Disusun Oleh :
BK Reguler C
2020
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.
Puji dan syukur kami ucapkan kepada Allah SWT atas berkat dan rahmatnya sehingga
kami masih diberikan kesempatan untuk dapat menyelesaikan mini riset ini tepat pada
waktunya. Mini riset ini kami buat guna memenuhi penyelesaian tugas pada mata kuliah
Psikologi sosial dan BK Pribadi Sosial, semoga mini riset ini dapat menambah wawasan dan
pengatahuan bagi para pembaca.Dalam penulisan mini riset ini, kami tentu saja tidak dapat
menyelesaikannya sendiri tanpa bantuan dari pihak lain. Oleh karena itu, kami mengucapkan
terima kasih kepada Pihak–pihak yang telah membantu kami.
1. Orang tua kami, berkat dorongan dan semangat yang telah diberikan sehingga kami
dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
2. Ibu Utami Nurhafsari Putri, S.Psi., M.Psi., Psikolog Selaku dosen mata kuliah
Psikologi sosial dan BK pribadi sosial yang telah memberikan ilmu kepada kami.
3. Teman-teman yang telah membantu kami langsung ataupun tidak langsung dalam
pembuatan laporan mini riset ini.
Kami menyadari bahwa mini riset ini masih jauh dari kata sempurna karena masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu, kami dengan segala kerendahan hati meminta maaf dan
mengharapkan kritik serta saran yang membangun guna perbaikan dan penyempurnaan
kedepannya.Akhir kata kami mengucapkan selamat membaca dan semoga dapat bermanfaat
sebagaimana mestinya bagi para pembaca.
Kelompok 2
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Identifikasi Masalah 2
1.3. Batasan Masalah 2
1.4. Rumusan Masalah 2
1.5. Tujuan Survey 2
1.6. Manfaat Survey 3
BAB II. LANDASAN TEORI 4
2.1 Kajian Teori Ilmiah 4
2.2 Penelitian Terkait 7
BAB III.METODE SURVEY 15
3.1. Tempat dan Waktu Survey 15
3.2. Subject Survey 15
3.3. Teknik Pengambilan Data 15
3.4 Instrument Penelitian 15
BAB IV. PEMBAHASAN
4.1 Keterkaitan Hubungan konformitas teman sebaya pada perilaku cyberbullying terhadap
kesehatan mental remaja dengan beberapa Jurnal 16
BAB V. PENUTUP 19
5.1 Kesimpulan 19
5.2 Saran 19
DAFTAR PUSTAKA 21
ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang Masalah
Remaja merupakan masa dimana individu tengah mengalami masa peralihan dari
masa kanak-kanak menuju dewasa yang mandiri. Pada masa ini individu berjuang untuk
mendapatkan pengakuan akan keberadaannya ditengah orang dewasa lainnya. Karena di usia
remaja ini merupakan persiapan bagi remaja untuk menghadapi masa dewasanya. Pada masa
peralihan ini remaja mengalami perkembangan secara fisik, kognisi dan sosial. Dalam
mencapai hubungan yang matang dengan teman sebaya, remaja dituntut untuk melakukan
penyesuaian sosial.
Tujuan dari sosialisasi dewasa, remaja harus membuat banyak penyesuaian baru, yang
terpenting dan tersulit adalah penyesuaian diri dengan peningkatan pengaruh kelompok
sebaya, perubahan dalam perilaku sosial, kelompok sosial baru, nilai-nilai baru dalam seleksi
persahabatan, nilai-nilai baru dalam dukungan dan penolakan sosial serta nilai -nilai baru
dalam seleksi pemimpin. Pada kenyataannya remaja lebih suka berinteraksi dengan membuat
kelompokkelompok bermain tertentu yang seusia dengan mereka sebagai lingkungan
sosialnya, dibanding berinteraksi dengan orang yang lebih tua maupun lebih muda darinya.
Karena pada realitanya remaja lebih banyak menghabiskan waktu bersama teman
sebaya sebagai kelompok, maka dapat dimengerti bahwa pengaruh teman – teman sebaya
pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan perilaku lebih besar dari pada keluarga.
Merasa „diakui‟ atau „ada‟ oleh kelompok teman sebaya merupakan kepuasan tersendiri bagi
remaja. Menjadi bagian dari kelompok merupakan salah satu identitas diri bagi mereka. Agar
dapat diterima menjadi bagian kelompok teman sebayanya, maka remaja cenderung untuk
melakukan penyesuaian. Penyesuaian remaja terhadap norma kelompok dengan berperilaku
sama dengan kelompok teman sebaya disebut konformitas. Baron & Byrne (2005)
mengungkapkan Konformitas merupakan suatu bentuk penyesuaian terhadap kelompok sosial
karena adanya tuntutan dari kelompok sosial untuk menyesuaikan , meskipun tuntutan
tersebut tidak terbuka.
Salah satu fenomena yang menyita perhatian di dunia pendidikan zaman sekarang
adalah kekerasan sekolah yang dilakukan antar siswa. Maraknya aksi tawuran dan kekerasan
(perilaku bullying) yang dilakukan oleh siswa di sekolah, semakin banyak menghiasai
deretan berita di halaman media cetak maupun elektronik menjadi bukti telah tercabutnya
nilai-nilai kemanusiaan (Wiyani, 2012). Perilaku bullying, sebuah fenomena lama, yang baru-
1
baru ini telah menjadi penelitian menarik dalam dunia pendidikan diatas sepuluh tahun
terakhir (Olweus, 2002). Perilaku bullying merupakan tindakan yang sangat berbahaya dan
tidak boleh ditiru, karena membawa dampak traumatik luar biasa pada korbannya. Meskipun
memiliki pengertian yang berbeda-beda di setiap negara, secara umum perilaku bullying bisa
diartikan sebagai penindasan sekelompok orang/perseorangan terhadap seseorang. Bentuk
penindasan sangat beragam, mulai yang paling ringan berupa intimidasi atau teror perkataan,
hingga penyiksaan secara fisik seperti yang dulu sering terjadi di sekolah atau kampus ketika
penerimaan siswa atau mahasiswa baru. Belakangan, perilaku bullying juga mulai marak
dilakukan melalui media sosial (cyber bullying). Begitu traumanya, tidak sedikit korban yang
memilih mengakhiri hidupnya (bunuh diri), karena sangat tidak tahan dengan perlakuan
bullying.
1.2. Indentifikasi Masalah
Dari beberapa uraian yang dikemukakan pada latar belakang, maka dapat
diidentifikasi masalah-masalah sebagai berikut :
1. Penyebab perilaku bullying salah satunya adalah konformitas
2. Perilaku bullying efek dari konformitas teman sebaya pada kesehatan mental
2
1. Siswa, penelitian ini dapat mengetahui bagaimana konformitas teman sebaya pada
terhadap perilaku cyberbullying pada kesehatan mental remaja di SMA As-syafiiyah Medan
2. Guru, penelitian ini akan bermanfaat sebagai salah satu cara untuk melihat hubungan
konformitas teman sebaya pada perilaku cyberbullying pada kesehatan mental di SMA As-
syafiiyah Medan
3. Sekolah, penelitian ini dapat mengetahui bagaimana konformitas teman sebaya pada
terhadap perilaku cyberbullying pada kesehatan mental remaja di SMA As-syafiiyah Medan
4. Peneliti, penelitian ini akan memperoleh pengalaman sehingga dapat menambah wawasan
ilmu pengetahuan.
3
BAB II
LANDASAN TEORI
4
Menurut Baron dan Byrne, ada tiga faktor yang mempengaruhi konformitas, antara
lain:
1. Kohesivitas (cohesiveness), yang dapat didefinisikan sebagai derajat ketertarikan yang
dirasa oleh individu terhadap suatu kelompok. Ketika kohesivitas tinggi, ketika kita suka
mengagumi suatu kelompok orang tertentu, tekanan untuk munculmelakukan
konformitas bertambah besar.
2. Ukuran kelompok, Asch dan peneliti pendahulu lainnya menemukan bahwa konformitas
meningkat sejalan dengan bertambahnya jumlah anggota kelompok, namun hanya
hingga sekitar tiga orang anggota tambahan. Lebih dari itu taampaknya tidak akan
berpengaruh atau bahkan menurun.
3. Norma sosial deskriptif atau norma injungtif. Norma deskriptif/himbauan (descriptive
norms) adalah norma yang hanya mendeskripsikan apa sebagaian besar orang lakukan
pada situasi tertentu. Norma-norma ini mempengaruhi tingkah laku dengan cara
memberi tahu kita mengenai apa yang umumnya dianggap efektif atau adaptif pada
situasi tersebut. Sebaliknya, norma injungtif menetapkan apa yang harus dilakukan,
tingkah laku apa yang diterima atau tidak diterima pada situasi tertentu
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Cipto (Syadza & Sugiasih, 2017) menyatakan
bahwa faktor cyberbullying adalah kematangan emosi dan konformitas. Remaja yang
menolak ajakan untuk melakukan cyberbullying akan mendapatkan celaan sosial dan
kehilangan pengakuan dari kelompoknya. Rasa takut ini membuatnya menjadi tidak stabil
dan rela melakukan apa saja demi mendapatkan pengakuan dari kelompoknya tanpa
memikirkan akibat dari perilakunya tersebut (Syadza & Sugiasih 2017).
Perilaku cyberbullying yang terjadi di kalangan remaja dipicu oleh salah satunya
adalah perilaku ikut-ikutan terhadap teman sebaya atau kelompoknya. perilaku ikut-ikutan
tersebut dikenal dengan sebutan konformitas. Berawal dari sikap ikut-ikutan remaja
kemudian dilakukan secara berulang kali dan dari waktu ke waktu yang dilakukan kepada
satu remaja bahkan lebih. Menurut Gerungan (Rahmayanthi, 2017) adanya norma yang ada di
dalam suatu kelompok mempengaruhi terbentuknya konformitas yang mana dipatuhi oleh
anggota kelompok tersebut. Norma sendiri adalah suatu pedoman untuk mengatur dan
tingkah laku yang patut dilakukan oleh anggota kelompok apabila terjadi sesuatu yang
bersangkut-paut dengan kehidupan kelompok tersebut. Norma kelompok memberikan
pedoman mengenai tingkah laku mana dan sampai batas mana perilaku seseorang masih
dapat diterima oleh suatu kelompok.
5
Menurut Agaston dkk., terdapat beberapa pembahasan mengenai dampak psikologis
yang dialami korban, yaitu merasa sedih, merasa terluka, marah, frustrasi, kebingungan, stres,
merasa kesusahan, dan kesepian. Dampak lain yang lebih nyata seperti, depresi, rendah diri,
ketidakberdayaan, kecemasan sosial, keinginan untuk bunuh diri, ketakutan, merasa lemah
dan sendirian, harga diri menjadi rendah, kerenggangan hubungan, masalah emosional dan
masalah pertemanan (Cassidy, Faucher, Jackson, 2013). Dampak lainnya yaitu individu
kehilangan privasinya, hal ini dikarenakan cyberbullying yang diterima dapat disaksikan oleh
publik dari berbagai kalangan atau teman-teman yang mengetahui hal tersebut, individu
merasa tidak bebas dalam bermedia sosial atau berinteraksi di dunia maya. Individu juga
kehilangan kepercayaan pada orang lain seiring dengan adanya privasi yang hilang, hal
tersebut yang mengakibatkan individu menutup dirinya (Wangid, 2016). Sejumlah besar
cyberbullying dapat membuat korban mendapatkan konsekuensi berbahaya seperti gejala
psikosomatik, perilaku anti sosial bahkan hingga bunuh diri (Chen, Ho, & Lwin, 2016).
B. Dimensi Konformitas
Myers 2005 membedakan konformitas ke dalam dua tipe yaitu compliance dan
acceptance.
1. Compliance Konformitas compliance adalah ketika seseorang bersama-sama dengan yang
orang lain inginkan atau harapkan, tetapi hanya untuk mendapatkan hadiah yang
ditawarkan jika mereka melakukanya, atau menghindari hukuman bila dipaksa
melakukannya. Konformitas ini terjadi dimana individu bertingkah laku sesuai dengan
tekanan yang diberikan oleh kelompok sementara secara pribadi ia tidak menyetujui
perilaku tersebut. Hal ini terjadi karena adanya pengaruh sosial normatif yang didasarkan
pada keinginan individu untuk diterima atau disukai oleh orang lain.
2. Acceptance Konformitas acceptance adalah suatu bentuk konformitas dimana tingkah laku
maupun keyakinan individu sesuai dengan tekanan kelompok yang diterima nya. Pada
bentuk acceptance konformitas terjadi karena kelompok menyediakan informasi penting
yang dimiliki oleh individu informational influence. Jadi acceptance adalah konformitas
yang didasari oleh penerimaan seseorang terhadap bukti realitas yang diberikan orang
lain. Dengan kata lain jika individu tidak tahu harus berbuat apa maka ia akan menjadikan
perilaku kelompok sebagai pedoman perilaku dan meyakini hal tersebut yang benar.
6
C. Aspek-Aspek Konformitas pada remaja
Menurut Taylor, dkk (Jispratami, 2016) membagi aspek konformitas menjadi lima, yaitu:
1. Peniruan yaitu keinginan individu untuk sama dengan orang lain baik secara terbuka atau
ada tekanan
2. Penyesuaian yaitu keinginan individu untuk dapat diterima orang lain menyebabkan
individu bersikap konformitas terhadap orang lain.
3. Kepercayaan yaitu semakin besar keyakian individu pada informasi yang benar dari orang
lain semakin meningkat ketepatan informasi yang memilih conform terhadap orang lain.
4. Kesepakatan yaitu sesuatu yang sudah menjadi keputusan bersama menjadikan kekuatan
sosial yang mampu menimbulkan konformitas.
5. Ketaatan yaitu respon yang timbul sebagai akibat dari kesetiaan atau ketertundukan
individu atas otoritas tertentu
Santrock (2003: 219) berpendapat bahwa teman sebaya adalah anak-anak atau remaja
dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Menurut Erikson (dalam Hendriati,
2006: 33), seorang remaja bukan sekedar mempertanyakan siapa dirinya, tapi bagaimana dan
dalam konteks apa atau dalam kelompok apa dia bisa menjadi bermakna dan dimaknakan.
Pendapat di atas menegaskan bahwa keinginan untuk diakui dan diterima dalam kelompok
akan menjadi fokus remaja dalam berinteraksi di lingkungan sosial yang menyebabkan
timbulnya konformitas teman sebaya.
Myers, D.G (2012: 253), mengartikan konformitas sebagai perubahan perilaku atau
kepercayaan seseorang sebagai hasil dari tekanan kelompok yang nyata atau hanya
berdasarkan imajinasi. Konformitas tidak selalu berkaitan dengan hal negatif, banyak juga hal
positif yang dapat dihasilkan dari konformitas kelompok. Konformitas yang berdampak
positif contohnya kegiatan belajar kelompok yang dilakukan rutin sebagai eksistensi
kelompok yang juga dapat menunjang prestasi akademik individu. Konformitas yang
berdampak negatif, misalnya merokok, minum-minuman keras, mentato bagian tubuh,
bullying dan tawuran. Konformitas tidak hanya sekedar bertindak sesuai dengan tindakan
7
yang dilakukan oleh orang lain, tetapi juga berarti dipengaruhi oleh bagaimana mereka
bertindak. (Myers, D.G., 2012: 252).
Anderson dan Bushman (2002, dalam Irvan Usman), mengungkapkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku bullying meliputi faktor personal danfaktor
situasional. Yayasan Semai Jiwa Amini (2008: 14) menyebutkan penyebab atau alasan
seseorang melakukan bullying adalah:
a. Pelaku bullying melakukan tindakan bullying sebagai kompensasi diri karena memiliki
kepercayaan diri yang rendah, dengan begitu pelaku dapat menutupi rasa kurang percaya
dirinya dengan melakukan bullying.
b. Tawa teman-teman sekelompok saat pelaku mempermainkan korban, membuat pelaku
merasa tersanjung karena melalui tawa teman-temannya tersebut, pelaku merasa telah
mempunyai selera humor yangtinggi, keren dan populer.
c. Pelaku memiliki kepercayaan diri yang tinggi dan dorongan kuat untuk melakukan
bullyingpada seseorang karena pelaku tidak pernah dididik untukmemiliki empati
terhadap orang.
d. Pelampiasan kekesalan dan kekecewaan.
e. Pelaku merasatidak mempunyai teman, sehingga pelaku melakukan bullyingsupaya
memiliki “pengikut” dan kelompok sendiri.
f. Takut menjadi korban bullying, sehingga lebih dahulu mengambil inisiatif sebagai pelaku
bullyinguntuk keamanan dirinya sendiri
g. Sekedar mengulangiapa yang pernah dilihat dan dialami sendiri.
h. Sebuah tradisi dalam suatu lingkungan.
Berdasarkan hasil analisis data yang telah dipaparkan di atas, dapat disimpulkan
bahwa konformitas teman sebaya dapat mempengaaruhi perilaku bullying Hal ini dapat
8
dimaknai bahwa semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi perilaku
bullying, begitupun sebaliknya semakin rendah konformitas teman sebaya maka semakin
rendah perilaku bullying.
Jurnal 2 : Hubungan antara Konformitas Teman Sebaya dan Regulasi Emosi dengan
Kecenderungan Perilaku Bullying pada Remaja.
Santrock (dalam Ceilindri dan Budiani, 2016) menjelaskan bahwa keinginan untuk
memenuhi harapan kelompok mengenai suatu tindakan yang danggap benar dalam berbagai
situasi bertujuan untuk menghindari terjadinya kekacauan sosial serta adanya keinginan untuk
diterima oleh lingkungan kelompok.Kecenderungan perilaku bullying pada remaja bisa
disebabkan oleh konformitas teman sebaya. Remaja akan memperoleh pengakuan apabila
mampu bersikap sesuai dengan aturan kelompok, maka ketika remaja memiliki sikap yang
berbeda dengan kelompok salah satu resikonya adalah dijauhi oleh kelompok tersebut. Hal
ini akhirnya menyebabkan remaja cenderung memilih untuk mengikuti perilaku kelompok
dalam melakukan tindakan bullying. Konformitas teman sebaya akan berpengaruh pada
keputusan individu dalam bertingkah laku dalam kelompoknya. Sedangkan regulasi emosi
merupakan kemampuan individu dalam memelihara dan mengelola emosi sehingga individu
mampu membangun interaksi sosial yang baik dengan teman sebaya. Apabila hubungan
sosial individu terjalin dengan baik, maka dapat mengurangi terjadinya konflik antar individu
yang dapat memicu munculnya perilaku bullying
Ada beberapa bentuk perilaku bullying yang diungkapkan oleh Coloroso (2007),
antara lain;
a. Bullying Fisik, yaitu tindakan bullying yang dilakukan dengan cara memukul, mencekik,
menyikut, meninju, menendang, memiting, meludahi,dan merusak barang milik teman
yang lemah;
b. Bullying Verbal, dilakukan dengan cara memberikan kritikan kejam, celaan, fitnah,
julukan nama, pernyataan yang bernuasa pelecehan seksual, dan ancaman;
c. Bullying Relasional, dilakukan untuk pelemahanharga diri korban melalui pengabaian,
pengucilan, dan penghindaraan;
d. Bullying Elektronik, dilakukan dengan cara mengirim pesan yang menyakitkan,
meninggalkan pesanvoicemailyang kejam, menelepon terus menerus tanpa henti namun
tidak mengatakan apa-apa (silent calls), menggunakan media sosial untuk
9
mempermalukan korban, menghindari korban di chat room, dan menyebarkan video
korban yang sedang mengalami bullyingatau biasanya dapat disebut “happy slapping”.
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka dapat diketahui bahwa ada hubungan yang
positif antara konformitas teman sebaya dan kecenderungan perilaku bullying pada remaja di
SMK Ma’arif NU Driyorejo. Individu yang pernah melihat tindakan bullying yang terjadi
disekitarnya memiliki kecenderungan untuk menjadi pelaku atau beranggapan bahwa
tindakan bullying merupakan hal yang wajar. Hal ini terjadi karena kelompok teman sebaya
di sekitar juga melakukan perilaku bullying tersebut, sehingga ketika individu menolak untuk
mengikuti perilaku tersebut maka akan menerima penolakan dan dimusuhi oleh kelompok
teman sebaya. Hal ini menunjukkan bahwa konformitas teman sebaya merupakan salah satu
faktor pendukung meningkatnya tindakan bullying di kalangan remaja, namun konformitas
teman sebaya juga dapat mengurangi tindakan bullying apabila individu popular atau figur
otoritas memiliki sikap negatif terhadap bullying sehingga orang-orang di sekitarnya
cenderung mengikuti sikap tersebut.Selanjutnya,diketahui bahwa ada hubungan negatif antara
regulasi emosi dengan kecenderungan perilaku bullying pada remaja. Fenomena akibat
kurangnya regulasi emosi di antaranya berdampak munculnya agresivitas pada remaja yang
salah satunya adalah perilaku bullying. Hal ini terjadi karena individu kurang mampu dalam
mengelola emosi dengan baik, sehingga ketika mengalami masalah dan tekanan individu
tersebut cenderung kurang mampu mengontrol dirinya agar tidak terlibat dalam perilaku
negatif. Oleh karena itu, seseorang harus memiliki kemampuan mengelola emosi yang baik
sehingga dapat menghindarkan dirinya dari perilaku-perilaku antisosial.
Jurnal 3 : Hubungan Antara Keluarga dan Peer Group (Teman Sebaya) dengan
Perilaku Cyberbullying pada Peserta Didik SMA Negeri di Kabupaten Luwu
10
perubahan atau perkembangan bentuk interaksi menjadi jauh lebih kompleks dengan
melibatkan mesin dan teknologi didalamnya. Kemajuan teknologi informasi yang demikian
cepat, telah berhasil mengubah cara manusia berinteraksi, selain kesempatan untuk
berinovasi. Dampak negatif dari sosial media adalah pelanggaran dan penyimpangan menjadi
lebih merajalela dan meluas. Ini terbukti ketika melihat bagaimana bullying yang dilakukan
secara tradisional telah berevolusi menjadi masalah saat ini yang dikenal sebagai
cyberbullying (Donegan, 2012). Efek jarak dapat dijangkau oleh teknologi, sering
mengarahkan para remaja untuk mengatakan dan melakukan hal-hal negatif bahkan kejam
dibandingkan dalam situasi tatap muka secara langsung.
Cyberbullying terus menjadi tren yang mengganggu, tidak hanya di antara remaja dan
anak-anak tetapi juga orang dewasa. Cyberbullying dimaknai sebagai cara elektronik dengan
berulang kali mengusik, mengancam, mempermalukan dan mengintimidasi orang lain.
Pelaku bullying berisiko tinggi terlibat dalam kenakalan remaja, kriminalitas dan
penyalahgunaan alkohol. Konsekuensi negatif dalam jangka panjang juga terjadi pada korban
bullying (disebut victim) di mana secara umum korban berisiko tinggi mengalami depresi dan
harga diri yang rendah saat masa dewasa. Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa
bullying di antara anak-anak dan remaja merupakan masalah penting yang mempenga ruhi
kesejahteraan dan fungsi psikososial.
11
dampak yang sangat serius bagi korban, seperti perasaan kecewa, sedih, tertekan, frustasi,
depresi, merasa tidak berharga sehingga korban menarik diri dari lingkungannya karena tidak
punya rasa percaya terhadap dirinya sendiri. Bahkan, cyberbullying dapat berakibat fatal
yakni mendorong korban untuk bunuh diri. Hal ini sangat merugikan dan membuat orang lain
mendapatkan efek negatif atas perbuatan cyberbullying. Untuk itu, peran orangtua, guru dan
pemerintah melalui kebijakan/program yang dicanangkan sangatlah penting dalam
pencegahan terjadinya cyberbullying.
Jurnal 5 : Konformitas Teman Sebaya dan Perilaku Bullying Pada Siswa Kelas XI IPS
a. Secara umum konformitas teman sebaya remaja awal pada penelitian iniberada pada
tingkat tinggi.
b. Secara umum perilaku bullying remaja awal pada penelitian ini berada pada tingkat
tinggi.
c. Terdapat hubungan positif yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan
perilaku bullying pada remaja awal, temuan ini berarti ketika konformitas teman sebaya
12
meningkat maka perilaku bullyingjuga meningkat dan ketika konformitas teman sebaya
menurun maka perilaku bullying menurun.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara
regulasi emosi dan dukungan sosial teman sebaya dengan kesehatan mental. Dengan kata
lain, regulasi emosi dan dukungan sosial teman sebaya memiliki hubungan positif dengan
kesehatan mental remaja. Artinya, semakin baik regulasi emosi dan semakin besar dukungan
sosial yang diterima dari teman-teman sebayanya, maka kesehatan mental remaja tersebut
akan semakin tinggi. Hal ini sejalan dengan apa yang dikemukakan WHO (2005) tentang
faktor risiko dan faktor protektif bahwa dari sudut pandang psikologis, faktor risiko yang
mempengaruhi kesehatan mental adalah masalah emosional dan dari sudut pandang sosial
adalah dukungan dari lingkungan sekitar salah satunya dukungan sosial dari lingkungan
sekitar mereka (dalam hal ini teman sebayanya. Dari hal tersebut, faktor protektif tentang
kemampuan untuk regulasi emosi dan dukungan dari teman sebayanya di sekolah akan
membuat mereka merasa nyaman berada di sekolah tersebut dan menciptakan lingkungan
yang kondusif.
Pada penelitian ini di dapat bahwa kategori kesehatan mental subjek terdapat pada
kategori sedang dan tinggi, dan tidak ditemukan subjek yang berada pada kategori rendah.
Selain itu kategori regulasi emosi subjek terdapat pada kategori sedang dan tinggi, dan tidak
ditemukan subjek yang berada pada kategori rendah. Hal serupa juga terjadi dalam
kategorisasi dukungan sosial teman sebaya. Sebaliknya, siswa yang termasuk dalam kategori
tinggi merupakan siswa yang sudah mampu mengelola emosinya secara efektif dan
mendapatkan dukungan sosial dari teman sebaya yang positif sehingga kesehatan mental nya
juga baik. Hal ini menunjukkan siswa yang termasuk dalam kategori tinggi sudah mampu
untuk menangani masalah yang dihadapinya, sehingga mereka lebih terlibat dalam aktivitas-
aktivitas yang positif, sehingga dalam hal ini permasalahan seputar kesehatan mental,
regulasi emosi, dan dukungan sosila teman sebaya dapat teratasi.
13
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara cyberbullying
victimization dengan kesehatan mental pada remaja. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
terdapat hubungan negatif dan signifikan antara cyberbullying victimization dengan
kesehatan mental pada remaja. Dengan demikian, hipotesis yang diajukan diterima yaitu,
semakin rendah pengalaman cyberbullying victimization semakin tinggi kesehatan mental
pada remaja dan sebaliknya.Semakin tinggi pengalaman cyberbullying victimization,maka
semakin rendah kesehatan mental pada remaja.
Hasil penelitian ini didukung oleh beberapa penelitian terdahulu yang menunjukkan
bahwa adahubungan antara cyberbullying victimization dengan kesehatan mental.Penelitian
yang dilakukan oleh Fahy, Stansfeld, Smuk, Smith, Cummins, dan Clark(2016) menyatakan
bahwa ada hubungan antara cyberbullying dengan kesehatan mental. Dengan tingginya
prevalensi cyberbullying, hal iniberpotensi lebih besar untuk membuat korban mengalami
gejala depresi, gejala kecemasan, dan kesejahteraan remaja di bawah rata-rata hal ini juga
didukung oleh meningkatnya penggunaan perangkat seluler dan internet pada remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Elgar, Napoletano, Saul, Dirks, Craig, Poteat, Holt, dan
Koening (2014) juga menemukan bahwa cyberbullying victimization berhubungan dengan
masalah kesehatan mental pada remaja seperti, kepuasan hidup, kesejahteraan emosional dan
perilaku sosial. Selanjutnya, penelitian yang dilakukan oleh Desmet, Deforche, Hublet,
Tanghe, Stremersch, dan Bourdeaudhuij (2014) menyatakan bahwa adanya hubungan antara
cyberbullying victimization dengan kesehatan mental seperti adanya keinginan untuk bunuh
diri.
Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa sebagian besar remaja Sekolah Menengah
Atas di Banda Aceh berada dalam kategori cyberbullying victimization rendah.Sedangkan
untuk kesehatan mental,sebagian besar remaja berada pada kategori tinggi. Dengan demikian,
hasil penelitian ini memperkuat adanya hubungan cyberbullying victimization dengan
kesehatan mental terutama pada Sekolah Menengah Atas dengan rentang usia 16-18 tahun di
Kota Banda Aceh.
14
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Tempat Dan Waktu Survey
Instrumen yang digunakan sebagai alat pengumpulan data dalam penelitian ini berupa
Jurnal, . Adapun prosedur analisis data kualitatif yaitu: 1) mengumpulkan data-data yang
bersumber dari buku, dan jurnaljurnal penelitian yang difokuskan pada topik metode
penelitian; 2) Mengelompokkan data-data tersebut ke dalam jenis penelitian (kuantitatif,
kualitatif, R & D); 3) Pembahasan jenis metode penelitian, dan kesesuaian dengan ide/judul
penelitian yang akan dibahas disertai contoh-contoh metode; 4) Melihat kemungkinan
metode-metode itu digabungkan (mixed method), atau ada dalam metode penelitian dengan
satu topik penelitian yang sama..
15
BAB IV
PEMBAHASAN
16
individu menolak untuk mengikuti perilaku tersebut maka akan menerima penolakan dan
dimusuhi oleh kelompok teman sebaya. Hal ini menunjukkan bahwa konformitas teman
sebaya merupakan salah satu faktor pendukung meningkatnya tindakan bullying di kalangan
remaja, namun konformitas teman sebaya juga dapat mengurangi tindakan bullying apabila
individu popular atau figur otoritas memiliki sikap negatif terhadap bullying sehingga orang-
orang di sekitarnya cenderung mengikuti sikap tersebut.Selanjutnya,diketahui bahwa ada
hubungan negatif antara regulasi emosi dengan kecenderungan perilaku bullying pada
remaja. Fenomena akibat kurangnya regulasi emosi di antaranya berdampak munculnya
agresivitas pada remaja yang salah satunya adalah perilaku bullying. Hal ini terjadi karena
individu kurang mampu dalam mengelola emosi dengan baik, sehingga ketika mengalami
masalah dan tekanan individu tersebut cenderung kurang mampu mengontrol dirinya agar
tidak terlibat dalam perilaku negatif. Pada jurnal 3 Hubungan Antara Keluarga dan Peer
Group (Teman Sebaya) dengan Perilaku Cyberbullying pada Peserta Didik SMA
Negeri di Kabupaten Luwu hasil penelitian Cyberbullying merupakan isu yang berkaitan
dengan teknologi yang selalu up-to-date. Teman sebaya menjadi aktor utama yang dipilih
untuk membicarakan isu tersebut karena level pengetahuan mengenai teknologi yang tidak
jauh berbeda satu sama lain. Apalagi dengan perkembangan teknologi tersebut, hubungan
pertemanan mereka tidak hanya melalui face to face namun juga terjadi secara virtual.
Interaksi secara virtual ini dimungkinkan dengan adanya komunitas online yang saling
berbagi informasi secara rutin. Pada jurnal 4 Upaya Pencegahan Kasus Cyberbullying
bagi Remaja Pengguna Media Sosial di Indonesia Faktor-faktor penyebab cyberbullying
sangat beragam, di antaranya: faktor keluarga, sekolah dan teman sebaya. Motivasi pelaku
cyberbullying sangat beragam juga, seperti adanya rasa marah dan keinginan untuk membalas
dendam, merasa frustasi, ingin mencari perhatian, dan ada juga yang melakukan bullying
hanya untuk iseng. Cyberbullying memiliki dampak yang sangat serius bagi korban, seperti
perasaan kecewa, sedih, tertekan, frustasi, depresi. pada jurnal 5 Konformitas Teman
Sebaya dan Perilaku Bullying Pada Siswa Kelas XI IPS hasil penelitian terkait terdapat
hubungan positif yang signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku bullying
pada siswa Kelas XI SMA Negeri 6 Semarang. Hipotesis yang mengatakan bahwa terdapat
hubungan positif antara konformitas teman sebaya dengan perilaku bullying pada siswa SMA
Negeri 6 Semarang terbukti. Hubungan yang positif tersebut mengindikasikan bahwa
semakin tinggi konformitas teman sebaya maka semakin tinggi perilaku bullying, demikian
pula sebaliknya semakin rendah konformitas teman sebaya maka semakin rendah perilaku
bullying. Pada jurnal 6 Hubungan Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku
17
Bullying Pada Remaja Awal Kota Padang hasil penelitian Terdapat hubungan positif yang
signifikan antara konformitas teman sebaya dengan perilaku bullying pada remaja awal,
temuan ini berarti ketika konformitas teman sebaya meningkat maka perilaku bullyingjuga
meningkat dan ketika konformitas teman sebaya menurun maka perilaku bullying menurun.
Pada jurnal 7 Perlukah Kesehatan Mental Remaja? Menyelisik Peranan Regulasi
Emosi dan Dukungan Sosial Teman Sebaya Dalam Diri Remaja hasil penelitian
menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang sangat signifikan antara regulasi emosi dan
dukungan sosial teman sebaya dengan kesehatan mental. Dengan kata lain, regulasi emosi
dan dukungan sosial teman sebaya memiliki hubungan positif dengan kesehatan mental
remaja. Artinya, semakin baik regulasi emosi dan semakin besar dukungan sosial yang
diterima dari teman-teman sebayanya, maka kesehatan mental remaja tersebut akan semakin
tinggi. Pada jurnal 8 Cyberbullying Victimization dan Kesehatan Mental pada Remaja
bahwa sebagian besar remaja Sekolah Menengah Atas di Banda Aceh berada dalam kategori
cyberbullying victimization rendah.Sedangkan untuk kesehatan mental,sebagian besar remaja
berada pada kategori tinggi. Dengan demikian, hasil penelitian ini memperkuat adanya
hubungan cyberbullying victimization dengan kesehatan mental terutama pada Sekolah
Menengah Atas dengan rentang usia 16-18 tahun.
18
BAB V
PENUTUP
5.1. KESIMPULAN
pengaruh teman – teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan dan
perilaku lebih besar dari pada keluarga. Merasa „diakui‟ atau „ada‟ oleh kelompok teman
sebaya merupakan kepuasan tersendiri bagi remaja. Menjadi bagian dari kelompok
merupakan salah satu identitas diri bagi mereka. Agar dapat diterima menjadi bagian
kelompok teman sebayanya, maka remaja cenderung untuk melakukan penyesuaian.
Penyesuaian remaja terhadap norma kelompok dengan berperilaku sama dengan kelompok
teman sebaya disebut konformitas. fenomena yang menyita perhatian di dunia pendidikan
zaman sekarang adalah kekerasan sekolah yang dilakukan antar siswa antara lain perilaku
bullying atau cyberbullying. Perkembangan teknologi informasi, internet dan media sosial
memberikan dampak perubahan kepada perilaku manusia dalam bersosial dan
berkomunikasi.
Perilaku cyberbullying yang terjadi di kalangan remaja dipicu oleh salah satunya
adalah perilaku ikut-ikutan terhadap teman sebaya atau kelompoknya. adanya norma yang
ada di dalam suatu kelompok mempengaruhi terbentuknya konformitas yang mana dipatuhi
oleh anggota kelompok tersebut. Norma sendiri adalah suatu pedoman untuk mengatur dan
tingkah laku yang patut dilakukan oleh anggota kelompok apabila terjadi sesuatu yang
bersangkut-paut dengan kehidupan kelompok tersebut. Norma kelompok memberikan
pedoman mengenai tingkah laku mana dan sampai batas mana perilaku seseorang masih
dapat diterima oleh suatu kelompok. bahwa konformitas teman sebaya dapat mempengaaruhi
perilaku bullying Hal ini dapat dimaknai bahwa semakin tinggi konformitas teman sebaya
maka semakin tinggi perilaku bullying, begitupun sebaliknya semakin rendah konformitas
teman sebaya maka semakin rendah perilaku bullying.
5.2 SARAN
1) Bagi mahasiswi aktif Bimbingan Konseling Universitas Negeri Medan agar dapat
meningkatkan kesadaran diri dan mengikuti keinginan diri sendiri, juga dapat
mengelompokkan dan membuat daftar list kebutuhan mana saja yang memang
dibutuhkan untuk diri agar terhindar dari perilaku menyakiti orang lain.
3) Bagi peneliti selanjutnya yang meneliti dengan tema yang sama diharapkan untuk
menggunakan variabel lain selain konformitas teman sebaya agar dapat diungkap
19
kontribusi variabel lain diluar konformitas teman sebaya. Kemudian selain
menggunakan skala peneliti selanjutnya dapat menambahkan metode pengambilan
data wawancara untuk memperkuat data
20
DAFTAR PUSTAKA
Amalia Yasinta, Endang. 2016. Konformitas teman sebay dan perilakubullying paa siswa
kelas XI IPS. Jurnal Empati. 5(1), 138-143
Jispratami, N. &. (2016). Hubungan Antara Empati Dengan Perilaku Cyberbullying Pada
Remaja. Skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Narpaduhita, P. &. (2014). Perbedaan Perilaku Cyberbullying Ditinjau Dari Persepsi Siswa
Terhadap Iklim Sekolah Di SMK Negeri 8 Surabaya Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan
Mental. Jurnal Psikologi Klinis dan Kesehatan Mental Vol.03 No.3. dari
http://journal.unair.ac.id/download
https://www.researchgate.net/profile/Andik_Matulessy/publication/332785641_Hubungan_a
ntara_Konformitas_Teman_Sebaya_dan_Regulasi_Emosi_dengan_Kecenderungan_Perilaku
_Bullying_pada_Remaja/links/5cfa4bff299bf13a38438cea/Hubungan-antara-Konformitas-
Teman-Sebaya-dan-Regulasi-Emosi-dengan-Kecenderungan-Perilaku-Bullying-pada-
Remaja.pdf Diakses pada tanggal 28 Desember 2020
Ningrum, Fifyn Srimulya dan Amna, Zaujatul. 2020. Cyberbullying Victimization dan
Kesehatan Mental pada Remaja . Jurnal Psikologi dan Kesehatan Mental. Vol.5,No.1.
Halaman 35-48. https://e-journal.unair.ac.id/JPKM/article/view/15939/pdf Diakses pada
tanggal 28 Desember 2020.
21
Putri,Yulia dan Aulia , Prima. 2018. Hubungan Konformitas Teman Sebaya Dengan Perilaku
Bullying Pada remaja Awal Kota Padang. Jurnal Riset Psikologi. No.4. Halaman 1-12.
Sumarlin,Muhajir,Hafidz Manaf, dan Sumiati. 2019. Hubungan Antara Keluarga dan Peer
Group (Teman Sebaya) dengan Perilaku Cyberbullyingpada Peserta Didik SMA Negeri di
Kabupaten Luwu. Jurnal. Vo.2,No.2. Halaman 17-28.
http://ejournal.iainpalopo.ac.id/index.php/jurnalcommercium/article/view/1436/998 Diakses
pada tanggal 28 Desember 2020.
Syah,Rahmat dan Hermawati, Istiana. 2018. Upaya Pencegahan Kasus Cyberbullying bagi
Remaja Pengguna Media Sosial di Indonesia. Jurnal. Vo.17 No.2 . Halaman 131-146.
Shelley. Peplau, A., Letitia. dan Sears, O., David. 2009. Psikologi Sosial edisi kedua belas.
Jakarta: Kencana
Suryanto, dkk. Pengantar Psikologi Sosial. 2012. Surabaya : Pusat Penerbitan dan Percetakan
Universitas Airlangga
file:///C:/Users/ASUSGA~1/AppData/Local/Temp/79-1-183-2-10-20190106.pdf Diakses
pada tanggal 28 Desember 2020.
22