Ketahanan pangan masih menjadi isu global yang mendapat perhatian serius dari
berbagai negara internasional. Pertanian dengan sistem agroforestri dapat
ditawarkan untuk mengatasi masalah pangan. Namun, permasalahan
ketidaksetaraan gender dinilai dapat menjadi penyebab masalah kerawanan
pangan. Penelitian ini bertujuan untuk memetakan ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri dan kaitannya dengan pengambilan keputusan rumah
tangga serta peran pembagian peran dalam pengelolaan pangan rumah tangga
petani agroforestri. Penelitian ini menggunakan metode survei dengan mengambil
sampel 60 rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Data kuantitatif dikumpulkan dengan
instrumen kuesioner dan didukung dengan data kualitatif melalui panduan
wawancara mendalam. Hasil dari penelitian ini menemukan adanya hubungan
positif antara pembagian peran gender dengan tipe pengambilan keputusan rumah
tangga petani agroforestri. Hubungan positif juga ditemukan antara tipe
pengambilan keputusan rumah tangga dalam menentukan alokasi lahan untuk
budidaya dengan ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri.
Kata kunci: agroforestri, gender, ketahanan pangan, pengambilan keputusan,
rumah tangga
ABSTRACT
FITRI SUMINAR MEGANTARA. Gender Analysis on Household Food Security
of Agroforestry Farmers (Case: Sukaluyu Village, Nanggung District, Bogor
Regency, West Java). Supervised by NURAINI W PRASODJO.
Food security is still a global issue that has received serious attention from various
international countries. Agriculture with agroforestry systems offered to address
the food problem. However, the problem of gender inequality is considered to be
the cause of the problem of food insecurity. This study aims to map the household
food security of agroforestry farmers and its correlation to household decision
making and the role of division of roles in agroforestry farmer household food
management. This study used a survey method by taking a sample of 60
agroforestry farmer households in Sukaluyu Village, Nanggung District, Bogor
Regency, West Java. Quantitative data is collected with questionnaire instrument
and supported by qualitative data through in-depth interview guides. The results
of this study found a positive correlation between the division of gender roles and
the type of household decision making for agroforestry farmers. The positive
relationships were also found between the type of household decision making in
determining the allocation of land for cultivation with household food security of
agroforestry farmers.
Keywords: agroforestry, decision making, food security, gender, household.
ANALISIS GENDER PADA KETAHANAN PANGAN RUMAH
TANGGA PETANI AGROFORESTRI
(Kasus: Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat)
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
pada
Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
DAFTAR TABEL x
DAFTAR GAMBAR xiii
DAFTAR LAMPIRAN xiv
I PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Masalah Penelitian 3
1.3 Tujuan Penelitian 3
1.4 Manfaat Penelitian 4
II PENDEKATAN TEORITIS 5
2.1 Tinjauan Pustaka 5
2.1.1 Pangan 5
2.1.2 Ketahanan Pangan 6
2.1.3 Pengukuran Ketahanan Pangan 8
2.1.4 Rumah Tangga Petani Agroforestri 10
2.1.5 Konsep Gender 13
2.1.6 Analisis Gender 14
2.1.7 Peran Gender dalam Ketahanan Pangan 17
2.2 Kerangka Pemikiran 18
2.3 Hipotesis Penelitian 20
III METODOLOGI PENELITIAN 22
3.1 Pendekatan dan Metode Penelitian 22
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 23
3.3 Teknik Penentuan Responden dan Informan 23
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data. 24
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data 26
3.6 Definisi Operasional 27
IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 32
4.1 Kondisi Geografis 32
4.2 Kondisi Demografis dan Sosial Budaya 33
4.3 Kondisi Sarana dan Prasarana 33
4.3.1 Transportasi 34
4.3.2 Perdagangan 34
4.3.3 Pendidikan 34
4.3.4 Kesehatan 35
4.3.5 Peribadatan 36
4.4 Gambaran Umum Pertanian Agroforestri Desa Sukaluyu 36
V KARAKTERISTIK RESPONDEN 38
5.1 Tingkat Pendidikan Suami dan Istri 38
5.2 Usia Suami dan Istri 39
5.3 Ukuran Rumah Tangga 40
5.4 Status Kepemilikan Lahan Agroforestri 40
5.5 Status Kepemilikan Lahan Sawah 41
viii
XI PENUTUP 98
11.1 Simpulan 98
11.2 Saran 99
DAFTAR PUSTAKA 101
LAMPIRAN 107
RIWAYAT HIDUP 135
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
Ketahanan pangan masih menjadi isu global yang mendapat perhatian serius
dari berbagai negara internasional. Hal ini disebabkan karena pangan menjadi
kebutuhan dasar yang penting untuk dipenuhi dalam kehidupan. Beberapa waktu
lalu, dunia terbangun dengan adanya deklarasi kelaparan di bagian Sudan Selatan
yang beberapa kali diumumkan dalam kurun waktu selama enam tahun (IFPRI
2017). Organisasi pangan dan dunia FAO (2018) menyebutkan bahwa pada tahun
2017, 821 juta orang di dunia masih mengalami kelaparan dan gizi kronis dan
sebagian besar berada di negara-negara berkembang. Hal ini apabila dihitung
memiliki jumlah setara dengan tiga kali penduduk Indonesia.
Secara global, suplai pangan mampu mencukupi tuntutan kebutuhan pangan
dua kali jumlah populasi manusia. Cadangan makanan di dunia berupa gandum,
beras dan biji-bijian lain mencapai 3500 kkal/kapita/hari (Lappe et al. 1998),
sedangkan kebutuhan konsumsi dasar manusia sebesar 2.200 Kkal/kapita/hari
(Poerwanto 2015). Akan tetapi, berdasarkan data kelaparan global menunjukkan
bahwa meskipun secara agregat kebutuhan pangan tersedia, pemenuhan pangan
belum tentu dapat memenuhi kebutuhan pangan sampai tingkat rumah tangga
bahkan sampai ke tingkat individu. Penyebabnya dapat diketahui bahwa pada
proses pendistribusian tidak dapat dihindari ada 33 persen sampai dengan 50
persen pangan yang hilang menjadi limbah pangan (Dzanku 2018).
Tingginya angka pertumbuhan penduduk dikhawatirkan akan memberikan
dampak negatif bagi kehidupan manusia. Pertumbuhan penduduk dunia
mengalami peningkatan sangat pesat yaitu diperkirakan akan mencapai 9,8 miliar
pada tahun 2050 (HLPE 2017). Pertumbuhan penduduk yang tidak dapat
dikendalikan akan meningkatkan kebutuhan pangan sekaligus mempersempit
lahan dan kemampuan lahan dalam menghasilkan pangan. Maltus pada awal abad
ke-18 dalam teorinya menyatakan pertumbuhan penduduk mengikuti deret ukur
dan pertumbuhan pangan mengikuti deret hitung, sehingga apabila tidak ada
keseimbangan antar keduanya, manusia akan kehabisan bahan pangan (Pieris
2015).
Dengan demikian, tidak mengherankan muncul banyak kekhawatiran dari
berbagai kalangan untuk menyelesaikan masalah ini. Beberapa dekade terakhir
muncul agenda sebagai hasil pertimbangan dari organisasi internasional,
pemerintah, dan masyarakat sebagai tinjauan dalam memantau perkembangan
negara-negara dengan menetapkan tujuan-tujuan pembangunan. Agenda ini
termuat dalam Sustainable Development Goals (SDGs) atau tujuan pembangunan
berkelanjutan yang terdiri atas tujuh belas tujuan berdasarkan isu pembangunan
berkelanjutan. Tujuan kedua dari ketujuh belas tujuan pembangunan ini adalah
zero hunger (nol kelaparan), yaitu tujuan untuk memberantas kelaparan, mencapai
ketahanan pangan, perbaikan gizi, dan meningkatkan pertanian yang
berkelanjutan.
Indonesia sebagai negara berkembang masih memiliki 69 persen rumah
tangga miskin di pedesaan Indonesia berstatus rawan pangan (Widayaningsih
2012). Pada tahun 2018, Indonesia berada peringkat 65 dunia dalam Indeks
2
Ketahanan Pangan Global atau Global Food Security Index (GFSI) dengan skor
sebesar 54,8. Angka ini tergolong rendah apabila dibandingkan dengan negara
tetangga seperti Singapore (85,9), Malaysia (68,1), dan Thailand (58,9) (EIU
2018). Selain itu, dalam laporan Indeks Ketahanan Pangan Global atau Global
Hunger Index (GHI) tahun 2017, pengurangan skor indeks kelaparan global di
Indonesia juga termasuk dalam kategori relatif lambat (IFPRI 2017). Artinya,
Indonesia masih harus bekerja keras menciptakan kondisi ketersediaan,
keterjangkauan, dan pemenuhan konsumsi pangan yang cukup, aman, bermutu,
dan bergizi seimbang, baik pada tingkat nasional maupun daerah hingga
perseorangan secara merata di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik
Indonesia sepanjang waktu.
Salah satu alternatif upaya dapat ditawarkan untuk mengatasi masalah yang
timbul akibat adanya alih-guna lahan dan sekaligus juga mengatasi masalah
pangan yang tinggal di wilayah sekitar hutan adalah dengan sistem pertanian
agroforestri. Agroforestri merupakan sistem dan teknologi penggunaan lahan
dengan tanaman kayu berumur panjang (pepohonan) dan tanaman pangan dan
atau pakan ternak berumur pendek diusahakan pada petak lahan yang sama dalam
suatu pengaturan ruang atau waktu (De Foresta et al. 2000). Keberadaan tanaman
kayu (pohon) dalam agroforestri memiliki peranan mempertahankan produksi
tanaman pangan dan memberikan pengaruh positif pada lingkungan fisik,
terutama dengan memperlambat kehilangan hara dan energi, dan menahan daya
perusak air dan angin. Selain itu, pohon juga berperan penting dalam ekonomi
rumah tangga petani. Pohon dapat menghasilkan produk yang digunakan langsung
seperti pangan, bahan bakar, bahan bangunan dan input untuk pertanian seperti
pakan ternak (Hairiah et al. 2003).
Isu gender kerap melekat dengan persoalan ketahanan pangan rumah tangga.
Diketahui bahwa perempuan memiliki peran penting dalam pencapaian ketahanan
pangan dalam rumah tangga. Perempuan banyak terlibat dalam kegiatan pertanian
dan persiapan makan dalam rumah tangga dibanding laki-laki. Menurut FAO
(2015) perempuan menghasilkan 60 persen sampai dengan 80 persen pangan di
negara-negara berkembang. Akan tetapi, kontribusi perempuan dalam
menjalankan tugas-tugas pertanian tidak sejalan dengan status sosial yang
dimilikinya. Perempuan sering dirugikan dalam hal kontrol terhadap sumber daya,
seperti kontrol atas lahan budidaya dan subsidi pertanian. Lebih lanjut Ellena dan
Nongkynrih (2017) menjelaskan status sosial perempuan yang lebih rendah ini
dapat memengaruhi diet perempuan dan berdampak pada kesehatan dan
kesejahteraan anak dan keluarga mereka. Diketahui bahwa dengan memberikan
subsidi dan pinjaman hanya kepada kepala keluarga, biasanya ditafsirkan sebagai
laki-laki, negara dan lembaga keuangan mendorong fragmentasi lahan dan
privatisasi tanah. Proses ini memperkuat laki-laki dalam masyarakat sambil
memperlemah peran perempuan dalam produksi pertanian, yang berdampak pada
penyediaan makan dan ketahanan pangan rumah tangga (Fernandes dan Pereira
2005 dalam Ellena dan Nongkynrih 2017).
Aspek gender dalam hal perbedaan akses dan kontrol terhadap sumberdaya
agroforestri diduga erat berkaitan dengan ketahanan pangan rumahtangga.
Masalah ini dirumuskan dalam pertanyaan umum penelitian yaitu bagaimana
ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri di desa rawan pangan?
Apakah aspek gender berkaitan dengan ketahanan pangan rumahtangga?
3
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberi manfaat bagi para pihak yang
berminat maupun yang terkait dengan masalah gender dan ketahanan pangan,
khususnya kepada:
1. Peneliti, untuk menambah pengetahuan seputar gender dan ketahanan pangan
dalam pemanfaatan pertanian agroforestri. Bagi kalangan akademisi lainnya
dapat dijadikan sebagai bahan tambahan untuk menambah wawasan dalam
kajian ilmu pengetahuan dan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya.
2. Masyarakat, dapat memperoleh pengetahuan tambahan akan perilaku dalam
mencapai ketahanan pangan.
3. Pemerintah, dapat memperoleh data tambahan sebagai referensi untuk
membuat kebijakan berbasis gender dan ketahanan pangan, dan mengevaluasi
program untuk mencapai ketahanan pangan dalam rumah tangga.
II PENDEKATAN TEORITIS
2.1.1 Pangan
kategori makanan dan penilaian dalam HDDS, yaitu 1) sereal, 2) umbi putih, 3)
sayur-sayuran, 4) buah-buahan, 5) daging atau unggas, 6) ikan atau makanan
laut 7) telur, 8) kacang-kacangan/ biji-bijian, 9) susu, 10) lemak/ minyak, 11)
pemanis, dan 12) makanan lainnya. Rumah tangga yang mengonsumsi kurang
dari enam kelompok makanan diklasifikasikan sebagai kelompok rawan
pangan, sedangkan rumah tangga yang mengonsumsi enam atau lebih
kelompok makanan diklasifikasikan sebagai tahan pangan.
Selain itu, LIPI (2013) mengukur status ketahanan pangan menjadi tiga
bagian. Berikut tiga bagian ketahanan pangan menurut LIPI (2013):
1. Rumah tangga tidak tahan pangan : rumahtangga yang dicirikan oleh:
1) kontinuitas ketersediaan pangan kontinu, tetapi tidak memiliki
pengeluaran untuk protein hewani maupun nabati,
2) kontinuitas ketersediaan pangan kurang kontinu dan hanya memiliki
pengeluaran untuk protein hewani atau nabati, atau tidak untuk kedua-
duanya,
3) kontinuitas ketersediaan pangan tidak kontinu walaupun memiliki
pengeluaran untuk protein hewani dan nabati,
4) kontinuitas ketersediaan pangan tidak kontinu dan hanya memiliki
pengeluaran untuk protein nabati saja, atau tidak untuk keduanya.
2. Rumah tangga kurang tahan pangan :
1) Rumah tangga yang memiliki kontinuitas pangan/makanan pokok
kontinu tetapi hanya mempunyai pengeluaran untuk protein nabati
saja,
2) kontinuitas ketersediaan pangan/makanan kurang kontinu dan
mempunyai pengeluaran untuk protein hewani dan nabati.
3. Rumah tangga tahan pangan : rumah tangga yang memiliki persediaan
pangan/makanan pokok secara kontinu (diukur dari persediaan makan
selama jangka masa satu panen dengan frekuensi makan 3 kali atau lebih
per hari serta akses langsung) dan memiliki pengeluaran untuk protein
hewani dan nabati atau protein hewani saja.
Beberapa penelitian mengadopsi pengukuran ketahanan pangan yang
dikemukakan oleh Bickel et al. (2000), yaitu pengukuran ketidaktahanan
pangan dan kelaparan yang dikembangkan dari data Current Population Survey
(CPS) pada tahun 1995 di Amerika Serikat. Pengukuran dengan
mengidentifikasi tingkat ketidaktahanan pangan dan kelaparan yang
menggambarkan fenomena perilaku, reaksi subyektif berupa (1) kekhawatiran
bahwa anggaran pangan rumahtangga atau ketersediaan pangan kemungkinan
tidak mencukupi, (2) persepsi bahwa konsumsi orang dewasa atau anak-anak
dalam rumah tangga tidak mencukupi dari segi kualitas, (3) kejadian
mengurangi konsumsi orang dewasa dalam rumah tangga, atau berbagai akibat
yang muncul dari mengurangi asupan makanan, dan (4) kejadian mengurangi
makanan atau berbagai akibat yang muncul karena mengurangi asupan
makanan pada anak-anak dalam rumah tangga.
Pertanyaan dalam modul inti ketahanan pangan memiliki dua
karakteristik (1) setiap pertanyaan bertujuan untuk memastikan bahwa perilaku
atau kondisi yang terjadi akibat keterbatasan sumber daya finansial rumah
tangga dengan mencakup frase ”karena kami tidak dapat menghasilkannya”
atau karena ”tidak ada uang yang cukup untuk makanan”, (2) setiap pertanyaan
10
tanah, tetapi laki-laki yang menangani pembagian dan alokasi lahan untuk
budidaya. Perempuan juga memiliki akses yang rendah dalam informasi untuk
praktik pertanian baru, sistem irigasi dan akses terhadap infrastruktur
pemasaran (Agarwal (2018). Sistem matrilineal tidak memberikan kekuatan
politik kepada perempuan karena laki-laki masih menjadi kepala rumah tangga
dan memimpin masalah politik (Ene-Obong et al 2017).
pemenuhan gizi keluarga ditentukan oleh peran perempuan dan ditopang oleh
penghasilan yang diperolehnya (Taridala 2010). Ketika perempuan mempunyai
kontrol terhadap kelebihan penghasilan, maka mereka dapat mempertahankan
tingkat kesejahteraan keluarga, khususnya pada perbaikan kualitas gizi anggota
keluarga. Banyak penelitian tentang perilaku kesehatan telah mencatat bahwa
laki-laki memiliki tingkat perilaku berisiko lebih tinggi dan perilaku sehat dan
higienis yang lebih rendah dibanding perempuan. Perempuan memiliki
kecenderungan untuk menyajikan makanan berkualitas untuk keluarga mereka
dengan pengetahuan tradisional yang mereka miliki Penelitian Duflo (2005)
menyebutkan kontrol laki-laki atas pendapatan dihabiskan untuk alkohol dan
rokok. Pendapatan yang dikontrol perempuan memberikan kontribusi peningkatan
yang lebih besar untuk kesehatan dan gizi anak-anak (Thomas 1990). Lebih lagi
penelitian Fischer dan Qaim (2012) menunjukkan kontrol laki-laki atas
pendapatan tidak memengaruhi total konsumsi kalori, ia memiliki efek marginal
negatif pada kualitas makanan.
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis menduga bahwa peran perempuan
yang sejalan dengan pengambilan keputusan dalam aspek pertanian,
keuangan, dan penyediaan pangan memiliki hubungan dengan ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri. Sebagai contoh apabila peran
perempuan dalam kegiatan pertanian lebih dominan maka perempuan akan lebih
dominan dalam pengambilan keputusan tentang tanaman pangan yang akan
dibudidayakan, sehingga tingkat ketersediaan pangan dapat stabil dan terdapat
akses yang mudah terhadap pangan dengan memperhatikan akses langsung
pangan. Contoh lainnya adalah apabila peran perempuan dalam pemasaran
produk pertanian lebih dominan, maka perempuan akan lebih dominan dalam
pengambilan keputusan tentang keuangan rumah tangga terutama tentang prioritas
keuangan, maka akan semakin mudah rumah tangga memenuhi kebutuhan pangan
rumah tangga. Hal ini disebabkan karena perempuan cenderung membelanjakan
keuangan rumah tangga untuk kebutuhan rumah tangga, sehingga hal ini diduga
dapat mendukung rumah tangga menjadi lebih tahan pangan.
Berdasarkan pemaparan tersebut penelitian ini akan melihat hubungan
antara peran perempuan dalam pengelolaan pangan rumah tangga petani
agroforestri (X) dengan pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri
(Y) dan kaitannya dengan ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri (Z).
Analisis gender pada penelitian ini mengacu pada pengertian peran gender
menurut Moser (1993). Namun pada penelitian ini, analisis yang dilakukan lebih
spesifik pada peran dalam pengelolaan pertanian, penyediaan makan dan aktivitas
keuangan. Berikut adalah kerangka analisis yang telah disusun:
20
Dengan demikian, rumah tangga petani agroforestri pada penelitian ini adalah
rumah tangga yang mengelola tanaman keras (tanaman tahunan) yang dipadukan
dengan tanaman semusim. Kategori petani agroforestri di desa penelitian tidak
hanya berasal dari petani pemilik, tetapi juga berasal dari petani penggarap lahan
pemerintah. Teknik pengambilan responden pada penelitian ini menggunakan
pendekatan sensus dengan persentase sebesar 89 persen dari total populasi, yaitu
dari 67 rumah tangga. Responden pada penelitian ini adalah suami dan istri yang
salah satu atau keduanya berprofesi sebagai petani agroforestri. Perlu disampaikan
bahwa meskipun fokus utama kajian ini adalah rumah tangga petani agroforestri,
namun tidak dapat dihindari bahwa sumber pendapatan rumah tangganya tidak
hanya berasal dari pengelolaan pertanian agroforestri, melainkan juga berasal dari
luar usaha tani rumah tangga responden.
Data yang dikumpulan dalam penelitian ini berupa data primer dan data
sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dengan melakukan wawancara
kepada responden. Data sekunder diperoleh dari dokumen resmi mengenai
gambaran umum lokasi penelitian, seperti gambaran kependudukan, sosial dan
ekonomi lokasi penelitian yang terdapat dalam profil desa. Selain itu juga
didukung dari literatur yang relevan dengan penelitian. Teknik pengumpulan data
dapat digambarkan dengan tabel sebagai berikut:
Data yang diperoleh dari penelitian ini berupa data kuantitatif dan data
kualitatif. Data kuantitatif diperoleh melalui kuesioner dengan melakukan
wawancara langsung kepada responden yang kemudian disajikan ke dalam bentuk
tabel frekuensi. Data kualitatif dilakukan dengan wawancara mendalam yang
dilakukan kepada responden dan informan. Pengolahan data dilakukan dengan
menggunakan aplikasi Microsoft Excel 2010 dan Statistical for Social Science
(SPSS) 25.0 for Windows. Proses pengolahan data meliputi coding, editing, entry,
scoring, dan analyzing. Pengujian variabel menggunakan uji korelasi rank
spearman pada taraf nyata (α)=0,05. Berikut rumus perhitungan korelasi
spearman:
∑
α=1
Keterangan:
α : koefisien korelasi spearman
d : selisih data yang diujikan
n : jumlah data (jumlah sampel)
Uji korelasi rank spearman dalam penelitian ini adalah untuk melihat ada
atau tidaknya korelasi antara variabel tingkat pembagian peran gender rumah
tangga petani agroforestri dan variabel tipe pengambilan keputusan rumah tangga
petani agroforestri. Selain itu juga, melihat ada atau tidaknya korelasi antara
variabel tipe pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri dengan
ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri. Hasil uji korelasi rank
spearman menghasilkan p-value yang menunjukkan hubungan antara variabel
yang diujikan pada taraf nyata (α) = 0,05. Jika nilai p-value lebih kecil dari nilai
27
taraf nyata (α) = 0,05, maka terdapat hubungan yang signifikan antar variabel
yang diuji.
Penafsiran pada analisis uji korelasi rank spearman juga melihat kekuatan
(keeratan) signifikansi hubungan. Jika terdapat tanda bintang (*) yang pada nilai
korelasi koefisien, nilai tersebut menunjukkan signifikansi atau hubungan antar
variabel. Semakin banyak jumlah bintang (*) pada koefisien korelasi maka
semakin tinggi tingkat signifikan atau hubungan antar variabel. Nilai Korelasi
rank spearman berada di antara -1 < ƿ < 1. Bila nilai ƿ = 0, berarti tidak ada
korelasi atau tidak ada hubungan antara variabel independen dan dependen. Tanda
positif “+” atau negatif “-“ berarti menunjukkan arah hubungan di antara
variabel. Nilai ƿ = +1 berarti terdapat hubungan yang positif antara variabel
independen dan dependen. Nilai = -1 berarti terdapat hubungan yang negatif
antara variabel independen dan dependen. Untuk memudahkan melakukan
interpretasi mengenai kekuatan hubungan antara dua variabel dituliskan kriteria
kekuatan hubungan berdasarkan nilai koefisien korelasi sebagai berikut (Sarwono
2006):
Data kualitatif dalam penelitian ini dianalisis melalui tiga tahap, yaitu
reduksi data, penyajian data, dan verifikasi. Pertama ialah proses reduksi data
dimulai dari proses pemilihan, penyederhanaan, abstraksi, hingga transformasi
data hasil wawancara mendalam, observasi, dan studi dokumen. Reduksi data
bertujuan untuk mempertajam, menggolongkan, mengarahkan, dan membuang
data yang tidak perlu. Kedua ialah penyajian data yang berupa menyusun segala
informasi dan data yang diperoleh menjadi serangkaian kata-kata yang mudah
dibaca ke dalam sebuah laporan. Penyajian data dilakukan dengan menyusun
informasi dan data yang diperoleh ke dalam sebuah laporan berupa narasi.
Verifikasi merupakan penarikan kesimpulan dari hasil yang telah diolah pada
tahap reduksi untuk mendukung data kuantitatif.
Dominan laki-laki :
Partisipasi laki-laki >
partisipasi perempuan.
Setara :
Partisipasi laki-laki =
partisipasi perempuan
Dominan perempuan :
Partisipasi laki-laki <
partisipasi perempuan
Data dikategorikan
menjadi:
Dominan laki-laki :
Curahan waktu laki-laki
> curahan waktu
perempuan.
Setara: Curahan waktu
laki-laki = curahan
waktu perempuan
Dominan perempuan :
curahan waktu laki-laki
< curahan waktu
perempuan
10 Pengambilan Kuasa atau Pengukuran berdasarkan
keputusan wewenang yang banyaknya partisipasi
dalam rumah dimiliki anggota laki-laki dan perempuan
tangga rumah tangga dalam pengambilan
dalam mengambil keputusan tentang
keputusan, atas pengelolaan pertanian,
sumberdaya, dan pengaturan keuangan
manfaat rumah keuangan, dan
tangga petani penyediaan pangan.
agroforestri.
Data dikategorikan
menjadi:
Dominan laki-laki :
Ordinal
Laki-laki sebagai
pengambil keputusan >
perempuan sebagai
pengambil keputusan.
Setara:
Laki-laki sebagai
pengambil keputusan =
perempuan sebagai
pengambil keputusan
Dominan Perempuan:
Laki-laki sebagai
pengambil keputusan <
perempuan sebagai
pengambil keputusan
IV GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
Tabel 4.1 Luas lahan dan persentase luas lahan menurut jenis penggunaannya di
Desa Sukaluyu tahun 2018
Terdapat 856 keluarga miskin sosial dan 388 keluarga yang rumahnya tidak
layak huni. Berdasarkan masalah kesejahteraan sosial tersebut, terdapat program
bantuan pangan beras daerah (rasda) dan bantuan anak sekolah menggunakan
Kartu Indonesia Pintar (KIP) di Desa Sukaluyu. Selain itu juga, terdapat program
bantuan penerangan atau listrik untuk membantu keluarga dengan rumah tidak
layak huni.
Desa Sukaluyu didominasi oleh perkebunan dan luas areal hutan, akan tetapi
terdapat potensi erosi tanah terutama ketika curah hujan yang cukup tinggi. Ada
beberapa kejadian longsor yang terjadi di Desa Sukaluyu. Salah satunya adalah
34
4.3.1 Transportasi
Terdapat tiga akses jalan untuk bisa menuju Desa Sukaluyu yakni
melalui jalur Leuwiliang Cisaranten, Leuwiliang Legok Jambu, dan Leuwiliang
Hambaro. Panjang jalan di Desa Sukaluyu pada tahun 2018 sepanjang 8 km
yang terdiri atas jalan Pemda Kabupaten Bogor sejauh 4 km dan jalan desa
/sejauh 4 km. Kondisi jalan pemda dapat dikatakan cukup buruk dengan
kontur jalan yang menanjak dan dipenuhi bebatuan. Sehingga perlu kehati-
hatian yang tinggi dalam melintasi jalan tersebut. Sampai dengan tahun 2018,
di Desa Sukaluyu belum seluruhnya dilintasi oleh trayek angkutan kota. Hanya
sebagian kecil yang dilintasi yakni trayek jurusan Leuwiliang – Hambaro dan
Kp. Legok Jambu – Leuwiliang dan angkot Cisaranten. Jalan yang tidak
dilewati oleh angkot dapat diakses menggunakan ojek. Kurangnya transportasi
massal cukup menghambat mobilitas penduduk Desa Sukaluyu terutama dalam
mobilisasi menuju pasar. Jarak terjauh menuju pasar terdekat menempuh
perjalanan kurang lebih 12 kilometer. Tarif angkot dari Desa Sukaluyu menuju
Pasar Leuwiliang berkisar antara Rp 15.000 hingga Rp 20.000. Sehingga
masyarakat lebih sering membeli kebutuhan pangan pada pedagang sayur
keliling atau kelontong setempat.
4.3.2 Perdagangan
4.3.3 Pendidikan
sebab itu, ketersediaan sarana pendidikan merupakan hal yang penting untuk
menggambarkan aksesibilitas masyarakat terhadap pendidikan. Berikut tabel
jumlah sarana pendidikan di Desa Sukaluyu tahun 2018.
4.3.4 Kesehatan
Jumlah
Sarana Kesehatan
(Unit)
Dokter Umum 1
Bidan 1
Dukun Bayi 7
Posyandu 11
4.3.5 Peribadatan
dari pohon induk yang berada di sekitar kebun yang terbawa melalui bantuan
angin.
Desa Sukaluyu memiliki kelembagaan kelompok tani yang aktif di setiap
RW diantaranya ada kelompok tani di RW 01, kelompok tani Saluyu di RW 02,
kelompok tani Landing di RW 03, kelompok tani Mukti Tani di RW 04,
kelompok tani Mekar Jaya di RW 05, kelompok tani di RW Kadaek 06, kelompok
tani di RW 07, kelompok tani Mekar Sari di RW 08, dan kelompok tani Padi
Sejati di RW 09. Kelompok tani tersebut menghimpun petani padi sawah maupun
petani agroforestri. Anggota dari kelompok tani terdiri atas laki-laki sebagai
kepala rumah tangga dan perempuan kepala rumah tangga. Tidak terdapat
kelompok wanita tani di Desa Sukaluyu sehingga anggota kelompok tani
diwakilkan oleh kepala rumah tangga saja. RW 03 merupakan daerah yang dekat
dengan kawasan perhutani. Beberapa petani agroforestri di RW 03 merupakan
petani agroforestri penggarap di kawasan perhutani. Petani tersebut tidak memiliki
akses untuk menebang pohon, tetapi boleh menanam tanaman musiman seperti
sereh dan bambu.
V KARAKTERISTIK RESPONDEN
Tabel 5.1 Jumlah, persentase, dan nilai rata-rata responden menurut tingkat
pendidikan di Desa Sukaluyu tahun 2019
Suami Istri
Tingkat Pendidikan
n % n %
Tidak Sekolah/ Tidak Tamat SD 22 36,7 19 31,7
SD 36 60,0 41 68,3
SMP 1 1,7 0 0,0
SMA 1 1,7 0 0,0
Total 60 100,0 60 100,0
Rata-Rata 1,6 1,6
Tabel 5.2 Jumlah, persentase, dan nilai rata-rata responden menurut usia di Desa
Sukaluyu tahun 2019
Suami Istri
Usia (tahun)
n % n %
25-34 1 1,7 1 1,7
35-44 6 10,0 13 21,7
45-54 21 35,0 29 48,3
55-64 17 28,3 13 21,7
≥65 15 25,0 4 6,7
Total 60 100,0 60 100,0
Rata-Rata 56,4 50,0
Tabel 5.3 Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut ukuran rumah
tangga di Desa Sukaluyu tahun 2019
Ukuran Rumah Tangga n %
<3 Orang 2 3,3
3-5 Orang 47 78,3
>5 Orang 11 18,3
Total 60 100,0
Terdapat dua jenis lahan yang dikuasai oleh petani agroforestri, yaitu lahan
pertanian agroforestri dan lahan pertanian padi sawah. Status kepemilikan lahan
pertanian agroforestri di Desa Sukaluyu terbagi atas dua kategori, yakni lahan
milik perseorangan dan lahan milik negara. RW 03 merupakan daerah yang dekat
dengan kawasan perhutani sehingga penggarapan lahan milik negara umumnya
dilakukan oleh rumah tangga petani agroforestri yang terdapat di RW 03 Desa
Sukaluyu. Adapun status kepemilikan lahan pertanian agroforestri dapat dilihat
pada Tabel 5.4.
Tabel 5.4 Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut status
kepemilikan lahan agroforestri rumah tangga responden di Desa
Sukaluyu tahun 2019
Jumlah Persentase
Status Kepemilikan
(%)
Lahan milik perseorangan 59 98,3
Lahan milik negara 1 1,6
Total 60 100
Berdasarkan Tabel 5.4 terdapat satu rumah tangga petani yang menggarap
lahan milik negara. Petani tersebut tidak memiliki akses untuk menebang pohon,
tetapi diperbolehkan untuk menanam tanaman musiman, seperti sereh dan bambu.
41
Sebagian besar rumah tangga petani lainnya (98,3 persen) menggarap lahan milik
perseorangan, baik lahan milik pribadi maupun lahan milik orang lain. Perbedaan
penggarapan lahan milik orang lain dengan penggarapan lahan milik negara
adalah pada penggarapan lahan milik orang lain, rumah tangga memiliki akses
untuk menebang pohon atau tanaman kayu, sehingga memungkinkan rumah
tangga petani agroforestri yang menggarap lahan orang lain memiliki tingkat
ketahanan pangan yang lebih baik dibandingkan rumah tangga petani agroforestri
yang menggarap lahan milik negara. Perlu disampaikan bahwa di antara rumah
tangga yang menggarap lahan milik perseorangan, terdapat rumah tangga yang
juga menggarap lahan milik negara.
Tabel 5.5 Jumlah dan persentase rumah tangga responden menurut status
kepemilikan lahan sawah di Desa Sukaluyu tahun 2019
Jumlah Persentase
Status Kepemilikan
(%)
Petani Pemilik Sawah 45 75
Petani Penggarap Sawah 12 20
Bukan Petani Sawah 3 5
Total 60 100
Tabel 5.5 menunjukkan bahwa di antara rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu terdapat 95 persen rumah tangga yang memiliki akses ke pangan pokok
beras, yaitu sebagian besar (75 persen) merupakan petani pemilik sawah dan
sisanya (20 persen) merupakan petani penggarap sawah. Perlu disampaikan bahwa
di antara rumah tangga petani pemilik sawah, di samping memiliki lahan sawah,
juga menggarap sawah milik orang lain. Terdapat lima persen rumah tangga yang
tidak bertani padi sawah, dua diantaranya mengatakan bahwa sebelumnya lahan
yang digunakan difungsikan untuk kegiatan padi sawah, akan tetapi akibat
kekeringan yang terjadi sawah tersebut tidak lagi difungsikan sebagai sawah
melainkan sebagai kebun keringan. Kebun keringan yang dimaksud dalam
penelitian ini adalah pertanian yang tidak memerlukan air yang cukup banyak
dalam proses pertaniannya dibandingkan dengan pertanian padi sawah, seperti
tanaman umbi-umbian.
42
Tabel 6.1 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat ketahanan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Ketahanan Pangan Jumlah Persentase (%)
Tahan Pangan 28 46,7
Kurang Tahan Pangan 31 51,7
Tidak Tahan Pangan 1 1,7
Total 60 100,0
Tabel 6.2 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat ketersediaan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Ketersediaan Pangan Jumlah Persentase (%)
Stabil 26 43,3
Kurang Stabil 25 41,7
Tidak Stabil 9 15,0
Total 60 100,0
Faktor lainnya yang ikut mendorong cadangan pangan rumah tangga kurang
mencukupi kebutuhan konsumsi pangan selama satu bulan adalah tidak
tersedianya saluran irigasi. Salah satu responden Bapak RA, (54 tahun),
menuturkan bahwa beliau tidak bisa menanam padi dikarenakan kemarau dan
sulitnya irigasi di Desa Sukaluyu sehingga cadangan beras yang terdapat di rumah
diperoleh dari hasil membeli.
“...makanan di rumah mau pada abis, tinggal cukup buat dua orang
aja, ya yang tadinya cuman bisa dimakan untuk berdua, dibagi untuk
empat orang, yang penting mah nggak ada yang kelaparan, tapi kalau
udah kepepet banget mah Neng, minta sama anak, atau kadang juga
anak dateng ke rumah buat liat ada beras atau enggak di rumah...”
(SU 80 tahun)
Tabel 6.3 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut pengurangan pangan di
Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat,
tahun 2020
Pengurangan Pangan Ya % Tidak %
Pernah mengurangi jumlah
makan anggota rumah tangga 9 15 51 85
dalam sehari
Pernah mengurangi porsi makan
anggota rumah tangga dalam 9 15 51 85
sehari
Selain itu, adanya bantuan pangan berupa beras sangat diharapkan oleh
sebagian besar responden. Terdapat program bantuan pangan berupa beras
sebesar 25 kilogram yang dibagikan setiap bulannya kepada rumah tangga kurang
sejahtera di Desa Sukaluyu. Ada dua alasan yang mendasari bantuan beras sangat
membantu rumah tangga mencapai ketersediaan pangan rumah tangga. Pertama
adanya keinginan untuk memenuhi kebutuhan pokok setiap waktu dan adanya
musim tidak menyawah, yaitu pada bukan musim penghujan yang menyebabkan
46
sawah tidak dapat ditanami membuat rumah tangga petani tidak memiliki akses
yang cukup terhadap beras.
Sebuah penelitian yang ditulis oleh Islam dan Mamun (2019) meneliti
mengenai pengaruh bahaya iklim terhadap akses pangan rumah tangga pada
kawasan delta di Bangladesh. Hasilnya menunjukkan bahwa kerentanan banjir
secara signifikan mengurangi akses rumah tangga tetapi hal itu tidak terjadi pada
rumah yang kurang bergantung pada sumber daya alam untuk mata pencaharian
mereka, termasuk pekerja harian tanpa keahlian dan pemilik toko kelontong.
Dengan demikian, strategi nafkah sangat berperan dalam ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Rumah tangga petani yang memiliki
lahan pertanian yang luas belum tentu bisa bertahan pada bukan musim tani
karena kondisi iklim yang kurang mendukung.
Tabel 6.4 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat akses pangan
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Akses Pangan Jumlah Persentase (%)
Mudah 29 48,3
Kurang Mudah 31 51,7
Sulit 0 0,0
Total 60 100,0
Tabel 6.5 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses langsung terhadap
pangan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020
Akses Langsung Ya % Tidak %
Mendapatkan beras dari sawah milik sendiri 41 68 19 32
Mudah mendapatkan bahan pangan dari
43 72 17 28
tanaman yang tumbuh di lingkungan sekitar
Berdasarkan Tabel 6.5, rumah tangga yang mendapatkan beras dari sawah
milik sendiri sebesar 68 persen. Pada penelitian ini, meskipun rumah tangga
sebagian besar (95 persen) memiliki akses ke pangan pokok berupa beras dengan
memiliki atau menggarap lahan pertanian Namun, kondisi iklim yang tidak
mendukung pada saat penelitian dilakukan, menyebabkan rumah tangga tidak
mendapatkan beras dari sawah milik sendiri, melainkan mendapatkan beras
dengan cara membeli.
Selain mendapatkan beras dari sawah milik sendiri, akses langsung pada
penelitian ini juga melihat bagaimana rumah tangga mendapatkan pangan lainnya
sebagai tambahan untuk konsumsi pangan rumah tangga. Sebagian besar rumah
tangga mudah mendapatkan bahan pangan dari tanaman yang terdapat di
lingkungan sekitar yakni sebanyak 72 persen. Mayoritas rumah tangga
menyatakan mudahnya memperoleh pangan berupa lalapan (sayuran). Lalapan
dapat diartikan sebagai pangan berupa sayur-sayuran yang biasa dikonsumsi
dengan sambal pada masyarakat sunda. Menurut salah satu responden Bapak RO,
55 tahun, rumah tangganya terbiasa mendapatkan pangan berupa lalab-lalaban,
seperti daun singkong, dan juga pangan lainnya, seperti kacang tanah dan timun
dari kebun milik sendiri.
Selain akses langsung akses fisik berupa mudahnya mendapatkan bahan dari
pedagang sayur keliling atau toko kelontong dan pedagang sayur di pasar juga
dinilai sebagai penentu ketahanan pangan pada rumah tangga petani agroforestri
Desa Sukaluyu. Rumah tangga yang mudah mendapatkan pangan dari pedagang
sayur keliling atau toko kelontong dan pedagang sayur di pasar berarti
mendukung tersedianya dan tercukupinya pangan di dalam rumah tangga. Mudah
dan tidaknya akses fisik diukur secara subjektif menurut persepsi responden
dalam rumah tangga dengan mempertimbangkan jarak, ketersediaan alat
transportasi, ketersediaan bahan pangan, dan kecukupan pendapatan. Adapun
akses fisik pada rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu dapat dilihat
pada Tabel 6.6.
48
Tabel 6.6 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses fisik terhadap
pangan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020
Akses Fisik Ya % Tidak %
Mudah mendapatkan pangan dari 29 48 31 52
pedagang sayur di pasar
Mudah mendapatkan pangan dari
pedagang sayur keliling/ toko 55 92 5 8
kelontong
Akses sosial menurut Adhyanti (2018) merupakan modal sosial yang dapat
digunakan untuk mendapatkan mekanisme dukungan informal, seperti barter,
meminjam, atau adanya program dukungan sosial. Akses sosial pada penelitian ini
dilihat dari ada tidaknya bantuan pangan dari saudara, tetangga dekat dan tetangga
jauh kepada rumah tangga pada saat rumah tangga tersebut kesulitan pangan dan
juga dilihat dari ada tidaknya rasa keberatan untuk meminta bahan pangan kepada
saudara, tetangga dekat, dan jauh saat rumah tangga sedang mengalami kesulitan
pangan.
49
Tabel 6.7 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses sosial terhadap
pangan di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020
Akses Sosial Ya % Tidak %
Adanya bantuan dari tetangga dekat
untuk memenuhi kebutuhan pangan
52 87 8 13
saat rumah tangga mengalami
kesulitan
Adanya bantuan dari tetangga jauh
untuk memenuhi kebutuhan pangan
27 45 33 55
saat rumah tangga mengalami
kesulitan
Adanya bantuan dari saudara untuk
memenuhi kebutuhan pangan saat 57 95 3 5
rumah tangga mengalami kesulitan
Berdasarkan Tabel 6.7, bantuan pangan terbesar berasal dari saudara. Pada
penelitian ini, rumah tangga umumnya hidup berdekatan dengan saudara, seperti
adik, kakak atau anak yang telah berumah tangga sehingga memudahkan rumah
tangga untuk meminta bantuan ketika mengalami kesulitan pangan. Tempat
tinggal yang berdekatan ini sejalan dengan budaya Sunda yang tidak suka
merantau dan memilih tinggal berdekatan dengan sanak saudara. Kondisi tersebut
tercermin dalam peribahasa sunda “bengkung ngariung, bongkok ngaronyok”
yang artinya “lebih baik kumpul bersama keluarga daripada merantau ke daerah
tetangga”, ini menggambarkan bahwa ada keinginan orang Sunda untuk selalu
tinggal bersama sanak saudara di tempat kelahiran atau bisa juga dengan adanya
sikap enggan untuk berjauhan atau berpisah dengan sanak saudara. Selain itu,
bantuan pangan dari tetangga dekat merupakan sesuatu yang umum terjadi di
Desa Sukaluyu. Tetangga dekat yang dimaksud pada penelitian ini biasanya hanya
terjadi pada ruang lingkup kecil dalam suatu wilayah, seperti rumah yang berada
di samping, depan, atau belakang. Menurut pemaparan Bapak RO (55 tahun)
ketika mengalami kebutuhan pangan rumah tangga, meminta bantuan kepada
tetangga dengan cara meminta bahan pangan atau meminjam uang.
“Kita juga kalo lagi butuh sama tetangga, menta atawa pinjem
dikasih, jadi saling aja saling bantu” (Bapak RO, 55 tahun)
“Menta tulung ka tatangga jauh mah biasana ka Pak Rw, Ari menta
tulung mah kieu Neng, misalna keur teu boga duit jeung dahar, eta
menta tulungna ku cara ngajual cau ka Pak Rw.” (Bapak JA, 65
tahun)
Tabel 6.8 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pemanfaatan
pangan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tingkat Pemanfaatan Pangan Jumlah Persentase (%)
Lengkap 20 33,3
Kurang Lengkap 38 63,3
Tidak Lengkap 2 3,3
Total 60 100,0
Tabel 6.9 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut konsumsi protein hewani
di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, tahun 2020
Konsumsi Protein Hewani Jumlah Persentase (%)
Mengonsumsi pangan protein hewani 51 85
Belut 1 1,7
Belut, Tutut 1 1,7
Daging Ayam 1 1,7
Daging Bebek 1 1,7
Daging Sapi 1 1,7
Ikan Asin 36 60
Ikan Asin, Daging Sapi 1 1,7
Ikan Asin, Telur 2 3,3
Ikan Tongkol 3 5
Jeroan (Ampela) 1 1,7
Telur 1 1,7
Udang 2 3,3
Tidak Mengonsumsi Pangan protein hewani 9 15
Total 60 100
untuk membeli ikan asin dipengaruhi oleh harga ikan asin yang terjangkau.
Adanya kondisi keuangan yang kurang memadai dalam rumah tangga membuat
rumah tangga cenderung lebih memikirkan kecukupan uang yang ada dalam
mengonsumsi pangan. Seperti pada penuturan Bapak JU (31 tahun) yang
mengatakan bahwa keluarganya mengkonsumsi ikan asin dikarenakan dapat
mengirit pengeluaran pangan dan dapat disimpan selama dua sampai tiga hari.
Selain itu alasan lain rumah tangga yang mengonsumsi ikan asin adalah
karena ikan asin merupakan makanan yang disukai keluarga dan merupakan
makanan yang umum dikonsumsi di desa. Hal ini berarti adanya kebiasaan dalam
mengonsumsi ikan asin di Desa Sukaluyu. Salah satu responden Ibu SA (44
tahun), menuturkan bahwa beliau keluarganya sering mengkonsumsi ikan asin
karena rasanya cocok dikonsumsi dengan sayur dan sambal. Selain itu, beliau
menuturkan bahwa ikan asin tidak membosankan untuk dikonsumsi.
“Kalo gak makan sama ikan asin dan sambel nggak enak. Disini
mah kan banyaknya sayuran kayak daun singkong, Kalo daun
singkong gak enak dimakan sama daging, enaknya dimakan sama
ikan asin dan sambel. Tapi kalo punya duit sih bisa seminggu
sekali beli daging, nggak sering-sering karena kalo makan daging
suka bosen. Beda kalo makan sama ikan asin, ngerasanya nggak
bosen aja. Anak-anak juga makan ikan asin, paling ikan asin yang
kecil-kecil kayak teri” (Ibu SA, 44 tahun)
Hal lain yang juga mendukung konsumsi ikan asin yang tinggi di Desa Sukaluyu
adalah mudahnya akses yang untuk mendapatkan ikan asin. Ikan asin yang
umumnya didapatkan dengan cara membeli dapat dengan mudah dibeli dari
penjual lauk, penjual sayur, maupun warung yang tidak menjual sayur.
Sementara itu, berdasarkan Tabel 6.9 hanya sedikit responden mengonsumsi
pangan protein hewani yang berasal dari hewan ternak dan sumber pangan protein
hewani lainnya yang utamanya bisa didapatkan dari pertanian agroforestri yang
dikelola rumah tangga. Sedikitnya rumah tangga yang mengonsumsi pangan
protein hewani atau sumber pangan protein hewani lainnya dikarenakan rumah
tangga tidak memiliki ternak atau sumber pangan protein lainnya pada pertanian
yang dikelolanya. Selain itu, konsumsi daging-dagingan biasanya dikonsumsi
pada hari-hari raya umat Islam, seperti pada hari raya Idul Fitri dan hari raya Idul
Adha. Adapun rumah tangga yang memiliki ternak tidak selalu dapat
mengonsumsi daging ternak yang dikelolanya karena harus menunggu ternak siap
dipanen.
Selanjutnya pemanfaatan pangan juga dilihat berdasarkan konsumsi
pangan protein nabati. Tabel 6.9 menggambarkan konsumsi pangan protein nabati
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Hasilnya menunjukkan
sebagian besar rumah tangga responden tidak mengonsumsi pangan protein nabati
yakni sebesar 51,7 persen. Pangan protein nabati yang paling banyak dikonsumsi
53
adalah tempe. Rumah tangga yang mengkonsumsi tempe saja sebagai lauk pauk
sebesar 15 persen.
Tabel 6.10 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut konsumsi protein nabati
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Konsumsi Protein Nabati Jumlah Persentase (%)
Mengonsumsi pangan protein nabati 29 48,3
Jamur 1 1,7
Kacang Panjang 4 6,7
Kacang Panjang, Kacang Tanah 4 6,7
Kacang Tanah 1 1,7
Oncom 2 3,3
Oncom, Tauco 1 1,7
Tahu 3 5,0
Tahu, Tempe 3 5,0
Tempe 9 15,0
Tempe, Kacang Panjang 1 1,7
Tidak Mengonsumsi pangan protein nabati 31 51,7
Total 60 100,0
Tabel 6.11 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses pangan protein
hewani di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020
Akses Pangan Protein Hewani Jumlah Persentase (%)
Pertanian milik sendiri 3 5
Bukan pertanian milik sendiri 48 80
Tidak mengonsumsi 9 15
Total 60 100
54
Tabel 6.11 menunjukkan bahwa hanya terdapat lima persen rumah tangga
yang mengonsumsi pangan protein hewani dari pertanian milik sendiri. Paling
banyak rumah tangga mengonsumsi pangan protein hewani bukan berasal dari
pertanian milik sendiri, yaitu didapat dengan cara membeli, atau pemberian orang
lain, seperti ditemui pada Tabel 6.9, konsumsi pangan protein hewani terbanyak
adalah pada konsumsi ikan asin.
Menurut Bapak PU (ketua RW 06, 60 tahun) mayoritas masyarakat Desa
Sukaluyu mengkonsumsi ikan asin, Beliau juga menambahkan pendapat tentang
dirinya bahwa beliau juga tidak begitu menyukai daging.
“...kalo di sini emang kebanyakan makan ikan asin, Neng, atau ikan
usam disebutnya. Bapak jujur aja ya Neng, kalo makan daging-
dagingan nggak begitu seneng...” (Bapak PU, Ketua RW 06, 60
tahun)
Tabel 6.12 Jumlah dan persentase rumah tangga menurut akses pangan protein
nabati di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor,
Jawa Barat, tahun 2020
Akses Pangan Protein Nabati Jumlah Persentase (%)
Pertanian milik sendiri 10 17
Bukan pertanian milik sendiri 19 32
Tidak mengonsumsi 31 52
Total 60 100
Hal ini menunjukkan ketersediaan pangan protein nabati dari pertanian milik
sendiri dapat terhambat karena adanya keterbatasan masa simpan, sehingga
konsumsi rumah tangga yang mengelola pertanian pangan protein nabati tidak
dapat menyediakan pangan tersebut secara kontinu.
55
Salah satu rumah tangga petani agroforestri yang termasuk kategori tahan
pangan adalah dari pasangan Bapak RO (55 tahun) dan Ibu SA (44 Tahun).
Bapak RO dan Ibu SA hidup bersama keempat anaknya. Ketersediaan beras di
rumah tangga Bapak RO saat ini didapatkan dari hasil panen sawah milik
sendiri dengan lahan seluas 300 meter. Ketika pertama kali panen, hasil sawah
milik sendiri mencapai 100 liter beras yang mencukupi kebutuhan beras dari
panen ke panen. Ibu SA mengaku saat ini panennya tidak sebanyak biasanya
karena kondisi iklim yang kurang baik. Beras dari hasil garapan yang
seharusnya mendapatkan beras sekitar 400 kilogram beras, tidak dapat ditanam
selama 2 musim karena kekeringan. Lahan pertanian padi sawah milik orang
lain yang digarapnya tersebut mencapai luas setengah hektar. Menurut Bapak
RO, jarangnya hujan juga membuat air sungai mengering. Untuk konsumsi
pangan, Ibu SA mengaku tidak pernah mengurangi konsumsi nasi untuk rumah
tangga.Ibu SA mengatakan dia memasak bergantung pada jumlah orang yang
ada di rumah. Kadangkala rumahnya dikunjungi oleh saudara di luar atau
kepulangan anaknya yang bekerja di luar desa, sehingga Ibu SA yang biasanya
bertugas memasak nasi, harus memasak nasi lebih banyak dari biasanya. Bapak
RO juga mengaku bisa makan tiga sampai empat kali dalam sehari. Bapak RO
percaya bahwa rezeki pasti akan selalu ada, sehingga keduanya sepakat untuk
tidak membatasi konsumsi pangan untuk keluarga.
Sebagai petani agroforestri, Bapak RO dan Ibu SA menanam beberapa
pohon kayu berupa pohon jengjeng atau markum dan tanaman musiman berupa
tanaman cabai, kunyit, jahe, lengkuas, singkong, pisang, kecapi, timun, dan
kacang tanah. Tanaman kacang dan timun hanya dapat ditanam pada musim
penghujan. Sehingga bahan pangan yang digunakan sebagai lauk pauk pada
pertanian agroforestri umumnya berupa tanaman singkong yang daunnya dapat
digunakan untuk lalap dan sayur, dan juga cabai yang digunakan untuk
membuat sambal. Ketersediaan pangan lainnya didapatkan dari berbelanja di
pasar dan penjual sayur terdekat. Ibu SA bercerita bahwa dirinya paling sering
memasak ikan asin untuk rumah tangga. Menurutnya ikan asin sangat cocok
dikonsumsi dengan sambal dan lalap yang bahannya tersedia di kebun. Selain
itu, menurut Ibu SA, keluarganya tidak merasa bosan dalam mengkonsumsi
ikan asin, termasuk anak-anak yang juga menyukai ikan asin jenis tertentu.
Rumah tangga Bapak RO dan Ibu SA pada 24 jam terakhir mengkonsumsi
belut dan tutut yang didapatkan dari usahatani keluarga dan juga sayur toge
tahu yang dibeli di pedagang sayur lokal. Selain itu, di dalam rumah tangga
Bapak RO juga sering mendapatkan makanan dari tetangga dekat yang
merayakan acara pernikahan, acara tujuh bulanan, dan acara lainnya, atau bisa
juga didapatkan ketika tetangga dekat sedang panen. Menurut Bapak RO,
kegiatan mengirim makanan merupakan suatu kebiasaan yang ada di
lingkungan tempat tinggalnya. Kegiatan saling tolong menolong ketika ada
rumah tangga yang membutuhkan pangan di lingkungannya juga masih sering
56
terjadi. Akan tetapi, menurut Ibu SA kegiatan mengirim makanan di desa mulai
hilang dan mulai menyamai kehidupan kota yang individualis.
Selain berprofesi sebagai petani, Bapak RO juga memiliki pekerjaan
sampingan, yaitu sebagai buruh serabutan di luar pertanian. Saat ini pekerjaan
yang dijalankan Bapak RO, yaitu sebagai kuli bangunan. Bapak RO
mengatakan karena pekerjaan serabutan non pertanian tersebut, dirinya pernah
meninggalkan rumah selama satu bulan untuk bekerja, baik pada musim
nyawah maupun bukan musim nyawah. Bapak RO yang bekerja di luar tani
pada saat musim tani, menyerahkan urusan pekerjaan pertaniannya kepada
istrinya, Ibu SA. Dalam hal ini, Ibu SA berperan dalam urusan manajemen
tenaga kerja upahan karena kegiatan mencangkul atau kegiatan mempersiapkan
lahan umumnya dijalankan oleh laki-laki. Namun seringkali Ibu SA juga
membantu kegiatan persiapan lahan sawah dengan menggunakan garpu dan
tidak diizinkan menggunakan cangkul. Menurut Bapak RO, perempuan tidak
memiliki tenaga kuat untuk mencangkul.
Ibu SA dalam pertanian agroforestri rumah tangganya berperan dalam
kegiatan pengadaan benih atau bibit tanaman, persiapan lahan, penanaman,
pendangiran, dan pemanenan tanaman non kayu. Pada pertanian padi sawah
Ibu SA berperan dalam kegiatan pengadaan benih, persiapan lahan,
penanaman, penyiangan, pemupukan, dan pemanenan. Dalam peran
mempersiapkan makanan Ibu SA bertugas berbelanja dan memasak. Bapak RO
dalam pertanian agroforestri berperan dalam pengadaan benih dan bibit
tanaman, persiapan lahan, penanaman, pendangiran, pengendalian hama dan
penyakit tanaman, pemanenan kayu dan pemanenan bukan kayu. Pada
pertanian padi sawah Bapak RO berperan dalam pengendalian benih atau bibit
tanaman, persiapan lahan, dan pengendalian hama dan penyakit tanaman. Pada
peran persiapan makanan, Bapak RO menyerahkan tanggung jawab tersebut
kepada Ibu SA.
Bapak RO dan Ibu SA seringkali berdiskusi tentang tanaman yang akan
ditanam pada lahan yang dibudidayakan keluarga, seperti berdiskusi pada jenis
padi yang akan ditanam dan tanaman musiman seperti sayur-sayuran. Untuk
tanaman kayu atau pohon kayu tidak perlu ditanam kembali karena sisa kayu
setelah dilakukan penebangan dapat tumbuh kembali. Sehingga pengambilan
keputusan untuk jenis penanaman kayu-kayuan jarang sekali dilakukan. Bapak
RO juga menjelaskan tanah yang menjadi pertanian agroforestri merupakan
tanah hasil warisan. Untuk keputusan dalam mengalokasikan tanaman pangan
juga ditentukan dengan cara kompromi. Bapak RO dan Ibu SA sepakat untuk
menyimpan hasil beras dari hasil panen usahatani mereka. Akan tetapi,
menurut Ibu SA kadang kala beras tersebut dijual apabila ada tetangga yang
membutuhkan untuk membeli beras.
Pengambilan keputusan dalam mengatur keuangan dan menetapkan
prioritas pengeluaran, keduanya diserahkan kepada Ibu SA. Menurut
pengakuan Ibu SA masalah uang dipegang oleh Ibu SA seringkali
dihabiskannya untuk kebutuhan rumah tangga, termasuk kebutuhan rokok dan
kopi Bapak RO. Bapak RO sebagai pencari nafkah dengan bekerja serabutan
dan pendapatan yang berasal penjualan pisang memberikan pendapatan seluruh
kepada Ibu SA. Hal itu karena menurut Bapak RO kebutuhan rumah tangga
57
yang biasanya diatur istri cukup banyak, termasuk memberi jajan kepada anak.
Bapak RO tidak khawatir menyerahkan pengaturan keuangan dan membuat
prioritas kepada istrinya, Ibu SA, karena menurutnya uangnya juga buat
kebutuhan rumah tangga dan untuk anak juga. Akan tetapi Bapak RO juga
mengaku bahwa dia pernah sesekali menyimpan uang hasil pendapatannya
untuk membeli rokok dan kopi selain memberikan uangnya kepada Ibu SA.
Bapak RO juga menyerahkan keputusan membeli pangan dan menentukan
menu makan di rumah tangga kepada Ibu SA. Selain itu untuk urusan
pengambilan keputusan tentang aset rumah tangga, meminjam uang kepada
tetangga, meminta bahan pangan kepada tetangga, dan mengambil keputusan
untuk berhutang ke warung Bapak RO dan Ibu SA berdiskusi terlebih dahulu
sebelum memutuskan.
Salah satu rumah tangga petani agroforestri yang tidak tahan pangan
yang ditemui pada penelitian ini adalah rumah tangga Bapak MJ (72 tahun) dan
Ibu KO (70 tahun). Bapak MJ dan Ibu KO hidup bersama tujuh anaknya dan
ibu dari keduanya yang sudah berusia 126 tahun dan 100 tahun. Meskipun
telah berusia lanjut, Bapak MJ dan Ibu KO keduanya tetap pergi ke kebun dan
sawah. Bapak MJ memiliki lahan sawah seluas dua hektar. Namun, pertanian
yang ditanami saat ini mengalami gagal panen yang terjadi akibat sawahnya
kekurangan air setelah ditanami, sehingga Bapak MJ harus menanggung
kerugian modal yang sudah dikeluarkan. Bapak MJ mengeluarkan uang sebesar
dua juta rupiah untuk modal pertanian. Menurut Bapak MJ, usahatani miliknya
berada di daerah dataran tinggi yang tidak ada pengairan. Pepohonan yang
berada di sekitar sawah dan kebun menyerap banyak air. Ketersediaan beras
keluarga Bapak MJ saat ini berasal dari sisa padi pada saat gagal panen
tersebut yang cukup untuk mencukupi keluarga selama 20 hari. Ketersediaan
beras lainnya didapatkan dengan cara membeli pangan di pasar Leuwiliang.
Pak MJ menuturkan, seringkali sejak pagi hari sampai sore hari belum
memasak nasi dikarenakan tidak tersedianya beras di rumah. Pak MJ juga
menuturkan dirinya cukup makan satu kali dikarenakan anggota keluarga yang
cukup banyak membuatnya harus lebih berhemat. Cara lain yang dapat
dilakukan untuk mendapat makanan, yaitu dengan cara mengonsumsi singkong
yang terdapat di kebun miliknya. Rumah tangga Bapak MJ jarang mendapat
kiriman makanan dari tetangga sekitar dan tidak mendapat bantuan pangan dari
pemerintah, sehingga Bapak MJ sangat mengharapkan adanya bantuan pangan
berupa beras dari pemerintah untuk membantunya ketika mengalami gagal
panen.
Modal yang didapatkan Bapak MJ dalam menjalankan pertaniannya
adalah dengan melakukan kredit modal dengan bandar yang ada di pasar. Saat
ini, karena sering dilanda gagal panen, Bapak MJ memiliki hutang sejumlah 12
juta rupiah. Beliau bercerita bahwa kegiatan kredit modal dilakukan bersama
saudara dan tetangganya untuk komoditas timun dan kacang. Akan tetapi,
panennya tidak selalu mendapatkan hasil yang baik. Ketika berjalan lancar,
produksi timun dan kacang dapat mencapai satu ton, tetapi ketika tidak berjalan
lancar produksi timun dan jagung hanya mencapai tujuh kilogram. Sama
58
halnya dengan gagal panen padi yang saat ini dialami Bapak MJ, delapan liter
gabah yang seharusnya mendapatkan satu setengah ton, Bapak MJ hanya
mendapatkan 30 liter beras. Kegiatan tolong menolong di lingkungan sekitar
rumah Bapak MJ seringkali terjadi terutama ketika ada tetangga yang
membutuhkan beras karena belum masak nasi untuk anak-anaknya. Menurut
Bapak MJ selama masih mampu, ada kewajiban untuk ditolong. Akan tetapi,
Bapak MJ sangat keberatan dan merasa malu untuk meminta bahan pangan
kepada orang di sekitarnya, seperti tetangga dekat, tetangga jauh, maupun
saudara sendiri. Menurutnya untuk makan mengapa harus mengemis kepada
orang lain. Konsumsi pangan rumah Bapak MJ pada 24 jam yang lalu adalah
timun oncom, pare, dan ikan asin peda. Biasanya ada dua orang yang bertugas
memasak di rumah bapak MJ, yaitu anaknya dan istrinya.
Ibu KO dalam pertanian agroforestri rumah tangganya berperan dalam
kegiatan pengadaan benih atau bibit tanaman, persiapan lahan, penanaman,
pendangiran, dan pemanenan tanaman non kayu. Dalam pertanian padi sawah
Ibu KO berperan dalam kegiatan pertanian padi sawah dengan melakukan
kegiatan pengadaan benih, penanaman, penyiangan, dan pemanenan, serta
dalam peran mempersiapkan makanan, Ibu KO bertugas berbelanja dan
memasak. Bapak MJ dalam pertanian agroforestri berperan dalam pengadaan
benih dan bibit tanaman, persiapan lahan, penanaman, pengendalian hama dan
penyakit tanaman, pemanenan kayu dan pemanenan bukan kayu. Pada
pertanian padi sawah Bapak MJ berperan dalam pengendalian benih atau bibit
tanaman, persiapan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pengendalian
hama dan penyakit tanaman, dan pemanenan. Pada peran persiapan makanan
Bapak MJ seringkali bergantian berbelanja pangan untuk kebutuhan rumah
tangga di pasar, seperti pada kebutuhan beras yang tidak dapat tercukupi dari
hasil pertanian. Dalam aktivitas keuangan, Bapak MJ dan Ibu KO memiliki
kesempatan yang sama untuk memasarkan hasil pertanian agroforestri maupun
hasil pertanian padi sawah.
Dalam mengambil keputusan, Bapak MJ dan Ibu KO saling sepakat
dalam menentukan komoditas apa yang akan ditanam. Saat ini keduanya
sepakat untuk menanam tanaman timun, kacang pada pertanian agroforestri
dan padi untuk pertanian padi sawah. Akan tetapi, untuk urusan persiapan
lahan, jumlah yang akan ditanami, dan urusan lahan yang dibudidayakan hanya
diputuskan oleh Bapak MJ. Bapak MJ mengatakan, untuk mengurusi lahan, di
keluarganya tidak ada yang bisa mengatasinya selain dirinya, termasuk dalam
urusan menjual lahan. Pengambilan keputusan dalam menjual pangan hasil
panen juga diputuskan oleh Bapak MJ. Hal ini karena penjualan pangan hasil
panen terikat dengan kredit usahatani dengan bandar yang memberikan modal.
Selain itu, menurutnya istri dan anaknya lebih baik hanya mendapatkan hasil
panen dan uang hasil penjualannya saja. Bapak MJ juga sebagai pengambil
keputusan cara mengalokasikan kayu-kayuan, seluruh keputusan tentang
keuangan, dan juga seluruh keputusan yang berkaitan dengan pangan. Bapak
MJ bercerita bahwa istrinya hanya mengikuti apa yang diputuskan oleh suami
meskipun kegiatan tersebut juga dijalankan oleh sang istri, Ibu KO.
59
6.5 Ikhtisar
Bab ini akan membahas mengenai pembagian peran gender pada rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Peran pada penelitian ini diartikan
sebagai partisipasi atau keterlibatan responden dalam kegiatan pengelolaan
pangan, diantaranya (1) pengelolaan pertanian agroforestri, (2) pengelolaan
pertanian padi sawah, (3) penyediaan makanan, dan (4) aktivitas keuangan.
Pembagian peran dilihat berdasarkan partisipasi perempuan dan laki-laki pada
setiap kegiatan dan juga dilihat berdasarkan curahan waktu responden dalam
setiap kegiatan.
Pembagian peran pada penelitian ini dikategorikan menjadi dominan laki-
laki, setara, dan dominan perempuan. Pada pembagian peran yang dilihat
berdasarkan partisipasi, kategori dominan laki-laki berarti laki-laki lebih banyak
partisipasi dalam peran pengelolaan pangan dibandingkan perempuan. Begitu juga
sebaliknya, apabila data menunjukkan bahwa perempuan lebih banyak
berpartisipasi dalam pengelolaan pangan rumah tangga petani agroforestri, maka
rumah tangga tersebut dikategorikan menjadi dominan perempuan. Sementara
rumah tangga yang dikategorikan setara berarti laki-laki dan perempuan memiliki
peran yang seimbang yang dilihat dari banyaknya peran yang dilakukan peran
laki-laki dan perempuan yang menunjukkan skor imbang.
Pembagian peran yang dilihat berdasarkan curahan waktu dihitung dari nilai
rata-rata curahan waktu laki-laki dan perempuan dalam peran pertanian
agroforestri, pertanian padi sawah, dan penyediaan makan. Laki-laki yang
memiliki nilai rata-rata curahan waktu lebih banyak dibanding perempuan
dikategorikan menjadi dominan laki-laki, begitu juga sebaliknya. Apabila nilai
rata-rata curahan waktu laki-laki dan perempuan menunjukkan nilai yang
seimban, maka rumah tangga tersebut dikategorikan menjadi setara.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa laki-laki dominan berpartisipasi dalam
pembagian peran rumah tangga petani agroforestri. Berdasarkan Tabel 7.1
terdapat 68,3 persen rumah tangga yang termasuk dalam kategori dominan laki-
laki. Adapun jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat
pembagian peran rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu terdapat
pada Tabel 7.1.
Tabel 7.1 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan pembagian peran
gender rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Pembagian Peran Jumlah Persentase (%)
Dominan laki-laki 41 68,3
Setara 6 10,0
Dominan perempuan 13 21,6
Total 60 100,0
61
Tabel 7.2 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam pengelolaan pertanian agroforestri rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Pengelolaan Tidak
Laki-laki Setara Perempuan Total
Pertanian Melakukan
Agroforestri N % n % N % n % N %
Pengadaan benih
22 37 17 28 5 8 16 27 60 100
atau bibit tanaman
Persiapan lahan 47 78 6 10 0 0 7 10 60 100
Penanaman 22 37 25 42 10 17 3 5 60 100
Pemupukan 25 42 16 27 2 3 17 28 60 100
Pendangiran 21 35 16 27 15 25 8 13 60 100
Pengendalian hama
dan penyakit 28 47 5 8 1 2 26 43 60 100
tanaman
Pemanenan kayu 9 15 2 3 0 0 49 82 60 100
Pemanenan non
13 22 19 32 5 8 23 38 60 100
kayu
ketika suaminya pergi ke kebun pada pagi hari dirinya tidak ikut karena harus
memasak.
“Kalo kayu ada yang numbuh sendiri, ada juga yang ditebar bibitnya,
kalo jengjeng ditebar bibitnya, terus kalo udah ditebang satu kali, itu
udah gak usah ditanem lagi, karena bisa tumbuh lagi dari sisa kayu
abis nebangnya” (Bapak RO, 55 tahun)
Tabel 7.3 Perbandingan nilai rata-rata curahan waktu berdasarkan gender menurut
pembagian peran pertanian agroforestri rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Nilai Rata-rata Curahan Waktu
Pengelolaan Pertanian Agroforestri (Jam)
Laki-laki Perempuan
Pengadaan benih atau bibit tanaman 2,69 1,08
Persiapan lahan 22,40 1,91
Penanaman 9,92 7,55
Pemupukan 4,93 2,23
Pendangiran 9,00 4,90
Pengendalian hama dan penyakit
3,51 0,68
tanaman
Pemanenan kayu 0,95 0,10
Pemanenan non kayu 6,77 3,00
Total 60,21 21,48
Seperti pada pertanian agroforestri, pada pertanian padi sawah peran dalam
persiapan lahan, seperti kegiatan mencangkul dan membajak sawah cenderung
dilakukan oleh laki-laki. Hal ini karena kegiatan persiapan lahan dianggap sebagai
pekerjaan berat untuk wanita. Tabel 7.4 menggambarkan secara lebih rinci
sebaran jawaban rumah tangga berdasarkan pembagian peran dalam pengelolaan
pertanian padi sawah dari mulai pembibitan hingga pemanenan dalam rumah
tangga.
64
Tabel 7.4 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam pengelolaan pertanian padi sawah rumah tangga
petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Pengelolaan Tidak
Laki-laki Setara Perempuan Total
Pertanian Padi Melakukan
Sawah n % n % n % n % N %
Pengadaan benih/
15 25 31 52 7 12 7 12 60 100
bibit tanaman
Persiapan lahan 51 85 4 7 0 0 5 8 60 100
Penanaman 2 3 3 5 47 78 8 13 60 100
Penyiangan 4 7 6 10 41 68 9 15 60 100
Pemupukan 27 45 22 37 6 10 5 8 60 100
Pengendalian hama
dan penyakit 49 82 2 3 3 5 6 10 60 100
tanaman
Pemanenan 5 8 46 77 3 5 6 10 60 100
Salah satu tokoh masyarakat, Bapak PU (60 tahun) yang menjadi informan
dalam penelitian ini menyebutkan pekerjaan mempersiapkan umumnya
merupakan pekerjaan laki-laki. Akan tetapi, menurut beliau tidak ada aturan yang
melarang dengan tegas perempuan untuk mengerjakan hal tersebut. Beliau
mengibaratkan seorang perempuan yang mengerjakan pekerjaan memiliki sifat
seperti laki-laki.
“Kalo di sini nyangkul itu umumnya kerjaan laki-laki, kalau
perempuan juga bisa, tapi itu kan pekerjaan berat, kasian ke
perempuannya, Neng. Tapi di sini ada juga perempuan yang
nyangkul. Kalo diibaratin, orangnya paling jagoan di kampung
ini. Biasa nyangkul, terus pernah malem-malem orangnya
ngambilin keong di sawah, pas ditanya „mau kemana, Mak?‟
„Mau ngambil keong di sawah‟, begitu Neng pokoknya udah
kayak laki-laki.” (Bapak Pulung, 60 tahun)
Sementara itu salah satu responden Ibu IR, 37 tahun, menuturkan bahwa
pekerjaan mencangkul dalam persiapan lahan menyebabkan perempuan
mengalami sakit di pinggang.
Selain itu, salah satu responden penelitian ini, Bapak MJ (72 tahun)
melarang perempuan melakukan kegiatan mencangkul, beliau
65
membuat tanah menjadi keras dan sulit untuk dibajak, sehingga hal ini membuat
kegiatan persiapan lahan lebih lama dijalankan akibat dari mengerasnya tanah.
Tabel 7.6 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam penyediaan makanan rumah tangga petani
agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten
Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tidak
Penyediaan Laki-laki Setara Perempuan Total
Melakukan
Makanan
n % n % n % n % N %
Berbelanja
0 0 3 5 57 95 0 0 60 100
kebutuhan pangan
Memasak 0 0 1 2 59 98 0 0 60 100
Tabel 7.7 Perbandingan nilai rata-rata curahan waktu berdasarkan gender menurut
pembagian peran penyediaan makanan rumah tangga petani agroforestri
di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, tahun 2020
Jumlah Curahan Waktu
Pembagian peran (Jam)/hari
Laki-laki Perempuan
Penyediaan makanan
Berbelanja kebutuhan pangan 0,008 0,26
Memasak 0,016 1,62
Total 0,025 1,89
Tabel 7.8 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tingkat pembagian
peran gender dalam aktivitas keuangan rumah tangga petani agroforestri
di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa
Barat, tahun 2020
Tidak Total
Aktivitas Laki-laki Setara Perempuan
Melakukan
Keuangan
n % n % n % n % N %
Pemasaran hasil
39 65 10 17 6 10 5 8 60 100
agroforestri
Pemasaran hasil
10 17 5 8 7 12 38 63 60 100
padi sawah
agroforestri (65 persen). Pada penelitian ini, responden ketika ditanyakan hal yang
mendasari atau alasan adanya pembagian peran tersebut umumnya menjawab
dengan kalimat “tidak tahu”, “ya begitu aja”, “sudah jadi kebiasaan”, atau
“perempuan tidak bisa mengerjakannya. Hal ini juga menunjukkan bahwa
perilaku seseorang didapatkan dari kebiasaan yang ada dalam masyarakat.
Pertanian di Desa Sukaluyu yang berasal dari turun temurun memungkinkan
rumah tangga petani mencontoh perilaku pendahulu/ orang tua dalam hal
pengelolaan pertanian. Selain itu, Saptari (1997) menyebutkan adanya nilai
pengucilan perempuan pada bidang-bidang tertentu menutup kemungkinan
perempuan untuk melakukan pekerjaan tertentu dan seringkali diperkuat dengan
berbagai macam pantangan, seperti pantangan dalam bekerja membajak.
7.5 Ikhtisar
Tabel 8.1 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tipe pengambilan
keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Pengambilan Keputusan Jumlah Persentase (%)
Dominan Laki-Laki 17 28,3
Setara 3 5,0
Dominan Perempuan 40 66,7
Total 60 100,0
Tabel 8.2 Jumlah dan persentase rumah tangga berdasarkan tipe pengambilan
keputusan dalam aspek pertanian, keuangan, dan pangan di rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Dominan Dominan
Tipe Pengambilan Setara Total
Laki-laki Perempuan
Keputusan
n % n % n % N %
Pengelolaan Pertanian 60 100
Menentukan alokasi lahan
35 58 23 38 2 3 60 100
untuk budidaya
Menentukan jenis tanaman
31 52 27 45 2 3 60 100
yang akan dibudidayakan
Memutuskan hasil panen
tanaman pangan dijual atau 20 33 28 47 12 20 60 100
dikonsumsi
Mengalokasikan hasil panen
36 60 24 40 0 0 60 100
non pangan (kayu-kayuan)
Pengaturan Keuangan 60 100
Menetapkan anggaran
17 28 5 8 38 63 60 100
belanja non pangan
Menetapkan prioritas
16 27 5 8 39 65 60 100
pengeluaran
Meminta bantuan dari
tetangga/ saudara/ kerabat
10 17 38 63 12 20 60 100
saat mengalami kesulitan
keuangan
Mempunyai ide mencari
16 27 41 68 3 5 60 100
pekerjaan tambahan
Mempunyai ide menjual aset
12 20 47 78 1 2 60 100
saat kesulitan keuangan
Penyediaan Pangan 60 100
Membeli cadangan pangan 3 5 6 10 51 85 60 100
Menetapkan anggaran
9 15 3 5 48 80 60 100
belanja untuk pangan
Mengatur menu makan di
3 5 2 3 55 92 60 100
rumah
Mempunyai ide berhutang ke
9 15 38 63 13 22 60 100
warung saat kesulitan pangan
Meminta bantuan kepada
tetangga/ saudara/ kerabat/
4 7 43 72 13 22 60 100
saat mengalami kesulitan
pangan
mengatur kebutuhan rumah tangga. Seperti pada penuturan Bapak RO, keuangan
rumah tangga dipegang oleh istri karena istri mengatur banyak kebutuhan untuk
rumah tangga termasuk mengatur kebutuhan uang jajan anak.
“Ya kita juga pernah lah ya, diem-diem nyimpen uang buat rokok
ama kopi. Misalnya uangnya ada 300 ribu, dikasih 250 ribu
untuk istri, 50 ribu lagi kita kantongin buat beli rokok dan kopi.
Jadi kadang nggak dikasih semua ama istri.”(Bapak RO, 55
tahun)
adanya alokasi tanah yang mencukupi. Privatisasi lahan untuk laki-laki diketahui
dapat memperlemah perempuan untuk terlibat dalam produksi pertanian.
Pengambilan keputusan terkait menetapkan anggaran belanja non pangan
dan membuat prioritas juga diidentifikasi memiliki hubungan dengan ketahanan
pangan rumah tangga. Perempuan ketika menjadi pengambil keputusan dalam
pengaturan keuangan cenderung berorientasi pada pemenuhan kebutuhan rumah
tangga, sedangkan laki-laki cenderung berorientasi pada pemenuhan pribadinya.
Berdasarkan perbedaan orientasi tersebut, penelitian ini menilai perempuan lebih
mendukung tercapainya ketahanan pangan pada rumah tangga petani agroforestri.
Selain itu pengambilan keputusan rumah tangga terkait menetapkan
anggaran belanja untuk pangan dan mengatur menu makan di rumah juga
diidentifikasi memiliki hubungan dengan ketahanan pangan rumah tangga. Selain
berorientasi pada tanaman pangan untuk konsumsi rumah tangga, perempuan juga
cenderung berorientasi dalam keamanan gizi dalam rumah tangga dengan memilih
pangan yang dianggap bergizi dan baik untuk kesehatan keluarga. Adapun jumlah
dan persentase rumah tangga tahan pangan berdasarkan tipe pengambilan
keputusan terdapat pada Tabel 8.3 dan jumlah dan persentase rumah tangga rentan
pangan berdasarkan tipe pengambilan keputusan terdapat pada Tabel 8.4.
Tabel 8.3 Jumlah dan persentase rumah tangga tahan pangan berdasarkan tipe
pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun
2020
Dominan Dominan
Tipe Pengambilan Setara Total
Laki-laki Perempuan
Keputusan
n % n % n % N %
Pengelolaan Pertanian
Menentukan alokasi lahan
11 39 15 54 2 7 28 100
untuk budidaya
Menentukan jenis tanaman
14 50 12 43 2 7 28 100
yang akan dibudidayakan
Memutuskan hasil panen
tanaman pangan dijual atau 5 18 15 54 8 29 28 100
dikonsumsi
Pengaturan Keuangan
Menetapkan anggaran 7 25 0 0 21 75 28 100
belanja non pangan
Membuat prioritas
7 25 1 4 20 71 28 100
pengeluaran keuangan
Menetapkan anggaran
2 7 3 11 23 82 28 100
belanja untuk pangan
Penyediaan Pangan
Mengatur menu makan di
1 4 2 7 25 89 28 100
rumah
74
Tabel 8.4 Jumlah dan persentase rumah tangga rentan pangan berdasarkan tipe
pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun
2020
Dominan Dominan
Tipe Pengambilan Setara Total
Laki-laki Perempuan
Keputusan
n % n % n % N %
Pengelolaan Pertanian
Menentukan alokasi lahan
24 75 8 25 0 0 32 100
untuk budidaya
Menentukan jenis tanaman
17 53 15 47 0 0 32 100
yang akan dibudidayakan
Memutuskan hasil panen
tanaman pangan dijual atau 15 47 13 41 4 13 32 100
dikonsumsi
Pengaturan Keuangan
Menetapkan anggaran 32
10 31 5 16 17 53 100
belanja non pangan
Menetapkan prioritas 32
9 28 4 13 19 59 100
pengeluaran
Menetapkan anggaran 32
7 22 0 0 25 78 100
belanja untuk pangan
Penyediaan Pangan
Mengatur menu makan di
2 6 0 0 30 94 32 100
rumah
8.3 Ikhtisar
Tabulasi silang dan hasil uji korelasi rank spearman antara pembagian
peran rumah tangga dengan tipe pengambilan keputusan rumah tangga petani
terdapat pada Tabel 9.1. Berdasarkan Tabel 9.1, diperoleh hasil bahwa pembagian
peran dalam rumah tangga yang dominan dilakukan oleh laki-laki memiliki
pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan. Sementara
pembagian peran dalam rumah tangga yang dilakukan secara setara memiliki
pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan. Dari semua
rumah tangga dengan pembagian peran yang dominan dilakukan oleh perempuan,
sebanyak 92,3 persen memiliki pengambilan keputusan yang dominan dilakukan
oleh perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa baik peran yang dominan dilakukan
laki-laki, setara, maupun yang dominan dilakukan perempuan pada rumah tangga
petani agroforestri Desa Sukaluyu tetap berada pada pengambilan keputusan yang
dominan dilakukan oleh perempuan.
Tabel 9.1 Hubungan tingkat pembagian peran dalam rumah tangga dengan tipe
pengambilan keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa
Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun
2020
Pengambilan Keputusan
Pembagian Dominan Setara Dominan Total Koefisien
Peran Laki-Laki Perempuan Korelasi
n % n % n % N %
Dominan
14 34,1 3 7,3 24 58,5 41 100
Laki-laki
Setara 2 33,3 0 0 4 66,7 6 100
.262*
Dominan
1 7,7 0 0 12 92,3 13 100
Perempuan
Total 17 28,3 3 5 40 66,7 60 100
Keterangan: *korelasi signifikansi pada level 0.05 (2-tailed)
77
Berdasarkan hasil tabulasi silang pada Tabel 9.1 hasil uji statistik rank
*
spearman menunjukkan bahwa koefisien korelasi sebesar .262 dengan nilai
probabilitas .043. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan dengan tingkat
kekuatan yang cukup antara tingkat pembagian kerja dengan tingkat pengambilan
keputusan rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu. Peran pertanian
yang umumnya dijalankan oleh laki-laki pada sebaran pola pengambilan
keputusan umumnya laki-laki yang dominan mengambil keputusan dalam
pertanian. Selain itu, ditemukan bahwa laki-laki yang utamanya menjalankan
aktivitas keuangan dalam rumah tangga seringkali memberikan tanggung jawab
kepada istri dalam pengaturan pengeluaran keuangan dan menetapkan prioritas
pengeluaran untuk rumah tangga. Ini menyebabkan pengambilan keputusan dalam
penelitian ini cenderung banyak diputuskan oleh perempuan sehingga baik peran
yang dominan dilakukan laki-laki, setara, maupun yang dominan dilakukan
perempuan pada rumah tangga petani agroforestri Desa Sukaluyu tetap berada
pada pengambilan keputusan yang dominan dilakukan oleh perempuan.
78
Tabel 10.1 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dengan ketahanan pangan dan dimensinya
Nilai Nilai Keterangan
Hubungan
Korelasi Probabilitas
Hubungan tipe pengambilan
Keputusan dengan ketahanan 0,185 0,079 Tidak signifikan
pangan rumah tangga
Hubungan tipe pengambilan
keputusan dengan dimensi
0,295* 0,011 Signifikan
ketersediaan pangan rumah
tangga
Hubungan tipe pengambilan
keputusan dengan dimensi akses 0,166 0,102 Tidak signifikan
pangan rumah tangga
Hubungan tipe pengambilan
keputusan dengan dimensi 0,213 0,051 Tidak signifikan
pemanfaatan
Keterangan: *korelasi signifikansi pada level 0.05 (1-tailed)
cukup kuat. Jika dilihat menggunakan tabulasi silang, maka akan dihasilkan seperti
tabel berikut:
Tabel 10.4 Hubungan tipe pengambilan keputusan dengan tingkat akses pangan
rumah tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Tipe Tingkat Akses Pangan Rumah Tangga
Pengambilan Kurang Mudah Mudah Total
Keputusan n % n % N %
Dominan Laki-
10 58,8 7 41,2 17 100
laki
Setara 3 100 0 0 3 100
Dominan
18 45 22 55 40 100
Perempuan
Total 31 51,7 29 48,3 60 100
81
Tabel 10.1 menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif yang tidak signifikan
antara tipe pengambilan keputusan dengan tingkat akses pangan rumah tangga
serta memiliki tingkat kekuatan hubungan yang sangat lemah. Walaupun demikian,
berdasarkan hasil uji tabulasi silang diketahui adanya kecenderungan bahwa
semakin dominan perempuan dalam mengambil keputusan maka semakin mudah
akses pangan rumah tangga petani agroforestri.
Tiga aspek tersebut antara lain aspek pengelolaan pertanian, pengaturan keuangan,
dan aspek penyediaan makan dengan ketahanan pangan dan dimensinya.
Tabel 10.6 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dalam aspek pengelolaan pertanian dengan ketahanan pangan rumah
tangga dan dimensinya
Nilai Nilai
Pengelolaan Pertanian Keterangan
Korelasi Probabilitas
Hubungan tipe pengambilan
keputusan dalam menentukan
alokasi lahan untuk budidaya 0,381** 0,001 Signifikan
dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri
Hubungan tipe pengambilan
keputusan dalam menentukan
alokasi lahan untuk budidaya 0,496** 0,000 Signifikan
dengan tingkat ketersediaan pangan
rumah tangga petani agroforestri
Hubungan pengambilan keputusan
dalam menentukan jenis tanaman
Tidak
yang akan dibudidayakan dengan 0,045 0,366
signifikan
tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri
Hubungan pengambilan keputusan
dalam menentukan jenis tanaman
yang akan dibudidayakan dengan 0,221* 0,045 Signifikan
tingkat ketersediaan pangan rumah
tangga petani agroforestri
Hubungan pengambilan keputusan
dalam menentukan hasil panen
tanaman pangan dijual atau
0,331** 0,005 Signifikan
dikonsumsi dengan tingkat
ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri
Keterangan: *korelasi signifikansi pada level 0.05 (1-tailed)
**korelasi signifikansi pada level 0.01 (1-tailed)
83
yang positif dan signifikan antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan
alokasi lahan untuk budidaya dengan tingkat ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri serta memiliki tingkat kekuatan hubungan yang sangat lemah.
Menurut penuturan rumah tangga Bapak RO (55 tahun) dan Ibu SA,
mereka saling mengonfirmasi bahwa Bapak RO (55 tahun) memiliki
pekerjaan di luar tani yang mengharuskan sang istri mengatur pekerjaan
laki-laki, seperti persiapan lahan.
“Selain tani saya kerja serabutan, apa aja kalau ada yang
nyuruh, kalo beberapa tahun belakang ini jadi kuli bangunan,
jadi kadang nggak di rumah, kalo saya pergi pas tani, biasanya
suka istri aja yang ngatur.” (Bapak RO, 55 tahun)
“Iya dia mah, kadang nggak tau apa-apa soal kuli cangkul, Ibu
aja yang ngurusin, yang ngupahin Ibu.” (Ibu SA, 44 tahun)
Hasil uji korelasi rank spearman antar variabel menunjukkan bahwa nilai
koefisien korelasi sebesar 0.045 serta nilai probabilitas sebesar 0.366. Angka
tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menentukan jenis tanaman yang akan dibudidayakan pada kategori sangat lemah
dan tidak signifikan. Walaupun demikian, berdasarkan hasil uji tabulasi silang
diketahui adanya kecenderungan bahwa semakin dominan perempuan dalam
mengambil keputusan tentang menentukan jenis tanaman yang akan
dibudidayakan, maka semakin tahan pangan ketahanan pangan rumah tangganya.
Bibit atau benih pohon kayu berasal dari tanaman induk yang telah ditanam
sebelumnya, yaitu dari pohon yang telah ditebang atau tumbuh secara alami
karena benih terbawa angin.
Hasil uji statistik rank spearman pada Tabel 10.6 menunjukkan bahwa
terdapat hubungan positif yang signifikan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menentukan hasil panen tanaman pangan dijual atau dikonsumsi dengan tingkat
ketersediaan pangan rumah tangga petani agroforestri. Selain itu, tingkat kekuatan
hubungannya juga menunjukkan hubungan yang cukup kuat.
Tabel 10.12 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dalam aspek pengaturan keuangan dengan ketahanan pangan rumah
tangga
Pengaturan Keuangan Nilai Nilai Keterangan
Korelasi Probabilitas
Hubungan pengambilan
keputusan dalam menetapkan
anggaran belanja non pangan
0.204 0.059 Tidak signifikan
dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri
di Desa Sukaluyu
Hubungan pengambilan
keputusan dalam menetapkan
prioritas pengeluaran dengan 0.126 0.168 Tidak signifikan
tingkat ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri
Hubungan pengambilan
keputusan dalam menetapkan
anggaran belanja untuk pangan 0.114 0.192 Tidak signifikan
dengan tingkat ketahanan pangan
rumah tangga petani agroforestri
Hubungan pengambilan
keputusan dalam menetapkan
anggaran belanja untuk pangan
-0.006 0.481 Tidak signifikan
dengan tingkat pemanfaatan
pangan rumah tangga petani
agroforestri
Dilakukan uji korelasi rank spearman antar variabel dan didapatkan hasil
koefisien korelasi sebesar 0.114 serta nilai probabilitas sebesar 0.192. Angka
tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menetapkan anggaran belanja untuk pangan dengan tingkat ketahanan pangan
oleh rumah tangga berada pada kategori sangat lemah dan tidak signifikan.
Beberapa kasus ditemukan bahwa perempuan sebagai pengambil keputusan
dalam menetapkan anggaran belanja seringkali dipengaruhi oleh faktor kebiasaan
dalam rumah tangga. Seperti pada alokasi uang untuk pemenuhan konsumsi kopi
dan rokok untuk suami mereka. Pada penelitian ini, diketahui hampir seluruh laki-
laki di rumah tangga petani agroforestri tidak terlepas dari kebutuhan rokok dan
kopi. Ditemukan kasus perempuan sebagai pengambil keputusan dalam
menetapkan anggaran belanja pangan yang menganggap rokok dan kopi untuk
suami mereka sebagai kebutuhan yang harus selalu tersedia dalam rumah tangga
meskipun harus mengurangi anggaran belanja untuk pangan rumah tangga.
Seperti pada penuturan Ibu LI (55 tahun) bahwa kopi dan rokok harus selalu ada
di rumah karena sudah menjadi kebutuhan, meskipun dalam pemenuhannya harus
mengorbankan risiko dapur. Istilah risiko dapur dalam penelitian ini diartikan
sebagai kebutuhan pangan dalam rumah tangga.
“Kopi dan rokok di rumah harus selalu ada terus buat suami
karena ya udah jadi kebutuhan, Neng. Kadang ya meskipun
harus ngorbanin risiko dapur, Neng” (Ibu LI, 55 tahun)
(50 tahun) yang mengatakan pernah tidak jadi beli lauk dikarenakan
menggunakan uangnya untuk membayar listrik.
“..iya pernah Neng, Ibu nggak jadi beli lauk waktu itu, uangnya mau
dipake buat bayaran listrik” (Ibu BE, 50 tahun)
pendapatan yang dimiliki oleh perempuan sendiri. Pada penelitian ini kecukupan
keuangan dinilai menjadi pertimbangan perempuan dalam memilih pangan. Pada
penelitian ini ditemukan rumah tangga yang tidak merencanakan anggaran
kebutuhan pangannya karena kondisi keuangan rumah tangga yang terbatas.
Keterbatasan keuangan pada penelitian ini membuat laki-laki sebagai pemberi
pendapatan sering kali tidak protes tentang jenis pangan yang dibeli oleh
perempuan.
Tabel 10.17 Hasil uji korelasi rank spearman antara tipe pengambilan keputusan
dalam aspek penyediaan makan dengan ketahanan pangan rumah
tangga petani agroforestri di Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor, Jawa Barat, tahun 2020
Penyediaan Makan Nilai Nilai Keterangan
Korelasi Probabilitas
Hubungan pengambilan
keputusan dalam mengatur menu
makan di rumah dengan tingkat -0.166 0.103 Tidak signifikan
ketahanan pangan rumah tangga
petani agroforestri
Hubungan pengambilan
keputusan dalam mengatur menu
makan di rumah dengan tingkat -0.166 0.103 Tidak signifikan
pemanfaatan pangan rumah
tangga petani agroforestri
Berdasarkan Tabel 10.17 diperoleh hasil bahwa tidak ada hubungan yang
signifikan antara pengambilan keputusan dalam aspek penyediaan makan dengan
ketahanan pangan ataupun dengan dimensi pemanfaatan pangan. Hal ini
ditunjukkan berdasarkan nilai probabilitas yang lebih besar dari 0,05. Selain itu
nilai korelasi keduanya menunjukkan nilai yang negatif yang berarti hubungan
antara pengambilan keputusan dalam mengatur menu makan di rumah dengan
ketahanan pangan dan dimensi pemanfaatan pangan menunjukkan hubungan yang
negatif.
95
Dilakukan uji korelasi rank spearman antar variabel dan didapatkan hasil
koefisien korelasi sebesar -0.166 serta nilai probabilitas sebesar 0.103. Angka
tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menentukan menu makan di rumah dengan tingkat pemanfaatan pangan rumah
tangga berada pada kategori sangat lemah dan tidak signifikan. Tanda negatif
menunjukkan bahwa terdapat hubungan negatif antar variabel .
Diketahui bahwa perempuan yang dominan berperan penting dalam
membeli pangan untuk rumah tangga dan mengambil keputusan dalam mengatur
menu makanan di rumah seringkali tidak mempertimbangkan nilai gizi dalam
pengambilan keputusan pangan. Dominan perempuan yang diwawancarai
mengatakan konsumsi pangan rumah tangganya ditentukan oleh faktor kebiasaan,
seperti mengonsumsi ikan asin dan daun singkong yang merupakan makanan yang
umum dikonsumsi di desa. Sangat jarang rumah tangga mengonsumsi pangan
lainnya dikarenakan tidak terbiasa. Taridala (2010) menyebutkan bahwa akses
informasi mengenai gizi dan kesehatan masing-masing individu akan berpengaruh
signifikan terhadap pengalokasian penghasilan keluarga untuk membeli makanan
dan/ atau memperoleh manfaat dari makanan yang dikonsumsi. Perempuan juga
seringkali terpengaruh dari anggota keluarga yang lain dalam mengambil
keputusan. Misalnya dalam menentukan menu makanan, biasanya perempuan
mempertimbangkan menu makanan yang disukai keluarga atau anak-anak. Pada
kasus rumah tangga Ibu SA (44 tahun), beliau menuturkan selain
mempertimbangkan konsumsi ikan asin yang digemari keluarganya, dirinya juga
harus memilih jenis ikan asin yang disukai anak-anak.
rumah tangga memiliki ternak yang dapat berkontribusi dalam konsumsi pangan
protein hewani, namun ternak tidak dapat dipanen setiap waktu.
XI PENUTUP
11.1 Simpulan
11.2 Saran
Pada penelitian ini, laki-laki dominan dalam pembagian peran gender. Hal
ini tidak sesuai dengan penelitian yang menyatakan perempuan berkontribusi
lebih dibanding laki-laki dalam pengelolaan pangan. Hal ini disebabkan kuesioner
pembagian peran lebih dominan dalam peran produktif, yaitu peran dalam
pertanian agroforestri, pertanian padi sawah dan aktivitas ekonomi. Peran-peran
tersebut merupakan peran yang umumnya disematkan kepada laki-laki. Untuk itu,
penelitian selanjutnya perlu lebih selektif dalam pemilihan kuesioner penelitian.
Salah satu hipotesis dalam penelitian ini yaitu pada bagian analisis gender
menunjukkan tidak adanya hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam
menentukan menu makan di rumah dengan ketahanan pangan rumah tangga. Hal
ini dikarenakan oleh beberapa hal seperti kurangnya pengetahuan gizi pengambil
keputusan atau ada faktor kebiasaan yang ada di masyarakat. Untuk itu bagi pihak
peneliti selanjutnya perlu dilakukan penelitian lebih lanjut pada tema yang sama
untuk mengukur lebih detail mengenai pengetahuan gizi pengambil keputusan.
Hal ini dimaksudkan untuk melihat lebih dalam mengenai teori yang menyatakan
bahwa perempuan lebih berorientasi terhadap pemenuhan gizi rumah tangga
dibanding laki-laki.
Selain itu, pada penelitian ini ditemukan hubungan positif dan signifikan
antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan alokasi lahan untuk
budidaya dengan ketahanan pangan rumah tangga petani agroforestri dan juga
hubungan antara tipe pengambilan keputusan dalam menentukan jenis tanaman
100
yang akan dibudidayakan. Hubungan ini tidak terlepas dari pengaruh eksternal
yaitu pengaruh iklim, pekerjaan di luar pertanian, luas lahan yang dibudidayakan,
dan status kepemilikan lahan. Untuk itu, perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk menganalisis faktor determinan lainnya yang memiliki hubungan dengan
ketahanan pangan rumah tangga petani. Penelitian selanjutnya juga dapat
menganalisis ketahanan pangan rumah tangga pada dengan membedakan musim
atau membedakan luas lahan dan status kepemilikan lahan.
Selanjutnya, potensi pertanian agroforestri di Desa Sukaluyu sudah
seharusnya didukung dengan kebijakan yang menguntungkan demi tercapainya
ketahanan pangan rumah tangga, seperti edukasi atau penyuluhan tentang
pertanian agroforestri sampai pada pengembangan dan pemanfaatan pertanian
agroforestri secara optimum dan penyuluhan terkait gizi pangan serta sumber-
sumber gizi yang bisa didapatkan dari hasil pertanian agroforestri. Selain itu juga
potensi pertanian agroforestri juga harus didukung dengan infrastruktur yang
mendukung tercapainya ketahanan pangan di Desa Sukaluyu, seperti sumber dan
saluran irigasi.
101
DAFTAR PUSTAKA
Adhyanti. 2018. Studi Ketahanan Pangan Rumah Tangga Suku Bajo di Kepulauan
Wakatobi Sulawesi Tenggara [tesis]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Agarwal B. 2018. Gender Equality, Food Security and The Sustainable
Development Goals. Environmental Sustainability. 34: 26-32. [diakses
2018 Nov 24]. https://doi.org/10.1016/j.cosust.2018.07.002.
Aini FN. 2014. Analisis gender dalam ketahanan pangan rumah tangga petani
hutan rakyat [skripsi]. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Amirian, Baliwati YF, Kustiyah L. 2008. Ketahanan Pangan Rumah Tangga
Petani Sawah di Wilayah Enclave Taman Nasional Bukit Barisan Selatan.
Jurnal Gizi dan Pangan . 3(3): 132-138. [diakses 2019 Jan 24].
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jgizipangan/article/viewFile/4473/2997.
Belahsen R, Naciri K, Ibrahimi AE. 2017. Food Security and Women's Roles in
Moroccan Berber (Amazigh) Society Today. Matern Child Nutr . 13(S3):
1-9. [diakses 2018 Nov 27]. https://doi.org/10.1111/mcn.12562.
Berger PL, Luckmann T. 1990. Tafsir Sosial Atas Kenyataan: Sebuah Risalah
Tentang Sosiologi Pengetahuan. Jakarta: LP3S.
Beyene F, Muche M. 2010. Determinants of Food Security among Rural
Households of Central Ethiopia: An Empirical Analysis. Quarterly
Journal of International Agriculture. 49(4): 299-318. [diakses 2018 Des
19]. https://ageconsearch.umn.edu/bitstream/155555/2/2_Beyene.pdf.
Bickel G, Nord M, Price C, Hamilton W, Cook J. 2000. Guide to Measuring
Household Food Security. [diakses 2019 Apr 1]. https://fns-
prod.azureedge.net/sites/default/files/FSGuide.pdf.
[BKP] Badan Ketahanan Pangan Daerah. 2013. Statistik Ketahanan Pangan Jawa
Barat Tahun 2013.
[BKP] Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian. 2015. Panduan
Perhitungan Pola Pangan Harapan. [diakses 2019 Feb 5].
http://bkp.pertanian.go.id/storage/app/media/Evalap/BUKU%20PEDOMA
N%20PENYUSUNAN%20PPH.pdf.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2017. Tenaga Kerja Sektor Pertanian.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2019. Kecamatan Nanggung dalam Angka. Badan
Pusat Statistik Kabupaten Bogor. [diakses 2020 Apr 23].
https://bogorkab.bps.go.id/publication/download.
Braun JV, Bouis H, Kumar S, Pandya-Lorch R. 1992. Improving Food Security of
Food: Concepty, Policy, and Programs. Washington DC (DC): IFPRI.
[diakses 2021 Feb 03].
http://ebrary.ifpri.org/utils/getfile/collection/p15738coll2/id/125511/filena
me/125542.pdf
[CFS] Committee on World Food Security. 2012. Global strategic framework for
food security and nutrition. Roma, Italy: UNFAO. [diakses 2021 Feb 15].
www.fao.org/docrep/meeting/026/ME498E.pdf.
Chung K, Haddad L, Ramakrishna J, Riely F. 1997. Identifying the Food
Insecure: The Application of Mixed-method Approaches in India.
Washington DC (DC): International Food Policy Research Institute
(IFPRI). [diakses 2019 Jan 23].
102
https://ageconsearch.umn.edu/record/42909/files/Identifying%20the%20fo
od%20insecure.pdf.
De Foresta H, Kusworo A, Michon G, Djatmiko WA. 2000. Ketika kebun berupa
hutan – Agroforest khas Indonesia – Sumbangan masyarakat bagi
pembangunan berkelanjutan. Bogor: International Centre for Research in
Agroforestry, France: Recherche pour le Development, dan Jakarta: Ford
Foundation. Jakarta: SMT Grafika Desa Putera.
De Foresta H, Michon G. 1997. The agroforest alternative to Imperata grasslands:
when smallholder agriculture and forestry reach sustainability.
Agroforestry Systems. 36:105-120. Bogor: Indonesia World Agroforestry
Centre (ICRAF). [diakses 2021 Feb 21].
https://www.researchgate.net/publication/226354978_The_agroforest_alte
rnative_to_Imperata_grasslands_When_smallholder_agriculture_and_fore
stry_reach_sustainability/link/54c2888c0cf2911c7a492052/download.
Doss CR. 2010. If Women Hold Up Half the Sky, How Much of the World’s
Food Do They Produce?. Di dalam: FAO Report on State of Food and
Agriculture. “Women in agriculture: closing the gender gap in
development”; 2011. [diakses 2018 Des 26]. http://www.fao.org/3/a-
am309e.pdf.
Duflo E. 2005. Gender equality in development. Cambridge (MA): Massachusetts
Institute of Technology. [diakses 2021 Feb 19]
http://faculty.smu.edu/tosang/pdf/duflo.pdf
Dzanku FM. 2018. Food Security in Rural Sub-Saharan Africa: Exploring The
Nexus between Gender, Geography and Off-Farm Employment. World
Development . 113: 26-43. [diakses 2018 Nov 24].
https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2018.08.017.
Effendi S, Tukiran. 2017. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3S.
[EIU]. The Economist Intelligence Unit. 2018. Global Food Security Index:
Building Resilience in The Face of Rising Food Security Risks.
Washington DC (DC). [diakses 2019 Agu 14].
https://foodsecurityindex.eiu.com/Home/DownloadResource?fileName=EI
U%20Global%20Food%20Security%20Index%20-
%202018%20Findings%20%26%20Methodology.pdf.
Ellena R, Nongkynrih KA. 2017. Changing Gender Roles and Relations in Food
Provisioning among Matrilineal Khasi and Patrilineal Chakhesang
Indigenous Rural People of North-East India. Matern Child Nutr. 13(S3):
1-14. [diakses 2018 Nov 14]. https://doi.org/10.1111/mcn.12560.
Ene‐Obong HN, Onuoha KA, Eme PE. 2017. Gender Roles, Family
Relationships, and Household Food and Nutrition Security in Ohafia
Matrilineal Society in Nigeria. Matern Child Nutr. 13(S3): 1-13. [diakses
2018 Nov 24]. https://doi.org/10.1016/j.worlddev.2018.08.017.
Ericksen PJ, Ingram JSI, Liverman DM.2009. Food Security and Global
Environmental Change: Emerging Challenges. Environmental Science and
Policy. vol 12(2009): 373 –377. [diakses 2021 Feb 03].
https://doi.org/10.1016/j.envsci.2009.04.007
Fakih M. 1996. Analisis Gender dan Transformasi Sosial. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
103
[FAO] Food and Agriculture Organization. 1992. [The State of Food and
Agriculture [diakses 2021 Feb 03]. http://www.fao.org/3/a-t0656e.pdf.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2015. The State of Food Insecurity in
the World. [diakses 2021 Feb 03]. http://www.fao.org/3/a-i4646e.pdf.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2016. Agri-Gender Statistics Toolkit.
[diakses 2019 Mar 21]. http://www.fao.org/3/a-i5769e.pdf.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2017. The State of Food Security and
Nutrition in The World . [diakses 2019 Jul 14]. http://www.fao.org/3/a-
i7695e.pdf.
[FAO] Food and Agriculture Organization. 2018. The State of Food Security and
Nutrition in The World. [diakses 2019 Jul 14]
http://www.fao.org/3/i9553en/i9553en.pdf
[FAO] Food and Agriculture Organization. Undated. Gender Food Security:
Women in Development Service. Roma, Italy.
Fathonah TY, Prasodjo NW. 2011. Tingkat Ketahanan Pangan Rumahtangga yang
Dikepalai Pria dan Rumahtangga yang Dikepalai Wanita. Jurnal Sodality.
vol 5(2): 197-216. [diakses 2019 Mar 30].
http://journal.ipb.ac.id/index.php/sodality/article/download/5822/4490.
Fischer E, Qaim M. 2012. Gender, Agricultural Commercialization, and
Collective Action in Kenya. Food Security. 4: 441-453. [diakses 2018 Des
17]. doi: 10.1007/s12571-012-0199-7.
Hairiah K, Sardjono MA, Sambarnurdin S. 2003. Pengantar Agroforestri. Bogor:
Indonesia World Agroforestry Centre (ICRAF). [diakses 2021 Feb 18]. .
http://apps.worldagroforestry.org/sea/Publications/files/lecturenote/LN000
1-04.pdf
Hakim DA. 2016. Indeks Perkembangan dan Kemandirian Desa di Kabupaten
Sukabumi: Tantangan Pembangunan Wilayah Perdesaan [tesis]. Bogor:
Institut Pertanian Bogor. [diakses 2018 Des 20].
https://repository.ipb.ac.id/bitstream/handle/123456789/82560/2016dah.pd
f?sequence=1&isAllowed=y.
Handayani T, Sugiarti. 2008. Konsep dan Teknik Penelitian Gender. Malang:
UPT. Penerbitan Universitas Muhammadiyah Malang.
[HLPE] High Level Panel of Expert. 2017. Nutrition and Food System, report 12.
The High Level Panel of Experts on Food Security and Nutrition of the
Committee on World Food Security. [diakses 2018 Okt 28]
http://www.fao.org/3/a-i7846e.pdf.
[IFPRI] International Food Policy Research Institute. 2017. Global Hunger Index:
The Inequalities of Hunger. Washington DC (DC). [diakses 2019 Jan 21].
http://www.ifpri.org/cdmref/p15738coll2/id/131422/filename/131628.pdf.
Islam MM, Mamun MA. 2019. Beyond the risks to food availability – linking
climatic hazard vulnerability with the food access of delta-dwelling
households. Food Security. 12(2020): 37-58. [diakses 2020 Jul 05].
https://link.springer.com/content/pdf/10.1007/s12571-019-00995-y.pdf.
Kaiser ML, Hermsen J. 2015. Food Acquisition Strategies, Food Security, and
Health Status among Families with Children Using Food Pantries.
Families in Society . 96(2): 83-90. [diakses 2018 Des 17]. doi:
10.1606/1044-3894.2015.96.16.
104
Lappe FM, Rosset P, Collins J. 1998. World Hunger: 12 Myths. New York (NY):
Grove Press. [diakses 2020 Feb 03].
https://www.researchgate.net/profile/Peter_Rosset/publication/274202866
_World_Hunger_Twelve_Myths/links/55742d9c08ae7536374feb9c/World
-Hunger-Twelve-Myths.pdf
Mallick D. 2010. Are Female-Headed Households More Food Insecure? Evidence
from Bangladesh. World Development. 38(4): 593-605. [diakses 2018 Des
19]. doi: 10.1016/j.worlddev.2009.11.004.
March C, Smyth I, Mukhopadhyay M. 1999. Guide to Gender Analysis Frameworks.
[diakses 2021 Jun 15]. https://policy-practice.oxfam.org.uk/publications/a-
guide-to-gender-analysis-frameworks-115397
Moser CO. 1993. Gender Planning and Development:Theory, Practice and
Training. London (UK): Routledge . [diakses 2019 Mar 21].
https://doi.org/10.4324/9780203411940.
Patalagsa MA, Schreinemachers P, Begum S, Begum S. 2015. Sowing Seeds of
Empowerment: Effect of Women’s Home Garden Training in Bangladesh.
Agriculture & Food Security. 4(24): 1-10. [diakses 2018 Des 17]. doi:
10.1186/s40066-015-0044-2.
Pieris KWD. 2015. Ketahanan dan Krisis Pangan dalam Perspektif Malthus,
Depedensi dan Gender (Women in Development). Jurnal Hubungan
Internasional. 1. [diakses 2019 Feb 03].
http://www.journal.unair.ac.id/download-fullpapers-jhi6e16f5e39ffull.pdf
Poerwanto R. 2015. Kebutuhan Pangan dan Sistem Produksinya. Di dalam:
Khomsan A, Wahyudi AT, editor. Tantangan Generasi Muda dalam
Pertanian, Pangan, dan Energi. Hlm 63-83. Bogor: PT Penerbit IPB
Press.
[PP] Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2004 Tentang Keamanan, Mutu, dan
Gizi Pangan. [diakses 2019 Agu 10].
http://www.bpkp.go.id/uu/filedownload/4/61/954.bpkp
Puslit Kependudukan LIPI. 2013. Ketahanan Pangan Rumah Tangga di
Perdesaan: Konsep dan Ukuran. [diakses tanggal 2019 Jun 06]. Jakarta:
LIPI.
http://directory.umm.ac.id/Laporan/Laporan_WS/KETAHANAN%20PA
NGAN%20RUMAH%20TANGGA.doc
Puspitawati H. 2012. Gender dan Keluarga: Konsep dan Realita di Indonesia.
Bogor: PT Penerbit IPB Press.
Rahmawaty A. (2015). Harmoni dalam keluarga perempuan karir: upaya
mewujudkan kesetaraan dan keadilan gender dalam keluarga. Palastren:
Jurnal Studi Gender, 8(1), 1-34.
Rickson ST, Rickson RE, Burch D. 2006. Woman and Sustainable Agriculture. Di
dalam: Bock B, Shortall S, editor. Rural Gender Relation: Issues and Case
Studies. London (UK): CABI Publishing. 119-135.
Ruswita T, Djoka CW, Romli Syaifuddin, Merapi L, Ansori, Marbyanto. Tanpa
tahun. Agroforestry/Pertanian Berkelanjutan dengan Input Luar Rendah
(Low External Input for Sustainable Agriculture). Canada (CA): Proyek
FORMACS: CARE International Indonesia, CIDA.
Saptari R, Holzner B.1997. Perempuan, Kerja dan Perubahan Sosial. Jakarta:
Grafiti.
105
. Lampiran 1 Peta Desa Sukaluyu, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor, Jawa Barat
109
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
Penyusunan proposal
penelitian
Perbaikan proposal
penelitian
Kolokium
Uji petik
Sidang skripsi
Perbaikan skripsi
110
Nomor responden :
Tanggal pengumpulan data :
Tanggal entri data :
KUESIONER
I. Data Responden
A. A. Karakteristik Responden
I1 Nama:
I2 Alamat:
I3 Nomor telepon:
I4 Usia:
I5 Pendidikan terakhir: [ ] 1. Tidak Sekolah/ Tidak tamat SD
[ ] 2. SD/ Sederajat
[ ] 3. SMP/ Sederajat
[ ] 4. SMA/ Sederajat
[ ] 5. Perguruan Tinggi
I7 Luas lahan
agroforestri:
I8 Luas lahan
persawahan:
I6 Status kepemilikan [ ] 1. Milik Sendiri
lahan [ ] 2. Milik Orang Lain
I9 Jumlah anggota rumah
tangga: ...
orang
111
Pemanfaatan Pangan
Apakah yang anggota keluarga makan selama 24 jam terakhir?*
Kategori Pangan Kelompok Pangan Ya Keterangan
Berdasarkan
Sumber Zat Gizi
P1 Sumber Protein Daging-dagingan 1 = Tidak
Hewani mengkonsumsi
Daging sapi
Daging kambing
Lainnya
Jeroan
Hati ayam
Hati sapi
Telur
Telur ayam
Telur bebek
Lainnya
Ikan dan makanan
laut lainnya
Ikan tongkol
Cumi-cumi
Udang segar
Ikan Segar
Lainnya
Susu dan
olahannya
Susu Sapi
Tepung susu
Keju
Lainnya
P2 Sumber Protein Kacang-kacangan 1 = Tidak
Nabati dan olahannya mengkonsumsi
Tahu 2 = Mengkonsumsi
Tempe
Oncom
Susu kedelai
Kacang hijau
Kacang tanah
Kacang merah
Lainnya
*)Tidak termasuk makanan yang dikonsumsi di luar rumah oleh individu
116
Nomor responden :
Tanggal pengumpulan data :
Tanggal entri data :
Hari/ Tanggal :
Nama :
Usia :
Alamat :
No telp/HP :
Pekerjaan umum :
Nomor responden :
Tanggal pengumpulan data :
Tanggal entri data :
Hari/ Tanggal :
Nama :
Usia :
Alamat :
No telp/HP :
Pekerjaan umum :
Laki-laki Perempuan
No Usia Usia Alamat
Nama Nama
(Tahun) (Tahun)
1. RO 55 SA 44 Rw 06
2. SA 48 WA 43 Rw 06
3. MJ 65 RA 60 Rw 06
4. MA 46 OT 43 Rw 06
5. AS 55 SA 51 Rw 06
6. DA 54 MU 51 Rw 06
7. SU 45 IY 40 Rw 06
8. SA 50 TI 46 Rw 06
9. DA 55 AA 52 Rw 06
10. MJ 72 KO 70 Rw 06
11. RA 54 AN 48 Rw 03
12. RO 54 IY 47 Rw 06
13. MS 65 AS 59 Rw 06
14. KA 44 SH 41 Rw 06
15. MA 50 AM 49 Rw 06
16. JU 31 YA 45 Rw 06
17. HA 61 ET 56 Rw 03
18. AH 70 SA 65 Rw 06
19. MI 51 BE 50 Rw 06
20. US 47 AI 46 Rw 06
21. JU 70 NA 53 Rw 06
22. AN 52 RS 54 Rw 06
23. AS 65 UN 63 Rw 06
24. SA 56 SM 52 Rw 06
25. JA 63 AS 58 Rw 02
26. SA 57 SA 52 Rw 02
27. DE 54 TI 53 Rw 02
28. TE 44 SA 35 Rw 02
29. AJ 60 JU 54 Rw 02
30. HO 59 SU 52 Rw 02
31. HU 52 MU 49 Rw 02
32. AM 59 LI 55 Rw 02
33. SO 56 NU 49 Rw 02
34. MR 51 SU 38 Rw 02
35. MU 53 YA 42 Rw 02
36. AJ 44 AN 59 Rw 02
37. SO 54 TI 49 Rw 02
38. JA 35 IR 37 Rw 02
39. AH 65 TA 55 Rw 02
40. SA 45 JU 40 Rw 02
41. AH 45 AD 37 Rw 02
42. NA 62 AM 45 Rw 02
122
Laki-laki Perempuan
No Usia Usia Alamat
Nama Nama
(Tahun) (Tahun)
43. JU 60 OM 60 Rw 02
44 BE 62 AA 40 Rw 02
45. UC 58 MA 48 Rw 02
46. MI 65 MA 59 Rw 03
47. HI 60 MI 48 Rw 03
48. SA 75 AS 70 Rw 03
49. SU 80 OM 65 Rw 03
50. KA 73 MA 57 Rw 03
51. SU 43 UN 37 Rw 03
52 EM 69 SA 55 Rw 03
53. BE 52 MA 45 Rw 03
54. HO 62 JU 59 Rw 03
55. AB 70 SU 51 Rw 03
56. SA 74 RU 48 Rw 03
57. PE 47 PI 46 Rw 03
58. PA 73 WA 50 Rw 03
59. MU 53 MU 45 Rw 03
60. HA 36 SU 33 Rw 06
123
Menentukan_jenis_tanaman_yang_akan_dibudidayakan* Ketahanan_Pangan
Crosstabulation
Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Menent Dominan Laki- Count 0 17 14 31
ukan_j laki % within
enis_ta Menentukan_jenis_
naman 0,0% 54,8% 45,2% 100,0%
tanaman_yang_ak
_yang_ an_dibudidayakan
akan_d
Setara Count 1 14 12 27
ibudida
yakan % within
Menentukan_jenis_
3,7% 51,9% 44,4% 100,0%
tanaman_yang_ak
an_dibudidayakan
Dominan Count 0 0 2 2
Perempuan % within
Menentukan_jenis_
0,0% 0,0% 100,0% 100,0%
tanaman_yang_ak
an_dibudidayakan
Total Count 1 31 28 60
% within
Menentukan_jenis_
1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
tanaman_yang_ak
an_dibudidayakan
125
Menentukan_hasil_panen_tanaman_pangan_dijual_atau_dikonsumsi*
Ketahanan_Pangan Crosstabulation
Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Menent Dominan Count 1 14 5 20
ukan_h Laki-laki % within
asil_pa Menentukan_hasil_pan
nen_ta 5,0% 70,0% 25,0% 100,0%
en_tanaman_pangan_d
naman ijual_atau_dikonsumsi
_panga
Setara Count 0 13 15 28
n_dijua
l_atau_ % within
dikons Menentukan_hasil_pan
0,0% 46,4% 53,6% 100,0%
umsi en_tanaman_pangan_d
ijual_atau_dikonsumsi
Dominan Count 0 4 8 12
Perempu % within
an Menentukan_hasil_pan
0,0% 33,3% 66,7% 100,0%
en_tanaman_pangan_d
ijual_atau_dikonsumsi
Total Count 1 31 28 60
% within
Menentukan_hasil_pan
1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
en_tanaman_pangan_d
ijual_atau_dikonsumsi
Menetapkan_anggaran_belanja_untuk_pangan * Ketahanan_Pangan
Crosstabulation
Ketahanan_Pangan
Tidak Kurang
Tahan Tahan Tahan
Pangan Pangan Pangan Total
Meneta Dominan Laki- Count 1 6 2 9
pkan_a laki % within
nggara Menetapkan_angg
n_bela 11,1% 66,7% 22,2% 100,0%
aran_belanja_untu
nja_unt k_pangan
uk_pan
Setara Count 0 0 3 3
gan
% within
Menetapkan_angg
0,0% 0,0% 100,0% 100,0%
aran_belanja_untu
k_pangan
Dominan Count 0 25 23 48
Perempuan % within
Menetapkan_angg
0,0% 52,1% 47,9% 100,0%
aran_belanja_untu
k_pangan
Total Count 1 31 28 60
% within
Menetapkan_angg
1,7% 51,7% 46,7% 100,0%
aran_belanja_untu
k_pangan
127
Ketersediaan_Pangan
Tidak Kurang
Stabil Stabil Stabil Total
Penga Dominan Count 5 8 4 17
mbilan Laki-laki
_Keput % within
usa Pengambilan_Keput 29,4% 47,1% 23,5% 100,0%
n usan
Setara Count 0 2 1 3
% within
Pengambilan_Keput 0,0% 66,7% 33,3% 100,0%
usan
Dominan Count 4 15 21 40
Perempua % within
n Pengambilan_Keput 10,0% 37,5% 52,5% 100,0%
usan
Total Count 9 25 26 60
% within
Pengambilan_Keput 15,0% 41,7% 43,3% 100,0%
usan
128
Akses_Pangan
Kurang
Mudah Mudah Total
Pengamb Dominan Laki-laki Count 10 7 17
ilan_Kep
utusan % within
Pengambilan_Keputu 58,8% 41,2% 100,0%
san
Setara Count 3 0 3
% within
Pengambilan_Keputu 100,0% 0,0% 100,0%
san
Dominan Count 18 22 40
Perempuan % within
Pengambilan_Keputu 45,0% 55,0% 100,0%
san
Total Count 31 29 60
% within
100,0%
Pengambilan_Keputu 51,7% 48,3%
san
Correlations
Pengambila
Pembagian_ n_Keputusa
Peran n
Spearman's Pembagian_Peran Correlation
1,000 ,262*
rho Coefficient
Sig. (2-tailed) . ,043
N 60 60
Pengambilan_Keputus Correlation
,262* 1,000
an Coefficient
Sig. (2-tailed) ,043 .
N 60 60
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
Correlations
Pengambila
n_Keputusa Ketahanan_
n Pangan
Spearman's Pengambilan_Keputus Correlation
1,000 ,185
rho an Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,079
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,185 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,079 .
N 60 60
Correlations
Menentukan
_alokasi_lah
an_untuk_b Ketahanan_
udidaya Pangan
Spearman's Menentukan_alokasi_l Correlation
1,000 ,381**
rho ahan_untuk_budidaya Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,001
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,381** 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,001 .
N 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
130
Correlations
Menentukan
_jenis_tana
man_yang_
akan_dibudi Ketahanan_
dayakan Pangan
Spearman's Menentukan_jenis_tan Correlation
1,000 ,045
rho aman_yang_akan_dib Coefficient
udidayakan Sig. (1-tailed) . ,366
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,045 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,366 .
N 60 60
Correlations
Menentukan_
hasil_panen_t
anaman_pan
gan_dijual_at
au_dikonsum Ketahanan_P
si angan
Spearman's rho Menentukan_hasil_panen_ta Correlation **
1,000 ,331
naman_pangan_dijual_atau_ Coefficient
dikonsumsi Sig. (1-tailed) . ,005
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation **
,331 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,005 .
N 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
Correlations
Menentukan_
hasil_panen_t
anaman_pan
gan_dijual_at
au_dikonsum Ketersediaan
si _Pangan
Spearman's rho Menentukan_hasil_panen_ta Correlation **
1,000 ,428
naman_pangan_dijual_atau_ Coefficient
dikonsumsi Sig. (1-tailed) . ,000
N 60 60
Ketersediaan_Pangan Correlation **
,428 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,000 .
N 60 60
**. Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
131
Correlations
Menetapkan
_anggaran_
belanja_non Ketahanan_
_pangan Pangan
Spearman's Menetapkan_anggara Correlation
1,000 ,204
rho n_belanja_non_panga Coefficient
n Sig. (1-tailed) . ,059
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,204 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,059 .
N 60 60
Correlations
Menetapkan
_prioritas_p Ketahanan_
engeluaran Pangan
Spearman's Menetapkan_prioritas_ Correlation
1,000 ,126
rho pengeluaran Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,168
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,126 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,168 .
N 60 60
Correlations
Menetapkan
_anggaran_
belanja_unt Ketahanan_
uk_pangan Pangan
Spearman's Menetapkan_anggara Correlation
1,000 ,114
rho n_belanja_untuk_pang Coefficient
an Sig. (1-tailed) . ,192
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
,114 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,192 .
N 60 60
132
Correlations
Mengatur_m
enu_makan
an_di_ruma Ketahanan_
h Pangan
Spearman's Mengatur_menu_mak Correlation
1,000 -,010
rho anan_di_rumah Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,470
N 60 60
Ketahanan_Pangan Correlation
-,010 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,470 .
N 60 60
Correlations
Pengambila
n_Keputusa Ketersediaa
n n_Pangan
Spearman's Pengambilan_Keputus Correlation
1,000 ,295*
rho an Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,011
N 60 60
Ketersediaan_Pangan Correlation
,295* 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,011 .
N 60 60
*. Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
Correlations
Pengambila
n_Keputusa Akses_Pang
n an
Spearman's Pengambilan_Keputus Correlation
1,000 ,162
rho an Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,108
N 60 60
Akses_Pangan Correlation
,162 1,000
Coefficient
Sig. (1-tailed) ,108 .
N 60 60
133
Correlations
Pengambilan Pemanfaatan
_Keputusan _Pangan
Spearman's Pengambilan_Keputu Correlation
1,000 ,213
rho san Coefficient
Sig. (1-tailed) . ,051
N 60 60
Pemanfaatan_Panga Correlation
,213 1,000
n Coefficient
Sig. (1-tailed) ,051 .
N 60 60
134