, CA

berada di luar kota tinggal bersama tantenya. Ayah CA meninggal dengan

keadaan mendadak. CA sempat mengalami gangguan kecemasan, CA

menyalahkan diri sendiri karena tidak berada di sisi ayah nya untuk saat terakhir.

Tetapi CA sekarang sudah bisa menerima kematian ayah nya, walau sesaat sering

teringat.

Tabel 4.1 Data Demografi Partisipan

22
Keterangan Partisipan 1 Partisipan 2

Nama inisial CA MH

Jenis Kelamin Perempuan Laki-Laki

Usia saat ini 19 tahun 21 tahun

Daerah asal Jakarta Bogor

4.4 Fenomena

Orang tua adalah figur esensial dalam kehidupan anak. Orang tua

berperan besar dalam kesehatan fisik, psikologis, dan sosial anak. Secara

khusus, penggunaan layanan kesehatan orang tua telah dikaitkan secara positif

dengan kesehatan fisik anak-anak mereka, yang mencerminkan kesamaan dalam

status kesehatan (Broadhurst; Janicke, Finney, & Riley. Dikutip dalam Serbin et

al., 2014). Menurut hasil wawancara yang telah dilakukan, partisipan memiliki

pandangan tersendiri mengenai figur orang tua mereka, terutama ayah. Menurut

MH ayahnya adalah

“Ayah Menurut saya apa ya, cerminan dari pada kekuatan dalam diri saya sendiri

karena ayah saya itu adalah Ayah yang benar-benar secara fisik maupun mental

23
benar-benar kuat sekali kayak gitu kan, mungkin sedikit cerita, bahwa Ayah saya

adalah mantan preman, Mantan preman di daerah di salah satu daerah Jakarta

yang terkenal dengan kehidupan premannya itu dan ayah saya menjadi preman

yang apa ya ibaratnya jadi pentolan preman preman diantara peranan peranan

lainnya lah dari situ saya menganggap bahwa saya keren yang keren itu dengan

artian ketika di dalam fase preman tersebut ayah saya menemukan sebuah jalan

yang lurus ibaratnya lagi bahasa Islam itu tobat lah kayak gitu, habis itu

menemukan bahwa Seburuk apapun manusia itu bisa menemukan jalan baiknya

sendiri dan saya menemukan itu dalam ayah saya sendiri bahwa saya tidak akan

pernah menyerah untuk bisa menemukan jalan yang paling lurus dan ayah saya

ada tipikal orang yang terus berusaha seperti itu”

Pandangan berbeda yang diungkapkan dari partisipan CA mengenai

seorang ayah menurut CA adalah

“Ayah aku itu orangnya baik banget humoris. Wah ayah aku tuh humoris banget

dia tuh kayak selalu bikin aku seneng terus nggak pernah bikin aku sedih

maksudnya kayak setiap kalau misalnya aku lagi sedih itu pasti ada gitu dia yang

bikin aku tuh kayak jadi gak sedih lagi misalnya kaya pas di marahin sama mama

aku terus dia yang hibur atau dia itu sebenarnya galak nggak, nggak Galak sih

kalau ke aku ya Kalau ke ade aku sama Kakak aku sebenernya lumayan galak

cuman kalau ke aku Dia nggak pernah ngebentak sama sekali, pokoknya dia baik

banget penyayang penyabar Terus dia humoris, seperti itu sih.”

Dari kedua pandangan partisipan, dapat disimpulkan bahwa figur orang

tua, terutama seorang ayah adalah Seorang figur yang akan di kagumi dan di

24
contoh oleh anaknya, dan seorang figur yang akan menjaga dan menghibur anak

nya.

4.5 Variabel Penelitian

4.5.1 penerimaan Diri

Hurlock (n.d) mengatakan, self-acceptance atau penerimaan diri

merupakan suatu kondisi psikologi yang harus ada pada setiap individu. Self

acceptance yang baik hanya akan terjadi bila individu yang bersangkutan

bersedia dan mampu memahami keadaan dirinya sebagaimana adanya, bukan

sebagaimana yang diinginkannya. Selain itu, individu juga harus memiliki harapan

yang realistis, sesuai dengan kemampuannya. Dengan demikian bila individu

memiliki konsep yang membahagiakan dan rasional mengenai dirinya, maka

dapat dikatakan bahwa orang tersebut dapat menyukai dan menerima dirinya

(Handayani, dikutip dari Rahmawati, 2012). Partisipan yang sudah mencapai

penerimaan diri adalah HM, mengungkapkan bahwa

“Gw kemarin tuh salah nya gw kemarin terburu buru pengen melewati fase demi

fase dari tahapan berduka itu sendiri, yang jatuh nya malah ngancurin atau

ibaratnya apa ya, ngebuat ngebuat diri gw lebih sakit gitu lho, gimana sih terburu

buru, kalau dianalogikan secara apapun Ketika kita mengerjakan hal yang terburu

buru itu pasti gak maksimal kan? Dan pasti akan ada konsekuensi ke hal yang

negatif, nahh itu kesalahan gw dan setelah gw mengkonsultasi ke dosen, ya gw

menemukan diri gw lagi gitu lho, dan pada intinya Ketika itu semua selesai, Ketika

lu ngomongin tentang masalah bokap gw, tentang masalah kejadian bokap gw

meninggal dan sebagainya, gw nge recall, ngerecall semua informasi itu, tapi

25
secara emosional gw udah bisa lebih nahan gitu lho, karna di situ gw udah masuk

ke tahap penerimaan diri, gw udah di tahap itu dan gw lebih mengenali bahwa diri

gw, yaudah ini udah jadi udah jadi sebuah takdir, yaudah gitu lho, lu mau nangis

lagi, gakpapa nganis, lu gak nangis juga gakpapa gitu lho’

HM sudah mencapai fase penerimaan diri di mana HM sudah tidak lagi

terikat oleh emosional atau kesedihan dari meninggalnya ayah HM. HM sudah

menerima kondisi diri nya, dan mulai beraktivitas dengan normal. HM pernah

mengalami depresi karena dia merasa belum mampu menggantikan posisi ayah

nya. Sedangkan partisipan CA, belum sepenuh nya mencapai fase penerimaan

diri, walau sudah mulai bisa menerima keadaan meninggalnya ayah CA, tetapi

terkadang emosi dan perasaan CA masih sering berubah. Dalam wawancara CA

mengatakan,

“Pasti ya harus ikhlas lah Cuman kalau untuk sepenuhnya jujur aja masih masih

sedih lahh menerima sepenuhnya karena kan Ayah aku meninggal tuh 3 4 bulan

masih 4 bulan yang lalu jadi belum sepenuhnya cuman ya sedikit demi sedikit

harus bisa sihh bagaimanapun juga kan aku harus menjalani hidup hak dan

kewajiban aku kan jadi kalau misalnya emang kangen ya udah berdoa aja gitu.

gitu sih paling”

Dari pernyataan di atas, membuktikan bahwa belum bisa sepenuh nya

menerima kematian ayahnya. Hal ini juga dapat didukung dari faktor kedekatan

CA dengan ayah nya, CA mengatakan ,

“ahh Aku sama ayah aku tuh dari kecil dekat banget ya. Soalnya kan aku bisa

dibilang tuh anak ayah banget soalnya ayah tuh senang punya anak perempuan

26
terus aku juga perempuan satu perempuan satu-satunya terus Kalau deket mah

Wa dari kecil udah dibilang deket banget sampai-sampai aku kuliahnya sampai

aku masih 16 tahun tuh kayak selalu bareng papa terus selalu kayak apa-apa

sama papa ahh terus pokoknya kemana-mana sama papa gitu deh cepet banget

pokoknya”

Dari hal ini dapat disimpulkan, kedekatan dengan seorang yang

meninggal, dapat menghambat penerimaan diri.

4.5.2 Kematian Orang Tua

Kematian adalah suatu hal yang mutlak dan tidak dapat dihindari. Walaupun

sering kali diasumsikan bahwa orang tua akan meninggal terlebih dahulu sebelum

anaknya, kenyataanya ada banyak anak yang menjadi yatim atau piatu karena

orang tuanya meninggal. Mendengar kabar meninggalnya ayah membuat CA

terkejut. Meninggal nya ayah CA adalah kematian yang mendadak, walau di

sebabkan oleh penyakit. Saat wawancara CA mengatakan

“di situ pasti kabarin meninggal aku beneran sok sok banget sampe yang kayak

aku nggak bisa nangis gitu aku nggak keluar air mata sama sekali karena saking

shock-nya terus aku bingung trus aku sok aku kaya, aku juga nggak pegang HP

tuh beneran shock saking shock-nya makanya aku nggak keluar air mata kan

terus abis itu aku udah mulai nangis itu pas, Jadikan waktu itu langsung beli tiket

pulang kan terus perjalanan ke Surabaya “

CA sangat terkejut saat mendengar berita kematian ayahnya. Sedangkan

reaksi HM saat mengetahui ayahnya meninggal adalah penolakan dan tidak

percaya bahwa hal tersebut terjadi. HM adalah orang pertama yang mengetahui

27
dan memeriksa bahwa ayahnya sudah meninggal. Meninggalnya ayah HM di

karenakan sakit yang sudah cukup lama, dan sudah terjadi disfungsi organ dalam.

HM mengatakan,

“Jadi gini ceritanya saya jam 6 pagi. Eh, sorry sudah subuh saya sama Ibu saya

ibaratnya apa ya karena Emang ayah saya sakitnya udah parah juga ampe yang

parah yang paling parah itu fungsi ginjalnya itu udah berfungsinya cuman di

bawah 5% sekitar 3 sampai 4% fungsi ginjalnya. Nahh jadi Setelah sholat subuh

saya membersihkan ayah saya dan ibu saya barengan membersihkan karena

Emang bab ataupun buang air kecil pun udah di di situ juga di tempat itu juga nahh

udah itu. Ahh Setelah apa merapikan atau udah apa udah ngebersihin ayah saya

Saya nganter Ibu saya untuk pergi mendaftar check up sekitar jam 6 lewat kalau

gak salah jam 6 lewat pergi ke rumah sakit rumah sakitnya dekat lho dari jarak

rumah saya, nahh sebenarnya kita berdua udah kayak ngerasa kayak ada yang

aneh gitu loh. Kek ada yang aneh ketika saya udah mulai ninggalin kan ninggalin

ninggalin rumah setelah itu saya pulang untuk membeli bubur beli bubur karena

Emang ayah cuman bisa masuk bubur doang pulang nyampe rumah buka kamar

dadanya udah gak gerak lagi dan dari situ saya langsung simpen buburnya dan

ngecek. Apa masih ada nafas lihat denyut nadinya masih ada atau gak dan

ternyata udah gada,begitu”

28
BAB V

SIMPULAN, DISKUSI DAN SARAN

5.1 Simpulan

Penelitian ini bertujuan untuk bagaimana penerimaan diri menjadi yatim

atau piatu pada masa pandemi Covid-19. Bagaimana Dewasa awal ini dapat

menerima kematian salah satu orang tua saat pandemi. Bagai mana dewasa awal

ini dapat menjalankan aktifitas sehari hari dalam ruang lingkup sosial, dan kognitif.

Penerimaan diri dan keadaan, di tinggal salah satu orang tua. Dengan ini ada

harapan subjek dapat tetap menjalani kehidupan sehari hari dan memiliki

kepercayaan diri yang baik.

Dari faktor kematian orang tua, dapat di terima secara internal maupun

dapat menumbuhkan motivasi untuk bisa terus menjalani hidup. Faktor emosi

mempengaruhi rasa kehilangan, dan penyesalan. Membutuhkan waktu dan tidak

terburu buru untuk mencapai penerimaan diri, harus di jalani dengan perlahan.

29
5.2 Diskusi

Hasil penelitian ini menunjukan bahwa pandemi tidak mempengaruhi

penerimaan diri, akan tetapi pada saat pandemi ini menunjukan menyalahkan diri

sendiri atas kematian ayah. Pada saat pandemi ini menyalahkan diri karena tidak

dapat menemani saat saat terakhir dengan ayah. Walau pada akhir nya subjek

sudah meneriman dan akan menerima diri, tetapi pandemi ini tidak

mempengaruhi, dan pandemi ini membawa dampak pada penyalahan diri sendiri.

5.3 Saran

5.3.1 Saran yang Berkaitan dengan Manfaat Teoretis

Manfaat yang di dapatkan dari penelitian ini adalah dapat di kembangkan

kembali penelitian yang serupa dengan subjek yang berbeda. Penelitian ini dapat

di kembangkan untuk penerimaan diri pada anak anak yang orang tuanya

meninggal.

5.3.2 Saran yang Berkaitan dengan Manfaat Praktis

Dapat di terapkan penerimaan diri terhadap kehilangan sesuatu yang

berharga, dapat di pelajari proses nya untuk di terapkan agar dapat menerima

keadaan.

30
DAFTAR PUSTAKA

Ducharme, J. (2020, March 11). World health organization declares COVID-19 a

‘pandemic’. Here’s what that means. https://time.com/5791661/who-coronavirus-

pandemic-declaration/

Satuan Tugas Penanganan COVID-19. (2021). Tanya jawab.

https://covid19.go.id/tanya-jawab?page=9

Satuan Tugas Penanganan COVID-19. (2020, November 11). Infografis COVID-

19. https://covid19.go.id/p/berita/infografis-covid-19-11-november-2020

JHU CSSE COVID-19 Data. (2021, June 09). Statistic. https://g.co/kgs/BQCAYt

Satuan Tugas Penanganan COVID-19. (2021, January 03). Analisis data COVID-

19 Indonesia.

31
https://covid19.go.id/storage/app/media/Analisis%20Data%20COVID-

19%20Indonesia/2021/Januari/Analisis%20Data%20COVID-

19%20Mingguan%20Satuan%20Tugas%20PC19%20per%2003%20Januari%20

2021%20vFinal_compressed.pdf

Putra, A. (2020, July 15). Sulit menerima kenyataan pahit, bisa jadi itu gangguan

penyesuaian. https://www.sehatq.com/artikel/gejala-gangguan-penyesuaian-

termasuk-sulit-menerima-kenyataan

Jovita, W. (2016). Psikodinamika koping pada individu dengan gangguan

SOMATOFORM tipe konversi.

http://repository.unika.ac.id/14727/4/09.40.0199%20Winda%20Jovita%20-%20B

AB%20III.pdf

Habiansyah, O. (2008). Pendekatan fenomenologi: Pengantar praktik dalam ilmu

sosial dan komunikasi. 9(1), 163-180. http://doi.org/10.29313/mediator.v9i1.1146

Daud, F. (2012). Pengaruh kecerdasan emosional (EQ) dan motivasi belajar

terhadap hasil belajar biologi siswa SMA 3 negeri kota Palopo. Jurnal Pendidikan

dan Pembelajaran 19(2), 243-255.

https://media.neliti.com/media/publications/121034-ID-pengaruh-kecerdasan-

emosional-eq-dan-mot.pdf

32
Fidyastuti, D. (2020). Ungkapan yang digunakan saat situasi berduka dalam

bahasa Jepang. http://repository.unj.ac.id/id/eprint/5172

Gamayanti, W. (2016). Gambaran penerimaan diri (self-acceptance) pada orang

yang mengalami skizofrenia. Psympathic Jurnal Ilmiah Psikologi, 3(1), 139-152.

http://doi.org/10.15575/psy.v3i1.1100

Handayani, I. A., & Indriana, Y. (2017). “Proses penerimaan diri terhadap

perceraian orangtua”

the process of self acceptance of parental divorce (sebuah studi kualitatif dengan

pendekatan interpretative phenomenological analysis). Jurnal Empati. 7(3), 303-

312. https://media.neliti.com/media/publications/178240-ID-none.pdf

Lail, A. H., Tasmin., Darwati, Y. (2017). Penerimaan diri remaja dengan orang tua

tunggal. 1(2), 75-87.

https://jurnal.iainkediri.ac.id/index.php/happiness/article/view/951

Rizka, A. (2018). Penerimaan diri pada penderita kanker.

http://eprints.uad.ac.id/9178/1/Penerimaan%20Diri%20pada%20Penderita%20K

anker.pdf

33
Arain, M., Haque, M., Johal, L., Mathur, P., Nel, W., Rais, A., Sandhu, R., &

Sharma, S. (2013). Maturation of the adolescent brain. Neuropsychiatric

Disease and Treatment, 9, 449–461. https://doi.org/10.2147/NDT.S39776

Caiola, S. (2015, July). Grieving a parent’s death: A different goodbye for

millennials. The Sacramento Bee.

https://www.sacbee.com/news/local/health-and-

medicine/article26696452.html

Corr, C. A. (2019). Elisabeth Kübler-Ross and the “Five Stages” Model in a

Sampling of recent textbooks published in 10 countries outside the United

States. OMEGA - Journal of Death and Dying, 003022281984047.

doi:10.1177/0030222819840476

Greene, N., & McGovern, K. (2017). Gratitude, psychological well-being, and

perceptions of posttraumatic growth in adults who lost a parent in

childhood. Death Studies, 41(7), 436–446.

doi:10.1080/07481187.2017.1296505

Hensley, P. L. & Clayton, P. J. (2008, July). Bereavement-related depression.

Psychiatric Times. https://www.psychiatrictimes.com/view/bereavement-

related-depression

34
Krull, E. (2020, November). Grief by the numbers: Facts and statistics. The

Recovery Village. https://www.therecoveryvillage.com/mental-

health/grief/related/grief-statistics/

Murphey, D., Cook, E., Beckwith, S., & Belford, J. (2018). The health of parents

and their children: A two-generation inquiry. Child Trends, 41. Diunduh dari

https://www.childtrends.org/wp-

content/uploads/2018/10/AECFTwoGenerationHealth_ChildTrends_Octo

ber2018.pdf

Nurhidayati, & Chairani, L, (2014). Makna kematian orangtua bagi remaja (studi

fenomenologi pada remaja pasca kematian orangtua). Jurnal Psikologi,

10(1). https://media.neliti.com/media/publications/127023-ID-makna-

kematian-orangtua-bagi-remaja-stud.pdf

Richards, M. H., Gitelson, I. B., Petersen, A. C., & Hurtig, A. L. (1991). Adolescent

personality in girls and boys: The role of mothers and fathers. Psychology

of Women Quarterly, 15(1), 65–81. doi:10.1111/j.1471-

6402.1991.tb00478.x

35
Serbin, L. A., Hubert, M., Hastings, P. D., Stack, D. M., & Schwartzman, A. E.

(2014). The influence of parenting on early childhood health and health

care utilization. Journal of pediatric psychology, 39(10), 1161–1174.

Diunduh dari https://doi.org/10.1093/jpepsy/jsu050

Shear, M. K., Simon, N., Wall, M., Zisook, S., Neimeyer, R., Duan, N., Reynolds,

C., Lebowitz, B., Sung, S., Gesquiere, A., Gorscak, B., Clayton, P., Ito, M.,

Nakajima, S., Konishi, T., Melhem, N., Meert, K., Schiff, M., O’Connor, M.

F., First, M., … Keshaviah, A. (2011). Complicated grief and related

bereavement issues for DSM-5. Depression and Anxiety, 28(2), 103–117.

https://doi.org/10.1002/da.20780

Sinombor, H. S. (2020, Juni). Selama pandemi, diperkirakan ribuan anak menjadi

yatim atau piatu. Kompas.

https://www.kompas.id/baca/dikbud/2020/06/12/selama-pandemi-

diperkirakan-ribuan-anak-menjadi-yatim-atau-piatu/

Social Security Administration. (2000). Intermediate Assumptions of the 2000

Trustees Report. Washington, DC: Office of the Chief Actuary of the Social

Security Administration. http://www.childrengrieve.org/category/tags/data,

website for the National Alliance for Grieving Children.

36
Wenk, D., Hardesty, C. L., Morgan, C. S., & Blair, S. L. (1994). The influence of

parental involvement on the well-being of sons and daughters. Journal of

Marriage and the Family, 56(1), 228–234. https://doi.org/10.2307/352718

37

Anda mungkin juga menyukai