Anda di halaman 1dari 40

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY’S” P2 A0 NIFAS 26 HARI DENGAN MASTITIS

DI PRAKTEK MANDIRI BIDAN ZURAINA SST AIR KENANGA

Untuk Memenuhi Stase 1

NAMA : ISMI MAYANG SARI

NPM : 19210100045

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI BIDAN

PROGRAM PROFESI FAKULTAS VOKASI

UNIVERSITAS INDONESIA MAJU

2022
LEMBAR PERSETUJUAN

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY’S” P2 A0 NIFAS 26 HARI DENGAN MASTITIS

DI PRAKTEK MANDIRI BIDAN ZURAINA SST AIR KENANGA

Oleh :

NAMA : ISMI MAYANG SARI

NPM : 19210100045

Telah dilakukan pembimbingan dan dinyatakan layak untuk dipresentasikan dihadapan Tim

Penguji.

Jakarta, …….2022

Mengetahui,

Dosen Penanggung Jawab Stase

Gaidha Khusnul Pangestu, S.Tr.Keb., M.Keb

NIDN : 0317119401

i
LEMBAR PENGESAHAN

SEMINAR KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NY’S” P2 A0 NIFAS 26 HARI DENGAN MASTITIS

DI PRAKTEK MANDIRI BIDAN ZURAINA SST AIR KENANGA

Oleh :

NAMA : ISMI MAYANG SARI

NPM : 19210100045

Telah dipresentasikan pada tanggal …… bulan….. tahun ….. dihadapan tim penguji Program

Studi Pendidikan Profesi Bidan Fakultas Univesitas Indonesia Maju

Jakarta,… Juli 2022

Menyetujui,

Mengesahkan,

Dosen Penanggung Jawab Stase

Gaidha Khusnul Pangestu, S.Tr.Keb., M.Keb

NIDN : 0317119401

ii
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala yang telah memberikan berbagai

kemudahan, petunjuk serta karunia yang tak terhingga sehingga penulis dapat menyelesaikan

Seminar Kasus yang berjudul “ASUHAN KEBIDANAN NY’S” P2 A0 NIFAS 26 HARI

DENGAN MASTITIS DI PRAKTEK MANDIRI BIDAN “Z” KABUPATEN BANGKA”.

Seminar Kasus ini penulis susun untuk memenuhi persyaratan memperoleh gelar Profesi

di Program Studi Pendidikan Profesi Bidan Program Profesi Fakultas Vokasi Universitas

Indonesia Maju. Dalam penyusunan seminar kasus ini penulis telah mendapatkan banyak

bimbingan dan bantuan dari bebagai pihak. Untuk itu, pada kesempatan ini penulis ingin

mengucapkan terimakasih kepada :

1. Drs.H.A.Jacub Chatib, selaku Ketua Yayasan Indonesia Maju,


2. Prof. Dr. Dr. dr. H.M. Hafizurrahman, MPH, selaku Pembina Yayasan Indonesia Maju,
3. Dr. Astrid Novita, SKM, MKM Selaku Rektor Universitas Indonesia Maju,
4. Susaldi, S.ST., M. Biomed Selaku Wakil Rektor I Bidang Akademik Universitas Indonesia
Maju,
5. Dr. Rindu, SKM.,M.Kes Selaku Wakil Rektor II Bidang Non-Akademik Universitas
Indonesia Maju,
6. Hidayani, Am Keb, SKM, MKM Selaku Dekan Fakultas Vokasi Universitas Indonesia
Maju,
7. Hedy Hardiana, S.Kep., M.Kes Selaku Wakil Dekan Fakultas Vokasi Universitas Indonesia
Maju,
8. Fanni Hanifa, S.ST., M.Keb., Selaku Koordinator Program Studi Pendidikan Profesi Bidan
Universitas Indonesia Maju,
9. Ghaidha Khusnul Pangestu, S.Tr.Keb, M.Keb Sebagai Dosen Pembimbing dalam Praktek
Kebidanan Profesi Program Profesi Universitas Indonesia Maju,

iii
10. Andhini Widiasari, S.ST, S.PSi Sebagai Dosen Penguji dalam Praktek Kebidanan Profesi
Program Profesi Universitas Indonesia Maju,
11. Seluruh Dosen dan Staf Pengajar Program Studi Profesi dalam Program Profesi Universitas
Indonesia Maju yang telah memberikan ilmu pengetahuan, mengarahkan dan membimbing
penulis selama mengikuti proses pendidikan,
12. Seluruh teman-teman dalam kelompok Praktek Kebidanan Profesi Program Profesi
Universitas Indonesia Maju yang senantiasa memberikan motivasi dan semangat sehingga
seminar kasus ini terselesaikan dengan baik.
13. Suami dan serta keluarga yang telah memberikan dukungan moral dan material sehingga
seminar kasus ini terselesaikan dengan baik.
Akhir kata saya berterimakasih kepada Allah SWT berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga seminar kasus ini membawa manfaat
bagi pengembangan ilmu.

Jakarta, Juli 2022

Ismi Mayang Sari

iv
DAFTAR ISI

Daftar Isi
Halaman Judul
Lembar Persetujuan i
Lembar Pengesahan ii
Kata Pengantar iii
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang. 1
B. Tujuan 3
a. Tujuan Umum. 3
b. Tujuan Khusus. 3
C. Manfaat . 3
a. Manfaat teoritis. 3
1). Bagi Institusi Kesehatan. 3
2). Bagi peneliti. 4
3). Bagi Klien. 4
b. Manfaat Praktik . 4
1). Bagi Responden .4
2). Bagi Pelayanan Kesehatan . 4
3). Bagi Peneliti . 4
4). Bagi Istitusi Pendidikan .4
BAB II TINJAUAN TEORI . 5
A. Nifas . 5
1. Definisi Masa Nifas . 5
2. Tahapan Masa Nifas . 6
3. Pelayanan Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas dan Menyusui . 6
4. Perubahan Fisiologis Masa Nifas . 6
5. Perubahan Psikologis Masa Nifas . 10
6. Penyulit dan Komplikasi Masa Nifas . 11
B. Mastitis . 12

v
a. Definisi . 13
b. Penyebab Mastitis . 13
c. Etiologi . 13
d. Patofisiologis Mastitis . 13
e. Gejala Mastitis . 14
f. Pencegahan dan Pengobatan . 15
g. Penanganan dan Penatalaksanaan Mastitis . 17
BAB III TINJAUAN KASUS . 20
a. Data Subyektif . 20
b. Data Obyektif . 23
c. Analisis Data . 24
d. Penatalaksanaan . 24
e. Penanganan dan Peran Bidan . 26
BAB IV PEMBAHASAN . 27
BAB V PENUTUP . 27
A. Simpulan . 27
B. Saran . 27

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang

Organisasi Kesehatan Dunia WHO (World Health Organitation) memperkirakan

insiden mastitis pada ibu menyusui sekitar 2,6% - 33% dan prevalensi global adalah sekitar

10%. Persentase ibu post partum yang menyusui melaporkan dirinya mengalami tanda

gejala mastitis di Amerika Serikat adalah 9,5% dari 1000 wanita. Data masalah menyusui

pada bulan April hingga Juni 2012 di Indonesia menunjukkan 22,5% mengalami puting

susu lecet, 42% ibu mengalami bendungan ASI, 18% ibu mengalami air susu tersumbat,

11% mengalami mastitis, dan 6,5% ibu mengalami abses payudara yang disebabkan oleh

kesalahan ibu dalam menyusui bayinya.

Menyusui telah terbukti mampu melindungi bayi dari seangan penyakit dan juga

mampu membantu meningkatkan kondisi kesehatan ibu. Lembaga kesehatan dunia (WHO)

merekomendasikan pemberian Air Susu Ibu (ASI) secara ekslusif kepada bayi selama

enam bulan pertama kehidupan bayi. Air putih merupakan makanan terbaik bagi bayi dan

mendukung pertumbuhan serta perkembangan bayi. Tetapi ternyata penelitian di Australia

pada tahun 2010 melaporkan bahwa ibu yang menyusui bayinya secara ekslusif hanya

kurang dari 15%, ternyata hal ini menjadi kondisi sangat memprihatinkan bagi dunia.

Berdasarkan laporan rutin Direktorat Gizi Masyarakat tahun 2021 per tanggal 4

Februari 2022, diketahui bahwa dari 1.845.367 bayi usia < 6 bulan yang di recall

terdapat1.287.130 bayi usia < 6 bulan yang mendapat ASI Eksklusif, sehingga dapat

disimpulkanbahwa capaian indikator bayi usia < 6 bulan mendapat ASI Eksklusif sebesar

69,7%. Capaian ini sudah memenuhi target tahun 2021, yaitu sebesar 45%. Berdasarkan

1
distribusi provinsi, terdapat 3 provinsi dengan capaian masih di bawahtarget yaitu Papua

(11,9%), Papua Barat (21,4%), dan Sulawesi Barat (27,8%), sementaraitu 31 provinsi

lainnya telah mencapai target dengan capaian tertinggi adalahprovinsi Nusa Tenggara

Barat (86,7%). Jika membandingkan dengan capaian tahun ini sebesar 69,7% dengan target

sebesar 45%maka capaian tahun 2021 ini mengalami peningkatan yang cukup signifikan

denganrealisasi target mencapai 154,9% (Kemenkes, 2021)

Survey Kesehatan Nasional Spanyol (2011-2012) menunjukkan bahwa perkiraan

prevalensi pemberian ASI ekslusif adalah 66,2 (72,4%), 53,6 (66,6%), dan 28,5 (46,9%)

pada 6 minggu, 3 bulan dan 6 bulan, masing – masing setelah lahir (Pilar Mediano, 2014).

Masalah menyusui seseorag terjadi pada masa pasca persalinan. Masalah yang sering

terjadi adalah masalah pembengkakan payudara (breast engorgement) atau disebut dengan

bendungan susu. Bendungan air susu atau membengkaknya payudara terjadi karena

peningkatan aliran vena dan linfe sehingga menyebabkan bendungan air susu dan terasa

nyeri pada bagian payudara disertai naiknya suhu badan. Kegagalan dalam menyusui

sering disebabkan karena timbulnya beberapa masalah, baik masalah ibu ataupun masalah

bayi. Salah satu masalah ibu yang terjadi adalah mastitis. Mastitis dapat terjadi kapan saja

pada saat menyusui, namun paling sering terjadi antara hari ke 10 sampai hari ke 28 setelah

kelahiran bayi (Susanto,2018).

Gejala mastitis yaitu payudara bengkak disertai nyeri, pada titik tertentu atau secara

keluruhan payudara berwarna merah. Payudara terasa keras dan benjol serta disertai

demam (Susanto, 2018).

2
2. Tujuan

a. Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memberikan Asuhan Kebidanan Pada Ny”S” P2 A0 Nifas

26 hari dengan Mastitis di PMB Zuraina SST Kenanga pada tanggal 7 juli 2022.

b. Tujuan Khusus

1) Melakukan melakukan pengkajian data subjektif Asuhan Kebidanan Pada Ny”S”

P2 A0 Nifas dengan Mastitis di PMB Zuraina SST Air Kenanga.

2) Mampu melakukan data objektif pada Kebidanan Pada Ny”S” P2 A0 Nifas

dengan Mastitis di PMB Zuraina SST Air Kenanga.

3) Mampu memberikan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi Kebidanan pada

Ny”S” P2 A0 di PMB Zuraina SST Air Kenanga.

4) Mahasiswa mampu memberikan diagnose atau assessment Kebidanan pada Ny”S”

P2 A0 di PMB Zuraina SST Air Kenanga.

5) Mahasiswa mampu melakukan pendokumentasian hasil asuhan pelayanan

Kebidanan pada Ny”S” P2 A0 di PMB Zuraina SST Air Kenanga.

3. Manfaat

a. Manfaat Teoritis

1) Bagi Institusi Kesehatan

Diharapkan dapat menjadi informasi yang bermanfaat, menambah wawasan serta

menjadi referensi bagi mahasiswa yang akan membuat studi kasus dan dosen di

UIMA Jakarta.

3
2) Bagi penelitian

Untuk meningkatkan kompetensi bidan di bidang yang sudah diharuskan dan

melahirkan bidan-bidan yang professional dibidangnya.

3) Bagi Klien

Untuk memberikan informasi tentang kehamilan, persalinan, nifas, neonates dan

keluarga berencana serta ibu mendapatkan pelayanan kebidanan secara continuity

of care mulai dari kehamilan, persalinan, nifas, neonates dan keluarga berencana.

b. Manfaat Praktik

1) Bagi Responden

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan sehingga dapat

lebih mengetahui tentang pentingnya informasi perawatan payudara untuk ibu

postpartum.

2) Bagi Pelayanan Kesehatan

Dapat dijadikan sebagai masukan dan gambaran informasi yang penulis dapatkan

untuk meningkatkan manajemen asuhan kebidanan yang diterapkan kepada ibu

nifas dengan mastitis.

3) Bagi Peneliti

Untuk menambah wawasan, pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam

menerapkan ilmu yang diperoleh selama melakukan penelitian khususnya tentang

mastitis pada ibu nifas.

4) Bagi Institusi Pendidikan

Menambah sumber informasi bagi mahasiwi Kebidanan UIMA tentang mastitis

pada ibu nifas.

4
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. Nifas

1. Definisi Masa Nifas

Masa nifas adalah masa dimulai beberapa jam sesudah lahirnya plasenta sampai 6

minggu setelah melahirkan. Masa nifas dimulai setelah kelahiran plasenta dan berakhir

ketika alat – alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil yang berlangsung

kira-kira 6 minggu (Proverawati & Rahmawati, 2010)

Masa nifas disebut juga postpartum atau puerperium adalah masa atau waktu

sejak bayi dilahirkan dan plasenta keluar lepas dari Rahim,sampai enam minggu

berikutnya, disertai dengan pulihnya kembali organ-organ yang berkaitan dengan

kandungan, yang mengalami perubahan seperti perlukaan dan lain sebagainya berkaitan

saat melahirkan (Suherni, dkk. 2010).

Masa nifas atau post partum disebut juga puerpurium yang berasal dari bahasa

latin yaitu dari kata “Puer” yang artinya bayi dan “Parous” berate malhirkan (Anggraini,

2010).

2. Tahapan Masa Nifas

Adapun tahapan – tahapan masa nifas (postpartum/ puerperium) adalah :

1) Puerperium dini : Masa Kepulihan, yakni saat-saat ibu diperbolehkan berdiri dan

berjalan-jalan.

2) Puerperium intermedial : Masa kepulihan menyeluruh dari organ-organ genital, kira-

kira antara 6-8 minggu.

5
3) Remot puerperium : Waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama

apabila ibu selama hamil atau persalinan mempunyai komplikasi (Suherni, Hesty &

Anita, 2010)

3. Tujuan Asuhan Kebidanan Pada Masa Nifas dan Menyusui

Adapun tujuan dari asuhan kebidanan pada masa nifas dan menyusui adalah sebagai

berikut :

a) Menjaga kesehatan ibu dan bayinya, baik fisik maupun psikologis

b) Melaksanakan skrining secara komprehensif, deteksi dini, mengobati atau merujuk bila

terjadi komplikasi pada ibu maupun bayinya

c) Memberikan pendidikan kesehatan tentang perawatan kesehatan dini, nutrisi, KB, cara

dan manfaat menyusui, pemberian imunisasi serta perawatan bayi sehari-hari

d) Memberikan pelayanan Keluarga Berencana (KB)

e) Mendapatakan kesehatan emosi (Dewi, 2014).

4. Perubahan Fisiologi Masa Nifas

System tubuh ibu akan kembali beradaptasi untuk menyesuaikan dengan kondisi post

partum. Organ – organ tubuh ibu mengalami perubahan setalah melahirkan antara lain

(Anggraini, 2010).

a. Perubahan Sistem Reproduksi

1) Uterus

Involusi merupakan suatu proses kembalinya uterus pada kondisi sebelum

hamil. Perubahan ini dapat diketahui dengan melakukan pemeriksaan palpasi untuk

meraba dimana Tinggi Fundus Uterinya (TFU).

6
2) Lokhea

Lokhea adalah ekskresi cairan Rahim selama masa nifas. Lokhea berbau amis atau

anyir dengan volume yang berbeda-beda pada setiap wanita. Lokhea yang berbau

tidak sedap menandakan adanya infeksi. Lokhea mempunyai perubahan warna dan

volume karena adanya proses involusi. Lokhea dibedakan menajdi 4 jenis

berdasarkan warna dan waktu keluarnya.:

a) Lokhea rubra

Lokhea ini keluar pada hari pertama sampai hari ke-4 masa post partum. Cairan

yang keluar berwarna merah karena terisi darah segar, jaringan sisa-sisa plasenta,

dinding Rahim, lemak bayi, lanugo (rambut bayi) dan meconium.

b) Lohkea sanguinolenta

Lokhea ini berwarna merah kecoklatan dan berlendir, serta berlangsung dari hari

ke-4 sampai hari ke-7 post partum.

c) Lokhea serosa

Lokhea ini berwarna kunin kecoklatan karena mengandung serum, leukosit dan

robekan atau laserasi plasenta. Keluar pada hari ke-7 sampai hari ke-14.

d) Lokhea alba

Lokhea ini mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks dan

serabut jaringan yang mati. Lokhea laba ini berlangsung selama2-6 minggu post

partum.

Lokhea yang menetap pada awal periode post partum menunjukkan adanya tanda-

tanda perdarahan sekunder yang mungkin disebabkan oleh tertinggalnya sisa atau

selaput plasenta. Lokhea alba atau serosa yang berlanjut dapat menandakan

7
adanya endometritis, terutama bila disertai dengan nyeri pada abdomen dan

demam. Bila terjadi infeksi, akan keluar cairan nanah berbau busuk yang disebut

dengan “lokhea purulenta”. Pengeluaran lokhea yang tidak lancar disebut “lokhea

statis”.

3) Perubahan Vagina

Vulva dan vagina mengalami penekanan, serta peregangan yang sangat besar

selama proses melahirkan bayi. Dalam beberapa hari pertama sesudah proses

tersebut, kedua organ ini tetap dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan

vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina 11 secara

berangsur-angsur akan muncul kembali, sementara labia menjadi lebih menonjol

4) Perubahan Perineum

Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya

teregang oleh tekanan bayi yang bergerak maju. Pada post partum hari ke-5,

perinium sudah mendapatkan kembali sebagian tonusnya, sekalipun tetap lebih

kendur daripada keadaan sebelum hamil.

b. Perubahan Sistem Pencernaan

Biasanya ibu mengalami konstipasi setelah persalinan. Hal ini disebabkan karena

pada waktu melahirkan alat pencernaan mendapat tekanan yang menyebabkan kolon

menjadi kosong, pengeluaran cairan yang berlebihan pada waktu persalinan, kurangnya

asupan makan, hemoroid dan kurangnya aktivitas tubuh.

c. Perubahan Sistem Perkemihan

Setelah proses persalinan berlangsung, biasanya ibu akan sulit untuk buang air

kecil dalam 24 jam pertama. Penyebab dari keadaan ini adalah terdapat spasme sfinkter

8
dan edema leher kandung kemih setelah mengalami kompresi (tekanan) antara kepala

janin dan tulang pubis selama persalinan berlangsung. Kadar hormon estrogen yang

besifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan tersebut

disebut “diuresis”.

d. Perubahan Sistem Muskuloskeletal

Otot-otot uterus berkontraksi segera setelah partus, pembuluh darah yang berada

di antara anyaman otot-otot uterus akan terjepit, sehingga akan menghentikan

perdarahan. Ligamen-ligamen, diafragma pelvis, serta fasia yang 12 meregang pada

waktu persalinan, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali. Stabilisasi

secara sempurna terjadi pada 6-8 minggu setelah persalinan.

e. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Setelah persalinan, shunt akan hilang tiba-tiba. Volume darah bertambah,

sehingga akan menimbulkan dekompensasi kordis pada penderita vitum cordia. Hal ini

dapat diatasi dengan mekanisme kompensasi dengan timbulnya hemokonsentrasi

sehingga volume darah kembali seperti sediakala. Pada umumnya, hal ini terjadi pada

hari ketiga sampai kelima postpartum.

f. Perubahan Tanda – tanda Vital

Pada masa nifas, tanda – tanda vital yang harus dikaji antara lain :

1) Suhu badan

Dalam 1 hari (24 jam) post partum, suhu badan akan naik sedikit (37,50 – 38◦

C) akibat dari kerja keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan.

Apabila dalam keadaan normal, suhu badan akan menjadi biasa. Biasanya pada hari

9
ketiga suhu badan naik lagi karena ada pembentukan Air Susu Ibu (ASI). Bila suhu

tidak turun, kemungkinan adanya infeksi pada endometrium.

2) Nadi

Denyut nadi normal pada orang dewasa 60-80 kali per menit. Denyut nadi

sehabis melahirkan biasanya akan lebih cepat. Denyut nadi yang melebihi 100x/

menit, harus waspada kemungkinan dehidrasi, infeksi atau perdarahan post partum.

3) Tekanan Darah

Tekanan darah biasanya tidak berubah. Kemungkinan tekanan darah akan lebih

rendah setelah ibu melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada saat

post partum menandakan terjadinya preeklampsi post partum.

4) Pernafasan

Keadaan pernafasan selalu berhubungan dengan keadaan suhu dan denyut nadi.

Bila suhu nadi tidak normal, pernafasan juga akan mengikutinya, kecuali apabila ada

gangguan khusus pada saluran nafas. Bila pernafasan pada masa post partum menjadi

lebih cepat, kemungkinan ada tanda-tanda syok.

5. Perubahan Psikologis pada Masa Nifas

Perubahan psiologis pada masa nifas menurut Walyani (2015), yaitu :

a. Fase taking in

Fase taking in yaitu periode ketergantungan, berlangsung dari hari pertama sampai hari

kedua setelah melahirkan, fase ini ibu sedang berfokus terutama pada dirinya sendiri,

ibu akan berulang kali menceritakan proses persalinan yang dialaminya dari awal

sampai akhir.

10
b. Fase taking hold

Fase taking hold adalah periode yang berlangsung antara 3-10 hari setelah malehirkan,

pda fase ini timbul rasa khawatir akan ketidakmampuan dan rasa tanggung jawabnya

dalam merawat bayi.

c. Fase letting go

Fase letting go adalah periode menerima tanggung jawab akan peran barunya sebagai

orang tua, fase ini berlangsung 10 hari setelah melahirkan.

6. Penyulit dan Komplikasi Masa Nifas

a. Infeksi Nifas

Infeksi nifas adalah peradangan yang terjadi pada organ reproduksi yang

disebabkan oleh masuknya mikrooganisme atau virus kedalam organ reproduksi

tersebut selama proses persalinan dan masa nifas. Adapun macam-macam infeksi nifas

diantaranya :

1) Endrometitis, adalah peradangan atau infesi yang terjadi pada endrometrium.

Infeksi ini merupakan jenis infeksi yang paling sering terjadi pada masa nifas.

2) Peritonitis, adalah peradangan atau infeksi yang terjadi pada peritoneum (selaput

dinding perut).

3) Mastitis, adalah peradangan atau infeksi yang terjadi pada payudara atau mammae.

4) Thrombophlebitis adalah penjalaran infeksi melalui vena. Hal ini terjadi pada masa

nifas karena terbukanya vena-vena selama proses persalinan sehingga memudahkan

masuknya mikroorganisme pathogen (Dewi, 2014).

11
b. Perdarahan Post Partum

Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi pada jalan lahir yang

volumenya lebih dari 500 ml dan berlamgsung 24 jam setelah bayi lahir. Perdarahan

post partum dibagi menjadi 2 tahap, yaitu :

1) Post partum dini (early post partum) atau disebut juga perdarahan postpartum primer.

Perdarahan pada post partum primer terjadi dalam 24 jam pertama setelah bayi lahir.

2) Post partum lanjut (late post partum) atau disebut juga perdarahan postpartum

sekunder. Terjadi setelah 24 jam pertama sejak bayi lahir (Dewi, 2014).

B. Mastitis

a. Definisi

Mastitis adalah infeksi pada payudara yang terjadi pada 1-2% wanita yang

menyusui. Mastitis umumnya terjadi pada minggu 1-5 setelah melahirkan. ditandai

dengan demam, menggiil, nyeri pada payudara, bengkak dan kemerahan di area

payudara. Penyebabnya adalah infeksi stafilokokus aureus. Mastitis ditangangi dengan

pemberian antibioka. Ibu yang menyusui mungkin mengalami putting merasa sakit, Let-

down reflex (selain saat menyusui), kurangnya pasokan susu dan kesulitan mengetahui

berapa banyak bayi minum susu (Proverawati & Eni R, 2010).

Mastitis adalah peradangan pada payudara. Mastitis ini dapat terjadi kapan saja

saat ibu menyusui. Namun paling sering terjadi antara hari ke-10 dan hari ke-28 setelah

kelahiran (Susanto, 2018).

Mastitis adalah masalah umum yny signifikan pada ibu menyusui yang dapat

berkontribusi pada penyapohan menjadi masalah yang paling banyak dilaporkan

(RSUD, Margono & Purwokerto). Pada mastitis terdapat dua hal yang perlu

12
diperhatikan yaitu, mastitis biasanya dapat menurunkan produksi ASI sehingga ibu akan

berhenti menyusui dan mastitis juga berpotensi menyebabkan beberapa penyakit

(Nurhafni, 2018).

b. Penyebab Mastitis

1) Payudara membengkak dan tidak disusukan secara tepat dan benar

2) Bra terlalu ketat

3) Putting lecetmenyebabkan terjadinya infeksi sehingga payudara membengkak

4) Asupan nutrisi ibu kurang sehat, disertai kurang beristirahat sehinggah memudahkan

terjadinya infeksi pada payudara bila terjadi luka atau lecet sedikit, karena daya tahan

rendah (Suherni, dkk, 2010).

c. Etiologi

Mastitis dapat terjadi sebagai akibat dari faktor ibu maupun faktor bayi. Penyebab

mastitis pada ibu meliputi praktik menyususi yang buruk seperti kesalahan dalam posisi

menyusu karena kurangnya pengetahuan atau pendidikan tentang menyususi, saluran

yang tersumbat, putting pecah atau system kekebalan tubuh ibu yang terganggu, yang

dapat menyebabkan mastitis melalui mekanisme sistemik yang meningkatkan

kerentanan terhadap infeksi atau mengurangi suplai susu sebagai respons terhadap

nutrisi yang buruk. Beberapa penyebab mastitis, termasuk drainase payudara yang tidak

memadai, perubahan frekuensi menyusui dan pemberian makanan campuran.

d. Patofisiologi Mastitis

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus

sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau

melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah

13
Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan

pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil.

Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%..

( Zadrozny et al,2018).

Terdapat beberapa cara masuknya kuman yaitu melalui duktus laktiferus ke lobus

sekresi, melalui puting yang retak ke kelenjar limfe sekitar duktus (periduktal) atau

melalui penyebaran hematogen (pembuluh darah). Organisme yang paling sering adalah

Staphylococcus aureus, Escherecia coli dan Streptococcus. Kadang-kadang ditemukan

pula mastitis tuberkulosis yang menyebabkan bayi dapat menderita tuberkulosa tonsil.

Pada daerah endemis tuberkulosa kejadian mastitis tuberkulosis mencapai 1%..

( Zadrozny et al,2018).

e. Gejala Mastitis

Gejala mastitissupuratif jarang terlihat sebelum akhir minggu pertama masa nifas

dan umumnya baru ditemukan setelah minggu ketingga atau keempat. Bendungan yang

mencolok biasanya mendahului imflamasi dengan keluhan pertamanya berupa

menggigil atau gejala rigor yang sebenarnya, yang segera diikuti olh kenaikan suhu

tubuh dan peningkatan frekuensi denyut nasi. Payudara kemudian menjadi keras serta

kemerahan, dan pasien mengeluhkan rasa nyeri (Suherni, dkk. 2010).

Mastitis beresiko ibu tidak menyusui dan memberikan susu formula. Menyusui

memberikan anak awal terbaik dalam hidupnya. Gejala mastitis yaitu payudara bengkak

disertai nyeri, pada titik tertentu atau secara keseluruhan payudara berwarna merah.

Payudara terasa keras dan benjol – benjol serta disertai dmam (Susanto, 2018).

14
Wulandari dan handayani (2010) gejala mastitis yaitu apabila ibu menyusui

merasakan hal – hal sebagai berikut :

a) Bengkak, nyeri seluruh payudara atau nyeri local

b) Kemerahan pada seluruh payudara atau hanya local

c) Payudara keras dan berbenjol (merongkol)

d) Badan panas dan rasa sakit umum

f. Pencegahan dan Pengobatan

. Ibu harus senantiasa memperhatikan kebersihan tangannya. Untuk pencegahan

mastitis bisa dilakukan dengan ibu melahirkan cukup istirahat dan secara teratur

menyusui bayinya agar payudara tidak menjadi bengkak. Gunakan BH yang sesuai

dengan ukuran payudara. Usahakan selalu dengan cara membersihkan payudara dengan

cara memberihkan dengan kapas dan air hangat sebelum dan sesudah menyusui.

Pencegahan terhadap kejadian mastitis dapat dilakukan dengan memperhatikan

faktor risiko di atas. Bila payudara penuh dan bengkak (engorgement), bayi biasanya

menjadi sulit melekat dengan baik, karena permukaan payudara menjadi sangat tegang.

Ibu dibantu untuk mengeluarkan sebagian ASI setiap 3 – 4 jam dengan cara memerah

dengan tangan atau pompa ASI yang direkomendasikan. Sebelum memerah ASI pijatan

di leher dan punggung dapat merangsang pengeluaran hormon oksitosin yang

menyebabkan ASI mengalir dan rasa nyeri berkurang. Teknik memerah dengan tangan

yang benar perlu diperlihatkan dan diajarkan kepada ibu agar perahan tersebut efektif.

ASI hasil perahan dapat diminumkan ke bayi dengan menggunakan cangkir atau

sendok. Pembengkakan payudara ini perlu segera ditangani untuk mencegah terjadinya

15
feedback inhibitor of lactin (FIL) yang menghambat penyaluran ASI. ( Yu Z. et

al, ,2018)

Pengobatan mastitis biasanya menggunakan antibiotic. World Health

Organisation mengemukaan kekhawatiran penggunaan antibiotik secara berlebihan

dapat menimbulkan resistensi terhadapnya. Tetapi penggunaan jenis antibiotic yang

tepat sesuai dengan tanda gejala dan diagnosis nya merupakan pilihan yang bijak.

Pendekatan pengobatan lainnya meliputi mempromosikan pengeluaran ASI untuk

mengurangi pembengkakan payudara; kompres panas pada payudara untuk membantu

meringankan pembengkakan payudara dan rasa sakit ; dan mengendalikan peradangan

dengan antibiotik ( Yu Z. et al, ,2018)

Perawatan utama mastitis biasanya diberikan dengan salep atau intramuscular

atau injeksi antibiotik intravena, seperti streptomisin, ampisilin, cloxacillin, penicillin,

dan tetrasiklin . Namun, perawatannya diantisipasi menjadi bermasalah dalam waktu

dekat karena peningkatan pesat patogen resisten antibiotik . Oleh karena itu, pengobatan

alternatif untuk terapi antibiotik diperlukan, antara lain Tradisional Chinesemedicine

(TCM) untuk pengobatan mastitis, berdasarkan pembersihan panas, detoksifikasi, anti-

inflamasi, dan tindakan antibakteri, yang diberikan secara oral . Banyak herbal TCM

lainnya memiliki efek farmakologis yang dapat membersihkan panas internal dan

umumnya digunakan sebagai agen antibiotik dan antipiretik. Selain itu dianggap

memiliki antiinflamasi dan antimikroba efek dan efektif dalam mengobati penyakit

radang dan infeksi mikroba . ( Wan-Ting Yang ,2019)

Manajemen mastitis saat ini umumnya berpusat pada manajemen gejala (misal.

menerapkan kompres panas / dingin, analgesik), dorongan kelanjutan menyusui

16
(termasuk mengosongkan payudara yang terkena, menyusui lebih sering, dan mengubah

posisi makan sering), dan terapi antibiotik memeriksa efektivitas terapi antibiotik dalam

mengobati gejala mastitis pada wanita (Lina Zhang,2017)

Perawatan utama mastitis biasanya diberikan dengan salep atau intramuscular

atau injeksi antibiotik intravena, seperti streptomisin, ampisilin, cloxacillin, penicillin,

dan tetrasiklin . Namun, perawatannya diantisipasi menjadi bermasalah dalam waktu

dekat karena peningkatan pesat patogen resisten antibiotik . Oleh karena itu, pengobatan

alternatif untuk terapi antibiotik diperlukan, antara lain Tradisional Chinesemedicine

(TCM) untuk pengobatan mastitis, berdasarkan pembersihan panas, detoksifikasi, anti-

inflamasi, dan tindakan antibakteri, yang diberikan secara oral . Banyak herbal TCM

lainnya memiliki efek farmakologis yang dapat membersihkan panas internal dan

umumnya digunakan sebagai agen antibiotik dan antipiretik. Selain itu dianggap

memiliki antiinflamasi dan antimikroba efek dan efektif dalam mengobati penyakit

radang dan infeksi mikroba . ( Wan-Ting Yang ,2019)

g. Penanganan dan Penatalaksanaan Mastitis

Penanganan mastitis mnurut Susanto (2018) ada beberapa hal yang dapat

dilakukan yaitu :

1) Konsumsi makanan bergizi serta istirahat yang cukup

2) Bayi dianjurkan mulai menyusu saat payudara mulai terasa ada peradangan

3) Berikan antibiotic untuk mengatasi infeksi, diberikan amoxilin 500 mg, diberikan 3

kali sehari

4) Berikan pengobatan analgetik untuk mengurangi rasa sakit asam mefanamat 300 mg

diberikan 3 kali sehari

17
5) Lakukan pengompresan dengan air hangat pada payudara (Susanto, 2018).

Penatalaksaan bertujuan untuk mencegah komplikasi, seperti abses payudara.

Pasien dengan abses payudara perlu dirujuk ke ahli bedah untuk terapi definitif.

Penatalaksanaan yang dapat dilakukan antara lain :

1) Pengososngan Payudara, pengososngan payudara secara efektif merupakan salah satu

langkah manajemen yang paling penting dans eringkali efektif dalam menangani

mastitis karena salah satu penyebab terjadinya mastitis adalah aliran susu yang statis.

Langkah – langkah yang dapat dilakukan :

 Ibu harus didorong untuk menyusui lebih sering, dimulai dari payudara yang sakit.

Jika rasa sakit mengganggu let down reflex, mulai menyusui dari payudara yang

tidak sakit kemudian setelah let down reflex muncul, beralih menyusi di payudara

yang sakit

 Posisikan bayi dipayudara dengan dagu atau hidung mengarah pada sumbatan

akan membantu menghilangkan sumbatan

 Memijat payudara selama menyusui dengan minyak nabati, atau pelumas yang

lain yang aman jika termakan, juga dapat membantu pengosongan payudara

 Setelah menyusui, kosongkan payudara lebih lanjut menggunakan tangan atau

pompa (Pevzner, 2020).

2) Terapi Suportif

Terapi suportif yang dapat dilakukan adalah istirahat, konsumsi cairan yang cukup

dan nutrsisi yang adekuat. Selain itu kompres hangat pada payudara sesaat sebelum

menyusui dapat membantu aliran susu. (Pevzner, 2020).

18
3) Terapi Farmakologi

Tatalaksana farmakologi yang dapat digunakan pada mastitis analah analgesic,

seprti ibuprofen dan paracetamol. Jika gejala mastitis terus berlanjut melebihi 24-48

jam, beri natibiotik, misalnya cephalexin atau dicloxacillin (Pevzner, 2020).

19
BAB III

TINJAUAN KASUS

ASUHAN KEBIDANAN PADA NIFAS DENGAN MASTITIS

Tanggal Pengkajian : 7 Juli 2022

Waktu Pengkajian : 13.35 WIB

Tempat Pengkajian : Kunjungan nifas dirumah

Pengkaji : Ismi Mayang Sari

A. DATA SUBYEKTIF

BIODATA

Nama : “S” Nama Suami : “C”

Umur : 28 tahun Umur : 29 tahun

Suku/kebangsaan : Indonesia Suku/kebangsaan : Indonesia

Agama : Islam Agama : Islam

Pendidikan : S1 Pendidikan : SMA

Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat rumah : Bukit Semut Alamat rumah : Bukit Semut

Telp : Telp :

1. Keluhan Utama :

- Ibu mengatakan payudaranya bengkak, terasa nyeri, merah meradang

- Ibu mengatakan badannya panas dingin (mengigil)

20
2. Riwayat Persalinan

a. Tempat melahirkan : RS

b. Ditolong oleh : Bidan

c. Jenis persalinan : Spontan, Normal

d. Lama persalinan

- Dipimpin Meneran : 0 jam 45menit

- Kala I : 3 jam 23 menit

- Kala II : 0 jam 45 menit

- Kala III : 0 jam 25 menit

e. Ketuban pecah pukul : 05.20 WIB

f. Amniotomi : Ya / Tidak

g. Banyak air ketuban : 100 cc

h. Komplikasi dalam persalinan : Ada / tidak, Jelaskan jika ada …………..

i. Plasenta

- Lahir spontan : Ya/ Tidak

- Dilahirkan dengan indikasi : Ya / Tidak, Jelaskan jika ada ……………

- Lengkap, ukuran : 10cm Berat : 500 gr

- Kelainan : tidak ada

- Panjang tali pusat : 50 cm

- Kelainan : tidak ada

- Sisa plasenta : ada / tidak

j. Perineum

- Utuh : Ya / tidak

21
- Robekan : Ya /tidak, jika Ya tingkat ……………..

- Episiotomi : Ya / tidak

- Anastesi : Ya / tidak

- Jahitan dengan :-

k. Perdarahan

- Kala I : 10 ml

- Kala II : 50 ml

- Kala III : 80. ml

- Kala IV : 30 ml

- Selama operasi :-

 Tindakan lain :-

l. Bayi

- Lahir pukul : 5.30 WIB

- BB : 2800 gr

- PB :48 cm

- Nilai Apgar : 8/9

- Cacat bawaan : Ya / tidak

- Masa gestasi : 38 mg

m. Komplikasi

- Kala I : tidak ada

- Kala II : tidak ada

n. Air ketuban banyaknya : 100 cc Warna : Jernih

22
B. DATA OBJEKTIF

1. Pemeriksaan Umum

a. Keadaan umum : baik

b. Keadaan emosional : cemas dan gelisah

c. Tanda – tanda vital :

- Tekanan darah : 120/80 mmHg

- Nadi : 80 x/i

- Suhu tubuh : 36ºC

- Pernapasan : 18 x/i

2. Pemeriksaan Fisik

a. Payudara

- Pengeluaran : ASI

- Puting susu : menonjol

- Benjolan : tidak ada

- Konsistensi : tidak ada

b. Uterus

- TFU : pertengahan pusat - sympisis

- Konsistensi uterus : keras, bulat

- Kontraksi uterus : baik

- Posisi uterus :

c. Pengeluaran lochea

- Warna : merah segar

23
- Bau : khas

- Jumlah : 30 cc

- Konsistensi : encer

d. Perineum : utuh

e. Kandung kemih : kosong

f. Ekstremitas

- Oedema :-

- Kemerahan :-

- Tanda Homan :-

3. Pemeriksaan Penunjang

- HB : 12 gr%

- Protein urin : (-)

- Glukosa urin : tidak dilakukan

- Golongan darah : -O-

C. ANALISIS DATA

Ny S usia 28 tahun P2 A0 postpartum 26 hari dengan Mastitis

D. PENATALAKSANAAN :

1) Memberitahu ibu hasil pemeriksaan

Evaluasi : ibu menegrti dengan hasil pemeriksaan yang dijlaskan

2) Memeriksa tanda-tanda vital ibu : TD 120/80 mmHg, N:80/i, P : 20 S: 37ºC

Evaluasi : sudah dilakukan

3) Memberikan konseling perawatan payudara agar dapat mengurangi nyeri nya.

24
Evaluasi : sudah dilakukan konseling perawatan payudara

4) Memberitahu ibu untuk teruskan pemberian ASI meski payudara mengalami abses atau

pembengkakan. Tahan sakit. Pemberian ASI mempercepat pertumbuhan

Evaluasi : ibu berusahaan untuk meneruskan pemberian ASI

5) Kompres payudara dengan air hangat atau kain dibasahi air hangat

Evaluasi : sudah dilakukan pengompresan air hangat

6) Cukup istirahat dan tidur agar tubuh aktif memperoduksi system imun guna mengurangi

infeksi mastitis

Evaluasi : ibu bersedia untuk beristirahat yang cukup

7) Banyak minum air putih juga akan membantu menurunkan demam

Evaluasi : ibu bersedia mengkonsumsi air putih

8) Berikan antibiotic

Pengobatan dengan antibiotic biasanya membutuhkan waktu 10-14 hari. Selama 24

sampai 48 jam setelah pengobatan antibiotic, gejala mulai berkurang. Namun obat tetap

perlu diminum untuk mencegah kekambuhan.

Evaluasi : ibu bersedia mengkonsumsi antibiotic (Paracetamol)

9) Memberitahu ibu tanda bahaya nifas seperti : demam, lochea berbau, pendarahan

pervaginam, kontraksi lembek, nyeri pada tungkai dan sakit kepala hebat.

Evaluasi : ibu mengerti tanda bahaya nifas

10). Menyesuaikan teknik menyusui

Pastikan bahwa payudara benar-benar kosong, payudara selama menyusui dan bayi

berada pada posisi yang benar.

Evaluasi : ibu akan selalu menganti-ganti posisi menyusui

25
11). Memberi konseling keluarga berencana

Evaluasi : ibu bersedia menggunakannya, dan ibu memilih kontrasepsi jangka panjang.

E. Penanganan dan peran bidan

1) Payudara dikompres dengan air hangat

2) Untuk mengurangi rasa sakit dapat diberikan pengobatan analgetik

3) Untuk mengatasi infeksi diberikan antibiotika

4) Bayi mulai menyusu pada payudara yang mengakami peradangan

5) Anjurkan ibu selalu menyusui bayinya

6) Anjurkan ibu untuk mengkonsumsi makanan yang bergizi dan istirahat yang cukup

7) Konseling suportif

Mastitis merupakan pengalaman yang sangat nyeri dan membuat frustasi dan membuat

banyak wanita merasa sangat skait. Selain dengan penangana yang efektif dan

pengendalian nyeri, wanita membuthkan dukungan emosional. Ibu harus diyakinkan

kembali tentang nilai menyusui, yang aman untuk diteruskan bahwa ASI dan payudara

akan pulih baik bentuk maupun fungsinya.

8) Pengeluaran ASI dengan efektif

Dengan membantu ibu memperbaiki kenyutan bayi pada payudara, mendorong untuk

sering menyusui, sesering dan selama bayi menghendaki, tanpa pembatasan, bila perlu

peras ASI dengan tangan atau dengan pompa atau botol panas, sampai menyusii dimulai

lagi.

26
BAB IV

PEMBAHASAN

Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny”S” di Rumah tanggal 7 Juli 2022 penulis

akan membahas dan menguraikan isi dari laporan kasus ini. Khususnya tinjauan kasus untuk

melihat kesenjangan-kesenjangan yang terjadi pada asuhan ibu nifas dengan mastitis.

Dari data pemeriksaan di dapatkan identitas “Ny”S” dengan usia 28 tahun Mastitis

adalah suatu infeksi pada jaringan payudara. Pada infeksi berat atau tidak diobati, bisa terbentuk

abses payudara (penimbunan nanah didalam payudara). Mastitis adalah peradangan pada

payudara. Mastitis ini dapat terjai kapan saja sepanjang periode menyusui, tapi paling sering

terjadi atara hari ke-10 dan di hari ke-28 setelah kelahiran.

Pada mastitis biasanya yang selalu dikeluhakn adalah payudara membesar, keras, nyeri,

kulit merah dan membisul (abses) dan yang pada akhirnya pecah menjadi borok disertai dengan

keluarnya nanah bercampur air susu, dapat disertai dengan suhu badan naik, mengigil. Jika suda

ditemukan tanda-tanda seperti ini maka pemberian ASI pada bayi jangan dihentikan, tetapi

sesering mungkin diberikan.

Mastitis ini biasanya diderita oleh ibu yang baru melahirkan dan menyusui. Radang ini

terjadi karena di ibu tidak menyusui atau putting payudaranya lecet karena menyusui. Kondisi ibi

bisa terjadi pada satu atau kedua payudara sekaligus. Namun, tidak semua perempuan menderita

penyakit ini. Diantaranya adalah daya tahan tubuh yang lemah dan kurangnya menjaga

kebersihan putting payudara saat menyusui.

27
Jika gejalanya tidak berkurang dalam beberapa hari denga terapi yang adekuat teemasuk

antibiotic, harus dipertimbangkan diagnosis banding. Pemeriksaan lebih lanjut mungkin

diperlukan untuk mengidentifikasi kuman – kuman resisten.

Beberapa faktor resiko utama timbulnya mastitis adalah putting lecet, frekuensi menyusui

yang jarang dan pelekatan bayi yang kurang baik.melancarkan aliran ASI merupakan hal penting

dalam tatalaksana mastitis. Selain itu ibu perlu beristirahat, banyak mibum, mengkonsumsi

nutrisi berimbang dan bola perlu mendapat analgesic dan antibiotik.

28
BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Setelah melakukan asuhan kebidanan pada Ny “S” P2 A0 dengan Mastitis, penulis

menyimpulkan sebagai berikut :

1. Penulis mampu melakukan pengumpulan data asuhan kebidanan komprehensif pada

Ny”S’ di PMB Zuraina SST

2. Penulis mampu menegakkan interpretasi data atau diagnose secara tepat dalam asuhan

kebidanan nifas dengan mastitis pada Ny”S” di PMB Zuraina SST

3. Penulis mampu melakukan antisipasi masalah potensial dalam asuhan kebidnaan nifas

dengan mastitis pada Ny”S” di PMB Zuraina SST

4. Penulis mampu menentukan tindakan kebituhan nifas dengan mastitis pada Ny”S” di

PMB Zuraina SST

5. Penulis mampu melakukan perencanaan tindakan asuhan kebidanan komprehensif nifas

dengan mastitis pada Ny”S” di PMB Zuraina SST

6. Penulis mampu melakukan pelaksanaan tindakan asuhan kebidanan nifas dengan

mastitis pada Ny”S” di PMB Zuraina SST

7. Penulis mampu mengevaluasi tindakan yang diberikan dalam asuhan kebidanan nifas

dengan mastitis pada NY”S” di PMB Zuraina SST

29
8. Penulis mampu melakukan pendokumentasian dalam asuhan kebidanan nifas dengan

mastitis pada NY”S” di PMB Zuraina SST

B. Saran

a. Bagi penulis

Penulis dapat menerapkan secara langsung teori-teori yang telah didapat selama masa

perkuliahan dan dilahan praktik. Serta dapat memiliki pengalaman mengenai pemberian

asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan mastitis.

b. Bagi Tempat Praktek

Dapat mempergunakan sebagai bahan pertimbangan dalam meningkatkan mutu

pelayanan dalam melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan mastitis.

c. Bagi Instutisi Pendidikan

Dapat digunakan sebagai referensi pembelajaran dan menambah pengetahuan dalam

melakukan asuhan kebidanan pada ibu nifas dengan mastitis.

30
31
DAFTAR PUSTAKA

1. Anggaraini, Y. (2010). Asuhan Kebidanan Masa Nifas. Yogyakarta. Pustaka Rihana

2. Dewi Marlita. 2014. Asuhan Kebidanan Nias dan Menyusui. Yogyakarta : Pustaka

Pelajar

3. Kementrian Kesehatan. 2021. Profil Kesehatan Indonesia. Kemenkes : Jakarta

4. Nurhafni, 2018. Tingkat Pengetahuan Ibu Nifas Terhadap Kejadian Mastitis Di RS

Tanjung Pura Kabupaten Langkat. Jurnal Ilmiah Simantek. Vol.2, No.1, 114-123

5. PevznerM dan Dahlan A. Mastitis While Breastfeeding : Prevention, the Importanceof

Proper treatment, and Potential Complications. J Clin Med. 2020 aug :9(8):2328

6. Pilar Mediano, Leonides Femandes, Juan M Rodrigues and Maria Marin, case – control

study of risk factors for infectious mastitis in Spanish breastfeeding women, Mediano et

al. BMC Pregnancy and Childbrith 2014, 14:195

7. Suherni, Hesty Widyasih, Anita Rahmawati. 2010. Perawatan Masa Nifas. Yogyakarta :

Fitramaya

8. Susanto, Vita, Andina, 2018. Asuhan Kebidanan Nifas dan Menyusui. Penerbit : Pustaka

Baru Yogyakarta

9. Wan-Ting Yang, Chun-Yen Ke, Wen-Tien Wu , Ru-Ping Lee ,1 and Yi-Hsiung Tseng.,

Effective Treatment of Bovine Mastitis with Intramammary Infusion of Angelica

dahurica and Rheum officinale Extracts. Evidence-Based Complementary and

Alternative Medicine Volume 2019.

10. Walyani, E.S (2015). Asuhan Kebidanan pada Kehamilan. Yogyakarta : Pusktaka Baru
11. Zadrozny et al., 2018 July 03. Effect of postnatal HIV treatment on clinical mastitis and

breast inflammation in HIV-Infected breastfeeding women, Paediantr Perinat Epidemiol.

(Jurnal NCBI)

Anda mungkin juga menyukai