Anda di halaman 1dari 78

HUBUNGAN KEPUASAN KELUARGA DENGAN

TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN


DAGO KOTA BANDUNG

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan untuk Menyelesaikan Pendidikan


Program Studi S1 Keperawatan

oleh
NOVI RUSLIANTI
043315141032

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KEPERAWATAN
PPNI JAWA BARAT
BANDUNG
2018
HUBUNGAN KEPUASAN KELUARGA DENGAN
TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN
DAGO KOTA BANDUNG

Telah Disetujui sebagai Usulan Penelitian Skripsi


untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Sarjana

Program Studi S1 Keperawatan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Wini Hadiyani, S.Kp.,M.Kep Heni Purnama, S.Kep.,Ners.,MNS


NIP. 200406A007 NIK. 201103A030
HUBUNGAN KEPUASAN KELUARGA DENGAN
TINGKAT DEPRESI PADA LANSIA DI KELURAHAN
DAGO KOTA BANDUNG

Telah Disetujui sebagai Usulan Penelitian Skripsi


untuk Memenuhi Persyaratan Pendidikan Program Sarjana

Program Studi S1 Keperawatan

Menyetujui,
Pembimbing I

Wini Hadiyani, S.Kp.,M.Kep


NIP. 200406A007

Pembimbing II

Heni Purnama, S.Kep.,Ners.,MNS


NIK. 201103A030
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat rahmat dan karuniaNya

peneliti dapat menyelesaikan penyusunan proposal skripsi dengan judul

“Hubungan Kepuasan Keluarga Dengan Tingkat Depresi Pada Lansia Di

Kelurahan Dago Kota Bandung” sebagai syarat untuk menyelesaikan Program

Pendidikan Sarjana Keperawatan di Sekolah Tinggi Ilmu Keperawatan Persatuan

Perawat Nasional Indonesia Jawa Barat.

Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan, namun berkat

bimbingan dari berbagai pihak maka penyusunan proposal skripsi ini dapat

terselesaikan. Ucapan terima kasih dan rasa hormat penulis disampaikan kepada:

1. Bapak Ns. Diwa Agus Sudrajat, S.Kep.,M.Kep., selaku Ketua STIKep

PPNI Jawa Barat.

2. Ibu Wini Hadiyani, S.Kp.,M.,Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana

Keperawatan PPNI Jawa Barat dan selaku Dosen Pembimbing I yang

sudah bersedia menjadi pembimbing dan meluangkan waktu untuk

membimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan proposal

skripsi.

3. Ibu Heni Purnama, S.Kep.,Ners.,MNS selaku Dosen Pembimbing II

yang sudah bersedia menjadi pembimbing dan meluangkan waktu

untuk membimbing penulis dalam menyelesaikan penyusunan

proposal skripsi.
Penulis menyadari bahwa penyusunan proposal skripsi ini jauh dari kata

sempurna karena memiliki keterbatasan waktu dan pengetahuan yang dimiliki

penulis. Oleh karena itu segala kritik dan saran yang membangun sangat

diharapkan dan semoga proposal skripsi ini dapat bermanfaat bagi peneliti lain

dan semua pihak khususnya dalam bidang kesehatan.

Bandung, Mei 2018

Novi Ruslianti
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PERSETUJUAN

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

DAFTAR BAGAN

DAFTAR TABEL

DAFTAR LAMPIRAN

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

B. Rumusan Masalah

C. Tujuan Penelitian

D. Manfaat Penelitian

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kepuasan Keluarga

B. Konsep Depresi Lansia

C. Kerangka Teori
BAB III METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

C. Hipotesis Penelitian

D. Kerangka Konsep Penelitian

E. Variabel Penelitian

F. Definisi Operasional

G. Populasi dan Sampel Penelitian

H. Prosedur Penelitian

I. Instrumen Penelitian

J. Teknik Pengumpulan Data

K. Teknik Pengolahan Data dan Analisa Data

L. Etika Penelitian

M. Jadwal Penelitian

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 2.1 Kerangka Teori

Bagan 3.1 Kerangka Konsep


DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 3.1 Definisi Operasional


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Persetujuan Judul/Topik/Lokasi Penelitian

Lampiran 2 Surat Persetujuan Responden (Informed Consent)

Lampiran 3 Lembar Kuesioner Penelitian

Lampiran 4 Catatan Bimbingan

Lampiran 5 Surat Perizinan Studi Pendahuluan


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kemajuan ekonomi, perbaikan lingkungan hidup, majunya

pengetahuan dan teknologi terutama ilmu kesehatan, promosi kesehatan,

pencegahan penyakit, dan pelayanan kesehatan mengakibatkan

meningkatnya umur harapan hidup manusia (life expectancy). Akibatnya

jumlah orang lanjut usia akan bertambah dan ada kecenderungan akan

meningkat dengan cepat. Peningkatan jumlah penduduk lanjut usia akan

membawa dampak terhadap berbagai aspek kehidupan, baik bagi individu

lanjut usia itu sendiri, keluarga, masyarakat maupun pemerintah (Azizah,

2011).

Saat ini, di seluruh dunia jumlah lanjut usia diperkirakan ada 500

juta dengan usia rata-rata 60 tahun dan diperkirakan pada tahun 2025 akan

mencapai 1,2 milyar. Di negara maju seperti Amerika Serikat pertambahan

orang lanjut usia diperkirakan 1.000 orang per hari pada tahun 1985 dan

diperkirakan 50% dari penduduk berusia di atas 50 tahun sehingga istilah

Baby Boom pada masa lalu berganti menjadi “Ledakan Penduduk Lanjut

Usia” (Padila, 2013).

Indonesia termasuk negara yang memasuki era penduduk

berstruktur lanjut usia (aging structured population) karena dari tahun ke

tahun, jumlah penduduk Indonesia yang berusia 60 tahun ke atas semakin


meningkat. Berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (2014) jumlah

lanjut usia mencapai 20,24 juta, yaitu sekitar 8,03% dari seluruh penduduk

Indonesia. Jumlah lanjut usia perempuan lebih besar daripada laki-laki

yaitu 10,77 juta lanjut usia perempuan dan 9,47 juta lanjut usia laki-laki.

Data dari Pusat Data dan Informasi Kementrian Kesehatan (2016)

penduduk lanjut usia di Provinsi Jawa Barat sebanyak 8,1% dari seluruh

penduduk Jawa Barat. Menurut Profil Kesehatan Kota Bandung (2015)

jumlah lanjut usia yang berusia di atas 60 tahun di Kota Bandung pada

tahun 2015 sebanyak 185,426 jiwa. Dalam hal ini terjadi peningkatan usia

harapan hidup di Indonesia dari 68,6 tahun menjadi 70,8 tahun dan akan

terjadi peningkatan di tahun 2030-2035 sekitar 72,2 tahun.

Usia harapan hidup yang meningkat dapat dipengaruhi oleh aspek

biologis, sosial, dan ekonomi. Hal ini diperkuat berdasarkan Statistik

Penduduk Lanjut Usia (2014) yang menyatakan bahwa secara biologis

lanjut usia adalah penduduk yang mengalami proses penuaan dengan

ditandai menurunnya daya tahan fisik dimana akan semakin rentan

terdapat segala penyakit. Secara ekonomi lanjut usia lebih dipandang

sebagai beban keluarga. Secara sosial banyak orang yang beranggapan

bahwa lansia tidak lagi memberikan manfaat bagi keluarga atau

masyarakat.

Menurut Artinawati (2014) yang mengungkapkan bahwa

penurunan fungsi dilihat dari biologis ditandai dengan penurunan fisik

seperti kulit yang mengendur, rambut memutih, gigi mulai ompong,


pendengaran kurang jelas, penglihatan semakin memburuk, pergerakan

lambat dan bentuk tubuh yang tidak proposional. Berdasarkan faktor sosial

adanya perubahan peran pada lansia seperti post power syndrome,

perubahan terhadap keluarga atau teman seperti kesendirian, kehampaan

dan merasa kehilangan pasangan. Secara ekonomi kesempatan untuk

mendapatkan pekerjaan yang cocok untuk lanjut usia berkurang.

Sedangkan perubahan psikologis yang terjadi pada lanjut usia meliputi

short term memory, kesepian, takut kehilangan kebebasan, takut

menghadapi kematian, kecemasan sampai dengan depresi.

Depresi adalah satu masa terganggunya fungsi manusia yang

berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala penyertanya,

termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan, psikomotor,

konsentrasi, kelelahan, rasa putus asa dan tidak berdaya, serta gagasan

bunuh diri (Kaplan & Sadock dalam Azizah, 2011). Depresi pada lansia

merupakan permasalahan kesehatan jiwa (mental health) yang serius dan

komplek yang tidak hanya dikarenakan aging process saja. Depresi yang

terjadi pada lansia adalah dampak negatif kejadian penurunan fungsi tubuh

dan perubahan yang terjadi terutama perubahan psikososial. Perubahan-

perubahan tersebut seringkali menjadi stressor bagi lansia yang

membutuhkan adaptasi biologis dan psikologis (Azizah, 2011).

Secara lengkap gejala klinis depresi yang sering di rasakan oleh

lanjut usia di antaranya: perasaan murung, sedih, gairah hidup menurun,

tidak bersemangat, perasan bersalah, nafsu makan menurun, konsentrasi


dan daya ingat menurun, insomnia, agitasi atau retardasi psikomotor

(gaduh gelisah atau lemah tak berdaya), hilangnya rasa senang, gangguan

seksual (libido menurun), dan pikiran-pikiran tentang kematian. Gejala

depresi dapat pula di derita oleh orang yang mengalami stressor

psikososial yang bekaitan dengan kehilangan kependudukan, jabatan,

kekuasaan, perkawinan, lingkungan hidup, keuangan dan faktor keluarga.

Dampak dari ini adalah terganggunya keseimbangan mental emosional

dengan munculnya berbagai keluhan fisik (somatik), sehingga tidak

mampu melakukan adaptasi dan mempertahankan mekanisme koping

dalam mengatasi stressor tersebut, timbulah keluhan-keluhan berupa

depresi. Keluhan-keluhan tersebut di sertai dengan perubahan sikap dan

prilaku (Hawari, 2013).

Menurut Darmojo & Martono (2004), pada umumnya lanjut usia

menikmati hari tuanya di lingkungan keluarga, namun dalam keadaan

tertentu dan sebab tertentu mereka tidak tinggal bersama keluarganya.

Sama halnya menurut Marchira (2007) depresi terjadi lebih banyak pada

umur yang lebih tua dan dukungan keluarga yang rendah. Oleh karena itu,

lanjut usia yang berada di lingkungan keluarga atau tinggal bersama

keluarga serta mendapat dukungan dari keluarga akan membuat lansia

merasa lebih sejahtera. Santrock (2004) mengemukakan bahwa lanjut usia

yang berhubungan dekat dengan keluarganya mempunyai kecederungan

lebih sedikit untuk stress dibanding lansia yang hubungannya jauh.


Fungsi keluarga dapat menunjukan kepuasan keluarga karena

fungsi keluarga dilihat dari sudut pandang setiap anggota keluarga

terhadap hubungannya dengan anggota keluarga yang lain. Fungsi

keluarga disini terdiri dari kemampuan anggota keluarga untuk berdaptasi

satu sama lain, hubungan komunikasi antar anggota keluarga, dukungan

keluarga terhadap hal-hal yang dilakukan anggota keluarga, hubungan

kasih sayang serta interaksi antar anggota keluarga dan kepuasaan anggota

keluarga terhadap waktu kebersamaan yang dihabiskan bersama anggota

keluarga yang lain (Gallo, 1998).

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan, jumlah lanjut

usia di Kota Bandung yang paling banyak terdapat di Puskesmas Puter

dengan jumlah 18.783 orang. Puskesmas Puter juga memiliki banyak

Posyandu untuk lanjut usia yaitu sekitar 64 Posyandu. Jumlah lanjut usia

yang paling banyak di Puskesmas Puter terdapat di Kelurahan Dago

dengan jumlah 6.815 orang. Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu

kader di Kelurahan Dago mengatakan bahwa banyak lansia yang tidak

mau berinteraksi dengan lingkungan sekitar, mengurung diri dirumah,

merasa kesepian, merasa kurang diperhatikan oleh anggota keluarga lain

dan ada beberapa lansia yang masih bekerja.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, dapat disimpulkan rumusan

masalah pada penelitian ini yaitu bagaimana hubungan kepuasan keluarga

dengan tingkat depresi pada lansia.

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum

Mengetahui hubungan kepuasan keluarga dengan tingkat

depresi pada lansia di Kelurahan Dago Kota Bandung.

2. Tujuan Khusus

a. Mengidentifikasi kepuasan keluarga lansia di Kelurahan Dago

Kota Bandung.

b. Mengindentifikasi tingkat depresi lansia di Kelurahan Dago

Kota Bandung.

c. Mengindentifikasi hubungan kepuasan keluarga dengan tingkat

depresi lansia di Kelurahan Dago Kota Bandung.

D. Manfaat Penelitian

1. Manfaat Praktis

Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan

dan wawasan bagi ilmu keperawatan, khususnya keperawatan

gerontik.

2. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini dapat menambah pengetahuan dan

pemahaman tentang kepuasan keluarga dan depresi pada lansia. Hasil

penelitian ini juga dapat dijadikan sebagai pengembangan ilmu

pengetahuan baru dalam penelitian dan untuk mendapatkan gambaran

secara nyata tentang hubungan kepuasan keluarga dengan tingkat

depresi pada lansia. Dan hasil penelitian ini juga dapat menjadi data

dasar untuk melakukan penelitian selanjutnya tentang kepuasan

keluarga dan depresi lansia.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Kepuasan Keluarga

1. Pengertian Keluarga

Menurut Balion & Manglaya dalam Dion & Betan (2013)

keluarga adalah dua atau lebih dari dua individu yang tergabung

karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan dan

mereka hidupnya dalam suatu rumah tangga, berinteraksi satu sama

lain dan didalam peranannya masing-masing dan menciptakan serta

mempertahankan suatu kebudayaan.

Menurut Depkes RI dalam Andarmayo (2012) keluarga adalah

unit terkecil dari masyarakat yang terdiri dari kepala keluarga dan

beberapa orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah

satu atap dan dalam keadaan saling ketergantungan. Sedangkan

menurut Leininger keluarga adalah suatu sistem sosial yang terdiri dari

individu-individu yang bergabung dan beinteraksi secara teratur antara


satu dengan yang lain yang diwujudkan dengan adanya saling

ketergantungan dan berhubungan untuk mencapai tujuan bersama.

Dari pengertian tentang keluarga di atas dapat disimpulkan

bahwa karakteristik keluarga adalah:

1) Terdiri dari dua atau lebih individu yang diikat oleh hubungan

darah, perkawinan atau adopsi.

2) Anggota keluarga biasanya hidup bersama, atau jika terpisah

mereka tetap memperhatikan satu sama lain.

3) Anggota keluarga berinteraksi satu sama lain dan masing-masing

mempunyai peran sosial: yaitu sebagai suami, istri, anak, kakak,

dan adik.

4) Mempunyai tujuan menciptakan dan mempertahankan budaya dan

meningkatkan perkembangan fisik, psikologi, dan sosial para

anggotanya.

2. Tipe Keluarga

Menurut Friedman (1998) tipe keluarga terbagi menjadi dua

yaitu keluarga tradisional dan keluarga non-tradisional.

a. Keluarga Tradisional

1) Keluarga Inti (Nuclear Family)

Keluarga inti terdiri atas ayah, ibu dan anak (kandung atau

angkat) yang tinggal dalam satu rumah ditetapkan oleh sanksi-

sanksi legal dalam suatu ikatan perkawinan, satu, atau

keduanya dapat bekerja di luar rumah.


2) Keluarga Besar (Extended Family)

Keluarga besar terdiri atas keluarga inti ditambah dengan

keluarga yang mempunyai hubungan darah, misalnya: kakek,

nenek, keponakan, saudara sepupu, paman, bibi dan

sebagainya.

3) Reconstituted Nuclear

Reconstituted nuclear adalah pembentukan baru dari keluarga

inti melalui perkawinan kembali suami istri, tinggal dalam

pembentukan satu rumah dengan anak-anaknya, baik itu

bawaan dari perkawinan lama maupun hasil dari perkawinan

baru, satu atau keduanya dapat bekerja di luar rumah.

4) Dyadic Nuclear

Dyadic nuclear terdiri atas suami istri yang sudah berumur dan

tidak mempunyai anak, keduanya atau salah satunya bekerja di

luar rumah.

5) Single Family

Single family terdiri atas satu orang tua (ayah atau ibu) akibat

perceraian atau kematian pasangannya dan anak-anaknya dapat

tinggal di dalam atau di luar rumah.

6) Single Adult
Single adult yaitu wanita atau pria dewasa yang tinggal sendiri

dengan tidak adanya keinginan untuk menikah.

b. Keluarga Non-Tradisional

1) Unmarried Parent and Child

Unmarried parent and child yaitu keluarga yang terdiri dari

satu orang tua (biasanya ibu) dengan anak dari hubungan tanpa

nikah atau perkawinan yang tidak dikehendaki.

2) Commune Family

Commune family yaitu beberapa pasangan keluarga (dengan

anaknya) yang tidak ada hubungan saudara, hidup bersama

dalam satu rumah, sumber dan fasilitas yang sama, pengalaman

yang sama: sosialisasi anak dengan melalui aktivitas kelompok

atau membesarkan anak bersama.

3) The Non-Marital Heterosexual Cohibitang Family

The non-marital heterosexual cohibitang family yaitu keluarga

yang hidup bersama dan berganti-ganti pasangan tanpa melalui

pernikahan.

4) Gay and Lesbian Family

Gay and lesbian family yaitu seseorang yang mempunyai

persamaan sex hidup bersama sebagaimana suami istri (marital

partness).

5) Cohibing Couple
Cohibing couple yaitu dua orang atau satu pasangan yang

tinggal bersama tanpa pernikahan.

3. Tugas Keluarga

Menurut Friedman (1998) ada delapan tugas pokok keluarga,

yaitu sebagai berikut:

a. Pemeliharaan fisik keluarga dan para anggotanya.

b. Pemeliharaan sumber-sumber daya yang ada dalam keluarga.

c. Pembagian tugas masing-masing anggotanya sesuai kedudukan

masing-masing.

d. Sosialisasi antar anggota keluarga.

e. Pengaturan jumlah anggota keluarga.

f. Pemeliharaan ketertiban anggota keluarga.

g. Penempatan anggota keluarga dalam masyarakat yang lebih luas.

h. Membangkitkan dorongan dan semangat para anggota keluarga.

Selain tugas pokok, keluarga juga memiliki tugas dalam bidang

kesehatan yang terdiri dari:

a. Mengenal gangguan perkembangan kesehatan setiap anggotanya.

b. Mengambil keputusan untuk melakukan tindakan yang tepat.

c. Memberikan perawatan kepada anggota keluarga yang sakit dan

yang tidak dapat membantu dirinya sendiri karena cacat atau

usianya yang terlalu muda.

d. Mempertahankan suasana dirumah yang menguntungkan kesehatan

perkembangan kepribadian anggota keluarga.


e. Mempertahankan hubungan timbal balik antara keluarga dan

lembaga kesehatan yang menunjukkan pemanfaatan dengan baik

fasilitas kesehatan yang ada.

4. Peran Keluarga

Menurut Friedman (1998) peran keluarga terbagi menjadi dua

yaitu peran formal dan informal.

a. Peran Formal

Peran formal terdiri dari dua yaitu peran parental dan perkawinan.

1) Peran Parental

Delapan peran dasar yang membentuk posisi sosial sebagai

suami-ayah dan istri-ibu.

a) Peran sebagai provider (penyedia).

b) Peran sebagai pengatur rumah tangga.

c) Peran perawatan anak.

d) Peran sosialisasi anak.

e) Peran rekreasi.

f) Peran persaudaraan (kinship).

g) Peran terapeutik (memenuhi kebutuhan afektif pasangan).

h) Peran seksual.
2) Peran Perkawinan

Kebutuhan bagi pasangan memelihara suatu hubungan

perkawinan yang kokoh itu sangat penting. Anak-anak

terutama dapat mempengaruhi hubungan perkawinan,

menciptakan situasi dimana suami dan istri membentuk suatu

koalisi dengan anak. Memelihara suatu hubungan perkawinan

yang memuaskan merupakan salah satu tugas perkembangan

yang vital dari keluarga.

b. Peran Informal

1) Pengharmonis

Menengahi perbedaan yang terdapat diantara para anggota,

menghibur dan menyatukan kembali perbedaan pendapat.

2) Inisiator-Kontributor

Mengemukakan dan mengajukan ide-ide baru atau cara-cara

mengingat masalah-msalah atau tujuan-tujuan kelompok.

3) Pendamai (Compromiser)

Merupakan salah satu bagian dari konflik dan

ketidaksepakatan, pendamai menyatakan kesalahan posisi dan

mengakui kesalahannya, atau menawarkan penyelesaian

“setengah jalan”.

4) Perawat Keluarga

Orang yang terpanggil untuk merawat dan mengasuh anggota

keluarga yang lain yang membutuhkannya.


5) Koodinator Keluarga

Mengorganisasi dan merencanakan kegiatan-kegiatan keluarga,

berfungsi mengangkat keterikatan atau keakraban.

5. Struktur Keluarga

Menurut Friedman (1998) struktur keluarga terdiri atas empat

struktur yaitu:

a. Pola dan Proses Komunikasi

Komunikasi dalam keluarga dikatakan fungsional apabila

dilakukan secara terbuka, jujur, melibatkan emosi, menyelesaikan

konflik keluarga, berpikiran positif, dan tidak mengulang isu atau

pendapat sendiri.

b. Struktur Peran

Serangkaian perilaku yang diharapkan sesuai dengan posisi sosial

yang diberikan. Jadi, pada struktur peran bisa bersifat formal dan

informal.

c. Struktur Kekuatan

Kemampuan dari individu untuk mengontrol, memengaruhi atau

merubah perilaku orang lain ke arah positif.

d. Struktur Nilai dan Norma


Nilai adalah sistem ide-ide, sikap atau keyakinan yang mengikat

anggota keluarga dalam budaya tertentu. Sedangkan norma adalah

pola perilaku yang baik atau diterima pada lingkungan sosial atau

masyarakat.

6. Fungsi Keluarga

Menurut Friedman (2010) terdapat lima fungsi dasar keluarga

yaitu:

a. Fungsi Afektif

Fungsi afektif adalah gambaran diri anggota keluarga, perasaan

memiliki dan dimiliki dalam keluarga lain, saling menghargai dan

kehangatan di dalam keluarga.

b. Fungsi Sosialisasi

Fungsi sosialisasi adalah interaksi atau hubungan dalam keluarga,

bagaimana keluarga belajar disiplin, norma, dan perilaku.

c. Fungsi Kesehatan

Fungsi kesehatan adalah sejauh mana keluarga menyediakan

pangan, perlindungan dan merawat anggota yang sakit, sejauh

mana pengetahuan tentang masalah kesehatan dalam keluarga serta

kemauan untuk mengatasi masalah kesehatan yang sedang

dihadapi.
d. Fungsi Reproduksi

Fungsi reproduksi adalah suatu fungsi untuk mempertahankan

generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

e. Fungsi Ekonomi

Fungsi ekonomi adalah keluarga berfungsi untuk memenuhi

kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk

mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan

untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

7. Tahap Perkembangan Keluarga

Perkembangan keluarga adalah proses perubahan yang terjadi

dari waktu ke waktu, meliputi perubahan pola interaksi dan hubungan

antar anggota keluarga. Menurut Friedman (1998) membagi 8 tahap

perkembangan keluarga dengan anak tertua sebagai tonggak untuk

interval siklus kehidupan. Siklus perkembangan keluarga merupakan

komponen kunci dalam setiap kerangka kerja dan setiap tahapnya

keluarga memiliki tugas perkembangan yang harus dipenuhi agar

tahapan tersebut dapat dilalui dengan sukses. Berikut tahap-tahap

perkembangan keluarga:

a. Tahap I : Keluarga pemula

Perkawinan dari sepasang insan menandai bermulanya sebuah

keluarga baru dan perpindahan dari keluarga asal atau status lajang

ke hubungan baru yang intim.

b. Tahap II : Keluarga sedang mengasuh anak


Dimulai dengan kelahiran anak pertama hingga bayi berusia tiga

puluh bulan.

c. Tahap III : Keluarga dengan anak usia pra sekolah

Dimulai ketika anak pertama berusia dua setengah tahun, dan

berakhir ketika anak berusia lima tahun.

d. Tahap IV : Keluarga dengan anak usia sekolah

Dimulai ketika anak pertama telah berusia enam tahun dan mulai

masuk sekolah dasar dan berakhir pada usia tiga belas tahun, awal

dari masa remaja.

e. Tahap V : Keluarga dengan anak remaja

Dimulai ketika anak pertama melewati umur tiga belas tahun,

berlangsung selama enam hingga tujuh tahun. Tahap ini dapat lebih

singkat jika anak meninggalkan keluarga lebih awal atau lebih

lama jika anak masih tinggal di rumah hingga berumur sembilan

belas atau dua puluh tahun.

f. Tahap VI : Keluarga yang melepas anak usia dewasa muda

Ditandai oleh anak pertama meninggalkan rumah orang tua dan

berakhir dengan “rumah kosong” ketika anak terakhir

meninggalkan rumah. Tahap ini dapat singkat panjang, tergantung

pada berapa banyak anak yang belum menikah yang masih tinggal
di rumah. Fase ini ditandai oleh tahun-tahun puncak persiapan dari

dan oleh anak-anak untuk kehidupan dewasa yang mandiri.

g. Tahap VII : Orangtua usia pertengahan

Dimulai ketika anak terakhir meninggalkan rumah dan berakhir

pada saat pensiun atau kematian salah satu pasangan.

h. Tahap VIII : Keluarga dalam masa pensiun dan lansia

Dimulai dengan salah satu atau kedua pasangan memasuki masa

pensiun, hingga salah satu pasangan meninggal dan berakhir

dengan pasangan lainnya meninggal.

8. Pengertian APGAR Keluarga

APGAR keluarga adalah suatu instrumen pemeriksaan singkat

guna mengkaji fungsi sosial pasien. APGAR keluarga secara ekslusif

tidak hanya untuk penerapan terhadap lansia tetapi bisa untuk anggota

keluarga yang lain (Stanhope, 2007).

APGAR keluarga merupakan kuesioner skrining singkat yang

dirancang untuk merefleksikan kepuasan anggota keluarga dengan

status fungsional keluarga dan untuk mencatat anggota-anggota rumah

tangga. APGAR ini merupakan singkatan dari Adaptation,

Partnership, Growth, Affection dan Resolve (Gallo, 1998).


Berdasarkan pengertian beberapa pengertian di atas, maka

dapat disimpulkan bahwa APGAR keluarga adalah instrumen singkat

berupa kuesioner untuk mengkaji fungsi sosial keluarga dan kepuasan

keluarga.

9. Kegunaan APGAR Keluarga

Menurut Maryam, Ekasari dan Rosidawati (2008) APGAR

keluarga sangat bermanfaat untuk:

a. Mengetahui tingkat intelektual klien, tingkat pengetahuan klien dan

pendidikan klien.

b. Mengetahui seberapa besar tingkat hubungan klien dengan

keluarga atau teman-temannya.

c. Mengukur level kepuasaan hubungan dalam keluarga.

d. Menghasilkan informasi tentang jaringan pendukung.

e. Mengkaji persepsi pemberi perawatan kecukupan dukungan

emosional dan sosial yang tersedia sebagai penyerta dari hal-hal

tertentu.

10. Indikasi APGAR Keluarga

Gallo (1998) mengatakan penggunaan instrumen pemeriksaan

seperti APGAR keluarga ini dalam empat situasi:

a. Saat mewawancarai pasien baru.

b. Saat mewawancarai sosok-sosok yang akan merawat anggota

keluarga yang sakit kronis.


c. Setelah terjadinya suatu peristiwa yang berat (seperti matian atau

diagnose kanker).

d. Saat riwayat pasien memperkirakan disfungsi keluarga sebagai

masalah yang ada.

B. Konsep Depresi Lansia

1. Pengertian Lanjut Usia

Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang.

Manusia tidak secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari

bayi, anak-anak, dewasa hingga akhirnya menjadi tua. Hal ini normal,

dengan perubahan fisik dan tingkah laku yang dapat terjadi pada

semua orang saat mereka mencapai usia tahap perkembangan

kronologis tertentu, sehingga semua orang akan mengalami proses

menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup manusia yang

terakhir (Azizah, 2011).

Menurut Surini & Utomo (2003) lanjut usia bukan suatu

penyakit, namun merupakan tahap lanjut dari suatu proses kehidupan

yang akan dijalani semua individu, ditandai dengan penurunan

kemampuan tubuh untuk beradaptasi dengan stress lingkungan.

Sedangkan Stanley & Beare (2007), mendefinisikan lanjut usia

berdasarkan karakteristik sosial masyarakat yang menganggap bahwa

orang tua jika menunjukan ciri fisik seperti rambut beruban, kerutan

kulit, dan hilangnya gigi.


World Health Organization (WHO) dalam Azizah (2011)

menggolongkan lanjut usia berdasarkan usia kronologis atau biologis

menjadi empat kelompok yaitu:

a. Usia pertengahan (middle age) antara usia 45-59 tahun.

b. Lanjut usia (elderly) antara usia 60-74 tahun.

c. Lanjut usia tua (old) antara usia 75-90 tahun.

d. Usia sangat tua (very old) usia diatas 90 tahun.

2. Tipe Lanjut Usia

Tipe kepribadian lanjut usia menurut Kuntjoro dalam Azizah

(2011) sebagai berikut:

a. Tipe Kepribadian Konstruktif (Construction Personality)

Orang ini memiliki integritas baik, menikmati hidupnya, toleransi

tinggi dan fleksibel. Biasanya tipe ini tidak banyak mengalami

gejolak, tenang sampai tua. Tipe kepribadian ini biasanya dimulai

dari masa mudanya. Lansia bisa menerima fakta proses menua dan

menghadapi masa pensiun dengan bijaksana dan menghadapi

kematian dengan penuh kesiapan fisik dan mental.

b. Tipe Kepribadian Mandiri (Independent Personality)


Pada tipe ini ada kecenderungan mengalami post power syndrome,

apalagi jika pada lansia tidak diisi dengan kegiatan yang dapat

memberikan otonomi.

c. Tipe Kepribadian Tergantung (Dependent Personality)

Tipe ini biasanya sangat dipengaruhi kehidupan keluarga, apabila

kehidupan keluarga selalu harmonis maka pada masa lansia tidak

bergejolak, tetapi jika pasangan hidup meninggal maka pasangan

yang ditinggalkan akan menjadi sedih yang mendalam. Tipe ini

lansia senang mengalami pensiun, tidak punya inisiatif, pasif tetapi

masih tahu diri dan masih dapat diterima oleh masyarakat.

d. Tipe Kepribadian Bermusuhan (Hostile Personality)

Lanjut usia pada tipe ini setelah memasuki lansia tetapi merasa

tidak puas dengan kehidupannya, banyak keinginan yang tidak

diperhitungkan sehingga menyebabkan kondisi ekonominya

menurun. Mereka menganggap orang lain yang menyebabkan

kegagalan, selalu mengeluh dan curiga. Menjadi tua tidak ada yang

dianggap baik, takut mati dan iri hati dengan yang muda.

e. Tipe Kepribadian Defensive

Tipe ini selalu menolak bantuan, emosinya tidak terkontrol,

bersifat kompulsif aktif. Mereka takut menjadi tua dan tidak

menyenangi masa pensiun.


f. Tipe Kepribadian Kritik Diri (Self Hate Personality)

Pada lansia tipe ini umumnya terlihat sengsara, karena perilakunya

sendiri sulit dibantu orang lain atau cenderung membuat susah

dirinya. Selalu menyalahkan diri, tidak memiliki ambisi dan

merasa korban dari keadaan.

3. Tugas Perkembangan Lanjut Usia

Seiring dengan kehidupan, lanjut usia memiliki tugas

perkembangan khusus menurut Potter & Perry (2005) yang meliputi:

a. Menyesuikan Terhadap Penurunan Kekuatan Fisik dan Kesehatan

Lanjut usia harus menyesuaikan dengan perubahan fisik seiring

terjadinya penuaan sistem tubuh, perubahan penampilan dan

fungsi. Hal ini tidak dikaitkan dengan penyakit, tetapi hal ini

normal. Bagaimana meningkatkan kesehatan dan mencegah

penyakit dengan pola hidup sehat.

b. Menyesuaikan Terhadap Masa Pensiun dan Penurunan Pendapatan

Lansia umumnya pensiun dari pekerjaan purna waktu, dan oleh

karena itu mungkin perlu menyesuaikan dan membuat perubahan

karena hilangnya peran kerja. Bagaimanapun, karena pensiunan ini

biasanya telah diantisipasi. Meskipun kebanyakan lansia diatas

garis kemiskinan, sumber finansial mempengaruhi permasalahan

dalam masa pensiun. Sekarang ini orang yang pensiun akan

mempunyai ketergantungan sosial, finansial, selain itu juga

kehilangan kewibawaan, dan peranan-peranan sosial yang akan


menjadikan stress bagi lansia. Untuk menghadapi masa pensiun,

dengan stress yang kecil mungkin akan timbul suatu pemikiran

dalam rangka masa persiapan pensiun. Hal ini dapat membantu

lansia untuk beradaptasi dan menyesuaikan terhadap masa pensiun

yang relatif lebih mudah.

c. Menyesuaikan Terhadap Kematian Pasangan

Mayoritas lansia dihadapkan pada kematian pasangan, teman, dan

kadang anaknya. Kehilangan ini sering sulit diselesaikan, apalagi

bagi lansia yang menggantungkan hidupnya dari seseorang yang

meninggalkannya dan sangat berarti bagi dirinya. Dengan

membantu lansia melalui proses berduka, dapat membantu mereka

menyesuaikan diri terhadap kehilangan.

d. Menerima Diri Sendiri Sebagai Individu Lansia

Beberapa lansia menemukan kesulitan untuk menerima diri sendiri

selama penuaan. Mereka dapat memperlihatkan

ketidakmampuannya sebagai koping dengan menyangkal

penurunan fungsi, meminta cucunya untuk tidak memanggil

mereka “nenek atau kakek” atau menolak meminta bantuan dalam

tugas yang menempatkan keamanan mereka pada resiko yang

besar.

e. Mempertahankan Kepuasaan Pengaturan Hidup


Lansia dapat mengubah rencana kehidupannya. Misalnya,

kerusakan fisik dapat mengharuskan pindah ke rumah yang lebih

kecil dan untuk seorang diri. Beberapa masalahan kesehatan lain

mungkin mengharuskan lansia untuk tinggal dengan keluarga atau

temannya. Perubahan rencana kehidupan bagi lansia mungkin

membutuhkan periode penyesuaian yang lama selama lansia

memerlukan bantuan dan dukungan professional perawatan

kesehatan dan keluarga.

f. Mendefinisikan Ulang Hubungan Dengan Anak Yang Dewasa

Lansia sering memerlukan penetapan hubungan kembali dengan

anak-anaknya yang telah dewasa. Masalah keterbalikan peran,

ketergantungan, konflik, perasaan bersalah, dan kehilangan

memerlukan pengenalan dan resolusi.

g. Menentukan Cara Untuk Mempertahankan Kualitas Hidup

Lansia harus belajar menerima aktivitas dan minat baru untuk

mempertahankan kualitas hidupnya. Seseorang yang sebelumnya

aktif secara sosial sepanjang hidupnya mungkin merasa relatif

mudah untuk bertemu orang baru dan mendapat minat baru. Akan

tetapi, seseorang yang introvert dengan sosialisasi terbatas,

mungkin menemui kesulitan bertemu orang baru selama pensiun.

4. Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia


Semakin bertambahnya umur manusia, maka akan terjadi

proses penuaan secara degeneratif yang akan berdampak terhadap

perubahan-perubahan pada diri manusia menurut Azizah (2011),

seperti:

a. Perubahan Fisik

1) Sistem Indra

a) Sistem Penglihatan pada lansia erat kaitannya dengan

presbiopi, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari

jarak jauh atau dekat berkurang.

b) Sistem Pendengaran, presbiakusis (gangguan pada

pendengaran) oleh karena hilangnya kemampuan (daya)

pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi

suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas,

sulit dimengerti kata-kata.

Menurut Santoso & Ismail (2009) depresi pada lansia

sering terjadi secara bersamaan dengan masalah gangguan

fisik seperti gangguan penglihatan maupun pendengaran.

2) Sistem Muskuloskeletal

Tulang, berkurangnya kepadatan tulang akan mengakibatkan

osteoporosis lebih lanjut mengakibatkan nyeri, deformitas, dan

fraktur. Latihan fisik dapat diberikan sebagai cara untuk

mencegah adanya osteoporosis.

3) Sistem Kardiovaskuler dan Respirasi


Sistem kardiovaskuler mengalami perubahan seperti arteri yang

kehilangan elastisitasnya. Hal ini dapat menyebabkan

peningkatan nadi dan tekanan sistolik darah. Perubahan

tekanan darah yang fisiologis mungkin benar-benar merupakan

tanda penuaan yang normal. Di dalam sistem pernafasan terjadi

pendistribusian tulang kalsium pada tulang iga yang kehilangan

banyak kalsium dan sebaliknya, tulang rawan kosta berlimpah

kalsium, hal ini berhubungan dengan perubahan postural yang

menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru.

4) Pencernaan dan Metabolisme

Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan seperti

penurunan produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata.

Kehilangan gigi, penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang

buruk dan gizi yang buruk, indra pengecap menurun. Pada

lambung, rasa lapar menurun, asam lambung menuru,

peristaltik lemah dan biasanya timbul konstipasi.

5) Sistem Perkemihan

Pada sistem perkemihan terjadi perubahan yang signifikan.

Banyak fungsi yang mengalami kemunduran. Hal ini akan

memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia. Mereka

kehilangan kemampuan untuk mengekskresi obat atau produk

metabolisme obat, pola berkemih tidak normal, hal ini

menunjukan bahwa inkontinensia urin meningkat.


6) Sistem Saraf

Penuaan menyebabkan penurunan persepsi sensori dan respon

motorik pada susunan saraf pusat dan penurunan reseptor

proprioseptif, perubahan tersebut mengakibatkan penurunan

fungsi kognitif.

7) Sistem Reproduksi

Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan

mengecilnya ovari dan uterus. Terjadi atrofi payudara. Pada

laki-laki testis masih dapat memproduksi spermatozoa,

meskipun adanya penurunan secara berangsur-angsur.

b. Perubahan Kognitif

Penurunan fungsi kognitif sering terlihat pada lanjut usia

yang mengalami depresi seperti:

1) Daya Ingat (Memory)

Daya ingat adalah kemampuan untuk menerima, mencamkan,

menyimpan dan menghadirkan kembali rangsangan atau

peristiwa yang pernah dialami seseorang. Pada lansia daya

ingat merupakan salah satu fungsi kognitif yang seringkali

paling awal mengalami penurunan.

2) IQ (Intellegent Quocient)
Lansia tidak mengalami perubahan dengan informasi

matematika dan perkataan verbal, tetapi persepsi dan daya

membayangkan (fantasi) menurun.

3) Kemampuan Belajar (Learning)

Lanjut usia yang sehat dan tidak mengalami demensia masih

memiliki kemampuan belajar yang baik. Oleh karena itu,

sebaiknya mereka tetap diberikan kesempatan untuk

mengembangkan wawasan berdasarkan pengalaman.

4) Kemampuan Pemahaman (Comprehension)

Kemampuan pemahaman atau menangkap pengertian pada

lansia mengalami penurunan. Hal ini dipengaruhi oleh

konsentrasi dan fungsi pendengaran lansia yang mengalami

penurunan. Dalam pelayanan terhadap lanjut usia agar tidak

timbul salah paham sebaiknya dalam berkomunikasi dilakukan

kontak mata.

5) Pemacahan Masalah (Problem Solving)

Pada lanjut usia masalah-masalah yang dihadapi tentu semakin

banyak karena terjadi penurunan fungsi indra pada lansia yang

berakibat bahwa masalah menjadi lebih lama.

6) Pengambilan Keputusan (Decision Making)

Pengambilan keputusan pada lansia yang dihadapi tentu

semakin banyak karena terjadi penurunan fungsi indra pada


lansia yang berakibat bahwa pemecahan masalah menjadi lebih

lama.

7) Kebijaksanaan (Wisdom)

Kebijaksanaan menggambarkan sifat dan sikap individu yang

mampu mempertimbangkan antara baik dan buruk serta untung

ruginya sehingga dapat bertindak secara adil dan bijaksana.

8) Kinerja (Performance)

Pada lansia memang akan terlihat penurunan kinerja baik

secara kuantitatif maupun kualitatif. Penurunan ini bersifat

wajar sesuai perubahan organ-organ biologis maupun

perubahan yang sifatnya patologis.

9) Motivasi

Motivasi adalah fenomena kejiwaan yang mendorong

seseorang untuk bertingkah laku demi mencapai sesuatu yang

diinginkan atau yang dituntut oleh lingkungannya.

c. Perubahan Spiritual

Menurut Azizah (2011) agama atau kepercayaan lansia

makin berintegrasi dalam kehidupannya. Lansia makin teratur

dalam kehidupan keagamaanya. Spiritualitas pada lansia bersifat

universal, intrinsik, dan merupakan proses individual yang

berkembang sepanjang rentang kehidupan. Karena aliran siklus


kehilangan terdapat pada kehidupan lansia, keseimbangan hidup

tersebut dipertahankan sebagian oleh efek positif harapan dari

kehilangan tersebut. Lansia yang telah mempelajari cara

menghadapi perubahan hidup melalui mekanisme keimanan

akhirnya didapatkan pada tantangan akhir yaitu kematian. Konsep

diri yang negatif dan harga diri mudah mempengaruhi sistem

keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor. Harapan

memungkinkan individu dengan keimanan spiritual atau religious

untuk bersiap menghadapi krisis kehilangan dalam hidup sampai

kematian.

d. Perubahan Psikososial

Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa

yang menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang,

sehingga orang itu terpaksa mengadakan adaptasi atau penyesuaian

diri untuk menanggulanginya. Namun, tidak semua orang mampu

melakukan adaptasi dan mengatasi stressor tersebut, sehingga

timbulah keluhan-keluhan antara lain berupa stress, cemas dan

depresi (Azizah, 2011). Keluhan-keluhan psikososial bisa terjadi

disebabkan karena perubahan posisi yang mengakibatkan

perubahan persepsi dari diri yang bersangkutan terhadap kondisi

psikososial di luar dirinya. Guna menghindari rasa kecewa dan

tidak senang itu, orang menggunakan mekanisme defensive antara

lain berupa mekanisme proyeksi dan rasionalisasi maka terjadi


perubahan persepsi seseorang terhadap kondisi psikososial

sekelilingnya. Perubahan psikososial yang dialami oleh lansia

seperti pensiun dan perubahan dalam peran sosial di masyarakat.

e. Penurunan Fungsi dan Potensi Seksual

Penurunan fungsi dan potensi seksual pada lanjut usia

sering kali berhubungan dengan berbagai gangguan fisik. Pada

wanita mungkin ada kaitannya dengan masa menopause, yang

berarti fungsi seskual mengalami penurunan karena sudah tidak

produktif walaupun sebenarnya tidak harus begitu, karena

kebutuhan biologis selama orang masih sehat dan masih

memerlukan tidak salahnya bila dijalankan terus secara wajar dan

teratur tanpa mengganggu kesehatan (Azizah, 2011). Faktor

psikologis yang menyertai lansia berkaitan dengan seksualitas,

antara lain seperti rasa tabu atau malu bila mempertahankan

kehidupan seksual pada lansia. Sikap keluarga dan masyarakat

yang kurang menunjang serta diperkuat oleh tradisi dan budaya.

Adanya kelelahan atau kebosanan karena kurang variasi dalam

kehidupannya, pasangan hidup telah meninggal, dan disfungsi

seksual karena perubahan hormonal atau masalah kesehatan jiwa

lainnya misalnya cemas, depresi, pikun dan lainnya yang

mengakibatkan fungsi dan potensi seksual pada lansia mengalami

perubahan (Kuntjoro dalam Azizah, 2011).

5. Pengertian Depresi
Depresi merupakan satu masa terganggungnya fungsi manusia

yang berkaitan dengan alam perasaan yang sedih dan gejala

penyertanya, termasuk perubahan pada pola tidur dan nafsu makan.,

psikomotor, konsentrasi, kelelahan, putus asa dan tidak berdaya, serta

gagasan bunuh diri (Kaplan & Sadock dalam Azizah, 2011).

Sedangkan menurut Nugroho (2008) depresi adalah suatu perasaan

sedih dan pesimis yang berhubungan dengan suatu penderitaan yang

dapat berupa serangan yang ditujukan pada diri sendiri atau perasaan

marah yang dalam. Selain itu juga Hawari (2013) menyatakan

seseorng yang mengalami depresi mudah merasa haru, sedih, menangis

dan kehilangan. Faktor kehilangan merupakan faktor yang paling

utama untuk terjadinya depresi, karena kehilangan merupakan suatu

keadaan individu yang berpisah dengan suatu yang sebelumnya ada.

6. Pengertian Depresi Pada Lansia

Depresi pada lansia merupakan permasalahan kesehatan jiwa

(mental health) yang serius dan komplek yang tidak hanya

dikarenakan aging process saja. Depresi yang terjadi pada lansia

adalah dampak negatif kejadian penurunan fungsi tubuh dan perubahan

yang terjadi terutama perubahan psikososial. Perubahan-perubahan

tersebut seringkali menjadi stressor bagi lansia yang membutuhkan

adaptasi biologis dan psikologis (Azizah, 2011). Depresi pada lansia

akan berdampak pada aktivitas fisik yang mengakibatkan penurunan

terhadap kualitas hidup lansia, dengan produktivitas lansia menurun


serta mempengaruhi kehidupan sehingga akan berdampak terhadap

kualitas hidup (Mangoenprasodjo, 2005).

Menurut Maramis dalam Azizah (2011) pada lansia

permasalahan yang menarik adalah kurangnya kemampuan dalam

beradaptasi secara psikologis terhadap perubahan dan stress

lingkungan yang sering menyebabkan depresi. Strategi adaptasi yang

seringkali digunakan lansia yang mengalami depresi adalah strategi

pasif (defence mechanism) seperti menghindar, menolak, displacement

dan lain-lain. Lansia rentan terhadap depresi karena disebabkan oleh

beberapa faktor seperti faktor biologis, fisik, psikologis, dan sosial.

biologis

Faktor biologis terhadap depresi, hal ini terjadi karena

disregulasi neurotransmitter otak, seperti rendahnya kadar serotonin

dan dopamine serta meningkatnya monoamine oksidase (MAO), dan

lebih lanjut lagi kadar ketokelamin akan berkurang, faktor psikologis

seperti penyesuaian terhadap hilangnya sumber penghasilan, status

sosial, kehilangan orang yang dicintai, dan perasaan putus asa karena

ketidakberdayaan. Faktor fisik dihubungkan dengan penyakit fisik dan

penggunaan obat-obatan yang penting pada pengobatan penyakit fisik

tersebut (Padila, 2013).

7. Tanda dan Gejala Depresi

Perilaku yang berhubungan dengan depresi menurut Kelliat

dalam Azizah (2011) meliputi beberapa aspek seperti:


a. Afektif

Kemarahan, ansietas, kekesalan, penyangkalan perasaan,

kemurungan, rasa bersalah, ketidakberdayaan, kesepian, harga diri

rendah dan kesedihan.

b. Fisiologik

Nyeri abdomen, anoreksia, sakit punggung, konstipasi, pusing,

keletihan, gangguan pencernaan, insomnia, makan berlebihan atau

kurang, gangguan tidur dan perubahan berat badan.

c. Kognitif

Kebingungan, ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan minat

dan motivasi, menyalahkan diri sendiri, mencela diri sendiri,

pesimis dan ketidakpastian.

d. Perilaku

Agresif, perubahan tingkat aktivitas, mudah tersinggung, sangat

tergantung, kebersihan diri yang kurang, isolasi sosial, mudah

menangis, dan menolak diri.

8. Tingkatan Depresi

Menurut Azizah (2011) tingkatan depresi ada tiga berdasarkan

gejala-gejalanya yaitu:
a. Depresi Ringan

1) Kehilangan minat dan kegembiraan

2) Berkurangnya energi yang mengakibatkan mudah lelah dan

menurunnya aktivitas

3) Konsentrasi dan perhatian kurang

4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

5) Lamanya gejala tersebut berlangsung sekurang-kurangnya 2

minggu

6) Hanya sedikit kesulitas dalam pekerjaan dan kegiatan sosial

yang bisa dilakukannya

b. Depresi Sedang

1) Kehilangan minat dan kegembiraan

2) Berkurangnya energi yang mengakibatkan mudah lelah dan

menurunnya aktivitas

3) Konsentrasi dan perhatian yang kurang

4) Harga diri dan kepercayaan diri yang kurang

5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

7) Mengadaptasi kesulitan untuk meneruskan kegiatan sosial

pekerjaan dan urusan rumah tangga

c. Depresi Berat

1) Mood depresif

2) Kehilangan minat dan kegembiraan


3) Berkurangnya energi yang mengakibatkan mudah lelah dan

menurunnya aktivitas

4) Konsentrasi dan perhatian yang kurang

5) Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna

6) Pandangan masa depan yang suram dan pesimis

7) Perbuatan yang membahayakan dirinya sendiri atau bunuh diri

8) Tidur terganggu

9) Disertai waham

10) Lamanya gejala tersebut berlangsung selama 2 minggu

9. Karakteristik Depresi Pada Lansia

Meskipun depresi banyak terjadi dikalangan lansia, depresi ini

sering di diagnosis salah atau diabaikan. Rata-rata 60-70% lanjut usia

yang mengunjungi praktik dokter umum adalah mereka dengan

depresi, tetapi seringkali tidak terdeteksi karena lansia lebih banyak

memfokuskan pada keluhan badaniah yang sebetulnya adalah penyerta

dari gangguan emosi (Mahjudin, 2007).

Menurut Stanley & Beare (2007) sejumlah faktor yang

menyebabkan keadaan ini mencakup fakta bahwa depresi pada lansia

dapat disamarkan atau tersamarkan oleh gangguan fisik lainnya

(masked depression). Selain itu isolasi sosial, sikap orang tua,

penyangkalan, pengabaian terhadap prises penuaan normal

menyebabkan tidak terdeteksi dan tidak tertanganinya gangguan ini.

Depresi pada lanjut usia dimanifestasikan dengan adanya keluhan


merasa tidak berharga, sedih yang berlebihan, murung, tidak

bersemangat, merasa kosong, tidak ada haraoan, menuduh diri, ide-ide

pikiran bunuh diri dan pemeliharaan diri yang kurang bahkan

penelantara diri.

10. Penyebab Depresi Pada Lansia

Terjadinya depresi pada lansia selalu merupakan interaksi

faktor biologik, psikologik dan sosial. Faktor sosial adalah

berkurangnya interaksi sosial, kesepian, berkabung dan kemiskinan

dapat mencetuskan depresi. Sedangkan faktor psikologik yang

berperan dalam timbulnya depresi adalah rasa rendah diri atau kurang

percaya diri, kurang rasa keakraban, dan ketidakberdayaan karena

menderita penyakit kronis. Dan dari aspek biologik, lansia mengalami

kehilangan dan kerusakan banyak sel-sel saraf maupun zat

neurotransmitter, resiko genetik maupun adanya penyakit tertentu

(seperti kanker, diabetes, post stoke, dll) memudahkan terjadinya

depresi (Yosep, 2011).

Menurut Azizah (2011) faktor penyebab depresi adalah:

a. Faktor Predisposisi

1) Faktor genetik dianggap mempengaruhi tranmisi gangguan

afektif melalu riwayat keluarga dan kerutunan.

2) Teori agresi menyerang ke dalam, menunjukkan bahwa depresi

terjadi karena perasaan marah, yang ditujukkan kepada diri

sendiri.
3) Teori kehilangan obyek, menunjukan kepada perpisahan

traumatika individu dengan benda atau yang sangat berarti.

4) Teori organisasi kepribadian, menguraikan bagaimana konsep

diri yang negatif dan harga diri rendah mempengaruhi sistem

keyakinan dan penilaian seseorang terhadap stressor.

5) Model kognitif menyatakan bahwa depresi merupakan masalah

kognitif yang didominasi oleh evaluasi negated seseorang

terhadap diri seseorang, dunia seseorang dan masa depan

seseorang.

6) Model ketidakberdayaan yang dipelajari menunjukkan bahwa

bukan semata-mata trauma menyebabkan depresi tetapi

keyakinan bahwa seseorang tidak mempunyai kendali terhadap

hasil yang penting dalam kehidupannya, oleh larena itu ia

mengulang respon yang tidak adaptif.

7) Model perilaku berkembang dari kerangka teori belajar sosial

yang mengasumsi penyebab depresi terletak pada kurangnya

keinginan positif dalam berinteraksi dengan lingkungan.

8) Model biologik menguraikan perubahan kimia dalam tubuh

yang terjadi selama depresi, termasuk defisiensi ketokolamin,

disfungsi endokrin, hipersekresi kortisol, dan variasi periodik

dalam irama biologis.

b. Stressor Pencetus
Adapun 4 sumber utama stressor yang dapat mencetuskan

gangguan alam perasaan (depresi):

1) Kehilangan keterikatan yang nyata atau dibayangkan, termasuk

kehilangan cinta, seseorang, fungsi fisik, kedudukan atau harga

diri. Karena elemen actual dan simbolik melibatkan konsep

kehilangan, maka persepsi seseorang merupakan hal yang

sangat penting.

2) Peristiwa besar dalam kehidupan, hal ini sering berdampak

terhadap masalah-masalah yang dihadapi sekarang dan

kemampuan menyelesaikan masalah.

3) Peran dan ketegangan peran dapat mempengaruhi

perkembangan depresi, terutama pada wanita.

4) Perubahan fisiologik diakibatkan oleh berbagai penyakit fisik,

seperti infeksi, neoplasma dan gangguan keseimbangan

metabolik, dapat mencetuskan gangguan alam perasaan.

Diantara obat-obatan tersebut terdapat obat anti hipertensi dan

penyalahgunaan zat yang menyebabkan kecanduan.

Kebanyakan penyakit kronik yang melemahkan tubuh juga

sering disertai depresi.


C. Kerangka Teori Masalah Kesehatan Jiwa

Lanjut Usia
Depresi

Perubahan Pada Lansia

- Fisik Faktor-Faktor Penyebab Depresi


Fungsi Keluarga Pada Lansia
- Kognitif
- Spririual - Fungsi Afektif - Faktor Biologik
- Psikososial - Fungsi Sosialisasi - Faktor Psikologik
- Penurunan Fungsi dan - Fungsi Kesehatan - Faktor Sosial
Potensi Seksual - Fungsi Reproduksi
- Fungsi Ekonomi

Bagan 2.1

Kerangka Teori

Sumber: Teori lanjut usia bersumber dari (Azizah, 2011), teori fungsi keluarga bersumber dari (Friedman, 2010), dan teori

depresi pada lanjut usia bersumber dari (Yosef, 2011)


BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian

1. Jenis Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian kuantitatif

dengan metode penelitian korelasi (corelational) yaitu penelitian yang

dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui tingkat hubungan antara dua

variabel atau lebih, tanpa melakukan perubahan, tambahan atau

manipulasi terhadap data yang memang sudah ada (Arikunto, 2013).

Pendekatan Waktu Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini peneliti menggunakan pendekatan cross

sectional. Pendekatan cross sectional yaitu suatu penelitian untuk

mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dengan efek,

dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus

pada suatu saat (point time approach). Artinya, tiap subjek penelitian

hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap

status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan

(Notoatmodjo, 2012).

2. Metode Pengumpulan Data

Pengumpulan data adalah suatu proses pendekatan kepada

subjek dan proses pengumpulan karakteristik subjek yang diperlukan


dalam suatu penelitian (Nursalam, 2016). Metode pengumpulan data

dalam penelitian ini menggunakan kuesioner.

B. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Dago Kota Bandung

pada bulan Juni 2018.

C. Hipotesis Penelitian

Hipotesis yaitu suatu pernyataan yang masih lemah yang

membutuhkan pembuktian untuk menegaskan apakah hipotesis dapat

diterima atau ditolak, berdasarkan fakta atau data empiris yang telah

dikumpulkan dalam penelitian, terdapat dua jenis hipotesis yaitu hipotesis

nol (Ho) dan hipotesis kerja/alternatif (Ha) (Hidayat, 2017). Hipotesis

dalam penelitian ini adalah:

1. Hipotesis nol (Ho): tidak ada hubungan kepuasan keluarga dengan

tingkat depresi lansia di Kelurahan Dago Kota Bandung.

2. Hipotesis kerja/alternatif (Ha): ada hubungan kepuasan keluarga

dengan tingkat depresi lansia di Kelurahan Dago Kota Bandung.

D. Kerangka Konsep Penelitian

Kerangka konsep penelitian adalah suatu uraian dan visualisasi

hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya,

atau antara variabel yang satu dengan variabel yang lain dari masalah yang
ingin diteliti (Notoatmodjo, 2012). Adapun kerangka konsep penelitiannya

sebagai berikut:

Variabel Independen Variabel Dependen

Kepuasan Keluarga
Depresi
- Fungsi baik
- Ringan
- Disfungsi tingkat
- Sedang
menengah
- Berat
- Disfungsi tingkat tinggi

Bagan 3.2

Kerangka Konsep

E. Variabel Penelitian

Variabel merupakan konsep dari berbagai level abstrak yang

didefinisikan sebagai suatu fasilitas untuk pengukuran dan atau manipulasi

suatu penelitian (Nursalam, 2016). Jenis variabel penelitian dibagi menjadi

dua yaitu variabel independen (variabel bebas) dan variabel dependen

(variabel terikat). Variabel yang diteliti dalam penelitian ini adalah:

1. Variabel Independen (variabel bebas)

Variabel idependen merupakan variabel yang memengaruhi

atau nilainya menentukan variabel lain atau suatu kegiatan stimulus

yang dimanipulasi oleh peneliti untuk menciptakan suatu dampak pada


variabel dependen (Nursalam, 2016). Variabel idependen dalam

penelitian ini adalah kepuasan keluarga.

2. Variabel Dependen (variabel terikat)

Variabel dependen merupakan variabel yang dipengaruhi

nilainya ditentukan oleh variabel lain sehingga variabel respons akan

muncul sebagai akibat dari manipulasi variabel-variabel lain

(Nursalam, 2016). Variabel dependen dalam penelitian ini adalah

tingkat depresi pada lansia.

F. Definisi Operasional

Definisi operasional merupakan penjelasan semua variabel dan

istilah yang akan digunakan dalam penelitian secara operasional sehingga

akhirnya mempermudah pembaca dalam mengartikan makna penelitian.

Pada definisi operasional akan dijelaskan secara padat mengenai penelitian

yang meliputi bagaimana caranya menentukan variabel dan mengukur

suatu variabel (Setiadi, 2013).

Tabel 3.1

Definisi Operasional

No Variabel Definisi Alat Ukur Hasil Ukur Skala


Operasional Ukur
Variabel Idependen
1. Kepuasan Penilaian Kuesioner 1. 0 – 3 : Ordinal
Keluarga fungsi keluarga APGAR disfungsi
yang dilihat Keluarga tingkat
dari sudut dengan jumlah tinggi
pandang lansia pertanyaan 2. 4 – 6 :
terhadap sebanyak 5 disfungsi
hubungannya pertanyaan. tingkat
dengan menengah
anggota 3. 7 – 10 :
keluarga yang fungsi baik
lain. Fungsi
keluarga yang
dinilai terdiri
dari adaptasi,
kemitraan,
pertumbuhan,
kasih sayang,
dan
kebersamaan.
Variabel Dependen
1. Depresi Suatu keadaan Kuesioner 1. 0 – 10 : Ordinal
pada lansia GDS depresi
dimana (Geriatric ringan
terganggunya Depression 2. 11 – 20 :
fungsi dalam Scale) dengan depresi
diri lansia yaitu jumlah sedang
fungsi pertanyaan 3. 21 – 30 :
biologik, sebanyak 30 depresi
psikologik, dan pertanyaan. berat
sosial

G. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek atau subjek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu

yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari kemudian ditarik

kesimpulannya (Setiadi, 2013).

Populasi dalam penelitian ini adalah lansia yang tinggal di

Keluarahan Dago dengan usia di atas 60 tahun berjumlah 2.605 jiwa.

2. Sampel

Sampel penelitian adalah sebagian dari keseluruhan subjek

yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi. Dengan kata lain

sampel adalah elemen-elemen populasi yang dipilih berdasarkan

kemampuan mewakilinya (Setiadi, 2013).

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan

teknik nonprobality sample yaitu proportionate stratified random

sampling kemudian dalam menentukan sampel dibantu dengan teknik

simple random sampling. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini

menggunakan rumus slovin:

N
n=
1+ N ( d 2 )

Keterangan:

n = Besar sampel minimum

N = Jumlah populasi

d = Derajat penyimpangan terhadap populasi yang diinginkan


Berdasarkan rumus diatas diperoleh jumlah sampel:

2605
n= 2
1+2605 (0,1 )

2605
n=
2605 (0,01)

2605
n=
26,06

n=99,9616=100

Berdasarkan perhitungan diatas, maka besaran sampel dalam

penelitian ini adalah 100 responden. Kemudian dilakukan teknik

pengambilan sampel dengan rumus proportionate stratified random

sampling:

populasi kelas
n= × jumlah sampel yang ditentukan
jumlah populasi keseluruhan

Berdasarkan rumus diatas diperoleh jumlah sampel pada setiap RW

sebagai berikut:

RW Jumlah Lansia Perhitungan Sampel Jumlah Sampel

RW 01 199 199 8
×100=7,6391
2605

RW 02 147 147 6
×100=5,6429
2605

RW 03 388 388 15
×100=14,8944
2605

RW 04 334 334 13
×100=12,8214
2605
RW 05 127 127 5
×100=4,8752
2605

RW 06 188 188 7
×100=7,2168
2605

RW 07 57 57 2
×100=2,1880
2605

RW 08 250 250 9
×100=9,5969
2605

RW 09 125 125 5
×100=4,7984
2605

RW 10 195 195 7
×100=7,4856
2605

RW 11 125 125 5
×100=4,7984
2605

RW 12 334 334 13
×100=12,8214
2605

RW 13 136 136 5
×100=5,2207
2605

Jumlah 2.605 100

Berdasarkan perhitungan diatas, telah didapatkan jumlah

sampel dari setiap RW. Kemudian peneliti melalukan pengambilan

sampel dari setiap RW dengan teknik simple random sampling yaitu

dengan cara peneliti membuat kocokan nomor dari nomor 1 sampai

388 lalu peneliti mengocok nomor-nomor tersebut hingga mencapai

jumlah yang sudah ditentukan diatas, nomor yang keluar dari kocokan

maka nomor tersebut akan menjadi responden penelitian.


H. Prosedur Penelitian

Adapun prosedur penelitian yang dilakukan melalui 3 tahap yakni

tahap persiapan penelitian, tahap pelaksanaan penelitian, dan tahap akhir

penelitian.

1. Tahap Persiapan Penelitian

a. Peneliti membuat surat pengantar dari STIKep PPNI Jawa Barat.

b. Peneliti mengajukan surat perijinan ke Kesehatan Bangsa dan

Politik kota Bandung, Dinas Kesehatan kota Bandung, dan

Puskesmas Puter kota Bandung.

c. Peneliti menjelaskan alur penelitian yang akan dilakukan pada

pihak Kelurahan.

d. Peneliti memperoleh ijin penelitian dari pihak Kelurahan.

2. Tahap Pelaksanaan Penelitian

a. Pengumpulan data dilakukan dengan teknik proportionate

stratified sampling, kemudian setelah ditentukan sampel

berdasarkan RW, dilakukan teknik undi dengan simple random

sampling untuk menentukan sampel.

b. Peneliti menjelaskan tujuan dan manfaat penelitian pada

responden.

c. Peneliti meminta responden menandatangani lembar persetujuan

responden jika responden bersedia berpartisipasi dalam penelitian.


d. Peneliti membagikan dan mengisi data lansia menggunakan

instrumen yang sudah tersedia.

e. Peneliti menjelaskan cara mengisi kuesioner pada responden

dimulai dari pengisian identitas sampai dengan cara menjawab

pertanyaan. Ini dilakukan agar tidak terjadi kekeliruan dalam

menjawab.

f. Pengisian jawaban kuesioner diisi oleh lansia dengan dibantu

peneliti untuk menuliskan jawaban dari lansia.

g. Pengambilan data menggunakan kuesioner Geriatric Depression

Scale dan APGAR Keluarga kepada lansia di Kelurahan Dago

Kota Bandung dengan cara memberikan panduan pada lansia

dalam menjelaskan pertanyaan untuk proses pengambilan data

(face to face).

h. Setelah responden selesai mengisi kuesioner, peneliti mengecek

kembali kuesioner yang telah diisi jika ada isi kuesioner yang tidak

lengkap, maka kuesioner dikembalikan untuk dikonfirmasi

kembali.

3. Tahap Akhir Penelitian

a. Peneliti melakukan scoring hasil kuesioner.

b. Peneliti menetapkan hasil.

c. Peneliti menyusun laporan penelitian.

d. Peneliti membuat kesimpulan hasil penelitian

e. Peneliti membuat saran.


I. Instrumen Penelitian

Instrumen penelitian adalah alat-alat yang akan digunakan untuk

mengumpulkan data. Instrumen penelitian ini dapat berupa kuesioner

(daftar pertanyaan, formulir observasi, dan formulir-formulir lain yang

berkaitan dengan pencatatan data dan sebagainya) (Notoatmodjo, 2012).

Penelitian ini menggunakan dua kuesioner dimana peneliti

merumuskan sejumlah pertanyaan tertulis yang digunakan untuk

memperoleh informasi dari responden mengenai tingkat depresi dengan

Geriatric Depression Scale dan kuesioner untuk mengetahui informasi

kepuasan keluarga dengan APGAR Keluarga.

1. Geriatric Depression Scale

Geriatric Depression Scale yaitu instrumen yang disusun oleh

Brink (1983) untuk orang lanjut usia. Instrumen ini memiliki

sensitivitas 84% dan specifity 95%. Tes reabilitas instrumen ini

correlates significantly of 0,85 (Burn dalam Azizah 2011). Instrumen

ini terdiri dari 30 pertanyaan yang dibuat sebagai alat penapisan

depresi pada lansia. Geriatric Depression Scale menggunakan format

laporan sederhana dengan menjawab “ya” atau “tidak” setiap

pertanyaan. Skor 0 – 10 menunjukan depresi ringan, 11 – 20

menunjukan depresi sedang dan skor 21 – 30 menunjukan depresi


berat. Skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan positif untuk jawaban

“ya” dan nilai 0 untuk jawaban “tidak”, sedangkan untuk pernyataan

negatif jawaban “tidak” diberikan nilai 1 dan jawaban “ya” diberikan

nilai 0 (Azizah, 2011).

2. APGAR Keluarga

APGAR Keluarga yaitu kuesioner skrining singkat yang

dirancang untuk merefleksikan kepuasan anggota keluarga dengan

status fungsional keluarga. APGAR ini merupakan singkatan dari

Adaptation, Partnership, Growth, Affection, dan Resolve (Gallo,

1998). Instrumen ini terdiri dari 5 pertanyaan. APGAR Keluarga

menggunakan format laporan dengan menjawab “hampir selalu”,

“kadang-kadang” dan “tidak pernah”. Skoring nilai 2 diberikan pada

pernyataan “hampir selalu”, skoring nilai 1 diberikan pada pernyataan

“kadang-kadang” dan skoring nilai 0 diberikan pada pernyataan “tidak

pernah”. Skor 0 – 3 menunjukan disfungsi tingkat tinggi, skor 4 – 6

menunjukan disfungsi tingkat menengah dan skor 7 – 10 menunjukan

fungsi yang baik (Stanhope, 2007).

J. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan

kuesioner. Kuesioner dalam penelitian ini ada dua yaitu kuesioner untuk

mengukur tingkat depresi dan kuesioner untuk mengukur kepuasan

keluarga pada lansia. Sumber data yang diperoleh peneliti dengan cara:
1. Data Primer

Data yang diperoleh langsung dari subjek penelitian, yaitu

dengan menggunakan instrumen pengumpulan data yang berupa

kuesioner. Dilakukan pengisian data langsung kepada lansia yang

dibantu oleh peneliti.

2. Data Sekunder

Data yang diperoleh dari kelurahan mengenai populasi lansia

di kelurahan tersebut.

K. Teknik Pengolahan dan Analisa Data

1. Teknik Pengolahan Data

a. Pengeditan (Editing)

Editing merupakan upaya untuk memeriksa kembali

kebenaran data yang diperoleh atau dikumpulkan. Editing

dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data

terkumpul. Peneliti melihat kembali data yang terkumpul

dikhawatirkan ada ketertinggalan atau kesalahan (Hidayat, 2017).

b. Pengkodean (Coding)

Coding merupakan kegiatan pemberian kode numerik

(angka) terhadap data yang terdiri atas beberapa kategori.

Pemberian kode ini sangat penting bila pengolahan dan analisis

data menggunakan komputer. Biasanya dalam pemberian kode

dibuat juga daftar kode dan artinya dalam satu buku (codebook)
untuk memudahkan kembali melihat lokasi dan arti suatu kode dari

suatu variabel (Hidayat, 2017).

Coding untuk APGAR Keluarga 1 yaitu hampir selalu, 2

yaitu kadang-kadang dan 3 yaitu untuk tidak pernah. Coding untuk

Geriatric Depression Scale yang bernilai positif 0 yaitu tidak dan 1

yaitu ya sedangkan untuk yang bernilai negatif 0 yaitu ya dan 1

yaitu tidak. Coding untuk kategori APGAR Keluarga 1 yaitu fungsi

baik, 2 yaitu disfungsi keluarga menegah dan 3 yaitu disfungsi

keluarga tinggi. Coding untuk kategori Geriatric Depression Scale

1 yaitu ringan, 2 yaitu sedang dan 3 yaitu berat.

c. Memasukan Data (Data Entry)

Data entry merupakan kegiatan memasukan data yang telah

dikumpulkan ke dalam master tabel atau database komputer,

kemudia membuat distribusi frekuensi sederhana atau dengan

membuat tabel kontigensi (Hidayat, 2017).

d. Pembersih Data (Cleaning)

Semua data responden selesai dimasukan, maka kembali

dicek untuk melihat kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan

kode, ketidaklengkapan, dan sebagainya. Kemudian dilakukan

pembetulan atau koreksi (Notoatmodjo, 2012).

2. Analisa Data

a. Analisa Univariat
Analisa univariat bertujuan untuk menjelaskan atau

mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian. Analisa

univariat ini hanya menghasilkan distribusi frekuensi dan

presentase dari tiap variabel (Notoatmodjo, 2012). Variabel

tersebut adalah kepuasan keluarga dan tingkat depresi. Data yang

diperoleh dikumpulkan dan disajikan dalam bentuk tabel.

Menurut Budiarto (2001), untuk menghitung distribusi

frekuensi dengan rumus:

f
P= X 100 %
N

Keterangan:

P = Presentase

f = Frekuensi

N = Jumlah proporsi (responden)

Setelah data tabulasi dideskripsikan dengan menggunakan

kriteria sebagai berikut (Arikunto, 2010):

1) 0% : Tidak satupun responden

2) 1% - 25% : Sebagian kecil responden

3) 26% - 49% : Kurang dari setengah responden

4) 50% : Setengah responden

5) 51% - 75% : Lebih dari setengah responden

b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat yang dilakukan terhadap dua variabel yang

diduga berhubungan atau berkorelasi (Notoatmodjo, 2012). Dalam

penelitian ini analisa bivariat dilakukan untuk mengetahui

hubungan kepuasan keluarga dengan tingkat depresi. Uji statistik

yang digunakan dalam penelitian ini adalah korelasi Spearman

Rank. Uji ini digunakan untuk mengukur tingkat atau eratnya

hubungan antara dua variabel yang beskala ordinal. Cara dalam

penggunaan uji ini adalah sebagai berikut:

1) Membuat hipotesis

2) Membuat tabel penolong untuk menghitung ranking

3) Menentukan r s hitung dengan rumus sebagai berikut:

6∑ d
2
r s=1− 2
n(n −1)

Keterangan:

rs : Nilai korelasi Spearman Rank

d2 : Selisih setiap pasangan rank

n : Jumlah pasangan rank untuk spearman

(5 < n < 30)

4) Menentukan nilai r stabel Spearman

5) Menentukan Z hitung dengan rumus sebagai berikut:

rs
Z hitung =
1/ √ (n−1)
6) Membuat kesimpulan

Jika Z hitung > Z tabel maka Ho ditolak, berarti ada hubungan

kepuasan keluarga dengan tingkat depresi.

Jika Z hitung < Z tabel maka Ho diterima atau gagal menolak

Ha, berarti tidak ada hubungan kepuasan keluarga dengan

tingkat depresi.

Taraf signifikan 5% harga Z tabel: Z 0,475: 1,96

(Hidayat, 2017).

Nilai korelasi menurut Dahlan (2011) dalam

menginterpretasikan koefesian korelasi sebagai berikut:

a) 0,00 – 0,199 : Korelasi sangat lemah

b) 0,20 – 0,399 : Korelasi lemah

c) 0,40 – 0,599 : Korelasi sedang

d) 0,60 – 0,799 : Korelasi kuat

e) 0,80 – 1,000 : Korelasi sangat kuat

L. Etika Penelitian

Etika penelitian menunjukan prinsip-prinsip etis yang diterapkan

dalam suatu penelitian yang dimulai dari proposal penelitian sampai

dengan publikasi hasil penelitian, sehingga bagi peneliti dapat memegang

teguh prinsip dari penelitian. Prinsip dari etika penelitian yaitu sebagai

berikut (Notoatmodjo, 2012):

1. Menghormati Harkat dan Martabat Manusia


Sebagai ungkapan peneliti menghormati harkat dan martabat

subjek penelitian yaitu dengan memberikan lembar persetujuan atau

informed consent kepada subjek penelitian. Setelah diberikan

penjelasan, lembar persetujuan atau informed consent diberikan kepada

subjek penelitian. Jika subjek penelitian bersedia diteliti maka subjek

penelitian akan menandatangani lembar persetujuan, namun jika

subjek penelitian menolak untuk diteliti maka peneliti tidak akan

memaksa dan menghormati haknya.

2. Menghormati Privasi dan Kerahasiaan

Setiap orang berhak untuk tidak memberikan apa yang

diketahuinya kepada orang lain. Oleh sebab itu untuk menjaga

kerahasiaan subjek penelitian, peneliti tidak mencantumkan namanya

pada lembar kuesioner, cukup dengan memberi inisial pada masing-

masing lembar kuesioner tersebut.

3. Keadilan dan Keterbukaan

Dalam penelitian ini, peneliti selalu menjelaskan prosedur

penelitian dan menjamin bahwa semua subjek penelitian memperoleh

perlakuan dan keuntungan yang sama.

4. Manfaat dan Kerugian yang Ditimbulkan

Selama penelitian hendaknya memperoleh manfaat

semaksimal mungkin bagi masyarakat pada umumnya, dan subjek

penelitian pada khususnya. Peneliti hendaknya berusaha

meminimalkan dampak yang merugikan bagi subjek penelitian,


pelaksanaan penelitian harus dapat mencegah atau paling tidak

mengurangi rasa sakit, cidera, maupun stress pada subjek penelitian.


M. Jadwal Panelitian

No Kegiatan Januari Februari Maret April Mei Juni

Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu Minggu

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Pengajuan Topik

2 Bimbingan Penyusunan Proposal

3 Seminar Proposal

4 Pengurusan Administrasi (surat ijin, biaya, dll)

5 Pelaksanaan Penelitian dan Bimbingan

6 Penulisan Hasil Penelitian (pengumpulan data

dan pengolahan data)

7 Ujian Sidang Skripsi


DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsini. (2013). Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktik.

Jakarta: Rineka Cipta.

Artinawati, Sri. (2014). Asuhan Keperawatan Gerontik. Bogor: In Media.

Azizah, L., M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Badan Pusat Statistik. (2014). Statistik Penduduk Lanjut Usia 2014. Jakarta:

Badan Pusat Statistik.

Balion & Manglaya (1989); Dion, Y., & Betan, Y. (2013). Asuhan Keperawatan

Keluarga Konsep dan Praktik. Yogyakarta: Nuha Medika.

Budiarto, Eko. (2001). Biostatistik untuk Kedokteran dan Kesehatan Masyarakat.

Jakarta: EGC.

Darmojo dan Martono. (2004). Geriatri (Ilmu Kesehatan Usia Lanjut). Jakarta:

Balai Penerbit FKUI.

Dahlan, Sopiyudin. (2011). Statistik untuk Kedokteran dan Kesehatan, Edisi ke-5.

Jakarta: Salemba Medika.

Depkes RI (1988); Andarmayo, Sulistyo. (2012). Keperawatan Keluarga: Konsep

Teori, Proses dan Praktik Keperawatan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Friedman, M. Marilyn. (1998). Keperawatan Keluarga. Jakarta: EGC.

Friedman, M. Marilyn. (2010). Buku Ajar Keperawatan Keluarga Riset, Teori


dan

Praktik. Jakarta: EGC.


Gallo, J. J. (1998). Buku Saku Gerontologi. Jakarta: EGC.

Hawari, Dadang. (2013). Manajemen Stres Cemas dan Depresi. Cetakan


Keempat,

Ed. Kedua, Jakarta: FKUI

Hidayat, A. A. (2017). Metodologi Penelitian Keperawatan dan Kesehatan.

Jakarta: Salemba Medika.

Kapplan dan Saddock (2007); Azizah, L., M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kelliat, B., A. (1996); Azizah, L., M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Kementerian Kesehatan RI. (2016). InfoDATIN Pusat Data dan Informasi

Kementrian Kesehatan (Situasi Lanjut Usia (lansia) di Indonesia).

http://www.depkes.go.id. (Pada tanggal 20 Januari 2017 pukul 13:30


WIB).

Kuntjoro. (2002); Azizah, L., M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Machira, CR. (2007). Pengaruh Faktor-Faktor Psikososial dan Insomnia Pada

Depresi Pada Lansia Di Kota Yogyakarta. Yogyakarta: UGM.

Mahjudin. (2007). Peran Psikogeriatri dan Perawatan Paliatif dalam Upaya

Meningkatkan Kesehatan Para Lansia. Surabaya.

Maramis, W., F. (1995); Azizah, L., M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Mangoenprasodjo, A. (2005). Mengisi Hari Tua Dengan Bahagia. Yogyakarta:


Pradipta.

Maryam Siti R, Mia Fatma Ekasari, Rosidawati. (2008). Mengenal Lanjut Usia
dan

Keperawatannya. Jakarta: Salemba Medika.

Notoatmodjo, Soekidjo. (2012). Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta:


Rineka

Cipta.

Nugroho, W. (2008). Keperawatan Gerontik & Geriatrik, Edisi-3. Jakarta: EGC.

Nursalam. (2016). Metodologi Penelitian Ilmu Keperawatan: Pendekatan Praktis.

Jakarta: Salemba Medika.

Padila. (2013). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Bengkulu: Nuha Medika.

Profil Kesehatan Kota Bandung. (2015). Bandung: tidak diterbitkan.

Potter, P. A. dan Perry Anne G. (2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan,

Konsep, Proses dan Praktik. (4th ed.). Jakarta: EGC.

Santoso, H. dan Ismail, A. (2009). Memahami Krisis Lanjut Usia. Jakarta:

Gunung Mulia.

Santrock, J.W. (2004). Educational Pscyhology. (2nd ed.). New York: McGraw-

Hill Companies, Inc.

Setiadi. (2013). Konsep dan Praktik Penulisan Riset Keperawatan. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Surini dan Utomo. (2003). Fisioterapi pada Lansia. Jakarta: EGC.

Stanhope, M. (2007). Buku Saku Keperawatan Komunitas. Jakarta: EGC.

Stanley & Beare. (2007). Buku Ajar Keperawatan Gerontik. (2nd ed.) Jakarta:
EGC.

WHO (1999); Azizah, L., M. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Yogyakarta:

Graha Ilmu.

Yesevage and Brink. (1983). The Geriatric Depression Scale: Gerontologi.


Jakarta:

EGC.

Yosep, I. (2011). Keperawatan Jiwa (Edisi Revisi). Bandung: Refika Aditama.


LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai