Anda di halaman 1dari 26

EYE MOVEMENT DESENSITIZATION AND REPROCESSING (EMDR)

THERAPY
Makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Teori Konseling
dan Psikoterapi II Yang Diampu Oleh Gian Sugiana Sugara, M.Pd

Di Susun Oleh :
Kelompok 4
Fatimah Azzahra (C1886201026)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH TASIKMALAYA
2019

KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Alloh SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah ini
dengan tepat pada waktunya.
Adapun dibuatnya makalah ini, adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah Teori
Konseling dan Psikioterapi II pada semester 4 ini dengan judul “Eye Movement
Desensitization Repsrocessing (EMDR) Therapy”. Secara ideal, teori ini memegang
peranan penting dalam proses pengembangan potensi mahasiswa agar mampu
memahami fenomena kasus yang menjadi permasalahan individu.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu terselesainya makalah ini, dan penulis memahami jika makalah ini jauh
dari kesempurnaan maka saran maupun kritik sangat penulis butuhkan. Penulis
berharap makalah ini bisa bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan para pembaca
pada umumnya.

Tasikmalaya, 4 April 2020

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................
DAFTAR ISI......................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................

A. Latar Belakang..........................................................................................

B. Ruang Lingkup Pembahasan ...................................................................

C. Tujuan.......................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN...................................................................................

A. Pengantar..................................................................................................

B. Riwayat Tokoh..........................................................................................

C. Pokok Bahasan..........................................................................................

D. Proses Dan Teknik Konseling..................................................................

BAB III ANALISIS KASUS.............................................................................

BAB IV KESIMPULAN...................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyajian perkuliahan dari teori konseling dan psikoterapi di ranah Perguruan
Tinggi melatar belakangi pembuatan makalah ini, melihat fenomena saat ini, yang
berkembang begitu pesat dengan persaingan global, banyak dampak negatif yang
dapat mempengaruhi manusia, sehingga ia dipertemukan dengan berbagai masalah
yang sangat beragam dalam hidupnya.
Seiring dengan perkembangan zaman tekanan hidup manusia, berdampak pula
pada kesehatan kejiwaan, mental serta pola pikir seseorang yang beriringan dengan
pemecahan masalah yang dipilih sebagai jalan keluarnya. Dengan banyaknya
fenomena-fenomena psikologis yang terjadi di Indonesia khusunya dan di dunia pada
umumnya. Semakin banyak hal itu terjadi, semakin dibutuhkan pula peran konselor di
dalamnya. Seperti halnya dalam (Tribun News, Kamis, 15/03/2018) siswi kelas 3
SMP yang tinggal di Sidoarjo masih takut untuk berangkat ke sekolah. Hal ini
dikarenakan siswi tersebut mengalami bullying pada Oktober 2017. “sampai sekarang
adik saya masih takut untuk pergi ke sekolah” ujar kakaknya (15 Maret 2018).
Kepada keluarganya, korban mengaku masih sering di bully dan mnerima ancaman.
Karena takut dicegat dan terus merasa tertekan, korban meminta untuk pindah
sekolah. Dia tidak mau ke sekolah dan berulang kali meminta pindah ke luar kota.
Tapi keluarga juga bingung karena korban sudah kelas 3, sebentar lagi lulus SMP.
Disisi lain, penyidik Unit PPA Satreskim Polresta Sidoarjo mulai mengumpulkan
keterangan para saksi terkait kasus ini. Utamanya, terkait kekerasan sebagai mana
dalam rekaman video yang sempat viral di media sosial. Menurut Kasat Reskim
Polresta Sidoarjo Kompol Muhammad Harris, penyelidikan atas perkara itu dilakukan
setelah polisi menerima laporan dari keluarga korban. Dan pada langkah awal polisi
meminta keterangan korban dan saksi lain terkait kasus ini.
Melihat kejadian tersebut, maka sangat di butuhkan sekali peran konselor dalam
mencegah terjadinya hal-hal tersebut. Oleh karena itu dalam memberikan upaya
pemahaman mengenai Teori EMDR Therapy akan di bahas mengenai cara membantu
masalah seseorang dengan menggunakan teori-teori. Agar tidak terjadinya
pemahaman ataupun persepsi yang menyimpang dan memberikan kelancaran dalam
pelaksanaan konseling sehingga dapat memberikan layanan serta pemecahan yang
tepat dan sesuai dengan apa yang diharapkan.
Konsep yang dikembangkan oleh EMDR Therapy adalah menekankan pada
membangun kognisi positif dengan sumber daya diri yang positif. Agar individu
dapat melakukan pemrosesan ulang dari kognisi negatifnya menjadi kognisi yang
positif. Asumsi dasar teori EMDR Therapy adalah menghilangkan distress yang
berkaitan dengan pengalaman atau ingatan traumatik yang ada pada diri individu.
Treatmen EMDR adalah terapi yang sistematis untuk berbagai disfungsi yang
dihasilkan dari pengalaman traumatis atau lainnya.

B. Ruang Lingkup Pembahasan


Ruang lingkup yang dikaji pada masalah ini adalah :
1. Pengantar Eye Movement Desensitization Reprocessing (EMDR)
2. Riwayat Hidup Tokoh Konseling Eye Movement Desensitization
Reprocessing (EMDR)
3. Konsep Dasar Eye Movement Desensitization Reprocessing (EMDR)
4. Proses Konseling Eye Movement Desensitization Reprocessing (EMDR)
5. Teknik dan Prosedur Konseling Eye Movement Desensitization Reprocessing
(EMDR)

C. Tujuan Penulisan
Berdasarkan ruang lingkup pembahasan di atas, maka tujuan penulisan
makalah ini adalah :

1. Untuk menegtahui pengantar Eye Movement Desensitization Reprocessing


(EMDR)
2. Untuk mengetahui riwayat hidup tokoh konseling Eye Movement
Desensitization Reprocessing (EMDR)
3. Untuk mengetahui konsep dasar konseling Eye Movement Desensitization
Reprocessing (EMDR)
4. Untuk mengetahui proses konseling Eye Movement Desensitization
Reprocessing (EMDR)
5. Untuk mengetahui teknik dan prosedur konseling Eye Movement
Desensitization Reprocessing (EMDR)
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengantar Teori EMDR Therapy


EMDR di kembangkan oleh Francine shapiro.Phd ,Desensitisasi dan Proses
Ulang Mata (EMDR) adalah penanganan klinis sistematis untuk rentang disfungsi
yang dihasilkan dari trauma atau pengalaman lainnya. EMDR mengintegrasikan
terapi lainnya, termasuk pendekatan kognitif dan perilaku, pengalaman,
psikodinamik, dan lainnya, dengan proses terstruktur yang melibatkan stimulasi
ritmik dari sisi tubuh yang bergantian (biasanya melibatkan lateral gerakan mata).
EMDR adalah salah satu bentuk terapi exposure yang melibatkan imajinasi
pembanjiran (imaginal flooding), pembentukan ulang pola pikir dan menggunakan
kecepatan, irama pergerakan mata dan rangsangan dari dua belah pihak untuk
menangani klien yang mengalami traumatic stress. Di desain untuk membantu klien
yang menghadapi gangguan stress pascatrauma. EMDR telah diterapkan untuk
berbagai populasi termasuk anak-anak, pasangan, korban pelecehan seksual, korban
kejahatan, korban pemerkosaan, korban kecelakaan,koran bencana, dan individu
yang berurusan dengan kecemasan, panik, depresi, kesedihan, kecanduan,dan fobia.
Terapi ini pada awalnya dirumuskan sebagai terapi kognitif-perilaku, latar
belakang perilaku-kognitif biasanya memperoleh rasa hormat yang mendalam dari
praktisi teori psikodinamik sebagai akibat berpartisipasi dalam mengamati
penanganan EMDR. Efek realitas klinis pembelajaran awal yang belum
terselesaikan pada disfungsi masa kini sangat jelas terlihat untuk praktisi EMDR
yang mengamati sebab dan akibat dari konflik atau trauma dan simtomatologi.
Tidak seperti pengobatan psikodinamik tradisional, treatmen EMDR tidak
memerlukan proses reflektif waktu intensif. Penggunaan EMDR untuk mengatasi
masalah masa kini, seperti fobia, penyebab psikodinamik berorientasi wawasan
secara spontan terjadi kepada klien selama pengolahan EMDR.
B. Riwayat Hidup Tokoh
EMDR dikembangkan oleh Francine Shapiro pada tahun 1987. Beliau lahir
di New York pada tanggal 18 Februari 1948. Francine Shapiro meraih gelar Ph.D
dalam bidang psikologi klinis dari Sekolah Psikologi Studi Profesional di San
Diego, California. Dia adalah peneliti senior di Mental Research Institute di Palo
Alto, California dan terkenal karena perkembangan Eye Movement
Desensitization Reprocessing (EMDR), metode psikoterapi yang membantu
terhadap orang yang mengalami peristiwa traumatis. Dia adalah penerima
Penghargaan Sigmund Freud Internasional untuk kontribusi yang luar biasa untuk
psikoterapi yang disajikan oleh Kota Wina dalam hubungannya dengan World
Council for Psychotherapy, American Psychological Association Trauma Division
Award untuk Kontribusi Luar Biasa untuk Praktek di Psikologi Trauma, dan
Prestasi Ilmiah Ilmiah dalam Psychology Award yang diberikan oleh California
Psychological Association. Shapiro mengamati pergeseran gerakan mata dari
peristiwa pribadi langsung setelah terlibat dalam gerakan mata lateral spontan dan
cepat sementara perhatiannya beralih ke peristiwa yang mengganggu. Dia
berhipotesis gerakan mata secara berhubungan dengan pergeseran afektif yang dia
amati dalam dirinya sendiri. Dia berasumsi bahwasannya EMDR merupakan
treatmen yang paling tepat untuk membantu gejala Post Traumatic Stress
Disorder (PTSD). Efek gerakan mata mempengaruhi pada kognisi, dan fungsi
adaptif.
Pada tahun 1987, ia membuat pengamatan bahwa menggerakkan mata dari
sisi ke sisi muncul untuk mengurangi gangguan pikiran dan kenangan yang
negatif. Pengalaman ini mendorongnya untuk memeriksa fenomena ini secara
lebih sistematis. Ia mengembangkan prosedur standar untuk memaksimalkan hasil
terapi, melakukan penelitian tambahan dan studi acak terkontrol yang diterbitkan
dengan korban trauma. EMDR direkomendasikan sebagai sebuah teratmen yang
efektif untuk trauma dalam berbagai pedoman praktik internasional, termasuk
yang ada di American Psychiatric Association.

C. Pokok-Pokok Bahasan
1. Hakikat Manusia
Francine Shapiro menemukan bahwa ketika orang mengalami trauma,
pengalamannya tidak sepenuhnya diproses, atau dicerna oleh orang itu. Orang
yang pernah mengalami trauma mungkin memiliki efek yang mengganggu,
mimpi buruk yang menakutkan, dan kecemasan yang terus menerus. Mereka
juga dapat menghindari lokasi, orang, dan rangsangan lain yang terkait dengan
trauma yang dialaminya. Shapiro mengembangkan EMDR untuk membantu
orang secara efektif dalam mengatasi dan memproses kenangan traumatis,
mengurangi gangguan emosi dan memungkinkan seseorang untuk mengelola
ingatan dan perilaku yang dihasilkan dari mereka.
Semua manusia diasumsikan memiliki sistem pemrosesan informasi
inheren yang secara fisiologis dan neurobiologist menjadi alat untuk
menyeimbangkan semua pemrosesan informasi. Setiap informasi tersimpan
dalam sistem jaringan memori yang terstruktur. Sistem pemrosesan informasi
merupakan proses beberapa elemen dari pengalaman atau kenangan dalam
bentuk yang dapat diakses dan bermanfaat. Ketika terjadi peristiwa traumatis,
pengolahan informasi mungkin tidak lengkap, karena perasaan negatif yang
kuat atau disosiasi mengganggu pengolahan informasi. Hal ini mencegah
penempaan hubungan dengan informasi adaptif lebih lanjut yang diadakan di
jaringan memori lainnya. Ketika orang berpikir tentang trauma, atau ketika
memori dipicu oleh situasi yang serupa, orang mungkin merasa seperti dia
telah mengenangnya
Manusia dibekali sistem pemprosesan informasi dalam keadaan normal
(secara alamiah) yang bertugas memproses elemen-elemen pengalaman
manusia sehingga tercapai keadaan adaptif yaitu keadaan mudah
menyesuaikan diri. Shapiro menjelaskan bahwa dalam berbagai keadaan
membayangkan ingatan disimpan dalam sebuah jaringan yang saling
terhubung satu sama lain dan tersusun seputar kejadian jauh di masa lalu dan
efek yang berkaitan dengan kejadian tersebut. Jaringan ingatan tersebut berisi
pikiran, gambar, emosi dan sensasi yang berkaitan. Manusia tidak sepenuhnya
dilahirkan sebagai jahat atau baik, sebaliknya pengalaman yang dilalui dalam
hidup menyebabkan manusia berpotensi untuk cenderung kepada semua jenis
tingkah laku. Manusia berupaya untuk memahami konsep dan mengawal
tingkah lakunya sendiri serta berupaya untuk melakukan tingkah laku yang
baru. lain (Shapiro, 1998; Shapiro & Forrest, 1997) dalam Corsini (2001).

2. Konsep Dasar Teori EMDR


Rumusan teoritis Shapiro tentang EMDR sebagian besar tetap tidak
berubah sejak awal 1990-an. Saat itu waktu, ia mengartikulasikan efek EMDR
dalam kerangka model pemrosesan informasi trauma dan hasil belajar
maladaptif lainnya (Shapiro, 1995). Dalam rumusan itu, Shapiro mendalilkan
bahwa manusia otak biasanya memproses informasi secara spontan keadaan
resolusi adaptif kecuali proses alami itu diblokir. Dalam proses normal yang
dihipotesiskan, negative emosi dilepaskan dan diselesaikan, dan resolusi
adaptif dan pembelajaran terjadi secara spontan. Proses penyembuhan spontan
alami ini tersumbat oleh trauma besar seperti di PTSD genesis, atau
maladaptif lainnya maladaptif hasil belajar, seperti dalam banyak gambar
klinis yang berasal di masa kecil atau pengalaman masa dewasa. Ketika
diblokir, proses penyembuhan alami tidak bisa menyelesaikan. Sebaliknya,
hasil maladaptive PTSD atau gambar gejala lainnya terjadi ketika materi
diproses tetapi terkunci dalam sistem saraf, dalam keadaan terselesaikan.
Depresi, fobia, gangguan panik, gangguan disosiatif, gangguan
kepribadian, dan PTSD semua mengungkapkan pengalaman-pengalaman yang
belum terselesaikan dalam berbagai gejala. Pemicu situasional dalam situasi
sekarang dipandang sebagai membangkitkan jaringan saraf yang mengandung
maladaptif yang belum terselesaikan terkait peristiwa kenangan yang telah
terkait dalam pikiran klien. Pandangan dari sifat relasional terkait kenangan
diinformasikan dalam sesi EMDR secara spontan.
Terapi EMDR melibatkan perhatian pada tiga periode waktu yaitu
masa lalu, sekarang, dan masa depan. Fokus terhadap kenangan masa lalu
yang mengganggu anatara kejadian yang bersangkutan, serta diberikan kepada
situasi saat ini yang menimbulkan bahaya serta untuk mengembangkan
keterampilan dan sikap yang dibutuhkan untuk tindakan positif di masa depan.
Dalam perkembangannya teori EMDR dilandasi teori yang
dikembangkan oleh Shapiro yaitu Adaptive Information Processing (AIP).
Menurut Shapiro, 1995, 2001 dalam Leeds (2009) AIP memiliki tiga prinsip
utama yaitu :
a. Manusia memiliki sistem pemrosesan informasi adaptif yang memungkinnya
untuk mengatur kembali respon terhadap suatu kejadian yang mengganggu
dalam kehidupannya.
b. Suatu peristiwa traumatik atau bahkan stress yang terus menerus dapat
mengganggu sistem pemrosesan ini. Saat sistem pemrosesan terganggu, maka
seseorang terhambat untuk mencapai suatu resolusi yang adaptif. Hipotesis
ini didasari oleh respon otak terhadap peristiwa traumatik yang terus
menerus. Ingatan traumatik tersimpan dalam memori jangka pendek yang
implisit dan menyimpan sesnsasi tubuh, emosi dan respon fisiologis.
Sementara memori ingatan non traumatik tersimpan dalam memori jangka
panjang. Maka, artinya orang yang memiliki ingatan traumatik dapat
merasakan sensasi tubuh, emosi dan respon fisiologis lainnya saat kejadian
trauma itu kembali terjadi walaupun sudah lama.
c. Prosedur EMDR dan eye movement dari kiri ke kanan bisa mengembalikan
keseimbangan pada sistem pemrosesan informasi adaptif yang dimiliki
individu, sehingga individu dapat mencapai suatu resolusi yang adaptif.
D. Prosedur Dan Teknik Konseling
a. Tujuan Terapeutik
Tujuan dasar dari EMDR therapy adalah membantu individu dalam
mengubah kognisi negatif yang ada pada dirinya menjadi kognisi positif melalui
pemrosesan. Dimana individu dapat menghilangkan distress yang berkaitan
dengan pengalaman atau ingatan traumatik yang ada pada dirinya. Sehingga,
klien dapat bebas dari kejadian di masa lalu dan menjadi pribadi yang lebih
produktif.
b. Fungsi dan Peran Konselor
Konselor berperan aktif. Konselor membantu klien dalam menemukan
keadaan yang kurang menguntungkan bagi diri klien dari kejadian di masa
lalunya yang mengganggu terhadap kognisi klien. Konselor EMDR membantu
klien dalam menemukan dan membuat sebuah kognisi positif dalam diri klien
dengan menggunakan beberapa prosedur teknik konseling EMDR.

c. Pengalaman Klien dalam Konseling


Konseli didorong untuk mengidentifikasi sebuah gambaran peristiwa yang
dianggap mengganggu dalam dirinya. Konseli dapat merubah kognisi negatif
yang ada pada dirinya menjadi kognisi yang positif. Sehingga, konseli dapat
mengubah perilaku maladaptifnya menjadi adaptif.

d. Hubungan Antara Konselor dan Klien


Hubungan antara konselor dan konseli adalah sebuah hubungan untuk
meningkatkan kesempatan konseli menerima konseling tersebut dimana konselor
dan konseli bekerja sama dalam proses konseling dengan harapan akan
keberhasilan konseling yang sukses. Sehingga pada awal konseling konselor dan
konseling membangun hubungan, karena hal ini sangat penting selama proses
konseling berlangsung.
e. Prosedur dan teknik konseling
Penanganan EMDR terdiri dari tujuh tahapan penting. Jumlah sesi
dikhususkan untuk setiap fase dan jumlah fase termasuk dalam setiap sesi
bervariasi dari klien ke klien. Tahap pertama melibatkan mengambil riwayat
klien dan perencanaan penanganan. Ini diikuti dengan tahap persiapan, di
mana konselor memperkenalkan klien untuk prosedur EMDR,
menjelaskanTeori EMDR, menetapkan harapan tentang efek penanganan, dan
mempersiapkan klien untuk kemungkinan gangguan antara sesi. Fase ketiga,
penilaian, meliputi penentuan target dan dasar respon menggunakan SUD dan
VOC Timbangan. Tahap keempat, desensitisasi, asal emosi yang mengganggu
klien, dan memunculkan wawasan dan asosiasi yang tepat. Kelima, atau
instalasi, fase berfokus pada peningkatan integrasi dari reorganisasi kognitif.
Tahap keenam, mengevaluasi dan membahas sisa ketegangan tubuh, yaitu
scan tubuh. Berikutnya penutupan, fase yang meliputi pembekalan dan sangat
penting untuk menjaga keseimbangan klien antara sesi. Kedelapan dan
terakhir Fase ini disebut evaluasi ulang. Eye movement desensitization
(EMDR) merupakan pertemuan dari beberapa taktik terbaik psikoterapi dari
dekade terakhir. Langkah-langkah berikut adalah pusat untuk proses EMDR,
yaitu sebagai berikut :
a. Phase 1 : Client History and Treatment Planning
Fase ini dimulai dengan riwayat hidup klien dan rencana penanganan yang
hati-hati, sebagai penanganan terapi. Penekanan ini memastikan bahwa klien siap
untuk terapi EMDR. Ketika peristiwa traumatis dilaporkan, keadaan dan kejadian
masa lalu dicatat bersama dengan keluhan lain yang mungkin atau tidak mungkin
terkait. Bagian ini tahap dari fase pengambilan riwayat memerlukan evaluasi
seluruh gambar klinis, termasuk perilaku disfungsional klien, gejala dan
karakteristik yang perlu ditangani. Konselor kemudian menentukan target spesifik
yang perlu diproses ulang. Target tersebut termasuk peristiwa yang awalnya
ditetapkan dalam gerakan patologi, saat ini pemicu yang merangsang materi
disfungsional, dan jenis perilaku positif dan sikap yang diperlukan untuk masa
depan. EMDR harus digunakan untuk memproses ulang informasi hanya setelah
konselor telah menyelesaikan evaluasi penuh dari gambaran klinis dan rencana
rancangan penanganan.

b. Phase 2 : Preparation
Pada awal terapi, konselor mempersiapkan klien untuk EMDR,
ditunjukkan dengan mengarahkan klien tentang apa yang diharapkan, penjelasan
dan persetujuan. Membangun hubungan awal terapi adalah persiapan penting.
Konselor membangun komunikasi dengan klien untuk dapat menentukan level
klien pada tingkatan mana dan merencanakan kembali prosedur terapi. Tahap
persiapan melibatkan pembentukan aliansi terapeutik, menjelaskan proses EMDR
dan dampaknya, menangani masalah klien, dan memulai relaksasi dan prosedur
keselamatan. Sangat penting bahwa konselor jelas menginformasikan klien dari
kemungkinan untuk gangguan emosional selama dan setelah sesi EMDR. Hanya
dengan cara ini klien akan benar-benar berada dalam posisi untuk memberikan
penjelasan dan persetujuan. Tujuannya adalah agar klien menjadi mahir dalam
teknik relaksasi ini dan mampu menggunakannya dengan keyakinan sehingga
mereka dapat menangani setiap gangguan yang mungkin terjadi dalam sesi. Selain
itu pada fase ini gerakan mata mulai di praktekkan. Konselor akan menggerakkan
tangannya dengan cara mengacungkan dua jarinya di depan klien dan bertanya
kepadanya apakah jarak tangan konselor cukup nyaman bagi klien.
Setelah itu konselor akan menggerakkan tangannya secara horizontal
diikuti dengan gerakan mata klien dari gerakan ini terapis dapat melihat
kemampuan gerak mata kliennya sebagai manifestasi terapis untuk menggerakkan
tangan dengan cepat atau lambat dan dapat dimulai berakhir dengan spontan.
Untuk gerakan tangan selain gerak horizontal juga dapat menggerakan tangan
secara diagonal dari arah kiri bawah ke kanan atas sebgai gerakan yang dianggap
lebih efektif bagi klien yang mengalami pergolakan emosi yang tinggi, pusing dan
bagi klien yang mengalami vertigo gerakan ini sangat bermanfaat. Bagi klien
yang mengalami kesulitan mengikuti gerakan tangan terapis dapat melakukan
dengan mengangkat dua tangannya yang salah satunya dikepalkan dan yang
satunya lagi seperti apa yang telah dilakukan pada gerakan pertama dan kedua.

c. Phase 3 : Assessment
Tahap penilaian adalah prasyarat untuk penanganan EMDR. Pada tahap
ini, klien memilih target atau gambar yang paling mewakili masalah klien. Klien
kemudian mengidentifikasi gambar diri yang mewakili kognisi negatif yang
membangkitkan target. Mengidentifikasi gambar kognisi positif ideal secara
kolaboratif selfstatement yang klien cita-citakan, berkaitan dengan target /
gambar. Kognisi yang diinginkan dievaluasi untuk mendapatkan gambaran klien
pada skala Validity of Cognition (VOC) skala, di mana 1 adalah benar-benar
palsu, dan 7 adalah sepenuhnya benar. Jaringan saraf yang diduga terdapat sistem
afektif yang diblokir dan diproses kemudian membangkitkan dan membuka
dengan memegang Target gambar dalam kesadaran, ditambah dengan
selfstatement negatif, dan mengidentifikasi kedua emosi yang muncul dan lokasi
tubuh emosi. Tahap assessment (pengukuran) meliputi, identifikasi memori
traumatis yang menimbulkan kecemasan, identifikasi sensasi emosional dan fisik
yang dihubungkan dengan peristiwa traumatis, evaluasi terhadap skala Subjective
Unit of Disturbance (SUD), identifikasi terhadap kognisi negative yang
dihubungkan dengan peristiwa yang mengganggu, dan menemukan suatu
kepercayaan adaptif yang akan mengurangi tingkat kecemasan. Skala
Subject Unit Disorder (SUD) digunakan untuk menurunkan dasar intensitas
tekanan sebelum gerakan mata awal. Pada skala ini, 0 adalah benar-benar netral
atau tidak ada gangguan, dan 10 adalah tekanan paling intens yang
dibayangkan. Dalam keadaan ini desentisitasi dimulai.
d. Phase 4 : Desensitization
Fase keempat berfokus pada pengaruh negatif klien, sebagaimana
tercermin dalam Skala SUD. Fase ini memberikan semua tanggapan, termasuk
wawasan dan asosiasi baru, tanpa menghiraukan apakah tingkat kesusahan klien
meningkat, menurun atau stasioner. Selama fase desensitisasi variasi dan
perubahan fokus yang diperlukan harus sesuai sampai level SUD klien dikurangi
menjadi 0 atau 1 (sesuai untuk keadaan individu yang diberikan). Hal ini
menunjukkan bahwa disfungsi utama yang melibatkan peristiwa yang ditargetkan
telah dihapus. Namun, pemrosesan ulang masih belum lengkap, dan informasi
tersebut perlu diatasi lebih lanjut dalam fase-fase penting yang selanjutnya.
Harus ditekankan di sini bahwa dalam banyak kasus gerakan mata (atau bentuk
stimulasi alternatif) tidak cukup untuk proses lengkap. Laporan klinis
menyatakan bahwa setidaknya separuh waktu pemrosesan akan berhenti dan
konselor akan harus menggunakan berbagai strategi tambahan dan prosedur
EMDR yang baik untuk merestimulasinya.
Klien diminta untuk membuang pengalaman negatifnya serta melaporkan apa
yang dibayangkannya, dirasakan dan dipikirkannya. Pada tahap desensitisasi,
konselor membangkitkan gerakan mata klien. Perhatian klien secara sistematis
dan secara spontan bergerak melalui serangkaian jenis pengalaman unik individu
atau organisasi yang mempengaruhi urutan jenis kronologis klien, rangsangan
situasional, sensasi tubuh. Sebuah intervensi lebih maju disebut menjalin kognitif
memungkinkan digunakan pada klien untuk kembali ke proses self determined.
e. Phase 5 : Installation
Fase kelima ini dinamakan dengan fase instalasi karena fokusnya adalah pada
meningkatkan kekuatan kognisi positif bahwa klien telah mengidentifikasi dan
merubah sebagai pengganti yang asli dari kognisi negatif yang dimiliki sebelumnya.
Sebagai contoh, klien mungkin mulai dengan gambar penganiayaannya dan definisi
negatif "Saya tidak berdaya." Selama fase kelima, kognisi positif yang muncul adalah
"Saya sekarang dalam keadaan yang baik". Fase instalasi dimulai pada tingkat emosi
klien tentang peristiwa target telah turun menjadi 0 pada Skala SUD. Pada titik ini
konselor meminta klien untuk memegang kognisi positif yang paling tepat dalam
pikiran bersama dengan memori targetnya. Kemudian konselor melanjutkan gerakan
mata sampai klien dari kognisi positif mencapai tingkat 7 pada skala VOC. Perlu
diingat bahwa klien harus menilai kognisi berdasarkan bagaimana perasaannya pada
tingkat keberanian.
Kognisi positif yang paling tepat mungkin adalah klien yang diidentifikasi
selama fase asesmen dari sesi konseling EMDR, atau mungkin salah satu yang
muncul secara spontan selama berturut-turut. Bahkan jika kognitif positif baru belum
muncul, konselor biasanya menemukan bahwa penilaian VOC klien dari kognisi
positif asli telah meningkat pada akhir fase desentitisasi. Konselor harus melanjutkan
atau bahkan menetapkan (dengan klien secara bersamaan berfokus pada kognisi
positif dan peristiwa atau kejadian disekitarnya) untuk memastikan kemungkinan
penguatan kognitif. Selama pendirian itu benar, kepercayaan diri dan kepastian klien
meningkat harus dilanjutkan.
Penilaian VOC sangat penting dalam menentukan lebih lanjut apa yang harus
dilakukan untuk menyelesaikan sesi penanganan. Sebagai contoh, jika klien
melaporkan peringkat VOC kurang dari 7 setelah dua set, konselor harus
menanyainya untuk menentukan apakah tingkat validitas saat ini sesuai untuknya.
Misalnya, seorang klien mungkin mengatakan , "Saya tidak bisa memberi nilai 7
karena saya tidak percaya pada hal yang ekstrem" atau "Saya akan memiliki waktu
untuk melihat saudara saya untuk mengetahui dengan pasti bahwa saya dapat
membela dia." Ini adalah pernyataan tidak berbahaya atau keyakinan yang sesuai
dan tidak menunjukkan thology; akibatnya, fase berikutnya dari sesi perawatan dapat
dimulai. Namun, klien dapat menyuarakan keyakinan negatif seperti "Saya tidak
pantas untuk benar-benar bahagia." Karena jenis keyakinan negatif ini akan menjadi
instalasi lengkap dari kognisi positif, itu harus berfungsi sebagai target dari
pengobatan EMDR. Tujuan utamanya adalah pemasangan kognisi positif yang kuat
dan sepenuhnya valid yang akan meningkatkan rasa self-efficacy dan harga diri klien.
Menghubungkan kognisi positif dengan memori target memperkuat ikatan asosiatif
sehingga jika ingatan tentang insiden asli dipicu, kembalinya ke kesadaran sekarang
akan disertai dengan kognisi positif baru yang sangat terkait, seperti “Sudah berakhir;
Saya aman sekarang”. Klien berkonsentrasi pada kognisi positif yang kemudian
dimasukkan ke dalam target jaringan memori, di mana ia dapat
menggeneralisasikannya ke dalam memori yang terkait.
Kognisi positif dipilih berdasarkan kemampuannya untuk menggeneralisasi dan
membentuk kembali perspektif dari jumlah materi disfungsional terbesar, serta untuk
memberdayakan klien untuk kejadian saat ini dan di masa depan. Instalasi melibatkan
mengulangi kognisi positif yang diinginkan sambil memegang target dalam
kesadaran. Menghubungkan kognisi yang diinginkan dengan target semula
tampaknya nyata memperkuat ikatan asosiatif dan menyediakan efek generalisasi
maksimal bila dikombinasikan dengan citra dari masa depan yang sukses serta dalam
situasi masa depan mirip dengan situasi sasaran. Kognisi positif bertindak sebagai
pewarna dari warna yang berbeda yang menembus jaringan memori. Jelas, instalasi
dan penguatan kekuatan kognisi positif merupakan komponen penting dari sesi
EMDR. Keberadaan kognisi negatif adalah indikator bahwa peristiwa traumatis
adalah faktor yang menentukan kuat dalam kehidupan seseorang yang belum cukup
berasimilasi ke dalam kerangka kerja adaptif . Trauma yang belum terselesaikan
ditandai oleh perspektif negatif pada isu-isu pengendalian diri dan pemberdayaan,
perspektif yang dapat dimanifestasikan dalam berbagai bentuk sepanjang hidup
seseorang. Fase instalasi sesi EMDR berfokus pada kekuatan penilian positif klien,
yang tampak penting untuk efek positif yang menyeluruh selama konseling.
f. Phase 6 : Body Scan
Setelah kognisi positif sepenuhnya terhenti, klien diminta untuk mengingat
secara baik peristiwa target dan kognisi positif dan untuk memindai tubuhnya dari
atas ke bawah. Dia diminta untuk mengidentifikasi ketegangan dalam bentuk
pembentukan tubuh. Sensasi tubuh ini kemudian ditargetkan untuk set yang
berurutan. Dalam kasus-kasus manusia ketegangannya akan hilang, tetapi dalam
beberapa kasus informasi disfungsional akan terungkap. Seperti yang disebutkan
sebelumnya, tampaknya ada fisik resonansi terhadap hal yang disfungsional.
Mengidentifikasi sensasi fisik dan menargetkannya pada fase keenam EMDR dapat
membantu menyelesaikan informasi yang belum diproses yang tersisa. Fase keenam
ini adalah fase penting dan dapat mengungkapkan area ketegangan atau resistensi
yang sebelumnya tersembunyi.

g. Phase 7 : Closure
Klien harus dikembalikan ke keadaan keseimbangan emosional pada akhir
setiap sesi, apakah konseling selesai atau tidak. Selain itu, penting bahwa klien
diberikan instruksi yang tepat pada setiap akhir sesi. Artinya, konselor harus
mengingatkan klien bahwa yang mengganggu image, pemikiran, atau emosi yang
mungkin timbul di antara sesi adalah bukti pengolahan tambahan, yang merupakan
tanda positif.
Sebagai bagian dari penutupan sesi EMDR, klien diingatkan bahwa proses akan
berlanjut jika klien masih menunjukkan gejala stress atau PTSD. Konselor tidak akan
membiarkan klien dalam keadaan tersebut. Biasanya, target EMDR baru muncul
antara sesi, pengolahan. Juga biasanya, target EMDR tetap permanen sebelum pada
tingkat rendahnya gangguan yang dicapai pada akhir sesi EMDR sukses.
Klien diinstruksikan untuk menyimpan catatan tentang pikiran negatif, situasi,
mimpi, dan ingatan yang mungkin terjadi. Instruksi ini memungkinkan klien untuk
menjauhkan kognitif dirinya dari gangguan emosional melalui tindakan menulis.
Konselor harus memberikan klien harapan yang realistis tentang tanggapan negatif
(positif) yang mungkin muncul selama dan setelah konseling. Informasi ini
meningkatkan kemungkinan bahwa klien akan mempertahankan keseimbangan dalam
menghadapi kemungkinan gangguan yang disebabkan oleh penguraian disfungsional.

h. Phase 8 : Reevaluation
Reevaluasi, fase kedelapan dari perjanjian, harus dilaksanakan pada awal
setiap sesi baru. Konselor memiliki reaccess klien target sebelumnya diolah kembali
dan ulasan respons klien untuk menentukan apakah efek treatmen telah digunakan.
Konselor harus menanyakan bagaimana perasaan klien tentang materi yang
ditargetkan sebelumnya dan harus memeriksa laporan log untuk melihat apakah ada
informasi yang sudah diproses yang perlu ditargetkan atau ditangani. Konselor
mungkin memutuskan untuk menargetkan materi baru tetapi harus melakukannya
hanya setelah trauma dari treatmen sebelumnya telah benar-benar terealisasi.
Integrasi ditentukan dalam hal faktor intrapsikis serta masalah sistem. Treatmen yang
berhasil hanya dapat ditentukan setelah reevaluasi yang cukup dari pemrosesan ulang
dan efek perilaku.
BAB III
ANALISIS KASUS
Jimy adalah seorang laki-laki berusia 24 tahun. Dia pengangguran dan
mengikuti sesi konseling karena memiliki beberapa permasalahan yang
menggangunya. Masalah pertama adalah dia merasa depresi dan frustrasi dengan
hidupnya karena dia tidak mempunyai pekerjaan. Pernah dia kuliah, akan tetapi tidak
tamat karena tidak serius dan banyak bolos sehingga dia Drop Out (DO) oleh
kampusnya. Dia merasa hidupnya sudah tidak berarti dan tidak memiliki tujuan hidup
yang jelas. Ia mengatakan dalam dirinya bahwa dia tidak layak untuk hidup bahagia
seperti orang lain. Ada keinginan dalam hatinya untuk menikah dan hidup bahagia
bersama wanita pilihannya akan tetapi melihat kondisinya sekarang, dia merasa
frustrasi terhadap dirinya. Ia mengatakan setiap kali mendekati perempuan, dia
merasa cemas dan dalam pikirannya seringkali muncul pikiran bahwa perempuan itu
pasti berpikir jelek tentang kondisinya yang buruk dan tidak punya pekerjaan. Ketika
dihadapkan pada pemikiran terhadap masalah yang ia hadapi, ia langsung mabuk
dengan meminum alcohol dengan tujuan supaya menghilangkan pikirannya yang
stres. Akan tetapi kadangkala ia berpikir untuk bunuh diri agar terbebas dari tekanan
yang ia rasakan. Ia merasa hidupnya tidak berarti. Satu-satunya yang ia rasakan
berarti adalah ia memiliki ibu yang baik hati. Akan tetapi, setiap kali melihat ibunya,
seringkali muncul pikiran bahwa dirinya tidak berguna dan tidak bias
membahagiakan ibunya.

Analisis Kasus Jimmy Dalam Perspektif Teori (EMDR)


Dalam perspektif teori EMDR jimmy mengalami depresi dan frustasi,
karena pengalaman atau kejadian yang dialaminya menghantui pikiran jimmy, dan itu
semua membuat jimmy cemas. Dalam hal ini jimmy terlalu fokus kepada rasa
takutnya sehingga membuat jimmy dihantui perasaan takut dan khawatir yang
kemudian menimbulkan perasaan kecemasan yang terus menerus, sehingga jimmy
terpenjara dalam masalahnya yang tidak kunjung menemnukan jalan keluar.
Dalam hal ini Pengalaman juga sangat memengaruhi setiap tingkah laku
Manusia, karena dalam kasus ini jimmy terlalu terfokus kepada rasa takut dan cemas,
pikiran jimmy dipenuhi dengan pikiran negative yang membuat masalah semakin
terasa lebih berat dan mmebuat jimmy berperilaku pesimis. Shapiro menjelaskan
bahwa dalam berbagai keadaan membayangkan ingatan yang disimpan dalam sebuah
jaringan ingatan, yang berisi pikiran, gambar, emosi dan sensasi yang berkaitan.
Untuk itu karena jimmy terlalu focus kepada kejadian atau rasa takut yang sedang dia
rasakan membuat pikiran dia terus membayangkan kejadian yang akhirnya
menimbulkan emosi dan sensasi yang membuat jimmy merasa tidak berdaya

Penanganan Eye Movement Desinsitization and Reprocessing (EMDR)


Jimy megalami kecemasan ketika mendekati perempuan dan berpikiran bahwa
perempuani itu akan berpikiran buruk tentang kondisinya yang buruk dan tidak
memiliki pekerjaan.
Tahap 1:
Konselor mengetahui, mendapatkan informasi mengenai riwayat jimmy, dan
mengevaluasi dari mulai gambaran klinis, perilaku jimmy, kebiasaan atau perilaku
yang muncul ketika jimmy mengalami tekanan, dan lainnya yang menyangkut
riwayat jimmy.
Tahap 2:
Tahap persiapan, dimana Konselor akan menjelaskan kepada Jimmy tentang proses
EMDR dan dampaknya, menangani masalah klien, dan memulai relaksasi dan
prosedur keselamatan. Sangat penting bahwa konselor jelas menginformasikan klien
dari kemungkinan untuk gangguan emosional selama dan setelah sesi EMDR. Dan
dipandu untuk panduan latihan relaksasi.
Tahap 3:
Tahap penilaian, konselor menilai perilaku yang muncul pada jimmy, dan jimmy
diminta untuk memilih gambar yang paling mewakili memori yang membuat ia
cemas. Kemudian ia memilih kognisi negatif yang mengungkapkan perasaan dalam
kejadian tersebut, kemudian menentukan kognisi positif yang nantinya akan
digunakan untuk menggantikan kognisi negatif selama fase instalasi (Fase Lima).
Tahap 4 :
Tahap desensititasi, dimana Jimmy diminta untuk memvisualisasikan gambaran
kecemasannya, mengekspose keadaan yang paling mengganggu selama kurang dari
semenit tiap sesinyadan konselor memperhatikan sensasi fisiknya.Pada tahap ini
konselor membangkitkan gerakan mata jimmy (atau stimulasi otak bilateral lainnya)
untuk set sekitar 24 saccades. Ini berguna untuk menghancurkan atau merusak
kecemasan tentang gambaran jimmy terhadap kecemasannya.
Tahap 5 :
Tahap Instalasi terdiri dari penerapan dan peningkatan kekuatan pola pikir (kognisi)
positif jimmy sebagai pengganti pola pikir negatif.. Dimana kognisi negatif jimmy
yaitu perempuan akan memandang jelek tentang dirinya karena kondisi jimmy saat
ini, dan akan diubah, diinstal ulang pola pikirnya sesuai kognisi positif yang
diinginkan jimmy dengan mengulangi kognisi positif yang diinginkan, menimbulkan
kepercayaan jimmy sehingga memori tidak lagi mampu menimbulkan kecemasan dan
pikiran negatif tentang dirinya juga mencapai tingkat VOC menjadi skala 7.
Tahap 6 :
Setelah pola pikir positif ditanamkan, jimmy diminta untuk memvisualisasikan
peristiwa traumatic dan pola pikir positifnya kemudian konselor memeriksa badannya
dari atas sampai bawah dan mengidentifikasi tegangan seluruh tubuhnya. Scan tubuh
dilakukan, untuk melihat apakah ada register distresss somatik sedangkan gambar
target dibawa kepikiran. Scan tubuh yang membangkitkan ketidaknyamanan somatik
berarti bahwa pemrosesan tambahan diperlukan, baik dalam sesi saat ini atau yang
berikutnya
Tahap 7 :
Sebagai bagian dari penutupan tepat dari sesi EMDR, yang diingatkan klien bahwa
pengolahan berlanjut setelah sesi,dan memberi tahukan Jimmy untuk tidak khawatir
jika mimpi dan keadaan bangun sedikit tidak biasa. Jimmy diminta untuk mencatat
dalam buku harian atau jurnal dan merekam hal-hal yang mengganggunya. Beberapa
intervensi dari klien diharapkan untuk melakukan beberapa kegiatan selama proses
perawatan seperti relaksasi, menciptakan imajinasi, meditasi, self monitoring, dan
latihan pernafasan.
BAB IV
KESIMPULAN

Pengalaman-pengalaman yang belum terselesaikan tetap dalam keadaan statis


mereka, dengan efek mereka mulai dari ringan sampai dampak yang parah pada
kehidupan. Pemicu situasional dalam situasi sekarang dipandang sebagai
membangkitkan jaringan saraf yang mengandung bahan maladaptif yang belum
terselesaikan kenangan terkait peristiwa hubungan menyukai-jenis kenangan atau
materi lebih jauh yang telah menjadi terkait dalam pikiran klien. Pandangan dari sifat
relasional terkait kenangan diinformasikan dalam sesi EMDR terungkap secara
spontan.
Eye Movement Desensitization Reprocessing adalah terapi yang sistematis untuk
berbagai disfungsi yang dihasilkan dari pengalaman traumatis atau lainnya. EMDR
mengintegrasikan pendekatan terapeutik lainnya termasuk pendekatan kognitif-
perilaku, experiential, psikodinamik dan lain-lain dengan proses terstruktur yang
melibatkan gerakan mata lateral. Dasar pendekatan berpusat pada bahwasannya
kognisi negatif yang ada pada diri individu bisa diubah menjadi kognisi positif
melalui pemrosesan.
DAFTAR PUSTAKA

Corsini, Raymod J. (2001). Handbook of Innovative Therapy Second Edition.


Canada: John Wiley & Sons, Inc.

Anda mungkin juga menyukai