Anda di halaman 1dari 149

ANALISIS GENDER PADA KETAHANAN PANGAN RUMAH

TANGGA PETANI AGROFORESTRI


(Kasus: Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat)

FITRI SUMINAR MEGANTARA

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
PERNYATAAN MENGENAI SUMBER SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “ANALISIS


GENDER PADA KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI
AGROFORESTRI” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal dari atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain yang telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka pada bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2021

Fitri Suminar Megantara


NIM I34150103
ABSTRAK
FITRI SUMINAR MEGANTARA. Analisis Gender pada Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Petani Agroforestri (Kasus: Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat). Dibimbing oleh NURAINI W
PRASODJO.

Ketahanan pangan masih menjadi isu global yang mendapat perhatian serius dari
berbagai negara internasional. Pertanian dengan sistem agroforestri dapat
ditawarkan untuk mengatasi masalah pangan. Namun, permasalahan
ketidaksetaraan gender dinilai dapat menjadi penyebab masalah kerawanan
pangan. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri dan kaitannya dengan pengambilan keputusan rumah
tangga serta peran pembagian peran dalam pengelolaan pangan rumah tangga
petani agroforestri. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan mengambil
sampel 60 rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Data kuantitatif dikumpulkan dengan
instrumen kuesioner dan didukung dengan data kualitatif melalui panduan
wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menemukan adanya hubungan
positif antara pembagian peran gender dengan tipe pengambilan keputusan rumah
tangga petani agroforestri. Hubungan positif juga ditemukan antara tipe
pengambilan keputusan rumah tangga dalam menentukan alokasi lahan untuk
budidaya dengan ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri.
Kata kunci: agroforestri, gender, ketahanan pangan, pengambilan keputusan,
rumah tangga

ABSTRACT
FITRI SUMINAR MEGANTARA. Gender Analysis on Household Food Security
of Agroforestry Farmers (Case: Sukaluyu Village, Nanggung District, Bogor
Regency, West Java). Supervised by NURAINI W PRASODJO.
Food security is still a global issue that has received serious attention from various
international countries. Agriculture with agroforestry systems offered to address
the food problem. However, the problem of gender inequality is considered to be
the cause of the problem of food insecurity. This study aims to map the household
food security of agroforestry farmers and its correlation to household decision
making and the role of division of roles in agroforestry farmer household food
management. This study used a survey method by taking a sample of 60
agroforestry farmer households in Sukaluyu Village, Nanggung District, Bogor
Regency, West Java. Quantitative data is collected with questionnaire instrument
and supported by qualitative data through in-depth interview guides. The results
of this study found a positive correlation between the division of gender roles and
the type of household decision making for agroforestry farmers. The positive
relationships were also found between the type of household decision making in
determining the allocation of land for cultivation with household food security of
agroforestry farmers.
Keywords: agroforestry, decision making, food security, gender, household.
ANALISIS GENDER PADA KETAHANAN PANGAN RUMAH
TANGGA PETANI AGROFORESTRI
(Kasus: Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat)

FITRI SUMINAR MEGANTARA


I34150103

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat

DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2021
PRAKATA
Puji syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
skripsi yang berjudul “Analisis Gender pada Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Agroforestri” ini dengan baik. Skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi
Manusia, Universitas IPB.
Penulis juga menyadari dalam proses penulisan skripsi ini dapat
terselesaikan atas kontribusi dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dr Ir Nuraini W Prasodjo, MS selaku pembimbing yang telah membimbing,
mendukung, dan memberikan masukan dan motivasi kepada penulis selama
penulisan skripsi ini.
2. Kedua orang tua tercinta, Ibu Siti Jamilah dan Bapak Dedi Sumitra serta
kakak dan adik tercinta Dewi Intan Purnama Alam dan Muhamad Ihsan
Fadilah yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada penulis tanpa
henti.
3. Sahabat se-bimbingan Sri Devi Wahyuni, yang telah berjuang membersamai
penulis selama menyelesaikan skripsi ini.
4. Sahabat-sahabat tercinta Ghania, Yani, Odi, Chika, Hani, Devi, yang telah
memberikan dukungan dan selalu memotivasi penulis.
5. Keluarga besar SKPM 52 yang telah membersamai penulis selama proses
pembelajaran di perkuliahan.
6. Keluarga besar Rumah Quran 2 IPB yang senantiasa mendukung dan selalu
memberikan semangat, terkhusus kepada sahabat-sahabat shalihah bonus
dari Allah, Dian, Husna, Salma, Arih, Rista, Nur Rahmah, Ariqoh, Niya,
Esti, Resti, Tuha, Tazki, Meina, Srizel, dan yang lainnya yang belum dapat
tersebut dalam tulisan ini.
7. Keluarga besar LDK Al-Hurriyyah IPB terkhusus akhwat LDK angkatan 52
yang telah memberikan semangat kepada penulis.
8. Keluarga DPM FEMA yang telah memberikan dukungan kepada penulis.
9. Keluarga Da’i Muda Cordofa, Komunitas Teater Unsur, dan yang lainnya
yang belum dapat tersebut dalam tulisan ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat
berbagai kekurangan, sehingga kritik dan saran yang membangun sangat
diharapkan. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat.

Bogor, Juni 2021

Fitri Suminar Megantara


NIM. I34150103
DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Masalah Penelitian 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
II PENDEKATAN TEORITIS 5
2.1 Tinjauan Pustaka 5
2.1.1 Pangan 5
2.1.2 Ketahanan Pangan 6
2.1.3 Pengukuran Ketahanan Pangan 8
2.1.4 Rumah Tangga Petani Agroforestri 10
2.1.5 Konsep Gender 13
2.1.6 Analisis Gender 14
2.1.7 Peran Gender dalam Ketahanan Pangan 17
2.2 Kerangka Pemikiran 18
2.3 Hipotesis Penelitian 20
III METODOLOGI PENELITIAN 22
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 22
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 23
3.3 Teknik Penentuan Responden dan Informan 23
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data. 24
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 26
3.6 Definisi Operasional 27
IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 32
4.1 Kondisi Geografis 32
4.2 Kondisi Demografis dan Sosial Budaya 33
4.3 Kondisi Sarana dan Prasarana 33
4.3.1 Transportasi 34
4.3.2 Perdagangan 34
4.3.3 Pendidikan 34
4.3.4 Kesehatan 35
4.3.5 Peribadatan 36
4.4 Gambaran Umum Pertanian Agroforestri Desa Sukaluyu 36
V KARAKTERISTIK RESPONDEN 38
5.1 Tingkat Pendidikan Suami dan Istri 38
5.2 Usia Suami dan Istri 39
5.3 Ukuran Rumah Tangga 40
5.4 Status Kepemilikan Lahan Agroforestri 40
5.5 Status Kepemilikan Lahan Sawah 41
viii

VI TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI


AGROFORESTRI 42
6.1 Ketersediaan Pangan 43
6.2 Akses Pangan 46
6.3 Pemanfaatan Pangan 50
6.4 Kondisi Ketahanan Pangan Pada Rumah Tangga Petani
Agroforestri Desa Sukaluyu 55
6.4.1 Rumah Tangga Tahan Pangan 55
6.4.2 Rumah Tangga Tidak Tahan Pangan 57
6.5 Ikhtisar 59
VII PERAN GENDER PADA RUMAH TANGGA PETANI
AGROFORESTRI 60
7.1 Pengelolaan Pertanian Agroforestri 61
7.2 Pengelolaan Pertanian Padi Sawah 63
7.3 Penyediaan Makanan 66
7.4 Aktivitas Keuangan 67
7.5 Ikhtisar 68
VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN RUMAH TANGGA PETANI
AGROFORESTRI 69
8.1 Tipe Pengambilan Keputusan Rumah Tangga Petani
Agroforestri 69
8.2 Tipe Pengambilan Keputusan dengan Ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri 72
8.3 Ikhtisar 75
IX HUBUNGAN PEMBAGIAN PERAN GENDER DENGAN TIPE
PENGAMBILAN KEPUTUSAN RUMAH TANGGA PETANI
AGROFORESTRI 76
9.1 Hubungan Pembagian Peran Gender dengan Tipe Pengambilan
Keputusan Rumah Tangga Petani Agroforestri 76
X HUBUNGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN
KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI
AGROFORESTRI 78
10.1 Hubungan Pengambilan Keputusan dengan Ketersediaan Pangan
Rumah Tangga Petani Agroforestri 79
10.2 Hubungan Pengambilan Keputusan dengan Akses Pangan
Rumah Tangga Petani Agroforestri 80
10.3 Hubungan Tipe Pengambilan Keputusan dengan Pemanfaatan
Pangan Rumah Tangga Petani Agroforestri 81
10.4 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam aspek pengelolaan
pertanian dengan ketahanan pangan rumah tangga dan
dimensinya 82
10.5 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam aspek pengaturan
keuangan dengan ketahanan pangan rumah tangga dan
dimensinya 88
10.6 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam aspek penyediaan
makan dengan ketahanan pangan rumah tangga dan dimensinya 94
ix

XI PENUTUP 98
11.1 Simpulan 98
11.2 Saran 99
DAFTAR PUSTAKA 101
LAMPIRAN 107
RIWAYAT HIDUP 135
DAFTAR TABEL

2.1 Kontinuitas ketersediaan pangan rumah tangga 8


2.2 Pembagian perempuan dan laki-laki dalam usahatani di wilayah
dampingan proyek FORMACS 12
2.3 Perbedaan seks dan gender 13
2.4 Profil aktivitas kerangka analisis Harvard 15
2.5 Profil akses dan kontrol/manfaat 16
3.1 Jenis data dalam penelitian 24
3.2 Teknik pengumpulan data 25
3.3 Definisi operasional 27
4.1 Luas lahan dan persentase luas lahan menurut jenis penggunaannya di
Desa Sukaluyu tahun 2018 32
4.2 Jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Desa
Sukaluyu tahun 2018 33
4.3 Jumlah fasilitas pendidikan di Desa Sukaluyu tahun 2018 35
4.4 Jumlah fasilitas kesehatan di Desa Sukaluyu tahun 2018 35
4.5 Jumlah fasilitas peribadatan di Desa Sukaluyu tahun 2018 36
5.1 Jumlah, persentase, dan nilai rata-rata responden menurut tingkat
pendidikan di Desa Sukaluyu tahun 2019 38
5.2 Jumlah, persentase, dan nilai rata-rata responden menurut usia di Desa
Sukaluyu tahun 2019 39
5.3 Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut ukuran
rumah tangga di Desa Sukaluyu tahun 2019 40
5.4 Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut status
kepemilikan lahan agroforestri rumah tangga responden di Desa
Sukaluyu tahun 2019 40
5.5 Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut status
kepemilikan lahan sawah di Desa Sukaluyu tahun 2019 41
6.1 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 42
6.2 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat ketersediaan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 43
6.3 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat akses
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 46
6.4 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses langsung terhadap
pangan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020 47
6.5 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses fisik terhadap
pangan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020 48
6.6 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses sosial terhadap
pangan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020 49
xi

6.7 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pemanfaatan


pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 51
6.8 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut konsumsi protein
hewani di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020 51
6.9 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut konsumsi protein nabati
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 53
6.10 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses pangan protein
hewani di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020 53
6.11 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses pangan protein
hewani di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020 54
7.1 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 60
7.2 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam pengelolaan pertanian agroforestri rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 61
7.3 Perbandingan nilai rata-rata curahan waktu berdasarkan gender
menurut pembagian peran pertanian agroforestri rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 63
7.4 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam pengelolaan pertanian padi sawah rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 64
7.5 Perbandingan nilai rata-rata curahan waktu berdasarkan gender
menurut pembagian peran pertanian padi sawah rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 66
7.6 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam penyediaan makanan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 66
7.7 Perbandingan nilai rata-rata curahan waktu berdasarkan gender
menurut pembagian peran penyediaan makanan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 67
7.8 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam aktivitas keuangan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 67
xii

8.1 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tipe pengambilan


keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 69
8.2 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tipe pengambilan
keputusan dalam aspek pertanian, keuangan, dan pangan di rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 70
8.3 Jumlah dan persentase rumah tangga tahan pangan berdasarkan tipe
pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
tahun 2020 73
8.4 Jumlah dan persentase rumah tangga rentan pangan berdasarkan tipe
pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
tahun 2020 74
9.1 Hubungan tingkat pembagian peran dalam rumah tangga dengan tipe
pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
tahun 2020 76
10.1 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dengan ketahanan pangan dan dimensinya 78
10.2 Hubungan tipe pengambilan keputusan dengan tingkat ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 79
10.3 Hubungan tipe pengambilan keputusan dengan tingkat ketersediaan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 80
10.4 Hubungan tipe pengambilan keputusan dengan tingkat akses pangan
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 80
10.5 Hubungan tipe pengambilan keputusan dengan tingkat pemanfaatan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 81
10.6 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dalam aspek pengelolaan pertanian dengan ketahanan pangan rumah
tangga dan dimensinya 82
10.7 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi
lahan untuk budidaya dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 83
10.8 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi
lahan untuk budidaya dengan tingkat ketersediaan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 84
10.9 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam menentukan jenis
tanaman yang akan dibudidayakan dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 86
xiii

10.10 Hubungan pengambilan keputusan dalam menentukan jenis tanaman


yang akan dibudidayakan dengan tingkat ketersediaan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 87
10.11 Hubungan pengambilan keputusan dalam menentukan hasil panen
tanaman pangan dijual atau dikonsumsi dengan tingkat ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 88
10.12 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dalam aspek pengaturan keuangan dengan ketahanan pangan rumah
tangga 89
10.13 Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan anggaran
belanja non pangan dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 90
10.14 Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan prioritas
pengeluaran dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 91
10.15 Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan anggaran
belanja untuk pangan dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 92
10.16 Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan anggaran
belanja untuk pangan dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 93
10.17 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dalam aspek penyediaan makan dengan ketahanan pangan rumah
tangga 94
10.18 Hubungan pengambilan keputusan dalam mengatur menu makan di
rumah dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 95
10.19 Hubungan pengambilan keputusan dalam mengatur menu makan di
rumah dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020 96

DAFTAR GAMBAR

2.1 Kerangka Pemikiran 20


xiv

DAFTAR LAMPIRAN

1 Peta Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa


Barat 108
2 Jadwal Penelitian 109
3 Kuesioner Penelitian 110
4 Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam 119
5 Daftar responden 121
6 Hasil tabulasi silang dan uji korelasi 123
7 Dokumentasi Lapang 134
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ketahanan pangan masih menjadi isu global yang mendapat perhatian serius
dari berbagai negara internasional. Hal ini disebabkan karena pangan menjadi
kebutuhan dasar yang penting untuk dipenuhi dalam kehidupan. Beberapa waktu
lalu, dunia terbangun dengan adanya deklarasi kelaparan di bagian Sudan Selatan
yang beberapa kali diumumkan dalam kurun waktu selama enam tahun (IFPRI
2017). Organisasi pangan dan dunia FAO (2018) menyebutkan bahwa pada tahun
2017, 821 juta orang di dunia masih mengalami kelaparan dan gizi kronis dan
sebagian besar berada di negara-negara berkembang. Hal ini apabila dihitung
memiliki jumlah setara dengan tiga kali penduduk Indonesia.
Secara global, suplai pangan mampu mencukupi tuntutan kebutuhan pangan
dua kali jumlah populasi manusia. Cadangan makanan di dunia berupa gandum,
beras dan biji-bijian lain mencapai 3500 kkal/kapita/hari (Lappe et al. 1998),
sedangkan kebutuhan konsumsi dasar manusia sebesar 2.200 Kkal/kapita/hari
(Poerwanto 2015). Akan tetapi, berdasarkan data kelaparan global menunjukkan
bahwa meskipun secara agregat kebutuhan pangan tersedia, pemenuhan pangan
belum tentu dapat memenuhi kebutuhan pangan sampai tingkat rumah tangga
bahkan sampai ke tingkat individu. Penyebabnya dapat diketahui bahwa pada
proses pendistribusian tidak dapat dihindari ada 33 persen sampai dengan 50
persen pangan yang hilang menjadi limbah pangan (Dzanku 2018).
Tingginya angka pertumbuhan penduduk dikhawatirkan akan memberikan
dampak negatif bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk dunia
mengalami peningkatan sangat pesat yaitu diperkirakan akan mencapai 9,8 miliar
pada tahun 2050 (HLPE 2017). Pertumbuhan penduduk yang tidak dapat
dikendalikan akan meningkatkan kebutuhan pangan sekaligus mempersempit
lahan dan kemampuan lahan dalam menghasilkan pangan. Maltus pada awal abad
ke-18 dalam teorinya menyatakan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur
dan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung, sehingga apabila tidak ada
keseimbangan antar keduanya, manusia akan kehabisan bahan pangan (Pieris
2015).
Dengan demikian, tidak mengherankan muncul banyak kekhawatiran dari
berbagai kalangan untuk menyelesaikan masalah ini. Beberapa dekade terakhir
muncul agenda sebagai hasil pertimbangan dari organisasi internasional,
pemerintah, dan masyarakat sebagai tinjauan dalam memantau perkembangan
negara-negara dengan menetapkan tujuan-tujuan pembangunan. Agenda ini
termuat dalam Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan
berkelanjutan yang terdiri atas tujuh belas tujuan berdasarkan isu pembangunan
berkelanjutan. Tujuan kedua dari ketujuh belas tujuan pembangunan ini adalah
zero hunger (nol kelaparan), yaitu tujuan untuk memberantas kelaparan, mencapai
ketahanan pangan, perbaikan gizi, dan meningkatkan pertanian yang
berkelanjutan.
Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki 69 persen rumah
tangga miskin di pedesaan Indonesia berstatus rawan pangan (Widayaningsih
2012). Pada tahun 2018, Indonesia berada peringkat 65 dunia dalam Indeks
2

Ketahanan Pangan Global atau Global Food Security Index (GFSI) dengan skor
sebesar 54,8. Angka ini tergolong rendah apabila dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Singapore (85,9), Malaysia (68,1), dan Thailand (58,9) (EIU
2018). Selain itu, dalam laporan Indeks Ketahanan Pangan Global atau Global
Hunger Index (GHI) tahun 2017, pengurangan skor indeks kelaparan global di
Indonesia juga termasuk dalam kategori relatif lambat (IFPRI 2017). Artinya,
Indonesia masih harus bekerja keras menciptakan kondisi ketersediaan,
keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu,
dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga
perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sepanjang waktu.
Salah satu alternatif upaya dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang
timbul akibat adanya alih-guna lahan dan sekaligus juga mengatasi masalah
pangan yang tinggal di wilayah sekitar hutan adalah dengan sistem pertanian
agroforestri. Agroforestri merupakan sistem dan teknologi penggunaan lahan
dengan tanaman kayu berumur panjang (pepohonan) dan tanaman pangan dan
atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam
suatu pengaturan ruang atau waktu (De Foresta et al. 2000). Keberadaan tanaman
kayu (pohon) dalam agroforestri memiliki peranan mempertahankan produksi
tanaman pangan dan memberikan pengaruh positif pada lingkungan fisik,
terutama dengan memperlambat kehilangan hara dan energi, dan menahan daya
perusak air dan angin. Selain itu, pohon juga berperan penting dalam ekonomi
rumah tangga petani. Pohon dapat menghasilkan produk yang digunakan langsung
seperti pangan, bahan bakar, bahan bangunan dan input untuk pertanian seperti
pakan ternak (Hairiah et al. 2003).
Isu gender kerap melekat dengan persoalan ketahanan pangan rumah tangga.
Diketahui bahwa perempuan memiliki peran penting dalam pencapaian ketahanan
pangan dalam rumah tangga. Perempuan banyak terlibat dalam kegiatan pertanian
dan persiapan makan dalam rumah tangga dibanding laki-laki. Menurut FAO
(2015) perempuan menghasilkan 60 persen sampai dengan 80 persen pangan di
negara-negara berkembang. Akan tetapi, kontribusi perempuan dalam
menjalankan tugas-tugas pertanian tidak sejalan dengan status sosial yang
dimilikinya. Perempuan sering dirugikan dalam hal kontrol terhadap sumber daya,
seperti kontrol atas lahan budidaya dan subsidi pertanian. Lebih lanjut Ellena dan
Nongkynrih (2017) menjelaskan status sosial perempuan yang lebih rendah ini
dapat memengaruhi diet perempuan dan berdampak pada kesehatan dan
kesejahteraan anak dan keluarga mereka. Diketahui bahwa dengan memberikan
subsidi dan pinjaman hanya kepada kepala keluarga, biasanya ditafsirkan sebagai
laki-laki, negara dan lembaga keuangan mendorong fragmentasi lahan dan
privatisasi tanah. Proses ini memperkuat laki-laki dalam masyarakat sambil
memperlemah peran perempuan dalam produksi pertanian, yang berdampak pada
penyediaan makan dan ketahanan pangan rumah tangga (Fernandes dan Pereira
2005 dalam Ellena dan Nongkynrih 2017).
Aspek gender dalam hal perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya
agroforestri diduga erat berkaitan dengan ketahanan pangan rumahtangga.
Masalah ini dirumuskan dalam pertanyaan umum penelitian yaitu bagaimana
ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri di desa rawan pangan?
Apakah aspek gender berkaitan dengan ketahanan pangan rumahtangga?
3

1.2 Masalah Penelitian


Secara formal, peran pemerintah dalam mencapai pemenuhan pangan telah
diamanatkan dalam Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 tentang pangan
bahwa negara berkewajiban mewujudkan ketersediaan, keterjangkauan, dan
pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu, dan bergizi seimbang,
baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga perseorangan secara merata di
seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang waktu. Akan
tetapi kondisi ideal tersebut masih belum dapat tercapai, hal ini tercermin dari
masih terdapatnya desa berstatus rawan pangan di Indonesia. Pertanian
agroforestri menjadi menarik untuk dikaji pada desa yang berstatus rawan pangan.
Hal ini karena pertanian agroforestri memiliki kontribusi terhadap pemenuhan
sumber pangan dan pendapatan. Sehingga perlu diteliti lebih lanjut bagaimana
ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri?
Sistem nilai, norma, dan stereotip tentang perempuan yang telah mengakar
dalam struktur sosial dijadikan sebagai faktor utama memengaruhi posisi maupun
hubungan perempuan dengan laki-laki atau dengan lingkungannya (Saptari dan
Holzner 1997). Perempuan sering dianggap sebagai pekerja tersembunyi dengan
pekerjaan domestik sebagai domain utama. Beberapa negara mengakui bahwa
perempuan adalah landasan pertanian skala kecil, tenaga kerja pertanian, dan
subsistensi keluarga sehari-hari dan merupakan kunci untuk makanan rumah
tangga dan keamanan gizi (Ellena dan Nongkynrih 2017). Lebih lanjut, penelitian
Ellena dan Nongkynrih (2017) menyebutkan perempuan berperan penting dalam
manajemen agroforestri. Kontribusi perempuan tersebut tidak sejalan dengan
status sosial yang dimilikinya. Perempuan sering dirugikan dalam hal kontrol
terutama dalam proses pengambilan keputusan. Hal ini karena laki-laki dianggap
sebagai pemegang kekuasaan dalam pengambil keputusan keluarga. Oleh karena
itu, rumusan masalah penelitian selanjutnya adalah bagaimana hubungan
pembagian peran gender dalam pengelolaan pangan dengan pengambilan
keputusan rumah tangga petani agroforestri?
Menurut Smith et al.(2003) diskriminasi gender dapat berdampak negatif
terhadap kesehatan perempuan, status gizi dan kesejahteraan rumah tangga. Status
sosial perempuan yang lebih rendah akan memengaruhi pola makan perempuan
dan berdampak pada kesehatan dan kesejahteraan anak dan keluarga mereka.
Sehingga memungkinkan terjadinya kerawanan pangan akibat ketidaksetaraan
relasi gender tersebut. Adanya proses pengambilan keputusan dalam rumah
tangga berperan penting dalam keberlanjutan hidup manusia dalam rumah tangga
itu. Untuk itu perlu diteliti lebih lanjut bagaimana hubungan pengambilan
keputusan dengan ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri?

1.3 Tujuan Penelitian

Tujuan utama penelitian ini adalah untuk menganalisis gender pada


ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri. Untuk dapat mengetahui
jawaban dari tujuan utama maka tujuan spesifik dari penelitian ini adalah:
1. Memetakan ketahanan pangan dalam rumah tangga petani agroforestri.
2. Menganalisis hubungan pembagian peran gender dalam pengelolaan pangan
tangga dengan pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri.
4

3. Menganalisis hubungan pengambilan keputusan dengan ketahanan pangan


rumah tangga petani agroforestri.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang
berminat maupun yang terkait dengan masalah gender dan ketahanan pangan,
khususnya kepada:
1. Peneliti, untuk menambah pengetahuan seputar gender dan ketahanan pangan
dalam pemanfaatan pertanian agroforestri. Bagi kalangan akademisi lainnya
dapat dijadikan sebagai bahan tambahan untuk menambah wawasan dalam
kajian ilmu pengetahuan dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Masyarakat, dapat memperoleh pengetahuan tambahan akan perilaku dalam
mencapai ketahanan pangan.
3. Pemerintah, dapat memperoleh data tambahan sebagai referensi untuk
membuat kebijakan berbasis gender dan ketahanan pangan, dan mengevaluasi
program untuk mencapai ketahanan pangan dalam rumah tangga.
II PENDEKATAN TEORITIS

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Pangan

Pangan adalah kebutuhan dasar yang paling penting, bahkan kebutuhan


atas pangan merupakan hak asasi manusia yang mendasar (Committee on
World Food Security 2012) Hak atas pangan diakui secara formal di berbagai
negara termasuk di Indonesia. Menurut KBBI, pangan diartikan sebagai
makanan yang merupakan harapan bagi setiap orang. Regulasi tentang pangan
yang baru, yaitu yang termuat dalam Undang-undang nomor 18 tahun 2012
yang menjelaskan bahwa pangan sebagai segala sesuatu yang berasal dari
sumber hayati produk pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, perairan, dan air baik yang diolah maupun tidak diolah yang
diperuntukkan sebagai makanan atau minuman bagi konsumsi manusia,
termasuk bahan tambahan pangan, bahan baku pangan, dan bahan lainnya yang
digunakan dalam proses penyiapan, pengolahan, dan/ atau pembuatan
makanan atau minuman.
Sehingga berdasarkan beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan
bahwa pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang berasal dari sumber
hayati, baik yang diolah maupun tidak diperuntukan untuk konsumsi manusia
dan dimanfaatkan secara berbeda bergantung atribusi masyarakat.
Badan Ketahanan Pangan (2015) mengelompokkan komoditas pangan
menjadi 9 kelompok pangan yang mengacu pada standar pola pangan harapan
(PPH) yang meliputi (1) padi-padian (beras, jagung, gandum, dan olahannya),
(2) umbi-umbian (ubi kayu dan olahannya, ubi jalar, kentang, talas, dan sagu
(termasuk makanan berpati), (3) pangan hewani (daging dan olahannya, ikan
dan olahannya, telur serta susu dan olahannya), (4) minyak dan lemak (minyak
kelapa sawit, minyak sawit, margarin, dan lemak hewani), (5) buah/biji
berminyak (kelapa, kemiri, kenari, coklat), (6) kacang-kacangan (kacang tanah,
kacang kedelai, kacang hijau, kacang merah, kacang polong, dan kacang lain),
(7) gula (gula pasir, gula merah, sirup, minuman jadi dalam botol/ kaleng), (8)
sayur dan buah (sayur segar dan olahannya, buah segar dan olahannya), dan (9)
lain-lain (aneka bumbu dan bahan minuman, seperti terasi, cengkeh, ketumbar,
merica, pala, asam, bumbu masak, teh dan kopi).
Undang-Undang Nomor 18 tahun 2012 membagi pengertian jenis
pangan secara spesifik menjadi pangan lokal, pangan segar, pangan olahan,
pangan produk rekayasa genetik mencakup pengertian:
1. Pangan lokal adalah makanan yang dikonsumsi oleh masyarakat setempat
sesuai dengan kearifan lokal.
2. Pangan segar adalah pangan yang belum mengalami pengolahan yang dapat
dikonsumsi langsung dan/ dapat menjadi bahan baku pengolahan pangan.
Misalnya beras, gandum, segala macam buah, ikan, air segar dan
sebagainya.
3. Pangan olahan adalah makanan atau minuman hasil proses dengan cara atau
metode tertentu dengan atau tanpa bahan tambahan.
6

4. Produk rekayasa genetik adalah pangan yang diproduksi atau yang


menggunakan bahan baku, bahan tambahan pangan, dan/ atau bahan
tambahan lain yang dihasilkan dari proses rekayasa genetik.
Berdasarkan komoditas dan spesifikasi jenis pangan tersebut terdapat
pengertian yang tumpang tindih antara satu dan lainnya, yaitu satu pengertian
mencakup pengertian yang lain, sehingga penelitian ini membatasi pengertian
pangan pada komoditas pangan dengan jenis pangan non-olahan (pangan
segar) dan pangan olahan.

2.1.2 Ketahanan Pangan

Ketahanan pangan didefinisikan sebagai konsep yang kompleks dan


beragam. Chung et al. (1997) menyatakan bahwa “tidak ada ukuran tunggal
yang dapat mencakup seluruh aspeknya. Menurut Weingartner (2009)
ketahanan pangan didefinisikan sebagai suatu kondisi tercukupinya pangan
dalam aspek kualitas, kuantitas, keamanan, dan penerimaan sosial budaya yang
tersedia dan dapat diakses untuk dan dimanfaatkan dengan baik oleh semua
individu setiap saat untuk menjalani hidup yang sehat dan bahagia. Rumah
tangga sebagai bagian integral dari kebutuhan pangan, penting untuk memiliki
ketahanan pangan sebagai sarana pemenuhan kebutuhan pangan secara
berkelanjutan. Ketahanan pangan dalam rumah tangga menurut FAO (1992)
didefinisikan sebagai kecukupan pangan secara kuantitas dan kualitas dengan
akses berkelanjutan untuk memastikan kehidupan yang sehat semua anggota
dalam rumah tangga. Menurut Ericksen et al. (2009), ketahanan pangan tidak
dapat dilihat dari satu faktor saja, melainkan keseluruhan faktor produksi,
seperti penyimpanan, pemrosesan dan distribusi makanan. Ketahanan pangan
juga memiliki dimensi waktu (Mallick 2010). Hal ini didukung dengan
pernyataan Chung et al. (1997) bahwa ketika populasi mengalami penurunan
sementara dalam konsumsi makanan dan sebagai kondisi kronis ketika
populasi terus menerus tidak dapat memperoleh makanan yang cukup.
Indonesia mengadopsi rumusan ketahanan pangan dalam Undang-
Undang Nomor 18 tahun 2012, yaitu kondisi terpenuhinya pangan bagi negara
sampai dengan perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan
terjangkau serta tidak bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya
masyarakat, untuk dapat hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan.
Sejalan dengan pengertian tersebut, menurut Undang-Undang Nomor 41 tahun
2009 tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan pada
Pasal 1 menyatakan bahwa ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya
pangan bagi rumah tangga yang tercermin dari tersedianya pangan yang
cukup, baik jumlah maupun mutunya, aman, merata, dan terjangkau.
Berdasarkan beberapa pengertian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
ketahanan pangan merupakan tercukupinya kebutuhan pangan secara kualitas
(aman, beragam bergizi) maupun kuantitas (jumlahnya) yang mencakup
aspek keberlanjutan dari waktu ke waktu, penerimaan sosial (tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan dan budaya), tersedia, dan dapat
diakses oleh setiap individu.
7

Menurut Chung et al. (1997), ketahanan pangan terbagi menjadi tiga


dimensi utama, yaitu 1) ketersediaan pangan (food availability), 2) akses
pangan (food access), dan 3) pemanfaatan pangan (food utilization). Berikut
penjelasan dimensi ketahanan pangan menurut Chung et al. (1997):
b. Dimensi ketersediaan pangan (food availability)
Ketersediaan pangan dalam jumlah yang cukup aman dan bergizi
untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal dari produksi
sendiri, impor, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Pada tingkat
rumah tangga, ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari produksi pangan
sendiri dan membeli pangan yang tersedia di pasar (Braun et al. 1992).
Soemarno (2010) menjelaskan ketersediaan pangan dalam rumah tangga
yang dipakai dalam pengukuran mengacu pada pangan yang cukup dan
tersedia dalam jumlah yang dapat memenuhi kebutuhan rumah tangga.
Menurut LIPI (2013), biasanya dalam menentukan jangka waktu
ketersediaan pangan di pedesaan dilakukan mempertimbangkan jarak waktu
antarmusim tanam dan musim panen misal 240 hari untuk satu kali musim
untuk pangan pokok beras, dan 360 hari untuk pangan pokok jagung. Masih
menurut LIPI (2013), rumah tangga memiliki stabilitas ketersediaan pangan,
jika mempunyai persediaan pangan dalam waktu lebih dari masa cutting
point (240 hari atau 365 hari) dan makan tiga kali sehari sesuai dengan pola
kebiasaan makan setempat. Penetapan cutting point ini didasarkan pada
panen padi yang dapat dilakukan selama 3 kali dalam 2 tahun. Adanya
perkembangan dan kemajuan pertanian menyebabkan perubahan dalam
menetapkan cutting of point. Pada tahun 2019 rata-rata panen untuk
tanaman padi, yaitu 3 sampai 4 kali dalam satu tahun. Sehingga cutting of
point dapat ditetapkan sebanyak 3-4 bulan (60-120 hari).
c. Dimensi akses pangan (food access)
Indikator akses (keterjangkauan pangan) dalam pengukuran
kecukupan pangan di tingkat rumah tangga dilihat dari kemudahan rumah
tangga memperoleh pangan, yang diukur dari indikator kepemilikan lahan
pertanian, dan cara rumah tangga untuk memperoleh pangan (Soemarno
2010). Akses yang diukur berdasarkan pemilihan lahan dapat dikelompokan
dalam dua kategori, yaitu akses langsung dan akses tidak langsung. Akses
langsung jika rumah tangga memiliki lahan usaha pertanian. Akses tidak
langsung jika rumah tangga tidak memiliki lahan usaha pertanian. Selain itu,
akses pangan mencakup akses fisik, akses ekonomi, dan akses sosial
budaya. Menurut Dewan Ketahanan Pangan (2015) yang dikutip oleh
Adhyanti (2018) pangan mungkin dapat tersedia secara fisik, akan tetapi
mungkin tidak dapat diakses oleh rumah tangga tertentu karena terbatasnya:
1) akses fisik berupa infrastruktur pasar, akses untuk mencapai pasar, dan
fungsi pasar 2) akses ekonomi yakni kemampuan keuangan untuk membeli
pangan yang cukup dan bergizi, dan/atau 3) akses sosial berupa modal sosial
yang dapat digunakan untuk mendapatkan mekanisme dukungan informal
seperti barter, meminjam atau adanya dukungan sosial.
8

Tabel 2.1 Kontinuitas ketersediaan pangan rumah tangga


Akses terhadap Stabilitas ketersediaan pangan rumah tangga
pangan Stabil Kurang stabil Tidak stabil
Akses langsung Kontinu Kurang kontinu Tidak kontinu
Akses tidak
Kurang kontinu Tidak kontinu Tidak kontinu
langsung
Sumber : LIPI (2013)

d. Dimensi pemanfaatan pangan (food utilization)


Pemanfaatan pangan yaitu penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup
sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan
lingkungan. Aini (2014) menjelaskan pemanfaatan pangan dapat dilihat
melalui frekuensi makan anggota rumah tangga dan faktor-faktor yang dapat
memengaruhi penyerapan pangan seperti fasilitas dan pelayanan kesehatan,
sanitasi dan ketersediaan air, pengetahuan ibu rumah tangga serta status gizi
dan kesehatan. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 28 Tahun
2004 tentang Keamanan, Mutu, dan Gizi Pangan mempertimbangkan bahwa
pangan yang aman, bermutu, dan bergizi sangat penting peranannya bagi
pertumbuhan, pemeliharaan, dan peningkatan derajat kesehatan serta
peningkatan kecerdasan masyarakat. Sehingga proses pengolahan pangan
harus dilakukan dengan mengikuti pedoman pengolahan yang baik. Amirian
et al. (2008) menggunakan indikator akses ke air bersih untuk memasak dan
MCK, pemanfaatan pelayanan kesehatan jika ada anggota yang sakit,
pendidikan istri, dan situasi ketahanan pangan rumah tangga berdasarkan
akses pangan rumah tangga sebagai indikator pada komponen pemanfaatan
rumah tangga. Hasilnya menunjukkan rumah tangga dengan akses ke yang
mudah untuk MCK, akan semakin meningkatkan ketersediaan energi per
kapita di rumah tangga petani.

2.1.3 Pengukuran Ketahanan Pangan

Pengukuran ketahanan pangan dapat dilakukan dengan menggunakan


metode kuantitatif dan kualitatif. Ene-Obong et al. (2017) menggunakan
metode household hunger scale (HHS), yaitu mengukur kerawanan pangan
menggunakan rasa lapar dan menanyakan frekuensi kemunculannya. Pada
pelaksanaan wawancara kepada responden peneliti menggunakan recall period
selama 30 hari atau 4 minggu. Skor yang dihasilkan menggambarkan tingkat
kelaparan rumah tangga “sedikit atau tidak ada kelaparan”, “kelaparan
sedang”, “kelaparan parah” (Swindale dan Bilinsky 2006).
Selain itu Ene-Obong et al. (2017) melakukan pengukuran ketahanan
pangan dengan menggunakan 24 hour dietary recall dan Household Diversity
Score (HDDS). 24 hour dietary recall adalah metode yang dilakukan dengan
cara responden diminta untuk mengingat semua makanan (termasuk makanan
ringan) dan minuman yang dikonsumsi dalam rumah tangga selama 24 jam
sebelum waktu wawancara. Ene-Obong et al. (2017) mengukur Household
Diversity Score (HDDS) menggunakan metode Baker-French dengan
mengidentifikasi makanan ke dalam kelompok makanan tertentu. Terdapat 12
9

kategori makanan dan penilaian dalam HDDS, yaitu 1) sereal, 2) umbi putih, 3)
sayur-sayuran, 4) buah-buahan, 5) daging atau unggas, 6) ikan atau makanan
laut 7) telur, 8) kacang-kacangan/ biji-bijian, 9) susu, 10) lemak/ minyak, 11)
pemanis, dan 12) makanan lainnya. Rumah tangga yang mengonsumsi kurang
dari enam kelompok makanan diklasifikasikan sebagai kelompok rawan
pangan, sedangkan rumah tangga yang mengonsumsi enam atau lebih
kelompok makanan diklasifikasikan sebagai tahan pangan.
Selain itu, LIPI (2013) mengukur status ketahanan pangan menjadi tiga
bagian. Berikut tiga bagian ketahanan pangan menurut LIPI (2013):
1. Rumah tangga tidak tahan pangan : rumahtangga yang dicirikan oleh:
1) kontinuitas ketersediaan pangan kontinu, tetapi tidak memiliki
pengeluaran untuk protein hewani maupun nabati,
2) kontinuitas ketersediaan pangan kurang kontinu dan hanya memiliki
pengeluaran untuk protein hewani atau nabati, atau tidak untuk kedua-
duanya,
3) kontinuitas ketersediaan pangan tidak kontinu walaupun memiliki
pengeluaran untuk protein hewani dan nabati,
4) kontinuitas ketersediaan pangan tidak kontinu dan hanya memiliki
pengeluaran untuk protein nabati saja, atau tidak untuk keduanya.
2. Rumah tangga kurang tahan pangan :
1) Rumah tangga yang memiliki kontinuitas pangan/makanan pokok
kontinu tetapi hanya mempunyai pengeluaran untuk protein nabati
saja,
2) kontinuitas ketersediaan pangan/makanan kurang kontinu dan
mempunyai pengeluaran untuk protein hewani dan nabati.
3. Rumah tangga tahan pangan : rumah tangga yang memiliki persediaan
pangan/makanan pokok secara kontinu (diukur dari persediaan makan
selama jangka masa satu panen dengan frekuensi makan 3 kali atau lebih
per hari serta akses langsung) dan memiliki pengeluaran untuk protein
hewani dan nabati atau protein hewani saja.
Beberapa penelitian mengadopsi pengukuran ketahanan pangan yang
dikemukakan oleh Bickel et al. (2000), yaitu pengukuran ketidaktahanan
pangan dan kelaparan yang dikembangkan dari data Current Population Survey
(CPS) pada tahun 1995 di Amerika Serikat. Pengukuran dengan
mengidentifikasi tingkat ketidaktahanan pangan dan kelaparan yang
menggambarkan fenomena perilaku, reaksi subyektif berupa (1) kekhawatiran
bahwa anggaran pangan rumahtangga atau ketersediaan pangan kemungkinan
tidak mencukupi, (2) persepsi bahwa konsumsi orang dewasa atau anak-anak
dalam rumah tangga tidak mencukupi dari segi kualitas, (3) kejadian
mengurangi konsumsi orang dewasa dalam rumah tangga, atau berbagai akibat
yang muncul dari mengurangi asupan makanan, dan (4) kejadian mengurangi
makanan atau berbagai akibat yang muncul karena mengurangi asupan
makanan pada anak-anak dalam rumah tangga.
Pertanyaan dalam modul inti ketahanan pangan memiliki dua
karakteristik (1) setiap pertanyaan bertujuan untuk memastikan bahwa perilaku
atau kondisi yang terjadi akibat keterbatasan sumber daya finansial rumah
tangga dengan mencakup frase ”karena kami tidak dapat menghasilkannya”
atau karena ”tidak ada uang yang cukup untuk makanan”, (2) setiap pertanyaan
10

menanyakan secara eksplisit tentang keadaan yang terjadi selama 12 bulan


yang lalu atau periode waktu tertentu.
Menurut Bickel et al. (2000), pertanyaan yang tercakup dalam modul inti
dikombinasikan ke dalam suatu ukuran yang disebut skala ketahanan pangan
yang dapat dibagi menjadi empat kategori diantaranya:
a. tahan pangan yaitu apabila rumah tangga menunjukkan tidak ada atau
minimal terjadinya ketidaktahanan pangan.
b. tidak tahan pangan tanpa kelaparan yaitu adanya kekhawatiran terhadap
kecukupan suplai pangan rumah tangga dan menyesuaikannya dengan
cara menurunkan kualitas pangan dan meningkatkan bentuk koping yang
luar biasa. Dalam hal ini hanya sedikit atau tidak ada pengurangan
asupan makanan anggota rumah tangga.
c. tidak tahan pangan dengan kelaparan sedang (moderate) terjadi apabila
asupan makanan bagi orang dewasa dalam rumah tangga dikurangi
sehingga mengalami pengalaman sensasi fisik berupa kelaparan yang
berulang.
d. tidak tahan pangan dengan kelaparan berat, yaitu keadaan bagi semua
rumah tangga yang memiliki anak melakukan pengurangan asupan
makanan untuk anak-anak sehingga anak-anak mengalami kelaparan.
Bagi beberapa rumah tangga lain yang memiliki anak, hal ini telah terjadi
pada saat awal tahap keparahan yang berat. Adapun keadaan orang
dewasa dalam rumah tangga yang memiliki anak maupun yang tidak
memiliki anak mengalami pengalaman yang berulang dan lebih meluas
dalam hal pengurangan asupan makanannya.
Dari berbagai pengukuran ketahanan pangan yang telah dijabarkan,
penelitian ini mengelompokan pengukuran ketahanan pangan berdasarkan
dimensi ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan yang dapat diukur dari
nilai kecukupan ketersediaan pangan LIPI (2013) dan kejadian kelaparan
Bickel et al. (2000), akses pangan yang diukur dari nilai akses langsung dan
tidak langsung yang pembagiannya meliputi akses fisik, ekonomi dan akses
sosial, serta pemanfaatan pangan yang dapat diukur berdasarkan konsumsi
pangan protein nabati dan protein hewani dengan menggunakan metode 24-
Hours Recall atau konsumsi pangan dalam 24 jam terakhir.

2.1.4 Rumah Tangga Petani Agroforestri

Rumah tangga menurut BPS didefinisikan sebagai seseorang atau


sekelompok orang yang mendiami sebagian atau seluruh bangunan
fisik/sensus dan biasanya tinggal bersama dan makan dari satu dapur. Maksud
makan dari satu dapur adalah mengurus kebutuhan sehari-hari menjadi satu.
Rumah tangga petani menurut BPS adalah rumah tangga yang sekurang-
kurangnya satu orang anggota rumah tangga melakukan kegiatan yang
menghasilkan produk pertanian dengan tujuan sebagian atau seluruh hasilnya
dijual/ditukar untuk memperoleh pendapatan/ keuntungan atas resiko sendiri.
Kegiatan tersebut meliputi bertani atau berkebun, beternak ikan di kolam,
keramba maupun di tambak, menjadi nelayan, dan mengusahakan ternak/
unggas.
11

Agroforestri merupakan suatu sistem pertanian dengan memanfaatkan


hutan untuk kegiatan pertanian. Agroforestri merupakan sistem dan teknologi
penggunaan lahan dengan pepohonan berumur panjang dan tanaman pangan
dan/atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang
sama dalam suatu pengaturan ruang atau waktu (De Foresta et al. 2000).
Menurut Ruswita et al. (tanpa tahun) agroforestri adalah suatu sistem
penggunaan lahan yang bertujuan untuk mempertahankan atau meningkatkan
hasil secara produktif, ekonomis dan berkelanjutan dengan menggunakan
praktik pengelolaan dan pemanfaatan lahan yang sesuai dengan kondisi
ekologi, ekonomi dan budaya setempat pada sebidang lahan yang sama atau
dengan kata lain bahwa prinsip agroforestri adalah suatu penggabungan dari
suatu pengembangan sistem pertanian dan kehutanan pada satu lahan. Menurut
De Foresta dan Michon (1997), agroforestri adalah suatu sistem pertanian yang
merupakan perpaduan satu jenis tanaman kayu tahunan (pepohonan) yang
ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim.
Dengan demikian, agroforestri dapat dicirikan dengan adanya tanaman kayu
tahunan (pepohonan) dan tanaman semusim pada petak lahan yang sama.
Keuntungan pengelolaan dan pemanfaatan lahan dengan pola
agroforestri menurut Ruswita et al. (tanpa tahun) antara lain:
1. Pengelolaan lahan yang memenuhi syarat sebagai usaha produktif, lestari
dan ekonomis.
2. Usaha yang bersifat konservasi, mampu mengembalikan fungsi kesuburan
tanah, mengurangi terjadinya erosi dan menjaga tata iklim mikro setempat
(kesegaran udara, mengurangi tekanan potensi kebakaran, panas, tata air,
dll)
3. Mengoptimalkan pemanfaatan lahan, dalam hal ini lahan yang digunakan
relatif kecil dengan hasil produksi yang mencukupi dengan jenis tanaman
beragam.
4. Secara teknis mengadopsi tradisi pertanian masyarakat yang sudah dikenal
secara turun temurun.
5. Menyerap tenaga kerja dengan pegembangan komoditas yang sudah
dikenal masyarakat.
6. Secara ekonomi mampu memberikan tambahan pendapatan masyarakat
secara berkelanjutan, jangka pendek musiman, jangka menengah
(tahunan), maupun jangka panjang (di atas menjanjikan)
Proses pertanian agroforestri menurut Ruswita et al. (tanpa tahun)
dilakukan dengan 1) persiapan lahan, lahan yang disiapkan dapat berupa jalur
pada sela-sela tanaman musiman, 2) persiapan bibit, meliputi pengambilan
bibit pada pohon induk dengan melakukan seleksi secara visual untuk pohon
induk, membersihkan lahan tempat tumbuh anakan alami dan pencabutan
tumbuhan anak, 3) pembibitan, yaitu mempersiapkan bibit tanaman agar
tumbuh dengan baik sebelum ditanam, 4) penanaman, yaitu menanam bibit
yang telah dipersiapkan pada jalur tanam yang telah dipersiapkan, 5)
pemeliharaan tanaman dan 6) pemanenan.
Aspek gender dalam penerapan agroforestri perlu dipertimbangkan
mengingat gender sangat berhubungan dengan penguasaan dan pengelolaan
sumber daya alam. Di dalamnya terkait persoalan hubungan kuasa dan peran
laki-laki dan perempuan dalam menjadikan alam sebagai sumber daya
12

kehidupan. Pembagian peran antara perempuan dalam aktivitas berkebun


disajikan seperti berikut:

Tabel 2.2 Pembagian kerja perempuan dan laki-laki dalam usahatani di


wilayah dampingan proyek FORMACS
No Tahapan Pekerjaan laki-laki Pekerjaan Perempuan
Pekerjaan
1 Pembukaan lahan  Menebas biasanya  Memasak untuk para
dan pembersihan dikerjakan dengan pekerja.
cara gotong-royong  Membakar
(istilah lokal  Mengumpulkan atau
“Senguyun”). membersihkan
 Membakar kayu-kayu (ukuran
 Mengumpulkan/ kecil-kecil)
membersihkan kayu-
kayu (ukuran besar
yang dapat diangkat)
2 Menanam padi Menugal dikerjakan Memasukan benih ke
secara gotong-royong. lubang tugalan dengan
cara gotong royong.
3 Pemeliharaan Lelaki kadang-kadang Membersihkan tanaman
membantu jika mereka padi dari gangguan
tidak ada kerjaan lain rumput (merumput),
seperti berburu, menjaga dari hama
memancing, menebang penyakit.
kayu, dan lain-lain.
4 Pemanenan Memetik (jagung, kacang Panen padi
hijau, kacang panjang
dan lain-lain) mencabut
(ubi jalar, kacang tanah)
5 Pengangkutan Mengangkut hasil panen Perempuan mengangkut
hasil panen dalam jumlah yang besar panen dalam jumlah
kecil,
6 Pasca panen Laki-laki membantu jika Menjemur (padi,
sudah tidak ada kacang tanah, kacang
pekerjaan lain. hijau), mengupas dan
menumbuk lebih
banyak dilakukan oleh
perempuan.
7 Menjual Jika hasil panen akan Menjual pada pembeli
dijual keluar dari desa lokal karena perempuan
atau kota. tidak diperbolehkan
keluar sendiri.
Sumber : Ruswita et al. (tanpa tahun)
13

2.1.5 Konsep Gender

Menurut Fakih (1996) dalam memahami masalah konsep gender dengan


membedakan antara konsep seks (jenis kelamin) dan konsep gender. Seks atau
jenis kelamin merupakan pensifatan atau pembagian dua jenis kelamin manusia
yang ditentukan secara biologis. Misalnya laki-laki adalah manusia yang
memiliki penis, jajaka, dan memproduksi sperma, sedangkan perempuan
memiliki alat reproduksi, seperti rahim dan saluran untuk melahirkan. Alat-alat
tersebut secara biologis melekat dan tidak dapat dipertukarkan dan sering
disebut sebagai kodrat. Konsep gender dijelaskan sebagai suatu sifat yang
melekat pada kaum perempuan maupun kaum laki-laki yang dikonstruksi
secara sosial maupun kultural. Misalnya perempuan dikenal lemah lembut,
cantik, emosional, atau keibuan. Sementara laki-laki dianggap kuat, rasional
dan perkasa. Ciri atau sifat tersebut merupakan sifat-sifat yang dapat
dipertukarkan. Lebih lanjut Urger (1979) dalam Handayani dan Sugiarti (2008)
membedakan seks dan gender dengan berbagai karakteristik yang ditampilkan
pada tabel berikut.

Tabel 2.3 Perbedaan seks dan gender


Jenis kelamin (seks) Gender
Karakteristik
No (kodrati) (bukan kodrati)
Tuhan Manusia (masyarakat)
1. Sumber Pembeda
Kesetaraan Kebiasaan
2. Visi, misi
Biologis (alat reproduksi) Kebudayaan tertentu
3. Unsur Pembeda
Kodrat tertentu, tidak Harkat, martabat dapat
4. Sifat dapat dipertukarkan dipertukarkan
Terciptanya nilai-nilai: Terciptanya norma-
5. Dampak kesempurnaan, norma/ ketentuan
kenikmatan, kedamaian, tentang “pantas” atau
dll. Sehingga tidak pantas, laki-laki
menguntungkan kedua pantas menjadi
belah pihak. pemimpin, perempuan
“pantas” dipimpin,
sering merugikan salah
satu pihak, kebetulan
adalah perempuan.
Sepanjang masa, dimana Dapat berubah,
6. Keberlakuan saja, tidak mengenal musiman dan berbeda
perbedaan kelas. antar kelas
Sumber : Urger (1979) dalam Handayani dan Sugiarti (2008)

Konsep gender dipahami sebagai bentukan dari konstruksi sosial budaya


masyarakat. Dengan demikian, konsep gender erat kaitannya dengan proses
sosialisasi yang berlangsung secara terus menerus. Tingkah laku manusia yang
hidup dalam masyarakat berasal dari nilai-nilai sosial budaya yang
14

memengaruhinya. Sehingga, pada masyarakat muncul norma-norma yang


mengatakan “pantas” dan “tidak pantas”, “boleh” dan “tidak boleh” dalam
memahami dan menjalankan sebuah perilaku. Berger dan Luckman (1990)
menjelaskan proses sosialisasi dengan memahami masyarakat sebagai realitas
objektif dan realitas subjektif melalui tahapan sosial yang berlangsung,
diantaranya 1) eksternalisasi, 2) objektifikasi, 3) internalisasi. Masyarakat
sebagai realitas objektif yang dimaksud adalah sebuah tatanan sosial yang
berlaku di masyarakat yang diproduksikan oleh manusia sepanjang
eksternalisasi dan objektifikasi masyarakat yang berlangsung secara terus
menerus. Sedangkan realitas subyektif dipahami sebagai akibat dari
internalisasi atas realitas objektif.
Puspitawati (2012) mengartikan kata “gender” sebagai perbedaan peran,
status dan tanggung jawab pada laki-laki dan perempuan sebagai hasil dari
bentukan (konstruksi) sosial budaya. Perbedaan gender pada mulanya dibentuk
di dalam keluarga, dengan proses anak mengamati adanya perbedaan perilaku
pada anggota keluarganya. Proses sosialisasi diperkuat, dikonstruksi secara
sosial atau budaya melalui ajaran agama atau negara secara terus menerus
dalam kurun waktu yang panjang. Dengan demikian, persepsi tentang
perbedaan gender menjadi begitu luas diterima sehingga diterima begitu saja
dan diturunkan melalui generasi sebagai kebenaran “nyata”. Maka, tidak
mengherankan jika pada akhirnya perbedaan gender dianggap dan dipahami
sebagai kodrat laki-laki dan kodrat perempuan (Fakih 1996).

2.1.6 Analisis Gender


Keterkaitan antara perbedaan gender dan ketidakadilan gender dalam
sejarah manusia melahirkan konsep analisis gender yang bertujuan untuk
memahami realitas sosial (Taridala 2010). Analisis gender diartikan sebagai
suatu metode atau alat untuk mendeteksi kesenjangan atau disparitas gender
melalui data terpilah antara laki-laki dan perempuan dalam aspek akses,
kontrol, dan manfaat (Puspitawati 2012). Terdapat beberapa model analisis
yang telah dikembangkan oleh para ahli diantaranya (1) Model Harvard, (2)
Model Mosher (3) Model GAP (Gender Analysis Pathway), dan (4) Model Pro
BA (Problem Based Approach) (Taridalla 2010) (5) Longway dan lain-lain.
Model Harvard seringkali disebut sebagai Gender Framework Analysis
(GFA), yaitu analisis untuk melihat suatu profil gender dari kelompok sosial,
dan peran gender dalam suatu proyek (Overholt et al. 1986 dalam Handayani
dan Sugiarti 2008). Secara rinci, Overholt et al. (1984) dalam Handayani dan
Sugiarti (2008) menjelaskan komponen-komponen dalam analisis Harvard
sebagai berikut:
a. Profil kegiatan, didasarkan pada pola pembagian kerja gender meliputi
kerja produktif, kegiatan reproduktif, dan kegiatan sosial. Profil kegiatan
menekankan pada pertanyaan siapa, kapan, di mana, dan dengan ukuran
berapa lama kegiatan itu dilaksanakan. di dalam lingkup rumah tangga
maupun masyarakat.
b. Profil akses dan kontrol terhadap sumber dan manfaat, didasarkan pada
akses dan wewenang yang dimiliki laki-laki dan perempuan terhadap
sumberdaya untuk dapat menikmati dan memutuskan pilihan. Menurut
15

Puspitawati (2012) kontrol adalah penguasaan atau wewenang atau


kekuatan untuk mengambil keputusan.
c. Faktor-faktor yang memengaruhi, didasarkan pada faktor-faktor yang
dapat memengaruhi akses dan kontrol laki-laki dan perempuan terhadap
sumber dan manfaat yang lebih dulu digambarkan pada profil kegiatan.
d. Ceklist untuk analisis siklus proyek, didasarkan pada efek yang
ditimbulkan dari suatu proyek kepada laki-laki dan perempuan yang
diukur berdasarkan sejumlah pertanyaan dan data gender. Kerangka
Analisis Harvard dapat digambarkan berikut:

Tabel 2.4 Profil aktivitas kerangka analisis Harvard


Laki-laki Perempuan
Aktivitas Dewasa Anak Dewasa Anak
Aktivitas
Produktif
Pertanian
Aktivitas 1
Aktivitas 2
Pekerjaan
sampingan
Aktivitas 1
Aktivitas 2
Bekerja di luar
Aktivitas 1
Aktivitas 2
Lainnya:
Aktivitas
Reproduktif
Terkait dengan air
Aktivitas 1
Aktivitas 2
Terkait dengan
bahan bakar
Menyiapkan makan
Mengasuh anak
Terkait dengan
kesehatan
Bersih-bersih
Terkait dengan
pasar
Lainnya:
Sumber : March et al. (1999)
16

Tabel 2.5 Profil akses dan kontrol/manfaat


A. Sumberdaya Laki-laki Perempuan
Akses Kontrol Akses Kontrol
Tanah
Peralatan
Tenaga Kerja
Uang Kas
Pendidikan/pelatihan
Lainnya
B. Manfaat
Pendapatan dari luar
Pemilikan kekayaan
Kebutuhan dasar
Pendidikan
Kekuatan Politik
Sumber : March et al. (1999)

Sementara itu, menurut Moser (1993) terdapat tiga utama dalam


melakukan analisis gender.
1. Peran gender lipat tiga (triple roles) perempuan pada tiga aras yaitu 1)
peran reproduktif, yaitu peranan yang melibatkan diri dalam tanggung
jawab mengasuh dan merawat rumah tangga beserta anggotanya. 2) peran
produktif, yaitu peranan yang berkaitan dengan kegiatan produksi barang
atau jasa untuk dikonsumsi atau diperdagangkan. Laki-laki dan perempuan
dapat melakukan peranan ini tetapi tanggung jawab dan kegunaan
keduanya terkadang berbeda. Pekerjaan produktif yang dilakukan oleh
perempuan terkadang kurang dilihat dan kurang bernilai dibandingkan
pekerjaan produktif yang dilakukan laki-laki. 3) peran dalam masyarakat
(sosial) yaitu peranan yang berkaitan dengan berbagai kegiatan termasuk
pengadaan acara sosial dan jasa di tingkat masyarakat.
2. Berupaya dalam membedakan antara kebutuhan yang bersifat praktis dan
strategis bagi perempuan dan laki-laki
3. Gender disaggregatd data – intra household, yaitu digambarkan dengan
siapa yang mengontrol apa, dan siapa yang memiliki kekuasaan atas
pengambilan keputusan. Moser berpendapat bahwa rumah tangga
berfungsi sebagai unit sosial ekonomi yang memiliki kontrol yang sama
atas sumber daya dan kekuatan pengambilan keputusan antara semua
anggota dewasa dalam hal-hal yang mempengaruhi mata pencaharian
rumah tangga.

Menurut Taridala (2010) untuk melihat kontribusi perempuan dalam


pertanian secara lebih objektif dapat dilakukan dengan (1) pemisahan tenaga
kerja bersifat gender (2) dampak pemisahan tenaga kerja berdasarkan alokasi
waktu perempuan dan laki-laki (3) kekakuan dalam pemisahan tenaga kerja (4)
kontrol terhadap sumber daya, dan (5) dampak dari faktor-faktor di atas
terhadap hubungan tenaga kerja dan distribusi pendapatan rumah tangga
pertanian. Penelitian Siswati dan Puspitawati (2017) menguji hubungan aspek
17

peran gender dengan pengambilan keputusan keluarga. Hasilnya menunjukkan


bahwa peran gender berhubungan signifikan dengan pengambilan keputusan
dalam keluarga. Siswati dan Puspitawati (2017) menerangkan jika suami dan
istri dapat berbagi peran dengan baik di dalam keluarga, maka dalam
mengambil keputusan cenderung dilakukan secara seimbang oleh suami dan
istri.

2.1.7 Peran Gender dalam Ketahanan Pangan

Beberapa literatur telah membahas hubungan gender dengan ketahanan


pangan. Ellena dan Nongkynrih (2017) menyatakan bahwa posisi perempuan
dalam masyarakat, peran gender, dan pembagian kerja gender memengaruhi
ketahanan pangan rumah tangga. Beberapa negara mengakui bahwa perempuan
adalah landasan pertanian skala kecil, tenaga kerja pertanian, dan subsistensi
keluarga sehari-hari dan merupakan kunci untuk makanan rumah tangga dan
keamanan gizi. Selain itu, Ene-Obong et al. (2017) menyatakan bahwa
perempuan berkontribusi lebih besar dalam kegiatan pertanian dan persiapan
makanan dalam rumah tangga dibanding laki-laki. Kegiatan pertanian tersebut
meliputi persiapan lahan, penanaman, penyiangan, pemanenan, pemrosesan,
aplikasi pupuk, pengendalian hama, dan pemberian makan hewan. Kegiatan
persiapan makan meliputi mengumpulkan kayu bakar, mendapatkan air,
membeli makanan, menyiapkan makanan, memasak, menyajikan, dan mencuci
piring. Penelitian Belahsen et al. (2017) menjelaskan peran penting perempuan
dalam tingkat produksi pertanian dan ketahanan pangan untuk keluarga dan
suku. Peran tersebut antara lain menabur, dan memanen produk pertanian,
membesarkan unggas dan ternak, mengambil air, dan mengumpulkan kayu
bakar. Penelitian Belahsen et al. (2017) juga menjabarkan bahwa perempuan
mampu mentransmisikan pengetahuan tentang tanaman obat, kultivar, dan
konservasi. Pada masyarakat adat di India, peran domestik dianggap sebagai
domain bagi perempuan, terutama pada pengasuhan anak, manajemen rumah
tangga, dan subsistensi rumah tangga (Ellena dan Nongkynrih 2017). Peran
gender antara perempuan dan laki-laki pada masyarakat ini saling melengkapi
dalam kontribusinya terhadap pembagian kerja pertanian, laki-laki dalam
pekerjaan pertanian yang membutuhkan kekuatan, seperti di hutan memotong
pohon dan membakar rumput hutan. Pada pertanian sawah laki-laki bertugas
membangun teras dan kanal, juga memotong padi untuk panen. Perempuan
melakukan kegiatan yang lebih ringan, seperti mengelola ladang, menabur,
menyiangi dan mengumpulkan benih. Selain itu perempuan dalam masyarakat
ini mempunyai peran untuk mentransfer pengetahuan lokal kepada generasi
selanjutnya. Penelitian Patalagsa et al. (2018) menyebutkan bahwa
pemberdayaan perempuan dalam program home garden meningkatkan
pengambilan keputusan perempuan dalam hal kegiatan berkebun, seperti
pemilihan tanaman, penanaman, manajemen tanaman, dan penggunaan input.
Besarnya kontribusi perempuan seringkali tidak sejalan dengan relasi
gender dan status perempuan dalam masyarakat. Pada sistem kekerabatan
patrilineal (Ellena dan Nongkynrih 2017) menyebutkan kontribusi perempuan
dalam produksi pertanian tidak memengaruhi status sosial perempuan.
Sekalipun pada sistem matrilineal memungkinkan perempuan untuk mengakses
18

tanah, tetapi laki-laki yang menangani pembagian dan alokasi lahan untuk
budidaya. Perempuan juga memiliki akses yang rendah dalam informasi untuk
praktik pertanian baru, sistem irigasi dan akses terhadap infrastruktur
pemasaran (Agarwal (2018). Sistem matrilineal tidak memberikan kekuatan
politik kepada perempuan karena laki-laki masih menjadi kepala rumah tangga
dan memimpin masalah politik (Ene-Obong et al 2017).

2.2 Kerangka Pemikiran

Pengelolaan pangan rumah tangga pada rumah tangga pedesaan dianggap


sebagai tugas domestik yang harus dijalankan perempuan. Pada rumah tangga
petani banyak waktu yang dicurahkan perempuan dalam mengelola pangan dari
mulai menanam tanaman untuk dikonsumsi, memperoleh pangan, sampai pada
menghidangkan makanan di meja makan. Beberapa negara mengakui bahwa
perempuan adalah landasan pertanian skala kecil, tenaga kerja pertanian, dan
subsistensi keluarga sehari-hari dan merupakan kunci untuk makanan rumah
tangga dan keamanan gizi. Ene-Obong et al. (2017) menyatakan bahwa
perempuan berkontribusi lebih besar dalam kegiatan pertanian dan persiapan
makanan dalam rumah tangga dibanding laki-laki. Peran dalam pengelolaan
pangan ini sudah menjadi tradisi turun temurun yang mapan dilakukan oleh
perempuan. Kemampuan perempuan dalam mengelola pangan diperoleh
perempuan dari orang tua (terutama ibu) sejak remaja, seperti bagaimana
memperoleh pangan, mengolah, menyediakan, dan mendistribusikan pangan bagi
anggota rumah tangga. Di beberapa penelitian terkait pengelolaan pangan,
perempuan cenderung memenuhi kebutuhan konsumsi pangan untuk rumah
tangga terlebih dahulu dibanding laki-laki. Dengan demikian, kontribusi
perempuan dalam pengelolaan pangan tersebut apabila sejalan dengan
pengambilan keputusan rumah tangga terkait konsumsi pangan dan gizi rumah
tangga diduga memberikan gambaran ketahanan pangan yang lebih baik
dibanding laki-laki.
Pada aspek pertanian, diketahui bahwa perempuan cenderung menanam
tanaman pangan, sedangkan laki-laki cenderung menanam tanaman komersial.
Perbedaan ini didukung pernyataan Villamor et al. (2014) yang menyatakan
bahwa motivasi laki-laki dalam menanam tanaman sebagian besar dipengaruhi
oleh faktor keuangan, sedangkan perempuan cenderung lebih memperhatikan
konservasi tanah dan konsumsi makan rumah tangga. Ketika laki-laki memiliki
kontrol yang lebih besar dibanding perempuan maka akan mendorong timbulnya
fragmentasi tanah dan berkurangnya tanaman pangan untuk pemenuhan konsumsi
pangan rumah tangga petani. Akibatnya ketersediaan dan akses terhadap pangan
dalam rumah tangga petani dapat terganggu. Ketersediaan pangan bagi rumah
tangga petani dapat dicapai berdasarkan ketersediaan cadangan pangan yang
dimiliki rumah tangga petani selama masa cutting of point, sedangkan akses
pangan yang dapat dicapai melalui adanya akses langsung, yaitu akses yang
didapat dari lahan pertanian yang dikelola rumah tangga. Sehingga apabila
perempuan memiliki kontrol terhadap tanaman yang akan dibudidayakan, hal ini
dapat mengganggu stabilnya ketersediaan dalam rumah tangga petani.
Selain itu, peran penting perempuan dalam penyediaan makan seperti
mencari (membeli), memasak serta menghidangkan makanan menyebabkan
19

pemenuhan gizi keluarga ditentukan oleh peran perempuan dan ditopang oleh
penghasilan yang diperolehnya (Taridala 2010). Ketika perempuan mempunyai
kontrol terhadap kelebihan penghasilan, maka mereka dapat mempertahankan
tingkat kesejahteraan keluarga, khususnya pada perbaikan kualitas gizi anggota
keluarga. Banyak penelitian tentang perilaku kesehatan telah mencatat bahwa
laki-laki memiliki tingkat perilaku berisiko lebih tinggi dan perilaku sehat dan
higienis yang lebih rendah dibanding perempuan. Perempuan memiliki
kecenderungan untuk menyajikan makanan berkualitas untuk keluarga mereka
dengan pengetahuan tradisional yang mereka miliki Penelitian Duflo (2005)
menyebutkan kontrol laki-laki atas pendapatan dihabiskan untuk alkohol dan
rokok. Pendapatan yang dikontrol perempuan memberikan kontribusi peningkatan
yang lebih besar untuk kesehatan dan gizi anak-anak (Thomas 1990). Lebih lagi
penelitian Fischer dan Qaim (2012) menunjukkan kontrol laki-laki atas
pendapatan tidak memengaruhi total konsumsi kalori, ia memiliki efek marginal
negatif pada kualitas makanan.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menduga bahwa peran perempuan
yang sejalan dengan pengambilan keputusan dalam aspek pertanian,
keuangan, dan penyediaan pangan memiliki hubungan dengan ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri. Sebagai contoh apabila peran
perempuan dalam kegiatan pertanian lebih dominan maka perempuan akan lebih
dominan dalam pengambilan keputusan tentang tanaman pangan yang akan
dibudidayakan, sehingga tingkat ketersediaan pangan dapat stabil dan terdapat
akses yang mudah terhadap pangan dengan memperhatikan akses langsung
pangan. Contoh lainnya adalah apabila peran perempuan dalam pemasaran
produk pertanian lebih dominan, maka perempuan akan lebih dominan dalam
pengambilan keputusan tentang keuangan rumah tangga terutama tentang prioritas
keuangan, maka akan semakin mudah rumah tangga memenuhi kebutuhan pangan
rumah tangga. Hal ini disebabkan karena perempuan cenderung membelanjakan
keuangan rumah tangga untuk kebutuhan rumah tangga, sehingga hal ini diduga
dapat mendukung rumah tangga menjadi lebih tahan pangan.
Berdasarkan pemaparan tersebut penelitian ini akan melihat hubungan
antara peran perempuan dalam pengelolaan pangan rumah tangga petani
agroforestri (X) dengan pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri
(Y) dan kaitannya dengan ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri (Z).
Analisis gender pada penelitian ini mengacu pada pengertian peran gender
menurut Moser (1993). Namun pada penelitian ini, analisis yang dilakukan lebih
spesifik pada peran dalam pengelolaan pertanian, penyediaan makan dan aktivitas
keuangan. Berikut adalah kerangka analisis yang telah disusun:
20

X. Pembagian peran gender Y. Tipe Pengambilan Z. Tingkat Ketahanan


Keputusan pangan
(Aktivitas pertanian
agroforestri, pertanian padi Y1 Pengelolaan Z.1 Tingkat Ketersediaan
sawah, penyediaan pangan pertanian Pangan
dan aktivitas keuangan) Y2 Pengaturan keuangan Z.2 Tingkat Akses Pangan
Y3 Penyediaan pangan Z.3 Tingkat Pemanfaatan
pangan

Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran


Keterangan:
: Berhubungan

2.3 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kerangka pemikiran yang telah dibuat, untuk menguji secara


keseluruhan bagaimana analisis gender pada ketahanan pangan, maka hipotesis uji
dalam penelitian ini yaitu:
1. Diduga terdapat hubungan signifikan antara pembagian peran gender
dengan tipe pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri
2. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan rumah
tangga, semakin tahan pangan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri
2.1. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan
tentang menentukan alokasi lahan untuk budidaya, semakin tahan pangan
rumah tangga petani agroforestri
2.2. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan
tentang menentukan tanaman yang akan dibudidayakan, semakin tahan
pangan rumah tangga petani agroforestri
2.3. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan
tentang menetapkan anggaran belanja non pangan, semakin tahan pangan
rumah tangga petani agroforestri
2.4. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan
tentang menetapkan prioritas pengeluaran, semakin tahan pangan rumah
tangga petani agroforestri
2.5. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan
tentang menetapkan anggaran belanja untuk pangan, semakin tahan
pangan rumah tangga petani agroforestri
2.6. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan
tentang mengatur menu makan di rumah, semakin tahan pangan rumah
tangga petani agroforestri
21

2.7. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan


tentang menentukan hasil panen tanaman pangan dijual atau dikonsumsi
semakin tahan pangan rumah tangga petani agroforestri
3. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan rumah
tangga, semakin stabil tingkat ketersediaan pangan rumah tangga petani
agroforestri
3.1. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan
tentang menentukan alokasi lahan untuk budidaya, semakin stabil
ketersediaan pangan rumah tangga petani agroforestri
3.2. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan
tentang menentukan tanaman yang akan dibudidayakan, semakin stabil
ketersediaan pangan rumah tangga petani agroforestri
4. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan rumah
tangga, semakin mudah tingkat akses pangan rumah tangga petani
agroforestri
5. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan rumah
tangga, semakin tinggi tingkat pemanfaatan pangan rumah tangga petani
agroforestri
5.1. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan
tentang menetapkan anggaran belanja untuk pangan, semakin lengkap
pemanfaatan pangan rumah tangga petani agroforestri
5.2. Diduga semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan
tentang mengatur menu makan di rumah, semakin lengkap pemanfaatan
pangan rumah tangga petani agroforestri
III METODOLOGI PENELITIAN

Metodologi penelitian menggambarkan pendekatan penelitian yang


digunakan di lapangan. Metodologi penelitian meliputi pendekatan dan metode
penelitian, lokasi dan waktu penelitian, teknik pengumpulan data, teknik
pengumpulan responden dan informan, serta teknik pengolahan dan analisis data.
Pendekatan dan metode menggambarkan metode mencari data antarvariabel
yang diuji. Lokasi dan waktu penelitian yang menggambarkan mengenai
pemilihan lokasi dan waktu yang diperlukan untuk melakukan penelitian mulai
dari penyusunan proposal penelitian hingga laporan penelitian. Teknik
pengumpulan Data yang berisi pendekatan dalam menggali data dan informasi
baik melalui kuesioner kepada responden ataupun wawancara terstruktur kepada
informan. Teknik penentuan responden dan informan yang menggambarkan cara
menentukan unit analisis penelitian dan analisis data secara kuantitatif dan
kualitatif, serta teknik pengolahan data yang merupakan pendekatan untuk
menggambarkan cara pengolahan data yang diperoleh dari hasil penelitian yang
kemudian dianalisis sesuai dengan tujuan dan hipotesis yang diajukan.

3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian yang bersifat explanatory research atau


disebut penelitian pengujian hipotesis, yaitu penelitian yang menjelaskan
hubungan kausal antarvariabel melalui pengujian hipotesis (Effendi dan Tukiran
2017). Pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan kuantitatif yang
didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuantitatif dilakukan melalui
penelitian survei. Menurut Effendi dan Tukiran (2017) penelitian survei dibatasi
dengan data dari pengambilan sampel yang mewakili sejumlah populasi.
Selanjutnya, informasi atau data yang dikumpulkan dari responden dengan
menggunakan kuesioner. Kuesioner yang digunakan dijadikan sebagai instrumen
utama penelitian. Sebelum dilakukan penelitian di lokasi penelitian kuesioner
yang digunakan dilakukan uji validitas dan reliabilitas terlebih dahulu kepada 10
orang responden untuk melihat sejauh mana suatu alat ukur mengukur apa yang
ingin diukur (validitas) dan sejauh mana hasil pengukuran relatif konsisten apabila
pengukuran diulangi dua kali atau lebih (reliabilitas) (Effendi dan Tukiran 2017).
Uji validitas dan reliabilitas dilakukan kepada sepuluh responden di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat yang memiliki
karakteristik yang hampir sama dengan lokasi penelitian.
Data kualitatif dikumpulkan dengan melakukan wawancara mendalam
kepada responden dengan menggunakan panduan pertanyaan. Pendekatan ini
digunakan untuk memahami secara mendalam dan rinci mengenai suatu peristiwa,
realitas, dan makna yang berkembang dari subjek penelitian. Selain itu,
pendekatan kualitatif dapat membantu memperjelas gambaran fenomena sosial
yang diperoleh melalui pendekatan kuantitatif sehingga dapat dijadikan sebagai
keterangan lebih lanjut. Hasil wawancara mendalam tersebut dituliskan dalam
catatan lapangan yang digunakan untuk memperkaya pandangan kualitatif dan
23

menyempurnakan hasil pertanyaan dalam kuesioner, sehingga didapatkan data


yang lebih rinci dan mendalam.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,


Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Penentuan lokasi penelitian dilakukan secara
sengaja (purposive). Pemilihan lokasi penelitian dilakukan dengan perimbangan:
1 Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
merupakan desa yang termasuk ke dalam kategori desa rawan pangan.
Berdasarkan data statistik yang diperoleh dari Badan Ketahanan Pangan
(BKP) Provinsi Jawa Barat tahun 2013, Desa Sukaluyu ditetapkan sebagai
desa sasaran penanganan kerawanan pangan di Kabupaten Bogor.
2 Berdasarkan profil Desa Sukaluyu, wilayah Desa Sukaluyu terdiri dari 40
persen areal persawahan, 20 persen hutan rakyat dan, 20 persen pemukiman.
Sebagian besar masyarakat Desa Sukaluyu adalah petani.
Penelitian ini dilaksanakan dalam jangka waktu dua tahun, terhitung mulai
bulan April 2019 sampai dengan Juni 2021 (Lampiran 1). Penelitian ini dimulai
dengan penyusunan meliputi penyusunan proposal penelitian, penjajagan lapang,
kolokium, perbaikan proposal penelitian, uji validitas dan reliabilitas,
pengambilan data lapang, pengolahan dan analisis data, penulisan draft laporan,
uji petik, sidang skripsi, dan perbaikan skripsi.

3.3 Teknik Penentuan Responden dan Informan

Subjek dalam penelitian ini dibedakan menjadi responden dan informan.


Responden merupakan individu yang dapat memberikan keterangan dan informasi
mengenai dirinya sendiri. Informan adalah individu yang dapat memberikan
keterangan tentang dirinya, orang lain, dan berbagai informasi dan peristiwa yang
terkait dengan penelitian.
Populasi dalam penelitian ini adalah rumah tangga petani agroforestri di tiga
RW (RW 02, RW 03, dan RW 06), Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat dengan jumlah populasi sebanyak 67 rumah tangga.
Sampel yang dipilih pada penelitian ini berjumlah 60 rumah tangga yang terbagi
atas seluruh populasi dari RW 02 sebanyak 20 rumah tangga, seluruh populasi
dari RW 06 sejumlah 23 rumah tangga dan 17 dari 24 populasi di RW 03.
Informasi ini diperoleh dari beberapa informan antara lain, ketua RW 06, ketua
RW 02, ketua kelompok tani RW 06, dan ketua gabungan kelompok tani Desa
Sukaluyu.
Unit analisis dalam penelitian ini adalah rumah tangga. Berdasarkan kajian
mengenai ketahanan pangan diketahui bahwa meskipun secara agregat kebutuhan
pangan tersedia, tetapi pemenuhan pangan belum tentu memenuhi kebutuhan
pangan sampai tingkat rumah tangga. Rumah tangga petani agroforestri
merupakan fokus utama penelitian ini. Penentuan pertanian agroforestri mengacu
pada pendapat De Foresta dan Michon (1997), yaitu suatu sistem pertanian yang
merupakan perpaduan satu jenis tanaman kayu tahunan (pepohonan) yang
ditanam secara tumpang sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim.
24

Dengan demikian, rumah tangga petani agroforestri pada penelitian ini adalah
rumah tangga yang mengelola tanaman keras (tanaman tahunan) yang dipadukan
dengan tanaman semusim. Kategori petani agroforestri di desa penelitian tidak
hanya berasal dari petani pemilik, tetapi juga berasal dari petani penggarap lahan
pemerintah. Teknik pengambilan responden pada penelitian ini menggunakan
pendekatan sensus dengan persentase sebesar 89 persen dari total populasi, yaitu
dari 67 rumah tangga. Responden pada penelitian ini adalah suami dan istri yang
salah satu atau keduanya berprofesi sebagai petani agroforestri. Perlu disampaikan
bahwa meskipun fokus utama kajian ini adalah rumah tangga petani agroforestri,
namun tidak dapat dihindari bahwa sumber pendapatan rumah tangganya tidak
hanya berasal dari pengelolaan pertanian agroforestri, melainkan juga berasal dari
luar usaha tani rumah tangga responden.

3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data.

Data yang dikumpulan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dengan melakukan wawancara
kepada responden. Data sekunder diperoleh dari dokumen resmi mengenai
gambaran umum lokasi penelitian, seperti gambaran kependudukan, sosial dan
ekonomi lokasi penelitian yang terdapat dalam profil desa. Selain itu juga
didukung dari literatur yang relevan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data
dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jenis data dalam penelitian


No Kebutuhan Jenis Data Sumber Data Metode
Data Primer Sekunder Pengambilan
Data
1 Gambaran Kualitatif - Data Studi
umum lokasi monografi dokumen dan
penelitian desa observasi
lapang
2 Gambaran Kualitatif Wawancara Hasil Studi
umum rumah mendalam penelitian literatur,
tangga petani dengan akademis wawancara
agroforestri pihak desa sebelumnya mendalam,
dan observasi
lapang
3. Analisis Kuantitatif Wawancara Hasil Kuesioner,
pembagian dan kualitatif rumah penelitian wawancara
peran gender tangga akademis mendalam
pada rumah petani sebelumnya dan studi
tangga petani agroforestri literatur
agroforestri
25

Tabel 3.1 Jenis data dalam penelitian (lanjutan)


No Kebutuhan Jenis Data Sumber Data Metode
Data Primer Sekunder Pengambilan
Data
4. Analisis tipe Kuantitatif Wawancara Hasil Kuesioner,
pengambilan dan kualitatif rumah penelitian wawancara
keputusan tangga akademis mendalam
rumah tangga petani sebelumnya dan studi
petani agroforestri literatur
agroforestri
4. Ketahanan Kuantitatif Wawancara Hasil Kuesioner,
pangan rumah dan kualitatif rumah penelitian wawancara
tangga petani tangga akademis mendalam
agroforestri petani sebelumnya dan studi
agroforestri literatur

Tabel 3.2 Teknik pengumpulan data (lanjutan)


Teknik
No Data yang dikumpulkan Sumber data
pengumpulan data
1 Kuesioner  Identitas diri Responden
 Pembagian peran
publik dan domestik
 Pengambilan keputusan
dalam rumah tangga
petani agroforestri
petani agroforestri
 Ketahanan pangan
rumah tangga petani
agroforestri
2 Wawancara  Pertanian agroforestri - Responden
mendalam  Strategi dalam
menghadapi kendala
pangan
 Hambatan dalam
pemenuhan pangan
rumah tangga
 Permasalahan
pengelolaan
agroforestri
 Peran gender dalam
masyarakat
26

Tabel 3.3 Teknik pengumpulan data (lanjutan)


Teknik
No Data yang dikumpulkan Sumber data
pengumpulan data
 Program bantuan - Pemerintah
pangan desa, tokoh
 Program yang berkaitan masyarakat,
dengan pangan dan gizi stakeholder terkait
 Sejarah dan
perkembangan
pertanian agroforestri
 Kelembagaan pangan
Desa Sukaluyu
3 Observasi lapang Kondisi desa, Kondisi Responden
rumah tangga petani
agroforestri
4 Analisis dokumen Gambaran umum lokasi Pemerintah desa
penelitian

3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data

Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif dan data
kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner dengan melakukan
wawancara langsung kepada responden yang kemudian disajikan ke dalam bentuk
tabel frekuensi. Data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam yang
dilakukan kepada responden dan informan. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010 dan Statistical for Social Science
(SPSS) 25.0 for Windows. Proses pengolahan data meliputi coding, editing, entry,
scoring, dan analyzing. Pengujian variabel menggunakan uji korelasi rank
spearman pada taraf nyata (α)=0,05. Berikut rumus perhitungan korelasi
spearman:

α=1
Keterangan:
α : koefisien korelasi spearman
d : selisih data yang diujikan
n : jumlah data (jumlah sampel)

Uji korelasi rank spearman dalam penelitian ini adalah untuk melihat ada
atau tidaknya korelasi antara variabel tingkat pembagian peran gender rumah
tangga petani agroforestri dan variabel tipe pengambilan keputusan rumah tangga
petani agroforestri. Selain itu juga, melihat ada atau tidaknya korelasi antara
variabel tipe pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri dengan
ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri. Hasil uji korelasi rank
spearman menghasilkan p-value yang menunjukkan hubungan antara variabel
yang diujikan pada taraf nyata (α) = 0,05. Jika nilai p-value lebih kecil dari nilai
27

taraf nyata (α) = 0,05, maka terdapat hubungan yang signifikan antar variabel
yang diuji.
Penafsiran pada analisis uji korelasi rank spearman juga melihat kekuatan
(keeratan) signifikansi hubungan. Jika terdapat tanda bintang (*) yang pada nilai
korelasi koefisien, nilai tersebut menunjukkan signifikansi atau hubungan antar
variabel. Semakin banyak jumlah bintang (*) pada koefisien korelasi maka
semakin tinggi tingkat signifikan atau hubungan antar variabel. Nilai Korelasi
rank spearman berada di antara -1 < ƿ < 1. Bila nilai ƿ = 0, berarti tidak ada
korelasi atau tidak ada hubungan antara variabel independen dan dependen. Tanda
positif “+” atau negatif “-“ berarti menunjukkan arah hubungan di antara
variabel. Nilai ƿ = +1 berarti terdapat hubungan yang positif antara variabel
independen dan dependen. Nilai = -1 berarti terdapat hubungan yang negatif
antara variabel independen dan dependen. Untuk memudahkan melakukan
interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel dituliskan kriteria
kekuatan hubungan berdasarkan nilai koefisien korelasi sebagai berikut (Sarwono
2006):

1. 0.00-0.25 : hubungan sangat lemah


2. 0.26-0.50 : hubungan cukup
3. 0.51-0.75 : hubungan kuat
4. 0.76-0.99 : hubungan sangat kuat
5. 1.00 : hubungan sempurna

Data kualitatif dalam penelitian ini dianalisis melalui tiga tahap, yaitu
reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data
dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi
data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Reduksi data
bertujuan untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang
data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala
informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah
dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data dilakukan dengan menyusun
informasi dan data yang diperoleh ke dalam sebuah laporan berupa narasi.
Verifikasi merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada
tahap reduksi untuk mendukung data kuantitatif.

3.6 Definisi Operasional

Variabel yang diukur dalam penelitian ini meliputi karakteristik


responden, tingkat ketahanan pangan dan analisis gender rumah tangga. Definisi
operasional pada penelitian ini dapat disajikan sebagai berikut:
28

Tabel 3.3 Definisi operasional


N Definisi Jenis
Variabel Indikator
No Operasional Data
Karakteristik Responden
1 Usia Lama seseorang Dihitung mulai dari
untuk hidup yang tahun kelahiran dan saat
dihitung sejak penelitian dilakukan dan
responden dihitung dalam satuan
dilahirkan sampai tahun. Pengukuran Rasio
saat penelitian dipisahkan berdasarkan
dilakukan dan jenis kelamin perempuan
dinyatakan dalam dan laki-laki dalam
satuan tahun setiap rumah tangga.
2 Tingkat Pendidikan formal o Tidak tamat sekolah
Pendidikan terakhir yang dasar/ Tidak Sekolah
ditempuh oleh o Tamat SD / Sederajat
responden sampai o Tamat SMP / Sederajat Rasio
saat penelitian o Tamat SMA /
dilakukan. Sederajat
o Perguruan tinggi
3 Ukuran Semua orang yang Dihitung berdasarkan
Rumah mendiami sebagian jumlah orang yang yang
Tangga atau seluruh mendiami sebagian atau
bangunan seluruh bangunan
fisik/sensus, dan fisik/sensus/ dan
biasanya tinggal biasanya tinggal bersama
bersama dan makan dan makan dari satu Rasio
dari satu dapur dapur (mengurus
(mengurus kebutuhan sehari-hari
kebutuhan sehari- bersama menjadi satu)
hari bersama
menjadi satu)

4 Status Segala bentuk hak Diklasifikasikan


kepemilikan atas lahan sawah menjadi:
lahan sawah yang dimiliki oleh
Nominal
responden. Petani pemilik sawah
Petani penggarap sawah
Bukan petani sawah
4 Status Segala bentuk hak Diklasifikasikan
kepemilikan atas lahan menjadi:
lahan agroforestri yang
Nominal
agroforestri dimiliki oleh Lahan milik
responden perseorangan
Lahan milik negara
29

Tabel 3.3 Definisi operasional (lanjutan)


Ketahanan Pangan rumah tangga
5 Ketahanan Ketahanan pangan Data merupakan
pangan meliputi aspek penjumlahan dari
ketersediaan dimensi ketersediaan
pangan, akses pangan, akses pangan,
pangan, dan dan pemanfaatan
pemanfaatan pangan.
pangan
Data dikategorikan
menjadi tahan pangan,
kurang tahan pangan,
dan tidak tahan pangan Ordinal
(LIPI 2013) dengan
klasifikasi:
Tahan Pangan:
Skor 42-50
Kurang Tahan Pangan:
Skor 34-41
Tidak Tahan Pangan:
Skor 25-33

6 Ketersediaan Tersedianya Data dikategorikan


pangan pangan di tingkat menjadi stabil, kurang
rumah tangga stabil, dan tidak stabil
yang dapat dengan nilai maksimal:
dihasilkan dari Klasifikasi untuk tingkat
produksi sendiri, ketersediaan pangan,
membeli, atau yaitu: Ordinal
bantuan pangan. Stabil :
Skor 17-20
Kurang Stabil :
Skor 14-16
Tidak Stabil :
Skor 10-13
7 Akses pangan Kemampuan Data dikategorikan
rumah tangga menjadi mudah, kurang
untuk mudah, dan sulit dengan
memperoleh klasifikasi:
pangan, berkaitan
dengan akses Mudah : Ordinal
ekonomi, akses Skor 22-26
fisik dan akses Kurang Mudah :
sosial dalam Skor 18-21
rumah tangga Sulit:
Skor 13-17
30

Tabel 3.3 Definisi operasional (lanjutan)


8 Pemanfaatan Pemanfaatan Data dikategorikan
pangan pangan, yaitu menjadi lengkap, kurang
kecukupan pangan lengkap dan tidak
untuk kebutuhan lengkap dengan
hidup sehat yang klasifikasi: Ordinal
meliputi kualitas Lengkap : skor 4
pangan dan Kurang Lengkap : skor 3
kualitas gizi. Tidak Lengkap : skor 2
Analisis Gender
9 Pembagian Pembagian peran Pengukuran berdasarkan
peran gender dalam partisipasi dan curahan
pengelolaan waktu/ durasi laki-laki
pangan rumah dan perempuan pada
tangga yang aktivitas pertanian,
dibedakan aktivitas keuangan, dan
menjadi peran aktivitas domestik.
dalam:
a. Aktivitas Pembagian peran yang
pertanian dilihat berdasarkan
agroforestri partisipasi merupakan
b. Aktivitas akumulasi dari aktivitas
pertanian pertanian agroforestri,
padi sawah aktivitas pertanian padi
c. Aktivitas sawah, penyediaan
keuangan pangan, dan aktivitas
d. Aktivitas keuangan.
penyediaan
makanan Data dikategorikan Ordinal
menjadi:

Dominan laki-laki :
Partisipasi laki-laki >
partisipasi perempuan.
Setara :
Partisipasi laki-laki =
partisipasi perempuan
Dominan perempuan :
Partisipasi laki-laki <
partisipasi perempuan

Pembagian peran yang


dilihat berdasarkan
curahan waktu dihitung
dari nilai rata-rata
curahan waktu laki-laki
dan perempuan dalam
31

Tabel 3.3 Definisi operasional (lanjutan)


peran pertanian
agroforestri, pertanian
padi sawah, dan
penyediaan makan.

Data dikategorikan
menjadi:

Dominan laki-laki :
Curahan waktu laki-laki
> curahan waktu
perempuan.
Setara: Curahan waktu
laki-laki = curahan
waktu perempuan
Dominan perempuan :
curahan waktu laki-laki
< curahan waktu
perempuan
10 Pengambilan Kuasa atau Pengukuran berdasarkan
keputusan wewenang yang banyaknya partisipasi
dalam rumah dimiliki anggota laki-laki dan perempuan
tangga rumah tangga dalam pengambilan
dalam mengambil keputusan tentang
keputusan, atas pengelolaan pertanian,
sumberdaya, dan pengaturan keuangan
manfaat rumah keuangan, dan
tangga petani penyediaan pangan.
agroforestri.
Data dikategorikan
menjadi:

Dominan laki-laki :
Ordinal
Laki-laki sebagai
pengambil keputusan >
perempuan sebagai
pengambil keputusan.
Setara:
Laki-laki sebagai
pengambil keputusan =
perempuan sebagai
pengambil keputusan
Dominan Perempuan:
Laki-laki sebagai
pengambil keputusan <
perempuan sebagai
pengambil keputusan
IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

4.1 Kondisi Geografis

Desa Sukaluyu merupakan salah satu desa di Kecamatan Nanggung,


Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa yang memiliki luas wilayah 207 Ha
terletak sekitar 6,5 km ke ibukota kecamatan, 62 Km ke ibukota pemerintah
Kabupaten Bogor dan Jarak Ke Ibukota Provinsi Jawa Barat sejauh 156 Km.
Desa Sukaluyu terdiri atas 3 dusun, 9 RW dan 32 RT. Dusun tersebut terdiri atas
Dusun I (RW 01, RW 08, RW 09), Dusun II ( RW 03, RW 04, RW 05), Dusun III
(RW 02 RW 06). Adapun batas wilayah Desa Sukaluyu adalah sebagai berikut:
 Sebelah Utara : Desa Kalong Liud, Kecamatan Nanggung
 Sebelah Selatan : Desa Bantar Karet, Kecamatan Nanggung
 Sebelah Barat : Desa Hambaro, Kecamatan Nanggung
 Sebelah Timur : Desa Wangun Jaya, Kecamatan Leuwisadeng
Secara geografis Desa Sukaluyu terletak pada ketinggian antara + 600 –
1800 M dari permukaan laut (dpl) dengan curah hujan rata-rata 3000 mm pertahun
dengan jumlah bulan sebanyak enam bulan. dan suhu rata-rata berkisar 30°-32°C.
Penggunaan lahan di Desa Sukaluyu digunakan secara produktif oleh masyarakat.
Penggunaan lahannya terdiri atas lahan persawahan, lahan kering, pemukiman,
perkebunan, dan lain-lain seperti kolam, lapangan, pemakaman, dan areal
perhutani). Berikut luas lahan dan persentase luas lahan menurut jenis
penggunaannya.

Tabel 4.1 Luas lahan dan persentase luas lahan menurut jenis penggunaannya di
Desa Sukaluyu tahun 2018

Jenis Penggunaan Luas (ha) Persentase (%)


Lahan Persawahan 90,0 43,47
Lahan Kering (agroforestri) 30,0 14,49
Pemukiman 38,5 18,59
Perkebunan 48,5 23,42
Lain-lain (Kolam, Lapangan, Makam, 7,0 3,38
Perhutani)
Total 214,0 100,00

Penggunaan lahan paling banyak digunakan untuk areal persawahan, yaitu


sebesar 43,4 persen. Tipe persawahan di Desa Sukaluyu sebagian besar
merupakan sawah tadah hujan. Sehingga kegiatan menanam padi juga dominan
dilakukan pada musim penghujan, yaitu pada bulan November sampai bulan
April. Pada musim kemarau, yaitu pada bulan Mei sampai bulan Oktober, areal
sawah ditanami dengan tanaman lain, seperti palawija dan umbi-umbian
meskipun ada juga yang memaksakan menanam padi.
33

4.2 Kondisi Demografis dan Sosial Budaya

Penduduk Desa Sukaluyu berdasarkan data terakhir hasil sensus penduduk


pada tahun 2018 sebanyak 5.857 jiwa dengan kepadatan penduduk tertinggi
berada di RW 05. Penduduk desa tersebar dalam 1.552 rumah tangga. Penggunaan
lahan untuk pertanian yang cukup besar menyebabkan sebagian besar mata
pencaharian di Desa Sukaluyu adalah petani. Namun demikian, penduduk Desa
Sukaluyu yang berprofesi sebagai petani seringkali tidak hanya mengandalkan
mata pencaharian dari pertanian saja. Hal itu dikarenakan pendapatan hasil
pertanian yang tidak menentu. Para petani tidak selalu dapat bertani setelah panen
karena kondisi iklim yang tidak memadai atau hasil pertanian hanya untuk
dikonsumsi secara pribadi. Selain itu, kegiatan pertanian memiliki waktu bekerja
yang tidak penuh dan dapat diisi oleh pekerjaan lainnya. Sehingga sebagian besar
penduduk selain berprofesi sebagai petani juga memiliki mata pencaharian lain,
seperti pedagang, guru, buruh pabrik, buruh bangunan dan lain-lainnya. Petani
menggunakan uang dari pekerjaan yang lain untuk kebutuhan modal pertanian dan
membeli kebutuhan rumah tangga yang belum terpenuhi dari hasil pertanian.
Penduduk Desa Sukaluyu 100 persen beragama Islam dan bersuku Sunda.
Sehingga kegiatan perayaan didominasi oleh perayaan hari besar Islam, seperti
perayaan hari raya Idul Fitri dan perayaan hari raya Idul Adha. Masyarakat Desa
Sukaluyu masih memiliki rasa tolong menolong yang tinggi. Dalam perayaan
pernikahan masyarakat sering mengirim makanan, seperti kue-kuean yang
nantinya digunakan untuk kegiatan seserahan bagi calon mempelai pria.
Penduduk Desa Sukaluyu memiliki masalah kesejahteraan sosial
diantaranya adalah keluarga miskin sosial dan keluarga dengan rumah tidak layak
huni. Berikut tabel jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial(PMKS) di
Desa Sukaluyu tahun 2018.

Tabel 4.2 Jumlah penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) di Desa


Sukaluyu tahun 2018

Masalah Kesejahteraan Sosial Jumlah


Keluarga Miskin Sosial 856
Keluarga dengan Rumah Tidak Layak Huni 388
Total 1244

Terdapat 856 keluarga miskin sosial dan 388 keluarga yang rumahnya tidak
layak huni. Berdasarkan masalah kesejahteraan sosial tersebut, terdapat program
bantuan pangan beras daerah (rasda) dan bantuan anak sekolah menggunakan
Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Desa Sukaluyu. Selain itu juga, terdapat program
bantuan penerangan atau listrik untuk membantu keluarga dengan rumah tidak
layak huni.

4.3 Kondisi Sarana dan Prasarana

Desa Sukaluyu didominasi oleh perkebunan dan luas areal hutan, akan tetapi
terdapat potensi erosi tanah terutama ketika curah hujan yang cukup tinggi. Ada
beberapa kejadian longsor yang terjadi di Desa Sukaluyu. Salah satunya adalah
34

longsor yang terjadi pada tahun 2017 yang menyebabkan tertimbunnya


bendungan utama untuk mengairi pertanian di Desa Sukaluyu. Selain itu, kejadian
longsor juga menyebabkan perkebunan agroforestri milik warga juga tertimbun
tanah. Sehingga hal itu menyebabkan banyaknya pertanian warga yang
kekurangan air dan hanya mengandalkan air hujan.

4.3.1 Transportasi

Terdapat tiga akses jalan untuk bisa menuju Desa Sukaluyu yakni
melalui jalur Leuwiliang Cisaranten, Leuwiliang Legok Jambu, dan Leuwiliang
Hambaro. Panjang jalan di Desa Sukaluyu pada tahun 2018 sepanjang 8 km
yang terdiri atas jalan Pemda Kabupaten Bogor sejauh 4 km dan jalan desa
/sejauh 4 km. Kondisi jalan pemda dapat dikatakan cukup buruk dengan
kontur jalan yang menanjak dan dipenuhi bebatuan. Sehingga perlu kehati-
hatian yang tinggi dalam melintasi jalan tersebut. Sampai dengan tahun 2018,
di Desa Sukaluyu belum seluruhnya dilintasi oleh trayek angkutan kota. Hanya
sebagian kecil yang dilintasi yakni trayek jurusan Leuwiliang – Hambaro dan
Kp. Legok Jambu – Leuwiliang dan angkot Cisaranten. Jalan yang tidak
dilewati oleh angkot dapat diakses menggunakan ojek. Kurangnya transportasi
massal cukup menghambat mobilitas penduduk Desa Sukaluyu terutama dalam
mobilisasi menuju pasar. Jarak terjauh menuju pasar terdekat menempuh
perjalanan kurang lebih 12 kilometer. Tarif angkot dari Desa Sukaluyu menuju
Pasar Leuwiliang berkisar antara Rp 15.000 hingga Rp 20.000. Sehingga
masyarakat lebih sering membeli kebutuhan pangan pada pedagang sayur
keliling atau kelontong setempat.

4.3.2 Perdagangan

Sarana penunjang pangan Desa Sukaluyu terdiri atas warung, penjual


lauk, penjual sayur, dan penjual jajanan. Sarana penunjang pangan tersebut
umumnya bersifat multifungsional. Warung seringkali memiliki fungsi sebagai
penjual kebutuhan rumah tangga sehari-hari, seperti penjualan pangan jadi,
sayur, jajanan, dan kebutuhan rumah tangga lainnya. Terdapat 195 warung
yang menjual kebutuhan rumah tangga sehari-hari di Desa Sukaluyu. Pedagang
sayur di Desa Sukaluyu terdiri atas petani yang menjual hasil budidayanya atau
pedagang bukan petani yang membeli dagangannya dari petani ataupun
membeli di pasar. Pasar terdekat dapat dilalui dengan menempuh jarak
mencapai ± 12 km. Apabila ketersediaan pangan di pedagang sayur keliling
atau di toko kelontong belum dapat memenuhi ketersediaan pangan rumah
tangga. Biasanya rumah tangga akan memesan terlebih dahulu kebutuhan
pangannya pada pedagang untuk dibelikan pada saat pergi ke pasar atau
langsung membeli ketersediaan pangan untuk stok rumah tangga selama satu
minggu.

4.3.3 Pendidikan

Ketersediaan sarana pendidikan formal merupakan sarana utama untuk


melihat besaran pembangunan sumber daya manusia di suatu wilayah. Oleh
35

sebab itu, ketersediaan sarana pendidikan merupakan hal yang penting untuk
menggambarkan aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan. Berikut tabel
jumlah sarana pendidikan di Desa Sukaluyu tahun 2018.

Tabel 4.3 Jumlah sarana pendidikan di Desa Sukaluyu tahun 2018

Sarana Pendidikan Jumlah Lokasi


TK/PAUD/RA 5 3 (Tiga) Dusun
SD 2 2 (Dua) Dusun
MI 6 3 (Tiga) Dusun
SMP/Mts 3 2 (Dua)Dusun
Total 16

Sarana pendidikan di Desa Sukaluyu masih sangat terbatas. Hal ini


dilihat dengan sarana pendidikan yang kurang lengkap. Sarana pendidikan
tingkat SMA ke atas yang tidak tersedia di Desa Sukaluyu membuat
masyarakat yang akan melanjutkan pendidikan ke jenjang tersebut harus pergi
ke luar desa.

4.3.4 Kesehatan

Kesehatan masyarakat merupakan bagian yang penting dalam


pembangunan sumber daya manusia. Hakim (2016) menyatakan bahwa
kesehatan masyarakat memengaruhi langsung produktivitas masyarakat
pedesaan dalam melakukan kegiatan sosial ekonomi, termasuk dalam
mengelola alam sekitar. Adapun sarana kesehatan yang terdapat di Desa
Sukaluyu dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 4.4 Jumlah sarana kesehatan di Desa Sukaluyu tahun 2018

Jumlah
Sarana Kesehatan
(Unit)
Dokter Umum 1
Bidan 1
Dukun Bayi 7
Posyandu 11

Kurang tersedianya sarana kesehatan di Desa Sukaluyu yang dapat dilihat


dari jumlah maupun kelengkapannya. Sarana kesehatan dapat dinilai belum
lengkap, yakni tidak tersedianya poliklinik atau puskesmas setempat sehingga
masyarakat harus pergi ke luar desa untuk berobat. Umumnya masyarakat di
Desa Sukaluyu pergi ke Leuwiliang sebagai ibu kota kecamatan untuk berobat.
36

4.3.5 Peribadatan

Sarana penunjang lainnya yang terdapat di Desa Sukaluyu adalah sarana


peribadatan. Tabel 4.5 menggambarkan jumlah sarana peribadatan di Desa
Sukaluyu.

Tabel 4.5 Jumlah sarana peribadatan di Desa Sukaluyu tahun 2018


Sarana Peribadatan Jumlah
Masjid 9
Mushola 11
Madrasah Diniyah 2

Terdapat 9 Masjid, 11 Mushola, dan Madrasah yang terdapat di Desa


Sukaluyu. Masyarakat Desa Sukaluyu 100 persen beragama Islam, sehingga
seluruh sarana peribadatan khusus untuk penganut agama Islam.

4.4 Gambaran Umum Pertanian Agroforestri Desa Sukaluyu

Sistem agroforestri memiliki berbagai macam sistem. Menurut De Foresta


dan Michon (1997), agroforestri dapat dikelompokan menjadi agroforestri
sederhana dan agroforestri kompleks. Agroforestri sederhana merupakan suatu
sistem pertanian yang merupakan perpaduan satu jenis tanaman kayu tahunan
(pepohonan) yang ditanam secara tumpang sari dengan atau lebih jenis tanaman
semusim. Pepohonan dapat ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan atau
dengan pola lain, misalnya berbaris dalam latikan sehingga membentuk lorong
atau pagar. Agroforestri kompleks adalah suatu sistem pertanian menetap yang
melibatkan banyak jenis pepohonan (berbasis pohon), baik sengaja ditanam
maupun secara alami pada sebidang lahan dan dikelola mengikuti pola tanam dan
ekosistem yang menyerupai hutan. Pengelolaan sistem agroforestri komplek dapat
dibedakan menjadi kebun atau pekarangan yang letaknya di dekat tempat tinggal
dan agroforestri yang biasanya disebut hutan yang letaknya jauh dari tempat
tinggal.
Sistem pertanian agroforestri di Desa Sukaluyu mencakup agroforestri
sederhana dan agroforestri kompleks. Salah satu pola tanam sistem agroforestri
sederhana yang digunakan adalah pola tanam tumpang sari dengan jenis tanaman
musiman diantaranya tanaman obat, seperti jahe dan serai, tanaman sayur,
seperti mentimun, dan lainnya yang dipadukan dengan tanaman tahunan
(pepohonan), seperti sengon, puspa, dan kayu afrika. Pada pola tanaman tumpang
sari, ada juga yang dilakukan dengan cara menggilir jenis tanaman yang ditanam.
Hal ini bertujuan agar tetap menjaga kesuburan tanaman. Pada sistem agroforestri
kompleks jenis tanaman yang dipadukan berupa tanaman tahunan, seperti puspa,
sengon, dan kayu afrika, pohon buah-buahan, seperti manggis, mangga, dan
beragam jenis tanaman semusim. Sistem pertanian agroforestri di Desa Sukaluyu
merupakan sistem tanaman yang dilakukan secara turun temurun. Pepohonan
kayu yang tumbuh pada lahan kering warga juga seringkali merupakan tanaman
yang tumbuh secara alami (tidak direncanakan). Benih tersebut diduga berasal
37

dari pohon induk yang berada di sekitar kebun yang terbawa melalui bantuan
angin.
Desa Sukaluyu memiliki kelembagaan kelompok tani yang aktif di setiap
RW diantaranya ada kelompok tani di RW 01, kelompok tani Saluyu di RW 02,
kelompok tani Landing di RW 03, kelompok tani Mukti Tani di RW 04,
kelompok tani Mekar Jaya di RW 05, kelompok tani di RW Kadaek 06, kelompok
tani di RW 07, kelompok tani Mekar Sari di RW 08, dan kelompok tani Padi
Sejati di RW 09. Kelompok tani tersebut menghimpun petani padi sawah maupun
petani agroforestri. Anggota dari kelompok tani terdiri atas laki-laki sebagai
kepala rumah tangga dan perempuan kepala rumah tangga. Tidak terdapat
kelompok wanita tani di Desa Sukaluyu sehingga anggota kelompok tani
diwakilkan oleh kepala rumah tangga saja. RW 03 merupakan daerah yang dekat
dengan kawasan perhutani. Beberapa petani agroforestri di RW 03 merupakan
petani agroforestri penggarap di kawasan perhutani. Petani tersebut tidak memiliki
akses untuk menebang pohon, tetapi boleh menanam tanaman musiman seperti
sereh dan bambu.
V KARAKTERISTIK RESPONDEN

Penelitian ini dilakukan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,


Kabupaten Bogor. Unit analisis penelitian ini adalah rumah tangga petani
agroforestri dengan jumlah responden 60 orang. Karakteristik responden adalah
suatu kondisi atau keadaan rumah tangga yang berkaitan langsung dengan dirinya.
Responden pada penelitian diwakili oleh suami dan/ atau istri yang salah satu atau
keduanya bekerja sebagai petani agroforestri. Metode yang dilakukan yakni
dengan mewawancarai suami dan/ atau istri. Umumnya pelaksanaan wawancara
dilakukan dengan mewawancarai suami dan istri. Metode wawancara tersebut
dilakukan karena adanya pengetahuan yang berbeda antara suami atau istri dalam
menjawab pertanyaan. Sehingga, suami atau istri dapat saling melengkapi atau
mengkonfirmasi jawaban dari kuesioner yang ditanyakan. Meskipun unit
analisisnya adalah rumah tangga, namun fokus kajian untuk analisis gender hanya
difokuskan pada peran suami dan istri saja, tidak untuk anggota keluarga lainnya.
Karakteristik responden meliputi pendidikan suami, pendidikan istri, dan usia
suami dan istri pada saat diwawancarai.

5.1 Tingkat Pendidikan Suami dan Istri

Tingkat pendidikan responden dilihat dari jenjang pendidikan terakhir yang


telah ditempuh oleh responden. Tingkat pendidikan responden di Desa Sukaluyu
terdiri atas tidak sekolah atau tidak tamat SD, SD, SMP, dan SMA. Pada
penelitian ini dibedakan berdasarkan tingkat pendidikan suami dan tingkat
pendidikan istri.

Tabel 5.1 Jumlah, persentase, dan nilai rata-rata responden menurut tingkat
pendidikan di Desa Sukaluyu tahun 2019
Suami Istri
Tingkat Pendidikan
n % n %
Tidak Sekolah/ Tidak Tamat SD 22 36,7 19 31,7
SD 36 60,0 41 68,3
SMP 1 1,7 0 0,0
SMA 1 1,7 0 0,0
Total 60 100,0 60 100,0
Rata-Rata 1,6 1,6

Persentase tingkat pendidikan responden, baik suami maupun istri dapat


dikatakan rendah. Hal ini dilihat dari sebagian besar responden suami maupun
istri berpendidikan SD. Sebanyak 36 suami tamat SD dan sebanyak 41 istri yang
tamat bangku sekolah dasar. Akan tetapi pada penelitian ini, tingkat pendidikan
suami dan istri dapat dikatakan seimbang. Hal ini dilihat dari perbandingan rata-
rata tingkat pendidikan suami dan istri dengan rata-rata sebesar 1,6. Rendahnya
tingkat pendidikan responden sejalan dengan gambaran sarana pendidikan yang
39

rendah di Desa Sukaluyu. Belum adanya sarana pendidikan lanjutan membuat


masyarakat Desa Sukaluyu harus pergi ke luar desa untuk mengenyam
pendidikan. Rendahnya tingkat pendidikan di Desa Sukaluyu diperparah dengan
kondisi jalan Desa Sukaluyu yang kurang baik dan juga sulitnya transportasi
menuju sekolah. Selain itu, faktor umur petani yang telah berada pada kategori
usia lanjut ikut memengaruhi tingkat pendidikan responden. Responden yang
telah berusia lanjut mengatakan sangat sedikit sarana pendidikan pada zaman
dahulu.

5.2 Usia Suami dan Istri

Usia berkaitan dengan produktivitas seseorang dalam menjalankan usaha.


Berdasarkan indikator BPS seseorang dapat disebut usia produktif pada rentan
usia 15-64 tahun, sedangkan pada usia 0-14 tahun seseorang dikatakan belum
produktif dan 65 tahun ke atas seseorang dikatakan kurang produktif atau
nonproduktif. Pada penelitian ini terdapat lima kelompok usia yang dikelompokan
berdasarkan gender, dengan batas bawah kelompok usia pada rentan 26-35 tahun.

Tabel 5.2 Jumlah, persentase, dan nilai rata-rata responden menurut usia di Desa
Sukaluyu tahun 2019
Suami Istri
Usia (tahun)
n % n %
25-34 1 1,7 1 1,7
35-44 6 10,0 13 21,7
45-54 21 35,0 29 48,3
55-64 17 28,3 13 21,7
≥65 15 25,0 4 6,7
Total 60 100,0 60 100,0
Rata-Rata 56,4 50,0

Mayoritas responden masuk ke dalam usia produktif, yakni usia suami


terbanyak pada usia 45-54 tahun sebesar 35 persen dan istri sebesar 46 persen.
Jumlah terendah responden suami terdapat pada usia 25-34 tahun sebanyak satu
orang atau sebesar 1,7 persen dan responden istri sebanyak satu orang atau
sebesar 1,7 persen. Hal ini menunjukkan telah terjadi fenomena penuaan petani
yang dapat diakibatkan dari rendahnya regenerasi petani untuk usia muda. Selain
itu, terdapat 15 orang suami dan empat orang istri yang masih aktif bekerja
sebagai petani di usia nonproduktif pada kelompok umur >65. Nilai rata-rata
umur suami lebih tinggi dibanding nilai rata-rata istri menunjukkan bahwa
pasangan cenderung menikah dengan karakteristik suami yang lebih tua dibanding
istri. Pernikahan dengan suami lebih tua dibanding istri ini merupakan hal yang
lumrah pada masyarakat Indonesia.
40

5.3 Ukuran Rumah Tangga

Ukuran rumah tangga dihitung berdasarkan banyaknya anggota yang


terdapat dalam rumah tangga responden. Berdasarkan hasil standar deviasi,
ukuran rumah tangga dikelompokan menjadi <3 orang, 3 sampai 5 orang, dan >5
orang. Adapun ukuran rumah tangga responden dapat dilihat pada Tabel 5.3.

Tabel 5.3 Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut ukuran rumah
tangga di Desa Sukaluyu tahun 2019
Ukuran Rumah Tangga n %
<3 Orang 2 3,3
3-5 Orang 47 78,3
>5 Orang 11 18,3
Total 60 100,0

Tabel 5.3 menunjukkan bahwa mayoritas rumah tangga responden memiliki


jumlah anggota rumah tangga 3 sampai 5 orang dengan persentase sebesar 78.3
persen. Jumlah anggota rumah tangga responden paling sedikit berjumlah 2 orang,
yaitu terdiri dari suami dan istri. Rumah tangga yang terdiri dari 2 orang anggota
rumah tangga merupakan rumah tangga yang tidak memiliki tanggungan anak.

5.4 Status Kepemilikan Lahan Agroforestri

Terdapat dua jenis lahan yang dikuasai oleh petani agroforestri, yaitu lahan
pertanian agroforestri dan lahan pertanian padi sawah. Status kepemilikan lahan
pertanian agroforestri di Desa Sukaluyu terbagi atas dua kategori, yakni lahan
milik perseorangan dan lahan milik negara. RW 03 merupakan daerah yang dekat
dengan kawasan perhutani sehingga penggarapan lahan milik negara umumnya
dilakukan oleh rumah tangga petani agroforestri yang terdapat di RW 03 Desa
Sukaluyu. Adapun status kepemilikan lahan pertanian agroforestri dapat dilihat
pada Tabel 5.4.

Tabel 5.4 Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut status
kepemilikan lahan agroforestri rumah tangga responden di Desa
Sukaluyu tahun 2019
Jumlah Persentase
Status Kepemilikan
(%)
Lahan milik perseorangan 59 98,3
Lahan milik negara 1 1,6
Total 60 100

Berdasarkan Tabel 5.4 terdapat satu rumah tangga petani yang menggarap
lahan milik negara. Petani tersebut tidak memiliki akses untuk menebang pohon,
tetapi diperbolehkan untuk menanam tanaman musiman, seperti sereh dan bambu.
41

Sebagian besar rumah tangga petani lainnya (98,3 persen) menggarap lahan milik
perseorangan, baik lahan milik pribadi maupun lahan milik orang lain. Perbedaan
penggarapan lahan milik orang lain dengan penggarapan lahan milik negara
adalah pada penggarapan lahan milik orang lain, rumah tangga memiliki akses
untuk menebang pohon atau tanaman kayu, sehingga memungkinkan rumah
tangga petani agroforestri yang menggarap lahan orang lain memiliki tingkat
ketahanan pangan yang lebih baik dibandingkan rumah tangga petani agroforestri
yang menggarap lahan milik negara. Perlu disampaikan bahwa di antara rumah
tangga yang menggarap lahan milik perseorangan, terdapat rumah tangga yang
juga menggarap lahan milik negara.

5.5 Status Kepemilikan Lahan Sawah

Selanjutnya terdapat rumah tangga petani agroforestri yang menguasai lahan


pertanian padi sawah. Hal ini disebabkan karena rumah tangga petani agroforestri
di Desa Sukaluyu umumnya tidak terlepas dari kegiatan bertani padi sawah. Status
kepemilikan lahan sawah terbagi atas petani pemilik sawah, petani penggarap
sawah, dan bukan petani sawah. Adapun status kepemilikan lahan sawah rumah
tangga petani agroforestri dapat dilihat dari Tabel 5.5.

Tabel 5.5 Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut status
kepemilikan lahan sawah di Desa Sukaluyu tahun 2019
Jumlah Persentase
Status Kepemilikan
(%)
Petani Pemilik Sawah 45 75
Petani Penggarap Sawah 12 20
Bukan Petani Sawah 3 5
Total 60 100

Tabel 5.5 menunjukkan bahwa di antara rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu terdapat 95 persen rumah tangga yang memiliki akses ke pangan pokok
beras, yaitu sebagian besar (75 persen) merupakan petani pemilik sawah dan
sisanya (20 persen) merupakan petani penggarap sawah. Perlu disampaikan bahwa
di antara rumah tangga petani pemilik sawah, di samping memiliki lahan sawah,
juga menggarap sawah milik orang lain. Terdapat lima persen rumah tangga yang
tidak bertani padi sawah, dua diantaranya mengatakan bahwa sebelumnya lahan
yang digunakan difungsikan untuk kegiatan padi sawah, akan tetapi akibat
kekeringan yang terjadi sawah tersebut tidak lagi difungsikan sebagai sawah
melainkan sebagai kebun keringan. Kebun keringan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pertanian yang tidak memerlukan air yang cukup banyak
dalam proses pertaniannya dibandingkan dengan pertanian padi sawah, seperti
tanaman umbi-umbian.
42

VI TINGKAT KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA


PETANI AGROFORESTRI

Bab ini menjelaskan mengenai tingkat ketahanan pangan rumah tangga


petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat. Menurut undang-undang Nomor 18 tahun 2012, ketahanan pangan
merupakan kondisi terpenuhinya pangan bagi negara sampai dengan
perseorangan, yang tercermin dari tersedianya pangan yang cukup, baik jumlah
maupun mutunya, aman, beragam, bergizi, merata, dan terjangkau serta tidak
bertentangan dengan agama, keyakinan, dan budaya masyarakat, untuk dapat
hidup sehat, aktif, dan produktif secara berkelanjutan. Ketahanan pangan
kemudian dibagi menjadi tiga tingkatan, yaitu tahan pangan, kurang tahan pangan,
dan tidak tahan pangan.Tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
agroforestri pada penelitian ini dianggap tahan pangan, jika 1) memiliki cadangan
beras yang dilihat berdasarkan ketersediaan beras setelah panen sampai panen
berikutnya, 2) tidak ada atau minimnya pengurangan pangan 3) mudahnya akses
pangan berupa akses fisik, akses ekonomi, akses sosial dan akses langsung 4)
lengkapnya tingkat pemanfaatan pangan. Tabel 6.1 menunjukkan jumlah dan
persentase rumah tangga petani agroforestri Desa Sukaluyu berdasarkan tingkat
ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri.

Tabel 6.1 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Ketahanan Pangan Jumlah Persentase (%)
Tahan Pangan 28 46,7
Kurang Tahan Pangan 31 51,7
Tidak Tahan Pangan 1 1,7
Total 60 100,0

Sebagian besar tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri


Desa Sukaluyu berada pada kategori kurang tahan pangan, yaitu sebesar 51,7
persen. Tingkat ketahanan pangan tersebut ditentukan berdasarkan tiga dimensi
ketahanan pangan, yaitu ketersediaan pangan, akses pangan, dan pemanfaatan
pangan. Sebagian besar rumah tangga yang berada pada kurang tahan pangan
memiliki kondisi ketersediaan pangan yang kurang stabil, kurang mudahnya akses
pangan dan pemanfaatan pangan yang termasuk dalam kategori kurang lengkap.
Kategori kurang tahan pangan dan tidak tahan pangan pada penelitian ini dapat
juga disebut sebagai rentan pangan. Dengan demikian, apabila dilihat jumlahnya
tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri Desa Sukaluyu
termasuk dalam kategori rentan pangan sebesar 53,4 persen.
Pada penelitian ini sebanyak satu rumah tangga petani agroforestri
menggarap lahan milik negara. Rumah tangga tersebut tidak memiliki akses untuk
menebang pohon atau tanaman kayu yang terdapat pada lahan tersebut. Namun,
kondisi ketahanan pangan rumah tangga tersebut terdapat pada kategori tahan
43

pangan. Berdasarkan data hasil wawancara, rumah tangga tersebut memiliki


ketersediaan pangan yang stabil dikarenakan tersedianya cadangan pangan, dan
tidak adanya pengurangan pangan dalam rumah tangga. Hal yang menarik dalam
penelitian ini adalah adanya fakta bahwa rumah tangga yang tidak tahan pangan
justru terdapat pada rumah tangga yang memiliki akses kepemilikan pertanian
sawah maupun pertanian agroforestri dengan kategori luas. Hal tersebut
dikarenakan rumah tangga mengalami gagal panen dan mengalami kerugian
modal pertanian yang cukup besar.

6.1 Ketersediaan Pangan

Ketersediaan pangan merupakan tersedianya pangan dalam jumlah yang


cukup aman dan bergizi untuk semua orang dalam suatu negara baik yang berasal
dari produksi sendiri, cadangan pangan maupun bantuan pangan. Pada penelitian
ini pemenuhan ketersediaan pangan dilakukan pada tingkat rumah tangga
sehingga ketersediaan pangan dapat dipenuhi dari produksi pangan sendiri dan
membeli pangan yang tersedia di pasar. Soemarno (2010) menjelaskan
ketersediaan pangan dalam rumah tangga yang dipakai dalam pengukuran
mengacu pada pangan yang cukup dan tersedia dalam jumlah yang dapat
memenuhi kebutuhan rumah tangga.

Tabel 6.2 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat ketersediaan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Ketersediaan Pangan Jumlah Persentase (%)
Stabil 26 43,3
Kurang Stabil 25 41,7
Tidak Stabil 9 15,0
Total 60 100,0

Tingkat ketersediaan pangan rumah tangga petani agroforestri Desa


Sukaluyu termasuk dalam kategori “stabil”, yaitu sebesar 43,3 persen.
Ketersediaan pangan dilihat pada aspek tersedianya cadangan pangan rumah
tangga dan tingkat pengurangan pangan rumah tangga. Rumah tangga yang
dikategorikan “stabil” berarti mampu menyediakan cadangan pangan bagi rumah
tangga dan tidak ada atau minimnya tingkat pengurangan pangan.
Kondisi ketersediaan pangan yang kurang stabil dan tidak stabil bisa muncul
akibat kurangnya cadangan pangan dalam rumah tangga. Pada penelitian ini,
terdapat 19 rumah tangga memiliki cadangan pangan untuk mencukupi kebutuhan
konsumsi pangan yang kurang dari satu bulan. Kecukupan cadangan pangan
untuk konsumsi rumah tangga tersebut bervariasi antara 2 sampai 15 hari. Faktor
pertama yang menyebabkan cadangan pangan kurang mencukupi kebutuhan
selama satu bulan adalah faktor iklim. Pada penelitian ini pengumpulan data
lapangan dilakukan pada bulan Oktober 2019 – Januari 2020. Beberapa kejadian
petani yang memiliki akses terhadap pangan pokok berupa beras tidak dapat
menanam padi, karena sejak Mei – Agustus 2019 terjadi kekeringan. Bapak MJ,
44

72 tahun, menuturkan bahwa beliau mengalami gagal panen dan mengalami


kerugian akibat kemarau yang datang setelah beliau melakukan penanaman padi.

“Saya nyawah dilanda kemarau, sesudah nandur langsung cuacanya


panas, modal saya dua juta tapi dapat beras hanya 30 liter, kalo
ditanya hasil merinding saya, Neng, pengen nangis, Disini air susah,
buat minum aja susah, banyak pohon-pohon itu airnya diserap oleh
pohon-pohon” (Bapak MJ, 72 tahun)

Faktor lainnya yang ikut mendorong cadangan pangan rumah tangga kurang
mencukupi kebutuhan konsumsi pangan selama satu bulan adalah tidak
tersedianya saluran irigasi. Salah satu responden Bapak RA, (54 tahun),
menuturkan bahwa beliau tidak bisa menanam padi dikarenakan kemarau dan
sulitnya irigasi di Desa Sukaluyu sehingga cadangan beras yang terdapat di rumah
diperoleh dari hasil membeli.

“Sekarang beras di rumah hasil dari beli aja, Neng, kemarin


kemarau jadi nggak bisa nanam padi, di sini sulit irigasi dan gaada
bendungan juga, pas pertama beli sekitar 10 liter, ya kira-kira
cuman cukup buat sembilan sampe sepuluh hari aja...” (Bapak RA,
54 tahun)

Sulitnya saluran irigasi di Desa Sukaluyu diketahui diakibatkan oleh sumber


saluran irigasi yang berasal dari bendungan yang tertimbun longsor. Diketahui
bahwa Desa Sukaluyu merupakan daerah yang rawan longsor. Beberapa kejadian
longsor pernah terjadi di Desa Sukaluyu. Sebagian responden mengatakan bahwa
terjadi longsor pada bendungan utama Desa Sukaluyu. Bapak PU (60 tahun)
sebagai informan dalam penelitian ini mengkonfirmasi pernyataan dari sebagian
besar responden mengenai longsornya bendungan yang mengakibatkan irigasi
pertanian terhambat.

“Bapak mengkonfirmasi pertanyaan Eneng tentang bendungan di


Sukaluyu, betul pada 2018 ada bendungan terkena longsor yang
dinamakan bendungan urug, disebut bendungan urug karena urug
berarti longsor, jadi irigasinya terhambat, sebetulnya ada
bendungan yang lain, tetapi alirannya kecil” (Bapak PU, 60 tahun)

Ketersediaan pangan rumah tangga selain dicukupi dari pertanian sendiri


juga didapatkan dari pemberian tetangga. Utamanya kegiatan mengirim makanan
terjadi pada saat berlangsungnya perayaan pernikahan, tujuh bulanan untuk bayi,
khitanan, dan perayaan lainnya. Beberapa responden juga menyebutkan kegiatan
mengirim makanan di lingkungan sekitarnya sudah menjadi kebiasaan. Menurut
penuturan Ibu SA (44 tahun), kegiatan kirim-mengirim makanan di lingkungan
sekitarnya terjadi pada saat acara hajatan dan tujuh bulanan, akan tetapi terkadang
rumah tangganya saling mengirim makanan dengan tetangga sekitarnya,
meskipun sudah ada masakan di rumah masing-masing.
45

“Ngirim-ngirim makanan paling kalo ada acara hajatan, 7


bulanan, tapi kadang ada juga, kita masak daging dikirim ke
tetangga,tetangga punya apa kirim ke kita ya saling ngirim lah ke
sesama tetangga,. walaupun kita udah punya masing-masing” (Ibu
SA, 44 tahun)

Selanjutnya, pada Tabel 6.3 menggambarkan bahwa terdapat 15 persen


rumah tangga yang mengaku pernah mengurangi jumlah makan anggota rumah
tangga dan pernah mengurangi porsi makan untuk anggota rumah tangganya
dalam sehari. Pada kasus pengurangan porsi makan ditemukan bahwa terdapat
rumah tangga yang tidak memiliki lauk pauk untuk dikonsumsi, kemudian
terpaksa mengganti lauk pauk dengan garam. Kasus lainnya yaitu rumah tangga
yang tidak dapat memenuhi kebutuhan beras karena ketersediaan beras yang
dalam rumah tangga yang hampir habis dan tidak mampu memenuhi kembali
cadangan beras dalam rumah tangga. Bapak SU (80 tahun) bercerita bahwa di
dalam rumah tangganya pernah mengalami pengurangan pangan. Beliau
menuturkan bahwa pangan yang tersedia di rumahnya hanya cukup untuk
dikonsumsi dua orang saja, sedangkan anggota rumah tangganya ada empat orang,
sehingga Bapak SU terpaksa membagi pangan untuk empat orang.

“...makanan di rumah mau pada abis, tinggal cukup buat dua orang
aja, ya yang tadinya cuman bisa dimakan untuk berdua, dibagi untuk
empat orang, yang penting mah nggak ada yang kelaparan, tapi kalau
udah kepepet banget mah Neng, minta sama anak, atau kadang juga
anak dateng ke rumah buat liat ada beras atau enggak di rumah...”
(SU 80 tahun)

Tabel 6.3 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut pengurangan pangan di
Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
tahun 2020
Pengurangan Pangan Ya % Tidak %
Pernah mengurangi jumlah
makan anggota rumah tangga 9 15 51 85
dalam sehari
Pernah mengurangi porsi makan
anggota rumah tangga dalam 9 15 51 85
sehari

Selain itu, adanya bantuan pangan berupa beras sangat diharapkan oleh
sebagian besar responden. Terdapat program bantuan pangan berupa beras
sebesar 25 kilogram yang dibagikan setiap bulannya kepada rumah tangga kurang
sejahtera di Desa Sukaluyu. Ada dua alasan yang mendasari bantuan beras sangat
membantu rumah tangga mencapai ketersediaan pangan rumah tangga. Pertama
adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap waktu dan adanya
musim tidak menyawah, yaitu pada bukan musim penghujan yang menyebabkan
46

sawah tidak dapat ditanami membuat rumah tangga petani tidak memiliki akses
yang cukup terhadap beras.
Sebuah penelitian yang ditulis oleh Islam dan Mamun (2019) meneliti
mengenai pengaruh bahaya iklim terhadap akses pangan rumah tangga pada
kawasan delta di Bangladesh. Hasilnya menunjukkan bahwa kerentanan banjir
secara signifikan mengurangi akses rumah tangga tetapi hal itu tidak terjadi pada
rumah yang kurang bergantung pada sumber daya alam untuk mata pencaharian
mereka, termasuk pekerja harian tanpa keahlian dan pemilik toko kelontong.
Dengan demikian, strategi nafkah sangat berperan dalam ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Rumah tangga petani yang memiliki
lahan pertanian yang luas belum tentu bisa bertahan pada bukan musim tani
karena kondisi iklim yang kurang mendukung.

6.2 Akses Pangan

Indikator akses pangan dalam pengukuran ketahanan pangan di tingkat


rumah tangga dilihat dari kemudahan rumah tangga memperoleh pangan, yang
diukur dari indikator kepemilikan lahan pertanian, dan cara rumah tangga untuk
memperoleh pangan (Soemarno 2010). Akses pangan dalam penelitian ini
dikategorikan menjadi mudah, kurang mudah, dan sulit. Data pada Tabel 6.4
menggambarkan tingkat akses pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu.

Tabel 6.4 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat akses pangan
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Akses Pangan Jumlah Persentase (%)
Mudah 29 48,3
Kurang Mudah 31 51,7
Sulit 0 0,0
Total 60 100,0

Berdasarkan Tabel 6.4, tingkat akses pangan rumah tangga petani


agroforestri Desa Sukaluyu termasuk dalam kategori kurang mudah yakni sebesar
51,7 persen. Artinya sebanyak 51,7 persen rumah tangga cenderung kurang
mudah mengakses pangan secara langsung, akses ke penjual pangan, kurangnya
pendapatan, maupun mengakses bantuan secara sosial. Rumah tangga yang
dikatakan mudah dalam mengakses pangan didukung oleh beberapa kategori
akses, yaitu akses langsung, akses fisik, akes ekonomi, dan akses sosial. Akses
langsung merupakan kemampuan untuk mengakses pangan bagi rumah tangga
yang memiliki lahan pertanian. Adapun jumlah dan persentase rumah tangga
menurut akses langsung terhadap pangan dapat dilihat pada Tabel 6.5.
47

Tabel 6.5 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses langsung terhadap
pangan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020
Akses Langsung Ya % Tidak %
Mendapatkan beras dari sawah milik sendiri 41 68 19 32
Mudah mendapatkan bahan pangan dari
43 72 17 28
tanaman yang tumbuh di lingkungan sekitar

Berdasarkan Tabel 6.5, rumah tangga yang mendapatkan beras dari sawah
milik sendiri sebesar 68 persen. Pada penelitian ini, meskipun rumah tangga
sebagian besar (95 persen) memiliki akses ke pangan pokok berupa beras dengan
memiliki atau menggarap lahan pertanian Namun, kondisi iklim yang tidak
mendukung pada saat penelitian dilakukan, menyebabkan rumah tangga tidak
mendapatkan beras dari sawah milik sendiri, melainkan mendapatkan beras
dengan cara membeli.
Selain mendapatkan beras dari sawah milik sendiri, akses langsung pada
penelitian ini juga melihat bagaimana rumah tangga mendapatkan pangan lainnya
sebagai tambahan untuk konsumsi pangan rumah tangga. Sebagian besar rumah
tangga mudah mendapatkan bahan pangan dari tanaman yang terdapat di
lingkungan sekitar yakni sebanyak 72 persen. Mayoritas rumah tangga
menyatakan mudahnya memperoleh pangan berupa lalapan (sayuran). Lalapan
dapat diartikan sebagai pangan berupa sayur-sayuran yang biasa dikonsumsi
dengan sambal pada masyarakat sunda. Menurut salah satu responden Bapak RO,
55 tahun, rumah tangganya terbiasa mendapatkan pangan berupa lalab-lalaban,
seperti daun singkong, dan juga pangan lainnya, seperti kacang tanah dan timun
dari kebun milik sendiri.

“Lauk pauk yang dari kebon, paling lalapan kayak daun


singkong, kacang sama timun,tapi sekarang kacang sama timun
nggak nanem, karena tanahnya cuman sedikit dan karena musim
kemarau juga, jadi nggak bisa terus terusan di tanam” (Bapak
RO, 55 tahun)

Selain akses langsung akses fisik berupa mudahnya mendapatkan bahan dari
pedagang sayur keliling atau toko kelontong dan pedagang sayur di pasar juga
dinilai sebagai penentu ketahanan pangan pada rumah tangga petani agroforestri
Desa Sukaluyu. Rumah tangga yang mudah mendapatkan pangan dari pedagang
sayur keliling atau toko kelontong dan pedagang sayur di pasar berarti
mendukung tersedianya dan tercukupinya pangan di dalam rumah tangga. Mudah
dan tidaknya akses fisik diukur secara subjektif menurut persepsi responden
dalam rumah tangga dengan mempertimbangkan jarak, ketersediaan alat
transportasi, ketersediaan bahan pangan, dan kecukupan pendapatan. Adapun
akses fisik pada rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu dapat dilihat
pada Tabel 6.6.
48

Tabel 6.6 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses fisik terhadap
pangan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020
Akses Fisik Ya % Tidak %
Mudah mendapatkan pangan dari 29 48 31 52
pedagang sayur di pasar
Mudah mendapatkan pangan dari
pedagang sayur keliling/ toko 55 92 5 8
kelontong

Mayoritas rumah tangga mudah mendapatkan pangan dari pedagang sayur


keliling atau toko kelontong yakni sebanyak 92 persen. Untuk memenuhi
kebutuhan sehari-hari masyarakat Desa Sukaluyu umumnya berbelanja di warung
kecil atau pedagang sayur keliling. Berbelanja ke pasar dirasa cukup jauh dan
harus memiliki uang yang cukup besar karena harus membeli dalam jumlah
banyak. Sebanyak 52 persen rumah tangga menyatakan sulit dalam mengakses
pasar. Untuk mencapai pasar jarak yang harus ditempuh kurang lebih mencapai 12
kilometer dengan biaya transportasi berkisar antara 15 sama 20 ribu rupiah. Akan
tetapi bagi 48 persen rumah tangga akses pasar dianggap mudah karena rumah
tangga memiliki pengaturan keuangan untuk membeli pangan selama satu pekan
sekaligus mengalokasikan uang untuk membeli benih atau benih pertanian. Selain
itu, rumah tangga yang menganggap mudah dalam mengakses pasar adalah rumah
tangga yang anggotanya bekerja sebagai pedagang di Desa Sukaluyu atau sebagai
pedagang di pasar. Sementara ada sebanyak 8 persen rumah tangga menyatakan
membeli pangan pada pedagang sayur kelontong atau keliling dirasa sulit karena
bahan pangan yang dijual seringkali sudah habis pada pagi hari. Terdapat lima
responden yang menjawab “tidak” dalam menjawab pertanyaan tentang
kemudahan responden dalam mendapatkan bahan pangan dari pedagang sayur
keliling/ toko kelontong. Menurut penuturan Ibu BE (50 tahun), sulitnya
mendapatkan pangan di warung yang menjual pangan dikarenakan jika terlambat
membeli pangan, ketersediaan pangan di warung sudah habis.

“Susah Neng kalo di warung mah, kalo kesiangan dikit udah


pada abis. Jadi kadang ke pasar... Ibu kan jualan obat kecil-
kecilan di pasar, jadi sekalian belanja di pasar” (Ibu BE, 50
tahun)

Akses sosial menurut Adhyanti (2018) merupakan modal sosial yang dapat
digunakan untuk mendapatkan mekanisme dukungan informal, seperti barter,
meminjam, atau adanya program dukungan sosial. Akses sosial pada penelitian ini
dilihat dari ada tidaknya bantuan pangan dari saudara, tetangga dekat dan tetangga
jauh kepada rumah tangga pada saat rumah tangga tersebut kesulitan pangan dan
juga dilihat dari ada tidaknya rasa keberatan untuk meminta bahan pangan kepada
saudara, tetangga dekat, dan jauh saat rumah tangga sedang mengalami kesulitan
pangan.
49

Tabel 6.7 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses sosial terhadap
pangan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020
Akses Sosial Ya % Tidak %
Adanya bantuan dari tetangga dekat
untuk memenuhi kebutuhan pangan
52 87 8 13
saat rumah tangga mengalami
kesulitan
Adanya bantuan dari tetangga jauh
untuk memenuhi kebutuhan pangan
27 45 33 55
saat rumah tangga mengalami
kesulitan
Adanya bantuan dari saudara untuk
memenuhi kebutuhan pangan saat 57 95 3 5
rumah tangga mengalami kesulitan

Berdasarkan Tabel 6.7, bantuan pangan terbesar berasal dari saudara. Pada
penelitian ini, rumah tangga umumnya hidup berdekatan dengan saudara, seperti
adik, kakak atau anak yang telah berumah tangga sehingga memudahkan rumah
tangga untuk meminta bantuan ketika mengalami kesulitan pangan. Tempat
tinggal yang berdekatan ini sejalan dengan budaya Sunda yang tidak suka
merantau dan memilih tinggal berdekatan dengan sanak saudara. Kondisi tersebut
tercermin dalam peribahasa sunda “bengkung ngariung, bongkok ngaronyok”
yang artinya “lebih baik kumpul bersama keluarga daripada merantau ke daerah
tetangga”, ini menggambarkan bahwa ada keinginan orang Sunda untuk selalu
tinggal bersama sanak saudara di tempat kelahiran atau bisa juga dengan adanya
sikap enggan untuk berjauhan atau berpisah dengan sanak saudara. Selain itu,
bantuan pangan dari tetangga dekat merupakan sesuatu yang umum terjadi di
Desa Sukaluyu. Tetangga dekat yang dimaksud pada penelitian ini biasanya hanya
terjadi pada ruang lingkup kecil dalam suatu wilayah, seperti rumah yang berada
di samping, depan, atau belakang. Menurut pemaparan Bapak RO (55 tahun)
ketika mengalami kebutuhan pangan rumah tangga, meminta bantuan kepada
tetangga dengan cara meminta bahan pangan atau meminjam uang.

“Kita juga kalo lagi butuh sama tetangga, menta atawa pinjem
dikasih, jadi saling aja saling bantu” (Bapak RO, 55 tahun)

Bantuan yang berasal dari tetangga jauh paling jarang dilakukan


dibandingkan bantuan pangan dari tetangga dekat dan bantuan yang berasal
saudara. Rumah tangga yang tidak atau menolak meminta bantuan untuk
mencukupi kebutuhan pangan dari tetangga dekat disebabkan karena merasa malu
dan takut digunjing oleh orang-orang sekitar. Seperti pada penuturan Ibu BE (50
tahun) sebagai berikut.
50

“Kalau minta tolong ke tetangga mah nggak, malu takut diomongin,


tapi kali sama saudara Ibu berani minta tolong, karena udah deket
juga, ya paling sama adek aja”(Ibu BE, 50 tahun)

Adanya bantuan dari tetangga jauh dikarenakan responden memiliki ikatan


kerabat dekat, seperti kerabat dagang pertanian. Selain itu, meminta bantuan
untuk memenuhi pangan rumah tangga kepada tetangga jauh juga dilakukan
dengan meminjam bahan pangan kepada tetangga yang memiliki warung atau
sebagai pedagang sayur.

“Menta tulung ka tatangga jauh mah biasana ka Pak Rw, Ari menta
tulung mah kieu Neng, misalna keur teu boga duit jeung dahar, eta
menta tulungna ku cara ngajual cau ka Pak Rw.” (Bapak JA, 65
tahun)

“Minta bantuan ke tetangga jauh biasanya ke Pak Rw, kalau


minta bantuan begini caranya, misalnya lagi ga ada uang untuk
makan, minta bantuan dengan cara menjual pisang Pak Rw” (Bapak
JA, 65 tahun)

6.3 Pemanfaatan Pangan

Pemanfaatan pangan merupakan penggunaan pangan untuk kebutuhan hidup


sehat yang meliputi kebutuhan energi dan gizi, air dan kesehatan lingkungan.
Pada penelitian ini, pemanfaatan pangan hanya dilihat berdasarkan kandungan
gizi dari pangan yang dikonsumsi rumah tangga. Nilai pemanfaatan pangan
diukur berdasarkan konsumsi pangan protein nabati dan protein hewani dengan
menggunakan metode 24-Hours Recall atau konsumsi pangan dalam 24 jam
terakhir. Untuk memudahkan penelitian, metode tersebut ditanyakan dengan “apa
yang rumah tangga konsumsi kemarin?” yang ditujukan pada pangan yang
dimasak di rumah tangga, tidak termasuk pada pangan yang dikonsumsi di luar
rumah. Hal tersebut dilakukan agar melihat gambaran asupan gizi protein hewani
dan nabati rumah tangga dalam satu hari. Kelemahan penelitian ini adalah tidak
ditanyakan jumlah atau banyaknya pangan untuk rumah tangga dalam
menggambarkan konsumsi pangan tersebut, sehingga belum terlihat bagaimana
kecukupan zat gizi pangan untuk anggota rumah tangga.
Tingkat pemanfaatan pangan rumah tangga diambil berdasarkan tiga
kategori, yaitu kategori “lengkap” dilihat dari rumah tangga yang mengonsumsi
pangan protein nabati dan protein hewani, kategori “kurang lengkap” dilihat dari
rumah tangga yang hanya mengonsumsi pangan protein hewani atau hanya
mengonsumsi pangan protein nabati, dan kategori “tidak lengkap” dilihat dari
rumah tangga yang tidak mengonsumsi pangan protein hewani maupun pangan
protein nabati. Adapun jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat
pemanfaatan pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu dapat
dilihat pada Tabel 6.8.
51

Tabel 6.8 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pemanfaatan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Pemanfaatan Pangan Jumlah Persentase (%)
Lengkap 20 33,3
Kurang Lengkap 38 63,3
Tidak Lengkap 2 3,3
Total 60 100,0

Berdasarkan Tabel 6.8 diketahui bahwa mayoritas tingkat pemanfaatan


pangan rumah tangga petani agroforestri Desa Sukaluyu berada dalam kategori
“kurang lengkap” yakni sebesar 63,3 persen. Artinya konsumsi pangan rumah
tangga petani agroforestri utamanya hanya mengonsumsi pangan protein hewani
atau hanya mengonsumsi pangan protein nabati. Adapun Tabel 6.9
menggambarkan konsumsi protein hewani rumah tangga petani agroforestri di
Desa Sukaluyu.

Tabel 6.9 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut konsumsi protein hewani
di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, tahun 2020
Konsumsi Protein Hewani Jumlah Persentase (%)
Mengonsumsi pangan protein hewani 51 85
Belut 1 1,7
Belut, Tutut 1 1,7
Daging Ayam 1 1,7
Daging Bebek 1 1,7
Daging Sapi 1 1,7
Ikan Asin 36 60
Ikan Asin, Daging Sapi 1 1,7
Ikan Asin, Telur 2 3,3
Ikan Tongkol 3 5
Jeroan (Ampela) 1 1,7
Telur 1 1,7
Udang 2 3,3
Tidak Mengonsumsi Pangan protein hewani 9 15
Total 60 100

Berdasarkan Tabel 6.9, diketahui bahwa mayoritas rumah tangga petani


agroforestri mengonsumsi pangan berprotein hewani yakni sebesar 85 persen.
Pangan protein hewani yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu adalah ikan asin. Masyarakat Desa Sukaluyu sering
menyebut ikan asin dengan sebutan ikan usam, yaitu bahan makanan yang terbuat
dari daging ikan yang diawetkan dengan menggunakan banyak garam.
Berdasarkan Tabel 6.9, rumah tangga yang mengonsumsi ikan asin saja sebagai
lauk pauk sebesar 60 persen rumah tangga. Responden yang membuat keputusan
52

untuk membeli ikan asin dipengaruhi oleh harga ikan asin yang terjangkau.
Adanya kondisi keuangan yang kurang memadai dalam rumah tangga membuat
rumah tangga cenderung lebih memikirkan kecukupan uang yang ada dalam
mengonsumsi pangan. Seperti pada penuturan Bapak JU (31 tahun) yang
mengatakan bahwa keluarganya mengkonsumsi ikan asin dikarenakan dapat
mengirit pengeluaran pangan dan dapat disimpan selama dua sampai tiga hari.

“...makan kemaren ama ikan asin, soalnya bisa diirit-irit makannya.


Jadi hemat ke kitanya. Beli tiga ribu aja, dimakannya bisa dua-tiga
hari...” Bapak JU (31 tahun)

Selain itu alasan lain rumah tangga yang mengonsumsi ikan asin adalah
karena ikan asin merupakan makanan yang disukai keluarga dan merupakan
makanan yang umum dikonsumsi di desa. Hal ini berarti adanya kebiasaan dalam
mengonsumsi ikan asin di Desa Sukaluyu. Salah satu responden Ibu SA (44
tahun), menuturkan bahwa beliau keluarganya sering mengkonsumsi ikan asin
karena rasanya cocok dikonsumsi dengan sayur dan sambal. Selain itu, beliau
menuturkan bahwa ikan asin tidak membosankan untuk dikonsumsi.

“Kalo gak makan sama ikan asin dan sambel nggak enak. Disini
mah kan banyaknya sayuran kayak daun singkong, Kalo daun
singkong gak enak dimakan sama daging, enaknya dimakan sama
ikan asin dan sambel. Tapi kalo punya duit sih bisa seminggu
sekali beli daging, nggak sering-sering karena kalo makan daging
suka bosen. Beda kalo makan sama ikan asin, ngerasanya nggak
bosen aja. Anak-anak juga makan ikan asin, paling ikan asin yang
kecil-kecil kayak teri” (Ibu SA, 44 tahun)

Hal lain yang juga mendukung konsumsi ikan asin yang tinggi di Desa Sukaluyu
adalah mudahnya akses yang untuk mendapatkan ikan asin. Ikan asin yang
umumnya didapatkan dengan cara membeli dapat dengan mudah dibeli dari
penjual lauk, penjual sayur, maupun warung yang tidak menjual sayur.
Sementara itu, berdasarkan Tabel 6.9 hanya sedikit responden mengonsumsi
pangan protein hewani yang berasal dari hewan ternak dan sumber pangan protein
hewani lainnya yang utamanya bisa didapatkan dari pertanian agroforestri yang
dikelola rumah tangga. Sedikitnya rumah tangga yang mengonsumsi pangan
protein hewani atau sumber pangan protein hewani lainnya dikarenakan rumah
tangga tidak memiliki ternak atau sumber pangan protein lainnya pada pertanian
yang dikelolanya. Selain itu, konsumsi daging-dagingan biasanya dikonsumsi
pada hari-hari raya umat Islam, seperti pada hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul
Adha. Adapun rumah tangga yang memiliki ternak tidak selalu dapat
mengonsumsi daging ternak yang dikelolanya karena harus menunggu ternak siap
dipanen.
Selanjutnya pemanfaatan pangan juga dilihat berdasarkan konsumsi
pangan protein nabati. Tabel 6.9 menggambarkan konsumsi pangan protein nabati
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Hasilnya menunjukkan
sebagian besar rumah tangga responden tidak mengonsumsi pangan protein nabati
yakni sebesar 51,7 persen. Pangan protein nabati yang paling banyak dikonsumsi
53

adalah tempe. Rumah tangga yang mengkonsumsi tempe saja sebagai lauk pauk
sebesar 15 persen.

Tabel 6.10 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut konsumsi protein nabati
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Konsumsi Protein Nabati Jumlah Persentase (%)
Mengonsumsi pangan protein nabati 29 48,3
Jamur 1 1,7
Kacang Panjang 4 6,7
Kacang Panjang, Kacang Tanah 4 6,7
Kacang Tanah 1 1,7
Oncom 2 3,3
Oncom, Tauco 1 1,7
Tahu 3 5,0
Tahu, Tempe 3 5,0
Tempe 9 15,0
Tempe, Kacang Panjang 1 1,7
Tidak Mengonsumsi pangan protein nabati 31 51,7
Total 60 100,0

Pada penelitian ini, umumnya rumah tangga yang mengonsumsi pangan


protein hewani yang dikombinasikan dengan sayur. Sayur hampir selalu ada
dalam menu masakan rumah tangga responden, yang umum ditemui adalah sayur
daun singkong dan mentimun. Hal ini bersesuaian dengan Tabel 6.8 yang
menunjukkan bahwa tingkat pemanfaatan pangan berada kategori “kurang
lengkap” yang berarti bahwa pada penelitian ini konsumsi pangan rumah tangga
terbanyak pada konsumsi pangan protein hewani.
Pada penelitian ini, pertanian agroforestri tampaknya tidak banyak
berkontribusi terhadap pemanfaatan pangan rumah tangga petani agroforestri di
Desa Sukaluyu. Berdasarkan hasil wawancara, sangat sedikit rumah tangga yang
mengonsumsi pangan protein hewani dan pangan protein nabati dari pertanian
yang dikelola rumah tangga. Adapun akses pangan protein hewani dan nabati
dapat dilihat pada Tabel 6.11 dan Tabel 6.12.

Tabel 6.11 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses pangan protein
hewani di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020
Akses Pangan Protein Hewani Jumlah Persentase (%)
Pertanian milik sendiri 3 5
Bukan pertanian milik sendiri 48 80
Tidak mengonsumsi 9 15
Total 60 100
54

Tabel 6.11 menunjukkan bahwa hanya terdapat lima persen rumah tangga
yang mengonsumsi pangan protein hewani dari pertanian milik sendiri. Paling
banyak rumah tangga mengonsumsi pangan protein hewani bukan berasal dari
pertanian milik sendiri, yaitu didapat dengan cara membeli, atau pemberian orang
lain, seperti ditemui pada Tabel 6.9, konsumsi pangan protein hewani terbanyak
adalah pada konsumsi ikan asin.
Menurut Bapak PU (ketua RW 06, 60 tahun) mayoritas masyarakat Desa
Sukaluyu mengkonsumsi ikan asin, Beliau juga menambahkan pendapat tentang
dirinya bahwa beliau juga tidak begitu menyukai daging.

“...kalo di sini emang kebanyakan makan ikan asin, Neng, atau ikan
usam disebutnya. Bapak jujur aja ya Neng, kalo makan daging-
dagingan nggak begitu seneng...” (Bapak PU, Ketua RW 06, 60
tahun)

Berdasarkan hasil wawancara, meskipun rumah tangga memiliki ternak tetapi


ternak tersebut hanya dapat dikonsumsi pada saat ternak siap dipotong atau hanya
dipersiapkan untuk hari raya saja. Ada juga rumah tangga yang mengurusi ternak
berupa kambing milik orang lain dengan upah satu ekor kambing jika kambing
sudah berkembang biak.

Tabel 6.12 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses pangan protein
nabati di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020
Akses Pangan Protein Nabati Jumlah Persentase (%)
Pertanian milik sendiri 10 17
Bukan pertanian milik sendiri 19 32
Tidak mengonsumsi 31 52
Total 60 100

Selain itu untuk konsumsi pangan berprotein nabati, terdapat 10 rumah


tangga yang mengonsumsi pangan berprotein nabati dari pertanian milik sendiri.
Rumah tangga yang mengonsumsi pangan berprotein nabati menanam pangan
berupa kacang-kacangan, seperti kacang panjang dan kacang tanah. Namun
menurut salah satu responden Bapak US (47 tahun) tanaman yang ditanamnya di
kebun termasuk di dalamnya kacang tanah merupakan tanaman yang memiliki
masa simpan yang tidak lama.

“Kalau nanem, abis panen langsung buru-buru dijual, kalau buat


konsumsi pribadi paling cuman kepake dua hari aja, gabisa lama-
lama, takut busuk soalnya” (Bapak US, 47 tahun)

Hal ini menunjukkan ketersediaan pangan protein nabati dari pertanian milik
sendiri dapat terhambat karena adanya keterbatasan masa simpan, sehingga
konsumsi rumah tangga yang mengelola pertanian pangan protein nabati tidak
dapat menyediakan pangan tersebut secara kontinu.
55

6.4 Kondisi Ketahanan Pangan Pada Rumah Tangga Petani Agroforestri


Desa Sukaluyu

6.4.1 Rumah Tangga Tahan Pangan

Salah satu rumah tangga petani agroforestri yang termasuk kategori tahan
pangan adalah dari pasangan Bapak RO (55 tahun) dan Ibu SA (44 Tahun).
Bapak RO dan Ibu SA hidup bersama keempat anaknya. Ketersediaan beras di
rumah tangga Bapak RO saat ini didapatkan dari hasil panen sawah milik
sendiri dengan lahan seluas 300 meter. Ketika pertama kali panen, hasil sawah
milik sendiri mencapai 100 liter beras yang mencukupi kebutuhan beras dari
panen ke panen. Ibu SA mengaku saat ini panennya tidak sebanyak biasanya
karena kondisi iklim yang kurang baik. Beras dari hasil garapan yang
seharusnya mendapatkan beras sekitar 400 kilogram beras, tidak dapat ditanam
selama 2 musim karena kekeringan. Lahan pertanian padi sawah milik orang
lain yang digarapnya tersebut mencapai luas setengah hektar. Menurut Bapak
RO, jarangnya hujan juga membuat air sungai mengering. Untuk konsumsi
pangan, Ibu SA mengaku tidak pernah mengurangi konsumsi nasi untuk rumah
tangga.Ibu SA mengatakan dia memasak bergantung pada jumlah orang yang
ada di rumah. Kadangkala rumahnya dikunjungi oleh saudara di luar atau
kepulangan anaknya yang bekerja di luar desa, sehingga Ibu SA yang biasanya
bertugas memasak nasi, harus memasak nasi lebih banyak dari biasanya. Bapak
RO juga mengaku bisa makan tiga sampai empat kali dalam sehari. Bapak RO
percaya bahwa rezeki pasti akan selalu ada, sehingga keduanya sepakat untuk
tidak membatasi konsumsi pangan untuk keluarga.
Sebagai petani agroforestri, Bapak RO dan Ibu SA menanam beberapa
pohon kayu berupa pohon jengjeng atau markum dan tanaman musiman berupa
tanaman cabai, kunyit, jahe, lengkuas, singkong, pisang, kecapi, timun, dan
kacang tanah. Tanaman kacang dan timun hanya dapat ditanam pada musim
penghujan. Sehingga bahan pangan yang digunakan sebagai lauk pauk pada
pertanian agroforestri umumnya berupa tanaman singkong yang daunnya dapat
digunakan untuk lalap dan sayur, dan juga cabai yang digunakan untuk
membuat sambal. Ketersediaan pangan lainnya didapatkan dari berbelanja di
pasar dan penjual sayur terdekat. Ibu SA bercerita bahwa dirinya paling sering
memasak ikan asin untuk rumah tangga. Menurutnya ikan asin sangat cocok
dikonsumsi dengan sambal dan lalap yang bahannya tersedia di kebun. Selain
itu, menurut Ibu SA, keluarganya tidak merasa bosan dalam mengkonsumsi
ikan asin, termasuk anak-anak yang juga menyukai ikan asin jenis tertentu.
Rumah tangga Bapak RO dan Ibu SA pada 24 jam terakhir mengkonsumsi
belut dan tutut yang didapatkan dari usahatani keluarga dan juga sayur toge
tahu yang dibeli di pedagang sayur lokal. Selain itu, di dalam rumah tangga
Bapak RO juga sering mendapatkan makanan dari tetangga dekat yang
merayakan acara pernikahan, acara tujuh bulanan, dan acara lainnya, atau bisa
juga didapatkan ketika tetangga dekat sedang panen. Menurut Bapak RO,
kegiatan mengirim makanan merupakan suatu kebiasaan yang ada di
lingkungan tempat tinggalnya. Kegiatan saling tolong menolong ketika ada
rumah tangga yang membutuhkan pangan di lingkungannya juga masih sering
56

terjadi. Akan tetapi, menurut Ibu SA kegiatan mengirim makanan di desa mulai
hilang dan mulai menyamai kehidupan kota yang individualis.
Selain berprofesi sebagai petani, Bapak RO juga memiliki pekerjaan
sampingan, yaitu sebagai buruh serabutan di luar pertanian. Saat ini pekerjaan
yang dijalankan Bapak RO, yaitu sebagai kuli bangunan. Bapak RO
mengatakan karena pekerjaan serabutan non pertanian tersebut, dirinya pernah
meninggalkan rumah selama satu bulan untuk bekerja, baik pada musim
nyawah maupun bukan musim nyawah. Bapak RO yang bekerja di luar tani
pada saat musim tani, menyerahkan urusan pekerjaan pertaniannya kepada
istrinya, Ibu SA. Dalam hal ini, Ibu SA berperan dalam urusan manajemen
tenaga kerja upahan karena kegiatan mencangkul atau kegiatan mempersiapkan
lahan umumnya dijalankan oleh laki-laki. Namun seringkali Ibu SA juga
membantu kegiatan persiapan lahan sawah dengan menggunakan garpu dan
tidak diizinkan menggunakan cangkul. Menurut Bapak RO, perempuan tidak
memiliki tenaga kuat untuk mencangkul.
Ibu SA dalam pertanian agroforestri rumah tangganya berperan dalam
kegiatan pengadaan benih atau bibit tanaman, persiapan lahan, penanaman,
pendangiran, dan pemanenan tanaman non kayu. Pada pertanian padi sawah
Ibu SA berperan dalam kegiatan pengadaan benih, persiapan lahan,
penanaman, penyiangan, pemupukan, dan pemanenan. Dalam peran
mempersiapkan makanan Ibu SA bertugas berbelanja dan memasak. Bapak RO
dalam pertanian agroforestri berperan dalam pengadaan benih dan bibit
tanaman, persiapan lahan, penanaman, pendangiran, pengendalian hama dan
penyakit tanaman, pemanenan kayu dan pemanenan bukan kayu. Pada
pertanian padi sawah Bapak RO berperan dalam pengendalian benih atau bibit
tanaman, persiapan lahan, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pada
peran persiapan makanan, Bapak RO menyerahkan tanggung jawab tersebut
kepada Ibu SA.
Bapak RO dan Ibu SA seringkali berdiskusi tentang tanaman yang akan
ditanam pada lahan yang dibudidayakan keluarga, seperti berdiskusi pada jenis
padi yang akan ditanam dan tanaman musiman seperti sayur-sayuran. Untuk
tanaman kayu atau pohon kayu tidak perlu ditanam kembali karena sisa kayu
setelah dilakukan penebangan dapat tumbuh kembali. Sehingga pengambilan
keputusan untuk jenis penanaman kayu-kayuan jarang sekali dilakukan. Bapak
RO juga menjelaskan tanah yang menjadi pertanian agroforestri merupakan
tanah hasil warisan. Untuk keputusan dalam mengalokasikan tanaman pangan
juga ditentukan dengan cara kompromi. Bapak RO dan Ibu SA sepakat untuk
menyimpan hasil beras dari hasil panen usahatani mereka. Akan tetapi,
menurut Ibu SA kadang kala beras tersebut dijual apabila ada tetangga yang
membutuhkan untuk membeli beras.
Pengambilan keputusan dalam mengatur keuangan dan menetapkan
prioritas pengeluaran, keduanya diserahkan kepada Ibu SA. Menurut
pengakuan Ibu SA masalah uang dipegang oleh Ibu SA seringkali
dihabiskannya untuk kebutuhan rumah tangga, termasuk kebutuhan rokok dan
kopi Bapak RO. Bapak RO sebagai pencari nafkah dengan bekerja serabutan
dan pendapatan yang berasal penjualan pisang memberikan pendapatan seluruh
kepada Ibu SA. Hal itu karena menurut Bapak RO kebutuhan rumah tangga
57

yang biasanya diatur istri cukup banyak, termasuk memberi jajan kepada anak.
Bapak RO tidak khawatir menyerahkan pengaturan keuangan dan membuat
prioritas kepada istrinya, Ibu SA, karena menurutnya uangnya juga buat
kebutuhan rumah tangga dan untuk anak juga. Akan tetapi Bapak RO juga
mengaku bahwa dia pernah sesekali menyimpan uang hasil pendapatannya
untuk membeli rokok dan kopi selain memberikan uangnya kepada Ibu SA.
Bapak RO juga menyerahkan keputusan membeli pangan dan menentukan
menu makan di rumah tangga kepada Ibu SA. Selain itu untuk urusan
pengambilan keputusan tentang aset rumah tangga, meminjam uang kepada
tetangga, meminta bahan pangan kepada tetangga, dan mengambil keputusan
untuk berhutang ke warung Bapak RO dan Ibu SA berdiskusi terlebih dahulu
sebelum memutuskan.

6.4.2 Rumah Tangga Tidak Tahan Pangan

Salah satu rumah tangga petani agroforestri yang tidak tahan pangan
yang ditemui pada penelitian ini adalah rumah tangga Bapak MJ (72 tahun) dan
Ibu KO (70 tahun). Bapak MJ dan Ibu KO hidup bersama tujuh anaknya dan
ibu dari keduanya yang sudah berusia 126 tahun dan 100 tahun. Meskipun
telah berusia lanjut, Bapak MJ dan Ibu KO keduanya tetap pergi ke kebun dan
sawah. Bapak MJ memiliki lahan sawah seluas dua hektar. Namun, pertanian
yang ditanami saat ini mengalami gagal panen yang terjadi akibat sawahnya
kekurangan air setelah ditanami, sehingga Bapak MJ harus menanggung
kerugian modal yang sudah dikeluarkan. Bapak MJ mengeluarkan uang sebesar
dua juta rupiah untuk modal pertanian. Menurut Bapak MJ, usahatani miliknya
berada di daerah dataran tinggi yang tidak ada pengairan. Pepohonan yang
berada di sekitar sawah dan kebun menyerap banyak air. Ketersediaan beras
keluarga Bapak MJ saat ini berasal dari sisa padi pada saat gagal panen
tersebut yang cukup untuk mencukupi keluarga selama 20 hari. Ketersediaan
beras lainnya didapatkan dengan cara membeli pangan di pasar Leuwiliang.
Pak MJ menuturkan, seringkali sejak pagi hari sampai sore hari belum
memasak nasi dikarenakan tidak tersedianya beras di rumah. Pak MJ juga
menuturkan dirinya cukup makan satu kali dikarenakan anggota keluarga yang
cukup banyak membuatnya harus lebih berhemat. Cara lain yang dapat
dilakukan untuk mendapat makanan, yaitu dengan cara mengonsumsi singkong
yang terdapat di kebun miliknya. Rumah tangga Bapak MJ jarang mendapat
kiriman makanan dari tetangga sekitar dan tidak mendapat bantuan pangan dari
pemerintah, sehingga Bapak MJ sangat mengharapkan adanya bantuan pangan
berupa beras dari pemerintah untuk membantunya ketika mengalami gagal
panen.
Modal yang didapatkan Bapak MJ dalam menjalankan pertaniannya
adalah dengan melakukan kredit modal dengan bandar yang ada di pasar. Saat
ini, karena sering dilanda gagal panen, Bapak MJ memiliki hutang sejumlah 12
juta rupiah. Beliau bercerita bahwa kegiatan kredit modal dilakukan bersama
saudara dan tetangganya untuk komoditas timun dan kacang. Akan tetapi,
panennya tidak selalu mendapatkan hasil yang baik. Ketika berjalan lancar,
produksi timun dan kacang dapat mencapai satu ton, tetapi ketika tidak berjalan
lancar produksi timun dan jagung hanya mencapai tujuh kilogram. Sama
58

halnya dengan gagal panen padi yang saat ini dialami Bapak MJ, delapan liter
gabah yang seharusnya mendapatkan satu setengah ton, Bapak MJ hanya
mendapatkan 30 liter beras. Kegiatan tolong menolong di lingkungan sekitar
rumah Bapak MJ seringkali terjadi terutama ketika ada tetangga yang
membutuhkan beras karena belum masak nasi untuk anak-anaknya. Menurut
Bapak MJ selama masih mampu, ada kewajiban untuk ditolong. Akan tetapi,
Bapak MJ sangat keberatan dan merasa malu untuk meminta bahan pangan
kepada orang di sekitarnya, seperti tetangga dekat, tetangga jauh, maupun
saudara sendiri. Menurutnya untuk makan mengapa harus mengemis kepada
orang lain. Konsumsi pangan rumah Bapak MJ pada 24 jam yang lalu adalah
timun oncom, pare, dan ikan asin peda. Biasanya ada dua orang yang bertugas
memasak di rumah bapak MJ, yaitu anaknya dan istrinya.
Ibu KO dalam pertanian agroforestri rumah tangganya berperan dalam
kegiatan pengadaan benih atau bibit tanaman, persiapan lahan, penanaman,
pendangiran, dan pemanenan tanaman non kayu. Dalam pertanian padi sawah
Ibu KO berperan dalam kegiatan pertanian padi sawah dengan melakukan
kegiatan pengadaan benih, penanaman, penyiangan, dan pemanenan, serta
dalam peran mempersiapkan makanan, Ibu KO bertugas berbelanja dan
memasak. Bapak MJ dalam pertanian agroforestri berperan dalam pengadaan
benih dan bibit tanaman, persiapan lahan, penanaman, pengendalian hama dan
penyakit tanaman, pemanenan kayu dan pemanenan bukan kayu. Pada
pertanian padi sawah Bapak MJ berperan dalam pengendalian benih atau bibit
tanaman, persiapan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian
hama dan penyakit tanaman, dan pemanenan. Pada peran persiapan makanan
Bapak MJ seringkali bergantian berbelanja pangan untuk kebutuhan rumah
tangga di pasar, seperti pada kebutuhan beras yang tidak dapat tercukupi dari
hasil pertanian. Dalam aktivitas keuangan, Bapak MJ dan Ibu KO memiliki
kesempatan yang sama untuk memasarkan hasil pertanian agroforestri maupun
hasil pertanian padi sawah.
Dalam mengambil keputusan, Bapak MJ dan Ibu KO saling sepakat
dalam menentukan komoditas apa yang akan ditanam. Saat ini keduanya
sepakat untuk menanam tanaman timun, kacang pada pertanian agroforestri
dan padi untuk pertanian padi sawah. Akan tetapi, untuk urusan persiapan
lahan, jumlah yang akan ditanami, dan urusan lahan yang dibudidayakan hanya
diputuskan oleh Bapak MJ. Bapak MJ mengatakan, untuk mengurusi lahan, di
keluarganya tidak ada yang bisa mengatasinya selain dirinya, termasuk dalam
urusan menjual lahan. Pengambilan keputusan dalam menjual pangan hasil
panen juga diputuskan oleh Bapak MJ. Hal ini karena penjualan pangan hasil
panen terikat dengan kredit usahatani dengan bandar yang memberikan modal.
Selain itu, menurutnya istri dan anaknya lebih baik hanya mendapatkan hasil
panen dan uang hasil penjualannya saja. Bapak MJ juga sebagai pengambil
keputusan cara mengalokasikan kayu-kayuan, seluruh keputusan tentang
keuangan, dan juga seluruh keputusan yang berkaitan dengan pangan. Bapak
MJ bercerita bahwa istrinya hanya mengikuti apa yang diputuskan oleh suami
meskipun kegiatan tersebut juga dijalankan oleh sang istri, Ibu KO.
59

6.5 Ikhtisar

Secara umum ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa


Sukaluyu termasuk dalam kategori kurang tahan pangan. Penelitian ini
menggunakan tiga dimensi untuk mengukur ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri, yaitu tingkat ketersediaan pangan, tingkat akses pangan, dan
tingkat pemanfaatan pangan.
Tingkat ketersediaan pangan rumah tangga petani agroforestri termasuk
dalam kategori stabil dengan persentase 43,3 persen. Artinya rumah tangga
mampu menyediakan pangan dan minimnya pengurangan pangan. Akan tetapi,
sebagian tingkat ketersediaan pangan lainnya besar lainnya (56,7 persen)
termasuk dalam kategori kurang stabil dan tidak stabil dalam ketersediaan
pangannya. Ditemukan bahwa pertanian di Desa Sukaluyu dengan keterbatasan
irigasi pertanian membuat rumah tangga yang bergantung pada pertanian tidak
terlepas dari ketergantungannya pada iklim. Masyarakat Desa Sukaluyu
mengelompokkan dua musim sesuai dengan iklim di Indonesia, yakni musim tani
dan bukan musim tani. Musim tani identik dengan musim penghujan karena dari
sana air hujan dapat menggemburkan tanah, sedangkan bukan musim tani identik
dengan musim panas yang menyebabkan tanah mengering dan mengeras. Kurang
stabil dan tidak stabilnya ketersediaan pangan pada rumah tangga petani Desa
Sukaluyu terjadi pada petani dengan produktivitas pertanian yang menurun akibat
iklim yang buruk.
Sebanyak 51,7 persen rumah tangga petani agroforestri kurang mudah
dalam mengakses pangan. Ditemukan bahwa meskipun sebanyak 95 persen rumah
tangga petani memiliki akses ke pangan pokok beras, namun tidak seluruh rumah
tangga mudah mendapatkan beras dari sawah milik sendiri. Selain itu, rumah
tangga pada umumnya tidak mudah mengakses pasar untuk membeli pangan dan
tidak mudah mendapatkan bantuan dari tetangga jauh.
Sementara tingkat pemanfaatan pangan rumah tangga petani agroforestri
termasuk dalam kategori kurang lengkap dengan persentase 63,3 persen. Artinya
konsumsi pangan rumah tangga petani agroforestri berupa konsumsi pangan
protein hewani saja atau konsumsi pangan protein nabati saja. Pada penelitian ini
ditemukan bahwa konsumsi rumah tangga petani agroforestri umumnya berupa
konsumsi protein hewani berupa ikan asin dan sayur berupa lalap. Konsumsi
protein hewani yang paling banyak dikonsumsi rumah tangga petani adalah ikan
asin. Untuk protein nabati yang paling banyak dikonsumsi adalah tempe.
VII PERAN GENDER PADA RUMAH TANGGA PETANI
AGROFORESTRI

Bab ini akan membahas mengenai pembagian peran gender pada rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Peran pada penelitian ini diartikan
sebagai partisipasi atau keterlibatan responden dalam kegiatan pengelolaan
pangan, diantaranya (1) pengelolaan pertanian agroforestri, (2) pengelolaan
pertanian padi sawah, (3) penyediaan makanan, dan (4) aktivitas keuangan.
Pembagian peran dilihat berdasarkan partisipasi perempuan dan laki-laki pada
setiap kegiatan dan juga dilihat berdasarkan curahan waktu responden dalam
setiap kegiatan.
Pembagian peran pada penelitian ini dikategorikan menjadi dominan laki-
laki, setara, dan dominan perempuan. Pada pembagian peran yang dilihat
berdasarkan partisipasi, kategori dominan laki-laki berarti laki-laki lebih banyak
partisipasi dalam peran pengelolaan pangan dibandingkan perempuan. Begitu juga
sebaliknya, apabila data menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak
berpartisipasi dalam pengelolaan pangan rumah tangga petani agroforestri, maka
rumah tangga tersebut dikategorikan menjadi dominan perempuan. Sementara
rumah tangga yang dikategorikan setara berarti laki-laki dan perempuan memiliki
peran yang seimbang yang dilihat dari banyaknya peran yang dilakukan peran
laki-laki dan perempuan yang menunjukkan skor imbang.
Pembagian peran yang dilihat berdasarkan curahan waktu dihitung dari nilai
rata-rata curahan waktu laki-laki dan perempuan dalam peran pertanian
agroforestri, pertanian padi sawah, dan penyediaan makan. Laki-laki yang
memiliki nilai rata-rata curahan waktu lebih banyak dibanding perempuan
dikategorikan menjadi dominan laki-laki, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai
rata-rata curahan waktu laki-laki dan perempuan menunjukkan nilai yang
seimban, maka rumah tangga tersebut dikategorikan menjadi setara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki dominan berpartisipasi dalam
pembagian peran rumah tangga petani agroforestri. Berdasarkan Tabel 7.1
terdapat 68,3 persen rumah tangga yang termasuk dalam kategori dominan laki-
laki. Adapun jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat
pembagian peran rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu terdapat
pada Tabel 7.1.

Tabel 7.1 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan pembagian peran
gender rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Pembagian Peran Jumlah Persentase (%)
Dominan laki-laki 41 68,3
Setara 6 10,0
Dominan perempuan 13 21,6
Total 60 100,0
61

7.1 Pengelolaan Pertanian Agroforestri

Pada pertanian agroforestri, responden menanam berbagai jenis tanaman


musiman, seperti ubi, jagung, kacang panjang, kacang tanah, berbagai jenis
tanaman obat dan tanaman buah-buahan yang dipadukan dengan tanaman
kehutanan. Umumnya tanaman kehutanan pada penelitian ini didominasi oleh
tanaman sengon, kayu afrika, dan puspa.
Berdasarkan berbagai literatur, partisipasi laki-laki dan perempuan dalam
pembagian peran umumnya seringkali terkait dengan pola-pola tertentu yang
tercipta dari sosialisasi dalam suatu masyarakat, yaitu perempuan yang lebih besar
perannya atau laki-laki yang lebih besar perannya pada suatu aktivitas. Adapun
Tabel 7.2 menggambarkan secara lebih rinci sebaran jawaban rumah tangga
berdasarkan pembagian peran dalam pengelolaan pertanian agroforestri dari mulai
pembibitan hingga pemanenan dalam rumah tangga.

Tabel 7.2 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam pengelolaan pertanian agroforestri rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Pengelolaan Tidak
Laki-laki Setara Perempuan Total
Pertanian Melakukan
Agroforestri N % n % N % n % N %

Pengadaan benih
22 37 17 28 5 8 16 27 60 100
atau bibit tanaman
Persiapan lahan 47 78 6 10 0 0 7 10 60 100
Penanaman 22 37 25 42 10 17 3 5 60 100
Pemupukan 25 42 16 27 2 3 17 28 60 100
Pendangiran 21 35 16 27 15 25 8 13 60 100
Pengendalian hama
dan penyakit 28 47 5 8 1 2 26 43 60 100
tanaman
Pemanenan kayu 9 15 2 3 0 0 49 82 60 100
Pemanenan non
13 22 19 32 5 8 23 38 60 100
kayu

Secara umum dapat disimpulkan bahwa laki-laki cenderung lebih banyak


berpartisipasi pada setiap tahapan pengelolaan pertanian agroforestri
dibandingkan dengan perempuan. Berdasarkan Tabel 7.2 hanya pada tahapan
penanaman yang cenderung setara antara perempuan dan laki-laki. Perempuan di
Desa Sukaluyu memang tidak banyak ikut campur dalam peran pengelolaan
pertanian agroforestri. Berdasarkan hasil wawancara, perempuan seringkali
terbatas pada pengetahuan yang dimilikinya tentang pengelolaan pertanian
agroforestri. Selain itu, pada kondisi tertentu perempuan lebih memilih berdiam
diri di rumah untuk mengerjakan pekerjaan domestik selagi suaminya pergi
mengurusi pertanian agroforestri. Seperti pada penuturan Ibu BE (50 tahun)
62

ketika suaminya pergi ke kebun pada pagi hari dirinya tidak ikut karena harus
memasak.

“Bapak berangkat ke kebun dari jam 7. Ibu di rumah aja kalo


bapak ke kebun. Soalnya kalo pagi-pagi harus masak.”(Ibu BE 50
tahun)

Salah satu kegiatan pada pertanian agroforestri yang cenderung dilakukan


oleh laki-laki adalah pada kegiatan pengadaan bibit atau benih tanaman. Pada
peran pengadaan bibit atau benih tanaman, terdapat tiga cara untuk mendapatkan
bibit atau benih tanaman pertanian agroforestri di Desa Sukaluyu, yaitu dengan
cara membeli bibit atau benih, mendapatkan bantuan bibit atau benih, dan berasal
dari induk tanaman yang telah ditanam sebelumnya. Dominansi laki-laki dalam
pengadaan bibit dan benih tanaman disebabkan karena laki-laki memiliki peran
membeli benih atau bibit pada pedagang di pasar. Selain itu, laki-laki juga
memiliki akses terhadap kelompok tani di Desa Sukaluyu. Pada penelitian ini,
keanggotaan kelompok tani terdiri atas laki-laki kepala rumah tangga dan
perempuan kepala rumah tangga. Hal ini memungkinkan mudahnya akses laki-
laki terhadap subsidi bibit atau benih tanaman.
Berbeda dengan kegiatan pengadaan bibit atau benih tanaman yang dominan
dilakukan laki-laki, kegiatan penanaman cenderung dilakukan bersama atau
setara. Pada penelitian ini, umumnya bibit atau benih pohon kayu berasal dari
tanaman induk yang telah ditanam sebelumnya, yaitu dari pohon yang telah
ditebang, atau tumbuh secara alami karena benih terbawa angin sehingga
utamanya penanaman dilakukan pada tanaman bukan kayu. Berdasarkan
penuturan Bapak RO (55 tahun), pohon kayu yang dimiliki Bapak RO ada yang
tumbuh dengan sendirinya dan ada pula yang dilakukan dengan menyebar
bibitnya. Beliau menjelaskan pohon kayu yang sudah pernah ditanam tidak perlu
ditanam kembali karena sisa kayu setelah dilakukan penebangan dapat tumbuh
kembali.

“Kalo kayu ada yang numbuh sendiri, ada juga yang ditebar bibitnya,
kalo jengjeng ditebar bibitnya, terus kalo udah ditebang satu kali, itu
udah gak usah ditanem lagi, karena bisa tumbuh lagi dari sisa kayu
abis nebangnya” (Bapak RO, 55 tahun)

Pada penelitian ini, penanaman kayu umumnya tidak difungsikan untuk


memenuhi kebutuhan sehari-hari, akan tetapi sebagai investasi jangka panjang
rumah tangga. Tanaman kayu ditebang dengan alasan karena keperluan mendesak
atau keperluan membangun rumah. Biasanya kegiatan pemanenan berasal dari
hasil non kayu, seperti tanaman obat, buah-buahan, dan umbi-umbian. Buahan-
buahan yang paling umum dimiliki rumah tangga petani responden adalah pisang.
Hal ini sejalan dengan data BPS Kecamatan Nanggung tahun 2019 menyatakan
bahwa pisang yang memiliki persentase produksi tertinggi di Kecamatan
Nanggung, yaitu sebesar 50 persen atau sebanyak 2052 kuintal pisang dibanding
dengan 15 jenis buah-buahan yang menghasilkan lainnya.
63

Tabel 7.3 Perbandingan nilai rata-rata curahan waktu berdasarkan gender menurut
pembagian peran pertanian agroforestri rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Nilai Rata-rata Curahan Waktu
Pengelolaan Pertanian Agroforestri (Jam)
Laki-laki Perempuan
Pengadaan benih atau bibit tanaman 2,69 1,08
Persiapan lahan 22,40 1,91
Penanaman 9,92 7,55
Pemupukan 4,93 2,23
Pendangiran 9,00 4,90
Pengendalian hama dan penyakit
3,51 0,68
tanaman
Pemanenan kayu 0,95 0,10
Pemanenan non kayu 6,77 3,00
Total 60,21 21,48

Berdasarkan curahan waktu pengelolaan pertanian agroforestri masih


didominasi laki-laki. Curahan waktu perempuan dalam peran pertanian
agroforestri rata-rata hanya sebanyak 21,48 jam per musim. Laki-laki
mencurahkan waktu sebanyak 60,21 jam per musim. Utamanya pada kegiatan
persiapan lahan yang paling banyak dicurahkan oleh laki-laki, kegiatan tersebut
dianggap sebagai kegiatan laki-laki karena merupakan pekerjaan berat. Beberapa
kondisi lain yang menyebabkan perempuan kurang berkontribusi dalam pertanian
agroforestri adalah perempuan dianggap tidak terbiasa atau tidak kompeten dan
mengelola pertanian agroforestri. Adapun perempuan yang terlibat dalam
pengelolaan pertanian agroforestri untuk membantu laki-laki (suaminya) pada
kondisi tertentu lebih memilih mengurusi peran domestik dalam rumah tangga.

7.2 Pengelolaan Pertanian Padi Sawah

Seperti pada pertanian agroforestri, pada pertanian padi sawah peran dalam
persiapan lahan, seperti kegiatan mencangkul dan membajak sawah cenderung
dilakukan oleh laki-laki. Hal ini karena kegiatan persiapan lahan dianggap sebagai
pekerjaan berat untuk wanita. Tabel 7.4 menggambarkan secara lebih rinci
sebaran jawaban rumah tangga berdasarkan pembagian peran dalam pengelolaan
pertanian padi sawah dari mulai pembibitan hingga pemanenan dalam rumah
tangga.
64

Tabel 7.4 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam pengelolaan pertanian padi sawah rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Pengelolaan Tidak
Laki-laki Setara Perempuan Total
Pertanian Padi Melakukan
Sawah n % n % n % n % N %
Pengadaan benih/
15 25 31 52 7 12 7 12 60 100
bibit tanaman
Persiapan lahan 51 85 4 7 0 0 5 8 60 100
Penanaman 2 3 3 5 47 78 8 13 60 100
Penyiangan 4 7 6 10 41 68 9 15 60 100
Pemupukan 27 45 22 37 6 10 5 8 60 100
Pengendalian hama
dan penyakit 49 82 2 3 3 5 6 10 60 100
tanaman
Pemanenan 5 8 46 77 3 5 6 10 60 100

Salah satu tokoh masyarakat, Bapak PU (60 tahun) yang menjadi informan
dalam penelitian ini menyebutkan pekerjaan mempersiapkan umumnya
merupakan pekerjaan laki-laki. Akan tetapi, menurut beliau tidak ada aturan yang
melarang dengan tegas perempuan untuk mengerjakan hal tersebut. Beliau
mengibaratkan seorang perempuan yang mengerjakan pekerjaan memiliki sifat
seperti laki-laki.
“Kalo di sini nyangkul itu umumnya kerjaan laki-laki, kalau
perempuan juga bisa, tapi itu kan pekerjaan berat, kasian ke
perempuannya, Neng. Tapi di sini ada juga perempuan yang
nyangkul. Kalo diibaratin, orangnya paling jagoan di kampung
ini. Biasa nyangkul, terus pernah malem-malem orangnya
ngambilin keong di sawah, pas ditanya „mau kemana, Mak?‟
„Mau ngambil keong di sawah‟, begitu Neng pokoknya udah
kayak laki-laki.” (Bapak Pulung, 60 tahun)

Sementara itu salah satu responden Ibu IR, 37 tahun, menuturkan bahwa
pekerjaan mencangkul dalam persiapan lahan menyebabkan perempuan
mengalami sakit di pinggang.

“Pagawean bapak-bapak nyangkul mah. Awewe mah teu bisa.


Awewe lamun nyangkul sien nyeuri cangkeng” (Ibu IR, 37 tahun)

“Kerjaan bapak-bapak mencangkul mah. Perempuan mah nggak


bisa. Perempuan kalau ikut nyangkul takut sakit pinggang” (Ibu
IR, 37 tahun)

Selain itu, salah satu responden penelitian ini, Bapak MJ (72 tahun)
melarang perempuan melakukan kegiatan mencangkul, beliau
65

menuturkan bahwa perempuan lebih baik memasak di rumah dan


menyediakan makanan untuk orang yang mencangkul.

“Ibu-ibu dilarang mencangkul, walaupun bisa ngapain juga ikut


mencangkul, lebih baik masak aja di rumah, sediain makanan tuh
buat yang mencangkul, itu aja sudah tugasnya ibu-ibu. Gak boleh
ibu-ibu mencangkul di daerah sini mah, suka saya marahin klo
ada ibu-ibu yang mencangkul” (Bapak MJ, 72 tahun)

Beberapa pernyataan di atas menggambarkan bahwa pembagian peran gender


yang berkembang di masyarakat Desa Sukaluyu bersifat fleksibel sampai dengan
sangat kaku. Hal ini sejalan dengan pernyataan Puspitawati (2012) bahwa pada
budaya patriarki pembagian peran gender dapat bervariasi dari mulai pembagian
peran gender yang sangat kaku sampai dengan sangat fleksibel.
Peran lainnya yang dominan dilakukan oleh laki-laki pada pertanian padi
sawah adalah peran dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Kegiatan ini
dilakukan dengan menyemprotkan pestisida pada tanaman. Kegiatan ini
membutuhkan tenaga yang cukup besar untuk menopang alat penyemprot,
sehingga mayoritas perempuan tidak ikut dalam kegiatan pengendalian hama dan
penyakit tanaman. Perempuan tidak terlepas dari peran penyiangan dan peran
penanaman. Dalam penelitian ini, peran dalam penyiangan dan penanaman lebih
ditujukan sebagai pekerjaan perempuan. Berdasarkan Tabel 7.4, terdapat 78
persen perempuan yang berperan dalam proses penanaman dan 68 persen
perempuan yang berperan dalam proses penyiangan. Peran pemanenan merupakan
peran yang setara antara perempuan dan laki-laki. Umumnya pada peran
pemanenan, perempuan bertugas dalam memotong padi dan laki-laki bertugas
“ngagebot”, yaitu memisahkan padi dengan batangnya.
Rumah tangga yang tidak dapat menjalankan kegiatan pertaniannya
biasanya menggunakan kuli atau buruh tani untuk membantu petani penggarap
atau pemilik dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Pekerjaan yang
membutuhkan kuli atau buruh tani, yaitu pada peran persiapan lahan untuk
pekerja laki-laki, dan peran penyiangan untuk pekerja perempuan. Selain itu,
berbeda dengan peran persiapan lahan dan peran penyiangan yang menggunakan
kuli atau buruh tani upahan untuk menggantikan atau membantu petani pemilik
atau penggarap dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut. Rumah tangga yang
tidak mampu mengerjakan atau menyelesaikan pekerjaan pemanenan pada
pertanian padi sawah, menyelesaikan pekerjaan tersebut dengan melakukan tradisi
bawon, yaitu keikutsertaan individu di luar rumah tangga dalam kegiatan
pemanenan dengan upah yang diberikan berupa 1/5 bagian beras yang dipanen.
Berdasarkan Tabel 7.5, besar curahan waktu berdasarkan gender pada peran
pertanian padi sawah menunjukkan bahwa laki-laki lebih banyak mencurahkan
waktu dibandingkan perempuan terutama pada tahap persiapan lahan. Pada tahap
persiapan lahan, rata-rata laki-laki mencurahkan waktu sebanyak 48,18 jam per
musim, sedangkan perempuan mencurahkan waktu sebanyak 3,55 jam per musim.
Hal ini karena pada proses persiapan lahan menggunakan alat tradisional, seperti
cangkul dan kerbau yang membutuhkan curahan waktu yang lebih lama
dibandingkan dengan persiapan lahan yang menggunakan teknologi modern
seperti traktor. Selain itu, iklim panas dan keterbatasan air untuk pertanian
66

membuat tanah menjadi keras dan sulit untuk dibajak, sehingga hal ini membuat
kegiatan persiapan lahan lebih lama dijalankan akibat dari mengerasnya tanah.

Tabel 7. 5 Perbandingan nilai rata-rata curahan waktu berdasarkan gender


menurut pembagian peran pertanian padi sawah rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Nilai rata-rata curahan waktu
Pengelolaan Pertanian Padi Sawah (Jam)/musim
Laki-laki Perempuan
Pengadaan benih/ bibit tanaman 2,44 2,16
Persiapan lahan 48,18 3,55
Penanaman 0,67 13,11
Penyiangan 1,85 13,08
Pemupukan 6,12 3,75
Pengendalian hama dan penyakit tanaman 5,95 0,36
Pemanenan 12,41 12,08
Total 77,64 48,07

7.3 Penyediaan Makanan

Peran dalam penyediaan makanan yang diamati dalam penelitian ini,


meliputi peran dalam berbelanja kebutuhan pangan dan memasak. Tabel 7.6
menggambarkan secara lebih rinci mengenai sebaran jawaban dalam peran
penyediaan makanan rumah tangga petani agroforestri.

Tabel 7.6 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam penyediaan makanan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tidak
Penyediaan Laki-laki Setara Perempuan Total
Melakukan
Makanan
n % n % n % n % N %
Berbelanja
0 0 3 5 57 95 0 0 60 100
kebutuhan pangan
Memasak 0 0 1 2 59 98 0 0 60 100

Perempuan berperan dalam penyediaan makanan untuk rumah tangga. Pada


penelitian ini, perempuan bertanggung jawab dalam pembelian makanan dan
kegiatan memasak. Hal ini dikarenakan laki-laki menyerahkan urusan dapur
kepada perempuan dan menganggap bahwa pekerjaan tersebut merupakan
pekerjaan perempuan. Laki-laki yang ikut serta dalam kegiatan pembelian
makanan mendapatkan makanan dengan cara membeli di pasar untuk persediaan
pangan rumah tangga selama beberapa hari.
67

Tabel 7.7 Perbandingan nilai rata-rata curahan waktu berdasarkan gender menurut
pembagian peran penyediaan makanan rumah tangga petani agroforestri
di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, tahun 2020
Jumlah Curahan Waktu
Pembagian peran (Jam)/hari
Laki-laki Perempuan
Penyediaan makanan
Berbelanja kebutuhan pangan 0,008 0,26
Memasak 0,016 1,62
Total 0,025 1,89

Sesuai dengan pembagian peran menurut partisipasi perempuan dan laki


dalam peran penyediaan makanan, perempuan masih mendominasi peran
penyediaan makanan dalam rumah tangga. Berdasarkan Tabel 7.7, rata-rata
perempuan mencurahkan waktu dalam peran dalam penyediaan makanan rumah
tangga sebesar 1,89 jam per hari, sedangkan laki-laki hanya sebesar 0,025 jam
per hari.

7.4 Aktivitas Keuangan

Kegiatan pemasaran dilakukan dengan menjual hasil panen di pasar, kepada


tengkulak, atau dengan cara berkeliling kampung. Pada penelitian ini perempuan
yang melakukan pemasaran hasil pertanian umumnya hanya dilakukan dengan
menjual hasil pertanian pada pembeli lokal dengan cara berkeliling kampung
sedangkan laki-laki memiliki akses ke pasar untuk memasarkan hasil pertanian.
Selain itu, kegiatan pemasaran yang paling umum adalah menjual hasil panen
pertanian kepada tengkulak yang mendatangi rumah. Pada proses ini tengkulak
menawarkan harga kepada siapa saja yang ditemui di rumah.

Tabel 7.8 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam aktivitas keuangan rumah tangga petani agroforestri
di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, tahun 2020
Tidak Total
Aktivitas Laki-laki Setara Perempuan
Melakukan
Keuangan
n % n % n % n % N %
Pemasaran hasil
39 65 10 17 6 10 5 8 60 100
agroforestri
Pemasaran hasil
10 17 5 8 7 12 38 63 60 100
padi sawah

Berdasarkan Tabel 7.8, utamanya rumah tangga petani agroforestri tidak


melakukan pemasaran hasil pertanian padi sawah (63 persen) sedangkan pada
pertanian agroforestri laki-laki dominan dalam memasarkan hasil pertanian
68

agroforestri (65 persen). Pada penelitian ini, responden ketika ditanyakan hal yang
mendasari atau alasan adanya pembagian peran tersebut umumnya menjawab
dengan kalimat “tidak tahu”, “ya begitu aja”, “sudah jadi kebiasaan”, atau
“perempuan tidak bisa mengerjakannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa
perilaku seseorang didapatkan dari kebiasaan yang ada dalam masyarakat.
Pertanian di Desa Sukaluyu yang berasal dari turun temurun memungkinkan
rumah tangga petani mencontoh perilaku pendahulu/ orang tua dalam hal
pengelolaan pertanian. Selain itu, Saptari (1997) menyebutkan adanya nilai
pengucilan perempuan pada bidang-bidang tertentu menutup kemungkinan
perempuan untuk melakukan pekerjaan tertentu dan seringkali diperkuat dengan
berbagai macam pantangan, seperti pantangan dalam bekerja membajak.

7.5 Ikhtisar

Berdasarkan penjabaran tersebut dapat diketahui bahwa laki-laki dominan


berpartisipasi dalam pembagian peran rumah tangga petani agroforestri Desa
Sukaluyu. Berdasarkan curahan waktu laki-laki dominan mencurahkan waktunya
dalam pertanian agroforestri dan pertanian padi sawah, sedangkan perempuan
dominan mencurahkan waktu dalam penyediaan makan rumah tangga. Selain itu,
ditemukan pola-pola pembagian peran yang tampak dan dominan di masyarakat
Desa Sukaluyu tentang peran yang dilakukan perempuan dan peran yang
dilakukan laki-laki dalam pertanian dan pengelolaan pangan rumah tangga.
Perempuan tidak dapat dipisahkan dari pekerjaan tandur atau penanaman dan
penyiangan, karena kedua pekerjaan tersebut dianggap merupakan pekerjaan
perempuan. Apabila perempuan tidak ikut serta dalam pekerjaan tersebut,
pekerjaan tersebut dijalankan oleh buruh upahan. Dalam pengelolaan sumber daya
pertanian biasanya rumah tangga melakukan tradisi bawon, yaitu keikutsertaan
masyarakat dalam kegiatan panen dengan upah yang diberikan berupa 1/5 bagian
beras yang dipanen. Peran laki-laki umumnya adalah kegiatan mempersiapkan
lahan, seperti mencangkul, membajak sawah, kegiatan pemeliharaan hama
tanaman, seperti menyemprot. Pertanian agroforestri di Desa Sukaluyu yang telah
ada sejak lama dan dilakukan secara turun temurun menyebabkan perempuan
ataupun laki-laki menginternalisasikan nilai melalui sosialisasi pembagian kerja
dalam pertanian secara turun temurun. Sehingga sebagian besar responden tidak
mudah menjelaskan alasan pembagian peran pertanian dan pengelolaan lahan.
Sebagian besar responden berkata tidak tahu, atau menganggap pembagian peran
tersebut merupakan suatu kebiasaan yang ada dalam masyarakat Desa Sukaluyu.
VIII PENGAMBILAN KEPUTUSAN RUMAH TANGGA
PETANI AGROFORESTRI

Bab ini akan membahas mengenai tipe pengambilan keputusan berdasarkan


gender pada rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Tipe
pengambilan keputusan terdiri atas tiga tipe pengambilan keputusan, antara lain
keputusan yang dominan diambil oleh laki-laki, setara dan keputusan yang
dominan diambil oleh perempuan. Kategori dominan laki-laki berarti laki-laki
cenderung memiliki kontrol atas keputusan yang akan diambil. Begitu juga
sebaliknya, perempuan dominan berarti perempuan cenderung lebih banyak
memiliki kontrol atas keputusan yang akan diambil. Sementara rumah tangga
yang dikategorikan setara berarti laki-laki dan perempuan berdiskusi terlebih
dahulu dan pengambilan keputusan diputuskan atas kesepakatan bersama.

8.1 Tipe Pengambilan Keputusan Rumah Tangga Petani Agroforestri

Tipe pengambilan keputusan dalam penelitian ini merupakan akumulasi dari


pengambilan keputusan dalam aspek pengelolaan pertanian, pengaturan keuangan,
dan penyediaan pangan rumah tangga petani agroforestri. Tipe pengambilan
keputusan rumah tangga petani agroforestri dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 8.1 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tipe pengambilan
keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Pengambilan Keputusan Jumlah Persentase (%)
Dominan Laki-Laki 17 28,3
Setara 3 5,0
Dominan Perempuan 40 66,7
Total 60 100,0

Secara umum dapat disimpulkan bahwa perempuan dominan berperan


sebagai pengambil keputusan dalam rumah tangga petani agroforestri, yakni
sebesar 66,7 persen rumah tangga. Artinya perempuan memiliki kontrol yang
lebih besar dibanding laki-laki dalam aspek pengelolaan pangan rumah tangga,
yakni aspek pengelolaan pertanian, pengaturan keuangan, dan penyediaan pangan.
Tabel 8.2 menggambarkan secara lebih rinci sebaran jawaban rumah tangga
berdasarkan pengambilan keputusan dalam aspek pertanian, keuangan, dan
pangan rumah tangga petani agroforestri. Hasilnya menunjukkan bahwa secara
umum laki-laki cenderung menjadi pengambil keputusan pada aspek produksi
pertanian. Perempuan cenderung menjadi pengambil keputusan pada aspek
domestik.
70

Tabel 8.2 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tipe pengambilan
keputusan dalam aspek pertanian, keuangan, dan pangan di rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Dominan Dominan
Tipe Pengambilan Setara Total
Laki-laki Perempuan
Keputusan
n % n % n % N %
Pengelolaan Pertanian 60 100
Menentukan alokasi lahan
35 58 23 38 2 3 60 100
untuk budidaya
Menentukan jenis tanaman
31 52 27 45 2 3 60 100
yang akan dibudidayakan
Memutuskan hasil panen
tanaman pangan dijual atau 20 33 28 47 12 20 60 100
dikonsumsi
Mengalokasikan hasil panen
36 60 24 40 0 0 60 100
non pangan (kayu-kayuan)
Pengaturan Keuangan 60 100
Menetapkan anggaran
17 28 5 8 38 63 60 100
belanja non pangan
Menetapkan prioritas
16 27 5 8 39 65 60 100
pengeluaran
Meminta bantuan dari
tetangga/ saudara/ kerabat
10 17 38 63 12 20 60 100
saat mengalami kesulitan
keuangan
Mempunyai ide mencari
16 27 41 68 3 5 60 100
pekerjaan tambahan
Mempunyai ide menjual aset
12 20 47 78 1 2 60 100
saat kesulitan keuangan
Penyediaan Pangan 60 100
Membeli cadangan pangan 3 5 6 10 51 85 60 100
Menetapkan anggaran
9 15 3 5 48 80 60 100
belanja untuk pangan
Mengatur menu makan di
3 5 2 3 55 92 60 100
rumah
Mempunyai ide berhutang ke
9 15 38 63 13 22 60 100
warung saat kesulitan pangan
Meminta bantuan kepada
tetangga/ saudara/ kerabat/
4 7 43 72 13 22 60 100
saat mengalami kesulitan
pangan

Adanya akses laki-laki terhadap komoditas pertanian di pasar maupun


subsidi bibit sangat terkait dengan penentuan jenis tanaman yang akan
dibudidayakan. Berdasarkan hasil analisis selain memperoleh subsidi bibit
pertanian dari pemerintah melalui kelompok tani, beberapa kasus ditemukan
71

bahwa laki-laki terikat kerjasama dengan tengkulak di pasar, yaitu dengan


melakukan peminjaman modal dalam bentuk bibit kepada tengkulak. Pada
pangalokasian hasil tanaman non pangan (kayu-kayuan), mayoritas responden
mengatakan bahwa penggunaan hasil panen kayu-kayuan digunakan untuk
membangun rumah, responden yang menjual hasil kayu-kayunya kepada
tengkulak umumnya disebabkan adanya kebutuhan mendesak. Pada penelitian ini,
kegiatan pemanenan kayu jarang dilakukan karena masa panen yang
membutuhkan waktu bertahun-tahun. Selain itu, beberapa rumah tangga dengan
karakteristik lahan pertanian agroforestri pada lahan pekarangan memiliki luas
lahan yang relatif sempit, sehingga sangat jarang tanaman kayu dialokasikan
untuk dijual.
Kemudian, terdapat pengambilan keputusan yang cenderung dilakukan
secara setara atau hasil dari kesepakatan antara perempuan dan laki-laki. Secara
umum keputusan yang bersifat setara ketika rumah tangga membutuhkan bantuan
dari orang lain dan strategi tambahan ketika rumah tangga mengalami kesulitan
keuangan atau pangan. Selain itu terdapat pengambilan keputusan dalam
menentukan hasil panen tanaman pangan dijual atau dikonsumsi yang umumnya
dilakukan secara setara. Menentukan hasil panen tanaman pangan dijual atau
dikonsumsi berarti memutuskan hasil panen tanaman untuk dijual atau disimpan
untuk konsumsi rumah tangga. Pangan pada penelitian ini umumnya berupa beras,
sayur-sayuran, dan buah-buahan. Mayoritas rumah tangga merupakan rumah
tangga dengan pertanian padi sawah subsisten, sehingga beras yang telah dipanen
umumnya telah disepakati untuk disimpan sebagai pangan konsumsi pangan
rumah tangga. Pada proses penyimpanan bahan pangan umumnya perempuan
memiliki tanggung jawab terhadap ketersediaan pangan rumah tangga, sehingga
ketika rumah tangga membutuhkan bantuan untuk pangan ataupun kebutuhan
lainnya cara yang dilakukan perempuan adalah berdiskusi dengan laki-laki
(suami) untuk mencari cara yang tepat dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Beberapa kasus ditemukan bahwa padi yang telah dipanen diputuskan untuk dijual
dengan alasan kepepet, seperti ketika ada kebutuhan non pangan rumah tangga
yang lebih mendesak atau terjadi karena ada permintaan tetangga untuk membeli
pangan tersebut.
Selain beras, pangan pada penelitian ini juga terdapat pangan dari hasil
pertanian agroforestri, seperti sayur-sayuran dan buah-buahan. Buah seperti
pisang, kacang-kacangan dan timun umumnya merupakan komoditas untuk dijual
kepada tengkulak. Tengkulak di Desa Sukaluyu biasanya datang menemui
responden untuk membeli pangan hasil produksi. Pada kasus ini, perempuan dan
laki-laki umumnya memiliki kebebasan masing-masing untuk menjual tanaman
pangan kepada tengkulak. Hal ini karena pada proses penjualan tanaman pangan
tersebut dilakukan oleh anggota rumah tangga yang ditemui tengkulak.
Pengambilan keputusan dalam pengaturan keuangan dan pembuatan
prioritas kebutuhan pada penelitian ini dominan dilakukan oleh perempuan.
Keputusan dalam pengaturan keuangan adalah kegiatan untuk memutuskan apa
saja yang harus dibeli, sedangkan kegiatan keputusan dalam menetapkan prioritas
pengeluaran merupakan kegiatan untuk memutuskan apa saya yang harus
didahulukan untuk dibeli. Alasan yang mendasari perempuan dominan sebagai
pengambil keputusan dalam pengaturan keuangan dan pembuatan prioritas
kebutuhan adalah karena perempuan dianggap paling bertanggung jawab dalam
72

mengatur kebutuhan rumah tangga. Seperti pada penuturan Bapak RO, keuangan
rumah tangga dipegang oleh istri karena istri mengatur banyak kebutuhan untuk
rumah tangga termasuk mengatur kebutuhan uang jajan anak.

“Kalo uang dipegang sama istri semuanya, karena istri itu


kebutuhannya banyak banget, butuh buat masak, jajan anak, kalo
ke bapaknya anak-anak gak berani minta jajan, beraninya sama
Ibunya aja” (Bapak RO, 55 tahun)

Akan tetapi beberapa kasus ditemukan bahwa laki-laki sebagai pemberi


pendapatan, menyimpan uang untuk dirinya untuk membeli rokok dan kopi. Hal
ini sejalan dengan penuturan Ibu BE (50 tahun) dan Bapak RO (55 tahun).

“Kadang-kadang minta sama Ibu, kadang kadang dia punya


uang sendiri.” (Ibu BE, 50 tahun)

“Ya kita juga pernah lah ya, diem-diem nyimpen uang buat rokok
ama kopi. Misalnya uangnya ada 300 ribu, dikasih 250 ribu
untuk istri, 50 ribu lagi kita kantongin buat beli rokok dan kopi.
Jadi kadang nggak dikasih semua ama istri.”(Bapak RO, 55
tahun)

8.2 Tipe Pengambilan Keputusan dengan Ketahanan pangan rumah


tangga petani agroforestri

Diantara berbagai pengambilan keputusan dalam rumah tangga petani


agroforestri, terdapat beberapa pengambilan keputusan yang diidentifikasi dapat
membedakan rumah tangga petani agroforestri tahan pangan dan rumah tangga
agroforestri rentan pangan. Pengambilan keputusan tersebut diantaranya adalah
menentukan alokasi lahan untuk budidaya, menentukan jenis tanaman yang akan
dibudidayakan, menetapkan anggaran belanja non pangan, menetapkan prioritas
pengeluaran, menetapkan anggaran belanja untuk pangan, dan mengatur menu
makan di rumah.
Pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi lahan untuk budidaya
dan menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan diidentifikasi memiliki
hubungan dengan ketahanan pangan rumah tangga. Hal ini karena menentukan
alokasi lahan untuk budidaya dan menentukan jenis tanaman yang akan
dibudidayakan sangat terkait dengan produksi dalam pertanian rumah tangga
dimana perempuan dan laki-laki sebagai pengambil keputusan untuk alokasi lahan
untuk budidaya dan jenis tanaman yang akan dibudidayakan memiliki orientasi
yang berbeda. Penelitian ini menilai perempuan memiliki kecenderungan
menanam tanaman pangan, sedangkan laki-laki cenderung menanam tanaman
komersial, sehingga perempuan lebih mendukung tercapainya ketahanan pangan
pada rumah tangga petani agroforestri. Selain itu, pada keputusan alokasi lahan
untuk budidaya bagi perempuan dianggap dapat mendukung produktivitas
pertanian untuk ketahanan pangan. Perempuan dengan orientasi menanam
tanaman pangan untuk konsumsi rumah tangga juga harus didukung dengan
73

adanya alokasi tanah yang mencukupi. Privatisasi lahan untuk laki-laki diketahui
dapat memperlemah perempuan untuk terlibat dalam produksi pertanian.
Pengambilan keputusan terkait menetapkan anggaran belanja non pangan
dan membuat prioritas juga diidentifikasi memiliki hubungan dengan ketahanan
pangan rumah tangga. Perempuan ketika menjadi pengambil keputusan dalam
pengaturan keuangan cenderung berorientasi pada pemenuhan kebutuhan rumah
tangga, sedangkan laki-laki cenderung berorientasi pada pemenuhan pribadinya.
Berdasarkan perbedaan orientasi tersebut, penelitian ini menilai perempuan lebih
mendukung tercapainya ketahanan pangan pada rumah tangga petani agroforestri.
Selain itu pengambilan keputusan rumah tangga terkait menetapkan
anggaran belanja untuk pangan dan mengatur menu makan di rumah juga
diidentifikasi memiliki hubungan dengan ketahanan pangan rumah tangga. Selain
berorientasi pada tanaman pangan untuk konsumsi rumah tangga, perempuan juga
cenderung berorientasi dalam keamanan gizi dalam rumah tangga dengan memilih
pangan yang dianggap bergizi dan baik untuk kesehatan keluarga. Adapun jumlah
dan persentase rumah tangga tahan pangan berdasarkan tipe pengambilan
keputusan terdapat pada Tabel 8.3 dan jumlah dan persentase rumah tangga rentan
pangan berdasarkan tipe pengambilan keputusan terdapat pada Tabel 8.4.

Tabel 8.3 Jumlah dan persentase rumah tangga tahan pangan berdasarkan tipe
pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun
2020
Dominan Dominan
Tipe Pengambilan Setara Total
Laki-laki Perempuan
Keputusan
n % n % n % N %
Pengelolaan Pertanian
Menentukan alokasi lahan
11 39 15 54 2 7 28 100
untuk budidaya
Menentukan jenis tanaman
14 50 12 43 2 7 28 100
yang akan dibudidayakan
Memutuskan hasil panen
tanaman pangan dijual atau 5 18 15 54 8 29 28 100
dikonsumsi
Pengaturan Keuangan
Menetapkan anggaran 7 25 0 0 21 75 28 100
belanja non pangan
Membuat prioritas
7 25 1 4 20 71 28 100
pengeluaran keuangan
Menetapkan anggaran
2 7 3 11 23 82 28 100
belanja untuk pangan
Penyediaan Pangan
Mengatur menu makan di
1 4 2 7 25 89 28 100
rumah
74

Tabel 8.4 Jumlah dan persentase rumah tangga rentan pangan berdasarkan tipe
pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun
2020
Dominan Dominan
Tipe Pengambilan Setara Total
Laki-laki Perempuan
Keputusan
n % n % n % N %
Pengelolaan Pertanian
Menentukan alokasi lahan
24 75 8 25 0 0 32 100
untuk budidaya
Menentukan jenis tanaman
17 53 15 47 0 0 32 100
yang akan dibudidayakan
Memutuskan hasil panen
tanaman pangan dijual atau 15 47 13 41 4 13 32 100
dikonsumsi
Pengaturan Keuangan
Menetapkan anggaran 32
10 31 5 16 17 53 100
belanja non pangan
Menetapkan prioritas 32
9 28 4 13 19 59 100
pengeluaran
Menetapkan anggaran 32
7 22 0 0 25 78 100
belanja untuk pangan
Penyediaan Pangan
Mengatur menu makan di
2 6 0 0 30 94 32 100
rumah

Secara umum tidak terdapat perbedaan pola pengambilan keputusan antara


rumah tangga petani agroforestri yang tahan pangan dengan rumah tangga petani
agroforestri yang rentan pangan. Laki-laki di kedua kategori ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri dominan sebagai pengambil keputusan dalam
aspek pengelolaan pertanian, sedangkan perempuan di kedua kategori ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri dominan sebagai pengambil keputusan
dalam aspek pengaturan keuangan dan penyediaan pangan. Hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan Soenarno (2007) dalam Taridala (2010) bahwa istri
lebih dominan dalam pengambilan keputusan dalam urusan rumah tangga dan
keuangan, sedangkan suami lebih dominan dalam pengambilan keputusan terkait
kegiatan produksi dan urusan kemasyarakatan. Namun apabila dipilah lebih
cermat, peran perempuan pada rumah tangga tahan pangan cenderung meningkat
dari rumah tangga rentan pangan, seperti pada pengambilan keputusan dalam
menentukan alokasi lahan untuk budidaya dan menentukan jenis tanaman yang
akan dibudidayakan.
75

8.3 Ikhtisar

Berdasarkan penjabaran yang telah disampaikan, dapat diketahui bahwa


secara umum pengambilan keputusan dominan dilakukan oleh perempuan.
Terdapat 66,7 persen dominan perempuan dalam pengambilan keputusan.
Pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh laki-laki meliputi
menentukan alokasi lahan untuk budidaya, menentukan jenis tanaman yang akan
dibudidayakan dan mengalokasikan hasil panen non pangan. Pengambilan
keputusan yang dilakukan secara setara antara lain memutuskan hasil panen
tanaman pangan dijual atau dikonsumsi, meminta bantuan dari tetangga/ saudara/
kerabat saat mengalami kesulitan keuangan, mempunyai ide mencari pekerjaan
tambahan, mempunyai ide menjual aset saat kesulitan keuangan, mempunyai ide
berhutang ke warung saat kesulitan pangan, dan meminta bantuan kepada
tetangga/ saudara/ kerabat/ saat mengalami kesulitan pangan. Perempuan
cenderung menjadi pengambil keputusan terdapat pada pengambilan keputusan
dalam menetapkan anggaran belanja non pangan, menetapkan prioritas
pengeluaran, membeli cadangan pangan, menetapkan anggaran belanja pangan,
dan mengatur menu makanan di rumah.
Perbandingan tipe pengambilan keputusan dalam rumah tahan pangan
dengan tipe pengambilan keputusan dalam rumah tangga rentan pangan
menunjukkan kecenderungan pengambil keputusan yang sama. Artinya baik laki-
laki, setara, maupun perempuan sebagai pengambil keputusan tidak
menggambarkan perbedaan yang berarti antara rumah tangga yang tahan pangan
dan rentan pangan. Namun diketahui adanya peningkatan peran perempuan dalam
mengambil keputusan rumah tangga rentan pangan rumah tangga tahan pangan
terutama pada pengambilan keputusan dalam aspek pertanian. Hal ini disebabkan
karena adanya pekerjaan di luar pertanian yang menyebabkan tanggung jawab
perempuan menjadi meningkat.
IX HUBUNGAN PEMBAGIAN PERAN GENDER DENGAN
TIPE PENGAMBILAN KEPUTUSAN RUMAH TANGGA
PETANI AGROFORESTRI

Hubungan analisis gender dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga


petani agroforestri di Desa Sukaluyu dianalisis menggunakan tabulasi silang dan
uji korelasi rank spearman. Uji hubungan ini digunakan untuk mengetahui
kedekatan hubungan antara dua variabel yang diuji. Pengambilan keputusan
berdasarkan pada nilai Sig (2-tailed) atau p-value lebih kecil atau taraf nyata (α) =
0,05 maka terdapat hubungan yang signifikan antara variabel-variabel yang diuji.
Variabel yang uji antara lain, hubungan antara tingkat pembagian peran gender
dengan tipe pengambilan keputusan berdasarkan gender.

9.1 Hubungan Pembagian Peran Gender dengan Tipe Pengambilan


Keputusan Rumah Tangga Petani Agroforestri

Tabulasi silang dan hasil uji korelasi rank spearman antara pembagian
peran rumah tangga dengan tipe pengambilan keputusan rumah tangga petani
terdapat pada Tabel 9.1. Berdasarkan Tabel 9.1, diperoleh hasil bahwa pembagian
peran dalam rumah tangga yang dominan dilakukan oleh laki-laki memiliki
pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan. Sementara
pembagian peran dalam rumah tangga yang dilakukan secara setara memiliki
pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan. Dari semua
rumah tangga dengan pembagian peran yang dominan dilakukan oleh perempuan,
sebanyak 92,3 persen memiliki pengambilan keputusan yang dominan dilakukan
oleh perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa baik peran yang dominan dilakukan
laki-laki, setara, maupun yang dominan dilakukan perempuan pada rumah tangga
petani agroforestri Desa Sukaluyu tetap berada pada pengambilan keputusan yang
dominan dilakukan oleh perempuan.

Tabel 9.1 Hubungan tingkat pembagian peran dalam rumah tangga dengan tipe
pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun
2020
Pengambilan Keputusan
Pembagian Dominan Setara Dominan Total Koefisien
Peran Laki-Laki Perempuan Korelasi
n % n % n % N %
Dominan
14 34,1 3 7,3 24 58,5 41 100
Laki-laki
Setara 2 33,3 0 0 4 66,7 6 100
.262*
Dominan
1 7,7 0 0 12 92,3 13 100
Perempuan
Total 17 28,3 3 5 40 66,7 60 100
Keterangan: *korelasi signifikansi pada level 0.05 (2-tailed)
77

Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 9.1 hasil uji statistik rank
*
spearman menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar .262 dengan nilai
probabilitas .043. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan tingkat
kekuatan yang cukup antara tingkat pembagian kerja dengan tingkat pengambilan
keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Peran pertanian
yang umumnya dijalankan oleh laki-laki pada sebaran pola pengambilan
keputusan umumnya laki-laki yang dominan mengambil keputusan dalam
pertanian. Selain itu, ditemukan bahwa laki-laki yang utamanya menjalankan
aktivitas keuangan dalam rumah tangga seringkali memberikan tanggung jawab
kepada istri dalam pengaturan pengeluaran keuangan dan menetapkan prioritas
pengeluaran untuk rumah tangga. Ini menyebabkan pengambilan keputusan dalam
penelitian ini cenderung banyak diputuskan oleh perempuan sehingga baik peran
yang dominan dilakukan laki-laki, setara, maupun yang dominan dilakukan
perempuan pada rumah tangga petani agroforestri Desa Sukaluyu tetap berada
pada pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan.
78

X HUBUNGAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN DENGAN


KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA PETANI
AGROFORESTRI

Bab ini akan membahas mengenai hubungan antara tipe pengambilan


keputusan dengan ketahanan pangan dan dimensinya. Dimensi yang akan
dihubungkan yakni tipe pengambilan keputusan dengan ketersediaan pangan, tipe
pengambilan keputusan dengan akses pangan dan tipe pengambilan keputusan
dengan pemanfaatan pangan. Uji yang dilakukan pada penelitian ini adalah uji
tabulasi silang didukung dengan uji korelasi rank spearman antara variabel tipe
pengambilan keputusan dengan ketahanan pangan dan dimensinya.

Tabel 10.1 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dengan ketahanan pangan dan dimensinya
Nilai Nilai Keterangan
Hubungan
Korelasi Probabilitas
Hubungan tipe pengambilan
Keputusan dengan ketahanan 0,185 0,079 Tidak signifikan
pangan rumah tangga
Hubungan tipe pengambilan
keputusan dengan dimensi
0,295* 0,011 Signifikan
ketersediaan pangan rumah
tangga
Hubungan tipe pengambilan
keputusan dengan dimensi akses 0,166 0,102 Tidak signifikan
pangan rumah tangga
Hubungan tipe pengambilan
keputusan dengan dimensi 0,213 0,051 Tidak signifikan
pemanfaatan
Keterangan: *korelasi signifikansi pada level 0.05 (1-tailed)

Tabel 10.1 menunjukkan bahwa hubungan antara tipe pengambilan


keputusan dengan ketahanan pangan rumah tangga dihasilkan nilai korelasi
sebesar 0,185 dan nilai probabilitas sebesar .079. Hasil tersebut menunjukkan
bahwa hubungan antara tipe pengambilan keputusan dengan tingkat ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri berada pada kategori sangat lemah dan
tidak signifikan.
Berdasarkan Tabel 10.1 juga menunjukkan bahwa diantara hubungan tipe
pengambilan keputusan dengan dimensi ketahanan pangan rumah tangga, terdapat
satu dimensi yang menunjukan hubungan positif dan signifikan yakni hubungan
tipe pengambilan keputusan dengan dimensi ketersediaan pangan rumah tangga.
Dihasilkan nilai korelasi sebesar 0.295*, tanda bintang pada nilai korelasi
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara tipe pengambilan
keputusan dengan ketersediaan pangan rumah tangga. Selain itu nilai korelasi
tersebut berada pada rentang nilai 0,26-0,50 yang berarti terdapat hubungan yang
79

cukup kuat. Jika dilihat menggunakan tabulasi silang, maka akan dihasilkan seperti
tabel berikut:

Tabel 10.2 Hubungan tipe pengambilan keputusan dengan tingkat ketahanan


pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Tipe
Tidak Tahan Kurang Tahan Tahan Pangan Total
Pengambilan
Pangan Pangan
Keputusan
n % n % n % N %
Dominan
1 5,9 10 58,8 6 35,3 17 100
Laki-laki
Setara 0 0 2 66,7 1 33,3 3 100
Dominan
0 0 19 47,5 21 52,5 40 100
Perempuan
Total 1 1,7 31 51,7 28 46,7 60 100

Berdasarkan Tabel 10.1 diperoleh hasil bahwa kebanyakan pengambilan


keputusan yang dominan diputuskan oleh laki-laki berada pada rumah tangga
yang berstatus kurang tahan pangan. Sementara sebanyak 66,7 persen
pengambilan keputusan yang dilakukan secara setara berada pada rumah tangga
yang berstatus kurang tahan pangan. Dari semua rumah tangga dengan
pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan, sebanyak 52,5
persen berada pada rumah tangga yang berstatus tahan pangan. Walaupun Tabel
10.1 menunjukkan hubungan yang tidak signifikan, akan tetapi berdasarkan hasil
tabulasi silang pada Tabel 10.2 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan
hubungan antara tipe pengambilan keputusan dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Diketahui bahwa semakin
dominan perempuan dalam pengambilan keputusan, maka semakin tahan pangan
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu.

10.1 Hubungan Pengambilan Keputusan dengan Ketersediaan Pangan


Rumah Tangga Petani Agroforestri

Pada tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dengan dimensi


ketersediaan pangan rumah tangga petani, diperoleh hasil bahwa pengambilan
keputusan yang dominan dilakukan laki-laki memiliki ketersediaan yang kurang
stabil. Sementara pengambilan keputusan yang dilakukan secara setara memiliki
ketersediaan yang kurang stabil. Dari semua rumah tangga dengan pengambilan
keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan, sebanyak 42,5 ketersediaan
pangan yang stabil.
80

Tabel 10.3 Hubungan tipe pengambilan keputusan dengan tingkat ketersediaan


pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tipe Tingkat Ketersediaan Pangan Rumah Tangga
Pengambilan Tidak Stabil Kurang Stabil Stabil Total
Keputusan n % n % n % N %
Dominan
5 29,4 8 47,1 4 23,5 17 100
Laki-laki
Setara 0 0 2 66,7 1 33,3 3 100
Dominan
4 10 15 37,5 21 52,5 40 100
Perempuan
Total 9 15 25 41,7 26 43,3 60 100

Tabel 10.3 menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan hubungan antara


pengambilan keputusan dengan ketersediaan pangan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu. Diketahui bahwa semakin dominan perempuan
dalam pengambilan keputusan, maka semakin stabil ketersediaan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Hal ini juga sesuai dengan uji
korelasi rank spearman yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tipe pengambilan keputusan dengan dimensi ketersediaan
pangan rumah tangga.

10.2 Hubungan Pengambilan Keputusan dengan Akses Pangan Rumah


Tangga Petani Agroforestri

Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dengan akses pangan


rumah tangga petani terdapat pada Tabel 10.4 Berdasarkan Tabel 10.4 diperoleh
hasil bahwa pengambilan keputusan yang dominan dilakukan laki-laki memiliki
akses pangan yang kurang mudah. Sementara pengambilan keputusan yang
dilakukan secara setara memiliki akses pangan yang kurang murah. Dari semua
rumah tangga dengan pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh
perempuan, sebanyak 55 persen memiliki akses pangan yang mudah.

Tabel 10.4 Hubungan tipe pengambilan keputusan dengan tingkat akses pangan
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tipe Tingkat Akses Pangan Rumah Tangga
Pengambilan Kurang Mudah Mudah Total
Keputusan n % n % N %
Dominan Laki-
10 58,8 7 41,2 17 100
laki
Setara 3 100 0 0 3 100
Dominan
18 45 22 55 40 100
Perempuan
Total 31 51,7 29 48,3 60 100
81

Tabel 10.1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang tidak signifikan
antara tipe pengambilan keputusan dengan tingkat akses pangan rumah tangga
serta memiliki tingkat kekuatan hubungan yang sangat lemah. Walaupun demikian,
berdasarkan hasil uji tabulasi silang diketahui adanya kecenderungan bahwa
semakin dominan perempuan dalam mengambil keputusan maka semakin mudah
akses pangan rumah tangga petani agroforestri.

10.3 Hubungan Tipe Pengambilan Keputusan dengan Pemanfaatan Pangan


Rumah Tangga Petani Agroforestri

Pada tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dengan pemanfaatan


pangan rumah tangga diperoleh hasil bahwa pengambilan keputusan yang
dominan dilakukan laki-laki memiliki pemanfaatan pangan yang kurang lengkap.
Sementara pengambilan keputusan yang dilakukan secara setara memiliki
pemanfaatan pangan yang kurang lengkap. Dari semua rumah tangga dengan
pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan, sebanyak 57,5
memiliki pemanfaatan pangan yang kurang lengkap. Hasil tabulasi silang
menunjukkan bahwa baik pengambilan keputusan yang dominan dilakukan laki-
laki, setara, maupun yang dominan dilakukan perempuan pada rumah tangga
petani agroforestri Desa Sukaluyu tetap berada pada tingkat pemanfaatan pangan
yang kurang lengkap.
Hasil uji statistik rank spearman pada Tabel 10.1 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif yang tidak signifikan antara tipe pengambilan keputusan
dengan tingkat pemanfaatan pangan rumah tangga petani agroforestri serta
memiliki tingkat kekuatan hubungan yang sangat lemah. Hasil tabulasi silang dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.

Tabel 10.5 Hubungan tipe pengambilan keputusan dengan tingkat pemanfaatan


pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Pemanfaatan Pangan Rumah Tangga
Tipe
Tidak Kurang Lengkap Total
Pengambilan
Lengkap Lengkap
Keputusan
n % n % n % N %
Dominan
1 5,9 13 76,5 3 17,6 17 100
Laki-laki
Setara 0 0 2 66,7 1 33,3 3 100
Dominan
1 2,5 23 57,5 16 40 40 100
Perempuan
Total 2 3,3 38 63,3 20 33,3 60 100

Berbagai tipe pengambilan keputusan pada penelitian ini telah diduga


memiliki hubungan dengan ketahanan pangan rumah tangga. Untuk menemukan
analisis yang lebih rinci dalam tipe pengambilan keputusan rumah tangga petani
dilakukan uji korelasi rank spearman dan uji tabulasi silang antara tiga aspek
pengambilan keputusan dengan ketahanan pangan rumah tangga dan dimensinya.
82

Tiga aspek tersebut antara lain aspek pengelolaan pertanian, pengaturan keuangan,
dan aspek penyediaan makan dengan ketahanan pangan dan dimensinya.

10.4 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam aspek pengelolaan


pertanian dengan ketahanan pangan rumah tangga dan dimensinya

Pengambilan keputusan dalam pengelolaan pertanian yang diamati dalam


penelitian ini, meliputi menentukan alokasi lahan untuk budidaya, menentukan
jenis tanaman yang akan dibudidayakan, dan menentukan alokasi hasil panen
tanaman pangan. Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan
keputusan dalam aspek pengelolaan pertanian dengan ketahanan pangan rumah
tangga dan dimensinya dapat dilihat di bawah ini.

Tabel 10.6 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dalam aspek pengelolaan pertanian dengan ketahanan pangan rumah
tangga dan dimensinya
Nilai Nilai
Pengelolaan Pertanian Keterangan
Korelasi Probabilitas
Hubungan tipe pengambilan
keputusan dalam menentukan
alokasi lahan untuk budidaya 0,381** 0,001 Signifikan
dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri
Hubungan tipe pengambilan
keputusan dalam menentukan
alokasi lahan untuk budidaya 0,496** 0,000 Signifikan
dengan tingkat ketersediaan pangan
rumah tangga petani agroforestri
Hubungan pengambilan keputusan
dalam menentukan jenis tanaman
Tidak
yang akan dibudidayakan dengan 0,045 0,366
signifikan
tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri
Hubungan pengambilan keputusan
dalam menentukan jenis tanaman
yang akan dibudidayakan dengan 0,221* 0,045 Signifikan
tingkat ketersediaan pangan rumah
tangga petani agroforestri
Hubungan pengambilan keputusan
dalam menentukan hasil panen
tanaman pangan dijual atau
0,331** 0,005 Signifikan
dikonsumsi dengan tingkat
ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri
Keterangan: *korelasi signifikansi pada level 0.05 (1-tailed)
**korelasi signifikansi pada level 0.01 (1-tailed)
83

Tabel 10.6 menunjukkan bahwa tipe pengambilan keputusan dalam aspek


pengelolaan pertanian yang berhubungan signifikan dengan ketahanan pangan
diantaranya adalah tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi lahan
untuk budidaya, dan memutuskan hasil panen tanaman pangan dijual atau
dikonsumsi. Tipe pengambilan keputusan yang berhubungan dengan dimensi
ketersediaan diantaranya adalah tipe pengambilan keputusan dalam menentukan
alokasi lahan untuk budidaya, menentukan jenis tanaman yang akan dikonsumsi
dan memutuskan hasil panen tanaman pangan dijual atau dikonsumsi. Jika dilihat
menggunakan tabulasi silang, maka akan dihasilkan seperti tabel berikut.
a. Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi
lahan untuk budidaya dengan tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri
Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan
alokasi lahan untuk budidaya dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu terdapat pada Tabel 10.7. Hasilnya
menunjukkan bahwa sebagian besar rumah tangga dengan dominan laki-laki
sebagai pengambil keputusan dalam menentukan alokasi lahan untuk budidaya
berada rumah tangga yang berstatus kurang tahan pangan. Sebanyak 65,2 persen
dari seluruh rumah tangga dengan pengambilan keputusan rumah tangga termasuk
dalam kategori setara berada dalam kategori ketahanan pangan yang kurang tahan
pangan. Sementara seluruh rumah tangan dengan perempuan dominan sebagai
pengambil keputusan rumah tangga berada dalam kategori ketahanan pangan yang
tahan pangan.

Tabel 10.7 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi


lahan untuk budidaya dengan tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Menentukan Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga
alokasi lahan Tidak Tahan Kurang Tahan Tahan Pangan Total
untuk Pangan Pangan
budidaya n % n % n % N %
Dominan
1 2,9 23 65,7 11 31,4 35 100
Laki-laki
Setara 0 0 8 34,8 15 65,2 23 100
Dominan
0 0 0 0 2 100 2 100
Perempuan
Total 1 1,7 31 51,7 28 46,7 60 100

Berdasarkan hasil tabulasi silang diketahui bahwa terdapat kecenderungan


bahwa semakin dominan perempuan dalam mengambil keputusan tentang
menentukan alokasi lahan untuk budidaya maka semakin tahan pangan rumah
tangga petani agroforestri Desa Sukaluyu. Hal ini sesuai dengan uji korelasi Rank
Spearman yang menunjukkan hasil koefisien korelasi sebesar 0.381** serta nilai
probabilitas sebesar 0.001. Hasil tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan
84

yang positif dan signifikan antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan
alokasi lahan untuk budidaya dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri serta memiliki tingkat kekuatan hubungan yang sangat lemah.

b. Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi


lahan untuk budidaya dengan tingkat ketersediaan pangan rumah
tangga petani agroforestri

Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan


alokasi lahan untuk budidaya dengan tingkat ketersediaan pangan rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu terdapat pada Tabel 10.8. Berdasarkan Tabel
10.8 diperoleh hasil bahwa kebanyakan pengambilan keputusan yang dominan
diputuskan oleh laki-laki memiliki ketersediaan pangan yang kurang stabil.
Sementara sebanyak 69,6 persen pengambilan keputusan yang dilakukan secara
setara memiliki ketersediaan pangan yang stabil. Dari semua rumah tangga
dengan pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan,
seluruhnya memiliki ketersediaan pangan yang stabil.

Tabel 10.8 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi


lahan untuk budidaya dengan tingkat ketersediaan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Menentukan Tingkat Ketersediaan Pangan Rumah Tangga
alokasi lahan Tidak Stabil Kurang Stabil Stabil Total
untuk n % n % n % N %
budidaya
Dominan
8 22,9 19 54,3 8 22,9 35 100
Laki-laki
Setara 1 4,3 6 26,1 16 69,6 23 100
Dominan
0 0 0 0 2 100 2 100
Perempuan
Total 9 15 25 41,7 26 43,3 60 100

Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan


alokasi lahan untuk budidaya dengan tingkat ketersediaan pangan rumah tangga
petani agroforestri menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan yang
menunjukkan semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan tentang
menentukan alokasi lahan untuk budidaya, maka semakin stabil ketersediaan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Hasil uji statistik rank
spearman pada Tabel 10.6 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang
signifikan antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi lahan
untuk budidaya dengan tingkat ketersediaan pangan rumah tangga petani
agroforestri serta memiliki tingkat kekuatan hubungan yang cukup kuat.
Menentukan alokasi lahan untuk budidaya adalah membagi penggunaan
lahan dalam dalam beberapa luas menurut jenis tanaman yang akan ditanam. Pada
penelitian ini menentukan alokasi lahan untuk budidaya dimaksudkan untuk
85

memutuskan lahan untuk ditanami tanaman keras (pohon), tanaman pangan,


maupun tidak ditanami. Berdasarkan Tabel 10.8 terdapat dua rumah tangga
dengan perempuan dominan sebagai pengambil keputusan dalam menentukan
alokasi lahan untuk budidaya. Ditemukan bahwa rumah tangga yang dominan
perempuan sebagai pengambil keputusan dalam menentukan alokasi lahan untuk
budidaya merupakan rumah tangga dengan laki-laki (suami) yang memiliki
pekerjaan sampingan di luar usahatani rumah tangga. Hal ini menyebabkan
meningkatnya tanggung jawab perempuan dalam aspek pertanian. Selain itu,
tambahan pendapatan dari pekerjaan luar usaha tani membuat rumah tangga
memiliki tambahan modal untuk pertanian. Salah satu responden Ibu SU (52
tahun) yang ditinggalkan oleh suami untuk bekerja selain pekerjaan bertani,
sehingga pengambilan keputusan bertani dilimpahkan kepada dirinya. Beliau
menuturkan bahwa dominan dirinya yang mengurus tentang pertanian dari mulai
apa yang mau ditanam, berapa luasan yang akan ditanam, sampai mengatur upah
buruh tani, menurutnya suami lebih banyak berperan dalam memberi modal
pertanian.

“Kebanyakan ibu, Neng, yang ngurus-ngurus tani, apa yang mau


ditanam, ngatur ini itu, masakin buat buruh, ngatur upah buruh, kalau
Bapak juga ikutan tani, tapi banyaknya Bapak mah ngasih modal aja
buat tani.” (Ibu SU, 52 tahun)

Menurut penuturan rumah tangga Bapak RO (55 tahun) dan Ibu SA,
mereka saling mengonfirmasi bahwa Bapak RO (55 tahun) memiliki
pekerjaan di luar tani yang mengharuskan sang istri mengatur pekerjaan
laki-laki, seperti persiapan lahan.

“Selain tani saya kerja serabutan, apa aja kalau ada yang
nyuruh, kalo beberapa tahun belakang ini jadi kuli bangunan,
jadi kadang nggak di rumah, kalo saya pergi pas tani, biasanya
suka istri aja yang ngatur.” (Bapak RO, 55 tahun)

“Iya dia mah, kadang nggak tau apa-apa soal kuli cangkul, Ibu
aja yang ngurusin, yang ngupahin Ibu.” (Ibu SA, 44 tahun)

c. Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam menentukan jenis


tanaman yang akan dibudidayakan dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri

Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan jenis


tanaman yang akan dibudidayakan dengan tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu terdapat pada Tabel 10.9. Hasilnya
menunjukkan bahwa kebanyakan rumah tangga dengan dominan laki-laki sebagai
pengambil keputusan dalam menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan
berada pada tingkat ketahanan pangan yang kurang tahan pangan. Sebanyak 51,9
persen dari seluruh rumah tangga yang setara dalam mengambil keputusan tentang
jenis tanaman yang akan dibudidayakan berada dalam kategori ketahanan pangan
yang kurang tahan pangan. Sementara rumah tangga dengan perempuan dominan
86

sebagai pengambil keputusan rumah tangga seluruhnya berada dalam kategori


ketahanan pangan yang tahan pangan.

Tabel 10.9 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam menentukan jenis


tanaman yang akan dibudidayakan dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Menentukan
Tidak
jenis tanaman Kurang Tahan
Tahan Tahan Pangan Total
yang akan Pangan
Pangan
dibudidayakan
n % n % n % N %
Dominan
0 0,0 17 54,8 14 45,2 31 100
Laki-laki
Setara 1 3,7 14 51,9 12 44,4 27 100
Dominan
0 0,0 0 0,0 2 100,0 2 100
Perempuan
Total 1 1,7 31 51,7 28 46,7 60 100

Hasil uji korelasi rank spearman antar variabel menunjukkan bahwa nilai
koefisien korelasi sebesar 0.045 serta nilai probabilitas sebesar 0.366. Angka
tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan pada kategori sangat lemah
dan tidak signifikan. Walaupun demikian, berdasarkan hasil uji tabulasi silang
diketahui adanya kecenderungan bahwa semakin dominan perempuan dalam
mengambil keputusan tentang menentukan jenis tanaman yang akan
dibudidayakan, maka semakin tahan pangan ketahanan pangan rumah tangganya.

d. Hubungan pengambilan keputusan dalam menentukan jenis tanaman


yang akan dibudidayakan dengan tingkat ketersediaan pangan rumah
tangga petani agroforestri

Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan jenis


tanaman yang akan dibudidayakan dengan tingkat ketersediaan pangan rumah
tangga petani terdapat pada Tabel 10.10. Berdasarkan Tabel 10.10 diperoleh hasil
bahwa kebanyakan pengambilan keputusan yang dominan diputuskan oleh laki-
laki memiliki ketersediaan pangan yang kurang stabil. Sementara sebanyak 51,9
persen pengambilan keputusan yang dilakukan secara setara memiliki
ketersediaan pangan yang stabil. Dari semua rumah tangga dengan pengambilan
keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan, seluruhnya memiliki
ketersediaan pangan yang stabil.
87

Tabel 10.10 Hubungan pengambilan keputusan dalam menentukan jenis tanaman


yang akan dibudidayakan dengan tingkat ketersediaan pangan
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Menentukan Tingkat Ketersediaan Pangan Rumah Tangga
jenis tanaman Kurang
Tidak Stabil Stabil Total
yang akan Stabil
dibudidayakan n % n % n % N %
Dominan Laki-
5 16,1 16 51,6 10 32,3 31 100
laki
Setara 4 14,8 9 33,3 14 51,9 27 100
Dominan
0 0,0 0 0,0 2 100,0 2 100
Perempuan
Total 9 15,0 25 41,7 26 43,3 60 100

Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan jenis


tanaman yang akan dibudidayakan dengan tingkat ketersediaan pangan rumah
tangga petani agroforestri menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan yang
menunjukkan semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan tentang
menentukan alokasi lahan untuk budidaya, maka semakin stabil ketersediaan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Uji korelasi rank
spearman menunjukkan koefisien korelasi sebesar 0.221* serta nilai probabilitas
sebesar 0.045. Angka tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang
signifikan antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan jenis tanaman
yang akan dibudidayakan dengan tingkat ketersediaan pangan rumah tangga
petani agroforestri.
Beberapa kasus ditemukan laki-laki sebagai pengambil keputusan dalam
menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan meminjam uang modal di
benih atau bibit kepada tengkulak maupun penjual bibit atau benih tanaman di
pasar dan dibayar kembali setelah panen tiba. Kegiatan meminjam modal
pertanian tersebut terjadi pada rumah tangga penggarap, sehingga mendukung
kurang stabilnya ketersediaan pangan rumah tangga. Perempuan sebagai
pengambil keputusan dalam menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan
merupakan rumah tangga dengan laki-laki (suami) yang memiliki pekerjaan
sampingan di luar usahatani, sehingga tambahan pendapatan dari pekerjaan luar
usaha tani membuat rumah tangga memiliki tambahan modal untuk pertanian.
Beyene dan Muche (2010) mengungkapkan pendapatan di luar pertanian berperan
penting terhadap ketahanan pangan rumah tangga. Dalam keadaan ini, petani kecil
yang hanya bergantung pada kegiatan pertanian memiliki pendapatan yang tidak
memadai untuk membeli input pertanian dan memenuhi kebutuhan keluarga dan
dengan demikian, mereka ditemukan dalam kondisi rawan pangan.
Jenis tanaman yang diputuskan untuk dibeli umumnya berupa jenis tanaman
musiman seperti padi dan tanaman sayuran, sedangkan tanaman tahunan, seperti
pohon umumnya merupakan tanaman dari turun temurun dari generasi
sebelumnya.
88

Bibit atau benih pohon kayu berasal dari tanaman induk yang telah ditanam
sebelumnya, yaitu dari pohon yang telah ditebang atau tumbuh secara alami
karena benih terbawa angin.

e. Hubungan pengambilan keputusan dalam menentukan hasil panen


tanaman pangan dijual atau dikonsumsi dengan tingkat ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri

Tabel 10.11 menunjukkan bahwa kebanyakan rumah tangga dengan


dominan laki-laki sebagai pengambil keputusan dalam menentukan hasil panen
tanaman pangan dijual atau dikonsumsi berada rumah tangga yang berstatus
kurang tahan pangan. Sebanyak 46,4 persen dari seluruh rumah tangga dengan
pengambilan keputusan rumah tangga termasuk dalam kategori setara berada
dalam kategori ketahanan pangan yang kurang tahan pangan. Sementara seluruh
rumah tangan dengan perempuan dominan sebagai pengambil keputusan rumah
tangga berada dalam kategori ketahanan pangan yang tahan pangan.

Tabel 10.11 Hubungan pengambilan keputusan dalam menentukan hasil panen


tanaman pangan dijual atau dikonsumsi dengan tingkat ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Memutuskan Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga
hasil panen Tidak Tahan Kurang Tahan Pangan Total
tanaman Pangan Tahan
pangan dijual Pangan
atau n % n % n % N %
dikonsumsi
Dominan Laki-
1 5,0 14 70,0 5 25,0 20 100
laki
Setara 0 0,0 13 46,4 15 53,6 28 100
Dominan
0 0,0 4 33,3 8 66,7 12 100
Perempuan
Total 1 1,7 31 51,7 28 46,7 60 100

Hasil uji statistik rank spearman pada Tabel 10.6 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif yang signifikan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menentukan hasil panen tanaman pangan dijual atau dikonsumsi dengan tingkat
ketersediaan pangan rumah tangga petani agroforestri. Selain itu, tingkat kekuatan
hubungannya juga menunjukkan hubungan yang cukup kuat.

10.5 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam aspek pengaturan


keuangan dengan ketahanan pangan rumah tangga dan dimensinya

Pengambilan keputusan dalam aspek pengaturan keuangan yang diamati


dalam penelitian ini, meliputi pengambilan keputusan dalam menetapkan
89

anggaran belanja non pangan, menetapkan prioritas keuangan, dan menetapkan


anggaran belanja untuk pangan. Duflo (2005) menyebutkan kontrol laki-laki atas
pendapatan dihabiskan untuk alkohol dan rokok. Pendapatan yang dikontrol
perempuan memberikan kontribusi peningkatan yang lebih besar untuk kesehatan
dan gizi anak-anak (Thomas 1990).

Tabel 10.12 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dalam aspek pengaturan keuangan dengan ketahanan pangan rumah
tangga
Pengaturan Keuangan Nilai Nilai Keterangan
Korelasi Probabilitas
Hubungan pengambilan
keputusan dalam menetapkan
anggaran belanja non pangan
0.204 0.059 Tidak signifikan
dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri
di Desa Sukaluyu
Hubungan pengambilan
keputusan dalam menetapkan
prioritas pengeluaran dengan 0.126 0.168 Tidak signifikan
tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri
Hubungan pengambilan
keputusan dalam menetapkan
anggaran belanja untuk pangan 0.114 0.192 Tidak signifikan
dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri
Hubungan pengambilan
keputusan dalam menetapkan
anggaran belanja untuk pangan
-0.006 0.481 Tidak signifikan
dengan tingkat pemanfaatan
pangan rumah tangga petani
agroforestri

Tabel 10.12 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan


antara tipe pengambilan keputusan dalam aspek pengaturan keuangan dengan
ketahanan pangan rumah tangga dan dimensinya. Diketahui bahwa keputusan
dalam pengaturan keuangan dalam ketahanan pangan terkait dengan kemampuan
rumah tangga untuk membeli pangan. Semakin keuangan rumah tangga dikelola
dengan baik, maka semakin mampu rumah tangga dalam membeli pangan. Akan
tetapi, hal ini dapat terjadi jika rumah tangga tersebut memiliki keuangan yang
memadai. Perempuan pada penelitian ini dianggap lebih unggul dibanding laki-
laki dalam urusan pengaturan keuangan rumah tangga. Hal ini karena perempuan
lebih berorientasi memenuhi kebutuhan pangan rumah tangga dibanding laki-laki
yang dianggap lebih berorientasi memenuhi kebutuhan untuk dirinya. Jika dilihat
menggunakan tabulasi silang, maka akan dihasilkan seperti tabel berikut.
90

a. Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan anggaran


belanja non pangan dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri

Tabel 10.13 menunjukkan bahwa kebanyakan rumah tangga dengan


dominan laki-laki sebagai pengambil keputusan dalam menetapkan anggaran
belanja non pangan berada pada tingkat ketahanan pangan yang kurang tahan
pangan. Sementara rumah tangga dengan pengambilan keputusan rumah tangga
termasuk dalam kategori setara seluruhnya berada dalam kategori ketahanan
pangan yang kurang tahan pangan. Dari seluruh rumah tangan dengan dominan
perempuan sebagai pengambil keputusan rumah tangga berada dalam kategori
ketahanan pangan yang tahan pangan yakni sebesar 55,3 persen.

Tabel 10.13 Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan anggaran


belanja non pangan dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Menetapkan Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga
anggaran Tidak Tahan Kurang Tahan Tahan Pangan Total
belanja non Pangan Pangan
pangan n % n % n % N %
Dominan
1 5,9 9 52,9 7 41,2 17 100
Laki-laki
Setara 0 0 5 100 0 0 5 100
Dominan
0 0 17 44,7 21 55,3 38 100
Perempuan
Total 1 1,7 31 51,7 28 46,7 60 100

Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam menetapkan


anggaran belanja non pangan dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri menunjukkan bahwa terdapat kecenderungan yang
menunjukkan semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan tentang
menetapkan anggaran belanja non pangan, maka semakin tahan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Uji korelasi Spearman menunjukkan
koefisien korelasi sebesar 0.204 serta nilai probabilitas sebesar 0.059. Angka
tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menetapkan anggaran belanja non pangan dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga berada pada kategori sangat lemah dan tidak signifikan.

b. Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan prioritas


pengeluaran dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
agroforestri

Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam menetapkan


prioritas pengeluaran dengan ketahanan pangan rumah tangga petani terdapat
pada Tabel 10.14. Tabel 10.14 menunjukkan bahwa kebanyakan rumah tangga
91

dengan dominan laki-laki sebagai pengambil keputusan dalam menetapkan


prioritas pengeluaran berada pada tingkat ketahanan pangan yang kurang tahan
pangan. Sementara sebanyak 80 persen dari seluruh rumah tangga dengan
pengambilan keputusan rumah tangga termasuk dalam kategori setara berada
dalam kategori ketahanan pangan yang kurang tahan pangan. Dari seluruh rumah
tangan dengan perempuan dominan sebagai pengambil keputusan rumah tangga
berada dalam kategori ketahanan pangan yang tahan pangan yakni sebesar 51,3
persen.

Tabel 10.14 Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan prioritas


pengeluaran dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Menetapkan
Tidak Tahan Kurang Tahan Tahan Pangan Total
prioritas
Pangan Pangan
pengeluaran
n % n % n % N %
Dominan
1 6,3 8 50 7 43,8 16 100
Laki-laki
Setara 0 0 4 80 1 20 5 100
Dominan
0 0 19 48,7 20 51,3 39 100
Perempuan
Total 1 1,7 31 51,7 28 46,7 60 100

Uji korelasi rank spearman menunjukkan nilai koefisien korelasi sebesar


0.126 serta nilai probabilitas sebesar 0.168. Angka tersebut menunjukkan bahwa
hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam menetapkan prioritas
pengeluaran dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga berada pada kategori
sangat lemah dan tidak signifikan. Walaupun demikian, dari hasil uji tabulasi
silang dapat dilihat adanya kecenderungan bahwa semakin dominan perempuan
dalam mengambil keputusan tentang menetapkan prioritas pengeluaran, maka
semakin tahan pangan ketahanan pangan rumah tangganya.

c. Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan anggaran


belanja untuk pangan dengan tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri

Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam menetapkan


anggaran belanja untuk pangan dengan ketahanan pangan rumah tangga petani
terdapat pada Tabel 10.15. Tabel 10.15 menunjukkan bahwa kebanyakan rumah
tangga dengan dominan laki-laki sebagai pengambil keputusan dalam
menetapkan anggaran belanja untuk pangan berada pada tingkat ketahanan pangan
yang kurang tahan pangan. Sementara rumah tangga dengan pengambilan
keputusan rumah tangga termasuk dalam kategori setara seluruhnya berada dalam
kategori ketahanan pangan yang tahan pangan. Dari seluruh rumah tangan dengan
92

perempuan dominan sebagai pengambil keputusan rumah tangga berada dalam


kategori ketahanan pangan yang kurang tahan pangan yakni sebesar 52,1 persen.

Tabel 10.15 Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan anggaran


belanja untuk pangan dengan tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Menetapkan Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga
anggaran Tidak Tahan Kurang Tahan Tahan Pangan Total
belanja Pangan Pangan
untuk n % n % n % N %
pangan
Dominan
1 11,1 6 66,7 2 22,2 9 100
Laki-laki
Setara 0 0 0 0 3 100 3 100
Dominan
0 0 25 52,1 23 47,9 48 100
Perempuan
Total 1 1,7 31 51,7 28 46,7 60 100

Dilakukan uji korelasi rank spearman antar variabel dan didapatkan hasil
koefisien korelasi sebesar 0.114 serta nilai probabilitas sebesar 0.192. Angka
tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menetapkan anggaran belanja untuk pangan dengan tingkat ketahanan pangan
oleh rumah tangga berada pada kategori sangat lemah dan tidak signifikan.
Beberapa kasus ditemukan bahwa perempuan sebagai pengambil keputusan
dalam menetapkan anggaran belanja seringkali dipengaruhi oleh faktor kebiasaan
dalam rumah tangga. Seperti pada alokasi uang untuk pemenuhan konsumsi kopi
dan rokok untuk suami mereka. Pada penelitian ini, diketahui hampir seluruh laki-
laki di rumah tangga petani agroforestri tidak terlepas dari kebutuhan rokok dan
kopi. Ditemukan kasus perempuan sebagai pengambil keputusan dalam
menetapkan anggaran belanja pangan yang menganggap rokok dan kopi untuk
suami mereka sebagai kebutuhan yang harus selalu tersedia dalam rumah tangga
meskipun harus mengurangi anggaran belanja untuk pangan rumah tangga.
Seperti pada penuturan Ibu LI (55 tahun) bahwa kopi dan rokok harus selalu ada
di rumah karena sudah menjadi kebutuhan, meskipun dalam pemenuhannya harus
mengorbankan risiko dapur. Istilah risiko dapur dalam penelitian ini diartikan
sebagai kebutuhan pangan dalam rumah tangga.

“Kopi dan rokok di rumah harus selalu ada terus buat suami
karena ya udah jadi kebutuhan, Neng. Kadang ya meskipun
harus ngorbanin risiko dapur, Neng” (Ibu LI, 55 tahun)

Selain itu juga ditemukan rumah tangga dengan perempuan sebagai


pengambil keputusan dalam menetapkan anggaran belanja untuk pangan
mengurangi anggaran belanja pangan untuk kebutuhan non pangan yang lebih
mendesak, seperti membayar listrik dan lain-lain. Seperti rumah tangga Ibu BE
93

(50 tahun) yang mengatakan pernah tidak jadi beli lauk dikarenakan
menggunakan uangnya untuk membayar listrik.

“..iya pernah Neng, Ibu nggak jadi beli lauk waktu itu, uangnya mau
dipake buat bayaran listrik” (Ibu BE, 50 tahun)

d. Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan anggaran


belanja untuk pangan dengan tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri

Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam menetapkan


anggaran belanja untuk pangan dengan pemanfaatan pangan rumah tangga petani
terdapat pada Tabel 10.16. Berdasarkan Tabel 10.16 diperoleh hasil bahwa
kebanyakan pengambilan keputusan yang dominan diputuskan oleh laki-laki
berada pada tingkat pemanfaatan pangan kategori kurang lengkap. Sementara
sebanyak 66,7 persen pengambilan keputusan yang dilakukan secara setara
berada pada tingkat pemanfaatan pangan kategori kurang lengkap. Dari semua
rumah tangga dengan pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh
perempuan, sebanyak 62,5 persen berada pada tingkat pemanfaatan pangan
kategori kurang lengkap.

Tabel 10.16 Hubungan pengambilan keputusan dalam menetapkan anggaran


belanja untuk pangan dengan tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Menetapkan Tingkat Pemanfaatan Pangan Rumah Tangga
anggaran Tidak Kurang Lengkap Total
belanja Lengkap Lengkap
untuk n % n % n % N %
pangan
Dominan
0 0 7 77,8 2 22,2 9 100
Laki-laki
Setara 0 0 1 33,3 2 66,7 3 100
Dominan
2 4,2 30 62,5 16 33,3 48 100
Perempuan
Total 2 3,3 38 63,3 20 33,3 60 100

Dilakukan uji korelasi Spearman antar variabel dan didapatkan hasil


koefisien korelasi sebesar -0.006serta nilai probabilitas sebesar 0.481. Angka
tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menetapkan anggaran belanja untuk pangan dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga berada pada kategori sangat lemah dan tidak signifikan. Tanda
negatif menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antar variabel.
Diketahui bahwa tanggung jawab terhadap keuangan dominan dilimpahkan
kepada perempuan dengan cara menerima pendapatan laki-laki maupun
94

pendapatan yang dimiliki oleh perempuan sendiri. Pada penelitian ini kecukupan
keuangan dinilai menjadi pertimbangan perempuan dalam memilih pangan. Pada
penelitian ini ditemukan rumah tangga yang tidak merencanakan anggaran
kebutuhan pangannya karena kondisi keuangan rumah tangga yang terbatas.
Keterbatasan keuangan pada penelitian ini membuat laki-laki sebagai pemberi
pendapatan sering kali tidak protes tentang jenis pangan yang dibeli oleh
perempuan.

10.6 Hubungan tipe pengambilan keputusan dalam aspek penyediaan


makan dengan ketahanan pangan rumah tangga dan dimensinya

Pengambilan keputusan dalam aspek penyediaan makan yang diamati dalam


penelitian ini adalah pengambilan keputusan dalam mengatur menu makan.
Banyak penelitian tentang perilaku kesehatan telah mencatat bahwa pria memiliki
tingkat perilaku berisiko lebih tinggi dan perilaku sehat dan higienis yang lebih
rendah dibanding wanita. Perempuan memiliki kecenderungan untuk menyajikan
makanan berkualitas untuk keluarga mereka dengan pengetahuan tradisional yang
mereka miliki.

Tabel 10.17 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dalam aspek penyediaan makan dengan ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Penyediaan Makan Nilai Nilai Keterangan
Korelasi Probabilitas
Hubungan pengambilan
keputusan dalam mengatur menu
makan di rumah dengan tingkat -0.166 0.103 Tidak signifikan
ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri
Hubungan pengambilan
keputusan dalam mengatur menu
makan di rumah dengan tingkat -0.166 0.103 Tidak signifikan
pemanfaatan pangan rumah
tangga petani agroforestri

Berdasarkan Tabel 10.17 diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengambilan keputusan dalam aspek penyediaan makan dengan
ketahanan pangan ataupun dengan dimensi pemanfaatan pangan. Hal ini
ditunjukkan berdasarkan nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05. Selain itu
nilai korelasi keduanya menunjukkan nilai yang negatif yang berarti hubungan
antara pengambilan keputusan dalam mengatur menu makan di rumah dengan
ketahanan pangan dan dimensi pemanfaatan pangan menunjukkan hubungan yang
negatif.
95

a. Hubungan pengambilan keputusan dalam mengatur menu makan di


rumah dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
agroforestri

Tabel 10.18 menunjukkan bahwa kebanyakan rumah tangga dengan


dominan laki-laki sebagai pengambil keputusan dalam mengatur menu makan di
rumah berada pada tingkat ketahanan pangan yang tidak tahan pangan, kurang
tahan pangan, dan tahan pangan. Sementara seluruh rumah tangga dengan
pengambilan keputusan rumah tangga termasuk dalam kategori setara berada
dalam kategori ketahanan pangan yang kurang tahan pangan. Dari seluruh rumah
tangan dengan perempuan dominan sebagai pengambil keputusan rumah tangga
berada dalam kategori ketahanan pangan yang tahan pangan yakni sebesar 55,3
persen.

Tabel 10.18 Hubungan pengambilan keputusan dalam mengatur menu makan di


rumah dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Mengatur
Tidak Tahan Kurang Tahan Tahan Pangan Total
menu makan
Pangan Pangan
di rumah
n % n % n % N %
Dominan
1 33,3 1 33,3 1 33,3 3 100
Laki-laki
Setara 0 0 0 0 2 100 2 100
Dominan
0 0 30 54,5 25 45,5 55 100
Perempuan
Total 1 1,7 31 51,7 28 46,7 60 100

b. Hubungan pengambilan keputusan dalam mengatur menu makan di


rumah dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
agroforestri
Tabulasi silang antara tipe pengambilan keputusan dalam mengatur menu
makan di rumah dengan pemanfaatan pangan rumah tangga petani terdapat pada
Tabel 10.19. Berdasarkan Tabel 10.19, diperoleh hasil bahwa kebanyakan
pengambilan keputusan yang dominan diputuskan oleh laki-laki berada pada
tingkat pemanfaatan pangan kategori tidak lengkap. Sementara seluruh
pengambilan keputusan yang dilakukan secara setara berada pada tingkat
pemanfaatan pangan kategori lengkap. Dari semua rumah tangga dengan
pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan, sebanyak 65,5
persen berada pada tingkat pemanfaatan pangan kategori kurang lengkap. Hal ini
menunjukkan bahwa baik pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh
laki-laki maupun pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh
perempuan berada pada tingkat pemanfaatan pangan kategori kurang lengkap.
96

Tabel 10.19 Hubungan pengambilan keputusan dalam mengatur menu makan di


rumah dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Pemanfaatan Pangan Rumah Tangga
Mengatur
Tidak Kurang Lengkap Total
menu makan
Lengkap Lengkap
di rumah
n % n % n % N %
Dominan
0 0 2 66,7 1 33,3 3 100
Laki-laki
Setara 0 0 0 0 2 100 2 100
Dominan
2 3,6 36 65,5 17 30,9 55 100
Perempuan
Total 2 3,3 38 63,3 20 33,3 60 100

Dilakukan uji korelasi rank spearman antar variabel dan didapatkan hasil
koefisien korelasi sebesar -0.166 serta nilai probabilitas sebesar 0.103. Angka
tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menentukan menu makan di rumah dengan tingkat pemanfaatan pangan rumah
tangga berada pada kategori sangat lemah dan tidak signifikan. Tanda negatif
menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antar variabel .
Diketahui bahwa perempuan yang dominan berperan penting dalam
membeli pangan untuk rumah tangga dan mengambil keputusan dalam mengatur
menu makanan di rumah seringkali tidak mempertimbangkan nilai gizi dalam
pengambilan keputusan pangan. Dominan perempuan yang diwawancarai
mengatakan konsumsi pangan rumah tangganya ditentukan oleh faktor kebiasaan,
seperti mengonsumsi ikan asin dan daun singkong yang merupakan makanan yang
umum dikonsumsi di desa. Sangat jarang rumah tangga mengonsumsi pangan
lainnya dikarenakan tidak terbiasa. Taridala (2010) menyebutkan bahwa akses
informasi mengenai gizi dan kesehatan masing-masing individu akan berpengaruh
signifikan terhadap pengalokasian penghasilan keluarga untuk membeli makanan
dan/ atau memperoleh manfaat dari makanan yang dikonsumsi. Perempuan juga
seringkali terpengaruh dari anggota keluarga yang lain dalam mengambil
keputusan. Misalnya dalam menentukan menu makanan, biasanya perempuan
mempertimbangkan menu makanan yang disukai keluarga atau anak-anak. Pada
kasus rumah tangga Ibu SA (44 tahun), beliau menuturkan selain
mempertimbangkan konsumsi ikan asin yang digemari keluarganya, dirinya juga
harus memilih jenis ikan asin yang disukai anak-anak.

“Kalo ikan asin anak-anak biasanya doyannya ikan teri, kalo


semacam japuh mah nggak suka, jadi belinya ikan teri” (Ibu
SA, 44 tahun)

Selain itu pertanian agroforestri yang dijalankan rumah tangga kurang


berkontribusi terhadap pemanfaatan pangan rumah tangga. Hal ini karena hasil
pertanian agroforestri dominan berupa tanaman obat dan buah-buahan. Meskipun
97

rumah tangga memiliki ternak yang dapat berkontribusi dalam konsumsi pangan
protein hewani, namun ternak tidak dapat dipanen setiap waktu.
XI PENUTUP

11.1 Simpulan

Sesuai dengan hasil penelitian yang telah dijabarkan sebelumnya dapat


disimpulkan sebagai berikut:
1. Ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu
termasuk dalam kategori kurang tahan pangan. Ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri terdiri dari tiga dimensi diantaranya, ketersediaan
pangan, akses pangan, dan pemanfaatan pangan. Tingkat ketersediaan pangan
pangan rumah tangga petani agroforestri termasuk dalam kategori stabil.
Sementara tingkat akses pangan rumah tangga petani agroforestri berada pada
kategori kurang mudah. Ditemukan bahwa meskipun sebanyak 95 persen
rumah tangga petani memiliki akses ke pangan pokok beras, namun tidak
seluruh rumah tangga mudah mendapatkan beras dari sawah milik sendiri.
Selain itu, tingkat pemanfaatan pangan rumah tangga petani agroforestri
termasuk dalam kategori kurang lengkap. Konsumsi rumah tangga petani
agroforestri umumnya berupa konsumsi protein hewani berupa ikan asin dan
sayur berupa lalap.
2. Laki-laki dominan berpartisipasi dalam pembagian peran rumah tangga petani
agroforestri Desa Sukaluyu, yakni pada peran pengelolaan pertanian
agroforestri, pertanian padi sawah, dan aktivitas keuangan. Berdasarkan
curahan waktu laki-laki dominan mencurahkan waktunya dalam pertanian
agroforestri dan pertanian padi sawah, sedangkan perempuan dominan
mencurahkan waktu dalam penyediaan makan rumah tangga petani
agroforestri.
3. Pengambilan keputusan dominan dilakukan oleh perempuan. Pengambilan
keputusan yang dominan dilakukan oleh laki-laki meliputi menentukan alokasi
lahan untuk budidaya, menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan
dan mengalokasikan hasil panen non pangan. Pengambilan keputusan yang
dilakukan secara setara antara lain memutuskan hasil panen tanaman pangan
dijual atau dikonsumsi, meminta bantuan dari tetangga/ saudara/ kerabat saat
mengalami kesulitan keuangan, mempunyai ide mencari pekerjaan tambahan,
mempunyai ide menjual aset saat kesulitan keuangan, mempunyai ide
berhutang ke warung saat kesulitan pangan, dan meminta bantuan kepada
tetangga/ saudara/ kerabat/ saat mengalami kesulitan pangan. Perempuan
cenderung menjadi pengambil keputusan terdapat pada pengambilan keputusan
dalam menetapkan anggaran belanja non pangan, menetapkan prioritas
pengeluaran, membeli cadangan pangan, menetapkan anggaran belanja pangan,
dan mengatur menu makanan di rumah.
4. Tingkat pembagian peran rumah tangga menunjukkan hubungan positif dan
signifikan dengan tipe pengambilan keputusan rumah tangga petani
agroforestri. Artinya semakin dominan perempuan berpartisipasi dalam
pembagian peran rumah tangga, maka semakin dominan perempuan dalam
pengambilan keputusan rumah tangga.
5. Tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi lahan untuk budidaya
menunjukkan hubungan positif dan signifikan dengan ketahanan pangan dan
99

ketersediaan pangan. Ditemukan juga hubungan positif dan signifikan antara


tipe pengambilan keputusan dalam menentukan jenis tanaman yang akan
dibudidayakan dengan ketersediaan pangan rumah tangga. Sementara dari hasil
uji tabulasi silang ditemukan beberapa kecenderungan hubungan, antara lain:
semakin dominan perempuan dalam pengambilan keputusan, maka semakin
tahan pangan rumah tangga petani agroforestri; semakin dominan perempuan
dalam pengambilan keputusan, maka semakin stabil ketersediaan pangan
rumah tangga petani agroforestri; semakin dominan perempuan dalam
pengambilan keputusan, maka semakin mudah akses pangan rumah tangga
petani agroforestri; semakin dominan perempuan dalam menentukan alokasi
lahan untuk budidaya, maka semakin tahan pangan rumah tangga petani
agroforestri; semakin dominan perempuan dalam menentukan jenis tanaman
yang akan dibudidayakan, maka semakin tahan pangan rumah tangga petani
agroforestri; semakin dominan perempuan dalam menentukan alokasi lahan
untuk budidaya, maka semakin stabil tingkat ketersediaan pangan rumah
tangga petani agroforestri; semakin dominan perempuan dalam menentukan
jenis tanaman yang akan dibudidayakan, maka semakin stabil tingkat
ketersediaan pangan rumah tangga petani agroforestri; semakin dominan
perempuan dalam menentukan hasil tanaman pangan dijual atau dikonsumsi,
maka semakin tahan pangan rumah tangga petani agroforestri; semakin
dominan perempuan dalam menetapkan anggaran belanja non pangan, maka
semakin tahan pangan rumah tangga petani agroforestri; semakin dominan
perempuan dalam menetapkan prioritas pengeluaran, maka semakin tahan
pangan tingkat ketahanan pangan rumah tangga.

11.2 Saran

Pada penelitian ini, laki-laki dominan dalam pembagian peran gender. Hal
ini tidak sesuai dengan penelitian yang menyatakan perempuan berkontribusi
lebih dibanding laki-laki dalam pengelolaan pangan. Hal ini disebabkan kuesioner
pembagian peran lebih dominan dalam peran produktif, yaitu peran dalam
pertanian agroforestri, pertanian padi sawah dan aktivitas ekonomi. Peran-peran
tersebut merupakan peran yang umumnya disematkan kepada laki-laki. Untuk itu,
penelitian selanjutnya perlu lebih selektif dalam pemilihan kuesioner penelitian.
Salah satu hipotesis dalam penelitian ini yaitu pada bagian analisis gender
menunjukkan tidak adanya hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menentukan menu makan di rumah dengan ketahanan pangan rumah tangga. Hal
ini dikarenakan oleh beberapa hal seperti kurangnya pengetahuan gizi pengambil
keputusan atau ada faktor kebiasaan yang ada di masyarakat. Untuk itu bagi pihak
peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tema yang sama
untuk mengukur lebih detail mengenai pengetahuan gizi pengambil keputusan.
Hal ini dimaksudkan untuk melihat lebih dalam mengenai teori yang menyatakan
bahwa perempuan lebih berorientasi terhadap pemenuhan gizi rumah tangga
dibanding laki-laki.
Selain itu, pada penelitian ini ditemukan hubungan positif dan signifikan
antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi lahan untuk
budidaya dengan ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri dan juga
hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan jenis tanaman
100

yang akan dibudidayakan. Hubungan ini tidak terlepas dari pengaruh eksternal
yaitu pengaruh iklim, pekerjaan di luar pertanian, luas lahan yang dibudidayakan,
dan status kepemilikan lahan. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk menganalisis faktor determinan lainnya yang memiliki hubungan dengan
ketahanan pangan rumah tangga petani. Penelitian selanjutnya juga dapat
menganalisis ketahanan pangan rumah tangga pada dengan membedakan musim
atau membedakan luas lahan dan status kepemilikan lahan.
Selanjutnya, potensi pertanian agroforestri di Desa Sukaluyu sudah
seharusnya didukung dengan kebijakan yang menguntungkan demi tercapainya
ketahanan pangan rumah tangga, seperti edukasi atau penyuluhan tentang
pertanian agroforestri sampai pada pengembangan dan pemanfaatan pertanian
agroforestri secara optimum dan penyuluhan terkait gizi pangan serta sumber-
sumber gizi yang bisa didapatkan dari hasil pertanian agroforestri. Selain itu juga
potensi pertanian agroforestri juga harus didukung dengan infrastruktur yang
mendukung tercapainya ketahanan pangan di Desa Sukaluyu, seperti sumber dan
saluran irigasi.
101

DAFTAR PUSTAKA

Adhyanti. 2018. Studi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Suku Bajo di Kepulauan
Wakatobi Sulawesi Tenggara [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Agarwal B. 2018. Gender Equality, Food Security and The Sustainable
Development Goals. Environmental Sustainability. 34: 26-32. [diakses
2018 Nov 24]. https://doi.org/10.1016/j.cosust.2018.07.002.
Aini FN. 2014. Analisis gender dalam ketahanan pangan rumah tangga petani
hutan rakyat [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Amirian, Baliwati YF, Kustiyah L. 2008. Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Petani Sawah di Wilayah Enclave Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Jurnal Gizi dan Pangan . 3(3): 132-138. [diakses 2019 Jan 24].
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/viewFile/4473/2997.
Belahsen R, Naciri K, Ibrahimi AE. 2017. Food Security and Women's Roles in
Moroccan Berber (Amazigh) Society Today. Matern Child Nutr . 13(S3):
1-9. [diakses 2018 Nov 27]. https://doi.org/10.1111/mcn.12562.
Berger PL, Luckmann T. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Sebuah Risalah
Tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3S.
Beyene F, Muche M. 2010. Determinants of Food Security among Rural
Households of Central Ethiopia: An Empirical Analysis. Quarterly
Journal of International Agriculture. 49(4): 299-318. [diakses 2018 Des
19]. https://ageconsearch.umn.edu/bitstream/155555/2/2_Beyene.pdf.
Bickel G, Nord M, Price C, Hamilton W, Cook J. 2000. Guide to Measuring
Household Food Security. [diakses 2019 Apr 1]. https://fns-
prod.azureedge.net/sites/default/files/FSGuide.pdf.
[BKP] Badan Ketahanan Pangan Daerah. 2013. Statistik Ketahanan Pangan Jawa
Barat Tahun 2013.
[BKP] Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. 2015. Panduan
Perhitungan Pola Pangan Harapan. [diakses 2019 Feb 5].
http://bkp.pertanian.go.id/storage/app/media/Evalap/BUKU%20PEDOMA
N%20PENYUSUNAN%20PPH.pdf.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Tenaga Kerja Sektor Pertanian.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2019. Kecamatan Nanggung dalam Angka. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Bogor. [diakses 2020 Apr 23].
https://bogorkab.bps.go.id/publication/download.
Braun JV, Bouis H, Kumar S, Pandya-Lorch R. 1992. Improving Food Security of
Food: Concepty, Policy, and Programs. Washington DC (DC): IFPRI.
[diakses 2021 Feb 03].
http://ebrary.ifpri.org/utils/getfile/collection/p15738coll2/id/125511/filena
me/125542.pdf
[CFS] Committee on World Food Security. 2012. Global strategic framework for
food security and nutrition. Roma, Italy: UNFAO. [diakses 2021 Feb 15].
www.fao.org/docrep/meeting/026/ME498E.pdf.
Chung K, Haddad L, Ramakrishna J, Riely F. 1997. Identifying the Food
Insecure: The Application of Mixed-method Approaches in India.
Washington DC (DC): International Food Policy Research Institute
(IFPRI). [diakses 2019 Jan 23].
102

https://ageconsearch.umn.edu/record/42909/files/Identifying%20the%20fo
od%20insecure.pdf.
De Foresta H, Kusworo A, Michon G, Djatmiko WA. 2000. Ketika kebun berupa
hutan – Agroforest khas Indonesia – Sumbangan masyarakat bagi
pembangunan berkelanjutan. Bogor: International Centre for Research in
Agroforestry, France: Recherche pour le Development, dan Jakarta: Ford
Foundation. Jakarta: SMT Grafika Desa Putera.
De Foresta H, Michon G. 1997. The agroforest alternative to Imperata grasslands:
when smallholder agriculture and forestry reach sustainability.
Agroforestry Systems. 36:105-120. Bogor: Indonesia World Agroforestry
Centre (ICRAF). [diakses 2021 Feb 21].
https://www.researchgate.net/publication/226354978_The_agroforest_alte
rnative_to_Imperata_grasslands_When_smallholder_agriculture_and_fore
stry_reach_sustainability/link/54c2888c0cf2911c7a492052/download.
Doss CR. 2010. If Women Hold Up Half the Sky, How Much of the World’s
Food Do They Produce?. Di dalam: FAO Report on State of Food and
Agriculture. “Women in agriculture: closing the gender gap in
development”; 2011. [diakses 2018 Des 26]. http://www.fao.org/3/a-
am309e.pdf.
Duflo E. 2005. Gender equality in development. Cambridge (MA): Massachusetts
Institute of Technology. [diakses 2021 Feb 19]
http://faculty.smu.edu/tosang/pdf/duflo.pdf
Dzanku FM. 2018. Food Security in Rural Sub-Saharan Africa: Exploring The
Nexus between Gender, Geography and Off-Farm Employment. World
Development . 113: 26-43. [diakses 2018 Nov 24].
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2018.08.017.
Effendi S, Tukiran. 2017. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S.
[EIU]. The Economist Intelligence Unit. 2018. Global Food Security Index:
Building Resilience in The Face of Rising Food Security Risks.
Washington DC (DC). [diakses 2019 Agu 14].
https://foodsecurityindex.eiu.com/Home/DownloadResource?fileName=EI
U%20Global%20Food%20Security%20Index%20-
%202018%20Findings%20%26%20Methodology.pdf.
Ellena R, Nongkynrih KA. 2017. Changing Gender Roles and Relations in Food
Provisioning among Matrilineal Khasi and Patrilineal Chakhesang
Indigenous Rural People of North-East India. Matern Child Nutr. 13(S3):
1-14. [diakses 2018 Nov 14]. https://doi.org/10.1111/mcn.12560.
Ene‐Obong HN, Onuoha KA, Eme PE. 2017. Gender Roles, Family
Relationships, and Household Food and Nutrition Security in Ohafia
Matrilineal Society in Nigeria. Matern Child Nutr. 13(S3): 1-13. [diakses
2018 Nov 24]. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2018.08.017.
Ericksen PJ, Ingram JSI, Liverman DM.2009. Food Security and Global
Environmental Change: Emerging Challenges. Environmental Science and
Policy. vol 12(2009): 373 –377. [diakses 2021 Feb 03].
https://doi.org/10.1016/j.envsci.2009.04.007
Fakih M. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
103

[FAO] Food and Agriculture Organization. 1992. [The State of Food and
Agriculture [diakses 2021 Feb 03]. http://www.fao.org/3/a-t0656e.pdf.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2015. The State of Food Insecurity in
the World. [diakses 2021 Feb 03]. http://www.fao.org/3/a-i4646e.pdf.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2016. Agri-Gender Statistics Toolkit.
[diakses 2019 Mar 21]. http://www.fao.org/3/a-i5769e.pdf.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2017. The State of Food Security and
Nutrition in The World . [diakses 2019 Jul 14]. http://www.fao.org/3/a-
i7695e.pdf.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2018. The State of Food Security and
Nutrition in The World. [diakses 2019 Jul 14]
http://www.fao.org/3/i9553en/i9553en.pdf
[FAO] Food and Agriculture Organization. Undated. Gender Food Security:
Women in Development Service. Roma, Italy.
Fathonah TY, Prasodjo NW. 2011. Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga yang
Dikepalai Pria dan Rumahtangga yang Dikepalai Wanita. Jurnal Sodality.
vol 5(2): 197-216. [diakses 2019 Mar 30].
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/download/5822/4490.
Fischer E, Qaim M. 2012. Gender, Agricultural Commercialization, and
Collective Action in Kenya. Food Security. 4: 441-453. [diakses 2018 Des
17]. doi: 10.1007/s12571-012-0199-7.
Hairiah K, Sardjono MA, Sambarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestri. Bogor:
Indonesia World Agroforestry Centre (ICRAF). [diakses 2021 Feb 18]. .
http://apps.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/lecturenote/LN000
1-04.pdf
Hakim DA. 2016. Indeks Perkembangan dan Kemandirian Desa di Kabupaten
Sukabumi: Tantangan Pembangunan Wilayah Perdesaan [tesis]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor. [diakses 2018 Des 20].
https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/82560/2016dah.pd
f?sequence=1&isAllowed=y.
Handayani T, Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang:
UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
[HLPE] High Level Panel of Expert. 2017. Nutrition and Food System, report 12.
The High Level Panel of Experts on Food Security and Nutrition of the
Committee on World Food Security. [diakses 2018 Okt 28]
http://www.fao.org/3/a-i7846e.pdf.
[IFPRI] International Food Policy Research Institute. 2017. Global Hunger Index:
The Inequalities of Hunger. Washington DC (DC). [diakses 2019 Jan 21].
http://www.ifpri.org/cdmref/p15738coll2/id/131422/filename/131628.pdf.
Islam MM, Mamun MA. 2019. Beyond the risks to food availability – linking
climatic hazard vulnerability with the food access of delta-dwelling
households. Food Security. 12(2020): 37-58. [diakses 2020 Jul 05].
https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s12571-019-00995-y.pdf.
Kaiser ML, Hermsen J. 2015. Food Acquisition Strategies, Food Security, and
Health Status among Families with Children Using Food Pantries.
Families in Society . 96(2): 83-90. [diakses 2018 Des 17]. doi:
10.1606/1044-3894.2015.96.16.
104

Lappe FM, Rosset P, Collins J. 1998. World Hunger: 12 Myths. New York (NY):
Grove Press. [diakses 2020 Feb 03].
https://www.researchgate.net/profile/Peter_Rosset/publication/274202866
_World_Hunger_Twelve_Myths/links/55742d9c08ae7536374feb9c/World
-Hunger-Twelve-Myths.pdf
Mallick D. 2010. Are Female-Headed Households More Food Insecure? Evidence
from Bangladesh. World Development. 38(4): 593-605. [diakses 2018 Des
19]. doi: 10.1016/j.worlddev.2009.11.004.
March C, Smyth I, Mukhopadhyay M. 1999. Guide to Gender Analysis Frameworks.
[diakses 2021 Jun 15]. https://policy-practice.oxfam.org.uk/publications/a-
guide-to-gender-analysis-frameworks-115397
Moser CO. 1993. Gender Planning and Development:Theory, Practice and
Training. London (UK): Routledge . [diakses 2019 Mar 21].
https://doi.org/10.4324/9780203411940.
Patalagsa MA, Schreinemachers P, Begum S, Begum S. 2015. Sowing Seeds of
Empowerment: Effect of Women’s Home Garden Training in Bangladesh.
Agriculture & Food Security. 4(24): 1-10. [diakses 2018 Des 17]. doi:
10.1186/s40066-015-0044-2.
Pieris KWD. 2015. Ketahanan dan Krisis Pangan dalam Perspektif Malthus,
Depedensi dan Gender (Women in Development). Jurnal Hubungan
Internasional. 1. [diakses 2019 Feb 03].
http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jhi6e16f5e39ffull.pdf
Poerwanto R. 2015. Kebutuhan Pangan dan Sistem Produksinya. Di dalam:
Khomsan A, Wahyudi AT, editor. Tantangan Generasi Muda dalam
Pertanian, Pangan, dan Energi. Hlm 63-83. Bogor: PT Penerbit IPB
Press.
[PP] Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan
Gizi Pangan. [diakses 2019 Agu 10].
http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/4/61/954.bpkp
Puslit Kependudukan LIPI. 2013. Ketahanan Pangan Rumah Tangga di
Perdesaan: Konsep dan Ukuran. [diakses tanggal 2019 Jun 06]. Jakarta:
LIPI.
http://directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/KETAHANAN%20PA
NGAN%20RUMAH%20TANGGA.doc
Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia.
Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Rahmawaty A. (2015). Harmoni dalam keluarga perempuan karir: upaya
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga. Palastren:
Jurnal Studi Gender, 8(1), 1-34.
Rickson ST, Rickson RE, Burch D. 2006. Woman and Sustainable Agriculture. Di
dalam: Bock B, Shortall S, editor. Rural Gender Relation: Issues and Case
Studies. London (UK): CABI Publishing. 119-135.
Ruswita T, Djoka CW, Romli Syaifuddin, Merapi L, Ansori, Marbyanto. Tanpa
tahun. Agroforestry/Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah
(Low External Input for Sustainable Agriculture). Canada (CA): Proyek
FORMACS: CARE International Indonesia, CIDA.
Saptari R, Holzner B.1997. Perempuan, Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta:
Grafiti.
105

Sarwono J. 2006. Analisis data penelitian menggunakan SPSS. Yogyakarta: Andi


Offset.
Shiva V. Bebas dari Pembangunan: Perempuan, Ekologi dan Perjuangan Hidup
di India. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia.
Shortall S. 2006. Gender and Farming: An Overview. Di dalam: Bock B, Shortall
S, editor. Rural Gender Relation: Issues and Case Studies. London: CABI
Publishing. 119-135.
Singarimbun M. 1995. Metode Penelitian Survey. Jakarta: LP3ES.
Siswati MK, Puspitawati H. 2017. Peran Gender, Pengambilan Keputusan, dan
Kesejahteraan Keluarga Dual Earner. Jur Ilm Kel & Kons. 10(3): 169-
180. [diakses 2019 July 29].
Http://Dx.Doi.Org/10.24156/Jikk.2017.10.3.169.
Smith LC, Ramakrishnan U, Ndiaye A, Haddad L, Martorell R. 2003. The
Importance of Women’s Status for Child Nutrition in Developing
Countries. IFPRI Research Report 3. Washington DC (DC): IFPRI.
[diakses 2021 Feb 03].
http://cdm15738.contentdm.oclc.org/utils/getfile/collection/p15738coll2/id
/90850/filename/90851.pdf
Soemarno. 2010. Strategi Pemenuhan Kebutuhan Pangan Rumah Tangga
Pedesaan. Malang: pslp-ppsub. [diakses 2019 Apr 03].
http://marno.lecture.ub.ac.id/files/2011/12/strategi-pemenuhan-kecukupan-
pangan-rumahtangga.pdf.
Swindale A, Bilinsky P. 2006. Household Dietary Diversity Score (HDDS) for
measurement of household food access: Indicator guide (v.2). Washington
DC (DC): FHI 360/FANTA. [diakses 2019 Apr 25].
http://www.fantaproject.org/downloads/pdfs/HDDS_v2_Sep06.pdf.
Taridala SAA. 2010. Analisis Peran Gender dalam Pencapaian Ketahanan Pangan
Rumah Tangga Petani di Kabupaten Konawe Selatan Provinsi Sulawesi
Tenggara [disertasi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor. [diakses 2018 Des
20].
https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/55079/2010saa.pd
f?sequence=1&isAllowed=y
Thomas D.1990. Intra-household resource allocation: An inferential approach.
Journal of Human Resources. 25(4), 635–664. [diakses 2021 Feb 19].
https://doi.org/10.2307/145670.
[UU] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2012 Tentang
Pangan.
[UU] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 tahun 2009 Tentang
Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan.
[UU] Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1996 Tentang Pangan.
Villamor G, Noordwijk M, Djanibekov U, Javier M, Catacutan D. 2014. Gender
differences in land-use decisions: shaping multifunctional landscapes?.
J.Environmental Sustainability. 6:128–133. [diakses 2019 Sep 7].
http://dacemirror.sci-hub.tw/journal-
article/fc47bf93f2ed0472383a7ecd9269d194/villamor2014.pdf#view=Fit
H.
Weingartner L. 2009. The concept of food and nutrition security. Di dalam: K.
Klennert, Editor. Achieving food and nutrition security: Actions to meet
106

the global challenge: A training course reader. 3: 21–52. Bonn (DE):


InWEnt‐Internationale Weiterbildung und EntwicklunggGmbH. [diakses
2021 Feb 20].
https://wocatpedia.net/images/f/f3/Inwent_%282009%29_Achieving_Foo
d_and_Nutrition_Security.pdf.
Widayaningsih N. 2012. Ketahanan Pangan pada Rumah Tangga Miskin:
Perbandingan Kasus di Perdesaan Dan Perkotaan Kab. Banyumas.
Purwokerto: Universitas Jenderal Soedirman. [diakses 2021 Feb 18].
https://media.neliti.com/media/publications/118854-ID-ketahanan-pangan-
pada-rumah-tangga-miski.pdf.
LAMPIRAN
108

. Lampiran 1 Peta Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
109

Lampiran 2 Jadwal Penelitian

September Desember Februari Oktober Maret Juni


Mei 2019 Juni 2019
Kegiatan 2019 2019 2020 2020 2021 2021

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan proposal
penelitian
Perbaikan proposal
penelitian

Kolokium

Revisi proposal penelitian

Uji validitas dan reliabilitas

Pengambilan data lapangan


Pengolahan data dan analisis
data

Penulisan draft skripsi

Uji petik

Sidang skripsi

Perbaikan skripsi
110

Lampiran 3 Kuesioner Penelitian

Nomor responden :
Tanggal pengumpulan data :
Tanggal entri data :

KUESIONER

I. Data Responden
A. A. Karakteristik Responden
I1 Nama:
I2 Alamat:

I3 Nomor telepon:
I4 Usia:
I5 Pendidikan terakhir: [ ] 1. Tidak Sekolah/ Tidak tamat SD
[ ] 2. SD/ Sederajat
[ ] 3. SMP/ Sederajat
[ ] 4. SMA/ Sederajat
[ ] 5. Perguruan Tinggi
I7 Luas lahan
agroforestri:
I8 Luas lahan
persawahan:
I6 Status kepemilikan [ ] 1. Milik Sendiri
lahan [ ] 2. Milik Orang Lain
I9 Jumlah anggota rumah
tangga: ...
orang
111

Keterangan: Jumlah anggota rumah tangga <4 = 1; 5-6= 2; >7= 3.


Struktur Rumah Tangga
No. Nama Jenis Hubungan Status dalam Usia Pendidikan Pekerjaan
(Anggota RT kelamin dengan keluarga: (Tahun) terakhir: utama
dimulai kepala 1=Pria Kepala rumah (1)Suami/Istri (1)Tidak
rumah tangga) 2=Wanita tangga (2) Anak Sekolah
(1) KRT (3) Kakak/Adik (2) SD/
(2) Istri (4) Orangtua Sederajat
(3) Anak (5) Menantu (3) SMP/
(4) (6) Mertua Sederajat
Kakak/Adik (7) Cucu (4) SMA/
(5) Orangtua (8) Lainnya… Sederajat
(6) Menantu (5) PT
(7) Mertua
(8) Cucu
(9) Lainnya...
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
*) Keterangan:
112

II. Kuesioner Ketahanan Pangan


Ketersediaan Pangan
Petunjuk Pengisian Kuesioner:
1. Kuesioner ini terdiri dari 10 pertanyaan
2. Jawaban terdiri dari jawaba YA dengan skor 2 dan TIDAK dengan skor 1. Jika
menjawab YA maka tulis angka 2 pada kolom. Jika menjawab TIDAK maka
tulis angka 1 pada kolom.
3. Pertanyaan yang mengandung (*) merupakan pertanyaan yang jawabannya
terbalik (reverse). Jika menjawab YA, maka tulis angka 1 pada kolom. Jika
menjawab TIDAK, maka tulis angka 2 pada kolom.
No Pertanyaan Ya Tidak Keterangan
(2) (1)
K1 Apakah Bapak/Ibu saat ini Definisi 1 bulan
memiliki cadangan beras? ke depan adalah
cadangan beras
Apakah saat pertama memiliki yang tersedia
cadangan beras tersebut mampu untuk 1 bulan
mencukupi kebutuhan seluruh ke depan saat
anggota rumah tangga ibu untuk pertama
sebulan ke depan? memiliki
Jika tidak pernah, beras tersebut
untuk mencukupi kebutuhan
berapa lama? (isi dengan satuan
hari)
K2 Apakah saat pertama memiliki
cadangan beras tersebut mampu
mencukupi kebutuhan seluruh
anggota rumah tangga Bapak/Ibu
untuk 3-4 bulan ke depan?
K3 Selama rentan waktu tersebut
(Pertanyaan K1 dan K2) Apakah
cadangan beras yang Bapak/Ibu
miliki tersebut bisa mencukupi
untuk makan rumah tangga
hingga 3 kali sehari?
K4 Apakah di lingkungan sekitar
Bapak/Ibu terdapat tradisi
mengirim makanan yang dapat
memengaruhi ketersediaan
pangan rumah tangga?
K5 Apakah dalam satu tahun
terakhir Bapak/ Ibu pernah
kehabisan pangan disaat Bapak/
Ibu tidak punya uang untuk
membelinya?*
K6 Apakah Bapak/Ibu membutuhkan
bantuan pangan dari program
pemerintah untuk memenuhi
113

kebutuhan pangan rumah


tangga?*
K7 Apakah kenaikan bahan pangan
menurunkan ketersediaan pangan
di rumah Bapak/Ibu?*
K8 Apakah dalam setahun terakhir ini
keluarga Bapak/Ibu pernah ada
yang dikurangi jumlah makannya
dalam sehari disaat mengalami
kesulitan?*
K9 Apakah dalam setahun terakhir ini
keluarga Bapak/Ibu pernah ada
yang dikurangi porsi makannya
dalam sehari disaat mengalami
kesulitan?*
K1 Apakah dalam setahun sekali,
0 Bapak/Ibu sering merasa khawatir
pangan untuk keluarga, pangan
keluarga habis, sementara
Bapak/Ibu tidak punya uang
untuk membelinya?*
Akses Pangan
Petunjuk Pengisian Kuesioner:
1. Kuesioner ini terdiri dari 15 pertanyaan
2. Jawaban terdiri dari jawaba YA dengan skor 2 dan TIDAK dengan skor 1.
Jika menjawab YA maka tulis angka 2 pada kolom. Jika menjawab TIDAK
maka tulis angka 1 pada kolom.
3. Pertanyaan yang mengandung (*) merupakan pertanyaan yang jawabannya
terbalik (reverse). Jika menjawab YA, maka tulis angka 1 pada kolom. Jika
menjawab TIDAK, maka tulis angka 2 pada kolom.
Pertanyaan Ya Tidak Keterangan
(2) (1)
A1 Apakah saat ini ibu
mendapatkan beras dari sawah
sendiri untuk kebutuhan makan
sehari-hari?
Jika tidak pernah, mengapa?
A2 Apakah Ibu memanfaatkan
pekarangan sebagai sumber
makanan sehari-hari?

Jika tidak pernah mengapa?


A3 Apakah ibu mudah untuk
mendapatkan bahan pangan dari
tanaman yang tumbuh di
lingkungan sekitar ibu?
A4 Apakah ibu mudah untuk
mendapatkan bahan pangan
114

yang dibutuhkan dari pedagang


sayur di pasar?
A5 Apakah ibu mudah untuk
mendapatkan bahan pangan
yang dibutuhkan dari pedagang
sayur keliling/ toko kelontong?
A6 Apakah selama setahun terakhir
ini penghasilan rumah tangga
ibu mampu memenuhi
kebutuhan makan keluarga
sehari-hari?
A7 Apakah ibu mendapatkan
bantuan dari tetangga dekat
untuk memenuhi kebutuhan
pangan ketika ibu mengalami
kesulitan?
A8 Apakah ibu mendapatkan
bantuan dari tetangga jauh untuk
memenuhi kebutuhan pangan
ketika ibu mengalami kesulitan?
A9 Apakah ibu mendapatkan
bantuan dari saudara untuk
memenuhi kebutuhan pangan
ketika ibu mengalami kesulitan?
A10 Apakah ibu merasa keberatan
untuk meminta bahan pangan
kepada tetangga dekat ketika ibu
membutuhkan?*
A11 Apakah ibu merasa keberatan
untuk meminta bahan pangan
kepada tetangga jauh ketika ibu
membutuhkan?*
A12 Apakah ibu merasa keberatan
untuk meminta bahan pangan
kepada saudara ketika ibu
membutuhkan?*
A13 Apakah Bapak/Ibu dalam
setahun terakhir pernah
mengurangi jumlah anggaran
pangan keluarga karena
memenuhi kebutuhan non
pangan yang lebih mendesak?*
115

Pemanfaatan Pangan
Apakah yang anggota keluarga makan selama 24 jam terakhir?*
Kategori Pangan Kelompok Pangan Ya Keterangan
Berdasarkan
Sumber Zat Gizi
P1 Sumber Protein Daging-dagingan 1 = Tidak
Hewani mengkonsumsi

Daging ayam 2 = Mengkonsumsi

Daging sapi
Daging kambing
Lainnya
Jeroan
Hati ayam
Hati sapi
Telur
Telur ayam
Telur bebek
Lainnya
Ikan dan makanan
laut lainnya
Ikan tongkol
Cumi-cumi
Udang segar
Ikan Segar
Lainnya
Susu dan
olahannya
Susu Sapi
Tepung susu
Keju
Lainnya
P2 Sumber Protein Kacang-kacangan 1 = Tidak
Nabati dan olahannya mengkonsumsi
Tahu 2 = Mengkonsumsi
Tempe
Oncom
Susu kedelai
Kacang hijau
Kacang tanah
Kacang merah
Lainnya
*)Tidak termasuk makanan yang dikonsumsi di luar rumah oleh individu
116

III. Kuesioner gender


Profil Aktivitas
1. Kuesioner ini terdiri dari 11 pertanyaan.
2. Jawaban terdiri dari tipe DOMINAN LAKI-LAKI (♂), dengan skor 1,
SETARA (♀♂) dengan skor 2, dan DOMINAN PEREMPUAN (♀)
dengan skor 3. Jika jawaban merujuk pada DOMINAN LAKI-LAKI
(♂) maka tulis angka 1 pada kolom. Jika jawaban merujuk pada
SETARA (♀♂) maka tulis angka 2 pada kolom. Jika jawaban merujuk
pada DOMINAN PEREMPUAN (♀) maka tulis angka 3 pada kolom.
3. Curahan waktu hanya ditulis untuk aktivitas pertanian dan domestik
pangan
Durasi
No Kegiatan ♂ ♀♂ ♀ (Menit)
Laki-laki Perempuan
Aktivitas Pertanian
Pertanian Kehutanan 1 2 3
G1 Pengadaan benih atau
bibit tanaman
G2 Persiapan lahan
G3 Penanaman
G4 Pemupukan
G5 Pendangiran
G6 Pengendalian hama
dan penyakit tanaman
G7 Pemanenan kayu
G8 Pemanenan non kayu
Pertanian Sawah
G9 Pengadaan benih/ bibit
tanaman
G10 Persiapan lahan
G11 Penanaman
G12 Penyiangan
G13 Pemupukan
G14 Pengendalian hama
dan penyakit tanaman
G15 Pemanenan
Penyediaan Makanan
G22 Berbelanja kebutuhan
pangan
G23 Memasak
Aktivitas Keuangan
G24 Pemasaran hasil
kehutanan
G25 Pemasaran hasil padi
sawah
117

Tipe Pengambilan Keputusan dalam Rumah Tangga


Petunjuk Pengisian Kuesioner:

1. Kuesioner ini terdiri dari 14 pertanyaan .


2. Jawaban terdiri dari tipe DOMINAN LAKI-LAKI (♂) dengan skor 1,
SETARA (♂♀) dengan skor 2, dan DOMINAN PEREMPUAN (♀)
dengan skor 3. Jika jawaban merujuk pada DOMINAN LAKI-LAKI maka
tulis angka 1 pada kolom. Jika jawaban merujuk pada SETARA maka tulis
angka 2 pada kolom. Jika jawaban merujuk pada DOMINAN
PEREMPUAN maka tulis angka 3 pada kolom.
No Pertanyaan Ke
t.
♂ ♂♀ ♀
(1) (2) (3)
A. Pertanian
PK1 Menentukan alokasi lahan untuk
budidaya
PK2 Menentukan jenis tanaman yang
akan dibudidayakan
PK3
i Apakah tanaman pangan yang
Ibu miliki dijual seluruhnya ketika
panen?
a. Ya
b. Tidak

ii Apakah tanaman pangan yang


Ibu miliki dijual sebagian ketika
panen?
a. Ya
b. Tidak

iii Apakah tanaman pangan yang


Ibu miliki disimpan sebagian
ketika panen untuk dikonsumsi?
a. Ya
b. Tidak

Menentukan hasil panen tanaman


pangan dijual atau dikonsumsi
PK4 Mengalokasikan hasil panen non
pangan (Kayu-kayuan)
B. Keuangan
PK5 Menetapkan anggaran belanja
non pangan
PK6 Menetapkan prioritas
pengeluaran
PK7 Meminta bantuan dari tetangga/
118

saudara/ kerabat saat mengalami


kesulitan keuangan
PK 8 Mempunyai ide mencari
pekerjaan tambahan
PK 9 Mempunyai ide untuk menjual
aset saat kesulitan keuangan
C. Pangan
PK 10 Membeli cadangan Pangan
PK 11 Menetapkan anggaran belanja
untuk pangan
PK 12 Mengatur menu makanan di
rumah

PK 13 Mempunyai ide berhutang ke


warung saat kesulitan pangan

PK 14 Meminta bantuan kepada


tetangga/ saudara/ kerabat saat
mengalami kesulitan pangan.
119

Lampiran 4 Panduan Pertanyaan Wawancara Mendalam

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM


ANALISIS GENDER PADA KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA
PETANI AGROFORESTRI
Kasus: Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat

Nomor responden :
Tanggal pengumpulan data :
Tanggal entri data :

Hari/ Tanggal :
Nama :
Usia :
Alamat :
No telp/HP :
Pekerjaan umum :

Pertanyaan untuk responden, informan, dan masyarakat sekitar


1. Apa jenis pangan yang ditanam?
2. Apakah jenis tanaman non pangan yang ditanam?
3. Adakah makanan yang menjadi pantangan untuk masyarakat?
4. Apa yang anda lakukan ketika berada dalam kondisi kekurangan pangan?
a. Membeli makanan yang murah
b. Pinjam uang kepada tetangga dekat untuk membeli makanan
c. Pinjam uang kepada tetangga jauh untuk membeli makanan
d. Pinjam uang kepada saudara untuk membeli makanan
e. Mengutang ke warung
f. Minta bahan makanan kepada tetangga dekat
g. Minta bahan makanan kepada tetangga jauh
h. Minta bahan makanan kepada saudara
i. Mengurangi makanan jajanan
j. Membatasi porsi makan dewasa agar anak-anak cukup makan
k. Mengurangi frekuensi makan
l. Bekerja lebih keras
m. Menjual barang
n. Pergi ke luar kota untuk mencari pekerjaan
5. Apa saja hambatan yang anda hadapi dalam memproduksi pangan?
6. Apa kendala yang anda alami dalam pengusahaan pertanian agroforestri?
7. Apa alasan anda memilih tanaman-tanaman yang ada di kebun anda untuk
ditanam?
8. Apa manfaat yang anda rasakan dengan memiliki lahan agroforestri?
9. Apakah ada aturan di masyarakat yang membedakan laki-laki dan
perempuan?
120

PANDUAN WAWANCARA MENDALAM


ANALISIS GENDER PADA KETAHANAN PANGAN RUMAH TANGGA
PETANI AGROFORESTRI
Kasus: Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat

Nomor responden :
Tanggal pengumpulan data :
Tanggal entri data :

Hari/ Tanggal :
Nama :
Usia :
Alamat :
No telp/HP :
Pekerjaan umum :

Pertanyaan untuk Pemerintah Desa atau Stakeholder terkait


1. Apakah ada program bantuan pangan dari pemerintah? Bagaimana
pelaksanaannya?
2. Apakah pemerintah memiliki program yang berkaitan dengan pangan dan
gizi? Bagaimana program tersebut berjalan?
3. Bagaimana sejarah dan perkembangan pertanian agroforestri di Desa
Sukaluyu?
4. Apa saja kelembagaan pangan yang terdapat di Desa Sukaluyu?
Bagaimana kelembagaan tersebut berjalan?
5. Apakah pemerintah memiliki program yang berkaitan dengan pertanian
agroforestri?
121

Lampiran 5 Daftar responden

Laki-laki Perempuan
No Usia Usia Alamat
Nama Nama
(Tahun) (Tahun)
1. RO 55 SA 44 Rw 06
2. SA 48 WA 43 Rw 06
3. MJ 65 RA 60 Rw 06
4. MA 46 OT 43 Rw 06
5. AS 55 SA 51 Rw 06
6. DA 54 MU 51 Rw 06
7. SU 45 IY 40 Rw 06
8. SA 50 TI 46 Rw 06
9. DA 55 AA 52 Rw 06
10. MJ 72 KO 70 Rw 06
11. RA 54 AN 48 Rw 03
12. RO 54 IY 47 Rw 06
13. MS 65 AS 59 Rw 06
14. KA 44 SH 41 Rw 06
15. MA 50 AM 49 Rw 06
16. JU 31 YA 45 Rw 06
17. HA 61 ET 56 Rw 03
18. AH 70 SA 65 Rw 06
19. MI 51 BE 50 Rw 06
20. US 47 AI 46 Rw 06
21. JU 70 NA 53 Rw 06
22. AN 52 RS 54 Rw 06
23. AS 65 UN 63 Rw 06
24. SA 56 SM 52 Rw 06
25. JA 63 AS 58 Rw 02
26. SA 57 SA 52 Rw 02
27. DE 54 TI 53 Rw 02
28. TE 44 SA 35 Rw 02
29. AJ 60 JU 54 Rw 02
30. HO 59 SU 52 Rw 02
31. HU 52 MU 49 Rw 02
32. AM 59 LI 55 Rw 02
33. SO 56 NU 49 Rw 02
34. MR 51 SU 38 Rw 02
35. MU 53 YA 42 Rw 02
36. AJ 44 AN 59 Rw 02
37. SO 54 TI 49 Rw 02
38. JA 35 IR 37 Rw 02
39. AH 65 TA 55 Rw 02
40. SA 45 JU 40 Rw 02
41. AH 45 AD 37 Rw 02
42. NA 62 AM 45 Rw 02
122

Laki-laki Perempuan
No Usia Usia Alamat
Nama Nama
(Tahun) (Tahun)
43. JU 60 OM 60 Rw 02
44 BE 62 AA 40 Rw 02
45. UC 58 MA 48 Rw 02
46. MI 65 MA 59 Rw 03
47. HI 60 MI 48 Rw 03
48. SA 75 AS 70 Rw 03
49. SU 80 OM 65 Rw 03
50. KA 73 MA 57 Rw 03
51. SU 43 UN 37 Rw 03
52 EM 69 SA 55 Rw 03
53. BE 52 MA 45 Rw 03
54. HO 62 JU 59 Rw 03
55. AB 70 SU 51 Rw 03
56. SA 74 RU 48 Rw 03
57. PE 47 PI 46 Rw 03
58. PA 73 WA 50 Rw 03
59. MU 53 MU 45 Rw 03
60. HA 36 SU 33 Rw 06
123

Lampiran 6 Hasil tabulasi silang dan uji korelasi

Pembagian_Peran * Pengambilan_Keputusan Crosstabulation


Pengambilan_Keputusan
Dominan
Dominan Perempua
Laki-laki Setara n Total
Dominan Count 14 3 24 41
Pembagia Laki-Laki % within
n_Peran Pembagian_Per 34,1% 7,3% 58,5% 100,0%
an
Setara Count 2 0 4 6
% within
Pembagian_Per 33,3% 0,0% 66,7% 100,0%
an
Dominan Count 1 0 12 13
Perempuan % within
Pembagian_Per 7,7% 0,0% 92,3% 100,0%
an
Total Count 17 3 40 60
% within
Pembagian_Per 28,3% 5,0% 66,7% 100,0%
an

Pengambilan_Keputusan * Ketahanan_Pangan Crosstabulation


Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Penga Dominan Laki- Count 1 10 6 17
mbilan laki % within
_Keput Pengambilan_Kep 5,9% 58,8% 53,3% 100,0%
usan utusan
Setara Count 0 2 1 3
% within
Pengambilan_Kep 0,0% 66,7% 33,3% 100,0%
utusan
Dominan Count 0 19 21 40
Perempuan % within
Pengambilan_Kep 0,0% 47,5% 52,5% 100,0%
utusan
Total Count 1 31 28 60
% within
Pengambilan_Kep 1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
utusan
124

Menentukan_alokasi_lahan_untuk_budidaya * Ketahanan_Pangan Crosstabulation


Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Menent Dominan Laki- Count 1 23 11 35
ukan_a laki % within
lokasi_l Menentukan_aloka
ahan_u 2,9% 65,7% 31,4% 100,0%
si_lahan_untuk_bu
ntuk_b didaya
udiday
Setara Count 0 8 15 23
a
% within
Menentukan_aloka
0% 34,8% 652% 100,0%
si_lahan_untuk_bu
didaya
Dominan Count 0 0 2 2
Perempuan % within
Menentukan_aloka
0,0% 0,0% 100,0% 100,0%
si_lahan_untuk_bu
didaya
Total Count 1 31 28 60
% within
Menentukan_aloka
1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
si_lahan_untuk_bu
didaya

Menentukan_jenis_tanaman_yang_akan_dibudidayakan* Ketahanan_Pangan
Crosstabulation
Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Menent Dominan Laki- Count 0 17 14 31
ukan_j laki % within
enis_ta Menentukan_jenis_
naman 0,0% 54,8% 45,2% 100,0%
tanaman_yang_ak
_yang_ an_dibudidayakan
akan_d
Setara Count 1 14 12 27
ibudida
yakan % within
Menentukan_jenis_
3,7% 51,9% 44,4% 100,0%
tanaman_yang_ak
an_dibudidayakan
Dominan Count 0 0 2 2
Perempuan % within
Menentukan_jenis_
0,0% 0,0% 100,0% 100,0%
tanaman_yang_ak
an_dibudidayakan
Total Count 1 31 28 60
% within
Menentukan_jenis_
1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
tanaman_yang_ak
an_dibudidayakan
125

Menentukan_hasil_panen_tanaman_pangan_dijual_atau_dikonsumsi*
Ketahanan_Pangan Crosstabulation
Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Menent Dominan Count 1 14 5 20
ukan_h Laki-laki % within
asil_pa Menentukan_hasil_pan
nen_ta 5,0% 70,0% 25,0% 100,0%
en_tanaman_pangan_d
naman ijual_atau_dikonsumsi
_panga
Setara Count 0 13 15 28
n_dijua
l_atau_ % within
dikons Menentukan_hasil_pan
0,0% 46,4% 53,6% 100,0%
umsi en_tanaman_pangan_d
ijual_atau_dikonsumsi
Dominan Count 0 4 8 12
Perempu % within
an Menentukan_hasil_pan
0,0% 33,3% 66,7% 100,0%
en_tanaman_pangan_d
ijual_atau_dikonsumsi
Total Count 1 31 28 60
% within
Menentukan_hasil_pan
1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
en_tanaman_pangan_d
ijual_atau_dikonsumsi

Menetapkan_anggaran_belanja_non_pangan * Ketahanan_Pangan Crosstabulation


Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Meneta Dominan Count 1 9 7 17
pkan_a Laki-laki % within
nggara Menetapkan_anggaran 47,1% 41,2% 11,8% 100,0%
n_bela _belanja_non_pangan
nja_no
Setara Count 0 5 0 5
n_pang
an % within
Menetapkan_anggaran 0,0% 100,0% 0,0% 100,0%
_belanja_non_pangan
Dominan Count 0 17 21 38
Perempu % within
an Menetapkan_anggaran 0,0% 44,7% 35,0% 100,0%
_belanja_non_pangan
Total Count 1 31 28 60
% within
Menetapkan_anggaran 1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
_belanja_non_pangan
126

Menetapkan_prioritas_pengeluaran * Ketahanan_Pangan Crosstabulation


Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Meneta Dominan Laki- Count 1 8 7 16
pkan_p laki % within
rioritas Menetapkan_priorit 6,3% 50% 43,8% 100,0%
_penge as_pengeluaran
luaran
Setara Count 0 4 1 5
% within
Menetapkan_priorit 0,0% 80,0% 20,0% 100,0%
as_pengeluaran
Dominan Count 0 19 20 39
Perempuan % within
Menetapkan_priorit 0.0% 48,7% 51,3% 100,0%
as_pengeluaran
Total Count 1 31 28 60
% within
Menetapkan_priorit 1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
as_pengeluaran

Menetapkan_anggaran_belanja_untuk_pangan * Ketahanan_Pangan
Crosstabulation
Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Meneta Dominan Laki- Count 1 6 2 9
pkan_a laki % within
nggara Menetapkan_angg
n_bela 11,1% 66,7% 22,2% 100,0%
aran_belanja_untu
nja_unt k_pangan
uk_pan
Setara Count 0 0 3 3
gan
% within
Menetapkan_angg
0,0% 0,0% 100,0% 100,0%
aran_belanja_untu
k_pangan
Dominan Count 0 25 23 48
Perempuan % within
Menetapkan_angg
0,0% 52,1% 47,9% 100,0%
aran_belanja_untu
k_pangan
Total Count 1 31 28 60
% within
Menetapkan_angg
1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
aran_belanja_untu
k_pangan
127

Mengatur_menu_makan_di_rumah * Ketahanan_Pangan Crosstabulation


Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Mengat Dominan Laki- Count 1 1 1 17
ur_men laki % within
u_mak Mengatur_menu_m 33,3% 41,2% 11,8% 100,0%
an_di_r akan_di_rumah
umah
Setara Count 0 0 2 2
% within
Mengatur_menu_m 0,0% 0,0% 0,0% 100,0%
akan_di_rumah
Dominan Count 0 30 25 55
Perempuan % within
Mengatur_menu_m 0,0% 54,5% 45,5% 100,0%
akan_di_rumah
Total Count 1 31 28 60
% within
Mengatur_menu_m 1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
akan_di_rumah

Pengambilan_Keputusan * Ketersediaan_Pangan Crosstabulation

Ketersediaan_Pangan
Tidak Kurang
Stabil Stabil Stabil Total
Penga Dominan Count 5 8 4 17
mbilan Laki-laki
_Keput % within
usa Pengambilan_Keput 29,4% 47,1% 23,5% 100,0%
n usan
Setara Count 0 2 1 3
% within
Pengambilan_Keput 0,0% 66,7% 33,3% 100,0%
usan
Dominan Count 4 15 21 40
Perempua % within
n Pengambilan_Keput 10,0% 37,5% 52,5% 100,0%
usan
Total Count 9 25 26 60
% within
Pengambilan_Keput 15,0% 41,7% 43,3% 100,0%
usan
128

Pengambilan_Keputusan * Akses_Pangan Crosstabulation

Akses_Pangan
Kurang
Mudah Mudah Total
Pengamb Dominan Laki-laki Count 10 7 17
ilan_Kep
utusan % within
Pengambilan_Keputu 58,8% 41,2% 100,0%
san
Setara Count 3 0 3
% within
Pengambilan_Keputu 100,0% 0,0% 100,0%
san
Dominan Count 18 22 40
Perempuan % within
Pengambilan_Keputu 45,0% 55,0% 100,0%
san
Total Count 31 29 60
% within
100,0%
Pengambilan_Keputu 51,7% 48,3%
san

Pengambilan_Keputusan * Pemanfaatan_Pangan Crosstabulation


Pemanfaatan_Pangan
Tidak Kurang
Lengkap Lengkap Lengkap Total
Pengambila Dominan Laki- Count 1 13 3 17
n_Keputusa laki % within
n 100,0
Pengambilan_Ke 5,9% 76,5% 17,6%
%
putusan
Setara Count 0 2 1 3
% within
100,0
Pengambilan_Ke 0,0% 66,7% 33,3%
%
putusan
Dominan Count 1 23 16 40
Perempuan % within
100,0
Pengambilan_Ke 2,5% 57,5% 40,0%
%
putusan
Total Count 2 38 20 60
% within
100,0
Pengambilan_Ke 3,3% 63,3% 33,3%
%
putusan
129

Correlations
Pengambila
Pembagian_ n_Keputusa
Peran n
Spearman's Pembagian_Peran Correlation
1,000 ,262*
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,043
N 60 60
Pengambilan_Keputus Correlation
,262* 1,000
an Coefficient
Sig. (2-tailed) ,043 .
N 60 60
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

Correlations
Pengambila
n_Keputusa Ketahanan_
n Pangan
Spearman's Pengambilan_Keputus Correlation
1,000 ,185
rho an Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,079
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,185 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,079 .
N 60 60

Correlations
Menentukan
_alokasi_lah
an_untuk_b Ketahanan_
udidaya Pangan
Spearman's Menentukan_alokasi_l Correlation
1,000 ,381**
rho ahan_untuk_budidaya Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,001
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,381** 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,001 .
N 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
130

Correlations

Menentukan
_jenis_tana
man_yang_
akan_dibudi Ketahanan_
dayakan Pangan
Spearman's Menentukan_jenis_tan Correlation
1,000 ,045
rho aman_yang_akan_dib Coefficient
udidayakan Sig. (1-tailed) . ,366
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,045 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,366 .
N 60 60

Correlations
Menentukan_
hasil_panen_t
anaman_pan
gan_dijual_at
au_dikonsum Ketahanan_P
si angan
Spearman's rho Menentukan_hasil_panen_ta Correlation **
1,000 ,331
naman_pangan_dijual_atau_ Coefficient
dikonsumsi Sig. (1-tailed) . ,005
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation **
,331 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,005 .
N 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).

Correlations
Menentukan_
hasil_panen_t
anaman_pan
gan_dijual_at
au_dikonsum Ketersediaan
si _Pangan
Spearman's rho Menentukan_hasil_panen_ta Correlation **
1,000 ,428
naman_pangan_dijual_atau_ Coefficient
dikonsumsi Sig. (1-tailed) . ,000
N 60 60
Ketersediaan_Pangan Correlation **
,428 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,000 .
N 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
131

Correlations
Menetapkan
_anggaran_
belanja_non Ketahanan_
_pangan Pangan
Spearman's Menetapkan_anggara Correlation
1,000 ,204
rho n_belanja_non_panga Coefficient
n Sig. (1-tailed) . ,059
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,204 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,059 .
N 60 60

Correlations
Menetapkan
_prioritas_p Ketahanan_
engeluaran Pangan
Spearman's Menetapkan_prioritas_ Correlation
1,000 ,126
rho pengeluaran Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,168
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,126 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,168 .
N 60 60

Correlations
Menetapkan
_anggaran_
belanja_unt Ketahanan_
uk_pangan Pangan
Spearman's Menetapkan_anggara Correlation
1,000 ,114
rho n_belanja_untuk_pang Coefficient
an Sig. (1-tailed) . ,192
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,114 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,192 .
N 60 60
132

Correlations
Mengatur_m
enu_makan
an_di_ruma Ketahanan_
h Pangan
Spearman's Mengatur_menu_mak Correlation
1,000 -,010
rho anan_di_rumah Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,470
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
-,010 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,470 .
N 60 60

Correlations
Pengambila
n_Keputusa Ketersediaa
n n_Pangan
Spearman's Pengambilan_Keputus Correlation
1,000 ,295*
rho an Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,011
N 60 60
Ketersediaan_Pangan Correlation
,295* 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,011 .
N 60 60
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).

Correlations
Pengambila
n_Keputusa Akses_Pang
n an
Spearman's Pengambilan_Keputus Correlation
1,000 ,162
rho an Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,108
N 60 60
Akses_Pangan Correlation
,162 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,108 .
N 60 60
133

Correlations
Pengambilan Pemanfaatan
_Keputusan _Pangan
Spearman's Pengambilan_Keputu Correlation
1,000 ,213
rho san Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,051
N 60 60
Pemanfaatan_Panga Correlation
,213 1,000
n Coefficient
Sig. (1-tailed) ,051 .
N 60 60
134

Lampiran 7 Dokumentasi Lapang

Wawancara dengan responden


Kebun Agroforestri responden

Wawancara dengan responden Kebun agroforestri responden

Suasana pembagian bantuan beras


Wawancara dengan responden untuk warga
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama lengkap Fitri Suminar Megantara, dilahirkan di Garut
pada tanggal 13 Februari 1997. Penulis merupakan anak kedua dari pasangan
Dedi Sumitra dan Siti Jamilah. Penulis memiliki satu kakak perempuan; Dewi
Intan Purnama Alam, dan satu adik laki-laki; Muhamad Ihsan Fadilah. Penulis
merupakan tamatan SDN Bojongrangkas 1 tahun 2009, SMPN 1 Ciampea tahun
2012, dan SMA N 1 Leuwiliang tahun 2015. Selama menjadi mahasiswa Institut
Pertanian Bogor penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan, seperti
Dewan Perwakilan Mahasiswa periode 2016/2017 dan 2017/2018 sebagai komisi
advokasi, dan Lembaga Dakwah Kampus IPB sebagai anggota Departemen
Keputrian periode 2016/2017, dan juga anggota Departemen Isu dan Keumatan
periode 2017/2018. Penulis pernah menjadi ketua pelaksana dalam beberapa
acara seperti Dialog Dekan yang diadakan oleh DPM Fakultas Ekologi Manusia
dan Beauty In Action yang diadakan oleh LDK IPB. Selama perkuliahan, selain
berstatus sebagai mahasiswa penulis juga berstatus sebagai santri tahfidz Rumah
Quran Daruttarbiyyah selama tahun 2016-2020. Selain itu, penulis juga
menyalurkan ketertarikan pada dunia pembelajaran Al-Qur’an dengan menjadi
pengajar tahsin di Sekolah Qur’an IPB sejak tahun 2017. Pengalaman penulis di
dunia kerja, yakni penulis pernah bekerja sebagai enumerator Indeks
Pembangunan Manusia Bappeda Bogor tahun 2019 dan Tim Cleansing Data
LPDP, Kementerian Keuangan tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai