Anda di halaman 1dari 47

HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DAN STRES

TERHADAP POLA MAKAN MAHASISWA


KEPERAWATAN TINGKAT AKHIR
DI UNIVERSITAS WIDYA
NUSANTARA PALU

PROPOSAL PENELITIAN

LILIS KARLINA HALE


201901014

POGRAM STUDI NERS UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA


PALU 2023
ii

LEMBAR PERSETUJUAN
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DAN STRES
TERHADAP POLA MAKAN MAHASISWA KEPERAWATAN
TINGKAT AKHIR DI UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA
PALU

PROPOSAL

LILIS KARLINA HALE


201901014

Tanggal, 25 Mei
2023

Pembimbing I Pembimbing II

Rahmat Doko, S.ST., M.Tr.Kep Ns. Sisilia Rammang, S.Kep.,M.Kep


NIK. 7271040806720001 NIK.

Mengetahui,
Ketua prodi
UNIVERSITAS WIDYA NUSANTARA PALU

Ns. Yulta Kadang, S.Kep., M.Kep

NIK. 20220901145
3

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
DAFTAR ISI iii
DAFTAR GAMBAR iv
DAFTAR LAMPIRAN v
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 4
B. Rumusan Masalah 4
C. Tujuan Penelitian 4
D. Manfaat Penelitian 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 6
A. Tinjauan Teori 6
B. Kerangka Konsep 26
E. Hipotesis 26
BAB III METODE PENELITIAN 27
A. Desain Penelitian 27
B. Tempat dan Waktu Penelitian 27
C. Populasi dan Sampel 27
D. Variabel Penelitian 29
E. Defnisi Oprasional 29
F. Instrumen Penelitian 30
G. Teknik Pengumpulan data 31
H. Analisis Data 31
I. Bagan Alur Penelitian 33
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
4

DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Kerangka konsep 26
Gambar 3.1 Bangan Alur penelitian 33
5

DAFTAR LAMPIRAN

1. Surat Permohonan Pengambilan Data Awal


2. Surat Balasan Pengambilan Data Awal
3. Kuesioner
4. Lembar Konsul
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pola makan adalah suatu cara dan usaha dalam pengaturan jumlah
dan jenis makanan dengan informasi gambaran meliputi mempertahankan
kesehatan, status nutrisi, dan mencegah suatu penyakit dan pola makan
yang tidak teratur sering terjadi pada mahasiswa semester akhir (Annisa
Ayu Wardhani, 2022).
Mahasiswa semester akhir merupakan mahasiswa yang berada di
tahap pembuatan skripsi atau tugas akhir, dan harus mengerjakan skripsi
yang merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana, saat
proses pembuatan skripsi terdapat banyak kendala yang dilalui mahasiswa
yakni masalah internal maupun masalah eksternal yang muncul (Evindri
dkk, 2022). Terdapat beberapa hal yang menjadi penyebab kecemasan
mahasiswa dalam mengerjakan tugas akhir, yaitu adanya situasi yang
menyebabkan kecemasan yaitu tuntutan dari orang tua, mahasiswa kurang
memiliki keyakinan diri dalam mengerjakan tugas akhir, serta kurangnya
dukungan sosial dari dosen maupun teman-temannya, selain itu tingkat
stres terbanyak pada mahasiswa adalah depresi sedang, dengan gejala
dominan yang muncul berupa sikap pesimis yakni merasa berkecil hati
tentang masa depan sehingga tingkat kecemasan dan stres yang
berpengaruh pada perubahan pola makan yang tidak teratur (Nasution,
2018)
Menurut World Health Organization (WHO) pada tahun 2019
ditemukan hampir 264 juta penduduk dunia yang mengalami stres dan
kecemasan, Sedangkan studi prevalensi yang dilakukan di inggris terhadap
4169 responden didapatkan sebanyak 90% responden mengalami stress
(Evindri dkk, 2022). Stres adalah suatu kondisi yang disebabkan oleh
tuntutan sosial, lingkungan dan fisik yang tidak terkendali (Ambarwati
dkk, 2019)
Di Indonesia sendiri prevalensi gangguan mental emosional
(stres dan kecemasan) menurut hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
pada tahun 2018 menunjukkan bahwa sebesar 9,8% untuk usia 15 tahun
ke atas mengalami gangguan mental emosional. Angka tersebut
menunjukkan peningkatan dibandingkan hasil Riset Kesehatan Dasar pada
tahun 2013 yaitu hanya 6%. Di wilayah Provinsi Sulawesi Selatan
prevalensi gangguan mental emosional menunjukkan angka sebesar
12,83%. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan angka rata-rata
prevalensi gangguan emosional penduduk Indonesia tahun 2018
(Riskesdas, 2018) ( Pratiwi, A. (2022) )
2

Dinas kesehatan povinsi Sulawesi tengah tahun 2021 presentasi


pelayanan kesehatan Orang Dengan Gangguan Jiwa berat mencapai
sebesar 45%. Sedangkan presentase pelayanan kesehatan Orang Dengan
Gangguan Jiwa di kota palu yang mecapai 26% (Dinkes, 2021).
Berdasarkan survei awal tahun 2023 yang di lakukan di Universitas
Widya Nusantara Palu ditemukan bahwa mahasiswa keperawatan tingkat
akhir yang ada sebanyak 131 orang. Dari hasil wawancara pada 7 orang
mahasiswa mengatakan tidak dapat istirahat dengan tenang, sulit
bekonsentrasi, tertekan, merasa gugup, lelah, putus asa, dan pola makan
yang tidak teratur sehingga mahasiswa mengalami stres dan pola makan
yang tidak teratur yang bekaitan dengan aktivitas saat konsultasi dengan
dosen pembimbing serta dihadapkan pada masalah dana dalam proses
penyelesaian skripsi yang membuat mahasiswa kurang memperhatikan
asupan makan karna aktifitas yang terlalu padat sehingga pola konsumsinya
memburuk hingga mengalami stres yang bisa menghilangkan nafsu makan
pada mahasiswa.
Kecemasan sering mempengaruhi kehidupan sehari-hari dan dapat
mengganggu sistem pencernaan, seperti nafsu makan teganggu, perubahan
pola makan. Banyak terjadi pola makan yang tidak teratur di kalangan
mahasiswa karena berbagai macam persoalan yang terjadi seperti, tugas
kuliah yang menumpuk, pemasalahn dengan teman ataupun pacar, atau
kiriman yang kurang. Seseorang yang cemas akan lebih mudah mengalami
perubahan selera makan, seperti peningkatan atau penurunan nafsu makan
sehingga sering kali memiliki pola makan yang bekulaitas buruk atau
rendah (Annisa Ayu Wardhani, 2022).
Selain kecemasan, stres juga dapat mempengaruhi pola makan.
Ketika seseorang dalam keadaan stres, mereka dapat mengalami
ketegangan, ketidakmampuan untuk berpikir secara rasional, yang
membuat seseorang mudah tersinggung, sedih, cemas dan bahkan dapat
menyebabkan depresi. Stres juga dapat menyebabkan peningkatan tekanan
darah, penurunan atau peningkatan nafsu makan dan gangguan konsentrasi
(sumarna dkk, 2022).
Pola makan diartikan sebagai cara seseorang dan sekelompok
orang untuk memilih makanan dan mengonsumsi makanan terhadap
pengaruh fisiologis, psikologis, dan budaya & sosial. Secara umum, pola
makan memiliki 3 (tiga komponen) yang terdiri dari: jenis, frekuensi , dan
2
jumlah makanan. Pola makan seimbang adalah cara pengaturan jumlah
dan jenis makanan dalam susunan makanan sehari – hari yang
mengandung zat gizi, terdiri atas enam zat yaitu karbohidrat, protein,
lemak, vitamin, mineral, dan air. Konsumsi pola makan seimbang adalah
susunan jumlah makanan yang dikonsumsi dengan mengandung gizi yang
seimbang dalam tubuh serta mengandung dua zat yaitu, zat pembangun
dan zat pengatur (Annisa Ayu Wardhani, 2022).
Terlepas dari tujuan penulisan skripsi, mahasiswa yang tengah
menulis skripsi menghadapi tantangan tersendiri. Seperti yang dirasakan
3

oleh salah satu responden dalam penelitian yang dilakukan (Syarofi dkk,
2020), ia merasakan serta paham suka duka saat mengerjakan skripsi dan
menjadikan hal itu sebagai tantangan yang harus dijalani. Skripsi juga
dipandang sulit dan salah satunya yaitu disaat mencari judul yang tidak
mudah diterima dosen pembimbing. Dengan apa yang dialami oleh
mahasiswa tersebut akan berdampak bukan hanya pada kondisi fisik tetapi
juga pada kondisi psikologisnya. Hal ini dapat dilihat ketika mahasiswa
mengalami stres dalam proses pengerjaan skripsi seperti yang dirasakan
oleh mahasiswa gizi ketika pengerjaan skripsi sebagai tugas akhir yang
dapat menimbulkan stres atau perasaan tertekan dan terbebani (Syarofi
dkk, 2020)
Berdasakan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nasution pada
tahun 2018 tentang Pengaruh Penulisan Skripsi Terhadap Simtom Depresi
Dan Simtom Kecemasan Pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas
Muhamadiyah Sumatera Utara Angkatan 2014 dengan hasil penelitian
ditemukan mahasiswa yang mengalami simtom depresi sebanyak 20 orang,
terdiri dari 6 laki-laki dan 14 perempuan hubungan yang signifikan antara
disertasi dan gejala kecemasan (Nasution, 2018)
Penelitian yang dilakuakan oleh Riskiyati tentang Tingkat
Kecemasan Mahasiswa Dalam Menyusun Skripsi Di Program Studi
Bimbingan Dan Konseling Islam Fakultas Dakwah IAIN Purwokerto
Angkatan 2015 dengan hasil penelitian terdapat 12 mahasiswa (25,53%)
berada pada kategori panik, 11 mahasiswa (23,40%) pada kategori berat,
13 mahasiswa (27,57%) (Rizkiyati, 2019)
Studi penelitian yang dilakukan oleh Kustanti tentang Studi
Kualitatif Perilaku Emotional Eating Mahasiswa Tingkat IV Program
Studi Sarjana Keperawatan Di Stikes Bethesda Yakkum Yogyakarta Tahun
2018 menemukan bahwa 15 dari 86 (17,4%) mahasiswa S1 Keperawatan
tahun akademik 2017-2018 yang sedang mengerjakan tesis atau disertasi
mengalami kenaikan berat badan akibat stres. karena perubahan pola
makan (Kustanti dkk, 2019).
Selain itu, penelitian Trimawati dkk tentang Studi Deskriptif
Perilaku Emotional Eating Mahasiswa dengan hasil 37 responden
(48,7%) dari 76 responden yang sedang mengerjakan skripsi memiliki
perilaku makan emosional (Trimawati dkk, 2018). Hal ini juga didukung
oleh penelitian yang dilakukan oleh Syarofi dkk tentang Apakah Perilaku
3
Dan Asupan Makan Berlebih Berkaitan Dengan Stress Pada Mahasiswa
Gizi Yang Menyusun Skripsi dengan hasil penelitian menunjukkan adanya
hubungan antara stress dengan emotional eating (p=0,008, r=-0,448), skor
perceived stress scale dengan asupan energi (p=0,028, r=0,0376) dan
asupan lemak (p=0,002, r=0,507) (Syarofi dkk, 2020).
4

Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk


melakukan penilitian mengenai “ Hubungan Tingkat Kecemasan dan Stres
Terhadap Pola makan Mahasiswa Keperawatan Reguler Tingkat Akhir di
Universitas Widya Nusantara Palu.
B. Rumusan Masalah
Bedasarkan latar belakang penelitian yang telah dikemukakan
tersebut, maka dapat disusun rumusan masalah penelitian yaitu : ‘‘Apakah
ada hubungan tingkat kecemasan dan stress terhadap pola makan pada
mahasiswa keperawatan tingkat akhir di universitas widya nusantara
palu?’.
C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Menganalisis hubungan tingkat kecemasan dan stress terhadap pola
makan pada mahasiswa keperawatan reguler tingkat akhir di universitas
widya nusantara palu.
2. Tujuan khusus
a. Mengidentifikasi tingkat kecemasan terhadap pola makan
mahasiswa keperawatan reguler tingkat akhir di Universitas Widya
Nusantara Palu
b. Mengidentifikasi tingkat stress terhadap pola makan mahasiswa
5

keperawatan reguler tingkat akhir di Universitas Widya Nusantara


Palu
c. Menganalisis hubungan tingkat kecemasan dan stress terhadap pola
makan pada mahasiswa keperawatan reguler tingkat akhir di
universitas widya nusantara palu.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat pendidikan
Dapat memberikan informasi tentang penebab yang sering muncul
sebagai gejala awal dari kecemasan dan stress yang banyak terjadi pada
mahasiswa keperawatan tingkat akhir Univesitas Widya Nusantara
Palu.

2. Mahasiswa Universitas Widya Nusantara Palu


Penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan
mahasiswa dapat meminimalisir terjadinya kecemasan dan stress serta
menemukan pola makan yang tepat ketika mengalami kecemasan dan
stress.
3. Bagi instansi penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi referensi tambahan di
perpustakaan Universitas Widya Nusantara Palu, dan dapat menjadi
acuan bagi penelitain selanjutnya terkait kecemasan dan stress terhadap
pola makan dalam mengatasi kecemasan dan stres akademik.
BAB II TINJAUAN

PUSTAKA

A. Tinjauan teori
1. Konsep pola makan
a. Definisi Pola Makan
Pola makan adalah suatu cara atau usaha dalam pengaturan
jumlah dan jenis makan dengan informasi gambaran meliputi
mempertahankan kesehatan, status nutrisi, mencegah atau membantu
kesembuhan penyakit (kemenkes 2014).
Pengertian pola makan menurut Handajani adalah tingkah laku
manusia atau sekelompok manusia dalam memenuhi makanan yang
meliputi sikap, kepercayaan, dan pilihan makanan. Sedangkan
menurut Suhardjo, pola makan diartikan sebagai cara seseorang atau
sekelompok untuk memilih makanan dan mengkonsumsi makanan
terhadap pengaruh fisiologis, psikologis, budaya, dan sosial
(Ramadani, 2017)
Pola makan merupakan perilaku paling penting yang dapat
mempengaruhi keadaan gizi. Hal ini disebabkan karena kuantitas dan
kualitas makanan dan minuman yang dikonsumsi akan
mempengaruhi asupan gizi sehingga akan mempengaruhi kesehatan
individu dan masyarakat. Gizi yang optimal sangat penting untuk
pertumbuhan normal serta perkembangan fisik dan kecerdasan bayi,
anak-anak, serta seluruh kelompok umur (kemenkes 2014).
Secara umum, pola makan terdiri atas 3 (tiga) komponen
yaitu: jenis, frekuensi, dan jumlah makanan.(Hasmawati dkk, 2021)
1) Jenis makanan
Jenis makanan adalah sejenis makanan pokok yang
dimakan setiap hari, terdiri dari makanan pokok, lauk hewani,
sayuran, dan buah yang dikonsumsi setiap hari. Makanan pokok
adalah sumber makanan utama di Negara Indonesia yang
dikonsumsi setiap orang atau sekelompok masyarakat yang
terdiri dari beras, jagung , sagu, umbi – umbian , dan tepung.
2) Frekuensi makan
Frekuensi makan adalah beberapa kali makan dalam sehari,
meliputi makan pagi, makan siang, dan makan malam serta
makan selingan. Frekuensi makan merupakan berulang kali
makan sehari dengan jumlah tiga kali, yaitu makan pagi, makan
siang, dan makan malam.
3) Jumlah makan
Jumlah makan adalah banyaknya makanan yang
dimakan dalam setiap orang atau setiap individu dalam
kelompok.
b. Faktor yang Mempengaruhi Pola Makan
Pola makan yang akan terbentuk akan sama dengan kebiasaan
makan seseorang. Secara umum, terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi pola makan yaitu faktor internal dan faktor eksternal
(kemenkes 2014).
1) Faktor internal
a) Faktor fisiologis
Rasa lapar atau rasa kebutuhan untuk makan dan
rasa kenyang (menghentikan asupan makan atau mencegah
proses makan selanjutnya).
b) Faktor psikologis
Nafsu makan yaitu keinginan terhadap makanan tertentu,
berdasarkan pengalaman.
(1) Aversi (pantangan) yaitu menghindari makanan
tertentu, berdasarkan pengalaman yang sebelumnya.
(2) Preferensi yaitu dibentuk dari seberapa sering kontak
dengan makanan tersebut dan proses belajar dini
(3) Emosi , makanan tertentu dikaitkan dengan emosi
yang positif maupun negatif.
(4) Tipe kepribadian , kepekaan terhadap pemicu eksternal
dan internal yang mempengaruhi asupan makanan.
2) Faktor eksternal
a) Budaya
Budaya adalah salah satu faktor penentu dalam
memilih makanan, memberikan dan memperkuat identitas
dan rasa yang dimiliki. Pengaruh budaya terlihat sangat
jelas pada makanan pokok atau tersamar misal cara
penyajian atau cara memasak.
b) Faktor ekonomi
Semakin tinggi tingkat ekonomi, maka semakin
banyak jumlah dan jenis makanan yang dapat dikonsumsi
oleh individu maupun kelompok. Sebaliknya, orang yang
hidup dalam kemiskinan atau memiliki pendapatan rendah
akan lebih susah untuk memilih makanan.
c) Pendidikan atau kesadaran akan kesehatan
Faktor ini berasal dari lingkungan eksternal,
menentukan besarnya perhatian terhadap hal – hal yang
berkaitan dengan makanan dan gizi.
2. Konsep Mahasiswa
Mahasiswa rentan mengalami gangguan kecemasan, terlebih
mahasiswa keperawatan karena beban tanggung jawab yang besar ,
serta banyaknya hal yang memicu kecemasan. Terdapat faktor pemicu
yang dapat menyebabkan kecemasan pada mahasiswa (Brenneisen
Mayer et.al 2016).
a. Beban kuliah dan meningkatnya kompleksitas materi
Beban kuliah yang banyak mengharuskan mahasiswa untuk
memahami dan menguasai seluruh materi yang dipelajari. Materi
kuliah adalah bahan kuliah yang akan diujikan , dengan mahasiswa
memahami seluruh materi kuliah, akan memudahkan mahasiswa
dalam mengerjakan ujian dan mendapatkan hasil yang maksimal.
Namun, karena beban yang sangat meningkat, mahasiswa akan lebih
mudah mendapatkan kecemasan karena rasa takut yang tinggi.
b. Ujian
Ujian merupakan salah satu cara menilai proses pembelajaran,
namun tidak sedikit mahasiswa yang terbebani oleh adanya ujian.
Bagi beberapa mahasiswa berpikir ujian adalah mimpi buruk yang
menakutkan. Mahasiswa akan mulai mendapatkan kecemasan,
seperti sakit perut, rasa cemas, jantung berdebar – debar, tidak bisa
duduk, dll saat ujian sudah dekat. Walaupun , mereka sudah
mempersiapkan diri dengan belajar tapi ketika menghadapi ujian,
akan tetap merasa gelisah dan cemas. Mereka merasa begitu panik
sehingga tidak dapat berkonsentrasi dan hasilnya pun tidak akan
maksimal.
c. Kurangnya kesiapan belajar
Bahan kuliah yang sangat banyak serta manajemen waktu yang
kurang akan membuat mahasiswa kesulitan dalam menyiapkan
ujian. Mahasiswa akan lebih sigap dalam belajar ketika semalam
sebelum ujian, dengan begitu hasilnya pun tidak akan semaksimal
mungkin. Hal tersebut, akan memicu kepanikan dan kecemasan pada
mahasiswa karena mereka berpikir belum siap dengan hasil yang
akan diperoleh. Selain faktor di atas yang merupakan faktor
akademis sehingga berkorelasi sebagai pemicu kecemasan,
masih terdapat faktor lain yang tidak dapat dikesampingkan perihal
kecemasan, seperti peristiwa kehidupan pribadi, mengalami luka
fisik maupun psikis, kematian keluarga atau teman dekat, dan
masalah finansial yang juga dapat dipertimbangkan sebagai
faktor risiko kecemasan Fernanda.
3. Konsep Kecemasan
a. Definisi Kecemasan
Kecemasan atau dalam Bahasa Inggris “anxiety” berasal
dari bahasa Latin yaitu “angustus” yang berarti kaku, dan
“ango,anci” yang artinya adalah mencekik. Kecemasan adalah
suatu respon normal dan setiap orang pernah mengalami
kecemasan. Kecemasan biasanya dihubungkan dengan ketakutan,
maka itu kecemasan ini sering ditandai sebagai rasa ketakutan yang
menyebar, tidak menyenangkan, dan tidak jelas. Kecemasan sering
disertai dengan gejala otonom, seperti sakit kepala, keringat dingin,
jantung berdebar, sesak nafas, ketidaknyamanan perut ringan, yang
ditunjukkan dengan ketidakmampuan untuk duduk atau berdiri
diam dalam waktu jangka panjang (Sadock at.el, 2017).
Kecemasan merupakan sinyal peringatan dari hal
berbahaya yang akan datang dan memungkinkan untuk seseorang
mengambil tindakan untuk menghindari bahaya tersebut.
Perbedaan kecemasan dan ketakutan adalah, ketakutan merupakan
sinyal peringatan tetapi itu adalah respons yang telah diketahui ,
eksternal, pasti, dan non-konflik. Kecemasan sendiri adalah
respons terhadap ancaman yang tidak diketahui, internal, tidak
jelas, dan konflik tual (Sadock at.el, 2017).
Jadi dapat disimpulkan, bahwa kecemasan adalah kondisi
terdapat perasaan yang tidak menyenangkan dimana seseorang
merasakan khawatir yang tidak jelas asal – usulnya. Kecemasan
dibutuhkan untuk mempersiapkan diri dari suatu kejadian yang
akan terjadi. Namun, kecemasan yang berlebihan dapat
menyebabkan seseorang kesusahan untuk memutuskan suatu
keputusan (Sadock at.el, 2017)
7

b. Etiologi
Terdapat beberapa teori dan sains yang berkontribusi sebagai
penyebab gangguan kecemasan pada individu, yaitu kontribusi
aspek psikologis, biologis, genetik, dan neuroanatomi (Sadock
at.el, 2017).
1) Aspek psikologis
Ada tiga mayor teori yaitu teori psikoanalitik, teori
perilaku, dan teori eksistensial.
a) Teori Psikoanalitik
Definisi Freud, kecemasan dipandang sebagai hasil
dari konflik psikis antara keinginan seksual atau agresif
sadar dan ancaman sesuai superego atau keadaan
eksternal. Dalam menghadapi keadaan tersebut, ego
akan memberikan respons untuk memberikan pertahanan
dan mencegah pikiran dan perasaan yang tidak dapat
diterima yang muncul dari kesadaran.
b) Teori perilaku
Teori perilaku mendalilkan bahwa kecemasan
adalah suatu respon untuk stimulus lingkungan yang
spesifik. Misalnya, adalah anak yang dibesarkan oleh
orang tua yang kasar akan cenderung cemas begitu
melihat orang tuanya. Dalam kesimpulan, seorang anak
akan mengembangkan respons kecemasan dengan
meniru kecemasan di lingkungan sekitarnya, seperti
kecemasan orang tua.
c) Teori Eksistensial
Teori eksistensial memberikan model teori
kecemasan umum, dimana tidak ada stimulus secara
khusus yang dapat diidentifikasi untuk perasaan cemas
yang kronik. Konsep utama teori ini adalah bahwa orang
mengalami perasaan hidup di alam semesta tanpa tujuan.
Kecemasan adalah tanggapan mereka terhadap
8

kekosongan yang dirasakan dalam keberadaan dan


makna.
2) Aspek biologis
a) Sistem Saraf Otonom
Stimulasi sistem saraf otonom menyebabkan
beberapa gejala tertentu pada kecemasan, seperti gejala
kardiovaskular (misalnya takikardia), sistem muskular
(misalnya sakit kepala), sistem gastrointestinal (
misalnya diare, konstipasi, tidak nafsu makan), dan
sistem respirasi ( misalnya takipneu).
b) Neurotransmitter
Tiga neurotransmitter utama terkait kecemasan pada
studi dasar hewan dan respon terhadap terapi obat adalah
Norepinefrin (NE), serotonin, dan GABA. Gejala kronis
yang dialami oleh penderita kecemasan , seperti
serangan panik, insomnia, dan kaget merupakan
karakteristik dari peningkatan fungsi noradrenergik.
Teori umum tentang peran norepinefrin terhadap
kecemasan adalah bahwa penderita kecemasan memiliki
fungsi noradrenergik yang tidak diatur dengan baik.
Badan sel sistem noradrenergik terlokalisasi terutama
pada locus coeruleusdi rostral pons, dan
memproyeksikan akson ke korteks serebral, sistem
limbik, batang otak, dan sumsum tulang belakang. Pada
suatu percobaan pada pr imata, didapatkan bahwa
stimulasi pada locus coeruleus akan meningkatkan
respon ketakutan dan kecemasan pada hewan percobaan.
Selain itu, neurotransmitter lainnya seperti
serotonin juga dapat meningkatkan kecemasan. Jika ada
pemicu kecemasan, akan memicu peningkatan 5 -
hydroxytryptamine 5-HT pada prefrontal cortex, nucleus
9

accumbens, amygdala, dan hipotalamus lateral. GABA


juga dapat meningkatkan kecemasan.
3) Aspek genetic
Studi genetik didapatkan bahwa ada beberapa
komponen genetik berkontribusi dalam perkembangan
gangguan kecemasan. Faktor keturunan menjadi salah satu
faktor predisposisi dalam perkembangan gangguan
kecemasan. Hampir setengah dari semua pasien dengan
gangguan panik memiliki setidaknya satu kerabat yang
terkena dampak.
4) Aspek neuroanatomi
Sistem limbik memiliki banyak menerima inervasi
dari noradrenergic dan serotonin. Pada sistem limbik juga
didapatkan konsentrasi tinggi neurotransmitter GABA.
Stimulasi pada sistem limbik mengimplikasi timbulnya
rasa takut dan kecemasan pada studi primata. Selain
sistem limbik, korteks serebral juga dapat berperan dalam
berkembangnya kecemasan. Frontal cortex berhubungan
dengan parahippocampal, gyruscingulate, dan
hipotalamus yang dapat menumbuhkan rasa cemas pada
manusia. Selain aspek di atas, ada beberapa penyebab
lain yang dapat menyebabkan kecemasan, seperti trauma,
obat – obatan, dan lain – lainnya.
c. Faktor Risiko Kecemasan
Ada beberapa faktor risiko yang berkaitan dengan
kecemasan, penyebab pasti tidak sepenuhnya dipahami. Berikut
adalah beberapa kondisi yang merupakan faktor risiko gangguan
cemas: (Sadock at.el, 2017)
1) Jenis kelamin
Wanita memiliki kemungkinan lebih besar untuk mengalami
gangguan cemas. Pada wanita, hormon seks estradiol lebih
meningkat dari pada laki – laki, sehingga estradiol akan
10

meningkatkan HPA axis sehingga kortisol akan meningkat, dan


berisiko lebih cemas dari pada laki – laki.
2) Trauma masa anak – anak
Anak – anak yang mengalami trauma psikis ataupun
pelecehan rentan berisiko terjadi kecemasan.
3) Penyakit fisik berat
Bagi sebagian orang, kecemasan dapat menjadi salah satu
tanda adanya masalah kesehatan serius yang mendasarinya,
seperti penyakit jantung, diabetes mellitus, hipertensi,dan
gangguan tiroid.
4) Penumpukan stress
Situasi yang memicu terakumulasinya stres dapat menjadi
faktor risiko kecemasan.
5) Maturasi (Kematangan)
Individu yang lebih matur akan memiliki kematangan
kepribadian sehingga tidak mudah mengalami gangguan
kecemasan. Individu yang lebih matang akan memiliki daya
adaptasi yang lebih besar terhadap beban yang berat ,dan
pribadi yang tidak matang secara kepribadian akan lebih mudah
terserang ansietas atau kecemasan.
6) Sosial dan Budaya
Cara hidup individu dalam bermasyarakat akan
mempengaruhi timbulnya kecemasan. Individu yang
mempunyai cara hidup yang teratur akan lebih mudah untuk
mengontrol dirinya dan tidak mudah untuk mendapatkan
kecemasan. .
7) Obat – obatan dan alcohol
Penyalahgunaan obat – obatan dan gejala yang timbul
akibat penghentian obat anti-anxietas seperti golongan
benzodiazepine menyebabkan perburukan dari gejala cemas.
d. Gejala Klinis Kecemasan
Pengalaman kecemasan memiliki dua komponen, yaitu
kesadaran sensasi fisiologis (misalnya, jantung berdebar dan
berkeringat) dan kesadaran akan gugup ataupun ketakutan. Selain
efek motorik dan visceral, kecemasan juga mempengaruhi cara
berpikir, persepsi, dan pembelajaran. Hal tersebut cenderung
11
menimbulkan kebingungan dan distorsi persepsi, tidak hanya ruang
dan waktu tetapi juga tentang orang – orang dan makna dalam
suatu hal (Sadock at.el, 2017).
Distorsi ini dapat menurunkan konsentrasi, mengganggu
pembelajaran, menurunkan ingatan, dan mengurangi kemampuan
untuk menghubungkan satu item ke item lainnya sehingga
terbentuk asosiasi. Tanda dan gejala kecemasan yang ditemui
pada setiap individu bervariasi, tergantung dari beratnya dan
tingkat keparahan dari kecemasan itu sendiri. Keluhan yang
sering ditemukan oleh seseorang saat mengalami kecemasan secara
umum, antara lain: (Sadock at.el, 2017)
1) Gejala psikologis : perasaan cemas / khawatir, firasat buruk,
takut akan pikirannya sendiri, mudah tersinggung, merasa
tegang, tidak tenang, gelisah, mudah terkejut.
2) Gangguan pola tidur , mimpi yang menegangkan.
3) Gangguan konsentrasi daya ingat.
4) Gejala somatik rasa sakit pada otot dan tulang, berdebar –
debar, sesak, gangguan pencernaan, sakit kepala, gangguan
perkemihan, tangan berkeringat dan lembab.
12

Gejala utama kecemasan menyeluruh adalah ansietas,


ketegangan motorik, hiperaktivitas otonom, dan kewaspadaan
secara kognitif. Kecemasan bersifat berlebihan dan mempengaruhi
berbagai aspek kehidupan penderita. Ketegangan motorik
bermanifestasi sebagai bergetar, kelelahan, dan sakit kepala.
Hiperaktivitas otonom timbul seperti pernafasan yang pendek,
berkeringat, palpitasi, dan ditandai dengan gejala saluran
pencernaan seperti diare maupun konstipasi. Anxietas atau
kecemasan berkaitan dengan perasaan yang tidak nyaman,
tidak pasti, dan merasa tidak berdaya. Keadaan emosional ini tidak
spesifik di masing – masing objek. Menurut Stuart dan Sundeen
dalam penelitian Anggraeni membagi kecemasan menjadi 4
tingkatan berdasarkan respon kecemasan tersebut, yaitu:
(Anggraeni dkk, 2018)
1) Kecemasan Ringan
Kecemasan ini adalah ansietas yang normal yang
memotivasi individu setiap harinya sehingga dapat
meningkatkan kesadaran individu tersebut serta meningkatkan
perasaannya. Kecemasan pada tahap ini sangat penting dan
konstruktif.
2) Kecemasan Sedang
Pada tingkat ini, persepsi individu mulai menyempit.
Seluruh indra dipusatkan pada penyebab ansietas sehingga
perhatian pada lingkungan dan persepsi berkurang.
3) Kecemasan Berat
Lapangan persepsi menyempit. Individu berfokuskan
kepada hal – hal yang kecil, sehingga tidak mampu untuk
menyelesaikan masalahnya dan mulai terjadi gangguan
fungsional. Pada tingkat ini, seseorang cenderung memusatkan
sesuatu secara spesifik sehingga tidak dapat berpikir tentang
hal lain. Individu tersebut memerlukan banyak pengarahan dari
luar untuk dapat memusatkan diri pada suatu hal lainnya.
13

4) Panik
Tingkat panik berhubungan dengan ketakutan dan teror.
Pola pikir terpecah dari proporsinya, mengalami kehilangan
kendali, tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Terjadi peningkatan aktivitas motorik,
menurunnya kemampuan berkomunikasi dengan orang lain,
persepsi menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional,
dan dapat terjadi kelelahan berat.
e. Alat Ukur Kecemasan
1) Hamilton Anxiety Rating Scale (HARS).
Skala HARS merupakan pengukuran kecemasan yang
didasarkan oleh munculnya gejala pada individu yang
mengalami kecemasan. Menurut skala HARS, terdapat 14
gejala/symptoms yang muncul pada individu yang mengalami
cemas atau ansietas. Setiap item yang diobservasi diberikan 5
tingkatan skor atau nilai antara 0 (nol) sampai 4 (severe/berat).
Skala HARS pertama kali dibentuk pada tahun 1559,
diperkenalkan oleh Max Hamilton, dan sekarang telah menjadi
standar dalam pengukuran kecemasan terutama pada penelitian
trial clinic. Skala HARS sendiri sudah memiliki validitas dan
reabilitas yang cukup tinggi pada kecemasan yaitu 0,83 dan
0,77. Kondisi ini menyebabkan skala HARS mampu
memperoleh hasil yang valid dan reliabel.Skala HARS
memiliki 14 item yang akan dinilai. Penilaian kecemasan
dengan skala HARS meliputi: (Decha M, Putri D 2012)
a) Perasaan cemas: firasat buruk, takut akan pikiran sendiri,
dan mudah tersinggung.
b) Ketegangan: merasa tegang, gelisah, gemetar, mudah
terganggu, dan lesu.
c) Ketakutan: takut terhadap gelap, terhadap orang asing, bila
tinggal sendiri dan takut pada binatang besar.
14

d) Gangguan tidur: sukar memulai tidur, terbangun pada


malam hari, tidur tidak pulas, dan mimpi buruk.
e) Gangguan kecerdasan: penurunan daya ingat, mudah lupa,
dan sulit berkonsentrasi.
f) Perasaan depresi: hilangnya minat, berkurangnya
kesenangan pada hobi, sedih, perasaan tidak menyenangkan
setiap hari.
g) Gejala somatik: nyeri pada otot dan kaku, gertakan gigi,
suara tidak stabil, dan kedutan otot
h) Gejala sensorik: perasaan ditusuk – tusuk, penglihatan
kabur, muka merah, dan pucat serta lemah
i) Gejala kardiovaskular: takikardi, nyeri dada, denyut nadi
mengeras dan detak jantung hilang sekejap
j) Gejala pernapasan: rasa tertekan di dada, perasaan
tercekik, sering menarik napas panjang, dan merasa nafas
pendek
k) Gejala gastrointestinal: sulit menelan, obstipasi, berat badan
menurun, mual dan muntah, nyeri lambung sebelum dan
sesudah makan, perasaan panas di perut.
l) Gejala urogenital: sering kencing, tidak dapat menahan
kencing, amenorrhea, ereksi lemah atau impotensi
m) Gejala vegetatif: mulut kering, mudah berkeringat, muka
merah, bulu roma berdiri, pusing, sakit kepala
n) Perilaku sewaktu wawancara: gelisah, jari gemetar,
mengerutkan dahi atau kening, muka tegang, tonus otot
meningkat, napas pendek dan cepat
Hasil di atas akan diberikan skor:
0 = tidak ada gejala
1 = 1 dari gejala yang ada
2 = separuh dari gejala yang ada
3 = lebih dari separuh gejala yang ada
4 = semua gejala ada
15

Penentuan dari derajat kecemasan dengan cara


menjumlah nilai skor dan item 1-14 dengan hasil

Skor <6 = tidak ada kecemasan


Skor 6 – 14 = kecemasan ringan
Skor 15 – 27 = kecemasan sedang
Skor >27 = kecemasan berat
2) Beck Anxiety Inventory (BAI).
BAI adalah alat ukur yang menggunakan skala yang
mengukur tingkat kecemasan yang dapat dirasakan oleh
kelompok usia dewasa dan remaja. Skala pengukuran ini terdiri
atas 21 pernyataan yang berisi 14 pernyataan tentang gejala
somatik dan 7 pernyataan yang meliputi aspek subjektif dari
kecemasan. Alat ukur ini memiliki angka reliabilitas 0,75 dan
validitasnya 0,85 (Decha M, Putri D 2012).
3) State Trait Anxiety Inventory (STAI)
STAI merupakan alat ukur yang digunakan untuk
mempelajari kecemasan pada populasi normal orang dewasa,
namun skala pengukuran ini juga dapat digunakan untuk
menggambarkan kecemasan pada sampel pasien. Alat
pengukuran ini menggunakan 2 kategori yaitu state anxiety dan
trait anxiety. Reliabilitas kuesioner ini adalah 0,89 dan
validitasnya 0,73 (Decha M, Putri D 2012).
f. Hubungan tingkat kecemasan dan pola makan
Kecemasan merupakan kumpulan gejala dan dapat
disebabkan oleh faktor yang beragam. Gejala kecemasan dapat
mempengaruhi pola makan karena faktor saraf otonom. Penderita
kecemasan akan mengalami perubahan struktur kimiawi pada otak
yaitu neurotransmiter norepinefrin, GABA, dan serotonin yang
akan mengirimkan sinyal ke hipotalamus untuk stimulasi saraf
otonom. Setelah saraf otonom aktif, sistem tersebut akan
mengendalikan proses kerja tubuh seperti peningkatan detak
jantung, pengosongan lambung, peningkatan atau pengurangan
16

kerja usus, perubahan metabolisme karbohidrat, lemak , dan


protein sehingga menyebabkan rasa lapar atau kenyang pada
penderita kecemasan. Penderita kecemasan akan merasakan mual
dan muntah, konstipasi, ataupun diare, sehingga penderita akan
sedikit makan ataupun banyak makan. Pada penelitian, terdapat
hasil bahwa penderita ansietas memiliki kalori yang tinggi, serta
intake gula yang tinggi. Penderita kecemasan akan cenderung
memakan snack manis sehingga asupan makanan karbohidrat akan
lebih tinggi. Pada penderita kecemasan, lebih sedikit
mengkonsumsi serat sehingga juga akan terjadi masalah
pencernaan, yaitu konstipasi. Asupan lemak dan protein ditemukan
lebih rendah pada penderita kecemasan.
4. Konsep Stress
a. Definisi Stress
Stres adalah sebuah tekanan yang terjadi apabila terdapat
selisih antara kenyataan yang ada dengan harapan yang diinginkan,
penyebab hal ini terjadi karena ketidakseragaman antara kapasitas
individu untuk memenuhi tuntutan lingkungan yang dinilai
mengancam, mengganggu, membahayakan, dan tidak terkendali,
atau secara sederhana dapat didefinisikan stres merupakan
kemampuan diluar batas individu untuk melakukan coping (Barseli
at.el, 2017).
Sunyoto (2012) mendefinisikan stres sebagai kondisi
dinamis yang menghadapkan seseorang pada pertentangan antara
kesempatan, hambatan atau permintaan terhadap hal yang
diinginkan dan hasilnya dianggap tidak pasti dan penting. Stres
ialah bentuk rangsangan atau tekanan yang bersifat individual dan
bereaksi secara adaptif terhadap manusia. Derajat kematangan
berpikir, derajat pendidikan, serta kemampuan beradaptasi
individu akan lingkungannya sangat berpengaruh terhadap stres
yang dialami individu tersebut, hal ini menyebabkan stres yang
dialami setiap individu berbeda-beda (Wirawan, 2017).
17

Stres merupakan salah satu pengalaman hidup yang


mutlak dialami oleh setiap orang. Stres dapat dikatakan sebagai
stimulus apabila rangsangan- rangsangan yang muncul dapat
mengganggu atau membahayakan individu. Apabila sumber-
sumber stres bereaksi dengan tubuh maka akan terjadi respons,
sedangkan apabila terjadi proses pegevaluasian dari sumber
stres maka disebut transaksional. Jika banyaknya stres yang
diterima oleh tubuh begitu banyak dan kemampuan tubuh untuk
menghadapi stres sedikit, maka stres akan memberikan dampak
negatif (Kessler et al., 2016)
Tingkat stres yaitu hasil penilaian terhadap berat ringannya
stres yang dialami seseorang. Tingkatan stres seseorang dapat
digolongkan menjadi tiga tingkatan, yaitu: (Wulandari, 2016)
1) Stres Ringan
Stres pada tingkat ringan yaitu stres pada seseorang yang
tidak mengakibatkan kerusakan pada segi fisiologi. Stres
ini biasanya dialami setiap orang setiap harinya seperti
ketiduran, lupa, dikritik, dan lain-lain. Jika terjadi secara
terus menerus situasi seperti ini dapat menimbulkan penyakit.
2) Stres Sedang
Tingkat kedua yaitu stres sedang dan durasinya lebih lama
dibanding stres ringan. Durasinya terjadi selama beberapa jam
sampai beberapa hari. Stres sedang dapat memicu
terganggunya organ lambung dan usus, ketidakteraturan
buang air besar, kontraksi pada otot, terganggunya pola tidur,
terganggunya siklus mens, penurunan kemampuan konsentrasi
dan daya ingat, dan lain-lain.
3) Stres Berat
Stres berat adalah stres kronis yang dialami oleh seseorang
dalam jangka waktu mingguan hingga menahun. Stres berat
dapat memicu gangguan pencernaan berat, peningkatan detak
18

jantung, sesak napas, tremor, peningkatan perasaan cemas dan


takut, mudah bingung dan panic.

Sedangkan menurut American Psychological Association


(2014) membagi stress menjadi tiga jenis, yaitu:
1) Stres Akut
Merupakan bentuk paling umum dari stres, berasal dari
tuntutan dan tekanan dari masa lalu dan diantisipasi tuntutan
dan tekanan dalam waktu dekat. Stres akut muncul ketika ada
tantangan, ancaman, atau sesuatu yang tidak terduga terjadi.
Stres ini dapat dikatakan sebagai stres dengan jangka pendek.
Gejala stres akut meliputi peningkatan denyut jantung, napas
cepat, berkeringat, dan lain-lain. Contoh stres akut seperti
berselisih paham dengan orang lain, terjebak macet, dan
lain sebagainya.
2) Stres Akut Episodik
Merupakan stres akut yang dialami seseorang namun
dengan frekuensi sering. Orang yang mengalami tipe stres ini
biasanya memiliki terlalu banyak tuntutan atau tekanan, dan
tidak bisa mengatur tuntutan tersebut dengan baik atau
manajemen stres yang buruk. Gejala yang muncul pada stres
akut episodik mirip dengan stres akut namun dengan frekuensi
yang lebih sering.
3) Stres Kronis
Merupakan stres yang dialami seseorang terhadap
banyaknya tuntutan atau tekanan yang dihadapi setiap hari
bahkan bertahun-tahun tanpa menemukan jalan keluar terhadap
tekanan-tekanan tersebut. Contoh stres kronis yaitu masalah
pada keluarga, keuangan, pekerjaan atau sekolah, mengidap
suatu penyakit, dan lain-lain.
b. Faktor-faktor yang mempengaruhi stres
Menurut Rindang dalam penelitian Wulandari menjelaskan
faktor-faktor yang mempengaruhi stress dalam menyusun skripsi
antara lain: (Wulandari, 2016)
19

1) Faktor internal mahasiswa


a) Jenis kelamin
Cenderung memiliki tingkat stres yang lebih tinggi
tinggi dibandingkan pria.Secara umum wanita mengalami
stres 30 % lebih tinggi dari pada pria.
b) Karakteristik kepribadian mahasiswa
Adanya perbedaan karakteristik kepribadian
mahasiswa yang sedang menyusun skripsi menyebabkan
adanya perbedaan reaksi terhadap sumber stres yang sama.
Mahasiswa yang memiliki kepribadian ketabahan memiliki
daya tahan terhadap sumber stres yang lebih tinggi dari
pada mahasiswa yang tidak memiliki kepribadian
ketabahan. Inteligensi Mahasiswa yang mempunyai tingkat
inteligensi yang lebih tinggi akan lebih tahan terhadap
sumber stres dari pada mahasiswa yangmemiliki inteligensi
rendah, karena tingkat inteligensi berkaitan dengan
penyesuaian diri. Mahasiwa yang memiliki inteligensi yang
tinggi cenderung lebih adaptif dalam menyesuaikan diri.
2) Faktor eksternal
a) Tuntutan pekerjaan/tugas akademik (skripsi), tugas
akademik (skripsi) yang dianggap berat dan tidak sesuai
dengan kemampuan individu dapat menyebabkan terjadinya
stres.
b) Hubungan mahasiswa dengan lingkungan sosialnya,
hubungan mahasiswa yang sedang menyusun skripsi
dengan lingkungan sosialnya meliputi dukungan sosial yang
diterima dan integrasidalam hubungan interpersonal dengan
lingkungan sosialnya. Faktor keluarga yang dimaksud disini
adalah faktor stres yang dialami oleh seseorang yang
disebabkan karena kondisi keluarga yang tidak baik yaitu
sikap orang tua.
20

c) Suku dan kebudayaan, setiap masyarakat yang tinggal di


suatu daerah memiliki kebudayaan yang membedakan
dengan daerah lain. Kebudayaan yang berbeda mampu
membentuk kepribadian dalam masyarakat.
d) Status sosial ekonomi, orang yang memiliki status sosial
ekonomi yang rendah cenderung memiliki tingkat stres
yang tinggi. Rendahnya pendapatan menyebabkan adanya
kesulitan ekonomi sehingga sering menyebabkan tekanan
dalam hidup.
e) Strategi koping mahasiswa, strategi koping merupakan
rangkaian respon yang melibatkan unsur-unsur pemikiran
untuk mengatasi permasalahan sehari-hari dan sumber stres
yang menyangkut tuntutan dan ancaman yang berasal dari
lingkungan sekitar. Strategi koping yang digunakan oleh
mahasiswa yang sedang menyusun skripsi dalam
menghadapi stres, berpengaruh pada tingkat stresnya.
Beberapa pendapat tersebut dapat diperoleh kesimpulan,
faktor faktor yang mempengaruhi stres pada mahasiswa
dalam membuat skripsi ada dua faktor yaitu faktor internal
dan eksternal. Faktor internal meliputi jenis kelamin,
kepribadian, intelegensi atau kognitif. Sedangkan faktor
eksternal antara lain tugas-tugas yang berhubungan
dengan akademik, hubungan mahasiswa dengan lingkungan
sosialnya, suku dan kebudayaan, keluarga, dan status sosial
ekonomi.
c. cara mengukur tingkat stres
Tingkat stres dapat diukur menggunakan kuesioner terkait
stres. Salah satu kuesioner yang dapat digunakan untuk mengukur
tingkat stres seseorang yaitu kuesioner Kessler Psychological
Distress Scale (KPDS). Kessler Psychological Distress Scale
(KPDS) yaitu kuesioner yang terdiri dari 10 pertanyaan yang akan
ditujukan pada responden menggunakan sistem skoring. Skor 1
untuk jawaban responden apabila tidak pernah mengalami stres,
21

skor 2 untuk jawaban responden apabila jarang mengalami stres,


skor 3 untuk jawaban responden apabila kadang- kadang
mengalami stres, skor 4 untuk jawaban responden apabila sering
mengalami stres, dan skor 5 untuk jawaban responden apabila
selalu mengalami stres dalam kurun waktu 30 hari terakhir
(Kessler et al., 2016).
Kategori tingkat stres yaitu sebagai berikut:
1) Skor dibawah 20 : tidak mengalami stres
2) Skor 20-24 : stres ringan
3) Skor 25-29 : stres sedang
4) Skor ≥30 : stres berat
d. Hubungan tingkat stres dengan pola makan
Terdapat beberapa mekanisme stres yang dapat
mempengaruhi pola makan individu, yaitu mekanisme efek
akut stres dan efek kronik stres. Ketika individu mengalami
stres maka tubuh akan memberikan respons untuk melakukan
coping stress. Mekanisme efek akut stres dimulai dengan
dilepaskannya hormon CRH (Corticotropin Releasing Hormone)
dari hipotalamus sebagai respons terhadap stressor. CRH akan
merangsang pelepasan hormon ACTH (Adrenocorticotropic
Hormone) dari hipofisis serta akan dipelaskan ke dalam ARC
(Arcuate Nucleus of the Hypothalamus) untuk menghambat neuron
disana. Populasi sel ini biasanya bertanggung jawab untuk
merangsang perilaku makan dan menekan pengeluaran energi
(Sominsky at.el, 2014).
Stres akut merupakan stres yang terjadi dalam waktu yang
singkat dengan tekanan yang cukup kuat tetapi menghilang
dengan cepat. Stres akut cenderung menurunkan nafsu makan.
Mekanisme ini melibatkan aktivitas sistemsimpatik adrenal
medular, yaitu dengan sekresi hormone noradrenalin yang
menurunkan nafsu makan sehingga mengakibatkan detak jantung,
tekanan darah dan kadar trigliserida meningkat, serta menurunkan
aliran darah ke kulit, ginjal dan sistem pencernaan.
22

Sedangkan stres kronis yaitu stres yang terjadi setiap hari dalam
jangka waktu yang panjang yang melibatkan sistem pituitary-
adrenal-kortikol. Hipotalamus akan mengekskresi CRH yang
menurunkan nafsu makan. Setelah beberapa jam atau hari, kortisol
akan menaikkan nafsu makan serta kadar glukokortikoid akan
meningkat (Sominsky at.el, 2014).
.
23

B. Kerangka konsep
Kerangka konsep pada penelitian ini dapat digambarkan seperti
pada gambar berikut :

Variabel Independen Variabel Dependen

Kecemasan
Pola makan
mahasiswa tingkat
akhir
Stres

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

C. Hipotesis
1. H1 : Ada Hubungan Tingkat Kecemasan Dan Stres Terhadap
Pola Makan Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Keperawatan Universitas
Widya Nusantara Palu
2. H0 : Tidak Ada Hubungan Tingkat Kecemasan Dan Stres Terhadap
Pola Makan Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Keperawatan Universitas
Widya Nusantara Palu
BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
Jenis penelitian ini adalah Jenis penelitian kuantitatif. Penelitian
kuantitatif adalah suatu penelitian yang secara sistematis pada bagian-bagian
dan hubungan (Notoatmodjo, 2018). Rancangan penelitian ini yaitu cross
sectional design dengan tujuan untuk mengetahui apakah ada Hubungan
Tingkat Kecemasan dan Stres Terhadap Pola makan Mahasiswa Keperawatan
Tingkat Akhir di Universitas Widya Nusantara Palu.
B. Tempat Dan Waktu Penelitian
1. Tempat
Penelitian ini akan dilaksanakan di Universitas Widya Nusantara
Palu
2. Waktu
Penelitian akan dilakukan bulan Juni sampai dengan Juli Tahun
2023.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri dari objek
dan subjek yang memiliki karakteristik tertentu dan diterapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan tarik kesimpulannya (Sugiyono, 2017)
Populasi pada penelitian ini adalah mahasiswa keperawatan tingkat akhir
Universitas Widya Nusantara Palu yang berjumlah 131 orang pada Tahun
2023.
2. Sampel
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki
oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2018). Untuk menentukan sampel dari
suatu populasi dapat digunakan rumus slovin sebagai berikut:
28

N
n=
1+N (e)2

Keterangan :
n = Jumlah Sampel
N = Jumlah populasi
e = tingkat kesalahan dalam pengambilan sampel
Dalam rumus slovin (Sugiono, 2018) ada ketentuan sebagai
berikut Nilai e = 0,1 (10%) untuk populasi > 100 orang dan Nilai e = 0,2
(20%) untuk populasi < 100 orang.
Berdasarkan jumlah populasi (N) sebanyak 131 orang, sehingga
presentase kelonggaran yang digunakan adalah 10% dan hasil perhitungan
dapat dibulatkan untuk mencapai kesesuaian. Maka untuk mengetahui
sampel penelitian, dengan perhitungan sebagai berikut:

131
n=

1+131 (0,1)2
131
=
1+ 131 (0,01)
131
131
=
1+ 1,31
131
=
2,31
= 56,7 = 57 Sampel
29

Berdasarkan hasil dari perhitungan di atas, jumlah sampel


adalah 57 orang. Pada penelitian ini dilakukan teknik pengambilan sampel
dengan menggunakan simple random sampling yaitu pengambilan anggota
sampel dari populasi yang dilakukan secara acak tanpa memperhatikan
strata yang ada dalam populasi tersebut (sugiyono, 2018). Hal ini
dilakukan karena mahasiswa di Univesitas Widya Nusantara Palu
memiliki peluang yang sama untuk dipilih menjadi sampel.
D. Variabel Penelitian
1. Variabel Indepeden
Variabel independen merupakan variabel bebas yang mana
keberadaan dari karakteristik subjek penelitian akan merubah variabel
lainnya. (Notoatmodjo, 2018) Variabel independen dari penelitian ini
adalah kecemasan dan stres
2. Variabel Dependen
Variabel dependen merupakan variabel terikat yang berubah akibat
adanya pengaruh dari variabel independen. (Notoatmodjo, 2018) Variabel
dependen pada penelitian ini adalah pola makan mahasiswa.
E. Definisi Operasional
1. kecemasan
Pengertian : Kondisi yang ditandai dengan kecemasan dan
kekhawatian yang berlebihan yang diklasifikasikan
dengan skala HARS
Alat ukur : Kuesioner
Cara ukur : Pengisian Kuesioner
Skala ukur : Ordinal
Hasil ukur : Penilaian menggunakan skala HARS dengan menilai
14 item
0 = tidak ada gejala
1 = 1 dari gejala yang ada
2 = 2 separuh dari gejala yang ada
3 = lebih dari separuh gejala yang ada
30

4 = semua gejala ada Semua item dijumlahkan


Skor <6 = tidak ada kecemasan
Skor 6 – 14 = kecemasan ringan
Skor 15 – 27 = kecemasan sedang
Skor >27 = kecemasan berat
2. Stres
31

Definisi : Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap


berat ringannya stres yang dialami seseorang
Cara Ukur : Pengisian Kuesioner
Alat Ukur : Kuesioner
Skala Ukur : Nominal
Hasil Ukur : Tidak stres = skor <20
Stres ringan = skor
20-24
Stres sedang = skor
25-29
Stres berat = skor
>30
F. Instrument Penelitian
Instrument penelitian merupakan alat-alat yang digunakan dalam
melakukan pengumpulan. (Sugiyono, 2017) instrumen yang
digunakan terdapat dua kategori yaitu intrumen yang sudah baku dan
belum baku Instrument penelitian dapat berupa kuesioner (daftar
pertanyaan), yang berkaitan dengan pencatatan data.
1. Kuesioner kecemasan
Kuesioner kecemasan menggunakan kuesioner HARS
(Hamilton Anxiet Rating Scale) dengan metode pengisian mandiri
menggunakan platform G-form. Responden terlebih dahulu
diberikan informasi mengenai kuesioner. Selama pengisian
kuesioner, peneliti memandu pengisian agar data tervalidasi.
Responden mengisi 14 butir soal dengan diberi skor: (Kautsar,
2015).
Skor <6 = tidak ada kecemasan
Skor 6 – 14 = kecemasan ringan
Skor 15 – 27 = kecemasan sedang
Skor >27 = kecemasan berat
2. Kuesioner stres
Kuesioner Stres menggunakan kuesioner Perceived Stress
Scale (PSS) yang mencakup 10 pertanyaan untuk responden. Hasil
akhir dari kuesioner PSS berupa skor yang akan dikategorikan
menjadi: (Hary, 2017).
Skor dibawah 20 : tidak mengalami stress
Skor 20-24 : stres ringan
32

Skor 25-29 : stres sedang


Skor ≥30 : stres berat
3. Uji validitas dan reliabilitas
Kuesioner HARS merupakan kuesioner pengukur tingkat

kecemasan yang sudah baku. Instrumen ini sudah banyak digunakan

untuk menilai tingkat kecemasan pada ibu hamil dan bersalin serta ibu

nifas. HARS telah diuji untuk reliabilitas dan validitas dengan hasil

croncbach’s Alpha sebesar 0.793 dan terbukti reliabel dengan hasil >

0.6 pada penelitian yang dilakukan oleh Kautsar (2015). Kondisi ini

menunjukkan bahwa pengukuran kecemasan dengan menggunakan skala

HARS akan diperoleh hasil yang valid dan reliable (Kautsar, 2015).

Menurut penelitian Hary yang berjudul Hubungan antara

Kelekatan Terhadap Ibu dengan Tingkat Stres pada Mahasiswa Perantau

dengan responden sebanyak 80 orang. Uji validitas dan

reliabilitas instrument dilakukan secara random. Hasil uji validitas 10

pertanyaan pada PSS menggunakan uji validitas konkuren, dimana

skala PSS dikatakan berkorelasi secara sedang didapatkan pula

nilai alpha cronbach sebesar 0,81. Penelitian ini menyimpulkan

bahwa PSS adalah ukuran stres yang valid dan reliabel digunakan di

Indonesia (Hary, 2017).


33

G. Teknik pengumpulan data


1. Data Primer
Data primer merupakan data yang diperoleh dan dikumpulkan
secara langsung oleh peneliti dilakukan dengan wawancara langsung dan
observasi menggunakan kuesioner kepada responden di Universitas Widya
Nusantara Palu
2. Data Sekunder
Data sekunder merupakan data yang didapatkan d a t a pada
bagian BAAK di Universitas Widya Nusantara Palu.
H. Analisis Data
1. Analisa Univariat
Penelitian ini menggunakan analisa univariat untuk mendeskripsikan
karakteristik masing-masing variabel yang meliputi karakteristik responden,
tingkat kecemasan responden, tingkat stres responden, serta pola makan
responden.
2. Analisa Bivariat
Pada penelitian ini analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan
antara dua variabel yang diduga memiliki hubungan. Hasil dari kuesioner
tingkat kecemasan Hamilton Anxiet Rating Scale (HARS) dan juga kuesioner
tingkat stres Perceived Stress Scale (PSS) masing-masing menghasilkan data
dengan skala ukur ordinal dan nominal. Keluaran data dari kuesioner Hamilton
Anxiet Rating Scale (HARS) berupa tingkatan kecemasan yang digolongkan
menjadi beberapa tingkatan (tidak ada kecemasan, kecemasan ringan,
kecemasan berat, dan panik) mempunyai skala ordinal. Keluaran data dari
kuesioner Perceived Stress Scale (PSS) berupa tingkatan stress yang
digolongkan menjadi beberapa tingkatan
34
(tidak stres, stres ringan, stres sedang, stres berat) dan mempunyai
skala nominal. Peneliti akan mencari hubungan antara tingkat kecemasan
dan stres dengan pola makan untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel yang diduga memiliki hubungan, maka hubungan antara dua
variabel dengan skala ordinal tersebut diuji menggunakan uji Chi-Square
untuk mengetahui hubungan antara variabel yang akan diteliti dengan taraf
signifikan (a = 0,05) a = 0,05 yaitu batasan maksimal tertinggi yang akan
dijadikan patokan peneliti yaitu jika nila p-value ≥0,05 maka HO diterima
yang berarti tidak ada hubungan dan sebaliknya jika nilai p-value ≤0,05
maka HO ditolak artinya ada hubungan yang bermakna.
Rumus Chi-Square :
(f0 - fe)
X2= E
fe
Keterangan :
x2= Nilai Chi-Square
f0= frekuensi observasi atau pengamatan
fe= frekuensi ekspetasi atau harapan
35

I. Bagan Alur Penelitian

Studi pendahuluan/identifikasi masalah


(Hubungan Tingkat Kecemasan dan Stres
Terhadap Pola Makan Mahasiswa Keperawatan Survey
Tingkat Akhir di Universitas Widya Nusantara Literatur
Palu)

Studi Pustaka
Hipotesis

Menentukan Sumber Data


Menentukan variabel
Menentukan Variabel
dependen a. Populasi
independen
b. Sampel
Kecemasan Pola makan c. Pengampilan sampel
Stres d. Subjek yang akan diteliti

Menentukan dan Menyusun


Instrumen Penelitian
Observasi
Lapangan Dan
Pengijinan
Mengumpulkan Data

Observasi Penelitian
Data Sekunder
Juni sd Juli 2023
Jurnal

Pengolahan Data

Analisa Data Uji Chi Square

Hasil Penelitian: Mengetahui ada Hubungan Tingkat Kecemasan dan


Stres Terhadap Pola Makan Mahasiswa Keperawatan Tingkat Akhir
di Universitas Widya Nusantara Palu

3.1 Bagan Alur Penelitian


DAFTAR PUSTAKA

Ambarwati, P.D., Pinilih, S.S. and Astuti, R.T. (2019) ‘Gambaran Tingkat Stres
Mahasiswa’, Jurnal Keperawatan Jiwa, 5(1), p. 40. Available at:
https://doi.org/10.26714/jkj.5.1.2017.40-47.
Annisa Ayu Wardhani (2022) ‘HUBUNGAN ANTARA TINGKAT
KECEMASAN DAN POLA MAKAN PADA MAHASISWA
PREKLINIK FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ISLAM
NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA ANGKATAN 2020’,
Energies, 6(1), pp. 1–8. Available at:.
Barseli, M., Ifdil, I. and Nikmarijal, N. (2017) ‘Konsep Stres Akademik Siswa’,
Jurnal Konseling dan Pendidikan, 5(3), pp. 143–148. Available at:
https://doi.org/10.29210/119800.
Evindri, N. and Susilawati (2022) ‘Hubungan Tingkat Stres dan Kecemasan
Dengan Kualitas Tidur pada Mahasiswa Tingkat Akhir Prodi Ilmu
Keperawatan Universitas Muhammadiyah Bengkulu’, Jurnal Ners
Generation, (September), pp. 8–15.
Hasmawati, Usman and Fitriani Umar (2021) ‘Hubungan Stres Dengan Pola
Konsumsi Pada Mahasiswa Tingkat Akhir Di Universitas Muhammadiyah
Parepare’, Jurnal Ilmiah Manusia Dan Kesehatan, 4(1), pp. 122–134.
Available at: https://doi.org/10.31850/makes.v4i1.409.
Kessler, R.C. et al. (2016) ‘Screening for Serious Mental Illness in the General
Population’, 60.
Kustanti, C.Y. and Gori, M. (2019) ‘Studi Kualitatif Perilaku Emotional Eating
Mahasiswa Tingkat Iv Program Studi Sarjana Keperawatan Di Stikes
Bethesda Yakkum Yogyakarta Tahun 2018’, Jurnal Kesehatan, 6(2), pp.
88–98. Available at: https://doi.org/10.35913/jk.v6i2.120.
Nasution, M.S. (2018) ‘PENGARUH PENULISAN SKRIPSI TERHADAP
SIMTOM DEPRESI DAN SIMTROM KECEMASAN PADA
MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS
MUHAMADIYAH SUMATERA UTARA ANGKATAN 2014’.
Ramadani, A. (2017) ‘Hubungan Jenis, Jumlah dan Frekuensi Makan dengan Pola
Buang Air Besar dan Keluhan Pencernaan pada Mahasiswa Muslim Saat
Puasa Ramadhan’, Skripsi Universitas Airlangga, pp. 1–110. Available at:
http://repository.unair.ac.id.
Rizkiyati, R.B. (2019) ‘DALAM MENYUSUN SKRIPSI DI PROGRAM STUDI
BIMBINGAN DAN KONSELING ISLAM FAKULTAS DAKWAH
IAIN PURWOKERTO ANGKATAN 2015 SKRIPSI Diajukan Kepada
Program Studi Bimbingan dan Konseling Islam Fakultas Dakwah’.
Sadock BJ, Sadock VA, R.P. (2017) Kaplan & Sadock’s Concise Textbook of
Clinical Psychiatry 4th Edition. Philadelphia.
sumarna u, sumarni n, rosidin u (2022) ‘HUBUNGAN TINGKAT STRES
TERHADAP PERILAKU MAKAN DAN STATUS GIZI PADA
MAHASISWA DI PONDOK PESANTREN A.P.I AL-MASYKUR
JOMBOR’, bahaya kerja serta faktor fakto yang mempengaruhinya
[Preprint].
Syarofi, Z.N. and Muniroh, L. (2020) ‘Apakah perilaku dan asupan makan
berlebih berkaitan dengan stress pada mahasiswa gizi yang menyusun
skripsi ?’, Jurnal Media Gizi Indonesia, 15(1), pp. 38–44.
Trimawati, T. and Wakhid, A. (2018) ‘Studi Deskriptif Perilaku Emotional Eating
Mahasiswa’, Jurnal Smart Keperawatan, 5(1), pp. 52–60. Available at:
www.stikesyahoedsmg.ac.id/ojs/index.php/sjkp.
Wirawan (2017) ‘Kajian Jenis Kecemasan Masyarakat Cilacap dalam menghadapi
Pandemi Covid 19’, LP2M UNUGHA Cilacap, p. 3. Available at:
http://repository.unugha.ac.id/id/eprint/858.
Wulandari (2016) HUBUNGAN ANTARA STRES AKADEMIK DENGAN
EMOTIONAL EATING PADA MAHASISWA

Anda mungkin juga menyukai