Anda di halaman 1dari 113

PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH DAN TARAF HIDUP

RUMAH TANGGA YANG DIKEPALAI PEREMPUAN


PADA MASA PANDEMI COVID-19
(Kasus: Anggota Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)
Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet, Cianjur)

DELA MEIDYKA SARI

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
4

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Perubahan


Struktur Nafkah dan Taraf Hidup Rumah Tangga yang Dikepalai Perempuan
pada Masa Pandemi Covid-19” adalah karya saya dengan arahan dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Jakarta, Maret 2021

Dela Meidyka Sari


NIM. I34170100
ABSTRAK

DELA MEIDYKA SARI Perubahan Struktur Nafkah dan Taraf Hidup Rumah
Tangga yang Dikepalai Perempuan pada Masa Pandemi Covid-19. Dibimbing oleh
FREDIAN TONNY NASDIAN dan IMAN K. NAWIREJA
Wabah Covid-19 telah ditetapkan menjadi pandemi dan persoalan kompleks global.
Dalam merespon keadaan ini, pemerintah telah mengeluarkan berbagai kebijakan.
Namun, kebijakan ini memberikan dampak terhadap kehidupan rumah tangga yang
dikepalai perempuan. Dengan memfokuskan pada daerah yang memiliki sejumlah
besar segmen populasi ini, penelitian bertujuan menganalisis perubahan struktur
nafkah, perubahan taraf hidup, dan hubungan antara perubahan struktur nafkah dan
perubahan taraf hidup. Kami secara sengaja memilih Desa Sukanagalih, Kecamatan
Pacet, Kabupaten Cianjur karena terdapat banyak perubahan kondisi kehidupan
rumah tangga yang dikepalai perempuan pada masa pandemi Covid-19. Metode
yang digunakan adalah metode campuran dengan mengkombinasikan pendekatan
kuantitatif dan kualitatif. Pemilihan responden menggunakan teknik proportional
sampling dengan jumlah responden sebanyak 45 orang. Penelitian ini didukung
dengan wawancara mendalam kepada informan yang dipilih secara sengaja. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa terjadi perubahan yang signifikan pada struktur
nafkah dan taraf hidup serta terdapat hubungan yang lemah antara perubahan
struktur nafkah dan perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan
pada masa pandemi Covid-19.
Kata kunci: Pandemi Covid-19, struktur nafkah, taraf hidup

ABSTRACT

DELA MEIDYKA SARI The Changes in the Livelihood Structures and the Living
Standards of Women-Headed Households during the Covid-19 Pandemic
Supervised by FREDIAN TONNY NASDIAN and IMAN K. NAWIREJA

The Covid-19 virus outbreak has been declared a pandemic and is becoming a
complex global issue. In response to this, the Indonesian government has issued
many policies. But, these policies severely impacted marginalized women-headed
households life. Zooming into an area of a significant number of this segment of
population, we analyzed changes in livelihood structure, changes in living
standards, and the relationship between the changes in the livelihood structure and
living standards. We purposively choose Sukanagalih Village, Pacet Sub-district of
Cianjur Regency because there are so many changes of women-headed households’
lives during the Covid-19 pandemic. This study used mix methods: a combination
of quantitative and qualitative approaches. We selected 45 respondents following
the proportional sampling technic. The structured interview was complemented
with in-depth interview with purposively selected informants. This study indicates
that there are significant changes in the livelihood structure and living standards.
We also found a weak relationship between the changes in livelihood structure and
changes in women-headed household living standards during the Covid-19
pandemic.
Keywords: Covid-19 pandemic, livelihood structure, living standards
© Hak Cipta milik IPB, tahun 2021
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa


mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk
kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah,
penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah,
dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau


seluruh karya tulis ini dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.
PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH DAN TARAF HIDUP
RUMAH TANGGA YANG DIKEPALAI PEREMPUAN
PADA MASA PANDEMI COVID-19
(Kasus: Anggota Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)
Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet, Cianjur)

DELA MEIDYKA SARI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Fakultas Ekologi Manusia
Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
Tim Penguji pada Ujian Skripsi:
1 Dr. Nurmala K. Pandjaitan, MS.DEA
2 Dina Nurdinawati, S.KPm, M.Si
LEMBAR PENGESAHAN

Judul Skripsi : Perubahan Struktur Nafkah dan Taraf Hidup Rumah


Tangga yang Dikepalai Perempuan pada Masa Pandemi
Covid-19
Nama : Dela Meidyka Sari
NIM : I34170100

Disetujui oleh

Pembimbing 1:
Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS

Pembimbing 2:
Ir. Iman K. Nawireja, MSi
PRAKATA

Puji syukur Penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena kasih
karunia dan penyertaan-Nya sehingga Penulis dapat menyelesaikan Skripsi yang
berjudul “Perubahan Struktur Nafkah dan Taraf Hidup Rumah Tangga yang
Dikepalai Perempuan pada Masa Pandemi Covid-19” ini dengan baik. Skripsi ini
dibuat untuk memenuhi syarat kelulusan MK. Skripsi (KPM 499) pada Departemen
Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia,
Institut Pertanian Bogor.
Penulis menyadari dalam proses penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari
kontribusi dan dukungan pihak lain. Oleh karena itu, Penulis ingin menyampaikan
terima kasih kepada:
1. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS dan Bapak Ir. Iman K. Nawireja,
MSi selaku dosen pembimbing yang selalu membimbing dengan baik,
menjelaskan dan memberi arahan selama proses pembuatan sampai
dengan penyelesaian skripsi.
2. Ibu Lilis Ratnasih selaku ibu kandung penulis serta keluarga yang selalu
memberikan doa dan kasih sayang kepada penulis. Almarhum Ayah dan
Abang yang selalu menginspirasi penulis.
3. Teman - teman dan sahabat dekat yang selalu memberi dukungan kepada
penulis baik di dalam maupun di luar kampus IPB yaitu: Mattjik, Benben,
Aldrian, Andhika, Jasmine, Arasyha, Shasa, Rena, Regina, Aleeka, Meli,
Lisa, Sisi, Nadia, Kak PO, dan Kak Avif.
4. Rana Suci Risyani selaku teman seperbimbingan yang selalu sabar dan
memberi masukan selama proses pembuatan skripsi
5. Rekan-rekan Akselerasi SKPM 54
6. Keluarga besar SKPM 54 yang telah bersama-sama penulis dalam proses
pembelajaran dan perkuliahan di IPB.
7. Rekan-rekan divisi Community Development HIMASIERA 2019/2020
yang selalu memberi dukungan dan semangat kepada penulis.
8. Lembaga Permberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) dan
kader serikat PEKKA Cianjur (Bu Nina, Teh Yanti, Teh Ai, Bu Jojoh)
beserta jajarannya.
Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan dan kesalahan yang
terdapat pada skripsi ini, namun penulis berharap skripsi ini dapat memberikan
manfaat bagi banyak pihak yang membutuhkan. Maka dari itu, Penulis dengan
sangat terbuka mengharapkan kritik dan saran yang membangun dan relevan.

Jakarta, Maret 2021

Dela Meidyka Sari


xi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL xii


DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiii
I PENDAHULUAN 1
I.1 Latar Belakang 1
I.2 Rumusan Masalah 3
I.3 Tujuan Penelitian 4
I.4 Manfaat Penelitian 4
II PENDEKATAN TEORITIS 5
2.1Tinjauan Pustaka 5
2.1.1 Pandemi Covid-19 dan Kebijakannya 5
2.1.2 Rumah Tangga yang Dikepalai Perempuan 6
2.1.3 Struktur Nafkah dan Perubahannya 8
2.1.4 Taraf Hidup dan Perubahannya 11
2.1.5 Hubungan Struktur Nafkah dan Taraf Hidup 14
2.2 Kerangka Pemikiran 15
2.2 Hipotesis Penelitian 16
III PENDEKATAN LAPANG 17
3.1 Metode Penelitian 17
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 17
3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan 18
3.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data 18
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 20
3.6 Definisi Operasional 21
IV UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN 25
V PROFIL DESA SUKANAGALIH 28
5.1 Sejarah Desa Sukanagalih 28
5.2 Kondisi Geografis 28
5.3 Struktur Sosial 29
5.4 Pola Adaptasi Pada Masa Pandemi Covid-19 31
5.5 Program Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) 32
VI KARAKTERISTIK RESPONDEN 34
6.1 Usia 34
6.2 Pendidikan Terakhir 35
6.3 Jumlah Tanggungan 36
6.4 Jenis Pekerjaan 36
6.5 Status Pernikahan 37
6.6 Lamanya Menjadi Anggota PEKKA 38
VII PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH RUMAH TANGGA YANG
DIKEPALAI PEREMPUAN 39
7.1 Perubahan Tingkat Pendapatan Sektor On Farm 40
7.2 Perubahan Tingkat Pendapatan Sektor Off Farm 41
7.3 Perubahan Tingkat Pendapatan Sektor Non farm 42
VIII PERUBAHAN TARAF HIDUP RUMAH TANGGA YANG DIKEPALAI
PEREMPUAN 46
8.1 Tingkat Pendapatan 47
xii

8.2 Tingkat Pengeluaran 48


8.3 Status Kepemilikan Rumah 50
8.4 Tingkat Akses Pendidikan Anak 50
8.5 Tingkat Akses Layanan Kesehatan 52
8.6 Tingkat Akses Teknologi dan Informasi 53
IX HUBUNGAN PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH DAN PERUBAHAN
TARAF HIDUP RUMAH TANGGA YANG DIKEPALAI PEREMPUAN
PADA MASA PANDEMI COVID-19 55
X PENUTUP 58
10.1 Simpulan 58
10.2 Saran 59
DAFTAR PUSTAKA 60
LAMPIRAN 63
RIWAYAT HIDUP 98

DAFTAR TABEL
1 Jenis data yang dikumpulkan 19
2 Definisi operasional perubahan struktur nafkah 21
3 Definisi operasional perubahan taraf hidup 23
4 Luas wilayah Kabupaten Cianjur 28
5 Gambaran umum Desa Sukanagalih berdasarkan luas wilayah 2020 29
6 Jumlah penduduk Desa Sukanagalih berdasarkan jenis kelamin 29
7 Jumlah dan persentase jenis kelamin kepala rumah tangga 30
8 Jumlah penduduk Desa sukanagalih berdasarkan tingkat pendidikan 30
9 Jumlah sarana pendidikan di Desa Sukanagalih 2020 31
10 Jumlah penduduk Desa Sukanagalih berdasarkan sumber mata pencaharian 32
11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia pada tahun 2020 34
12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir 35
13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan 36
14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan 37
15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status pernikahan 37
16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lamanya menjadi anggota
PEKKA 38
17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan struktur nafkah pada
masa pandemi Covid-19 39
18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan sektor non farm
saat pandemi Covid-19 44
19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan dari satu
sektor struktur nafkah sebelum dan saat pandemi Covid-19 44
20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat perubahan struktur
nafkah 45
21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat taraf hidup sebelum dan
saat pandemi Covid-19 46
22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan sebelum dan
saat pandemi Covid-19 48
23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran sebelum
dan saat pandemi Covid-19 49
xiii

24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status kepemilikan rumah


sebelum dan saat pandemi Covid-19 50
25 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat akses pendidikan anak
sebelum dan saat pandemi Covid-19 51
26 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat akses layanan kesehatan
sebelum dan saat pandemi Covid-19 52
27 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat akses teknologi dan
informasi sebelum dan saat pandemi Covid-19 53
28 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat perubahan taraf hidup 54
29 Tabulasi silang antara tingkat perubahan struktur nafkah dengan tingkat
perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan pada masa
Pandemi Covid-19 55
30 Hasil korelasi antara tingkat perubahan struktur nafkah dan tingkat perubahan
taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan pada masa pandemi
Covid-19 56

DAFTAR GAMBAR
1 Kerangka Berfikir Penelitian 16
2 Grafik perubahan tingkat pendapatan sektor on-farm 40
3 Grafik perubahan tingkat pendapatan sektor off farm 41
4 Grafik perubahan tingkat pendapatan sektor non farm 43
5 Wawancara mendalam dengan informan 96
6 Wawancara dengan responden 96
7 Perkebunan bunga 96
8 Kondisi Serikat PEKKA Cianjur 97

DAFTAR LAMPIRAN
1 Peta Lokasi Penelitian 64
2 Jadwal Penelitian 65
3 Kuesioner Penelitian 66
4 Panduan Wawancara Mendalam 73
5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen 76
6 Hasil Uji Statistik 78
7 Kerangka Sampling 90
8 Tulisan Tematik 92
9 Dokumentasi Penelitian 96
1

I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Akhir tahun 2019 dunia digemparkan dengan merebaknya virus baru yang
menginfeksi saluran pernapasan yaitu Coronavirus yang menyebabkan adanya
penyakit Coronavirus disease 2019 (Covid-19). Tanggal 11 Maret 2020, Organisasi
Kesehatan Dunia atau WHO (World Health Organization) menyatakan wabah
Covid-19 sebagai pandemi global. Hingga Maret 2021, virus ini telah menyebar ke
235 negara termasuk Indonesia dengan jumlah kasus terkonfirmasi di seluruh dunia
mencapai 125 juta (Worldometers 2021). Sejak virus Covid-19 masuk ke Indonesia,
pemerintah bergegas mengambil kebijakan dalam upaya pemutusan rantai
penyebaran Covid-19 seperti penggunaan protokol kesehatan dan Pembatasan
Sosial Berskala Besar (PSBB) yang memberikan dampak besar bagi kehidupan.
Dampak ekonomi terlihat dengan banyaknya pekerja yang mengalami pengurangan
waktu kerja bahkan mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK). Sedangkan
dampak sosial dirasakan dengan berkurang atau hilangnya berbagai budaya dan
kebiasaan di masyarakat. Dampak akibat pandemi Covid-19 juga berdampak
langsung terhadap perubahan sumber mata pencaharian dan tingkat taraf hidup
rumah tangga termasuk rumah tangga yang dikepalai perempuan yang merupakan
kaum marginal dan kelompok rentan. Menurut Pradana (2020) dalam fase pandemi
Covid-19, kelompok rentan menjadi salah satu kelompok yang mengalami dampak
terburuk.
Perempuan kepala rumah tangga adalah perempuan yang memikul tanggung
jawab tunggal menghidupi rumah tangganya (Mosses 2007). Populasi perempuan
kepala rumah tangga di Indonesia cukup besar dan terus meningkat dengan rata-
rata peningkatan 0,1 persen per tahun (Forum Pekka 2013). Menurut BPS (2017)
jumlah rumah tangga yang dikepalai perempuan yaitu sebanyak 15.17% dan pada
tahun 2019 mengalami peningkatan menjadi 15.46%. Sebagai kepala rumah tangga,
para perempuan ini memiliki peran ganda yaitu mengurus rumah tangga sekaligus
pencari nafkah. Peran sebagai pencari nafkah seringkali terkendala oleh potensi dan
keterampilan yang dikarenakan rendahnya pendidikan dan keterbatasan modal
ekonomi (Rianingsih 2005). Menurut Kasimin (2015) mayoritas kelompok ini
hidup di bawah garis kemiskinan dengan rata-rata pendapatan di bawah US$ 1
dollar sehingga menjadi kelompok termiskin. Cahyono (2005) menyatakan bahwa
seorang perempuan yang ikut mencari penghasilan untuk memenuhi kebutuhan atau
yang menjadi kepala rumah tangga dari kelompok miskin, lebih miskin dari
kategori yang sama. Hubeis (2010) menyatakan bahwa perempuan sebagai pencari
nafkah utama di Indonesia sebesar 14%-17% dan akan terus bertambah karena
migrasi musiman, keluarga berantakan, kematian atau permanen migran dari male
breadwinner.
Berdasarkan data Kementerian Ketenagakerjaan (2020), terdapat 2,8 juta
pekerja yang terkena dampak langsung akibat pandemi Covid-19. Pekerja tersebut
terdiri dari 1,7 juta pekerja formal dirumahkan dan 749,4 ribu mengalami
pemutusan hubungan kerja (PHK) termasuk 31% diantaranya adalah perempuan
kepala rumah tangga yang menjadi tulang punggung ekonomi keluarga. Ketua
Yayasan Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA), Nani Zulminarni
menyatakan bahwa pada masa pandemi Covid-19, kondisi perempuan kepala
rumah tangga kian terpuruk terutama berdampak pada ekonomi dimana mereka
2

harus berjuang sendiri dalam situasi krisis (Laporan PEKKA 2020). Dalam
merespon pandemi Covid-19, terdapat peran besar yang sesungguhnya dapat
dimainkan oleh perempuan kepala rumah tangga dimana mereka harus beradaptasi
dan mencari alternatif strategi untuk menafkahi rumah tangganya agar tetap
bertahan hidup. Pemilihan alternatif nafkah dengan struktur nafkah yang baru
memungkinkan untuk mempertahankan bahkan meningkatkan taraf hidup rumah
tangganya. Menurut BPS (2005) taraf hidup adalah kemampuan masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan dasar untuk menjaga kelangsungan hidupnya yang dapat
dilihat dari tingkat pendapatan. Oleh karena itu, rumah tangga yang dikepalai
perempuan di negara-negara berkembang patut mendapat perhatian khusus karena
merupakan salah satu kelompok marginal, rentan, dan biasanya dirugikan di
berbagai aspek karena memiliki beban ketergantungan yang tinggi, imobilitas
ekonomi dan beban ganda sebagai kepala rumah tangga karena berjuang sendiri
menafkahi keluarga di tengah keterbatasan akses permodalan dan pendidikan
(Khalid & Akhtar 2011).
Beberapa studi telah membahas hal terkait dengan topik penelitian ini.
Nurhayati & Halal R (2020) yang membahas mengenai emansipasi melawan
pandemi global. Hasil penelitian tersebut menyatakan bagaimana kiprah
perempuan Indonesia dalam menanggulangi pandemi Covid-19. Terkait dampak
akibat pandemi, Hanoatubun (2020) menyatakan berdasarkan situasi yang
sekarang dialami oleh bangsa Indonesia karena adanya pandemi Covid-19
membuat kondisi perekonomian Indonesia menurun dengan sangat signifikan.
Setyawan dan Satria (2017) juga menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara
strategi nafkah dan taraf hidup rumah tangga. Sari (2017) juga mengatakan bahwa
terdapat hubungan antara kesempatan kerja dengan peningkatan taraf hidup rumah
tangga.
KPPPA (2020) menyatakan bahwa pembatasan sosial membuat 69%
perempuan menghabiskan lebih banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah
tangga. Angka tersebut menunjukkan perempuan memikul beban terberat dimana
harus tetap bekerja sambal mengasuh dan mendampingi anak. Hal tersebut
dirasakan oleh anggota Lembaga Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga
(PEKKA) di Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Di wilayah tersebut terdapat Kota Wisata Bunga yang dijadikan sebagai sumber
mata pencaharian utama bagi perempuan kepala rumah tangga sebelum adanya
pandemi Covid-19. Mayoritas pekerjaan yang dilakukan adalah sebagai petani dan
buruh tani pada sektor perkebunan bunga. Selain itu, mata pencaharian utama para
perempuan kepala rumah tangga juga berasal dari menjaga vila di sekitar Kota
Wisata Bunga. Saat pandemi, akses terhadap Kota Wisata Bunga terbatas sehingga
kegiatan jual beli bunga terhambat yang menyebabkan tidak ada penjualan bunga
ke luar kota maupun para konsumen atau wisatawan yang datang dari luar kota ke
Kota Wisata Bunga. Hal ini secara tidak langsung dapat mempengaruhi tingkat taraf
hidup rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan. Oleh karena itu, penelitian ini
mengkaji bagaimana perubahan struktur nafkah dan taraf hidup rumah
tangga yang dikepalai perempuan pada masa pandemi Covid-19.
3

1.2 Rumusan Masalah


Rumah tangga yang dikepalai perempuan pada umumnya berada pada
kondisi kekurangan (Astuti 2014). Hal ini menjadi hambatan dalam memenuhi
kebutuhan pokok rumah tangga pada masa pandemi Covid-19 yang membuat
mereka harus dapat beradaptasi dengan mencari alternatif nafkah atau diversifikasi
struktur nafkah yang baru untuk memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Selain
kondisi krisis, perbedaan sistem mata pencaharian juga dipengaruhi oleh kondisi
lingkungan fisik yang ada. Efek buruk kondisi tersebut dirasakan oleh hampir
seluruh negara dan sudah pasti akan berdampak kepada lingkup yang lebih kecil
yaitu kehidupan rumah tangga. Menurut Graves (2020) pandemi Covid-19
menambah secara signifikan beban yang sudah ada pada perempuan. Di seluruh
dunia, kemandirian perempuan akan menjadi korban bisu akibat pandemi ini seperti
terlihat pada kelompok perempuan kepala rumah tangga di Desa Sukanagalih yang
harus melakukan pekerjaan apapun demi memenuhi kebutuhan hidup pada masa
pandemi Covid 19. Pertanyaan penelitian pertama adalah bagaimana perubahan
struktur nafkah rumah tangga yang dikepalai perempuan pada masa pandemi
Covid-19?
Pandemi Covid-19 sangat memengaruhi taraf hidup rumah tangga yang
dikepalai perempuan di Desa Sukanagalih. Suryahadi et al. (2020) memprediksikan
tingkat kemiskinan rata-rata Indonesia akan meningkat di akhir tahun 2020 yang
akan menyebabkan sekitar delapan juta penduduk akan jatuh miskin. Pasalnya,
terdapat perubahan sistem kehidupan yang menyulitkan saat pandemi Covid-19
seperti sistem pekerjaan yang dilakukan dari rumah bahkan banyak perempuan
kepala rumah tangga yang kehilangan pekerjaan. Selain itu, akses sarana dan
prasarana yang semakin sulit termasuk sistem pendidikan yang dilakukan dalam
jaringan yang mengharuskan memiliki perangkat elektronik yang memadai. Oleh
sebab itu, pada saat pandemi Covid-19 taraf hidup rumah tangga yang dikepalai
perempuan sangat terganggu bahkan mengalami penurunan. Pertanyaan penelitian
kedua adalah bagaimana perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai
perempuan pada masa pandemi Covid-19?
Pandemi Covid-19 mendorong perubahan sumber nafkah dan tingkat
pendapatan yang berhubungan dengan tingkat taraf hidup. Perubahan atau
diversifikasi nafkah sebagai proses dimana rumah tangga membangun beragam
kegiatan dan kemampuan untuk kelangsungan hidup dalam rangka meningkatkan
taraf hidup (Ellis 1998, 1999). Esmara (2004) mengatakan bahwa taraf hidup
merupakan salah satu aspek penting dalam memperbaiki kualitas hidup melalui
pemenuhan kebutuhan hidup, baik dari barang dan jasa seperti konsumsi (makanan,
perumahan, pakaian) maupun dalam keperluan sosial tertentu (seperti air minum,
sanitasi, dan pendidikan). Peningkatan pendapatan adalah faktor utama peningkatan
taraf kehidupan (Petras 2007). Maka, dari perbedaan sistem mata pencaharian
dimungkinkan terjadi perbedaan tingkat taraf hidup masing-masing rumah tangga.
Begitu pula dengan rumah tangga yang dikepalai perempuan, Hubeis (2010)
menyatakan bahwa peran perempuan dalam dukungan dan kesempatannya untuk
mendapatkan pekerjaan yang strategis dalam memberdayakan perempuan dapat
meningkatkan taraf hidup rumah tangga yang dikepalainya terlebih lagi dalam masa
krisis pandemi Covid-19. Pertanyaan penelitian ketiga adalah bagaimana
hubungan perubahan struktur nafkah dan perubahan tingkat taraf hidup rumah
tangga yang dikepalai perempuan pada masa pandemi Covid-19?
4

1.3 Tujuan Penelitian


Penelitian ini menjelaskan bagaimana hubungan antara perubahan struktur
nafkah dan perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan pada
masa pandemi Covid-19 dan dirumuskan tujuan penelitian sebagai berikut:
1. Menganalisis perubahan struktur nafkah rumah tangga yang dikepalai
perempuan pada masa pandemi Covid-19
2. Menganalisis perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai
perempuan pada masa pandemi Covid-19
3. Menganalisis hubungan perubahan struktur nafkah dan taraf hidup rumah
tangga yang dikepalai perempuan pada masa pandemi Covid-19

1.4 Manfaat Penelitian


Penelitian ini sangat diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan
wawasan mengenai pandemi Covid-19 dan penerapan kebijakan-kebijakannya juga
hal-hal yang dilakukan oleh perempuan sebagai kepala rumah tangga dalam
memenuhi kebutuhan dan mempertahankan kehidupan serta meningkatkan taraf
hidupnya pada masa pandemi Covid-19. Hasil penelitian ini juga diharapkan
berguna bagi berbagai pihak, di antara lain ialah:
1. Akademisi Penelitian: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu
sumber informasi mengenai perubahan struktur nafkah dan taraf hidup
rumah tangga yang dikepalai perempuan pada masa pandemi Covid-19,
serta menjadi referensi untuk penelitian-penelitian selanjutnya. Selain itu
pula, dapat menambah pengetahuan dalam kajian struktur nafkah dan
tingkat taraf hidup
2. Pemerintah: Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi dan
pertimbangan bagi pemerintah dalam proses penyusunan dan
pengambilan kebijakan maupun program pemberdayaan yang paling
sesuai dengan kondisi masyarakat khususnya kondisi perempuan kepala
rumah tangga pada masa pandemi wabah penyakit sehingga dapat
mengembalikan bahkan meningkatkan taraf hidup serta mengurangi
ketimpangan sosial khususnya untuk kelompok perempuan kepala rumah
tangga.
3. Masyarakat: Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
wawasan masyarakat mengenai pandemi Covid-19 beserta kebijakan-
kebijakan yang diterapkan serta perubahan struktur nafkah dan tingkat
taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan.
5

II PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka


2.1.1 Pandemi Covid-19 dan Kebijakan Pemerintah
Pandemi Covid-19 adalah isu global merebaknya virus baru yaitu
Coronavirus (SARS-CoV-2) dan penyakitnya disebut Coronavirus disease 2019
(Covid-19). Diketahui, awal mula virus ini berasal dari Wuhan, Tiongkok yang
ditemukan pada akhir Desember 2019. World Health Organization memberi nama
virus baru ini Severe acute respiratory syndrome coronavirus-1 (SARS-CoV-2) dan
penyakitnya disebut sebagai Coronavirus disease 2019 (Covid-19) (WHO 2020).
Pada mulanya virus ini belum diketahui jelas bagaimana penyebarannya. Seiring
semakin bertambahnya kasus, akhirnya dikonfirmasi bahwa transmisi pneumonia
ini dapat menular dari manusia ke manusia (Relman 2020). Saat ini sudah ada
sebanyak 65 negara terinfeksi virus Corona. Menurut data WHO per 16 Juli 2020
terdapat 13.338.364 kasus terkonfirmasi terinfeksi Covid-19 di dunia termasuk
jumlah kematian yang mencapai 579.319 jiwa. Di Indonesia sampai akhir 2020
telah terkonfirmasi 719.000 kasus Covid-19 dengan angka kematian mencapai
26.292 jiwa.
Dalam upaya memutus mata rantai penyebaran virus Covid-19, pemerintah
mengeluarkan beberapa kebijakan seperti social distancing dan Pembatasan Sosial
Berskala Besar (PSBB) yang diberlakukan melalui PP Nomor 21 Tahun 2020
tentang Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dan Keppres Nomor 11 Tahun
2020 tentang Penetapan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat. Menurut Nasrudin
(2020) kebijakan yang diberlakukan merupakan salah satu strategi pemerintah
dalam memutus rantai penyebaran virus Covid-19, sehingga masyarakat
diharapkan dapat terhindar dari Covid-19. Kebijakan ini hanya dapat dilakukan oleh
pemerintah dengan terlebih dahulu melakukan pemeriksaan secara ketat
sebelumnya ke beberapa wilayah dan mempertimbangkan konsekuensinya secara
matang, baik dari segi ekonomi maupun sosial.
Dampak ekonomi bagi indivual akibat PSBB diantaranya (1) Hilangnya gaji
dan atau tunjangan selama masa krisis, (2) Denda/bunga akibat telat atau tidak
bayar kewajiban (misal cicilan kredit, utang jatuh tempo, dsb), (3) Pengeluaran
ekstra bagi anggota keluarga dalam kondisi darurat, (4) Bunga utang baru apabila
menggunakan dan talangan, (5) Kerugian tak ternilai apabila krisis itu
mengakibatkan hilangnya pekerjaan (karena PHK atau usaha bangkrut dan tidak
dapat bangkit lagi).
Fathoni (2020) menyatakan bahwa PSBB tidak efektif karena kurang
tegasnya dalam mengatur hak dan kewajiban antara pemerintah dan
masyarakat. Hal ini memiliki perbedaan dengan karantina wilayah yang menjamin
kebutuhan masyarakat selama dikarantina. Akibatnya, pemerintah tidak memiliki
hak untuk memaksa masyarakat menuruti semua imbauan terlebih mereka yang
mencari nafkah. Masyarakat akan disiplin jika terdapat aturan dan sanksi yang jelas
serta penegakan hukum yang konsisten. Selain itu, beliau juga memaparkan
dampak sosial, budaya, dan ekonomi akibat kebijakan PSBB diantaranya:
a. Dampak sosial dan budaya
1. Hilangnya budaya gotong royong dan kebersamaan
2. Hilangnya budaya jabat tangan
6

3. Menciptakan individualisme
4. Meningkatnya angka kejahatan
5. Sepinya tempat wisata dan hiburan
6. Sepinya perayaan hari hari besar nasional maupun keagamaan
b. Dampak ekonomi
1. Tidak sedikit para pekerja mengalami Pemutusan Hubungan Kerja (PHK)
2. Volume dan omset penjualan menurun
3. Jumlah pembeli UMKM menurun
4. Harga bahan pokok naik
5. Ditutupnya beberapa pasar
6. UMKM atau usaha rumahan terancam bangkrut, bahkan gulung tikar

2.1.2 Rumah Tangga yang Dikepalai Perempuan


Kondisi kesejahteraan rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan sering
dinilai berbeda bahkan dianggap lebih rendah daripada rumah tangga yang
dikepalai oleh laki-laki. Barros et al. (2009) menyatakan rumah tangga yang
dikepalai oleh perempuan cenderung lebih miskin dibandingkan dengan yang
dikepalai oleh laki-laki karena lebih rendahnya pendapatan rata-rata perempuan.
Rajaram (2009) berargumen bahwa pengukuran kesejahteraan yang berbeda akan
memberikan hasil dan gambaran yang berbeda mengenai kondisi kesejahteraan
kedua tipe rumah tangga. Jika menggunakan pengukuran kondisi rumah dan indeks
kesejahteraan, rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan di India lebih sejahtera
dibandingkan dengan yang dikepalai oleh laki-laki. Sementara itu, jika
menggunakan pengukuran kesejahteraan berdasarkan indeks “standar hidup”, maka
rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan sedikit lebih miskin daripada yang
dikepalai oleh laki-laki. SMERU (2013) menyatakan rumah tangga yang dikepalai
oleh perempuan merupakan kelompok dengan jumlah penerima Jamkesmas/SKTM
dan Raskin terbesar. Rianingsih (2005) faktor-faktor yang berbengaruh dalam
kehidupan perempuan kepala rumah tangga terdiri dari faktor internal dan faktor
eksternal. Faktor internal adalah kondisi yang memprihatinkan bahkan terpuruk
yang dapat dilihat berdasarkan aspek: rendahnya pendidikan terbatasan
keterampilan, jumlah tanggungan anggota keluarga yang cukup besar, dan upah
yang rendah. Faktor eksternal meliputi bentuk kekerasan yang dilakukan negara
maupun perorangan yang menjadikan kalangan perempuan sebagai korbannya.
Karena kondisi miskin dan terpuruk, maka perempuan kepala rumah tangga
mengalami perkawinan muds dan perkawinan dilakukan berulang kali dengan
harapan akan ada seorang laki-laki yang dapat membantu mengatasi persoalan
ekonomi
Kepala rumah tangga adalah pencari nafkah dalam keluarga atau seseorang
yang dianggap sebagai kepala keluarga (BPS 2010). Perempuan kepala rumah
tangga women headed (perempuan yang menjadi pemimpin rumah tangga) atau
women maintained (rumah tangga yang dijaga oleh perempuan), yaitu perempuan
yang memikul tanggung jawab tunggal menghidupi keluarganya (Mosses 2007).
Menurut PEKKA (2001), perempuan kepala rumah tangga adalah perempuan yang
melaksanakan peran dan tanggung jawabnya sebagai pencari nafkah, pengelola
rumah tangga, penjaga keberlangsungan keluarga, dan pengambil keputusan dalam
keluarga yang mencakup (1) Perempuan yang bercerai, (2) Perempuan yang
ditinggal oleh suaminya, (3) Perempuan yang suaminya meninggal dunia, (4)
7

Perempuan yang tidak menikah dan memiliki tanggungan keluarga, (5) Perempuan
bersuami, tetapi oleh karena suatu hal, suaminya tidak dapat menjalankan fungsinya
sebagai kepala keluarga, (6) Perempuan bersuami, namun suami tidak hidup
dengannya secara berkesinambungan karena merantau atau berpoligami.
Perempuan kepala rumah tangga juga merupakan perempuan yang
suaminya pengangguran, baik karena mengalami Pemutusan Hubungan Kerja
(PHK), malas atau sulit mencari kerja, juga memikul tanggung jawab tunggal bagi
keluarganya (PSG STAIN Pekalongan 2008). SPKBK PEKKA (2014) menyatakan
bahwa dari 121.695 perempuan yang didata dalam SPKBK, 23.610 orang (19,4%)
adalah kepala rumah tangga, dan paling muda berusia 12 tahun. Secara umum,
PEKKA dapat dibedakan menjadi tiga golongan, yaitu (i) PEKKA yang mengepalai
KKP (67,54% dari jumlah keseluruhan PEKKA), (ii) PEKKA yang secara de facto
mengepalai KKL (KKL-P) (21,67% dari jumlah keseluruhan PEKKA), dan (iii)
PEKKA yang berstatus anggota keluarga (10,79% dari jumlah keseluruhan
PEKKA). Karakteristik umur dan penyebab menjadi perempuan kepala rumah
tangga berbeda-beda pada masing-masing golongan PEKKA. Sekitar separuh dari
seluruh PEKKA yang mengepalai KKP berusia antara 42–65 tahun dan penyebab
utama mereka menjadi PEKKA adalah karena suaminya meninggal dunia.
Penyebab terbanyak kedua adalah karena mereka bercerai. PEKKA yang de facto
mengepalai KKL (KKL-P) justru lebih banyak yang berusia relatif lebih muda (18–
41 tahun), dengan penyebab utama menjadi PEKKA adalah karena mereka
merupakan pencari nafkah utama. Penyebab terbanyak kedua adalah karena suami
mereka merantau. Sementara itu, mayoritas PEKKA yang berstatus anggota
keluarga adalah mereka yang berusia lanjut (lebih dari 65 tahun), dan mereka
menjadi pekka karena suaminya meninggal. Hal ini sangat terkait dengan kualitas
sumberdaya perempuan kepala keluarga yang rendah, yang dicirikan dengan
beberapa faktor, antara lain meliputi: usia mereka antara 20 sampai 60 tahun, lebih
dari 38.8 persen buta huruf dan tidak pernah duduk di bangku sekolah dasar
sekalipun, menghidupi antara satu sampai enam orang tanggungan, bekerja sebagai
buruh tani dan sektor informal dengan pendapatan rata-rata kurang dari Rp 10.000
per hari, sebagian mereka mengalami trauma karena tindak kekerasan dalam rumah
tangga maupun negara (PEKKA 2010).
Lopata (1987) menyatakan bahwa perbedaan utama yang terjadi pada
seorang perempuan ketika suaminya meninggal, tampaknya adalah apakah ia
sendiri harus mengatur kembali sistem-sistem dukungan sistem dan gaya hidupnya,
sebagaimana ciri khas wanita modern di pusat-pusat perkotaan yang lebih
berkembang, atau apakah integrasi sosialnya disediakan oleh orang-orang lain.
Dalam banyak masyarakat yang sedang mengalami transisi besar, suatu
kesenjangan berkembang antara bagaimana perempuan disosialisasikan dan
bagaimana sekarang harus hidup.
Menurut Astina (2014) sebagian perempuan kepala rumah tangga kian
didera sejumlah masalah selain kesulitan ekonomi diantaranya adalah buta aksara,
buta akses informasi, serta rentan terhadap tingkat kekerasan dan rentan terhadap
hilangnya peran dalam menghasilkan pendapatan. Strategi yang dilakukan oleh
perempuan kepala rumah tangga miskin dalam mencukupi kebutuhan hidupnya saat
terjadi masalah antara lain dengan mencari pekerjaan sampingan, menggunakan
dana pensiun, dan mendapatkan bantuan dari anggota keluarga
8

2.1.3 Struktur Nafkah dan Perubahannya


Dharmawan (2007) menjelaskan bahwa nafkah memiliki pengertian yang
lebih halus daripada sekedar means of living yang bermakna sempit mata
pencaharian. Dalam sosiologi nafkah, pengertian strategi nafkah lebih mengarah
pada pengertian livelihood strategy (strategi kehidupan) dari pada means of living
strategy (strategi cara hidup). Pengertian livelihood strategy yang disamakan
pengertiannya menjadi strategi nafkah (dalam bahasa Indonesia), sesungguhnya
dimaknai lebih besar dari pada sekedar “aktivitas mencari nafkah” belaka. Sebagai
strategi membangun sistem penghidupan, maka strategi nafkah bisa didekati
melalui berbagai cara atau manipulasi aksi individual maupun kolektif. Strategi
nafkah adalah taktik dan aksi yang dibangun oleh individu maupun kelompok
dalam rangka mempertahankan eksistensi infrastruktur sosial, struktur sosial dan
sistem nilai budaya yang berlaku.
Konsep mata pencaharian (livelihood) dan strategi nafkah (livelihood
strategis) didefinisikan oleh Scoones (1998) sebagai realitas jaminan hidup
seseorang atau negara untuk memanfaatkan kemampuan dan tuntutannya serta
kekayaan yang dimilikinya. Strategi nafkah digolongkan setidaknya menjadi tiga
golongan besar yaitu:
1. Rekayasa sumber nafkah pertanian, yang merupakan usaha pemanfaatan
sektor pertanian agar lebih efektif dan efisien baik melalui penambahan
input eksternal berupa tenaga kerja atau teknologi (intensifikasi) maupun
dengan memperluas lahan garapan pertanian (ekstensifikasi). Menurut
Muzakiyah (2016) terdapat dua jenis rekayasa sumber nafkah, pertama,
basis nafkah pertanian yang memanfaatkan sektor pertanian secara efektif
dan efisien, seperti dengan menambah tenaga kerja, maupun memperluas
lahan garapan. Kedua, basis nafkah non pertanian adalah rekayasa sumber
nafkah yang memanfaatkan sektor non pertanian, seperti membuka toko,
bekerja sebagai PNS, memperluas usaha dengan meminjam modal dan
yang lainnya.
2. Pola nafkah ganda yang merupakan usaha yang dilakukan dengan cara
mencari pekerjaan lain selain sektor pertanian untuk menambah
pendapatan (diversifikasi pekerjaan).
3. Rekayasa spasial merupakan usaha yang dilakukan dengan cara mobilisasi/
perpindahan penduduk baik secara permanen maupun sirkuler (migrasi).
Berangkat dari konsep strategi nafkah yang berhubungan dengan sistem
nafkah atau sering dikenal dengan istilah mata pencaharian oleh Ellis (1988),
definisikan sebagai aktivitas, modal, dan akses bahwa ikut serta/berhubungan
dengan menentukan pendapatan hidup oleh seseorang atau rumah tangga. Sehingga
menurutnya, diversifikasi mata pencaharian di pedesaan didefinisikan sebagai
sebuah proses yang dibentuk rumah tangga.
Ellis (2000) mengemukakan bahwa strategi nafkah ialah penghidupan yang
terdiri dari aset (alam, fisik, manusia, modal keuangan, dan modal sosial), kegiatan,
dan akses (yang dimediasi oleh kelembagaan dan hubungan sosial) yang bersama-
sama menentukan kehidupan individu atau rumah tangga. Terdapat tiga klasifikasi
sumber nafkah atau struktur nafkah, yaitu:
a. Sektor on farm income: sektor ini mengacu pada pendapatan yang berasal
dari tanah pertanian milik sendiri, baik yang diusahakan oleh pemilik tanah
maupun diakses melalui sewa menyewa atau bagi hasil. Strategi on farm
9

merujuk pada nafkah yang berasal dari pertanian dalam arti luas.
b. Sektor off farm income: sektor ini mengacu pada pendapatan di luar
pertanian, yang dapat berarti penghasilan yang diperoleh berasal dari upah
tenaga kerja, sistem bagi hasil, kontrak upah tenaga kerja non upah, dan
lain-lain, namun masih dalam lingkup sektor pertanian.
c. Sektor non farm income: sektor ini mengacu pada pendapatan yang bukan
berasal dari pertanian, seperti pendapatan atau gaji pensiun, pendapatan
dari usaha pribadi, dan sebagainya. Sumber nafkah ini berupa sumber
pendapatan yang berasal dari luar kegiatan pertanian yang dibagi menjadi
lima, yaitu: (1) upah tenaga kerja pedesaan bukan dari pertanian, (2) usaha
sendiri di luar kegiatan pertanian, (3) pendapatan dari hak milik (misalnya:
sewa), (4) kiriman dari buruh migran yang pergi ke kota, dan (5) kiriman
dari buruh migran yang pergi ke luar negeri. Sumber pendapatan ini dapat
dilakukan melalui kegiatan yang berkaitan dengan jasa, perdagangan dan
industri.
Menurut Mashitoh (2005), sumber nafkah merupakan berbagai sumber daya
yang dapat digunakan oleh individu maupun seluruh anggota rumah tangga untuk
melaksanakan strategi nafkah guna mempertahankan keberlangsungan hidupnya
atau setidaknya untuk memenuhi kebutuhan subsisten ataupun dalam rangka
meningkatkan kualitas hidup rumah tangga. Zahri (2013) mengatakan bahwa desa
mendapatkan sumber pendapatan terbesar berasal dari sektor on-farm seperti
bertani, menangkap ikan, berternak, dan berkebun. Sumber pendapatan masyarakat
pedesaan masih sangat bergantung pada perkebunan. Struktur nafkah ini tidak
hanya berbicara tentang pendapatan saja, bisa juga membicarakan tentang prioritas
rumah tangga mereka dalam bertahan hidup. Pengelolaan struktur nafkah yang tepat
dapat meminimalkan risiko yang akan terjadi.
Selain itu, konsep struktur nafkah juga dikemukakan oleh Agustitin (2017)
dengan rumus sebagai berikut:
1. Pendapatan pertanian (a) merupakan pemasukan hasil pertanian dikurangi
pengeluaran produksi (upah tenaga kerja, pupuk, pestisida, bibit dan biaya-
biaya lainnya untuk produksi pertanian).
2. Pendapatan non pertanian (b) merupakan pemasukan hasil pekerjaan
diluar pertanian dikurangi biaya-biaya produksi (bensin, modal untuk
warung dan sebagainya).
3. Pendapatan total rumahtangga (c) di hitung dari pendapatan pertanian dan
pendapatan non pertanian yang keduanya dijumlahkan: (a)+(b)= (c).
4. Pengeluaran rumahtangga (d) dihitung dari penjumlahan seluruh
pengeluaran sehari-hari daalam setahun (makanan, listrik, kesehatan,
transportasi dan pendidikan).
5. Saving capacity (e) dihitung dari pendapatan total rumah tangga dikurangi
dengan pengeluaran rumah tangga: (c)-(d)= (e)
Menurut Koentjaraningrat (1990), dalam sistem mata pencaharian
mendifinisikan secara singkat sumber mata pencaharian yang masih bersifat
tradisional yang dapat dibedakan menjadi lima, yaitu (1) berburu dan meramu; (2)
beternak; (3) bercocok tanam; (4) menangkap ikan; dan bercocok tanam menetap
dengan irigasi.
10

Menurut Hasan et al. (2013) strategi yang dilakukan dalam memenuhi


kebutuhan rumah tangga yang dikepalai perempuan (janda) untuk mempertahankan
hidupnya antara lain:
1. Bekerja
Bekerja bagi seorang perempuan kepala rumah tangga merupakan suatu
pilihan, karena meski mereka sebagai pencari nafkah utama dalam rumah
tangganya, para perempuan kepala rumah tangga belum dapat mencukupi
kebutuhan hidup rumah tangganya apalagi jika mereka termasuk dalam
golongan miskin.
2. Dukungan jaringan sosial informal
Berbagai hubungan jaringan sosial informal adalah hubungan yang
dilakukan anggota rumah tangga dengan masyarakat luar rumah tangga
dalam bentuk: bantuan dari luar rumah tangga, perulaku meminjam, dan
keikutsertaan dalam arisan. Hala tersebut merupakan manifestasi dari
jaringan sosial informal yang dilakukan perempuan kepala rumah tangga
dalam upaya memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya.
3. Fleksibilitas komposisi rumah tangga
Fleksibilitas komposisi rumah tangga merupakan suatu bentuk
memodifikasi komposisi rumah tangga, salah satu di antaranya adalah
oengambilan anak pungut atau sebaliknya yaitu mengirim anak sendiri
untuk dipungut orang lain karena faktor ekonomi.
4. Diversifikasi sumber pendapatan
Untuk mengatasi kesulitan ekonomi rumah tangganya, biasanya para
perempuan kepala rumah tangga melakukan strategi untuk
mendiversifikasikan sumber-sumber pendapatan.
Perubahan struktur nafkah dilihat dari perubahan sumber pendapatan rumah
tangga (Azzahra 2017). Perubahan tersebut dilakukan oleh suatu rumah tangga
untuk dapat kembali normal atau mencapai keadaan resiliens. Keberlanjutan nafkah
rumah tangga dapat dilihat dari bagaimana kemampuan rumah tangga dalam
menangani guncangan dan tekanan, serta untuk memelihara atau meningkatkan
kemampuan dan aset tanpa membahayakan basis sumber daya alam (Chambers dan
Conway 1992) dalam Mahdi et al. (2009). Brigitta (2018) dalam.penelitiannya
mengenai strategi, kerentanan, dan resiliensi nafkah di daerah rawan banjir
menyatakan bahwa suatu bencana memiliki dampak yang sangat besar bagi rumah
tangga petani terutama untuk sawahnya yang terendam banjir. Hal ini membuat
rumah tangga harus sigap dalam mengerahkan modal nafkah yang dimiliki sebagai
strategi untuk dapat bertahan hidup menghadapi situasi krisis serta. Dampak
tersebut mendorong rumah tangga untuk memiliki sumber nafkah yang lebih
beragam dan lahirnya diversifikasi nafkah baru sebagai strategi kelangsungan hidup
rumah tangganya.
Elvawati et al. (2018) pada hasil penelitiannya mengenai ekspansi kelapa
sawit bahwa adopsi kelapa sawit dijadikan sebagai sumber nafkah baru bagi rumah
tangga petani dan sebagian petani secara sadar meninggalkan sumber nafkah lama
karena sumber nafkah baru lebih menjanjikan di bidang ekonomi. Oleh karena itu
tidak dapat dipungkiri kehadiran kelapa sawit memunculkan sumber nafkah baru
bagi rumah tangga petani. Kehadiran sumber nafkah baru tersebut dapat menjaga
ketahanan masyarakat dalam menghadapi tekanan-tekanan ekonomi. Semakin
banyak modal yang dimiliki oleh rumah tangga petani, maka semakin besar akses
11

terhadap mata pencaharian dan semakin beragam sumber nafkah, dengan bentuk
perubahan sumber nafkah tersebut dapat dari farm ke non- farm atau sebaliknya..
Selain itu transformasi strukur nafkah rumah tangga petani kelapa sawit
menghasilkan perubahan sosial pedesaan, yang mana terbentuk tiga tipologi rumah
tangga petani yaitu munculnya keberagaman mata pencaharian atau diversifikasi
nafkah, kelapa sawit sebagai sumber nafkah yang dominan, dan rumah tangga yang
sumber nafkah kurang dipengaruhi oleh kelapa sawit.
Putri et al. (2017) menyatakan bahwa aspek sosial ekonomi konversi lahan
berdampak pada perubahan struktur nafkah rumah tangga petani, dari pola tanaman
heterogen, menjadi homogen. Struktur nafkah yang cenderung homogen dapat
membawa pengaruh pada ketidakstabilan nafkah, terutama jika terjadi masalah baik
yang disebabkan secara sosial maupun ekonomi. Salah satu elemen sistem sosial
penting yang sangat menentukan bentuk strategi nafkah yang dibangun oleh petani
kecil dan rumahtangganya. adalah: (1) infrastruktur sosial (setting kelembagaan dan
tatanan norma sosial yang berlaku).
Struktur nafkah juga dapat dikatakan sebagai sumber mata pencaharian
yang merupakan pekerjaan pokok yang dilakukan oleh masyarakat, yang mana
setiap individu dalam masyarakat harus mempunyai pekerjaan pokok untuk
menopang kebutuhan ekonominya (Supriyadi 2007). Seiring perkembangan zaman,
mata pencaharian juga mengalami perkembangan yang dapat dilihat dari perubahan
mata pencaharian seseorang atau disebut juga transformasi pekerjaan.
Perubahan mata pencaharian atau struktur nafkah dapat diidentifikasi dari
unsur-unsur pokok yang dipaparkan dalam penelitian-penelitian sebelumnya yang
merujuk pada Supriyadi (2007). Pertama; perubahan mata pencaharian ditandai
dengan adanya perubahan orientasi masyarakat mengenai mata pencaharian, yaitu
perubahan pemikiran masyarakat yang akan menentukan dan mempengaruhi
tindakannya di kemudian hari (Hatma 2003). Kedua; perubahan sistem mata
pencaharian biasa terjadi karena ada faktor-faktor internal (misal minat, bakat, dan
kesempatan), eksternal (kondisi lingungan sosial-ekologis) maupun kombinasi dari
kedua faktor tersebut yang mendorongnya (Supriyadi 2007).

2.1.4 Taraf Hidup dan Perubahannya


Taraf hidup atau yang dapat dijelaskan sebagai kebutuhan yang sangat
penting dalam kelangsungan hidup manusia, baik yang terdiri dari barang dan jasa
seperti konsumsi (makanan, perumahan, pakaian) maupun dalam keperluan sosial
tertentu (seperti air minum, sanitasi transportasi, kesehatan dan pendidikan (Esmara
2004). Menurut Manullang (2011) taraf hidup dibedakan menjadi taraf hidup
primer dan sekunder. Taraf hidup primer adalah kebutuhan yang paling utama
seperti makanan, minuman, pakaian, dan perumahan. Sedangkan taraf hidup
sekunder adalah kebutuhan yang diperlukan guna melengkapi kebutuhan utama.
Terdapat berbagai pendapat dalam mengukur tingkat taraf hidup. Serraden
(2005) mengemukakan bahwa ukuran untuk meningkatkan taraf hidup masyarakat
yaitu dapat melalui kemampuan memenuhi kebutuhan primer maupun sekunder
yakni melalui pendapatan. Suharto (2009) menyatakan bahwa dalam proses
meningkatkan taraf hidup dapat dilihat dari tingkat kesejahteraan yang dimana
kondisi sejahtera adalah suatu kondisi terpenuhinya segala bentuk kebutuhan hidup,
khususnya yang bersifat mendasar seperti makanan, pakaian, perumahan,
pendidikan dan perawatan kesehatan. Selain itu, penilaian yang berkaitan dengan
12

tingkat kesejahteraan atau yang disebut dengan taraf hidup masyarakat adalah
terpenuhinya berbagai bentuk kebutuhan baik kebutuhan primer, sekunder maupun
tersier.
Secara nasional terdapat dua versi pengukuran kesejahteraan keluarga yaitu
pengukuran kesejahteraan yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) dan
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN). Menurut BPS (2015)
untuk mengukur tingkat kesejahteraan dapat dilihat dari 10 indikator antara lain: 1)
tingkat pendapatan yaitu imbalan yang diterima oleh rakyat atas jasa yang
diberikan, 2) tingkat konsumsi atau pengeluaran yaitu pengeluaran konsumsi akhir
rumah tangga atas barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, 3)
tingkat keadaan tempat tinggal yaitu terdiri atas 3 jenis: rumah semi permanen,
rumah permanen, dan rumah non permanen berdasarkan bahan bangunan yang
digunakan, 4) status kepemilikan rumah tinggal yaitu rumah milik sendiri, kontrak,
sewa, bebas sewa, rumah dinas, rumah milik orang tua/saudara, dan lainnya, 5)
tingkat kesehatan yaitu dapat dilihat seberapa besar kondisi kesehatan keluarga, 6)
tingkat kemudahan mendapatkan pelayanan kesehatan dapat dilihat dari akses
terhadap layanan kesehatan sepeti BPJS, keluarga berencana, dan imunisasi, 7)
tingkat kemudahan mendapatakan pendidikan dilihat dari 3 yaitu: angka partisipasi
sekolah, tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan dan angka buta huruf, 8)
tingkat kemudahan mendapatkan fasilitas transportasi, teknologi, dan, informasi 9)
tingkat kualitas pendidikan dilihat dari jenjang pendidikan, dan 10) tingkat
keamanan dari kejahatan.
Menurut Survei Akses Teknologi dan Komunikasi Kab. Temanggung (2018)
akses teknologi dan komunikasi dengan objek rumah tangga memiliki enam
dimensi yaitu akses terhadap internet, akses terhadap handphone, akses terhadap
komputer, terhadap telepon kabel, akses terhadap televisi, dan akses terhadap radio.
Untuk akses terhadap layanan kesehatan mengacu pada Thomas & Pechanksy
(1984) yaitu 1) Ketersediaan jumlah tenaga dokter dan akses kesehatan lainnya, 2)
Aksesibilitas, kaitan geografis antara pelayanan kesehatan dengan masyarakat, 3)
Akomodasi, kemudahan pemanfaatan seperti jam buka, waktu tunggu, dan lamanya
waktu tunggu untuk membuat janji, 4) Keterjangkauan, kemampuan finansial
masyarakat untuk memanfaatkan layanan, 5) Akseptibilitas, sikap pengguna
terhadap pelayanan.
Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional (BKKBN 2006)
menentukan indikator tingkat kesejahteraan keluarga dikelompokkan menjadi 5
(lima) tahapan, adapun indikatornya sebagai berikut:
a. Enam indikator tahapan Keluarga Sejahtera I (KS I) dengan kriteria sebagai
berikut:
1. Pada umumnya anggota keluarga makan 2 kali sehari atau lebih.
2. Anggota keluarga memiliki pakaian berbeda dirumah/pergi/bekerja/sekolah.
3. Rumah yang ditempati keluarga mempunyai atap, lantai, dan
4. Bila ada anggota keluarga yang sakit dibawa ke sarana kesehatan.
5. Bila pasangan usia subur ingin ber KB pergi sarana pelayanan kontrasepsi.
6. Semua anak umur 7-15 tahun dalam keluarga bersekolah.
b. Delapan indikator Keluarga Sejahtera II (KS II), meliputi:
1. Pada umumnya anggota keluarga melaksanakan ibadah agama.
2. Paling kurang sekali seminggu seluruh anggota keluarga makan lauk
daging/ikan/telur.
13

3. Seluruh anggota keluarga memperoleh paling kurang satu stel pakaian baru
dalam setahun.
4. Luas lantai paling kurang 8 m² untuk tiap penghuni.
5. Tiga bulan terakhir anggota keluarga dalam keadaan sehat
6. Ada seorang atau lebih anggota keluarga yang bekerja untuk memperoleh
penghasilan.
7. Anggota keluarga umur 10 - 60 bisa, bisa baca tulis latin.
8. PUS dengan anak hidup 2 atau lebih saat ini memakai alat kontrasepsi.
c. Keluarga sejahtera tahap III, meliputi:
1. Keluarga berupaya meningkatkan pengetahuan agama.
2. Sebagian penghasilan keluarga ditabung dala bentuk uang dan barang.
3. Keluarga makan bersama paling kurang sekali sehari untuk berkomunikasi.
4. Keluarga sering ikut dalam kegiatan masyarakat dilingkungsn tempat tinggal.
5. Keluarga memperoleh informasi dari surat kabar/majalah/TV/radio
d. Keluarga sejahtera tahap III Plus, meliputi:
1. Keluarga secara teratur dengan suka rela memberikan sumbangan materil
untuk kegiatan sosial.
2. Ada anggota keluarga yang aktif sebagai pengurus pengumpulan
sosial/yayasan/institusi masyarakat.
Adapun 5 tahapan tingkat kesejahteraan keluarga yaitu sebagai berikut:
1. Tahapan Keluarga Pra Sejahtera (KPS).
Yaitu keluarga yang tidak memenuhi salah satu dari 6 indikator Keluarga
Sejahtera I (KS I) atau indikator “kebutuhan dasar keluarga” (basic needs).
2. Tahapan Keluarga Sejahtera I
Yaitu keluarga mampu memenuhi 6 indikator tahapan KS I, tetapi tidak
memenuhi salah satu dari 8 indikator Keluarga Sejahtera II atau indikator
“kebutuhan psikologis” (psychological needs).
3. Tahapan Keluarga Sejahtera II
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 indikator tahapan KS I dan 8
indikator KS II, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 5 indikator Keluarga
Sejahtera III (KS III), atau indikator “kebutuhan pengembangan”
(developmental needs) dari keluarga.
4. Tahapan Keluarga Sejahtera III
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi 6 indikator KS I, 8 indikator KS II, dan
5 indikator KS III, tetapi tidak memenuhi salah satu dari 2 indikator Keluarga
Sejahtera III Plus (KS III Plus) atau indikator “aktualisasi diri” (self esteem)
keluarga.
5. Tahapan Keluarga Sejahtera III Plus
Yaitu keluarga yang mampu memenuhi keseluruhan dari 6 indikator tahapan
KS I, 8 indikator KS II, 5 indikator KS III, serta 2 indikator tahapan KS III Plus
Dampak pandemi Covid-19 terjadi pada seluruh masyarakat yang
menyebabkan kegiatan sosial dan ekonomi terhambat karena semakin terbatasnya
modal dan akses. Dahuri (2000) menyatakan bahwa tidak adanya akses kepada
sumber modal, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar serta rendahnya
partisipasi merupakan hal yang dapat menyebabkan penurunan taraf hidup
masyarakat sehingga mengalami perubahan taraf hidup. Lestari (2018) menjelaskan
perubahan taraf hidup dilihat dari kondisi sebelum dan sesudah adanya kebaharuan
suatu hal berdasarkan perbedaan waktu.
14

Pandemi Covid-19 merupakan fenomena global yang tidak disengaja yang


dapat mengubah kondisi kehidupan menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Kondisi
kehidupan yang buruk diharapkan berubah menjadi kondisi kehidupan yang lebih
baik seperti apa yang diinginkan dalam proses perubahan yaitu kehidupan
masyarakat yang sejahtera. Oleh sebab itu, perdebatan tentangnya berkembang
menjadi perdebatan ideologis tentang bagaimana cara pencapaian perubahan dan
hasil dari proses perubahan itu sendiri, yang berhubungan dengan kualitas
kehidupan manusia (Susetiawan 2009).
Dampak perubahan sosial terhadap kesejahteraan masyarakat memiliki
hubungan yang perlu untuk dijabarkan indikator-indikator kesejahteraan agar
dampak dari perubahan sosial yang dalam hal ini adalah pembangunan mudah
untuk diukur. Undang-Undang No 10 Tahun 1992 (UU tentang Perkembangan
Kependudukan dan Pembangunan Keluarga Sejahtera)

2.1.5 Hubungan Struktur Nafkah dan Taraf Hidup


Wardhana (2010) menyatakan bahwa keberlanjutan penghidupan
masyarakat bergantung pada strategi penghidupan yang dibentuk oleh masyarakat
dalam beradaptasi dengan wilayahnya untuk bertahan hidup termasuk beradaptasi
dengan adanya ancaman bencana atau kondisi krisis dalam hal ini adalah pandemi
Covid-19. Strategi penghidupan atau struktur nafkah ini bertujuan untuk menyiasati
penurunan perekonomian rumah tangga. Tingkat perekonomian salah satunya dapat
diukur dari tingkat pendapatan suatu rumah tangga (Istiqlaliah 2010). Tingkat
perekonomian rumah tangga dapat diukur dari tingkat pendapatan dan pengeluaran
rumah tangga dan dapat ditingkatkan dengan perubahan sumber nafkah atau
diversifikasi nafkah. Diversifikasi nafkah sebagai proses dimana rumah tangga
membangun beragam kegiatan dan kemampuan untuk kelangsungan hidup dan
dalam rangka meningkatkan taraf hidup (Ellis 1998, 1999). Menurut Tambo (2016),
ketahanan rumah tangga diarahkan kepada peningkatan pendapatan rumah tangga,
meningkatkan ketahanan pangan dan membangun aset.
Setyawan (2015) menjelaskan bahwa terdapat variabel perubahan struktur
nafkah maupun strategi nafkah yang memiliki hubungan kuat dan nyata
signifikansinya dengan taraf hidup rumah tangga. Selain itu, Latief (2015)
menjelaskan bahwa terdapat hubungan yang kuat antara variabel respon masyarakat
terhadap perubahan dengan taraf hidup di lokasi penelitian yang menjadikan taraf
hidup masyarakat menjadi lebih baik. Dalam memanfaatkan kesempatan kerja,
sektor jasa menjadi sektor yang paling berpeluang untuk meningkatkan taraf hidup
masyarakat. Hal ini terjadi karena adanya peluang besar dalam pengembangan
sarana akomodasi dan transportasi di lokasi penelitian akibat adanya gerak
penduduk yang dilakukan oleh pendatang baik turis asing maupun turis lokal (Sari
2017). Susenas (2011) menjelaskan bahwa terdapat korelasi antara kemiskinan
rumah tangga yang dikepalai perempuan miskin yang dapat diamati berdasarkan
jumlah anggota keluarga yang menjadi tanggungan, lokasi perkotaan/perdesaan,
pendidikan, pekerjaan, dan jenis kelamin kepala rumah tangga.
15

2.2 Kerangka Pemikiran


Wabah virus Covid-19 merupakan fenomena global yang secara langsung
berdampak pada berbagai aspek kehidupan khususnya aspek sosial dan ekonomi
yang dirasakan seluruh masyarakat termasuk perempuan kepala rumah tangga yang
merupakan kelompok rentan dan marginal yang kurang diperhatikan
keberadaannya. Ashkin (2018) menyatakan bahwa banyak kelompok rentan yang
tidak mempercayai layanan kesehatan karena memiliki status sosial ekonomi
rendah (perbedaan dalam pendapatan dan pencapaian pendidikan dikaitkan dengan
harapan hidup yang lebih pendek, status kesehatan yang lebih buruk, kurangnya
asuransi kesehatan, dan perbedaan ras / etnis).
Terdapat keterkaitan antara perubahan sumber pendapatan atau struktur
nafkah dan perubahan tingkat taraf hidup. Setyawan dan Satria (2017) yang
menjelaskan bahwa terdapat hubungan antara strategi nafkah dan taraf hidup rumah
tangga. Perubahan atau diversifikasi nafkah sebagai proses dimana rumah tangga
membangun beragam kegiatan dan kemampuan untuk kelangsungan hidup dalam
rangka meningkatkan taraf hidup (Ellis 1998, 1999). Lebih dari itu, Sari (2017) juga
mengatakan bahwa terdapat hubungan antara kesempatan kerja dengan peningkatan
taraf hidup rumah tangga. Hal ini mendasari ketertarikan penulis untuk
menganalisis hubungan perubahan struktur nafkah dengan perubahan taraf hidup
rumah tangga yang dikepalai perempuan. Hal tersebut dikarenakan dalam merespon
kondisi krisis pandemi Covid-19 terjadi beberapa perubahan baik kondisi alam,
sosial maupun ekonomi yang mengharuskan para perempuan kepala rumah tangga
untuk mampu beradaptasi dan menentukan pilihan struktur nafkah agar dapat
mempertahankan dan memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga yang dikepalainya.
Menurut Widodo (2009) untuk dapat mempertahankan kelangsungan hidup,
masyarakat perlu melakukan upaya dalam bentuk strategi penghidupan yang
dilakukan oleh rumah tangga baik pada tingkat individu maupun komunitas dengan
memanfaatkan sumber daya dan modal yang dimilikinya.
Saat terjadinya pandemi global Covid-19, Indonesia dapat dikatakan
mengalami krisis dalam bidang sosial maupun ekonomi yang akan mempengaruhi
perubahan struktur nafkah rumah tangga yang dikepalai perempuan. Putri et al
(2017) mengatakan bahwa perubahan pada aspek sosial ekonomi akan berdampak
pada perubahan struktur nafkah rumah tangga. Menurut Azzahra (2017) perubahan
struktur nafkah dapat dilihat dari perubahan sumber pendapatan rumah tangga
sehingga dalam penelitian ini akan mengacu pada Ellis (2000) dalam melihat
perubahan tingkat pendapatan berdasarkan tiga klasifikasi sumber mata
pencaharian yaitu on-farm income, off-farm income, dan non-farm income.
Perubahan struktur nafkah ini juga sangat berhubungan dalam menentukan tingkat
taraf hidup suatu rumah tangga. Tingkat taraf hidup rumah tangga dapat dilihat
melalui kemampuan mencukupi berbagai jenis kebutuhan baik primer, sekunder,
maupun tersier. Dalam mengukur tingkat taraf hidup dapat mengacu pada tingkat
kesejahteraan suatu rumah tangga. Jadi, apabila perempuan kepala rumah tangga
mampu menentukan pilihan struktur nafkah yang dapat memenuhi kebutuhan
keluarganya sehingga dapat bertahan di masa krisis pandemi Covid-19, tentunya
akan dapat mencapai standar taraf hidup rumah tangga. Dalam mengukur tingkat
taraf hidup sebelum dan saat pandemi Covid-19 digunakan indikator tingkat
kesejahteraan rakyat menurut BPS (2015). Enam indikator tingkat taraf hidup
16

dalam penelitian ini dipilih karena disesuaikan dengan perubahan yang terjadi
akibat pandemi Covid-19 belum terlalu cepat atau masih berlangsung serta telah
disesuaikan dengan kondisi rumah tangga yang dikepalai perempuan baik sebelum
dan saat terjadi pandemi Covid-19. Berikut adalah kerangka pemikiran terkait
perubahan struktur nafkah dan perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai
perempuan:

Y.1 Perubahan Taraf Hidup


1. Tingkat pendapatan
X.1 Perubahan Struktur Nafkah 2. Tingkat pengeluaran
1. Sektor On-Farm 3. Status kepemilikan rumah
2. Sektor Off-Farm 4. Tingkat akses pendidikan anak
3. Sektor Non-Farm 5. Tingkat akses layanan kesehatan
x 6. Tingkat akses teknologi dan
informasi

Gambar 1 Kerangka Berfikir Penelitian


Keterangan:
: Berhubungan

2.3 Hipotesis Penelitian


Hipotesis pada penelitian ini adalah diduga terdapat hubungan antara
perubahan struktur nafkah dan perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai
perempuan pada masa pandemi Covid-19.
17

III PENDEKATAN LAPANG


3.1 Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian yang menggunakan metode campuran.
Menurut Creswell (2013) metode penelitian campuran adalah metode yang
mengkombinasikan antara pendekatan kuantitatif dan pendekatan kualititatif.
Penelitian kuantitatif dilakukan dengan metode survei yang memanfaatkan
kuesioner sebagai 17nstrument dalam mengumpulkan informasi dari responden
(Singarimbun & Efendi 2008). Sebelum melakukan survei pada penelitian,
dilakukan uji validitas dan reliabilitas kuesioner untuk mengetahui akurasi
kuesioner dengan memberikan kuesioner kepada 10 responden (Lampiran 5).
Pendekatan kualitatif diperoleh melalui observasi lapang dan wawancara
menggunakan pertanyaan yang telah disusun kepada responden dan informan
secara langsung untuk mendapatkan informasi lebih mengenai gambaran umum,
keadaan sosial, dan karakteristik responden. Pendekatan kualitatif memiliki
beberapa keunggulan diantaranya (1) data sangat mendasar karena berdasarkan
fakta, peristiwa, dan realita; (2) pembahasan mendalam dan terpusat, karena
datanya digali secara mendalam; dan (3) terbuka lebih dari satu pandangan yang
dalam hal ini berupa pandangan dan informasi dari partisipan (Raco 2010). Selain
itu, informasi yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif ini juga digunakan untuk
mendukung dan sebagai interpretasi terhadap data yang didapatkan dari pendekatan
kuantitatif. Informasi yang dihasilkan dari pendekatan kualititaf dicatat dan
dipaparkan pada format catatan lapang dan juga direkam secara digital melalui
handphone. Kedua pendekatan tersebut dilakukan untuk mendapatkan data primer
dan data sekunder yang dapat menunjang kegiatan penelitian agar mendapatkan
hasil yang relevan.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Desa Sukanagalih, Kabupaten Cianjur, Jawa
Barat (Lampiran 1). Penentuan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive)
karena kemudahan akses penelitian, keterbatasan biaya, tenaga, waktu dan juga
memudahkan peneliti dalam memperoleh data dan informasi. Selain itu, juga
berdasarkan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Terdapat banyak kelompok perempuan kepala rumah tangga yang
merupakan anggota Lembaga Pemberdayaan Perempuan Kepala
Keluarga (PEKKA).
2. Penelitian mengenai masa pandemi Covid-19 dan pemilihan sumber
mata pencaharian atau struktur nafkah serta taraf hidup yang berfokus
pada kelompok marginal perempuan kepala rumah tangga masih sangat
sedikit, dan lokasi ini sangat menarik dan potensial untuk dikaji lebih
dalam.
3. Perempuan kepala rumah tangga di lokasi penelitian mayoritas hanya
berpendidikan sampai tingkat SD dan memiliki tanggungan anak
sehingga dapat mempengaruhi struktur nafkah dalam memperoleh
pendapatan dan taraf hidup pada masa krisis.
Penelitian dilaksanakan selama kurun waktu empat bulan yaitu pada bulan
September 2020 – Maret 2021 yang meliputi penyusunan proposal, kolokium
18

dan perbaikan proposal penelitian, uji validitas dan uji realibilitas, pengambilan
data di lapang, pengolahan dan analisis data, penyusunan draft skripsi, uji petik,
sidang skripsi, dan perbaikan akhir skripsi.

3.3 Teknik Pemilihan Responden dan Informan


Responden adalah orang yang memberikan informasi mengenai diri mereka
sendiri sebagai sumber data primer. Selain itu, responden memberikan informasi
mengenai kehidupan rumah tangga yang dikepalainya pada masa pandemi Covid-
19 yang berkaitan langsung dengan struktur nafkah dan taraf hidup. Responden
diwawancarai secara satu persatu (Gambar 4) dengan harapan jawaban yang
diberikan dapat menggambarkan kondisi diri dan rumah tangganya. Sebelum
mendatangi responden, terlebih dahulu dibuat list daftar nama responden yang akan
diwawancarai dalam satu hari. Populasi sasaran dalam penelitian ini adalah seluruh
perempuan kepala rumah tangga anggota PEKKA di Desa Sukanagalih dengan total
populasi sebanyak 59 orang yang terbagi menjadi empat kelompok kecil. Unit
analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga dan respondennya adalah
perempuan kepala rumah tangga yang dapat mempresentasikan keadaan rumah
tangganya. Pemilihan responden dilakukan secara proportional sampling yang
dikategorikan berdasarkan sumber mata pencaharian yang heterogen lalu dipilih
responden yang mewakili dari berbagai sektor pekerjaan baik dari sektor on farm,
off farm, dan non farm dengan simple random sampling. Salkind (2010)
proportional sampling adalah metode pengambilan sampel di mana peneliti
membagi populasi yang terbatas menjadi subpopulasi dan kemudian menerapkan
teknik random sampling untuk setiap populasi. Selanjutnya dilakukan pemilihan
sampel sebanyak 45 responden secara acak dari jumlah populasi perempuan kepala
rumah tangga yang turut serta menjadi anggota pemberdayaan perempuan kepala
keluarga (PEKKA) di lokasi penelitian berdasarkan sektor pekerjaannya.
Penentuan jumlah responden sebanyak 45 orang yang berdasarkan batas minimal
dari suatu penelitian sosial yaitu 30 orang (Singarimbun dan Effendi 2008).
Menurut Effendi dan Tukiran (2012) apabila analisa yang dipakai adalah teknik
korelasi, maka sampel yang harus diambil minimal 30 responden.
Penentuan informan menggunakan teknik bola salju (snowball) dari satu
informan ke informan lainnya melalui observasi lapang dan wawancara secara
daring (online) untuk mengumpulkan informasi mengenai kejadian dan proses
sosial yang terjadi di sekitar objek penelitian pada masa pandemi Covid-19 serta
wawancara mendalam kepada siapa saja tokoh masyarakat sekitar yang memahami
kearifan lokal khususnya mengenai kehidupan para perempuan kepala rumah
tangga selama masa pandemi Covid-19. Informan dalam penelitian ini merupakan
beberapa tokoh masyarakat yang ada di lokasi penelitian, aparat Desa Sukanagalih,
dan para staff PEKKA (Gambar 3) yang dapat memberikan informasi mengenai
kondisi rumah tangga yang dikepalai perempuan pada masa pandemi beserta
perubahan struktur nafkah dan taraf hidupnya.

3.4 Jenis dan Teknik Pengumpulan Data


Penelitian ini memiliki dua data yang dapat diolah dan dianalisis, yakni
sumber data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung di
lapang dengan metode survei dengan mewawancarai responden berdasarkan
19

kuesioner tentang perubahan struktur nafkah dan perubahan taraf hidup. Pertanyaan
pada kuesioner (Lampiran 3) menggunakan metode recall dengan tujuan
mendapatkan data kondisi sebelum dan saat pademi Covid-19. Selain itu juga
dilakukan wawancara mendalam kepada informan (Gambar 3) menggunakan
panduan wawancara terstruktur (Lampiran 4), serta observasi lapang. Data
sekunder diperoleh dari dokumen-dokumen tertulis di kantor Desa Sukanagalih,
serta buku, media massa, internet, data dari Badan Pusat Statistik (BPS), jurnal-
jurnal penelitian yang terkait dengan penelitian ini. Data sekunder yang
dikumpulkan terkait penelitian ini diantaranya seperti dokumen menegenai lokasi
penelitian, keberadaan perempuan kepala rumah tangga, dan dokumen pendukung
lainnya. Secara rinci, data-data yang dapat dikumpulkan dalam penelitian ini
disajikan dalam tabel di bawah ini:
Tabel 1 Jenis data yang dikumpulkan
Sumber Data Metode
No. Data Primer Sekunder Pengumpulan Data
1. Gambaran umum - Data geografi Studi dokumen data
lokasi penelitian dan monografi Desa Sukanagalih
desa
2. Gambaran umum dan - Salah satu Studi dokumen data
data diri perempuan kelompok serikat PEKKA dan
kepala keluarga marginal yang data anggota
(PEKKA) harus kelompok PEKKA
diperhatikan Desa Sukanagalih,
keberadaannya wawancara mendalam
3. Keadaan dan kondisi Aparat BPS, hasil Studi dokumen Desa
kehidupan desa, tokoh penelitian Sukanagalih,
masyarakat Desa masyarakat, akademis wawancara mendalam
Sukanagalih, masyarakat dengan pertanyaan
Kecamatan Pacet, setempat tersruktur
Kabupaten Cianjur
4. Sumber pendapatan Aparat Hasil Studi dokumen Desa
atau struktur nafkah desa, tokoh penelitian Sukanagalih,
penduduk Desa masyarakat, akademis wawancara mendalam
Sukanagalih pihak dengan pertanyaan
PEKKA, tersruktur
masyarakat
setempat
5. Taraf hidup rumah Aparat BPS, Hasil Wawancara
tangga yang desa, tokoh penelitian mendalam dengan
dikepalai perempuan masyarakat, akademis pertanyaan tersruktur,
pihak Studi dokumen
PEKKA,
masyarakat
setempat
20

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data


Data yang diperoleh melalui pendekatan kuantitatif dengan mewawancarai
responden berdasarkan kuesioner diolah menggunakan Microsoft Excel 2019 dan
IBM SPSS Statistik 25 yang kemudian disajikan dalam tabel frekuensi, tabulasi
silang, grafik, maupun diagram. Data yang disajikan dilengkapi dengan kondisi
perubahan yang terjadi sebelum dan saat pandemi Covid-19 dalam bentuk delta
()= (saat – sebelum) dan dalam persen (%)= (delta () / 45 x 100). Selanjutnya,
perubahan kondisi tersebut diperkuat dengan dilakukaan uji beda keadaan sebelum
dan saat pandemi Covid-19 pada kedua variabel dengan menggunakan uji statistik
Wilcoxon Signed Rangked Test karena data tidak berdistribusi normal dan
menggunakan skala ordinal. Uji Wilcoxon Signed Ranked Test merupakan uji
nonparametris untuk mengukur signifikasi perbedaan diantara dua kelompok data
yang berpasangan dengan berskala ordinal atau interval. Indikator uji beda
Wilcoxon ini adalah jika nilai probabilitas atau Asymp.Sig (2-tailed) < 0.05, maka
hipotesis diterima.
Selanjutnya, data diuji secara statistik menggunakan korelasi Rank Spearman
untuk mengetahui hubungan antara perubahan struktur nafkah dan perubahan
tingkat taraf hidup rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan. Adapun rumus
dari korelasi Rank Spearman adalah sebagai berikut:

6 ∑ di2
𝑟𝑠 = 1 - n(n2−1)

Keterangan:

𝑟𝑠 : koefisien korelasi Rank Spearman


di : determinan
n : jumlah data atau sampel
Pada uji korelasi Rank Spearman, ketentuan hipotesis diterima apabila nilai
signifikansi lebih kecil dari 0.05. Apabila nilai yang didapatkan lebih besar dari
0.05, maka hubungan antara dua variabel tersebut tidak signifikan, dilanjutkan
dengan melihat aturan nilai correlation coeficient yang dapat menjelaskan
mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel. Adapun pengkategorian
koefisien korelasi dalam uji korelasi Rank Spearman menurut Vaus (2002) sebagai
berikut:
1. 0.00: tidak ada hubungan antara dua variabel
2. 0.01-0.09: hubungan kurang berarti
3. 0.10 – 0.29: hubungan lemah
4. 0.30 - 0.49: hubungan moderat
5. >0.50-0.69: hubungan kuat
6. >0.70-0.89: hubungan sangat kuat
7. >0.90: hubungan mendekati sempurna
Data yang diperoleh melalui pendekatan kualitatif dengan wawancara kepada
aparat desa, tokoh masyarakat sekitar, kader serikat PEKKA Cianjur, dan Staff
pusat PEKKA yang dapat memberikan informasi yang dibutuhkan dalam penelitian
serta melalui observasi lapang yang bertujuan untuk melihat dan mengamati
kejadian dan proses sosial yang terjadi di sekitar objek penelitian. Observasi lapang
21

ini dilakukan untuk menjaga kealamian kejadian atau pendapat responden sehingga
informasi yang didapat sesuai dengan apa yang dilakukan responden. Data ini
diperoleh dari dokumen mengenai gambaran umum lokasi penelitian, kearifan lokal
serta kondisi sosial dan ekonomi masyarakat di Desa Sukanagalih serta didukung
pula dengan berbagai literatur yang relevan dengan penelitian ini, yaitu buku, jurnal
penelitian, skripsi, dan artikel terdahulu. Data kualitatif dianalisis melalui tahap
reduksi data, verifikasi data, dan penyajian data yang bertujuan untuk menyusun
segala informasi yang didapatkan dari sejumlah catatan lapang agar sesuai
kebutuhan penelitian, lalu diolah dan disajikan menjadi serangkaian kata atau narasi
yang mudah dimengerti sesuai dengan pendalaman terhadap pandangan subyektif
sejumlah informan.

3.6 Definisi Operasional


Definisi operasional digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep sosial
yang sudah diterjemahkan menjadi satuan yang lebih operasional atau sebagian
unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu
variabel (Singarimbun dan Effendi 2008). Berikut dijelaskan definisi operasional
dari variabel yang akan digunakan dalam penelitian:

3.6.1 Perubahan Stuktur Nafkah


Menurut Prasetya (2013) struktur nafkah adalah komposisi pendapatan
rumahtangga dari berbagai aktivitas nafkah yang dilakukan oleh seluruh anggota
rumahtangga yang bekerja secara produktif. Berdasarkan penjelasan tersebut,
struktur nafkah dapat disebut juga sebagai struktur pendapatan atau sumber nafkah
karena memiliki kaitan yang erat dengan pendapatan. Penelitian ini menganalisis
perubahan struktur nafkah rumah tangga yang dikepalai perempuan yang dilihat
dari perbedaan sebelum dan pada masa pandemi Covid-19 sehingga variabel-
variabel sumber struktur nafkah dijelaskan pada definisi operasional sebagai
berikut:

Tabel 2 Definisi operasional perubahan struktur nafkah


Definisi Skala
Kode Variabel Indikator
Operasional Pengukuran
X1 Struktur Nafkah
X1.1 Tingkat Mata 1. Rendah: Ordinal
pendapatan pencaharian  Rp500.000
On-Farm perbulan yang 2. Sedang:
berasal dari Rp500.001 –
sektor Rp1.999.999
pertanian 3. Tinggi: 
dalam arti luas Rp2.000.000
seperti
pertanian,
perkebunan,
peternakan,
perikanan, dan
lain-lain.
22

Definisi Skala
Kode Variable Indikator
Operasional Pengukuran
X1.2 Tingkat Mata 1. Rendah: Ordinal
pendapatan pencaharian Rp500.000
Off-farm perbulan yang 2. Sedang:
memanfaatkan Rp500.001 –
sektor Rp1.999.999
pertanian tapi 3. Tinggi: 
bukan berasal Rp2.000.000
dari kegiatan
usahatani (on-
farm).
Kegiatan yang
dimaksud
seperti
pengepul,
pengolahan
hasil
pertanian,
penjualan
hasil
pertanian, dan
lain-lain
X1.3 Tingkat Mata 1. Rendah: Ordinal
pendapatan pencaharian Rp500.000
Non-farm perbulan yang 2. Sedang:
berasal dari Rp500.001 –
luar bidang Rp1.999.999
pertanian 3. Tinggi: 
seperti tukang Rp2.000.000
ojek, warung,
buruh pabrik,
pedagang, dan
lain-lain
Tingkat perubahan struktur nafkah dilihat berdasarkan perubahan dari satu
sektor ke sektor lainnya pada sebelum dan saat pandemi Covid-19. Kondisi sebelum
pandemi yaitu setidaknya satu bulan sebelum terjadi pandemi Covid-19 di
Indonesia. Sedangkan kondisi saat pandemi adalah kondisi sejak terjadinya
pandemi yaitu mulai dari bulan Maret 2020 sampai dengan dilakukannya
wawancara. Selanjutnya dikategorikan sebagai berikut:
1. Tetap (kode 1): tidak terjadi perubahan sektor struktur nafkah
2. Berubah (kode 2): terjadi perubahan dari suatu sektor sumber struktur nafkah
awal ke sektor lainnya

3.6.2 Perubahan Taraf Hidup


Taraf hidup adalah kemampuan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan
dasar untuk menjaga kelangsungan hidupnya (BPS 2015). Penelitian ini
23

menganalisis bagaimana perubahan yang dilihat dari penurunan maupun


peningkatan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan sebelum dan pada
masa pandemi Covid-19 berdasarkan indikator kesejahteraan BPS (2015). Lalu
definisi operasional perubahan taraf hidup sebagai berikut:

Tabel 3 Definisi operasional perubahan taraf hidup


Definisi Skala
Kode Variabel Indikator
Operasional Pengukuran
Y1 Taraf Hidup berdasarkan indikator tingkat kesejahteraan (BPS 2015)
Y1.1 Tingkat pendapatan Jumlah uang 1. Rendah: Ordinal
yang diterima 1.000.000
dalam satu (kode:1)
bulan baik 2. Sedang:
dari hasil 1.000.001 –
bekerja 1.999.999
maupun (kode:2)
sumbangan 3. 3. Tinggi: 
dari anggota 2.000.000
keluarga lain (kode: 3)
Y1.2 Tingkat pengeluaran Jumlah uang 1. Rendah: Ordinal
yang 1.000.000
dikeluarkan (kode:1)
untuk 2. Sedang:
kebutuhan 1.000.001 –
konsumsi dan 1.999.999
non- (kode:2)
konsumsi 3. 3. Tinggi: 
dalam satu 2.000.000
bulan (kode: 3)
Y1.3 Status kepemilikan Status 1. Menumpang Nominal
rumah penguasaan keluarga
bangunan (kode:1)
tempat 2. Kontrak
tinggal yang (kode:2)
ditempati 3. Milik Sendiri
(BPS) (kode: 3)
24

Kode Variabel Definisi Indikator Skala


Operasional Pengukuran
Y1.4 Tingkat akses Tingkat Dapat dilihat dari Ordinal
pendidikan anak kesulitan indikator pada
responden pertanyaan
dalam mengenai tingkat
mengakses akses responden
kebutuhan dalam memenuhi
pendidikan kebutuhan
anak pendidikan anak
Kode jawaban:
1. Ya (skor:1)
2. Tidak (skor:0)

Lalu
dikategorikan
menjadi:
1. Tinggi:
memenuhi >5
indikator
(kode:1)
2. Sedang:
memenuhi 3-5
indikator
(kode:2)
3. Rendah: tidak
ada atau
hanya
memenuhi 1-2
indikator
(kode:3)
Y1.5 Tingkat akses Kemampuan Dapat dilihat dari Ordinal
layanan kesehatan responden indikator
dalam kemampuan
mengakses mengakses
fasilitas dan layanan kesehatan
jaminan yang disediakan.
kesehatan Kode jawaban:
1.Ya (Skor:1)
2. Tidak (Skor:0)

Lalu
dikategorikan
menjadi:
1. Rendah: tidak
ada atau hanya
memenuhi 1
indikator
25

Definisi Skala
Kode Variabel Indikator
Operasional Pengukuran
2. sedang:
memenuhi 2-3
indikator.
3. tinggi:
memenuhi >3
indikator
Y1.6 Tingkat akses Kemampuan Dapat dilihat dari Ordinal
teknologi dan responden pertanyaan
informasi dalam mengenai
mengakses kemampuan
teknologi dan mengakses
informasi teknologi dan
informasi dalam
satu keluarga.
Kode jawaban:
1.Ya (skor:1)
2. Tidak (Skor:0)

Lalu
dikategorikan
menjadi:
1. Rendah: tidak
ada atau hanya
memenuhi 1
indikator
2. sedang:
memenuhi 2-3
indikator
3. tinggi:
memenuhi >3
indikator
Tingkat Taraf Hidup diukur berdasarkan total keseluruhan skor dan
dikategorikan sebagai berikut:
1. Tingkat Taraf Hidup rendah ketika jumlah skor 6-9
2. Tingkat Taraf Hidup sedang ketika jumlah skor 10-13
3. Tingkat Taraf Hidup tinggi ketika jumlah skor 14-18
Tingkat perubahan taraf hidup diukur berdasarkan perubahan tingkat taraf
hidup dari satu tingkat ke tingkat lainnya pada sebelum dan saat pandemi Covid-
19. Kondisi sebelum pandemi yaitu setidaknya satu bulan sebelum terjadi pandemi
Covid-19 di Indonesia. Sedangkan kondisi saat pandemi adalah kondisi sejak
terjadinya pandemi yaitu mulai dari bulan Maret 2020 sampai dengan dilakukannya
wawancara dan dikategorikan sebagai berikut:
1. Rendah (kode 1): perubahan taraf hidup satu tingkat menjadi lebih rendah dari
sebelumnya (tinggi ke sedang dan sedang ke rendah)
26

2. Tetap (kode 2): tidak ada perubahan tingkat taraf hidup


3. Tinggi (kode 3): perubahan tingkat taraf hidup dua tingkat (tinggi ke rendah)
27

IV UJI VALIDITAS DAN RELIABILITAS INSTRUMEN


Uji validitas dan reliabilitas dilakukan peneliti sebelum melakukan penelitian
dengan pendekatan kuantitatif kepada 10 (sepuluh) responden yang tergabung
dalam salah satu kelompok PEKKA di lokasi penelitian. Kelompok yang diambil
untuk uji validitas dan reliabilitas adalah kelompok Melati Sukanagalih yang
berlokasi di Cinengah Girang karena memiliki karakteristik yang sama dengan
responden. Suatu instrumen dikategorikan layak untuk digunakan dalam
pengukuran apabila telah memenuhi syarat dalam validitas (keaslian) dan
reliabilitas (keterandalan). Validitas menunjukkan suatu alat pengukuran dapat
mengukur hal yang ingin diukur, sementara reliabilitas menunjukkan hasil
pengukuran relatif konsisten apabila diulang dua kali atau lebih (Effendi dan
Tukiran 2012). Nilai validitas dapat dilihat dengan menghitung nilai R hitung dan
R tabel dimana jika nilai R hitung > R tabel maka instrumen kuesioner dinyatakan
valid. Sementara, jika nilai R hitung < R tabel maka instrumen kuesioner
dinyatakan tidak valid. Hasil uji validitas pada variabel X menunjukkan bahwa
seluruh pertanyaan sudah valid. Sementara, hasil uji validitas pada variabel Y
terdapat beberapa pertanyaan yang tidak dapat dihitung sifatnya sehingga tidak
valid (Lampiran 5).
Reliabilitas instrumen penelitian kuisioner diuji menggunakan reliability
analysis di SPSS. Menurut Sugiyono (2012) nilai reliabilitas dilihat jika nilai alpha
>0.70 artinya reliabilitas mencukupi sementara jika alpha > 0.80 maka seluruh item
reliabel dan seluruh tes konsisten secara internal karena memiliki reliabilitas yang
kuat. Selein itu juga ada yang memberikan makna sebagai berikut: (1) jika alpha >
0.90 maka sangat reliabel; (2) nilai alpha antara 0.70 – 0.90 maka reliabilitas tingg;
(3) nilai alpha antara 0.50 – 0.70 maka reliabilitas moderat; (4) dan jika nilai alpha
< 0.50 maka reliabilitas rendah. Hasil uji reliabilitas menunjukkan nilai reliabilitas
pada variabel struktur nafkah sebesar 0.870 dan pada variabel taraf hidup yaitu
sebesar 0.763. Hasil tersebut menunjukkan bahwa pertanyaan kuesioner memiliki
tingkat reliabel yang tinggi.
28

V PROFIL DESA SUKANAGALIH


5.1 Sejarah Desa Sukanagalih
Cianjur merupakan salah satu kabupaten di Provinsi Jawa Barat, yang dikenal
dengan pameo ngaos, mamaos dan maenpo. Ngaos adalah tradisi mengaji sebagai
salah satu pencerminan kegiatan keagamaan. Mamaos adalah pencerminan
kehidupan budaya seni tembang Sunda Cianjuran berbibit buit (berasal) dari tatar
Cianjur. Maenpo adalah seni beladiri tempo dulu asli Cianjur yang sekarang lebih
dikenal dengan seni beladiri Pencak Silat. Desa Sukanagalih sebagaimana cerita
sesepuh desa dulu Desa Sukanagalih pada awalnya nama Desa Sukanagalih yaitu
Desa Ciburial, dan lokasinya di Kampung Ciburial, Dari tahun 1922 sampai dengan
tahun 1935 Kemudian Kantor Pemerintahan Desa pindah ke Kampung
Sukanagalih. Seiring berjalannya waktu, Desa Sukanagalih terkenal dengan Desa
Wisata Bunga dan perkampungan Arab dimana banyak wisatawan atau pengusaha
berasal dari Arab yang menetap dan mengadu nasib di wilayah ini. Banyaknya
wisatawan asing yang berdatangan mendorong terjadinya praktik kawin kontrak
dan pernikahan dini yang terjadi pada banyak penduduk perempuan di Desa
Sukanagalih karena alasan ekonomi.

5.2 Kondisi Geografis


Desa Sukanagalih berada pada wilayah Kecamatan Pacet Kabupaten Cianjur
(Lampiran 1), luas wilayah Kabupaten Cianjur 350.148 hektar, dengan ciri
topografi yang terdiri dari:
Tabel 4 Luas wilayah Kabupaten Cianjur
Wilayah Luas (Hektare) Persentase
Hutan produktif dan konservasi 83,034 23,71
Tanah pertanian lahan basah 58,101 16,59
Lahan pertanian kering dan tegalan 97,227 27,76
Tanah perkebunan 57,735 16,49
Tanah dan penggembalaan/pekarangan 3,500 0,10
Tambak/kolam 1,239 0,035
Pemukiman/pekarangan 25,261 7,20
Penggunaan lain 22,483 6,42
Lapangan pekerjaan utama yang dilakukan penduduk adalah sektor pertanian
yaitu sekitar 52%. Sektor lainnya yang cukup banyak menyerap tenaga kerja adalah
sektor perdagangan, 23%. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar
terhadap PDRB Kabupaten Cianjur yaitu sekitar 42,8% disusul sektor perdagangan
sekitar 24,62%.
Desa Sukanagalih termasuk destinasi wisata yang menarik bagi wisatawan
domestik maupun asing. Daerah ini terdiri dari 7 dusun diantaranya adalah Dusun
Cibadak, Dusun Cihiem, Dusun Muhara, Dusun Cinengah, Dusun Sukamaju, dan
Dusun Babakan Cikundul. Kebanyakan wilayah ini didominasi oleh tanaman
sayuran, tanaman hias, dan bunga potong. Setiap hari belasan ton sayur mayur dan
bunga potong dipasok ke wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi
(Jabodetabek). Luas wilayah Desa Sukanagalih secara administratif seluas ± 363
Ha yang terdiri dari:
29

Tabel 5 Gambaran umum Desa Sukanagalih berdasarkan luas wilayah 2020


Wilayah Luas (hektare) Persentase (%)
Pemukiman 330 0,99
Pekuburan 2,290 6,87
Pekarangan 4,900 14,7
Taman 5,450 16,4
Perkantoran 1,160 3,5
Prasarana Lainnya 19,209 57,6
Total 363,009 100
Sumber: data umum Desa Sukanagalih 2020
Batas wilayah desa Sukanagalih adalah pada sebelah utara berbatasan
langsung dengan Desa Cibadak, Baatulawang Kecamatan Sukaresmi, Cipanas.
Sebelah selatan dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Cibadak, Kecamatan
Sukaresmi, dan sebelah timur berbatasan dengan Desa Palasari, Batulawang,
Kecamatan Cipanas.

5.3 Struktur Sosial


Desa Sukanagalih adalah sebuah desa yang ada di wilayah Kecamatan
Pacet, Kabupaten Cianjur. Dimana keadaan masyarakat Desa Sukanagalih sangat
Agamis oleh karena adannya beberapa Lembaga Pendidikan Pesantren yang ada di
Desa Sukanagalih. Perkembangan penduduk di Desa Sukanagalih saat ini masih
bisa dikategorikan sedang, hal ini karena didukung oleh kesadaran masyarakat akan
pentingnya pendidikan dan menata kehidupan. Pada sektor Pendidikan, data
penyandang buta huruf di Desa Sukanagalih semakin berkurang. Hal ini didukung
dengan adanya Program Pemerintah tentang Usia Wajib Belajar Sembilan Tahun.
Berdasarkan data umum Desa Sukanagalih 2020, penduduk desa Sukanagalih
sebanyak 20.660 jiwa dengan komposisi laki-laki sebanyak 10.359 jiwa dan
perempuan sebanyak 10.301 jiwa. Tabel 5 menunjukkan bahwa perbandingan laki-
laki dan perempuan di Desa Sukanagalih tidak jauh berbeda, bahkan mendekati
sama banyak. Perbedaan laki-laki dan perempuan di Desa Sukanagalih hanya
sejumlah 58 orang atau sebesar 0,3 persen.

Tabel 6 Jumlah penduduk Desa Sukanagalih berdasarkan jenis kelamin


Jenis kelamin Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 10.359 50,15%
Perempuan 10.301 49,85%
Total 20.660 100%
Sumber: Data umum Desa Sukanagalih 2020
Proporsi jumlah penduduk Desa Sukanagalih berdasarkan jenis kelamin
tidak terlalu berbeda antara jumlah laki-laki dan jumlah perempuan. Dari jumlah
total penduduk di Desa Sukanagalih terdapat 5.728 kepala rumah tangga dimana
Kepala Rumah Tangga (KRT) laki-laki sebanyak 4.738 rumah tangga dan Kepala
Rumah Tangga (KRT) perempuan sebanyak 990 rumah tangga. Tabel 6
menunjukkan jumlah dan persentase jenis kelamin kepala rumah tangga di Desa
Sukanagalih.
30

Tabel 7 Jumlah dan persentase jenis kelamin kepala rumah tangga


Jenis kelamin kepala rumah tangga Jumlah (n) Persentase (%)
Laki-laki 4.738 82,71%
Perempuan 990 17,29%
Total 5.728 100%
Sumber: Data umum Desa Sukanagalih 2020
Jumlah rumah tangga yang dikepalai perempuan di Desa Sukanagalih cukup
banyak yaitu sebesar 17,29% dari jumlah total rumah tangga yang ada. Hal tersebut
karena di wilayah ini banyak terjadi pernikahan dini yang disebabkan rendahnya
perekonomian masyarakat desa. Sejak tahun 2016 sampai sekarang jumlah
kunjungan wisatawan dari Timur Tengah semakin bertambah. Hal ini menimbulkan
fenomena meningkatnya penduduk perempuan yang melakukan praktik nikah
kontrak dan nikah siri di Desa Sukanagalih (Puslitbang Kemenag RI 2017). Hasil
observasi menemukan bahwa praktik nikah kontrak dan nikah siri seolah menjadi
sumber mata pencaharian dan menjadikan awal kegiatan bisnis seperti kuliner, seni
pertunjukan, desain, ataupun fashion. Oleh sebab itu, Desa Sukanagalih terdapat
cukup banyak perempuan kepala rumah tangga.
“… disini neng dari jaman dulu, itu orang-orang arab pada kesini banyak
pisan yang pada kawin kontrak terus bikin usaha disini tapi ujung-ujungnya
ditinggal juga eta perempuan na, jadi ya begini banyak yang janda, yang
muda juga banyak neng..” (RG, Aparat Desa)
Selain perekonomian yang rendah, banyaknya praktik nikah dini maupun
kontrak juga dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan dimana mayoritas
penduduk Desa Sukanagalih hanya tamat SD/Sederajat terutama bagi penduduk
perempuan. Tabel 7 menunjukkan jumlah penduduk Desa Sukanagalih berdasarkan
tingkat pendidikan.

Tabel 8 Jumlah penduduk Desa sukanagalih berdasarkan tingkat pendidikan

Jenis Kelamin
Uraian Jumlah (n)
Laki-laki Perempuan
Tidak/Belum Tamat SD 3.345 3.145 6.490
Tamat SD/Sederajat 4.095 4.395 8.490
Tamat SLTP/Sederajat 2.093 2.064 2.157
Tamat SLTA/Sederajat 1.562 1.532 3.094
D1 23 29 52
D3 51 55 106
S1 170 92 262
S2 8 1 9
Total 10.359 10.301 20.660
Sumber: Data umum Desa Sukanagalih 2020
Pada tabel di atas dapat dilihat jumlah terbanyak adalah penduduk perempuan
dengan tingkat pendidikan hanya tamat SD/Sederajat yang memungkinkan
kurangnya edukasi bagi penduduk perempuan. Hal tersebut menyebabkan pola
pikir yang tidak jangka panjang dalam mengambil keputusan salah satunya dalam
31

mengambil keputusan untuk melakukan pratik pernikahan dini dan pernikahan


kontrak sebagai mata pencahariannya.
Pendidikan yang rendah dapat dipengaruhi dengan ketersediaan sarana
pendidikan. Pada tahun 2000an sarana pendidikan di Desa Sukanagalih sangat
minim yaitu hanya terdapat beberapa SD dan dua SMP. Namun seiring
perkembangan Desa, sarana pendidikan juga semakin meningkat. Terdapat sarana
dan prasarana pendidikan baik negeri dan swasta di Desa Sukanagalih namun masih
dalam kategori yang sedikit. Sarana pendidikan swasta hanya tersedia 2 unit gedung
Taman Kanak-kanak (TK), 3 unit gedung Sekolah Dasar (SD), 2 unit gedung
Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan 2 unit gendung Sekolah Mengengah
Atas/Kejuruan (SMA/SMK). Sedangkan untuk srana pendidikan negeri terdapat 2
unit gedung Taman Kanak-kanak (TK), 4 unit gedung Sekolah Dasar (SD), 2 unit
gedung Sekolah Menengah Pertama (SMP/MTs), dan 2 unit gendung Sekolah
Mengengah Atas/Kejuruan (SMA/SMK).

Tabel 9 Jumlah sarana pendidikan di Desa Sukanagalih 2020


Jumlah (unit)
Sarana pendidikan
Swasta Negeri
TK 2 2
SD/MI 3 4
SMP/MTs 2 2
SMA/SMK 2 2
Total 9 10
Sumber: Data umum Desa Sukanagalih 2020
Data sarana pendidikan tersebut didapatkan berdasarkan perkembangan
desa 3 sampai 5 tahun kebelakang sehingga penduduk yang tinggal di Desa
Sukanagalih lebih dari 5 tahun terakhir mungkin tidak merasakan sarana
pendidikan selengkap sekarang Dengan latar belakang tersebut, faktanya mereka
dapat berdaya dan mempertahankan rumahtangga yang dikepalainya dengan
banyaknya lapangan kerja akibat dibangunnya kota Wisata Bunga yang sekarang
dapat menjadi sumber mata pencaharian mayoritas penduduk Desa sukanagalih.
Selain itu juga karena adanya kekerabatan dan kekeluargaan yang sangat erat antar
warga Desa sukanagalih yang dapat memberikan nilai tambah dan positif bagi
keberlangsungan hidup pada perempuan kepala rumah tangga dan dapat menjadi
faktor pendukung baik dalam bentuk moril maupun finansial.

5.4 Pola Adaptasi pada Masa Pandemi Covid-19


Penduduk Desa Sukanagalih memiliki aktivitas dan kegiatan yang sangat
beragam. Di desa tersebut juga terdapat beberapa fasilitas umum seperti kantor
desa, puskesmas, sekolah, PEKKA center. Aktivitas yang dilakukan penduduk desa
seperti aktivitas buruh tani yang mengolah perkebunan bunga, pemberdayaan
perempuan, kerja bakti, dan lain-lain. Aktivitas perkebunan tersebut membuat mata
pencaharian dan sumber pendapatan masyarakat Desa Sukanagalih juga tergantung
pada perkebungan bunga yang juga disebabkan karena keadaan geografis. Untuk
para perempuan kepala rumah tangga, selain bergantung pada aktivitas perkebunan
bunga juga dipengaruhi oleh kegiatan pemberdayaan dari Lembaga PEKKA yang
turut memberikan faktor pendukung dalam mencari sumber pendapatan tambahan.
32

Mayoritas penduduk bergantung pada perkebunan bunga sebelum adanya pandemi


Covid-19. Oleh karena itu, perubahan kondisi akibat pandemi menyebabkan
penduduk di Desa Sukanagalih tidak hanya bekerja sebagai buruh tani perkebunan
bunga dan buruh di perusahaan melainkan juga bekerja sebagai pedagang,
membuka warung, dan lain-lain. Perusahaan atau pabrik bunga membatasi atau
tidak membuka lowongan pekerjaan bahkan memberhentikan para pekerjanya pada
masa pandemi Covid-19.
Jika dilihat secara cermat ada beberapa sektor yang mampu mendorong
peningkatan pertumbuhan ekonomi di Desa Sukanagalih yang paling signifikan
adalah sektor pariwisata ini dikarenakan banyaknya turis mancanegara yang banyak
berkunjung ke wilayah Desa Sukanagalih dimana terdapat wisata Kota Bunga.
Sumber mata pencaharian penduduk Desa Sukanagalih sangat beragam mulai dari
petani sampai karyawan swasta, namun karena Desa Sukanagalih berada dekat
dengan kota Wisata Bunga dan juga banyak perkebunan bunga, maka mayoritas
penduduk Desa Sukaganalih menggantungkan hidup pada sektor pertanian baik on-
farm ataupun off-farm seperti menjadi petani dan buruh tani.

Tabel 10 Jumlah penduduk Desa Sukanagalih berdasarkan sumber mata


pencaharian
Jenis Kelamin
Sumber mata pencaharian Jumlah
Laki-laki Perempuan
Petani 307 10 317
Buruh Tani 1161 104 1.265
PNS 58 44 102
TNI 41 1 42
POLRI 5 1 6
Pensiunan 34 4 38
Pengacara 1 0 1
Karyawan Swasta 193 52 245
Total 1800 216 2016
Sumber: Data umum Desa Sukanagalih 2020
Berdasarkan tabel 10 menunjukkan bahwa mayoritas penduduk Desa
Sukanagalih memiliki sumber mata pencaharian di sektor off-farm pada bidang
buruh tani. Seperti yang diketahui, bahwa lokasi Desa Sukanagalih terletak
berdekatan dengan Kota Wisata Bunga dengan banyaknya potensi perkebunan
bungaa sehingga banyak sekali penduduk desa tersebut menggantungkan hidupnya
pada sektor off-farm menjadi buruh tani di perkebunan bunga.
“… disini mah gitu-gitu aja neng, petani atau buruh tani alhamdulillah kan
disini mah masih ada kebon bunga terus pokcoy jadi ada aja yang nanem
terus ngejualin, dari situ aja dapat uangnya paling …” (E,34 Tahun)

5.5 Program Pembedayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA)


Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) digagas pada akhir
tahun 2000 didukung dengan rencana Komnas Perempuan yang ingin
mendokumentasikan kondisi kehidupan perempuan single parent atau “janda” di
wilayah konflik dan juga terdapat keingingan Bank Dunia melalui Program
33

Pengembangan Kecamatan (PPK) untuk merespon permintaan korban konflik di


Aceh untuk memperoleh akses sumberdaya ekonomi dan trauma mereka melalui
sebuah proyek yang diberi nama “windows project”. Selanjutnya, Komnas
Perempuan bekerjasama dengan Pusat Pengembangan Sumberdaya Wanita
(PPSW) membentuk Serikat Nasional (Seknas) untuk pemberdayaan kaum
marginal perempuan kepala keluarga. Dalam mengembangkan gagasan ini, direktur
PPSW yang pada saat itu menjadi koordinator program ini meminta salah satu
aktivis perempuan Nani Zulminarni untuk mengembangkan proyek ini. Melalui
beberapa proses refleksi dan diskusi intensif dengan berbagai pihak, Nani kemudian
mengusulkan agar “Widows Project” ditransformasi menjadi Program
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga yang kemudian disebut sebagai
PEKKA dengan tujuan agar lebih provokatif dan ideologis, yaitu dengan
menempatkan para perempuan kepala keluarga atau janda pada kedudukan, peran
dan tanggung jawabnya sebagai kepala keluarga, bukan dilihat hanya dari status
perkawinan semata. Selain itu, upaya ini juga diharapkan mampu membuat
perubahan sosial dan mengangkat martabat para perempuan kepala keluarga yang
didalam masyarakat memiliki stigma atau stereotipe negatif. Pada pertengahan
tahun 2001, PEKKA mulai melakukan program dan membentuk kelompok
perempuan kepala keluarga (Kelompok PEKKA) awal tahun 2002 di Pulau
Adonara, Nusa Tenggara Timur.
Pada tahun 2004 terbentuk Yayasan PEKKA untuk melanjutkan
pengorganisasian, pelaksanaan program, dan pendampingan pada kelompok
PEKKA. Seiring berjalannya waktu, pada tahun 2008 didirikan dan dikembangkan
Serikat PEKKA sebagai organisasi berbasis massa yang otonom. Pada tahun 2009
Serikat PEKKA dari berbagai wilayah di Indonesia membentuk Federasi Serikat
PEKKA di wilayahnya masing-masing dengan tingkat Nasional yang diharapkan
menjadi penggerak Gerakan Sosial Perempuan Kepala Keluarga. PEKKA sangat
menyadari kekuatan perempuan berada dalam perkumpulannya. Berawal dengan
mendorong mereka untuk memahami apa itu berkumpul dan berkelompok dalam
makna yang subtantif. Berkelompok bukan sekedar hadir dalam pertemuan -
pertemuan seremonial keagamaan atau adat dan tradisi yang mana kehadirannya
kerap dianggap hanya sebagai pelengkap acara. Untuk meretas hal-hal yang
membuat perempuan enggan atau merasa rendah diri mengikuti suatu pertemuan,
maka dibuat peraturan baru bahwa pertemuan tidak harus di ruang formal, tidak
harus mengenakan busana yang bagus, tidak harus membawa sesuatu. Seperti di
NTT, dalam pertemuan PEKKA dianjurkan memakai kain tenun yang mereka buat
sendiri. Cara ini juga ditunjukkan oleh Nani (Ketua PEKKA) dan staf PEKKA
dalam setiap pertemuan dengan mengenakan kain tenun sebagaimana dikenakan
oleh Ibu-ibu anggota PEKKA. Di sisi lain, secara pelahan mereka juga diajak untuk
berpikir tentang tata kerja sebuah organisasi yaitu terdapat aturan main dan
kedisiplinan. Dengan cara itulah perempuan dilatih untuk bersuara dan suara
mereka benar-benar mereka rasakan penting. Mereka juga didorong menabung
dengan membuat kelompok simpan pinjam.
Pengorganisasian perempuan kepala keluarga sangat penting, karena pada
saat PEKKA digagas di tahun 2001, Badan Pusat Statistik (BPS) RI mencatat
jumlah rumah tangga yang dikepalai perempuan mencapai 13%. Pada saat itu, tidak
ada data yang jelas yang dapat dijadikan rujukan untuk melihat perbedaan tingkat
kemiskinan yang dihadapi oleh rumah tangga yang dikepalai perempuan
34

dibandingkan dengan rumah tangga yang dikepalai laki-laki. BPS (2015) juga
menunjukkan bahwa sejak 1985 terlihat konsistensi kenaikan jumlah rumah tangga
yang dikepalai perempuan dengan rata-rata 0,1% setiap tahunnya.
Serikat PEKKA Cianjur yang berlokasi di Desa Sukanagalih berdiri sejak
tahun 2002. Berdasarkan data yang diambil pada tahun 2020, anggota kelompok
PEKKA Cianjur yang berstatus aktif berjumlah 59 orang dari 4 kelompok yaitu
kelompok Anugerah, Riski Abadi, Melati Sukanagalih, dan Sinar Bahagia. Rentang
usia anggota PEKKA Cianjur beragam mulai dari yang termuda adalah 27 tahun
sampai dengan lansia sekitar 60 tahun. Sumber pendapatan anggota PEKKA juga
sangat beragam, mulai dari buruh tani, buruh pabrik, dan berdagang dengan latar
belakang Pendidikan yang mayoritas hanya pada tingkat SD dan SMP/Sederajat.
Latar belakang perkawinan anggota PEKKA sangat beragam berdasarkan kategori
yang didefinisikan oleh PEKKA mengenai perempuan kepala keluarga, terdapat
beberapa yang memang single parent atau tidak bersuami dan menjadi pencari
nafkah utama namun juga ada yang bersuami dan bukan pencari nafkah utama tetapi
ingin mengembangkan dirinya dengan bergabung dan mengikuti program
pemberdayaan yang dilaksanakan oleh PEKKA.

VI KARAKTERISTIK RESPONDEN
Unit analisis pada penelitian ini adalah rumah tangga dan yang menjadi
responden adalah individu perempuan kepala rumah tangga yang dapat
menggambarkan kondisi rumah tangganya dan juga merupakan anggota kelompok
Lembaga Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA). Responden yang
dipilih sejumlah 45 orang. Karakteristik responden dalam penelitian ini dianalisis
dalam hal usia, pendidikan terakhir, jumlah tanggungan, jenis pekerjaan, status
pernikahan, dan lamanya menjadi anggota PEKKA.

6.1 Usia
Berdasarkan data primer di lapang yang didapatkan dari 45 responden
rumah tangga yang dikepalai perempuan di Desa Sukanagalih, Kecamatan Pacet,
Kabupaten Cianjur mayoritas responden termuda yaitu 24 tahun dan usia tertua
yaitu 72 tahun. Tabel berikut ini menunjukan data jumlah dan persentase rumah
tangga responden yang merupakan anggpta PEKKA berdasarkan usia.

Tabel 11 Jumlah dan persentase responden berdasarkan usia pada tahun 2020
Usia Jumlah (n) Persentase (%)
<25 tahun 2 4,4
25- 35 tahun 10 22,2
36-50 tahun 17 37,8
>50 tahun 16 35,6
Total 45 100
Sumber: Data Primer 2020 diolah
Berdasarkan tabel 11, usia responden mayoritas berada pada kategori tua
yaitu sebanyak 17 orang dengan persentase 37,8%. Sedangkan sisanya terbagi-bagi
pada kategori muda, sedang dan lansia. Hal tersebut menunjukkan bahwa mayoritas
rumah tangga yang dikepalai oleh perempuan di Desa Sukanagalih termasuk dalam
35

kategori tua yang menjadi salah satu faktor yang dapat menyulitkan para perempuan
kepala rumah tangga ini dalam mencari sumber nafkah atau pekerjaan yang
berhubungan langsung dengan meningkatkan taraf hidup.

6.2 Pendidikan Terakhir


Selain memiliki faktor penghambat yang berasal dari mayoritas usia para
perempuan kepala rumah tangga yang termasuk kategori tua, para perempuan
kepala rumah tangga juga memiliki beragam tingkat pendidikan berdasarkan
pendidikan terakhir yang ditempuh. Tingkat Pendidikan tersebut mulai tidak
sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tidak tamat SMP, tamat SMP, tidak tamat SMA,
tamat SMA, dan tamat perguruan tinggi. Para perempuan kepala rumah tangga di
Desa Sukanagalih memiliki latar belakang pendidikan yang masih rendah dan
hanya sedikit yang memiliki Pendidikan yang baik. Hal ini disebabkan salah
satunya oleh kondisi perekonomian keluarga yang tidak mendukung. Dalam
penelitian ini, berdasarkan data primer yang diolah dari 45 responden rumah tangga
yang dikepalai perempuan memiliki tingkat pendidikan yang diuraikan pada tabel
berikut ini yang menjelaskan jumlah dan persentase Pendidikan terakhir yang
ditempuh para responden perempuan kepala rumah tangga di Desa Sukanagalih.

Tabel 12 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendidikan terakhir


Pendidikan Terakhir Jumlah (n) Persentase (%)
Tidak Sekolah 0 0
Tidak Tamat SD 0 0
Tamat SD 20 44,4
Tidak Tamat SMP/SLTP 0 0
Tamat SMP/SLTP 13 28,9
Tidak Tamat SMA/SMK 0 0
Tamat SMA/SMK 10 22,2
Perguruan Tinggi 2 4,4
Total 45 100
Sumber: Data Primer 2020 diolah
Berdasarkan tabel 12 dapat dilihat bahwa mayoritas responden memliki
tingkat pendidikan terakhir yaitu hanya pada tingkat tamat SD sebanyak 20 orang
dengan persentase 44,4%. Selanjutnya pada tingkat tamat SMP/SLTP dengan
jumlah 13 orang dan persentase 28,9%. Kemudian sisanya tersebar dimasing-
masing kategori sampai yang paling sedikit adalah memiliki tingkat pendidikan
pada tingkat tamat perguruan tinggi sebanyak 2 orang dan persentase 4,4%.
Menurut responden, masih banyak pemikiran yang menilai bahwa tidak terlalu
penting perempuan berpendidikan tinggi. Hal tersebut juga menyebabkan tingkat
taraf hidup yang rendah karena mayoritas responden memiliki tingkat pendidikan
yang rendah.

“… disini mah neng perempuan sekolah ngga penting, yang penting laki-laki
aja yang sekolah” (ND, 50tahun)
36

6.3 Jumlah Tanggungan


Jumlah tanggungan merupakan jumlah individu yang harus ditanggung atau
dipenuhi kebutuhan hidupnya oleh responden. Tanggungan tersebut dipenuhi dari
aktivitas nafkah utama atau mata pencaharian lainnya. Hal ini diuraikan
berdasarkan jumlah orang yang ditanggung oleh perempuan kepala rumah tangga
di Desa Sukanagalih seperti pada tabel berikut.

Tabel 13 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jumlah tanggungan


Jumlah Tanggungan Jumlah (n) Persentase (%)
0 orang (Tidak ada) 2 4,4
1-2 orang (Sedikit) 28 62,2
3-5 orang (sedang) 13 28,9
>5 orang (Banyak) 2 4,4
Total 45 100
Sumber: Data Primer 2020 diolah
Berdasarkan kuesioner yang disebarkan kepada 45 responden, mayoritas
jumlah tanggungan perempuan kepala rumah tangga di Desa Sukanagalih adalah
dalam kategori sedikit yaitu sekitar 1-2 orang dengan jumlah responden 28 orang
dan persentase 62,2%. Selanjutnya pada kategori sedang dimana responden
memiliki jumlah tanggungan sekitar 3-5 orang terdapat 13 responden dengan
persentase 28,9%. Yang paling sedikit adalah responden yang memiliki tanggungan
pada kategori tidak ada dan banyak dimana hanya ada 2 orang responden dengan
persentase 4,4% dari masing-masing kategori. Hal ini dikarenakan usia mayoritas
responden sebagai kepala rumah tangga yang kebanyakan sudah memasuki usia tua
sehingga semakin sedikit tanggungan yang salah satu alasannya adalah terdapat
beberapa anak yang sudah menikah karena di desa tersebut masih banyak yang
memperbolehkan pernikahan dini dan juga sudah bekerja sehingga tidak termasuk
dalam tanggungan responden.
“ … yang di rumah mah udah sedikit neng, udah pada nikah yang gede-gede,
tinggalnya udah masing-masing.” (MM, 65tahun)

“… paling disini yang masih punya tanggungan anak 2-3 orang neng, sisanya
yang banyak paling ada adik atau saudara yang ikut ..” ((EL, 49 Tahun)

6.4 Jenis Pekerjaan


Jenis pekerjaan merupakan pekerjaan yang dilakukan perempuan kepala
rumah tangga sebagai mata pencaharian utama dalam memenuhi kebutuhan hidup
anggota keluarganya. Pekerjaan yang dilakukan perempuan kepala rumah tangga
anggota PEKKA di Desa Sukanagalih sangat beragam diantaranya sebagai petani,
buruh, pedagang, dan lainnya. Berikut merupakan jumlah dan persentasi para
perempuan kepala rumah tangga di Desa Sukanagalih berdasarkan jenis pekerjaan.
37

Tabel 14 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan


Jenis Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%)
Petani 4 8,9
Buruh 3 6,8
Pedagang 21 46,7
Penjaga vila 1 2,2
Penata rias 5 11,1
Juru masak 1 2,2
Pekerja sosial 5 11,1
Pengasuh 2 4,4
Serabutan 3 6,8
Total 45 100
Sumber: Data Primer 2020 diolah
Berdasarkan data yang diolah dari 45 responden, mayoritas perempuan
kepala keluarga di Desa Sukanagalih adalah pedagang yaitu sebanyak 21 orang
dengan persentase 37,8%. Kemudian sisanya sebanyak 24 orang responden tersebar
melakukan pekerjaan seperti petani, buruh, penjaga vila, penata rias, juru masak,
pekerja sosial, penasuh, dan juga ada yang melakukan pekerjaan serabutan.

6.5 Status Pernikahan


Status pernikahan adalah status yang menggambarkan kehidupan rumah
tangga responden atau alasan menjadi kepala rumah tangga. Hal tersebut
dikategorikan menjadi menikah tidak sebagai pencari nafkah utama, menikah
sebagai pencari nafkah utama, suami merantau, cerai hidup, dan cerai mati. Berikut
jumlah dan persentase responden berdasarkan status pernikahannya.

Tabel 15 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status pernikahan


Status Pernikahan Jumlah (n) Persentase (%)
Menikah (sebagai 22 48,9
pencari nafkah utama)
Suami Merantau 2 4,4
Cerai Hidup 11 24,4
Cerai Mati 7 15,5
Poligami 3 6,7
Total 45 100
Sumber: Data Primer 2020 diolah
Tabel 15 menunjukkan bahwa berdasarkan hasil survey kepada 45
responden, mayoritas perempuan kepala rumah tangga di Desa Sukanagalih
memiliki status pernikahan menikah namun sebagai pencari nafkah utama yaitu
sebanyak 22 orang responden dengan persentase 48,9% dimana responden pada
kategori tersebut adalah responden yang memiliki suami namun suami sakit
menahun, tidak hidup berkesinambungan dan alasan lainnya. Selanjutnya juga
cukup banyak yang memiliki status cerai hidup sebanyak 11 orang dengan
persentase 24,4%. Sedangkan sisanya tersebar pada kategori suami merantau, cerai
mati, dan poligami. Hal tersebut terjadi karena pada lokasi penelitian terkenal
dengan maraknya pernikahan dini dan praktik kawin kontrak sehingga banyak
38

perempuan yang menikah dalam usia yang masih sangat dini dan saat
berumahtangga terpaksa menjadi kepala rumah tangga atau pencari nafkah utama
karena beberapa faktor seperti suami tidak hidup berkesinambungan dengannya,
tidak mau bekerja, tidak memberi nafkah rutin, sakit menahun dan faktor lainnya.
“… banyak neng (perempuan kepala rumah tangga) disini karena ya dari
dulu kan emang disini terkenal sama eta kawin kontrak, yang nikah tapi
suaminya ngga bisa atau ngga mau nafkahin juga banyak, jadi itu banyak
yang luntang-lantung hidupin anak-anaknya sendiri juga …” (Y, Ketua
Kelompok Melati Sukanagalih)

6.6 Lamanya Menjadi Anggota PEKKA


Lamanya menjadi anggota PEKKA merupakan jumlah tahun lamanya
responden menjadi kepala rumah tangga dan bergabung sebagai anggota
Pemberdayaan Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) sampai tahun dilakukan
wawancara yaitu tahun 2020. Hal ini dapat diukur dalam kategori baru, sedang,
lama, dan lama sekali. Berikut disajikan tabel jumlah dan persentase responden
berdasarkan lamanya menjadi kepala rumah tangga.

Tabel 16 Jumlah dan persentase responden berdasarkan lamanya menjadi anggota


PEKKA
Lama menjadi PEKKA Jumlah (n) Persentase (%)
3 tahun (Baru) 12 26,7
4-7 tahun (Sedang) 15 33,3
8-10 tahun (Lama) 1 2,2
>10 tahun (Lama Sekali) 17 37,8
Total 45 100
Sumber : Data Primer diolah 2020
Berdasarkan tabel 16 di atas, mayoritas responden sudah lama sekali
menjadi kepala rumah tangga dan bergabung di PEKKA yaitu sebanyak 17 orang
dengan persentase 37,8% mengaku menjadi kepala rumah tangga dan bergabung di
PEKKA lebih dari 10 tahun. Selanjutnya sebanyak 15 orang mengaku termasuk
dalam kategori sedang yaitu 4-7tahun. dan sisanya sebanyak 12 orang sudah
bergabung selama 3 tahun terakhir dan hanya 1 orang yang bergabung selama
sekitar 8-10 tahun. Menurut responden yang sudah lama sekali bergabung menjadi
PEKKA dikarenakan mereka percaya bahwa mengikuti program pemberdayaan
yang dilaksanakan oleh PEKKA dapat membuat lebih percaya diri dan banyak
melakukan kegiatan untuk mengisi waktu luang.
“… saya dulu korban ketimpangan gender neng, dipecat karena perempuan,
pas itu PEKKA baru didirikan jadi langsung coba ikut aja kebetulan lagi
nganggur, eh sampai sekarang neng alhamdulillah udah lebih percaya diri
sampai bisa bantu yang lain …” (J, Sekretaris Serikat PEKKA Cianjur)
39

VII PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH RUMAH TANGGA YANG


DIKEPALAI PEREMPUAN
Pada bab ini dibahas mengenai perubahan struktur nafkah berdasarkan
sektor mata pencaharian yaitu sektor on farm, off farm, dan non farm. Ellis (2000)
membedakan struktur nafkah rumah tangga menjadi tiga bagian yaitu, on farm
income, off farm income, dan non farm income. Seluruh pendapatan usahatani yaitu
pendapatan yang diperoleh dengan mengelola lahan sendiri ataupun mengelola
lahan orang lain, merupakan bagian dari on farm income dan off farm income,
sedangkan pendapatan non farm income yakni aktivitas nafkah selain sektor
pertanian.
Selain itu juga dibahas mengenai jumlah tingkat pendapatan yang berasal dari
satu sektor struktur nafkah. Pembahasan tersebut akan dilihat berdasarkan keadaan
sebelum dan saat terjadinya pandemi Covid-19. Kondisi sebelum adanya pandemi
Covid-19 adalah kondisi satu bulan sebelum Covid-19 terjadi di Indonesia,
sedangkan kondisi saat pandemi Covid-19 adalah kondisi dimana Covid-19
memasuki Indonesia yaitu mulai bulan Maret 2020. Hal ini bertujuan untuk melihat
ada atau tidaknya perubahan struktur nafkah dan pendapatan yang terjadi pada
rumah tangga yang dikepalai perempuan di Desa Sukanagalih.

Tabel 17 Jumlah dan persentase responden berdasarkan perubahan struktur nafkah


pada masa pandemi Covid-19
Perubahan Jumlah (n) Persentase (%)
Tetap 22 48,9
On Farm – Non Farm 4 8,9
Off Farm – On Farm 1 2,2
Off Farm – Non Farm 13 28,9
Non Farm – On Farm 1 2,2
Non Farm – Off Farm 4 8,9
Total 45 100
Pada saat pandemi Covid-19, perempuan kepala rumah tangga harus
mencari sumber pendapatan lain atau bertahan dengan sumber pendapatan
sebelumnya. Berdasarkan tabel 17, pada saat pandemi Covid-19 mayoritas
responden memilih untuk tetap bertahan pada sektor sumber pendapatan awal yaitu
sebanyak 22 orang dengan persentase 48,9%. Menurut responden pada kategori
tersebut dikarenakan keterbatasan akses dalam melakukan pekerjaan lain atau
pekerjaan baru sehingga mereka memilih untuk bertahan pada sumber pendapatan
yang sudah dikerjakan meskipun terjadi penurunan pendapatan. Selanjutnya juga
cukup banyak responden yang memilih untuk beralih dari sektor off farm menjadi
sektor non farm yaitu sebanyak 13 orang atau sebesar 28,9%. Hal tersebut karena
saat pandemi Covid-19, kegiatan distribusi produk pertanian seperti akses jual beli
dari dan ke Desa Sukanagalih sangat terbatas akibat diberlakukannya kebijakan
PSBB. Oleh karena itu, banyak responden yang beralih dari sektor pertanian ke
sektor non farm.
“… pas pandemi neng, jadi banyak yang jual pulsa, jualan online gitu-gitu
aja sih biar tetap dapat uang. Dari data desa juga kan neng, pokcoy, bunga,
40

sama hasil sawah yang lain ngga bisa didistribusiin ke luar jadi mandek aja
kitu … “ (EN, 37 Tahun)
Perubahan tersebut dibuktikan juga dengan uji Wilcoxon (Lampiran 6c) yang
bertujuan melihat perbedaan kondisi sebelum dan saat pandemi Covid-19. Uji
Wilcoxon menujukkan terjadi peningkatan pada sektor non farm (peningkatan rata-
rata 11,42 menjadi 12,21). Selain itu, hasil asymp.sig (2-tailed) sebesar 0,025
berarti perbedaan struktur nafkah yang diamati signifikan. Dengan demikian, dapat
diasumsikan bahwa pandemi Covid-19 menyebabkan perubahan struktur nafkah
rumah tangga yang dikepalai perempuan.

7.1 Perubahan Tingkat Pendapatan Sektor On Farm


Struktur nafkah rumah tangga dapat bersumber dari sektor on farm yaitu
sumber mata pencaharian yang berasal dari sektor pertanian dalam arti luas baik
dalam lingkup pertanian, perkebunan, peternakan, perikanan dan lain sebagainya.
Sebelum pandemi Covid-19 sumber mata pencaharian utama penduduk Desa
Sukanagalih adalah berasal dari perkebunan karena sangat erat kaitannya dengan
Kota Wisata Bunga. Namun, pada saat dilakukan penelitian yang juga masih dalam
masa pandemi Covid-19, sektor on farm tidak dapat memberi penghasilan yang
menjanjikan. Hal tersebut karena diberlakukannya kebijakan dalam rangka
memutus mata rantai penyebaran virus yang menyebabkan keterbatasan kegiatan
pertanian seperti terbatasnya akses jual beli bunga potong baik kegiatan ekspor ke
kota-kota besar maupun konsumen yang datang membeli langsung. Berikut
merupakan grafik mengenai perubahan tingkat pendapatan sektor on farm sebelum
dan saat pandemi Covid-19.

Perubahan Tingkat Pendapatan


Sektor On Farm
100% 0
80% 2
60%
4
40% 3
20%
1
0%
Sebelum Saat

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 2 Grafik perubahan tingkat pendapatan sektor on-farm


Gambar 2 menunjukkan bahwa pada sebelum pandemi Covid-19, terdapat
6 responden yang menggantungkan hidup pada sektor on farm dengan tingkat
pendapatan paling rendah Rp350.000/bulan dan paling tinggi sekitar Rp7.000.000
– Rp8.000.000/bulan. Jika dikategorikan mayoritas tingkat pendapatan responden
pada dari sektor on farm yaitu berada pada kategori sedang (Rp500.001 –
Rp1.999.999) sebanyak tiga orang dengan persentase 50%. Sementara itu, pada saat
pandemi Covid-19, hanya terdapat empat orang yang masih bertahan pada sektor
on farm dengan tingkat pendapatan paling rendah sekitar Rp125.000/bulan dan
41

paling tinggi Rp500.000/bulan sehingga jika dikategorikan, seluruh atau 100%


responden berada pada tingkat pendapatan yang rendah (Rp500.000). Sejak
pandemi Covid-19, kegiatan pertanian di perkebunan bunga sangat terbatas
sehingga terjadi penurunan pendapatan yang menyebabkan penduduk beralih sektor
mata pencaharian untuk mendapat penghasilan yang mencukupi kebutuhan
hidupnya. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian, dimana dari 45 responden
hanya 8,9% yang masih bertahan bekerja pada sektor on farm dan sisanya memilih
untuk bekerja pada sektor lain (off farm dan non farm) karena mengharapkan
penghasilan yang lebih besar.
Pendapatan sektor on farm pada tabel di atas dihitung berdasarkan hasil data
yang diperoleh hasil wawancara dengan responden mengenai jumlah penjualan
dalam satu kali panen (a), harga jual (b), lalu mendapatkan penerimaan kotor
(c)=(a*b). Selain itu juga berdasarkan informasi mengenai biaya produksi (d), biaya
pemasaran (e) lalu didapatkan total pengeluaran (f)=(d+e) selanjutnya penerimaan
kotor akan dikurangi dengan total pengeluaran sehingga didapatkan pendapatan
petani bunga potong dalam satu kali panen (g)=(c-f).
“… berasa banget atuh neng, saya biasanya sekali panen bisa dikirim semua,
ini sekarang mah ngabrak aja itu bunga, dikasih orang juga pada buat apa
kan ujung-ujungnya mati, dimakan ngga bisa …” (YR, Pengusaha bunga
potong)

7.2 Perubahan Tingkat Pendapatan Sektor Off Farm


Selain dari sektor on farm, sumber pendapatan juga berasal dari sektor off
farm. Sektor off farm yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan rumah
tangga dari bidang pertanian secara luas yang diperoleh di luar hasil dari kegiatan
pertanian (on farm) seperti pendapatan bagi hasil, pengepul, penjualan hasil produk
pertanian dan sebagainya. Pada saat pandemi, sama seperti halnya sektor on farm,
sektor ini juga mengalami penurunan tingkat pendapatan karena produksi pertanian
yang terbatas. Berikut tabel perubahan tingkat pendapatan sektor off farm saat
pandemi Covid-19.

Perubahan Tingkat Pendapatan


Sektor Off Farm
100%
1
80%
10
60% 3

40%
20% 7 3

0% 0
Sebelum Saat

Rendah Sedang tinggi

Gambar 3 Grafik perubahan tingkat pendapatan sektor off farm


42

Berdasarkan gambar diatas, sebelum pandemi Covid-19 terdapat 17


responden yang menggantungkan hidupnya pada sektor off farm dengan tingkat
pendapatan paling rendah berkisar Rp1.500.000/bulan dan paling tinggi berkisar
Rp5.700.000/bulan. Jika dikategorikan, mayoritas tingkat pendapatan berada pada
kategori tinggi (Rp2.000.000) yaitu sebanyak 10 orang dengan persentase 58,8%
dan sisanya berada pada kategori sedang (Rp.500.001 – Rp1.999.999). Pada saat
pandemi, terjadi perubahan yang cukup signifikan dimana hanya terdapat tujuh
responden yang masih menggantungkan hidupnya pada sektor off farm dengan
tingkat pendapatan yang juga mengalami perubahan menjadi kategori rendah
(Rp500.000) dengan pendapatan paling rendah Rp400.000/bulan dan sedang
(Rp.500.001 – Rp1.999.999) dengan pendapatan paling tinggi Rp1.700.000/bulan
dimana masing-masing kategori sebanyak tiga orang dengan persentase 42,9% dan
hanya satu orang dengan persentase 14,2% yang masih berada pada kategori tinggi.
Hal tersebut juga dikarenakan terbatasnya kegiatan pertanian karena pandemi
Covid-19 sehingga pendapatan dari sektof off farm pun mengalami penurunan.
Perubahan tersebut didukung dengan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa
sumber pendapatan pada sektor off farm berasal dari bagi hasil dan penjualan hasil
produk pertanian.
“… alhamdulillah neng, saya masih ada kebon pisang jadi masih tetep jualan
pisang aja pas pandemi juga. Mau kerja apalagi neng udah tua, disyukurin
aja mau dapat (penghasilan) berapa juga.” (NF,59 tahun)

“… saya dulu jualan pokcoy ambil di depan desa, semenjak pandemi jarang
banget yang masuk jadi ngga bisa jualan ya udah dagang pulsa wae lumayan
lah neng walaupun ngga gede, anak sekolah jadi ngga ribet juga tinggal
ambil kalau mau pake internet ..” (LS, 48 tahun)

7.3 Perubahan Tingkat Pendapatan Sektor Non farm


Pada penelitian ini yang masih dalam kondisi pandemi Covid-19, sektor non
farm menjadi sektor struktur nafkah yang paling digemari oleh responden. Jika
dilihat dari kondisi sebelum pandemi memang mayoritas penduduk di Desa
Sukanagalih memiliki sumber nafkah pada sektor on farm atau off farm. Sektor
non farm yang dimaksud dalam penelitian ini adalah pendapatan rumah tangga yang
diperoleh dari luar bidang pertanian atau non-pertanian misal membuka usaha
seperti warung atau tokok, berdagang, bekerja sebagai karyawan/buruh, mengasuh
anak, menjaga vila, dan sebagainya. Sumber nafkah ini dibagi menjadi lima, yaitu
(1) upah tenaga kerja pedesaan bukan dari pertanian, (2) usaha sendiri di luar
kegiatan pertanian, (3) pendapatan dari hak milik (misalnya: sewa), (4) kiriman dari
buruh migran yang pergi ke kota, dan (5) kiriman dari buruh migran yang pergi ke
luar negeri. Sumber pendapatan ini dapat dilakukan melalui kegiatan yang berkaitan
dengan jasa, perdagangan dan industri. Berikut merupakan grafik mengenai
perubahan tingkat pendapatan pada sektor non farm sebelum dan saat pandemi
Covid-19.
43

Perubahan Tingkat Pendapatan


Sektor Non Farm
100%
4
80%
13
60% 21
40%
20% 9
9
0% 0
Sebelum Saat

Rendah Sedang Tinggi

Gambar 4 Grafik perubahan tingkat pendapatan sektor non farm

Gambar 4 menunjukkan grafik mengenai perubahan tingkat pendapatan


sektor non farm. Sebelum pandemi Covid-19, memang sudah cukup banyak
responden yang menggantungkan hidupnya pada sektor non farm yaitu sebanyak
22 orang dengan tingkat pendapatan paling rendah Rp1.500.000/bulan dan paling
tinggi Rp7.000.000/bulan. Jika dikategorikan, mayoritas tingkat pendapatan
responden berada pada kategori tinggi (Rp2.000.000) yaitu sebanyak tiga belas
orang dengan persentasae 59,1%. Kemudian pada saat pandemi, sektor non farm
menjadi sektor alternatif untuk mempertahankan hidup di masa krisis sehingga
sektor ini mengalami peningkatan yaitu menjadi 34 responden yang memilih
bekerja pada sektor non farm pada masa pandemi Covid-19 namun terjadi
penurunan tingkat pendapatan dengan tingkat paling rendah Rp350.000/bulan dan
paling tinggi Rp5.000.000/bulan. Jika dikategorikan, mayoritas responden
memiliki tingkat pendapatan sedang (Rp.500.001 – Rp1.999.999) yaitu sebanyak
21 orang dengan persentase 61,8%. Selain itu, tidak sedikit juga yang memiliki
tingkat pendapatan kategori rendah (Rp500.000) yaitu 9 orang dengan persentase
26,5%% serta yang paling sedikit yaitu kategori tinggi (Rp2.000.000) sejumlah 4
orang dengan persentase 11,7%%. Menurut responden, sektor non farm dipercaya
dapat menghasilkan pendapatan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari
selama masa pandemi Covid-19 karena mudah dilakukan.
“… pandemi gini neng, itu ibu-ibu semua pada jualan apa aja neng yang
penting dapet uang, soalnya kalau yang dulunya jual kembang kan
sekarang ngga bisa jadi banyak yang dagang aja sekarang yang penting
bisa makan …” (Ibu Jojoh, Kader PEKKA Cianjur)
Saat pandemi Covid-19 terdapat sebanyak 34 responden dengan persentase
75.6% dari total responden menggantungkan hidupnya pada sektor non farm untuk
tetap bertahan dan dapat memenuhi kebutuhan rumah tangganya. Berikut tabel
jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan sektor non farm pada
saat pandemi Covid-19.
44

Tabel 18 Jumlah dan persentase responden berdasarkan jenis pekerjaan sektor non
farm saat pandemi Covid-19

Jenis Pekerjaan Jumlah (n) Persentase (%)


Pedagang 14 31,1
Penjaga Vila 1 2,2
Penata Rias 5 11,1
Pengasuh (bayi/lansia) 2 4,4
Juru Masak 1 2,2
Karyawan pabrik 3 6,7
Lainnya 8 23,5
Total 34 100
Berdasarkan tabel 18 dapat diketahui bahwa mayoritas rumah tangga yang
dikepalai perempuan di Desa Sukanagalih menggantungkan hidupnya pada sektor
non farm saat terjadi pandemi Covid-19. Jenis pekerjaan pada sektor non farm yang
paling banyak dilakukan adalah pedagang sebanyak 14 responden dengan
persentase 31,1%. Selanjutnya, tidak sedikit yang melakukan pekerjaan lainnya
seperti serabutan atau menjadi pekerja sosial baik di lingkup desa atau menjadi
pekerja sosial di PEKKA yaitu sebanyak 8 orang dengan persentase 23,5% dan
sisanya bekerja sebagai penjaga vila, penata rias, pengasuh (bayi/lansia), juru
masak, dan karyawan pabrik.
Meski pendapatan yang dihasilkan tidak terlalu menjanjikan seperti sektor
on farm dan off farm, sektor non farm sangat diandalkan pada masa pandemi Covid-
19 karena mudah dilakukan, terdapat beragam pilihan pekerjaan dari sektor non
farm dengan harapan pendapatan dari sektor non farm ini dapat memenuhi
kebutuhan rumah tangga pada masa krisis seperti saat pandemi Covid-19. Selain
terjadi perubahan pada sektor sumber pendapatan, pandemi Covid-19 juga sangat
memberikan dampak yang cukup besar pada perekonomian. Selanjutnya dijelaskan
secara ringkas mengenai tingkat pendapatan responden yang berasal dari satu sektor
sumber pendapatan serta perbedaan sebelum dan saat pandemi Covid-19.

Tabel 19 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan dari


satu sektor struktur nafkah sebelum dan saat pandemi Covid-19
Sebelum Saat Perubahan
Tingkat Pendapatan
n % n %  %
Rendah (Rp500.000) 1 2,2 14 31,1 13 28,8
Sedang (Rp.500.001 – Rp1.999.999) 20 44,4 23 51,1 3 6.7
Tinggi (Rp2.000.000) 24 53,3 8 17,8 -16 -35,6
Total 45 100 45 100
Keterangan: (-) menurun
Sebelum pandemi Covid-19, tingkat pendapatan yang berasal dari satu sektor
struktur nafkah paling rendah Rp450.000/bulan dan paling tinggi
Rp7.500.000/bulan. Jika dikategorikan, mayoritas tingkat pendapatan dari satu
sektor struktur nafkah yang dihasilkan responden berada pada kategori tinggi yaitu
sebanyak 24 orang dengan persentase 53,3%. Sedangkan saat pandemi Covid-19,
tingkat pendapatan dari satu struktur nafkah mengalami perubahan dimana paling
banyak pada kategori sedang yaitu sebanyak 23 orang dan persentase sebesar
45

51,1%. Sedangkan yang paling sedikit adalah pada kategori tinggi yaitu hanya 8
orang dengan persentase 17,8%. Hal ini disebabkan banyak terjadi pemutusan
hubungan kerja (PHK) dan pemotongan waktu kerja akibat dari pandemi Covid-19
sehingga berpengaruh pada penghasilan yang berasal dari satu sumber mata
pencaharian utama. Perubahan yang signifikan terjadi pada kategori tinggi yang
semula sebanyak 24 orang menjadi hanya 8 orang dengan persentase perubahan
sebesar 35,6%.
Perubahan tersebut didukung oleh hasil olah data uji Wilcoxon (Lampiran 6c)
yang menunjukkan penurunan tingkat pendapatan dari satu struktur nafkah (mean
rank 17,00 menjadi 0,00). Selain itu, hasil Asymp.sig (2-tailed) menunjukkan nilai
0.000 yang berarti perbedaan yang terjadi antara kondisi sebelum dan saat pandemi
Covid-19 signifikan sehingga dapat diasumsikan bahwa pandemi Covid-19
menyebabkan penuruan tingkat pendapatan dari satu sumber mata pencaharian.
“… perubahannya apa ya, paling perekonomian aduh bisa nangis itu teh
kalau diceritain semua, apa-apa terbatas gitu ya neng sekarang mah, mau
kerja juga udah susah banget, banyak yang di PHK terus juga kadang jam
kerjanya jadi tebalik yang biasanya 5 2 (5hari kerja, 2 hari libur) jadi 25
(2hari kerja, 5 hari libur)” (DS,50 tahun)
Adapun tingkat perubahan struktur nafkah rumah tangga yang dikepalai
oleh perempuan anggota PEKKA di Desa Sukanagalih dilihat dari kondisi sebelum
dan saat pandemi Covid-19 lalu dikategorikan menjadi tetap dan berubah seperti
pada tabel berikut.

Tabel 20 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat perubahan struktur


nafkah

Tingkat perubahan struktur nafkah Jumlah (n) Persentase (%)


Tetap 22 48,9
Berubah 23 51,1
Total 45 100
Berdasarkan tabel 20, mayoritas responden mengalami perubahan struktur
nafkah menjadi sektor yang baru yaitu sebanyak 23 orang dengan persentase 51,1%.
Perubahan tersebut didasari karena terjadi penurunan tingkat pendapatan dari
sumber pendapatan awal sebelum pandemi Covid-19 sehingga responden
diharuskan untuk beradaptasi dengan cara melakukan alternatif pekerjaan lain yang
dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga pada saat pandemi. Selain itu, cukup
banyak juga yang tidak mengalami perubahan sumber struktur nafkah atau tetap
bertahan pada sektor pendapatan sebelumnya yaitu sebanyak 22 orang atau sebesar
48,9%. Hal tersebut dikarenakan keterbatasan kemampuan dan keterampilan
responden untuk mengakses pekerjaan baru serta kebijakan yang diberlakukan pada
saat pandemi Covid-19 sehingga mereka memilih untuk tetap menjalankan dan
bertahan pada pekerjaan yang sudah ada.
“ …lumayan banyak yang awalnya jualan bunga atau sayur-sayuran terus
jadi pada dagang makanan, jualan online, atau bikin-bikin masker terus
dijual gitu. Yang tetap juga ada sih, mungkin kan cukup-cukup aja sama
penghasilannya…” (MLH, 48 tahun)
46

Ikhtisar
Pandemi Covid-19 menyebabkan terjadinya perubahan struktur nafkah pada
mayoritas rumah tangga yang dikepalai perempuan anggota PEKKA di Desa
Sukanagalih yaitu sebanyak 23 orang atau sebesar 51,1%. Sebelum pandemi Covid-
19 mayoritas sumber nafkah rumah tangga responden adalah pada sektor on farm
dan off farm. Sedangkan pada saat pandemi Covid-19 hampir seluruh responden
menggantungkan hidupnya pada sektor non farm Hal tersebut didasari karena saat
pandemi usaha pada sektor on farm dan off farm seperti perekebungan bunga
potong sangat terbatas bahkan banyak yang tidak berjalan sehingga kebanyakan
penduduk termasuk perempuan kepala rumah tangga anggota PEKKA memilih
untuk beralih sumber nafkah ke sektor sumber pendapatan lainnya dimana
mayoritas beralih ke sektor non farm yang mudah dilakukan seperti berdagang dan
melakukan pekerjaan sosial di lembaga desa. Selain itu, terjadi perubahan tingkat
pendapatan yang berasal dari satu sektor sumber nafkah dimana sebelum pandemi
Covid-19 tergolong dalam kategori tinggi kemudian berubah menjadi sedang pada
saat pandemi Covid-19. Hal tersebut dikarenakan pendapatan yang berasal dari
sektor non farm kurang menjanjikan bagi penduduk Desa Sukanagalih. Hatma
(2003) menyatakan bahwa perubahan sistem mata pencaharian biasa terjadi karena
ada faktor-faktor internal (misal minat, bakat, dan kesempatan), eksternal (kondisi
lingkungan sosial-ekologis. Dalam penelitian ini, perubahan struktur nafkah terjadi
akibat faktor eksternal yaitu adanya fenomena global pandemi Covid-19.

VIII PERUBAHAN TARAF HIDUP RUMAH TANGGA YANG


DIKEPALAI PEREMPUAN
Pada bab ini dibahas mengenai tingkat taraf hidup anggota lembaga
pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA) di Desa Sukanagalih beserta
perubahan yang terjadi sebelum dan saat pandemi Covid-19. Kondisi sebelum
adalah kondisi responden setidaknya satu bulan sebelum pandemi Covid-19 terjadi
di Indonesia, sedangkan kondisi saat pandemi adalah pada saat pandemi Covid-19
memasuki Indonesia yaitu mulai bulan Maret 2020 sampai dengan waktu
wawancara dilakukan. Dengan tujuan melihat ada atau tidaknya perubahan yang
terjadi. Taraf hidup dalam penelitian ini dilihat dari besarnya tingkat pendapatan,
tingkat pengeluaran, status kepemilikan rumah, tingkat akses pendidikan anak,
tingkat akses layanan kesehatan serta tingkat akses teknologi dan informasi yang
disajikan dalam bentuk tabel dengan kategori rendah, sedang, dan tinggi.

Tabel 21 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat taraf hidup sebelum
dan saat pandemi Covid-19

Sebelum Saat Perubahan


Taraf Hidup
n % n %  %
Rendah 0 0 5 11,1 5 11,1
Sedang 8 17,8 29 64,4 21 46,7
Tinggi 37 82,2 11 24,2 -26 -57,8
Total 45 100 45 100
Keterangan: (-) menurun
47

Tingkat taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan anggota PEKKA
di Desa Sukanagalih sebelum pandemi Covid-19 termasuk dalam kategori tinggi
yaitu sebanyak 37 orang dengan persentase sebesar 82,2%. Hal ini dikarenakan
sebelum pandemi Covid-19, para perempuan kepala rumah tangga tidak terbatas
dalam memilih pekerjaan untuk mendapat penghasilan maksimal sehingga tidak
ada satupun responden yang memiliki tingkat pendapatan rendah.
Saat terjadi pandemi Covid-19, taraf hidup mayoritas responden berada pada
kategori sedang sebanyak 29 orang dengan persentase 64,4%. Sedangkan, pada
responden yang berada pada kategori tinggi hanya 11 orang atau sebesar 24,2%.
Hal tersebut menyebabkan penurunan pada tingkat taraf hidup kategori tinggi
sebesar 57,8% yang semula sebanyak 37 orang menjadi hanya 11 orang
dikarenakan adanya kebijakan-kebijakan yang dicanangkan pemerintah untuk
memutus mata rantai penyebaran Covid-19 yang berdampak pada perekonomian.
Perubahan tersebut didukung dengan hasil olah data uji beda Wilcoxon
(Lampiran 6c) yang menunjukkan penurunan tingkat taraf hidup sebelum dan saat
pandemi Covid 19 (mean rank 20,00 menjadi 0,00). Nilai Asymp.sig (2-tailed) juga
menunjukkan 0,000 yang berarti tedapat perbedaan yang signifikan. Oleh karena
itu dapat diasumsikan terdapat penurunan tingkat taraf hidup rumah tangga yang
dikepalai perempuan dari satu tingkatan ke tingkat yang lebih rendah akibat
pandemi Covid-19.
“… perubahan ya terjadi banget ya neng, jelas banget lah pokoknya. Apalagi
sekarang the apa-apa online kitu ya jadi agak ribet, anak sekolah ribet harus
punya kuota, kalo ke dokter takut sakit dikit disangkanya covid, susah deh
neng” (CL, 39 tahun)
Menurut responden, perubahan yang signifikan pada tingkat taraf hidup
dikarenakan keterbatasannya akses terhadap pekerjaan yang berhubungan dengan
perekonomian serta akses pendidikan untuk anak dan akses layanan kesehatan yang
menjadi lebih sulit. Selain itu, kebutuhan akan teknologi dan informasi juga
semakin meningkat yang menyebabkan banyak rumah tangga terpaksa memiliki
perangkat elektronik lebih seperti hp android untuk dapat beradaptasi dengan
keadaan krisis pandemi Covid-19.

8.1 Tingkat Pendapatan


Tingkat pendapatan adalah jumlah uang yang didapatkan selama satu bulan
yang kemudian digunakan untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga. Pendapatan
yang diteliti dalam penelitian ini merupakan pendapatan keseluruhan rumah tangga
yang diekpalai perempuan anggota PEKKA di Desa Sukanagalih yang hitung
berdasarkan pemasukan yang berasal dari hasil bekerja selama satu bulan baik dari
sektor on farm, off farm, maupun non farm serta pemasukan lainnya seperti dari
anggota rumah tangga lain yang turut memberikan sumbangan pendapatan, imbalan
atau bantuan sosial yang didapatkan oleh rumah tangga

.
48

Tabel 22 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pendapatan sebelum


dan saat pandemi Covid-19
Sebelum Saat Perubahan
Tingkat Pendapatan
n % n %  %
Rendah (1.000.000) 1 2,2 17 37,8 16 35,6
Sedang (1.000.001 – 1.999.999) 15 33,3 22 48,9 7 15,6
Tinggi (2.000.000) 29 64,5 6 13,3 -23 -51,2
Total 45 100 45 100
Keterangan: (-) menurun
Tabel 22 menunjukkan bahwa tingkat pendapatan mayoritas rumah tangga
yang dikepalai perempuan di Desa Sukanagalih sebelum pandemi Covid-19 berada
pada kategori tinggi sebanyak 29 orang dengan persentase 64,5%, kemudian pada
kategori sedang terdapat 15 orang dengan persentase 33,3% dan hanya 1 orang
dengan persentase 2,2% berada pada kategori rendah. Saat pandemi Covid-19,
terjadi penurunan tingkat pendapatan dimana mayoritas responden berada pada
kategori sedang yaitu sebanyak 22 orang dengan persentase 48,9%. Pada kategori
rendah juga cukup banyak yaitu 17 orang dengan persentase 37,8%. Sedangkan
yang paling sedikit pada kategori tinggi yaitu hanya 6 orang dengan persentase
13,3%. Perubahan yang signifikan terjadi pada kategori tinggi sebesar 51,2%
dimana semula terdapat 29 orang menjadi hanya 6 orang. Hal ini dikarenakan pada
saat pandemi akses terhadap pekerjaan sangat terbatas terutama pada sektor on farm
dan off farm dimana mayoritas penduduk Desa Sukanagalih menggantungkan
hidupnya pada usaha bunga potong yang pada saat pandemi, kegiatan pertanian
yang berasal dari perkebunan bunga sangat terbatas bahkan tidak ada penghasilan
sama sekali. Saat pandemi Covid-19 juga cukup banyak responden yang memiliki
tingkat pendapatan pada kategori sedang dikarenakan adanya sumbangan dari
anggota keluarga lain yang bekerja serta bantual sosial pemerintah.
Hal tersebut didukung dengan hasil olah data uji beda Wilcoxon (Lampiran
6c) yang menunjukkan penurunan tingkat pendapatan rumah tangga yang dikepalai
perempuan (mean rank 19,00 menjadi 0,00). Nilai Asymp.sig (2-tailed) sebesar
0,000 yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan antara tingkat pendapatan
sebelum dan saat pandemi Covid-19. Perbedaan tersebut berupa penurunan tingkat
pendapatan sehingga dapat diasumsikan bahwa penurunan terjadi karena adanya
pandemi Covid-19.
“… perubahan pendapatan mah berubah banget atuh neng, tadinya saya dari
9 petak kebon dijual semua pas pandemi cuma 4 petak aja. Apalagi awal-
awal sampai nol banget neng yang nikah ngga ada, yang bikin acara ngga
ada, ngga bisa kirim ke Jakarta. Makanya saya ikut-ikut bikin masker untuk
tambahan, alhamdulillah juga kadang anak masih ada yang mau bantu
(kirim uang) , sama itu tuh bantuan-bantuan kadang ada lumayan aja
bersyukur ..” (YR, 62 tahun)

8.2 Tingkat Pengeluaran


Pengeluaran adalah jumlah uang yang dikeluarkan untuk kebutuhan rumah
tangga. Dalam penelitian ini dibahas mengenai tingkat pengeluaran rumah tangga
yang dikepalai perempuan berdasarkan keseluruhan pengeluaran baik untuk
49

kebutuhan konsumsi seperti pangan dan pengeluaran non konsumsi yaitu untuk
kebutuhan selain non pangan seperti listrik, air, dan pulsa yang kemudian diolah
dengan kategori sedang, rendah, dan tinggi. Selanjutnya, juga akan dilihat apakah
terdapat perbedaan tingkat pengeluaran pada kondisi sebelum dan saat terjadi
pandemi Covid-19.

Tabel 23 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat pengeluaran


sebelum dan saat pandemi Covid-19

Tingkat Sebelum Saat Perubahan


Pengeluaran n % n %  %
Rendah 2 4,4 7 15,6 5 11,2
Sedang 25 55,6 26 57,8 1 2,2
Tinggi 18 40 12 26,7 -6 -13,3
Total 45 100 45 100
Keterangan: (-) menurun
Berdasarkan tabel 23, sebelum pandemi Covid-19 tingkat pengeluaran rumah
tangga yang dikepalai perempuan di Desa Sukanagalih berada pada kategori sedang
sebanyak 25 orang dengan persentase 55,6%. Pada saat pandemi Covid-19, terdapat
perubahan namun tidak terlalu signifikan dimana tingkat pengeluaran masih
tergolong dalam kategori sedang dan hanya meningkat satu orang yaitu menjadi 26
orang dengan persentase 57,8%. Selanjutnya pada kategori tinggi juga masih cukup
banyak yaitu 12 orang dengan persentase 26,7% serta yang paling sedikit adalah
pada kategori rendah yaitu hanya 7 orang dengan persentase 15,6%. Hal ini
dikarenakan mayoritas tingkat pendapatan responden juga berada pada kategori
sedang dimana tingkat pengeluaran dan pendapatan tidak akan berbeda jauh.
Menurut responden, untuk pengeluaran konsumsi sehari-hari tidak terlalu ada
perbedaan sementara untuk kebutuhan konsumsi non pangan sangat beragam
seperti biaya listrik karena ada program bantuan pemerintah (subsidi) ada yang
digratiskan dan juga ada yang justru membayar lebih mahal dari sebelum pandemi.
Selain itu, kebutuhan untuk internet seperti pulsa dan kuota juga menjulang tinggi
agar tetap bisa beradaptasi dengan kondisi pandemi seperti sekarang ini. Maka
beberapa responden mengatakan bahwa pengeluarannya saat pandemi justru
menjulang tinggi bahkan lebih besar dari pendapatan.
“… kondisi kaya gini mah ya neng sama aja ah, kaya makan kan sehari ngga
bisa dikurangin apalagi sekarang mesti jaga imun jadi harus tetep makan
gimana juga, kalo emang kurang banget (pendapatan) ya bisa pinjem dulu
atau minta orang tua biar bisa tetep makan paling ngga mah. Paling kebantu
alhamdulillah karena listrik kan sekarang gratis ada subsidi ” (SJ, 40 tahun)
Perubahan tingkat pengeluaran rumah tangga yang dikepalai perempuan
didukung dengan hasil olah data uji beda Wilcoxon (Lampiran 6c) yang
menunjukkan tidak terjadi penurunan atau peningkatan tingkat pengeluaran (mean
rank tetap 8,00). Namun, nilai Asymp.sig (2-tailed) menunjukkan sebesar 0,005
yang berarti terdapat perbedaan yang signifikan sehingga dapat diasumsikan bahwa
terdapat perubahan yang terjadi akibat adanya pandemi Covid-19.
50

“ … pengeluaran mah tetep aja neng, misal nih makan emang irit-irit tapi
larinya ke beli pulsa buat anak sekolah, itu kan mau ngga mau harus , jadi
sama aja lah kitu” (ELN, 39 tahun)

8.3 Status Kepemilikan Rumah


Status kepemilikan rumah adalah bagaimana status rumah yang ditinggali
responden bersama anggota rumah tangga yang lain. Dalam penelitian ini dilihat
status kepemilikan rumah responden berdasarkan tempat tinggal sebelum dan saat
pandemi Covid-19 dengan kategori menumpang keluarga, kontrak, dan milik
sendiri. Kemudian akan dilihat juga apakah terjadi perubahan status kepemilikan
rumah dari sebelum dan pada saat pandemi Covid-19.

Tabel 24 Jumlah dan persentase responden berdasarkan status kepemilikan rumah


sebelum dan saat pandemi Covid-19
Sebelum Saat Perubahan
Status kepemilikan rumah
n % n %  %
Menumpang keluarga 10 22,2 11 24,4 1 2,2
Kontrak 9 20,0 8 17,8 -1 -2,2
Milik sendiri 26 57,8 26 57,8 0 0
Total 45 100 45 100
Keterangan: (-) menurun
Berdasarkan tabel 24, sebelum pandemi Covid-19 mayoritas rumah tangga
yang dikepalai perempuan telah bertempat tinggal di rumah yang merupakan milik
sendiri yaitu sebanyak 26 responden dengan persentase 57,8%. Saat pandemi
Covid-19, tidak ada perubahan yang signifikan karena responden masih bertempat
tinggal di rumah milik sendiri dengan jumlah responden yang sama dengan sebelum
pandemi. Perubahan hanya terjadi pada satu responden yang semula mengontrak
menjadi menumpang keluarga. Hal ini dikarenakan pada saat pandemi Covid-19
pendapatan rumah tangga responden mengalami penurunan yang signifikan
sehingga tidak mencukupi untuk membayar sewa rumah.
“ … tadinya ngontrak neng, tapi karena pandemi gaji suami menurun banget
jadi ngga kebayar, jadi numpang deh sekarang ke rumah ibu ..” (DS, 47
Tahun)
Data diatas didukung dengan hasil olah data uji beda Wilcoxon (Lampiran 6c)
status kepemilikan rumah responden sebelum dan saat pandemi yang menunjukkan
terjadi sedikit penurunan status kepemilikan rumah (mean rank 1,00 menjadi 0,00).
Nilai Asymp.Sig (2-tailed) menunjukkan nilai 0,317 sehingga dapat diasumsikan
tidak ada perbedaan atau perubahan yang signifikan terhadap status kepemilikan
rumah akibat adanya pandemi Covid-19.

8.4 Tingkat Akses Pendidikan Anak


Tingkat akses pendidikan anak adalah kemampuan responden dalam
mengakses layanan pendidikan untuk anak. Dalam penelitian ini dianalisis
berdasarkan tingkat kesulitan dalam mengakses pendidikan yang disesuaikan
dengan keadaan sebelum dan saat pandemi Covid-19. Hal tersebut dilihat dari
51

beberapa hal seperti kepemilikan dan kecukupan perangkat elektronik seperti hp


atau laptop untuk mengakses pembelajaran serta tingkat kesulitan memahami
materi pelajaran dengan sistem dalam jaringan (online) yang kemudian
dikategorikan dalam kategori tinggi, sedang, dan rendah.

Tabel 25 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat akses pendidikan


anak sebelum dan saat pandemi Covid-19

Tingkat akses Sebelum Saat Perubahan


pendidikan n % n %  %
Tinggi 0 0 40 88,9 40 88,9
Sedang 1 2,2 5 11,1 4 8,9
Rendah 44 97,8 0 0 -44 -97,8
Total 45 100 45 100
Keterangan: (-) menurun
Tabel 25 menunjukkan jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat
akses pendidikan anak yang dilihat dari tingkat kesulitan yang dirasakan saat
pandemi Covid-19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum pandemi, hampir
seluruh responden mengalami kesulitan dengan kategori rendah yaitu sebanyak 44
orang dengan persentase 97,8% dan hanya 1 orang yang berada dalam kategori
sedang. Saat pandemi Covid-19, tingkat kesulitan dalam mengakses pendidikan
menjadi tinggi yaitu sebanyak 40 orang dengan persentase 88,9%. Kemudian
sisanya tergolong mengalami kesulitan sedang sebanyak 5 orang dengan persentase
11,1% serta tidak ada responden yang merasa tidak kesulitan dalam mengakses
pendidikan untuk anak saat pandemi Covid-19. Perbedaan sangat terlihat pada
kategori tinggi dimana semula tidak ada responden yang merasa kesulitan dalam
mengakses pendidikan dan kemudian hampir 100% responden mengalami kesulitan
yang tinggi. Hal tersebut dikarenakan sistem pendidikan dalam jaringan menuntut
kepemilikan perangkat elektronik seperti hp android dan laptop yang juga
membutuhkan biaya lebih untuk membeli kuota internet. Menurut responden,
kebanyakan dari mereka juga sangat terbebani dengan sistem pendidikan saat
pandemi Covid-19 karena kesulitan memahami materi pembelajaran yang
diberikan dari sekolah. Selain itu, bantuan pulsa atau kuota dari pemerintah juga
sangat diperlukan untuk menunjang keberlangsungan akses pendidikan.
“… keluhannya banyak, anak sekarang susah ngerjain pr, online
(sekolahnya), banyak main, harus punya gadget, dirumah kalau sama ibunya
kurang nurut, beda kalau sama guru” (KH, Aparat Desa bagian Kasi
Pemerintahan)
“… aduh ampun ini mah neng sekolah, dulu mah ngga tau hp android kaya
gimana tapi sekarang jadi harus punya. Soalnya gimana ya neng, kalo ngga
punya anak-anak ngga bisa sekolah, jadi dipaksain beli pas pandemi . Ini
juga berebut neng, kadang ngaturnya susah yang sd sama smp suka bentrok,
meuni riweuh” (CC, 40 Tahun)

Hal di atas didukung dengan hasil uji beda Wilcoxon (Lampiran 6c) yang
menunjukkan terjadi penurunan tingkat akses pendidikan anak (mean rank 23,00
menjadi 0,00). Selain itu, nilai Asymp.sig (2-tailed) menunjukkan 0,000 yang
52

berarti terdapat perbedaan yang signifikan terhadap tingkat akses pendidikan anak
akibat pandemi Covid-19 dimana semula memiliki kesulitan rendah dan pada saat
pandemi memiliki tingkat kesulitan yang tinggi karena perubahan sistem
pendidikan yang harus dilakukan jarak jauh dan dalam jaringan. Hal tersebut dapat
diasumsikan bahwa terjadi penurunan tingkat akses pendidikan anak akibat
pandemi Covid-19.
“… anak-anak jadi males neng, bingung juga malah jadi bikin bodoh
kayanya deh, kan ngga ketemu guru ya. Udah gitu kan pendidikan orang tua
dulu paling apa sih, SD. Terus pelajaran anak SD sekarang udah susah-susah
banget udah ngga ngerti” (HH, 48 tahun)

8.5 Tingkat Akses Layanan Kesehatan


Tingkat akses layanan kesehatan adalah kemampuan responden dalam
mengakses layanan kesehatan yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Pada
penelitian ini akan dibahas mengenai bagaimana tingkat kemampuan responden
dalam mengakses layanan kesehatan pada masa Pandemi Covid-19 dan
perbedaannya dari sebelum terjadi pandemi Covid-19. Perbedaan dilihat
berdasarkan tingkat kesulitan akses, kepemilikan jaminan kesehatan, jarak tempuh,
jam operasional, dan kepuasan layanan yang kemudian dikategorikan dalam
kategori rendah, sedang, dan tinggi.

Tabel 26 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat akses layanan


kesehatan sebelum dan saat pandemi Covid-19

Tingkat akses Sebelum Saat Perubahan


layanan kesehatan n % n %  %
Rendah 0 0 12 26,7 12 26,7
Sedang 1 2,2 21 46,7 20 44,5
Tinggi 44 97,8 12 26,6 -32 -71,2
Total 45 100 45 100
Keterangan: (-) menurun
Tabel 26 menunjukkan bahwa sebelum pandemi Covid-19, tingkat akses
layanan kesehatan responden tergolong dalam kategori tinggi yaitu sebanyak 44
orang dengan persentase 97,8% dan hanya 1 orang dengan persentase 2,2% pada
kategori sedang. Saat pandemi Covid-19, mayoritas responden berada pada kategori
sedang yaitu 21 orang dengan persentase 46,7% serta terdapat 12 orang dengan
persentase 26,7% mengaku memiliki tingkat akses layanan kesehatan yang rendah.
Perbedaan signifikan terlihat dari kategori tinggi dengan perubahan sebesar 71,2%
dimana semula terdapat 44 orang menjadi hanya 12 orang. Menurut responden, saat
pandemi Covid-19 memang terdapat ketakutan dalam mengakses layanan
kesehatan seperti puskesmas dan rumah sakit karena sangat memperhatikan
protokol kesehatan. Sementara, tidak sedikit juga yang lebih memilih ke klinik atau
bidan terdekat saja bahkan hanya memgonsumsi obat warung ketika sakit.
“ … soalnya pernah baru gejala-gejala aja batuk dikit terus dokter atau
perawat-perawatnya langsung kaya ngga mau dekat-dekat dan langsung
disuruh isolasi jadi bikin tambah setress, jadi kita pada takut periksa ke
53

puskesmas atau ke rumah sakit, paling klinik yang dekat sini aja tapi kan
kurang lengkap ya…” (NN, Ketua Serikat PEKKA Cianjur)

“… sekarang mah ke klinik aja neng deket walaupun ngga bisa pake BPJS,
soalnya ke puskesmas takut euy sakit saeutik dibilangnya covid padahal kan
belum tentu…” (SH, 51tahun)
Perubahan tersebut didukung dengan hasil uji beda Wilcoxon (Lampiran 6c)
yang menunjukkan terjadi penurunan tingkat akses layanan kesehatan (mean rank
17,00 menjadi 0,00). Selain itu, Asymp.Sig (2-tailed) menunjukkan nilai 0,000 yang
berarti terdapat perbedaan yang siginifikan sehingga dapat diasumsikan bahwa
terjadi penurunan terhadap tingkat akses layanan kesehatan akibat adanya pandemi
Covid-19.

8.6 Tingkat Akses Teknologi dan Informasi


Tingkat akses teknologi dan informasi pada penelitian ini adalah tingkat
kemampuan responden dalam mengakses teknologi dan informasi berdasarkan
kepemilikan teknologi dan kemudahan mengakses informasi yang kemudian
dikategorikan dalam rendah, sedang, dan tinggi serta dibahas mengenai perbedaan
tingkat akses teknologi dan informasi pada sebelum dan saat pandemi Covid-19.

Tabel 27 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat akses teknologi dan
informasi sebelum dan saat pandemi Covid-19

Tingkat akses teknologi Sebelum Saat Perubahan


dan informasi n % n %  %
Rendah 13 28,9 3 6,7 -10 -22,3
Sedang 22 48,9 23 51,1 1 2,2
Tinggi 10 22,1 19 42,2 9 20
Total 45 100 45 100
Keterangan: (-) menurun
Berdasarkan tabel 27, sebelum pandemi Covid-19 tingkat akses teknologi dan
informasi rumah tangga yang dikepalai perempuan tergolong sedang dengan jumlah
responden terbanyak yaitu 22 orang dengan persentase 48,9%. kemudian, pada
kategori rendah sebanyak 13 orang dengan persentase 28,9% dan pada kategori
tinggi sebanyak 10 orang dengan persentase 22,1%. Saat pandemi Covid-19 terjadi
perubahan namun mayoritas responden masih berada pada kategori sedang yaitu
sebanyak 23 orang dengan persentase sebesar 51,1%. Perubahan yang signifikan
terlihat dari terjadinya peningkatakan tingkat akses teknologi dan informasi pada
kategori tinggi yang semula hanya 10 orang menjadi 19 orang dengan persentase
42,2%. Sementara yang paling sedikit adalah pada kategori rendah yaitu hanya
sebanyak 3 orang dengan persentase 6,7%. Hal tersebut dikarenakan menurut
responden kebutuhan akan teknologi dan informasi pada saat pandemi Covid-19
sangat meningkat agar dapat beradaptasi dengan kondisi dimana banyak kegiatan
yang dilakukan secara dalam jaringan (online) termasuk pekerjaan dan akses
pendidikan.
Perubahan tingkat akses teknologi dan informasi didukung dengan hasil uji
beda Wilcoxon (Lampiran 6c) yang menunjukkan tidak terjadi penurunan atau
54

peningkatan tingkat akses teknologi dan informasi (mean rank tetap 12,00). Namun,
Asymp.Sig (2-tailed) menunjukkan nilai 0,000 yang berarti tedapat perbedaan yang
signifikan terhadap tingkat akses teknologi dan informasi sehingga dapat
diasumsikan bahwa perubahan terjadi akibat pandemi Covid-19.
“… laptop baru punya pas pandemi aja, abisan kan saya jualan terus jadi
ngga bisa jualan langsung pas lockdown, jadi beli paksa-paksain beli laptop
buat jualan online “ (ARP,30 tahun)
Tingkat perubahan taraf hidup dijelaskan dengan melihat kondisi taraf hidup
sebelum dan saat pandemi Covid-19 yang kemudian dikategorikan menjadi rendah,
tetap, dan tinggi seperti pada tabel berikut.

Tabel 28 Jumlah dan persentase responden berdasarkan tingkat perubahan taraf


hidup

Tingkat perubahan taraf hidup Jumlah (n) Persentase (%)


Rendah 36 80
Tetap 6 13,3
Tinggi 3 6,7
Total 45 100
Berdasarkan tabel 28 tingkat perubahan taraf hidup rumah tangga yang
dikepalai perempuan anggota PEKKA di Desa Sukangalih tergolong rendah yaitu
sebanyak 36 orang dengan persentase 80%. Perubahan yang terjadi adalah
perubahan taraf hidup dari satu tingkat ke satu tingkat yang lebih rendah di
bawahnya. Hal tersebut disebabkan karena menurut responden pada kategori
tersebut menyatakan bahwa mereka dapat mencari alternatif pekerjaan lain
meskipun pendapatannya tidak maksimal dan lebih rendah dari pendapatan
sebelumnya serta adanya bantuan sosial baik dari pemerintah maupun dari pihak
desa sehingga risiko terjadinya penurunan tingkat taraf hidup yang tinggi dapat
dihindari. Selanjutnya, pada kategori perubahan taraf hidup yang tinggi terdapat 3
orang dengan persentase 6.7%, dimana responden mengalami penurunan taraf
hidup menjadi dua tingkat kategori lebih rendah dari sebelumnya yaitu taraf hidup
tinggi menjadi rendah. Hal tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan melakukan
atau mengakses pekerjaan baru pada saat pandemi Covid-19. Sementara itu,
terdapat 6 orang atau sebesar 13.3% responden yang berada pada kategori tetap atau
tidak mengalami perubahan taraf hidup pada saat Pandemi Covid-19.

Ikhtisar
Perubahan taraf hidup dalam penelitian ini diukur melalui beberapa
indikator yaitu: tingkat pendapatan, tingkat pengeluaran, status kepemilikan rumah,
tingkat akses pendidikan anak, tingkat akses layanan kesehatan dan tingkat akses
teknologi dan informasi. Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa terjadi
perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan di Desa
Sukanagalih dimana sebelum pandemi tergolong memiliki taraf hidup yang tinggi
dengan persentase 82,2% sedangkan pada saat pandemi Covid-19 tergolong
kategori sedang dengan persentase 64,4%. Hal ini dipengaruhi karena keterbatasan
akses terhadap sarana, prasarana serta layanan yang disebabkan oleh
diberlakukannya kebijakan untuk memutus penyebaran virus Covid-19. Pada saat
55

pandemi tingkat taraf hidup responden tergolong sedang karena mendapat bantuan
sosial dari pemerintah seperti sembako dan subsidi listrik serta kemampuan
responden untuk menabung, membeli atau memperbaiki teknologi atau alat
elektronik seperti hp android dan laptop. Hal ini juga didukung dengan hasil uji
beda (Lampiran 6) yang menunjukkan perbedaan yang signifikan karena terjadi
penurunan rata-rata tingkat taraf hidup. Sebelum pandemi, rata-rata taraf hidup
rumah tangga yang dikepalai perempuan sebesar 20,0 dan mengalami penurunan
menjadi 0,00 saat pandemi Covid-19. Sementara itu, tingkat perubahan taraf hidup
responden tergolong rendah yaitu sebanyak 36 orang dengan persentase 80%
mengalami perubahan dari satu tingkat menjadi satu tingkat lebih rendah dari
sebelum pandemi Covid-19. Dahuri (2000) juga menyatakan bahwa tidak adanya
akses ke sumber modal, akses terhadap teknologi, akses terhadap pasar serta
rendahnya partisipasi adalah alasan-alasan taraf hidup masyarakat menurun
sehingga mengalami perubahan taraf hidup. Selain itu, berdasarkan penelitian
cukup banyak responden yang mengalami perubahan dari kategori awal menjadi
kategori yang lebih rendah pada saat pandemi Covid-19.

IX HUBUNGAN PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH DAN


PERUBAHAN TARAF HIDUP RUMAH TANGGA YANG DIKEPALAI
PEREMPUAN PADA MASA PANDEMI COVID-19
Struktur nafkah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat
taraf hidup suatu rumah tangga. Pemilihan struktur nafkah yang baik akan
menghasilkan pendapatan maksimal yang dapat menunjang kehidupan rumah
tangga khususnya dalam penelitian ini adalah rumah tangga yang dikepalai oleh
perempuan anggota lembaga pemberdayaan perempuan kepala keluarga (PEKKA)
di Desa Sukanagalih. Pada bab ini dibahas mengenai hubungan perubahan struktur
nafkah dengan perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan
berdasarkan tingkat perubahan sebelum dan saat pandemi Covid-19 yang
dikategorikan dengan sedang, rendah, dan tetap.
Penelitian ini menggunakan tabel tabulasi silang yang didukung dengan uji
statistik korelasi non-parametrik Rank Spearman karena data yang digunakan pada
variabel dalam penelitian ini adalah data dengan skala ordinal. Uji statistik
digunakan untuk melihat ada atau tidaknya serta kuat atau lemahnya hubungan
antara variabel penelitian. Tabel 29 menunjukkan tabulasi silang antara tingkat
perubahan struktur nafkah dan tingkat perubahan taraf hidup rumah tangga yang
dikepalai perempuan anggota PEKKA di Desa Sukanagalih pada saat pandemi
Covid-19.

Tabel 29 Tabulasi silang antara tingkat perubahan struktur nafkah dengan tingkat
perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan pada
masa Pandemi Covid-19

Tingkat Tingkat Perubahan Taraf Hidup


Perubahan Rendah Tetap Tinggi Total
Struktur nafkah n % n % n % n %
Tetap 19 86,4 2 9,1 1 4,5 22 100
Berubah 17 73,9 4 17,4 2 8,7 23 100
Total 36 80 6 13,3 3 6,7 45 100
56

Hasil tabulasi silang antara tingkat perubahan struktur nafkah dan tingkat
perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan pada tabel 29
menunjukkan bahwa mayoritas responden berada diantara tingkat perubahan
struktur nafkah yang tetap namun mengalami perubahan taraf hidup pada kategori
rendah sebanyak 19 orang dengan persentase 86,4%. Artinya, apabila responden
tidak melakukan perubahan sumber struktur nafkah maka akan mengalami
perubahan taraf hidup menjadi satu tingkat lebih rendah dari taraf hidup sebelum
pandemi Covid-19. Selain itu, cukup banyak responden yang melakukan perubahan
sumber struktur nafkah namun taraf hidup juga turut berubah dengan tingkat
perubahan berada pada kategori rendah yaitu sebanyak 17 responden dengan
persentase 73,9%. Berdasarkan data tersebut, dapat disimpulkan bahwa baik
responden yang melakukan maupun yang tidak melakukan perubahan struktur
nafkah pada saat pandemi Covid-19 tetap akan mengalami perubahan taraf hidup
menjadi satu tingkat lebih rendah dari taraf hidup pada sebelum pandemi Covid-19.

“ … neng pas pandemi eta teh ngga bisa kirim bunga ke Jakarta, yang sewa
vila juga sepi, ngga ada yang datang ke kota bunga. Jadi mau ngga mau kita
cari kerjaan lain kaya dagang apa aja gitu. Ada yang jual pulsa, ada yang
jualan online gitu-gitu tapi ya pendapatan serabutan begitu mah pas-pasan
aja neng jadi ya emang susah semua sekarang mah…” (YR, 62 tahun)

Kedua variabel dalam penelitian ini kemudian diuji statistik menggunakan uji
korelasi statistik Rank Spearman pada SPSS Statistics 25 dengan hipotesis awal
diduga terdapat hubungan antara perubahan struktur nafkah dan perubahan taraf
hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan anggota PEKKA di Desa
Sukanagalih sebelum dan saat pandemi Covid-19.

Tabel 30 Hasil korelasi antara tingkat perubahan struktur nafkah dan tingkat
perubahan taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan pada
masa pandemi Covid-19

Tingkat perubahan taraf hidup


Tingkat perubahan Koefisien Korelasi .155
struktur nafkah Sig. (2-tailed) .310
N 45
Berdasarkan tabel di atas, hasil uji statistik Rank Spearman hubungan tingkat
perubahan struktur nafkah dan tingkat perubahan taraf hidup rumah tangga yang
dikepalai perempuan menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar 0,155 yang
artinya terdapat hubungan yang lemah dengan arah positif yaitu apabila tingkat
perubahan struktur nafkah cenderung berubah, maka taraf hidup rumah tangga yang
dikepalai perempuan anggota PEKKA di Desa Sukanagalih juga cenderung
berubah menjadi lebih rendah dari sebelum pandemi Covid-19. Hal tersebut
dikarenakan perubahan sumber struktur nafkah saat pandemi hanya memungkinkan
untuk mengurangi risiko perubahan taraf hidup dengan penurunan yang tidak
signifikan dan tidak secara langsung dapat meningkatkan taraf hidup. Selain itu,
nilai Sig. (2-tailed) atau nilai signifikansi antara variabel tersebut adalah sebesar
0,310 yaitu lebih besar dari 0,05 yang berarti tidak terdapat korelasi yang signifikan
antara variabel perubahan struktur nafkah dan perubahan taraf hidup sehingga dapat
57

diasumsikan bahwa tingkat perubahan struktur nafkah dan tingkat perubahan taraf
hidup memiliki hubungan yang lemah dengan arah positif dan tidak signifikan.

“… seperti saya bekerja ngejual bunga potong, namun saat pandemi waktu
bekerja jadi sangat berkurang banget. Pendapatan pas pandemi juga pasti
jauh banget berkurangnya jadi saya serabutan aja dagang-dagang atau bikin
kerajinan alhamdulillah pernah dapat pelatihan di PEKKA, ibu-ibu PEKKA
yang lain juga banyak neng yang ujung-ujungnya dagang wae asal bisa
makan sama anak-anak jajan ” (YT, Anggota PEKKA)

Berdasarkan informasi tersebut, dapat diketahui bahwa pada saat pandemi


Covid-19 salah satu faktor yang berhubungan dengan tingkat taraf hidup rumah
tangga yang dikepalai perempuan anggota PEKKA di Desa Sukanagalih adalah
perubahan struktur nafkah atau sumber mata pencaharian yang juga berhubungan
langsung dengan tingkat pendapatan. Namun, pada penelitian ini, hubungan antar
variabel tersebut lemah dan berarah positif serta tidak signifikan karena menurut
informasi dari responden perubahan struktur nafkah pada saat pandemi Covid-19
tidak terlalu menjanjikan untuk meningkatkan pendapatan apalagi taraf hidup
rumah tangga karena memang hampir seluruh akses dan layanan termasuk lapangan
pekerjaan mengalami keterbatasan. Oleh karena itu, perubahan struktur nafkah
dilakukan hanya sebagai alternatif strategi untuk bertahan hidup di masa krisis
seperti pandemi Covid-19.
58

X PENUTUP
10.1 Simpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai perubahan struktur nafkah dan taraf
hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan pada masa pandemi Covid-19, maka
diperoleh simpulan sebagai berikut:
1. Terjadi perubahan yang signifikan pada struktur nafkah rumah tangga yang
dikepalai perempuan anggota PEKKA di Desa Sukanagalih Perubahan yang
terjadi adalah responden beralih melakukan pekerjaan menjadi sektor
struktur nafkah yang baru pada saat pandemi Covid-19. Tingkat pendapatan
yang berasal dari satu sektor struktur nafkah juga mengalami perubahan.
Hal tersebut dipengaruhi oleh diberlakukannya kebijakan pemerintah dalam
rangka memutus mata rantai penyebaran virus seperti lockdown dan social
distancing. Kebijakan tersebut menyebabkan keterbatasan dalam
melakukan kegiatan yang berdampak langsung terhadap akses pekerjaan
terutama sektor pertanian di Desa Sukanagalih seperti akses distribusi bunga
potong dan sayuran (pokcoy, sawi, dan lain-lain) sehingga mengharuskan
seluruh masyarakat mampu beradaptasi dengan keadaan pandemi Covid-19.
Para perempuan kepala rumah tangga memilih mencari alternatif atau
beralih pekerjaan agar tetap mendapat penghasilan yang mencukupi.
2. Pandemi Covid-19 memberikan dampak yang sangat besar bagi kehidupan
terutama pada bidang perekonomian yang juga berhubungan dengan tingkat
taraf hidup. Tingkat taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan
anggota PEKKA di Desa Sukanagalih mengalami perubahan signifikan
yang tergolong pada kategori rendah dimana tingkat taraf hidup pada saat
pandemi Covid-19 menjadi satu tingkat lebih rendah dari sebelum pandemi
Covid-19. Perubahan taraf hidup tersebut meliputi tingkat pendapatan,
tingkat pengeluaran, tingkat akses pendidikan untuk anak, tingkat akses
layanan kesehatan, dan tingkat akses teknologi dan informasi. Namun,
pandemi Covid-19 tidak menyebabkan perubahan yang signifikan terhadap
status kepemilikan rumah karena mayoritas rumah tangga yang dikepalai
perempuan sudah memiki rumah sendiri. Perubahan taraf hidup tersebut
dipicu oleh keterbatasan akses terhadap berbagai kegiatan termasuk akses
layanan kesehatan dan pendidikan serta meningkatnya kebutuhan akan
akses terhadap teknologi dan informasi.
3. Perubahan struktur nafkah memiliki hubungan yang lemah dengan arah
positif dan tidak signifikan dengan perubahan taraf hidup rumah tangga
yang dikepalai perempuan. Artinya, apabila perubahan struktur nafkah
cenderung tetap maka tingkat taraf hidup akan mengalami perubahan yang
tinggi. Hal tersebut dikarenakan perubahan struktur nafkah menjadi sektor
yang baru tidak menjanjikan pendapatan maksimal sehingga tidak dapat
secara langsung meningkatkan taraf hidup dan hanya sebagai alternatif
strategi untuk bertahan hidup di masa krisis.
59

10.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian, diperoleh beberapa hal yang dapat dijadikan
saran atau masukan sebagai berikut:
1. Rendahnya tingkat pendapatan saat pandemi Covid-19 mengakibatkan
perlunya dilakukan kegiatan penyadaran terhadap peluang bisnis/usaha
terutama dalam mengembangkan usaha pertanian bunga potong dan sayuran
kepada perempuan kepala rumah tangga di Desa Sukanagalih agar tetap
dapat bertahan dan memiliki perekonomian yang kuat pada masa krisis
pandemi Covid-19
2. Perlu dilakukan pelatihan keterampilan dalam mengakses media atau
layanan dalam jaringan (online) secara intensif dengan pendampingan
berkala kepada perempuan kepala rumah tangga di Desa Sukanagalih
terutama bagi yang memiliki anak masih bersekolah.
3. Perlu adanya pencatatan ulang mengenai data rumah tangga yang dikepalai
perempuan termasuk yang terdampak Covid-19 serta pemerataan distribusi
bantuan sosial untuk kaum marginal di Desa Sukanagalih
4. Pandemi Covid-19 membuat keterbatasan dalam melaksanakan kegiatan
termasuk kegiatan pemberdayaan yang sebelumnya dilakukan secara rutin,
maka dari itu perlu dilakukan program pemberdayaan perempuan kepala
rumah tangga baik dari pihak desa maupun pihak Lembaga Pemberdayaan
Perempuan Kepala Keluarga (PEKKA) mengenai respon terhadap pandemi
Covid-19 dan hal-hal yang dapat meningkatkan keberdayaan maupun taraf
hidup perempuan kepala rumah tangga.
60

DAFTAR PUSTAKA
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2010. Pengertian Perempuan Kepala Keluarga
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2015. Indikator Kesejahteraan Rakyat 2015
[WHO] World Health Organization. 2020. WHO Director-General ’ s remarks at
the media briefing on 2019-nCoV on 11 February. In WHO Director
General’s Statement.
____. 2018. Survei Akses Teknologi Informasi dan Komunikasi Kabupaten
Temanggung
BKKBN. 2006. Pedoman tata cara pencatatan dan pelaporan pendataan keluarga.
Jakarta (ID)
Agustini S, et al. 2017. Kontribusi Hutan Nagari pada Struktur Nafkah dan
Ekonomi Pedesaan: Studi Kasus di Padang Pariaman. The Contribution of
Community Based Forest Management to Livelihood and Rural Economy:
The Case of Hutan Nagari Sungai Buluh in Padang Pariaman. [internet]
[diunduh pada tanggal 21 September 2020]. Tersedia pada
https://core.ac.uk/download/pdf/296553966.pdf
Astina R. 2014. Hubungan Antara Status Perempuan Kepala Keluarga dengan
Kemiskinan di Kecamatan Sukamakmur Kabupaten Aceh Besar. Banda Aceh
(ID). Universitas Syiah Kuala
Astuti F. 2014. Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Terhadap Alokasi
Pengeluaran Wanita Kepala Keluarga Rumahtanggan di DIY (Analisis
Susenas Tahun 2005 dan 2010). [Skripsi]. Yogyakarta(ID). Universitas
Gadjah Mada.
Cahyono I. 2005. Wajah kemiskinan, wajah perempuan. Jurnal Perempuan. (42)
7-18. Jakarta (ID)
Carner G. 1984. Survival, Interdependence and Competition Among The Philippine
Rural Poor. People Centered Development. Kumarian Press. Connecticut.
Creswell JW. 2013. Research Design: Pendekatan Kualitatif, Kuantitatif dan
Mixed. Terjemahan Fawaid, A. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Dahuri R. 2000. Paradigma Baru Pembangunan Indonesia Berbasis Kelautan.
Bogor[ID]: IPB-Press.
Dharmawan AH, Dyah IM, and Yulian BE. 2016. Ekspansi Perkebunan Kelapa
Sawit Dan Perubahan Sosial, Ekonomi Dan Ekologi Pedesaan: Studi Kasus
Di Kutai Kartanegara. No. 01. Bogor.
Effendi S, Tukiran. 2012. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID): LP3ES
Ellis F. 1988. Peasant Economic: Farm Household and Agrarian Development.
Cambridge [UK]: Cambrige University Press
Ellis F. 2000. Rural livehoods and diversity in developing countries. New York
[US]: Oxford University Press
Esmara H. 2004. Kemiskinan dan Kebutuhan Pokok. Jakarta: CV Rajawali.
Fathoni A. 2020. Dampak covid-19 dan Kebijakan PSBB Pemerintah Terhadap
UMKM di Wiyung Surabaya. [internet] [diunduh tanggal 9 September 2020].
3(1): 30-69. Tersedia pada http://e-
jurnal.stail.ac.id/index.php/dinar/article/view/126/109
Gradiner MO & Surbakti S. 1991. Strategi Kehidupan Wanita Kepala Rumah
Tangga [Life Strategies of Woman Household Heads]. Jakarta (ID)
61

Hasan, et al. 2003. Strategi Pemenuhan Kebutuhan Rumah Tangga bagi Janda
Pegawai Negeri Sipil golongan Rendah di Kecamatan Syiah Kuala. Banda
Aceh (ID). Universitas Syiah Kuala.
Hanoatubun S. 2020. Dampak Covid-19 Terhadap Perekonomian Indonesia.
[internet] [diunduh pada 23 Juni 2020]. 2(1): 146-153. Jurnal Pendidikan,
Psikologi, dan Konseling. Tersedia pada https://ummaspul.e-
journal.id/Edupsycouns/article/view/423
Horton, Paul B, Chester L. 1999. Hunt, Sosiologi Jilid 2, Jakarta (ID): Erlangga.
Khalid U & Akhtar S. 2011. Poverty Dinamics of Female-Headed Households in
Pakistan: Evidence from PIHS 2000-01 and PSLM 2004-05. PIDE Working
Papers.
Manullang M. 2011. Aktivitas organisasi. Jakarta: Usaha Nasional.
Munah B. 2015. Stratifikasi Sosial dan Perjuangan Kelas Dalam Perspektif
Sosiologi Pendidikan. [internet [diunduh tanggal 14 September 2020]. 3(1):
19-38. Tersedia pada http://ejournal.iain-
tulungagung.ac.id/index.php/taalum/article/view/334/268
Moore HA, Ollenburger JC. 1989. A Theory of The Sociology of Women
International Social Science Review. [internet] [diunduh pada 27 Juni 2020].
64(3): 123-131. Tersedia pada https://www.jstor.org/stable/41881882
Nasrudin R, Haq I. 2020. Pembatasan Sosial Berskala Besar dan Masyarakat
Berpenghasilan Rendah. [internet] [diunduh tanggal 9 September 2020]. 7(7):
639-648. Jakarta (ID). Jurnal Sosial & Budaya Syar-i. UIN. Tersedia pada
http://103.229.202.71/index.php/salam/article/view/15569/pdf
Nurhayati T, Aji RSH. 2020. Emansipasi Perempuan Melawan Pandemi Global;
Bukti dari Indonesia. [internet] [diunduh pada 08 Juni 2020]. 4(1): 81-92.
Tersedia pada
http://www.journal.uinjkt.ac.id/index.php/adalah/article/view/15468/7241
Pattinasarany IRI. 2016. Stratifikasi dan Mobilitas Sosial. Jakarta (ID) Yayasan
Pustaka Obor Indonesia
Prabawa S. 1998. Sumberdaya Keluarga dan Tingkat Kesejahteraan Rumahtangga
Petani, Studi Desa Water Jaya, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat. [internet]
Petras, J. & Veltmeyer, H. 2007. The Standard of Living Debate in Development
Policy. Critical Sociology 33(1): 181–209.
Putri EIK, Dharmawan AH, Pramudita D. 2017. Analisis Kelembagaan dan Peran
Stakeholders dalam Perubahan Struktur Nafkah Rumahtangga Petani Sawit di
Kalimantan Tengah. [internet] [diunduh pada 02 November 2020}. 4(1): 96-
111. Tersedia pada
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jkebijakan/article/view/22029
Raco JR. 2010. Metode Penelitian Kualitatif Jenis, Karakteristik, dan
Keunggulannya. Jakarta (ID). PT. Grasindo.
Rajaram, Ramaprasad (2009) ‘Female-Headed Households and Poverty: Evidence
from the National Family Health Survey.’ [online] <http://
www.frbatlanta.org/documents/news/conferences/09-3rd_se_
international_economics_paper_rajaram.pdf>
Rambe A. Karsin ES. & Haryoto H. 2008. Analisis Alokasi Pengeluaran dan
Tingkat Kesejahteraan Keluarga (Studi di Kecamatan Medan Kota, Sumatera
Utara). Jurnal Ilmu Keluarga dan Konsumen.
62

Relman E. 2020. Business Insider Singapore. [Internet] [diunduh pada 22 April


2020.
Salkind NJ. 2010. Research Methods. Encyclopedia of Research Design
Setyawan L, Saria A. 2017/ Hubungan Pengembangan Wisata dengan Strategi
Nafkah dan Taraf Hidup Rumah Tangga Nelayan Desa Karimun Jawa.
[internet] [diunduh pada 17 Oktober 2020]. 1(2)” 167-182
Singarimbun M, Efendi S. 2008. Metode Penelitian Survei. Jakarta (ID). LP3ES
Scoones I. 1998. Sustainable rural Livelihoods a Framework for Analysis.
[internet] [diunduh pada 15 September 2020]. IDS Working. Tersedia pada
https://opendocs.ids.ac.uk/opendocs/handle/20.500.12413/3390
Soekanto S. 2003. Sosiologi Suatu Pengantar, Ed. Baru Keempat. Jakarta (ID): PT
Raja Grafindo Persada.
Sorokin PA. 1998. Social Stratification, New York: Harper
Suryahadi A, Izzati A, Suryadarma D. 2020. The Impact of COVID-19 Outbreak
on Poverty: An Estimation for Indonesia (Draft). SMERU Working Paper
Suryana S. 2014. PPT Pemberdayaan Masyarakat 2014. www. Slideshare.net
SUSENAS. 2011. Persentase Perempuan sebagai Kepala Keluarga. Jakarta (ID)
Susetiawan. 2009. Pembangunan dan kesejahteraan masyarakat: sebuah
ketidakberdayaan para pihak melawan konstruksi
neoliberalisme.[paper][internet]. Pusat Studi Pedesaan dan Kawasan.
Diunduh pada: 2017 Februari 10. Tersedia pada:
http://pspk.ugm.ac.id/artikel-terbaru/61-pembangunan-dankesejahteraan-
masyarakat-sebuah-ketidakberdayaan-para-pihak-melawan-konstruksi
neoliberalisme.html
Suyoto A. 2004. Konsep Keluarga Kreatif sebagai Alternatif Perwujudan Keluarga
Suwarsono. 2006. Perubahan Sosial dan Pembangunan Jakarta (ID):LP3ES
Tambo, Justice A. 2016. “Adaptation and Resilience to Climate Change and
Variability in North-East Ghana.” International Journal of Disaster Risk
Reduction 17:85–94.
Thomas, J.W, Penchansky R. 1984. “Relating Satisfaction with Acces to
Utilization of Services”. Medical Care 1984; 22:553
Widodo S. 2011. Strategi nafkah rumah tangga nelayan dalam menghadapi
kemiskinan. Makara, Sosial Humaniora. [internet]. [diunduh pada 11
September 2019]. 15(1):10-20. Tersedia pada:
http://kompetensi.trunojoyo.ac.id/jurnalkelautan/article/view/856/755
Worldometers. 2020. Covid-19 Coronavirus Pandemic. Worldometers.info
Zahri I. 2013.Gagasan Mengatasi Masalah Ekonomi Rumah Tangga Petani Dalam
Kemitraan Inti-Plasma Pola PIR Kelapa Sawit.[Jurnal]. [Internet]. Hal 36-41.
Palambang [ID]: Universitas Sriwijaya. [Diunduh tanggal 22 September
2020]. Dapat diunduh di: http://eprints.unsri.ac.id/2998/
Zulminarni N. 2009. Change through Empowerment-The Journey of Indonesia
Women Heads of households. Project Report Presented at the PEKKA
wokrshop, Held by the Worldbank in Hotel Borobudur, Jakarta.
63

LAMPIRAN
64

Lampiran 1 Peta Lokasi Penelitian

Sumber: Google Maps


65

Lampiran 2 Jadwal Penelitian

2020 2021
Kegiatan September Oktober November Desember Januari Februari Maret
1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 5 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3
Penyusunan
Proposal
Perbaikan
Proposal
Kolokium
Revisi
Proposal
Uji
Validitas
dan
Realibilitas
Pengambila
n Data
Lapang
Pengolahan
dan Analisis
Data
Penulisan
Draft
Skripsi
Uji Petik
Sidang
Skripsi
Perbaikan
Skripsi
66

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

Nomor Responden
Hari, Tanggal Wawancara
Tanggal Entri Data

KUESIONER PENELITIAN
PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH DAN TARAF HIDUP
RUMAH TANGGA YANG DIKEPALAI PEREMPUAN PADA MASA
PANDEMI COVID-19
Peneliti berharap Ibu menjawab kuesioner dengan lengkap dan jujur. Apapun
bentuk jawaban yang Ibu berikan akan menjadi data yang berharga bagi kelancaran
penelitian ini. Identitas dan jawaban akan terjamin kerahasiaannya dan semata-mata
hanya akan digunakan untuk kepentingan penulisan penelitian ini. Terima kasih
atas perhatian, bantuan, dan partisipasi Ibu dalam menjawab kuesioner ini.
Keterangan:
- jawablah dengan mengisi langsung pada titik-titik atau kolom yang
disediakan
- jawablah dengan melingkari salah satu jawaban yang disediakan pilihan

A. Identitas dan Karakteriristik Individu Perempuan Kepala Rumah Tangga


Karakteristik Responden
Kode
Kode Pertanyaan Jawaban
Jawaban
A.1 Nama
.............
A.2 Usia ..... Tahun
A.3 Alamat
.............
A.4 Pendidikan Terakhir 1. Tidak Sekolah
2. Tidak tamat SD
3. Tamat SD
4. Tidak Tamat
SMP/MTs
5. Tamat SMP/MTS
6. Tidak tamat
SMA/SLTA
7. Tamat SMA
8. Perguruan Tinggi
A.5 Jumlah Tanggungan ........ Orang
A.6 Jenis Pekerjaan 1. Petani
2. Buruh
3. Pedagang
4. Lainnya ........
A.7 Status Pernikahan 1. Menikah
2. Sebagai Pencari nafkah
utama
67

3. Suami merantau
4. Cerai hidup
5. Cerai mati
A.8 Lama Menjadi Kepala Rumah ....... Tahun
Tangga

Komposisi Tanggungan Keluarga


Nama Jenis
Tingkat
No. Anggota Usia Kelamin Hubungan Pekerjaan
Pendidikan
Keluarga (P/L)
1.
2.
3.
4.
5.

Keterangan:
3. Hubungan: Suami/Saudara/Orang Tua/Anak ke-...
4. Pekerjaan: diisi apabila sudah bekerja

B. Perubahan Struktur Nafkah


Struktur Nafkah Perempuan Kepala Rumah Tangga sebelum Pandemi Covid-19
Kode Pertanyaan
B.9 Berasal dari sektor apa sumber pendapatan Ibu sebelum terjadi pandemi Covid-19?
1. On-Farm (kegiatan pertanian)
2. Off-Farm (pengepul, pengolahan dan penjualan hasil pertanian)
3. Non-Farm (pekerjaan diluar kegiatan pertanian: buruh, pedagang, dan lain-lain)
*silahkan mengisi pada kolom sesuai jawaban pada pertanyaan sebelumnya
B.10 Pendapatan On-Farm (sumber pertanian)
Jenis Jumlah Har Peneri Biaya Biaya Total Pendap Pendap
Perkebun Penjual ga maan produ pemasara pengelu atan atan/pa
No. an an jual/ kotor ksi n aran (g)= (c- nen/bul
(a) kg (c) = (d) (e) (f)=(d+e f) an
(b) (a*b) ) (h)
1. Padi
2. Sayuran
3. Buah
4. Lainnya..
B.11 Pendapatan Off-Farm (non usahatani)
Sumber Rp/Hari Rp/Bulan
No.
Pendapatan
Pendapatan
1.
bagi hasil
2. Pengepul
Penjualan Hasil
3.
Pertanian
4. Lainnya ...
B.12 Pendapatan Non-Farm
Sumber Rp/Hari Rp/Bulan
No.
Pendapatan
1. Warung
68

Penjaga/tukang
2. bersih-bersih
vila
3. Penata Rias
Pengasuh
4.
(bayi/lansia)
5. Juru masak
6. Buruh pabrik
7. Lainnya ...

Struktur Nafkah Perempuan Kepala Rumah Tangga saat Pandemi Covid-19


Kode Pertanyaan
B.9 Berasal dari sektor apa sumber pendapatan Ibu saat terjadi pandemi Covid-19?
1. On-Farm (kegiatan pertanian)
2. Off-Farm (pengepul, pengolahan dan penjualan hasil pertanian)
3. Non-Farm (pekerjaan diluar kegiatan pertanian: buruh, pedagang, dan lain-lain)
*silahkan mengisi pada kolom sesuai jawaban pada pertanyaan sebelumnya
B.10 Pendapatan On-Farm (sumber pertanian)
Jenis Jumlah Har Peneri Biaya Biaya Total Pendap Pendap
Perkebun Penjual ga maan produ pemasara pengelu atan atan/pa
No. an an jual/ kotor ksi n aran (g)= (c- nen/bul
(a) kg (c) = (d) (e) (f)=(d+e f) an
(b) (a*b) ) (h)
1. Padi
2. Sayuran
3. Buah
4. Lainnya..
B.11 Pendapatan Off-Farm (non usahatani)
Sumber Rp/Hari Rp/Bulan
No.
Pendapatan
Pendapatan
1.
bagi hasil
2. Pengepul
Penjualan Hasil
3.
Pertanian
4. Lainnya ...
B.12 Pendapatan Non-Farm
Sumber Rp/Hari Rp/Bulan
No.
Pendapatan
1. Warung
Penjaga/tukang
2. bersih-bersih
vila
3. Penata Rias
Pengasuh
4.
(bayi/lansia)
5. Juru masak
6. Buruh pabrik
7. Lainnya ...

B. 17 Komposisi anggota keluarga yang turut memberikan sumbangan


pendapatan
Sektor
Sumbangan
Hubungan Mata
No. Nama Pendapatan/bulan
keluarga pencaharian
(Rp)
1.
2.
69

3.

Keterangan:
5. Hubungan keluarga: (1) suami (2) anak (3)saudara
6. Sektor mata pencaharian: (1) On Farm (2) Off-Farm (3) Non-Farm

C. Perubahan Taraf Hidup


Taraf Hidup Rumah Tangga yang Dikepalai Perempuan
Kode Pertanyaan Jawaban Kode Jawaban
Tingkat Pendapatan
C.18 Berapa jumlah uang (penghasilan bersih) yang
diterima hasil bekerja dalam satu bulan?
Sebelum Pandemi Rp. ............
Saat Pandemi Rp. ............
Tingkat Pengeluaran
C.19 Berapa jumlah uang yang dikeluarkan untuk
kebutuhan konsumsi?
(bulanan)
Sebelum Pandemi Rp. .............
Saat Pandemi Rp. .............
C.20 Berapa jumlah uang yang dikeluarkan untuk
kebutuhan konsumsi non-pangan?
(bulanan)
Sebelum Pandemi Rp. ............
Saat Pandemi Rp. ............
Status Kepemilikan Rumah
C.21 Bagaimana status kepemilikan rumah tempat tinggal
Ibu?
Sebelum Pandemi 1. Numpang Keluarga
2. Kontrak
3. Milik Sendiri
Saat Pandemi 1. Numpang Keluarga
2. Kontrak
3. Milik Sendiri
Tingkat Akses Pendidikan Anak
(silahkan menjawab dengan memberi tanda √ pada kolom pilihan jawaban)
Sebelum Kode
Saat Pandemi
Pandemi Jawaban
Kode Pertanyaan
Tidak Tidak
Ya (1) Ya (1)
(0) (0)
Apakah ibu
memerlukan perangkat
C.22 elektronik (hp
android/laptop) untuk
mengakses
70

pembelajaran dari
sekolah?
Apakah perangkat
elektronik (hp
android/laptop) yang
dimiliki tidak
C.23
mencukupi untuk
mengakses
pembelajaran seluruh
anak tanggungan ibu?
Apakah ibu perlu
mengeluarkan biaya
lebih untuk membeli
C.24
kuota/paket internet
untuk melakukan
proses pembelajaran?
Apakah perlu bantuan
dana kuota/internet
C.25 dari sekolah untuk
mengakses
pembelajaran?
Apakah ibu merasa
materi pembelajaran
C.26
disampaikan dengan
kurang efektif?
Apakah ibu merasa
kesulitan dalam
memahami dan
C.27
mengajari anak terkait
materi pembelajaran
dari sekolah?
Apakah ibu merasa
terbebani dengan
C.28 sistem Pendidikan
sebelum dan sesudah
pandemi?
Tingkat Akses Layanan Kesehatan
(silahkan menjawab dengan memberi tanda √ pada kolom pilihan jawaban)
Sebelum
Saat Pandemi
Pandemi Kode
Kode Pertanyaan
Ya Tidak Ya (1) Tidak Jawab
(1) (0) (0)
C.29 Apakah ibu dapat
mengakses layanan
kesehatan seperti
puskesmas/rumah sakit
dengan mudah?
71

C.30 Apakah ibu memiliki


jaminan kesehatan
seperti
BPJS/KIS/Asuransi
keshatan lainnya?
*jika ya, sertakan
pilihan kelas asuransi
di dalam kolom Ya
1. Kelas III
2. Kelas II
3. Kelas I
C.31 Apakah ibu dapat
mengakses imunisasi
atau vaksin untuk
anak?
C.32 Apakah jarak tempuh
dari tempat tinggal ke
puskesmas/layanan
kesehatan lainnya
cukup dekat?
C.33 Apakah waktu
operasional (jam buka
dan jam tutup) layanan
kesehatan sudah
sesuai?
C.34 Apakah ibu sudah bisa
melakukan akses
kesehatan melalui
media digital/online?
C.35 Apakah penghasilan
perbulan ibu cukup
digunakan untuk
mengakses layanan
kesehatan?
C.36 Apakah pelayanan yang
diberikan sudah
memuaskan?
Tingkat Askes Teknologi dan Informasi
Sebelum
Saat pandemi
pandemi Kode
Kode Pertanyaan
Ya Tidak Ya (1) Tidak jawaban
(1) (0) (0)
C.37 Apakah ibu memiliki
telepon genggam
(handphone)?
C.38 Apakah ibu atau
anggota keluarga
72

lainnya memiliki
komputer/laptop?
C.39 Apakah ibu memiliki
radio di rumah?
C.40 Apakah ibu dan
keluarga dapat
mengakses jaringan
internet?
a. Di rumah dengan
WiFi
b. Di luar rumah
dengan kuota
C.41 Apakah ibu memiliki
televisi di rumah?
(Jika Ya, silahkan
jawab dengan
menuliskan pilihan
dibawah)
1. TV biasa
2. Smart TV
3. TV Kabel/TV
Berbayar
73

Lampiran 4 Panduan Wawancara Mendalam

Nomor Responden
Hari, Tanggal Wawancara
Tanggal Entri Data

PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH DAN TARAF HIDUP


RUMAH TANGGA YANG DIKEPALAI PEREMPUAN PADA MASA
PANDEMI COVID-19

Nama Informan :
Usia :
Lama tinggal di lokasi :
Alamat :
No. Telp :
Jabatan/status : Anggota PEKKA

1. Sejak tahun berapa anda menjadi kepala keluarga dan menjadi anggota PEKKA?
2. Apa alasan awal anda bergabung menjadi anggota PEKKA?
3. Bagaimana kondisi perempuan kepala keluarga di Desa Sukanagalih sebelum
dan pada saat Pandemi Covid-19?
4. Apakah Pandemi Covid-19 mempengaruhi pekerjaan atau sumber pendapatan
anda?
5. Apakah terjadi perubahan sumber pendapatan dari sebelum dan saat pandemi
Covid-19?
6. Apa pekerjaan yang dilakukan sehari-hari pada sebelum dan saat pandemi
Covid-19 untuk mendapatkan penghasilan?
7. Apakah penghasilan tersebut mencukupi untuk memenuhi kebutuhan keluarga?
8. Apa dampak yang paling terasa bagi anda akibat pandemi Covid-19 bagi kondisi
rumahtangga yang anda kepalai?
9. Apakah anda merasakan kerugian seperti PHK/Pemotongan Upah/Usaha
Bangkrut?
10. Apakah anda memiliki kesulitan dalam mengakses layanan kesehatan maupun
teknologi dan informasi selama masa pandemi Covid-19?
11. Apakah anda merasa sudah cukup diperhatikan oleh aparat Desa pada saat masa
krisis pandemi ini?
12. Menurut anda, sektor sumber pendapatan mana yang baik terdampak akibat
pandemi Covid-19? (on farm/off farm/non farm)
74

Panduan Wawancara Mendalam

Nomor Responden
Hari, Tanggal Wawancara
Tanggal Entri Data
PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH DAN TARAF
HIDUP RUMAH TANGGA YANG DIKEPALAI PEREMPUAN PADA
MASA PANDEMI COVID-19

Nama Informan :
Usia :
Lama tinggal di lokasi :
Alamat :
No. Telp :
Jabatan/status : Tokoh Masyarakat/Aparat Desa

1. Berapa total jumlah penduduk di Desa Sukanagalih? (jumlah rumahtangga, yang


dikepalai laki-laki dan yang dikepalai perempuan)
2. Berapa luas Desa Sukanagalih?
3. Apa saja sumber mata pencaharian utama penduduk Desa sukanagalih?
4. Bagaimana latar belakang Pendidikan penduduk desa Sukanagalih?
5. Apakah terdapat aktivitas yang dapat meningkatkan taraf hidup rumahtangga di
Desa Sukanagalih?
6. Bagaimana kondisi Desa Sukanagalih sebelum dan saat Pandemi Covid-19?
Apakah ada perbedaan yang signifikan?
7. Apakah anda mengetahui perempuan kepala keluarga dan keberadaannya di
Desa Sukanagalih?
8. Apakah anda mengetahui adanya serikat Pemberdayaan Perempuan Kepala
Keluarga (PEKKA) di Desa Sukanagalih?
9. Apakah anda mengetahui sumber pendapatan pada perempuan kepala
rumahtangga di Desa Sukanagalih sebelum dan saat pandemi Covid-19?
10. Darimanakah sumber pendapatan perempuan kepala rumahtangga di Desa
sukanagalih?
11. Bagaimana kondisi kehidupan keluarga yang dikepalai perempuan di Desa
Sukanagalih? (lapisan bawah/menengah/atas)
12. Bagaimana pekerjaan yang mayoritas perempuan kepala keluarga kerjakan
untuk mendapat penghasilan?
13. Siapakah yang paling terdampak pada bidang pendapatan di masa pandemi
Covid-19 berdasarkan sektor pendapatannya? (on farm/off farm/non farm)
14. Apakah kelompok perempuan kepala keluarga di Desa Sukanagalih sudah cukup
diperhatikan keberadaannya pada masa krisis pandemi Covid-19?
15. Bagaimana taraf hidup rumahtangga yang dikepalai perempuan jika dilihat dari
kondisi kehidupan dan pekerjaan?
75

Panduan Wawancara Mendalam

Nomor Responden
Hari, Tanggal Wawancara
Tanggal Entri Data

PERUBAHAN STRUKTUR NAFKAH DAN TARAF HIDUP


RUMAH TANGGA YANG DIKEPALAI PEREMPUAN PADA MASA
PANDEMI COVID-19

Nama Informan :
Usia :
Lama tinggal di lokasi :
Alamat :
No. Telp :
Jabatan/status : Staff lembaga PEKKA

1. Sejak kapan serikat PEKKA Cianjur berdiri?


2. Alasan berdirinya serikat PEKKA di Cianjur khususnya Desa Sukanagalih?
3. Berapa banyak jumlah kelompok dan anggota masing-masing kelompok
PEKKA Desa Sukanagalih?
4. Bagaimana karakteristik perempuan kepala rumahtangga anggota PEKKA di
Desa Sukanagalih?
5. Bagaimana kondisi kehidupan perempuan kepala rumahtangga anggota
PEKKA? (lapisan bawah/tengah/atas)
6. Dampak apa saja yang paling dirasakan Anggota PEKKA Desa Sukanagalih
akibat pandemi Covid-19?
7. Apa mayoritas pekerjaan atau sumber nafkah yang dilakukan anggota PEKKA
Desa Sukanagalih sebelum dan saat pandemi Covid-19?
8. Adakah perubahan sumber pendapatan anggota PEKKA Desa Sukanagalih
sebagai respon adanya pandemi Covid-19?
9. Adakah perubahan taraf hidup anggota PEKKA Desa Sukanagalih dari
sebelum pandemi dan saat pandemi?
10. Bagaimana lembaga PEKKA menanggulangi dampak Pandemi Covid-19 yang
telah dirasakan Anggota PEKKA?
11. Bagaimana Lembaga PEKKA mengantisipasi terjadinya dampak atau
perubahan-perubahan yang terjadi akibat pandemi Covid-19?
12. Apakah strategi yang dilakukan lembaga PEKKA sudah dapat membantu para
perempuan kepala keluarga di Desa Sukanagalih untuk bangkit dari
keterpurukan akibat masa krisis pandemi?
13. Apakah ada program pemberdayaan dari PEKKA dalam upaya
mengembalikan atau meningkatkan taraf hidup Anggota PEKKA pada masa
pandemi Covid-19?
76

Lampiran 5 Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen

HASIL UJI VALIDITAS INSTRUMEN

Hasil uji validitas peubah struktur nafkah

Pertanyaan Pearson’s Correlation Hasil


B9 .762* .632 Valid
B10 .958** .632 Valid
B13 .713* .632 Valid
B14 .958** .632 Valid

Hasil uji validitas peubah taraf hidup sebelum pandemi

Pertanyaan Pearson’s Correlation Hasil


C18_1 .537 .632 Tidak Valid
C18_2 .705* .632 Valid
C19_1 .705* .632 Valid
C19_2 .418 .632 Tidak Valid
C21_1 .810** .632 Valid
C21_2 .810** .632 Valid
C22_1 .340 .632 Tidak Valid
C22_2 .907** .632 Valid
C23_1 .615 .632 Tidak Valid
C23_2 .551 .632 Tidak Valid
C24_1 Error .632 Tidak Valid
C24_2 Error .632 Tidak Valid
C25_1 Error .632 Tidak Valid
C25_2 .907** .632 Valid
C26_1 Error .632 Tidak Valid
C26_2 .907** .632 Valid
C27_1 Error .632 Tidak Valid
C27_2 .753** .632 Valid
C28_1 Error .632 Tidak Valid
C28_2 .907** .632 Valid
C29_1 -.191 .632 Tidak Valid
C29_2 .655* .632 Valid
C30_1 .509 .632 Tidak Valid
C30_2 Error .632 Tidak Valid
C31_1 .509 .632 Tidak Valid
C31_2 .655* .632 Valid
C32_1 .691* .632 Valid
C32_2 .134 .632 Tidak Valid
C33_1 Error .632 Tidak Valid
C33_2 .535 .632 Tidak Valid
C34_1 .464 .632 Tidak Valid
C34_2 Error .632 Tidak Valid
77

C35_1 .048 .632 Tidak Valid


C35_2 .423 .632 Tidak Valid
C36_1 Error .632 Tidak Valid
C36_2 Error .632 Tidak Valid
C37_1 .821** .632 Valid
C37_2 .784** .632 Valid
C38_1 .588 .632 Tidak Valid
C38_2 .620 .632 Tidak Valid
C39_1 .278 .632 Tidak Valid
C39_2 .278 .632 Tidak Valid
C40_1 Error .632 Tidak Valid
C40_2 .033 .632 Tidak Valid
C40_3 .150 .632 Tidak Valid
C40_4 Error .632 Tidak Valid
C41_1 .784** .632 Valid
C41_2 .784** .632 Valid

HASIL UJI RELIABILITAS INSTRUMEN

Hasil uji reliabilitas struktur nafkah

Reliability Statistics
Cronbach’s
N of items
Alpha
.870 4

Hasil uji reliabilitas taraf hidup

Realibility Statistics
Cronbach’s
N of items
Alpha
.763 50
78

Lampiran 6 Hasil Uji Statistik

a. Struktur Nafkah

Perubahan Struktur Nafkah


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tetap 22 48.9 48.9 48.9
On farm - Non farm 4 8.9 8.9 57.8
Off farm - On farm 1 2.2 2.2 60.0
Off farm - Non farm 13 28.9 28.9 88.9
Non farm - On farm 1 2.2 2.2 91.1
Non farm - Off farm 4 8.9 8.9 100.0
Total 45 100.0 100.0

Tingkat pendapatan dari satu sektor struktur nafkah


Sebelum pandemi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 1 2.2 2.2 2.2
Sedang 20 44.4 44.4 46.7
Tinggi 24 53.3 53.3 100.0
Total 45 100.0 100.0

Saat pandemi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 14 31.1 31.1 31.1
Sedang 23 51.1 51.1 82.2
Tinggi 8 17.8 17.8 100.0
Total 45 100.0 100.0

Tingkat perubahan struktur nafkah

Tingkat Perubahan Stuktur Nafkah


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tetap 22 36.1 48.9 48.9
Berubah 23 37.7 51.1 100.0
Total 45 73.8 100.0
79

b. Taraf Hidup

Taraf Hidup Sebelum Pandemi


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sedang 8 17.8 17.8 17.8
Tinggi 37 82.2 82.2 100.0
Total 45 100.0 100.0

Taraf Hidup Saat Pandemi


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 5 11.1 11.1 11.1
Sedang 29 64.4 64.4 75.6
Tinggi 11 24.4 24.4 100.0
Total 45 100.0 100.0

1. Tingkat Pendapatan

Sebelum pandemi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 1 2.2 2.2 2.2
Sedang 15 33.3 33.3 35.6
Tinggi 29 64.4 64.4 100.0
Total 45 100.0 100.0

Saat pandemi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 17 37.8 37.8 37.8
Sedang 22 48.9 48.9 86.7
Tinggi 6 13.3 13.3 100.0
Total 45 100.0 100.0

2. Tingkat Pengeluaran
Sebelum pandemi
80

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 2 4.4 4.4 4.4
Sedang 25 55.6 55.6 60.0
Tinggi 18 40.0 40.0 100.0
Total 45 100.0 100.0

Saat pandemi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 7 15.6 15.6 15.6
Sedang 26 57.8 57.8 73.3
Tinggi 12 26.7 26.7 100.0
Total 45 100.0 100.0

3. Status Kepemilikan Rumah

Sebelum pandemi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Numpang Keluarga 10 22.2 22.2 22.2
Kontrak 9 20.0 20.0 42.2
Milik Sendiri 26 57.8 57.8 100.0
Total 45 100.0 100.0

Saat pandemi
Valid Cumulative
Frequency Percent Percent Percent
Valid Numpang Keluarga 11 24.4 24.4 24.4
Kontrak 8 17.8 17.8 42.2
Milik Sendiri 26 57.8 57.8 100.0
Total 45 100.0 100.0

4. Tingkat Akses Pendidikan Anak


Sebelum Pandemi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sedang 1 2.2 2.2 2.2
Rendah 44 97.8 97.8 100.0
Total 45 100.0 100.0
81

Saat Pandemi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Tinggi 40 88.9 88.9 88.9
Sedang 5 11.1 11.1 100.0
Total 45 100.0 100.0

5. Tingkat Akses Layanan Kesehatan


Tingkat Akses Layanan Kesehatan sebelum pandemi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Sedang 1 2.2 2.2 2.2
Tinggi 44 97.8 97.8 100.0
Total 45 100.0 100.0

Tingkat Akses layanan Kesehatan saat pandemi


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 12 26.7 26.7 26.7
Sedang 21 46.7 46.7 73.3
Tinggi 12 26.7 26.7 100.0
Total 45 100.0 100.0

6. Tingkat Akses Teknologi dan Informasi


Tingkat Akses Teknologi dan Informasi Sebelum Pandemi
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 13 28.9 28.9 28.9
Sedang 22 48.9 48.9 77.8
Tinggi 10 22.2 22.2 100.0
Total 45 100.0 100.0

Tingkat Akses Teknologi dan Informasi Saat Pandemi


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 3 6.7 6.7 6.7
Sedang 23 51.1 51.1 57.8
Tinggi 19 42.2 42.2 100.0
Total 45 100.0 100.0

7. Tingkat perubahan taraf hidup


82

Tingkat Perubahan Taraf Hidup


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid Rendah 36 80.0 80.0 80.0
Tetap 6 13.3 13.3 93.3
Tinggi 3 6.7 6.7 100.0
Total 45 100.0 100.0

c. Hasil Uji Beda Wilcoxon Signed Ranked Test

1. Struktur Nafkah

Descriptive Statistics
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum
Struktur nafkah 45 2.36 .712 1 3
sebelum
pandemi
Struktur nafkah saat 45 2.67 .640 1 3
pandemi

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
Struktur nafkah saat Negative 6 11.42 68.50
pandemi - Struktur Ranks
nafkah sebelum Positive 17b 12.21 207.50
pandemi Ranks
Ties 22c
Total 45
a. Struktur nafkah saat pandemi < Struktur nafkah sebelum pandemi
b. Struktur nafkah saat pandemi > Struktur nafkah sebelum pandemi
c. Struktur nafkah saat pandemi = Struktur nafkah sebelum pandemi

Test Statisticsa
Struktur nafkah saat pandemi - Struktur nafkah sebelum
pandemi
Z -2.246b
Asymp. Sig. (2-tailed) .025
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
83

b. Based on negative ranks.

2. Tingkat Pendapatan dari satu struktur nafkah

Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Sebelum pandemi 45 2.53 .548 1 3
Saat pandemi 45 1.76 .645 1 3

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Saat pandemi - Negative Ranks 33a 17.00 561.00
Sebelum b
Positive Ranks 0 .00 .00
pandemi Ties 12 c

Total 45
a. Saat pandemi < Sebelum pandemi
b. Saat pandemi > Sebelum pandemi
c. Saat pandemi = Sebelum pandemi

Test Statisticsa
Saat pandemi - Sebelum
pandemi
Z -5.596b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.

2. Taraf Hidup

Descriptive Statistics
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum
Taraf hidup sebelum 45 2.71 .458 2 3
pandemi
taraf hidup saat pandemi 45 1.78 .636 1 3

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
taraf hidup saat Negative 39 20.00 780.00
pandemi - Taraf Ranks
84

hidup sebelum Positive Ranks 0b .00 .00


pandemi Ties 6c
Total 45
a. taraf hidup saat pandemi < Taraf hidup sebelum pandemi
b. taraf hidup saat pandemi > Taraf hidup sebelum pandemi
c. taraf hidup saat pandemi = Taraf hidup sebelum pandemi

Test Statisticsa
taraf hidup saat pandemi - Taraf
hidup sebelum pandemi
Z -6.044b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.

1. Tingkat Pendapatan

Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Sebelum pandemi 45 2.62 .535 1 3
Saat pandemi 45 1.76 .679 1 3

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Saat pandemi - Negative Ranks 37a 19.00 703.00
Sebelum b
Positive Ranks 0 .00 .00
pandemi Ties 8 c

Total 45
a. Saat pandemi < Sebelum pandemi
b. Saat pandemi > Sebelum pandemi
c. Saat pandemi = Sebelum pandemi

Test Statisticsa
Saat pandemi - Sebelum
pandemi
Z -5.940b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
85

2. Tingkat Pengeluaran

Descriptive Statistics
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum
Sebelum pandemi 45 2.36 .570 1 3
Saat pandemi 45 2.11 .647 1 3

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Saat pandemi - Negative Ranks 13a 8.00 104.00
Sebelum Positive Ranks 2b 8.00 16.00
pandemi Ties 30 c

Total 45
a. Saat pandemi < Sebelum pandemi
b. Saat pandemi > Sebelum pandemi
c. Saat pandemi = Sebelum pandemi

Test Statisticsa
Saat pandemi - Sebelum pandemi
Z -2.840b
Asymp. Sig. (2-tailed) .005
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.

3. Status Kepemilikan Rumah

Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Sebelum pandemi 45 2.36 .830 1 3
Saat pandemi 45 2.33 .853 1 3

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Negative Ranks 1a 1.00 1.00
86

Saat pandemi - Positive Ranks 0b .00 .00


Sebelum Ties 44c
pandemi Total 45
a. Saat pandemi < Sebelum pandemi
b. Saat pandemi > Sebelum pandemi
c. Saat pandemi = Sebelum pandemi

Test Statisticsa
Saat pandemi - Sebelum pandemi
Z -1.000b
Asymp. Sig. (2-tailed) .317
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.

4. Tingkat Akses Pendidikan

Descriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
Sebelum Pandemi 45 2.98 .149 2 3
Saat Pandemi 45 1.11 .318 1 2

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
Saat Pandemi - Negative Ranks 45 23.00 1035.00
Sebelum Pandemi Positive Ranks b
0 .00 .00
Ties 0c
Total 45
a. Saat Pandemi < Sebelum Pandemi
b. Saat Pandemi > Sebelum Pandemi
c. Saat Pandemi = Sebelum Pandemi

Test Statisticsa
Saat Pandemi -
Sebelum
Pandemi
Z -6.365b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
87

5. Tingkat akses layanan Kesehatan

Descriptive Statistics
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum
Tingkat Akses Layanan 45 2.98 .149 2 3
Kesehatan
sebelum pandemi
Tingkat Akses layanan 45 2.00 .739 1 3
Kesehatan saat
pandemi

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
Tingkat Akses layanan Negative Ranks 33a 17.00 561.00
Kesehatan saat Positive Ranks 0b .00 .00
pandemi - Tingkat Ties 12 c

Akses Layanan Total 45


Kesehatan
sebelum pandemi
a. Tingkat Akses layanan Kesehatan saat pandemi < Tingkat Akses Layanan
Kesehatan sebelum pandemi
b. Tingkat Akses layanan Kesehatan saat pandemi > Tingkat Akses Layanan
Kesehatan sebelum pandemi
c. Tingkat Akses layanan Kesehatan saat pandemi = Tingkat Akses Layanan
Kesehatan sebelum pandemi

Test Statisticsa

Tingkat Akses layanan Kesehatan saat pandemi -


Tingkat Akses Layanan Kesehatan sebelum
pandemi
Z -5.224b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on positive ranks.
88

6. Tingkat akses teknologi dan informasi

Descriptive Statistics
Std.
N Mean Deviation Minimum Maximum
Tingkat Akses Teknologi 45 1.93 .720 1 3
dan Informasi
Sebelum Pandemi
Tingkat Akses Teknologi 45 2.36 .609 1 3
dan Informasi Saat
Pandemi

Ranks
N Mean Rank Sum of Ranks
a
Tingkat Akses Teknologi Negative 2 12.00 24.00
dan Informasi Saat Rank
Pandemi - Tingkat s
Akses Teknologi Positive 21b 12.00 252.00
dan Informasi Rank
Sebelum Pandemi s
Ties 22c
Total 45
a. Tingkat Akses Teknologi dan Informasi Saat Pandemi < Tingkat Akses
Teknologi dan Informasi Sebelum Pandemi
b. Tingkat Akses Teknologi dan Informasi Saat Pandemi > Tingkat Akses
Teknologi dan Informasi Sebelum Pandemi
c. Tingkat Akses Teknologi dan Informasi Saat Pandemi = Tingkat Akses
Teknologi dan Informasi Sebelum Pandemi

Test Statisticsa
Tingkat Akses Teknologi dan Informasi Saat
Pandemi - Tingkat Akses Teknologi dan
Informasi Sebelum Pandemi
Z -3.962b
Asymp. Sig. (2-tailed) .000
a. Wilcoxon Signed Ranks Test
b. Based on negative ranks.
89

d. Crosstabs

Tingkat Perubahan Sumber Struktur Nafkah * Tingkat Perubahan Taraf Hidup


Crosstabulation
Tingkat Perubahan Taraf Hidup
Rendah Tetap Tinggi Total
Tingkat Tetap Count 19 2 1 22
Perubahan % within Tingkat 86.4% 9.1% 4.5% 100.0%
Sumber Struktur Perubahan
Nafkah Sumber Struktur
Nafkah
Berubah Count 17 4 2 23
% within Tingkat 73.9% 17.4% 8.7% 100.0%
Perubahan
Sumber Struktur
Nafkah
Total Count 36 6 3 45
% within Tingkat 80.0% 13.3% 6.7% 100.0%
Perubahan
Sumber Struktur
Nafkah

e. Uji korelasi Rank Spearman


Correlations
Tingkat
Perubahan Tingkat
Sumber Perubahan Taraf
Struktur Nafkah Hidup
Spearman's Tingkat Perubahan Correlation Coefficient 1.000 .155
rho Sumber Struktur Sig. (2-tailed) . .310
Nafkah N 45 45
Tingkat Perubahan Correlation Coefficient .155 1.000
Taraf Hidup Sig. (2-tailed) .310 .
N 45 45
90
Lampiran 7 Kerangka Sampling
No. Nama Usia Sektor Pekerjaan Keterangan
1. DS 47 Non Farm PEKKA Luar Biasa
2. TT 39 Non Farm PEKKA Biasa
3. MLH 48 Non Farm PEKKA Luar Biasa
4. CH 64 Non Farm PEKKA Biasa
5. TM 55 On Farm PEKKA Luar Biasa
6. ISK 25 Non Farm PEKKA Luar Biasa
7. E 34 On Farm PEKKA Luar Biasa
8. EN 37 Non Farm PEKKA Luar Biasa
9. LLH 50 Non Farm PEKKA Biasa
10. NR 48 Non Farm PEKKA Biasa
11. DW 27 Non Farm PEKKA Luar Biasa
12. MM 65 On Farm PEKKA Luar Biasa
13. ARP 30 Non Farm PEKKA Biasa
14. TN 36 Off Farm PEKKA Luar Biasa
15 AP 36 Non Farm PEKKA Luar Biasa
16. NR 35 Non Farm PEKKA Luar Biasa
17. EL 49 Non Farm PEKKA Biasa
18. EW 30 Non Farm PEKKA Luar Biasa
19. NG 52 Non Farm PEKKA Luar Biasa
20. SH 51 Non Farm PEKKA Biasa
21. ELN 39 Off Farm PEKKA Luar Biasa
22. NN 50 Non Farm PEKKA Luar Biasa
23. HH 48 Non Farm PEKKA Luar Biasa
24. FL 33 Non Farm PEKKA Luar Biasa
25. YR 62 On Farm PEKKA Biasa
26. ND 50 Non Farm PEKKA Luar Biasa
27. OOM 64 Non Farm PEKKA Biasa
28. CC 40 Non Farm PEKKA Luar Biasa
29. SMR 42 Non Farm PEKKA Luar Biasa
30. CL 39 Off Farm PEKKA Luar Biasa
31. ER 52 Non Farm PEKKA Luar Biasa
32. SJ 40 Off Farm PEKKA Luar Biasa
33. HP 70 Off Farm PEKKA Biasa
34. YT 57 Non Farm PEKKA Luar Biasa
35. NF 59 Off Farm PEKKA Luar Biasa
36. EF 35 Non Farm PEKKA Luar Biasa
37. AN 32 Non Farm PEKKA Luar Biasa
38. KA 48 Non Farm PEKKA Luar Biasa
39. TH 42 Non Farm PEKKA Biasa
40. CTN 49 Non Farm PEKKA Luar Biasa
41. LS 48 Non Farm PEKKA Luar Biasa
42. EHY 32 Off Farm PEKKA Biasa
43. ENG 29 Non Farm PEKKA Biasa
44. UH 24 Non Farm PEKKA Luar Biasa
45. ES 28 Non Farm PEKKA Biasa
46. AS 47 Non Farm PEKKA Biasa
47. LD 55 Non Farm PEKKA Biasa
91

48. FA 29 Off Farm PEKKA Luar Biasa


49. ES 52 On Farm PEKKA Biasa
50. ER 47 On Farm PEKKA Luar biasa
51. IS 56 Non Farm PEKKA Biasa
52. RY 54 Non Farm PEKKA Luar Biasa
53. IK 60 Off Farm PEKKA Biasa
54. TH 37 Non Farm PEKKA Luar Biasa
55 K 49 Off Farm PEKKA Biasa
56. TS 70 Tidak bekerja PEKKA Biasa
57. T 69 Non Farm PEKKA Biasa
58. SO 77 Non Farm PEKKA Biasa
59. RF 21 Tidak bekerja PEKKA Luar Biasa
92
Lampiran 8 Tulisan Tematik

Perempuan Kepala Rumah Tangga (PEKKA)


Perempuan kepala rumah tangga di Desa Sukanagalih cukup banyak karena
wilayah tersebut terkenal dengan praktik nikah dini dan nikah kontrak. Hal tersebut
karena terdapat Kota Wisata Bunga yang berdekatan dengan Desa Sukanagalih dan
banyak wisatawan asing yang berkunjung maupun berinvestasi untuk Kota Wisata
Bunga yang akhirnya menetap di wilayah ini dan melakukan praktik nikah kontrak
dengan perempuan lokal.
“… perempuan kepala rumah tangga ya tangguh, kan banyak yang udah
tua-tua terus emang sendiri tapi tetap bisa bertahan hidup, cari uang
sendiri apalagi yang masih punya anak neng..” (D, Aparat Desa
Sukanagalih)

“… kalau disini emang banyak (perempuan kepala rumah tangga) neng,


dari dulu tahun 90an, yang masih-masih muda juga dikawinin sama arab-
arab tuh, maklum neng faktor ekonomi, kan banyak juga yang udah ngga
mau sekolah dikawinin aja dari pada kenapa-kenapa…” (KI, Warga Desa
Sukanagalih)

‘’. Kalau di Cianjur sendiri memang sudah dari awal dibentuk PEKKA
karena termasuk wilayah dengan jumlah perempuan kepala rumah tangga
tinggi, alhamdulillah anggotanya pada aktif sampe sekarang juga paling
banyak anggota aktif nya, udah pada jadi kader-kader, udah bisa bikin
usaha sendiri..” (O, Staff Serikat PEKKA)

“… ini saya neng korban ketidakadilan gender, jadi dulu saya kerja jadi
buruh terus di PHK karena perempuan, udah ngga tau lagi gimana neng
waktu itu jadi gabung di PEKKA alhamdulillah bisa mengembangkan diri,
jadi lebih PD mau ngelakuin apa aja gitu …” (J, Kader PEKKA Cianjur)

Perubahan Struktur Nafkah


Desa Sukanagalih Kabupaten Cianjur terkenal dengan Kawasan wisata Kota
Bunga dan wilayah dengan jumlah pernikahan dini tertinggi sehingga cukup banyak
jumlah ruamh tangga yang dikepalai perempuan baik karena bercerai, suami
merantau, atau memang suami tidak bisa mencari nafkah. Pandemi Covid-19 telah
memberi dampak yang sangat besar terhadap kehidupan, termasuk kehidupan kamu
marginal seperti perempuan kepala rumah tangga. Faktor eksternar seperti
terjadinya pandemi Covid-19 ini telah membuat para perempuan kepala rumah
tangga mengalami keterbatasan bahkan kehilangan mata pencahariannya .
“… secara umum berubah ya, banyak yang menjadi sangat miskin. Banyak
yang awalnya bekerja di pertanian lalu saat pandemi menjadi produksi
masker, atau yang awalnya bekerja sebagai buruh menjadi kembali ke
pertanian organik atau hanya di pekarangan rumah. Saat pandemi, sangat
terbatas sekali membuat mereka semakin terpuruk, hampir 100%
kehilangan pekerjaan,..” (NZ, Ketua Serikat PEKKA Nasional)

“…perubahan drastistis pisan euy, apalagi keuangan neng. Saya yang


awalnya masih bisa ngajar ngaji, jahit buat tambahan tuh, pas pandemic
93

mah boro-boro, jadi bantu suami aja ternak ikan, itu juga ngga seberapa,
pasar sepi kan neng baru-baru pandemi teh …” (ND, 50 tahun)

“… iya, pandemi sangat berpengaruh. Saya kan pengelola keuangan


koperasi simpan pinjam, angsuran tanpa denda, uang dari pemeritah ke
desa dari April yang dikeluarkan tidak sesuai, pembayaran angsuran
anggota juga tertunda karena banyak yang di PHK, di potong gaji, gitu-
gitu neng..” (NF, 59 tahun)

Pada masa pandemi, sektor mata pencaharian rumah tangga yang dikepalai
perempuan tergolong sangat tidak menentu, tidak sedikit yang beralih dari satu
sektor ke sektor lainnya. Selain itu banyak juga yang memilih bekerja serabutan
dan melakukan kegiatan sosial dengan imbalan yang tidak menentu.

Perubahan Taraf Hidup


Segala keterbatasan akibat terjadinya pandemi Covid-19 membuat rumah
tangga yang dikepalai perempuan di Desa Sukanagalih mengalami penurunan
tingkat taraf hidup. Hampeir seluruh variabel tingkat taraf hidup yang diikur
mengalami penurunan kecuali status kepemilikan rumah dan tingkat akses
teknologi dan informasi. Untuk status kepemilikan rumah mayoritas responden
sudah memiliki rumah sendiri sehingga tidak ada perubahan saat pandemi Covid-
19, sedangkan untuk tingkat akses teknologi dan informasi mengalami peningkatan
kepemilikan dan penggunaan karena harus mampu beradaptasi dengan kondisi saat
pandemi Covid-19 dimana segala kegiatan dialihkan menjadi dalam jaringan
(online) yang harus menggunakan gadget seperti hp android/laptop.

Tingkat Pendapatan
Taraf hidup rumah tangga yang dikepalai perempuan jika dilihat dari tingkat
pendapatan sangat mengalami penurunan. Hampir semua responden menyatakan
bahwa terjadi perubahan yang signifikan pada pendapatan hasil bekerja.
“ … benar-benar luar biasa neng ekonomi mah ya, pas pandemi lockdown
ngga bisa ngapa-ngapain, kerja dirumahkan dulu, anak harus tetep makan
tapi penghasilan kurang banget. Suami juga ngojek mana ada yang mau neng
awal-awal tuh.” (KA, 48 Tahun)

Tingkat Pengeluaran
Selain tingkat pendapatan, terdapat indikator tingkat pengeluaran yang juga
dapat menentukan tingkat taraf hidup suatu rumah tangga. Menurut responden dan
informan, tidak sedikit rumah tangga yang memiliki pengeluaran yang lebih besar
daripada penghasilan yang didapatkannya. Pada saat pandemi, beberapa responden
juga menyatakan pengeluaran melonjak tinggi karena ada penambahan seperti
untuk kuota internet sekolah anak dan juga makanan bergizi serta vitamin untuk
menjaga tubuh dari penyebaran virus Covid-19.
“… aduh neng, lagi begini emang pengeluaran awalnya pengen diirit-irit,
tapi makin kesini ngga bisa neng, kondisi begini kan makan tetep harus,
apalagi disuruh jaga imun kadang-kadang beli vitamin, anak yang pada
sekolah juga perlu uang buat beli kuota soalnya kuota yang dari pemerintah
94
ngga bisa dipake neng percuma, jadi kalo diitung-itung mah kayanya makin
gede si pengeluarannya…” (TH,42 tahun)
“ … listrik jadi naik padahal penggunaan udah dikurangin neng, terus saya
juga udah ngajuin untuk di data sebagai penerima bantuan tapi teteh weh
ngga dapet…” (SH, 51 tahun)
“… nih ya neng, kalo anggota kelompok ibu ngeluhnya sih emang ada subsidi
listrik buat yang 450 (watt) tapi biayanya dipake buat yang lain-lainnya juga
kaya pulsa mesti beli mulu, terus yang listrik diatas 900 (watt) juga neng kan
jadinya tinggi karena subsidi itu…” (NR, Ketua Kelompok Rizki Abadi)

Berdasarkan informasi yang didapatkan, memang terjadi penurunan tingkat


pengeluaran, namun tidak sedikit juga yang mengalami peningkatan sehingga
melakukan berbagai cara agar kebutuhan hidup tetap terpenuhi.

Status Kepemilikan Rumah


Indikator status kepemilikan rumah tidak mengalami perubahan yang
signifikan karena kebanyakn rumah tangga yang dikepalai perempuan di Desa
Sukanagalih sudah memiliki rumah sendiri.
“ … kalau rumah mah ngga ada perubahan ya neng tetep disini, karena udah
milik sendiri, biar nyicil juga alhamdulillah .. “ (CTN, 44 tahun)
Berdasarkan hasil penelitian hanya ada satu responden yang mengalami perubahan
status kepemilikan rumah dari mengontrak menjadi menumpang dengan keluarga
lainnya karena saat pandemi Covid-19 pneghasilan tidak mencukupi untuk biaya
kontrakan.

Tingkat Akses Pendidikan Anak


Tingkat akses terhadap pendidikan juga dapat menentukan tingkat taraf
hidup. Dalam penelitian ini dilihat berdasarkan kesulitan akses pendidikan untuk
anak sebelum dan saat pandemi Covid-19. Berdasarkan hasil penelitian, seluruh
responden merasakan kesulitan dalam mengakses pendidikan untuk anak dengan
sistem baru yang diberlakukan pada saat pandemi yaitu sistem dalam jaringan
(online) yang dilaksanakan dari rumah.

“… kalau untuk pendidikan pasti ibu-ibu kesulitan, karena banyak yang


masih gagap teknologi, makanya PEKKA sendiri sedang menegaskan
pelatihan dan keterampilan akses teknologi, karena sekarang program-
program juga dilaksanakannya secara online ya melalui zoom, mereka
harus paham minimal pakai hp android lah…” (OF, Koordinator
Program PEKKA)
“ .. pusing banget neng, dirumah kan ngga ada guru, orang tua nyuruh
belajar juga kadang-kadang ngga di denger malah kaheula wae …” (NR,
35 tahun)

Tingkat Akses Layanan Kesehatan


Askes layanan kesehatan saat pandemi sangat terbatas, berdasarkan informasi
yang didapatkan banyak responden yang merasa tidak nyaman atau kurang puas
dengan pelayanan yang diberikan sehingga tingkat akses layanan kesehatan pada
masa pandemi cukup mengalami penurunan.
95

“ … sekarang kebanyakan takutnya, udah gitu pelayanan ngga enak malah


bikin sakit hati aja kalau ke puskesmas gitu, terus BPJS juga ngga berguna
jadinya …” (ELN, 39 tahun)
Saat pandemi Covid-19 banyak responden yang memilih untuk mengakses
layanan kesehatan seperti klinik dan bidan terdekat karena pelayanan puskesmas
dan rumah sakit kurang memuaskan. BPJS hanya bisa digunakan di puskesmas dan
rumah sakit sedangkan kalau di klinik harus tetap membayar.
Tingkat Akses Teknologi dan Informasi
Pada saat pandemi Covid-19, tingkat akses teknologi dan informasi
mengalami peningkatan yang disebabkan kebijakan lockdown dan melakukan
segala kegiatan dari rumah dan dalam jaringan (Online). Hal tersebut
mengharuskan para perempuan kepala rumah tangga di Desa Sukanagalih harus
tanggap dalam mengakses teknologi dan informasi.
“ … saya neng awalnya dirumah cuma tv biasa, pas pandemi eta teh maksain
buat punya hp android, ikut-ikut kegiatan desa kan kadang nge zoom juga,
terus anak juga sekolah sekarang dari WA aja …” (CL, 39 tahun)
“… pandemi gini kan ngga bisa rapat langsung rame-rame neng, jadi kadang
rapat dari WA , atau kalau ada pertemuan penting pake zoom sama
masyarakat juga jadi harus punya hp sekarang mah… “ (D, Aparat Desa
Sukanagalih)
Masyarakat Desa Sukanagalih sangat merasakan perbedaan dalam
mengakses teknologi dan informasi pada saat pandemi Covid-19 tidak terkecuali
para perempuan kepala rumah tangga. Kebutuhan akan teknologi dan informasi
yang awalnya dirasa sebaga kebutuhan sekunder sudah seperti kebutuhan primer
untuk beradaptasi dengan kondisi pandemi Covid-19.
96

Lampiran 9 Dokumentasi Penelitian

Gambar 5 Wawancara mendalam dengan informan

Gambar 6 Wawancara dengan responden

Gambar 7 Perkebunan bunga


97

Gambar 6 Kondisi Serikat PEKKA Cianjur


98

RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Dela Meidyka Sari dan biasa dipanggil Dela. Lahir
di Jakarta, 18 Mei 1999 dan merupakan anak kedua dari dua bersaudara dari
pasangan Alm. Raden Edy Rustomo dan Lilis Ratnasih. Riwayat pendidikan
penulis dimulai dari tingkat yang paling rendah yaitu SD Negeri 15 Kebon Jeruk
(2005-2011), SMP Negeri 75 Jakarta (2011-2014), dan SMA Negeri 65 Jakarta
(2014-2017). Selanjutnya pada tahun 2017, penulis melanjutkan studi S1 di
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, IPB melalui jalur tertulis SBMPTN. Selama berkuliah di IPB, penulis
aktif bergabung dan mengikuti kegiatan organisasi seperti Unit Kegiatan
Mahasiswa Music Agriculture X-pression!! (UKM MAX!!) pada tahun 2018-2019
dan masuk kedalam divisi Event Organizer sebagai Liaison officer, ketua divisi
acara, dan show director. Penulis juga aktif bergabung dalam Himpunan
Mahasiswa Peminat Ilmu-ilmu Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
(HIMASIERA) periode 2019-2020 pada divisi Community Development. Selain
itu, penulis juga turut berpartisipasi dalam acara departemen, fakultas, sampai
rektorat serta mengikuti kegiatan eksternal seperti pelatihan, seminar, dan
mengikuti beberapa event musik, olahraga, dan food festival sebagai volunteer.
99

Anda mungkin juga menyukai