Anda di halaman 1dari 66

GAMBARAN POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA

YANG MELAKUKAN PERNIKAHAN USIA DINI DI


KECAMATAN WATUMALANG KABUPATEN WONOSOBO

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Kesehatan
Masyarakat

Oleh
HAFID FIQIYANI
NIM. 020118A023

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NGUDI WALUYO
2022

1
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, Puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena rahmat dan
karunia-Nya penulis diberikan kemudahan dan kelancaran, sehingga dapat
menyelesaikan Skripsi dengan judul “Gambaran Pola Asuh Orang Tua pada Remaja
yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan Watumalang, Kabupaten
Wonosobo”.
Skripsi ini dibuat sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Kesehatan Masyarakat Universitas Ngudi Waluyo.
Penulis menyadari bahwa Skripsi ini tidak dapat selesai tanpa arahan,
motivasi dan doa yang senantiasa diberikan selama ini dari berbagai pihak. Sehingga
dengan segenap ketulusan dan kerendahan hati, penulis mengucapkan terimakasih
yang tak terhingga kepada:
1. Pihak KUA Kecamatan Watumalang serta Pihak Kecamatan yang telah
memberikan data dan memberikan ijin atas penelitian ini.
2. Bapak/Ibu responden di Wilayah Kecamatan Watumalang yang telah bersedia
memberi informasi serta kerjasamanya.
3. Bapak Eko Susilo, S.Kep.,Ns., M. Kep selaku dekan Fakultas Kesehatan
Universitas Ngudi Waluyo.
4. Ibu Sri Wahyuni, S.KM., M.Kes selaku Ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat
5. Ibu Dr.Sigit Ambar Widyawati, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah
banyak meluangkan waktu dan memberikan bimbingannya sehingga penulis
dapat menyelesaikan skripsi ini.
6. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Kesehatan Masyarakat Universitas
Ngudi Waluyo.
7. Kedua orang tua saya, Bapak dan Ibu terimakasih atas segala doa, kasih sayang
dan dukungan yang selama ini telah kalian berikan untuk saya.
8. Untuk calon suami saya Muhammad Rizal Setyawan terimakasih karna selama
ini telah bersedia mendengarkan keluh kesah saya, menemani dan selalu
menyemangati saya dalam proses pembuatan skripsi ini.

2
9. Para besti besti saya ani, febila, fortuna, widya telah menemani saya, membantu
dan menyemangati saya dalam proses pembuatan skripsi ini.
10. Teman-teman satu angkatan Kesehatan Masyarakat tahun 2018 (Public Health
2018).
Penulis ini menyadari bahwa dalam penulisan ini masih jauh dari kata sempurna,
namun penulis berharap semoga dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Ungaran, 20 Februari 2022

Penulis

3
Universitas Ngudi Waluyo
Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kkesehatan
Skripsi, February 2022
Hafid fiqiyani
020118A023

GAMBARAN POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG


MELAKUKAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN
WATUMALANG KABUPATEN WONOSOBO

ABSTRAK

Latar belakang :Pernikahan dini adalah pernikahan yang dilakukan oleh salah satu
pasangan yang memiliki usia di bawah umur yang biasanya di bawah 17 tahun.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Gambaran Pola Asuh Orang Tua pada
Remaja yang Melakukan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Watumalang
Kabupaten Wonosobo.
Metode : Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif deskriptif dengan
menggunakan pendekatan cross sectional.Sampel yang diambil yaitu sebanyak 48
responden yang dipilih menggunakan metode Purposive sampling.Instrumen dalam
penelitian ini adalah menggunakan kuesioner, analisis yang digunakan yaitu
menggunakan analisis Deskriptif.
Hasil : Hasil penelitian menggambarkan pola asuh orang tua yang paling banyak
ditemukan adalah pola asuh demokratis yaitu 65%, kemudian pola asuh permissive
23% dan yang paling sedikit yaitu pola asuh otoriter sebanyak 12%.

Kata kunci : gambaran, pola asuh

4
Ngudi Waluyo University
Public Health Study Program, Faculty of Health
Final Project, February 2022
Hafid fiqiyani
020118A023

GAMBARAN POLA ASUH ORANG TUA PADA REMAJA YANG


MELAKUKAN PERNIKAHAN USIA DINI DI KECAMATAN
WATUMALANG KABUPATEN WONOSOBO

ABSTRACT

Background: early marriage is a marriage carried out by one of the couples who are
underage, usually under 17 years old. This study aims to determine the description of
Parenting Patterns in Teenagers who Conduct Early Marriage in Watumalang
District, Wonosobo Regency.
Methods : This research uses descriptive quantitative research using a cross
sectional approach. The samples taken were 48 respondents who were selected using
the purposive sampling method. The instrument in this research is using a
questionnaire, the analysis used is descriptive analysis.
Results: The results of the study describe the parenting pattern of parents which is
mostly found to be democratic parenting, which is 65%, then permissive parenting
23% and the least, authoritarian parenting as much as 12%.

Keywords: description, parenting

5
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSETUJUAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
PERNYATAAN ORISINALITAS iv
KESEDIAAN PUBLIKASI v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP vi
KATA PENGANTAR vii
ABSTRAK ix
ABSTRACT x
DAFTAR ISI xi
DAFTAR BAGAN xiii
DAFTAR TABEL xiv
DAFTAR LAMPIRAN xv
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Rumusan Masalah 7
C. Tujuan Penelitian 7
D. Manfaat Penelitian 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 9
A. Tinjauan Teori 9
B. Kerangka teori 27
C. Kerangka Konsep 27
BAB III METODE PENELITIAN 28
A. Desain Penelitian 28
B. Waktu dan Tempat Penelitian 28
C. Subjek penelitian 28
D. Definisi Oprasional 31

6
E. Pengumpulan Data 31
F. Pengolahan Data 32
G. Analisis data 36
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 37
A. Hasil penelitian 37
B. Pembahasan 40
C. Keterbatasan Penelitian 40
BAB V PENUTUP 51
A. Kesimpulan 51
B. Saran 51
DAFTAR PUSTAKA 53

7
DAFTAR BAGAN

Bagan 2.1 Kerangka Teori 27


Bagan 2.2 Kerangka Konsep 27

8
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1 Jumlah sampel


Tabel 3.2 Definisi Oprasional
Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di wilayah
kecamatan watumalang tahun 2022
Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan usia di wilayah kecamatan
watumalang tahun 2022.
Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di wilayah
kecamatan watumalang tahun 2022
Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di wilayah
kecamatan watumalang tahun 2022
Tabel 4.5 Karakteristik responden Jenis Pola Asuh Orang Tua di wilayah
kecamatan watumalang tahun 2022

9
10
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Perkawinan merupakan interaksi dalam kehidupan sehari-hari yang

diawali dengan adanya kehidupan lain dengan dua individu yang berbeda jenis

kelamin. Selain itu, juga berbagi cinta di kehidupan lain, membangun

koeksistensi atau dikatakan membingkai ikatan fisik dan mendalam untuk

membuat keluarga atau keluarga yang bahagia, bersahabat dan abadi (Ningsih,

2018).

Dalam perkawinan ada dua klasifikasi, yaitu perkawinan dini sebelum

usia 19 tahun, dan perkawinan optimal dengan asumsi memenuhi aturan yang

ditetapkan oleh Peraturan Perkawinan No. 16 2019. Sejauh yang akan

dikemukakan, bahwa pernikahan dini adalah hubungan antara orang yang

masih muda atau masih muda, yang diselesaikan sebelum berusia 19 tahun

(Juspin, 2012).

Apabila dihubungkan dengan perkawinan di bawah usia siap menikah,

sebagaimana ditunjukkan oleh ilmuan kesejahteraan, maka usia yang cocok

dan matang untuk menikah adalah pada usia 20-25 tahun untuk wanita, dan 25-

30 untuk pria. Demikian ini merupakan usia yang sangat ideal untuk menikah,

dengan alasan bahwa semua jenis orang mengalami sampai pada titik nalar dan

berkembang ketika mereka bertindak (Khairunisa 2013).

1
2

Dengan asumsi masa perkawinan masih di bawah umur, khususnya pada

usia 19 tahun ke bawah, ada pertaruhan mewariskan saat melakukan interaksi

kehamilan, terutama jika pada usia 15 tahun yang sangat terancam gigit debu

karena sakit- Disarankan, ibu hamil di usia muda juga tidak berdaya

menghadapi persalinan prematur, mengingat perkembangan organ reproduksi

yang diklaim belum sepenuhnya dewasa dibandingkan dengan ibu hamil yang

dikandung di usia 20-an. 25 tahun (Kartikawati, 2014).

Jika dilihat dari informasi dunia tentang pernikahan dini, Unified

Countries Youngsters' Asset (UNICEF), mengemukakan bahwa menikah di

usia di bawah umur atau yang sering disebut pernikahan dini adalah pernikahan

yang dilakukan secara formal atau juga santai karena dilakukan sebelum usia

19 tahun. Dari 10 negara di dunia dengan prevalensi pernikahan anak paling

tinggi, 6 diantaranya berada di negara Afrika, Nigeria juga memiliki prevalensi

tertinggi yaitu 77%. Berdasarkan informasi dari Unified Countries

Advancement Financial and Get-togethers (UNDESA), disebutkan bahwa

Indonesia adalah salah satu negara yang memiliki angka pernikahan dini yang

cukup tinggi, yaitu sebesar 34%, Di Indonesia juga temasuk didalamnya

dengan menempati urutan ke-37 dari 158 negara di dunia. sedangkan di Asia,

Indonesia berada diurutan kedua setelah Kamboja (Ayu, 2020).

Indonesia memiliki masa dasar perkawinan yang telah diatur dalam

peraturan perundang-undangan no. 1 Tahun 1974 tentang Pernikahan, usia

dasar perkawinan untuk perempuan yaitu 16 tahun, saat ini telah diganti

dengan peraturan baru, yaitu Peraturan Khusus No. Peraturan 16/2019 -


3

Ketentuan sebelumnya yang menyatakan bahwa minimal menikahkan

perempuan pada usia 16 tahun saat ini berusia 19 tahun, dengan demikian usia

perkawinan bagi orang-orang disesuaikan menjadi 19 tahun. Meskipun

demikian, peraturan perkawinan sebenarnya memberikan persetujuan untuk

perkawinan sebelum berusia 19 tahun, dengan syarat kedua wali calon

pengantin perempuan dan laki-laki yang beruntung meminta administrasi ke

pengadilan (Bukido, 2018). kedua di dunia setelah Kamboja dan ke-37 dari 158

negara di dunia. Pernikahan di bawah umur sebenarnya terjadi di beberapa

kabupaten di Indonesia, seperti yang ditunjukkan oleh Pendeta Penguatan

Wanita dan Asuransi Anak (PPPA). Area Tumbuh Kembang Anak

menyampaikan informasi dari Badan Pusat Pengukuran (BPS) terkait jumlah

perempuan dan laki-laki di bawah 19 tahun, menunjukkan Jawa Barat memiliki

tingkat 12,3% (Kemen PPPA, 2020).

Yang dimaksud pada pernikahan usia dini adalah pernikahan yang

dilakukan oleh seseorang yang berusia di bawah 17 tahun. Segala macam orang

yang belum berusia (17 tahun) untuk menikah dapat dikatakan sebagai

menikah dibawah umur atau menikah dini. Berdasarkan informasi dari Badan

Penerangan Umum Daerah (BPS Provinsi Jawa) pada tahun 2020 jumlah

hubungan anak di Perda Wonosobo atau pada rentang usia 16-19 tahun adalah

6.600 pasangan. Apalagi wanita-wanita di wilayah Wonosobo mengalami

pernikahan dini, juga memiliki pertaruhan yang berhubungan dengan ekonomi

dan mengingat pada usia tersebut mereka tidak memiliki gaji yang cukup.
4

Selain itu perkawinan dini terjadi dengan adanya kasus Hamil duluan, hal ini

karena penyebab pergaulan bebas antar remaja yang ada di Wonosobo.

Kabupaten Wonosobo mempunyai tiga kecamatan yang memiliki angka

pernikahan dini cukup tinggi. Adapun diantaranya yaitu kecamatan Sapuran,

Kecamatan Watumalang dan Kecamatan Wadaslintang. Salah satu wilayah

yang penduduknya banyak melakukan pernikahan dini yaitu di Kecamatan

Watumalang Kab. Wonosobo yaitu sebanyak 103 orang anak.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan oleh peneliti pada 03 januari 2022

dari Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Watumalang dengan jumlah

yaitu pada tahun 2019 ada 13 (tiga belas) kasus orang yang mengalami

pernikahan dini, pada tahun 2020 ada 50 (limapuluh) kasus remaja yang

melakukan pernikahan dini, dan sampai bulan juli 2021 terdapat 45 kasus yang

melakukan pernikahan dini serta terdapat 9 pasangan yang masih menunggu

dari putusan Pengadilan Agama (PA). Jadi dari data tersebut dapat disimpulkan

dan dapat ditarik kesimpulan adanya peningkatan mengenai kasus pernikahan

dini di Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo.

Usia pernikahan yang masih tergolong muda dapat menyebabkan

tingginya masalah perceraian karena kurangnya pemahaman untuk menjalani

sebuah komitmen di kehidupan berumah tangga bagi pasangan suami istri.

Berdasarkan Pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 menyebutkan

bahwa perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19

tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun. Menurut Undang-

Undang perlindungan Anak, usia kurang dari 18 tahun masih tergolong anak
5

anak. Dengan demikian, BKKBN memberikan batasan usia menikah 21 tahun

untuk wanita dan 25 tahun untuk pria. Usia minimal untuk menikah bagi

perempuan sama dengan usia untuk menikah bagi laki-laki, yaitu 19 (sembilan

belas) tahun. Yang dimaksud sedapat mungkin adalah individu yang cukup

dewasa dapat menikah dan menjalin hubungan secara rukun tanpa sekat dan

mendapatkan keturunan yang berkualitas. Hal ini tentunya dapat

memprihatinkan mengingat pernikahan dini pada anak sangat menarik,

beberapa di antaranya adalah meningkatnya pertaruhan putus sekolah, ekonomi

rendah, kesehatan jasmani karena organ kewanitaan yang belum siap untuk

membayangkan dan hamil keturunan atau organ regeneratif yang tidak siap dan

awet muda, ketidakmampuan untuk membingkai organ konsepsi. keluarga,

termasuk tingkat perilaku kasar di rumah.

Banyak variabel yang dapat mendorong terjadinya pernikahan dini,

termasuk ekonomi keluarga dengan membayangkan bahwa setelah anak

beranak, beban wali akan berkurang karena biaya yang telah ditanggung oleh

pasangan nantinya, sehingga ada beberapa wali yang memilih untuk anaknya

menikah. Untuk menawarkan pada mereka yang masih berusia sangat muda.

Dalam agama, ada beberapa keluarga yang memilih dan mengizinkan anak

tersebut untuk menikah di usia muda karena mereka mengira anak itu

berpacaran dan mengabaikan peraturan yang ketat dan keluarga memutuskan

untuk menawarkan anak mereka untuk menjauh dari kejadian yang tidak

diinginkan ini. Variabel standar dan sosial atau ekologi juga dapat

mempengaruhi keluarga yang memutuskan untuk menikah muda dengan alasan


6

bahwa wali merasa malu ketika anak-anak mereka diejek sebagai orang yang

tidak menjual sehingga wali memutuskan untuk anak-anak mereka untuk

menikah pada kesempatan awal. Tidak adanya pelatihan juga merupakan salah

satu alasannya. Salah satu alasan untuk pernikahan awet muda adalah hasil

langsung dari pelatihan orang tua atau anak mereka.

Pernikahan di usia muda di kalangan anak-anak adalah masalah karena

dipandang sebagai hal yang umum diharapkan untuk berbagai individu dan

wali hari ini. Sementara itu, jika dilihat dari masalah kesehatan, pernikahan

usia muda merupakan masalah pola yang harus diperhatikan karena dapat

menimbulkan dampak yang sangat buruk, seperti kematian ibu dan bayi selama

persalinan, dan pertaruhan bagi wanita dapat juga memperluas kejadian

penyakit rahim yang disebabkan oleh pembesaran rahim. tidak siap dan pada

anak-anak yang baru lahir dapat membangun pertaruhan korban tewas. Hal ini

dapat kita cegah dengan melalui program BKKBN, khususnya dukungan KIE

untuk memberikan pendampingan dan pendidikan mengenai dampak dan

resiko perkawinan usia muda, selain itu juga melalui program GenRE

(Generasi Berencana) dengan memanfaatkan media peningkatan kesejahteraan,

khususnya pamflet yang dapat disampaikan melalui media berbasis web. Berisi

data tentang pernikahan dini, sebaiknya juga melalui bidan desa terdekat

dengan menyampaikan pamflet yang berisi tentang resiko pernikahan dini dan

bahaya hamil anak dengan asumsi Anda menikah dini. Mengingat sebagian

dari masalah dalam penggambaran pondasi di atas, analis tertarik untuk

berkonsentrasi lebih lanjut dan mengarahkan peneliti pada “Gambaran Pola


7

Asuh Orang Tua Pada Remaja Yang Melakukan Pernikahan Usia Dini Di

Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian di dalam latar belakang masalah tersebut, maka

dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut “Bagaimana Gambaran Pola

Asuh Orang Tua pada Remaja yang melakukan Pernikahan Usia Dini Di

Kecamatan Watumalang Kabupaten Wonosobo”

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui Gambaran Pola Asuh Orang Tua pada Remaja

yang Melakukan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Watumalang

Kabupaten Wonosobo

2. Tujuan khusus

a. Mengetahuikategori Pola Asuh Orang Tuasecara Otoriter pada Remaja

yang Melakukan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan Watumalang

Kabupaten Wonosobo.

b. Mengetahui Kategori Pola Asuh Orang Tua secara Permisif pada

Remaja yang Melakukan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan

Watumalang Kabupaten Wonosobo.

c. Mengetahui Kategori Pola Asuh Orang Tua secara Demokratis pada

Remaja yang Melakukan Pernikahan Usia Dini Di Kecamatan

Watumalang Kabupaten Wonosobo.


8

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Orang tua

Penelitian ini diharapkan bisa memberi pengetahuan orang tua

terkait pola asuh dalam mendidik anak

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan wawasan terhadap

anak dalam menjalani kehidupan agar tidak menyimpang

2. Bagi peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan untuk penelitian

selanjutnya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teori

1. Pengertian pernikahan dini

Pernikahan adalah proses dalam kehidupan berkeluarga diawali

dari kehidupan baru bersama dua orang yang berjenis kelamin berbeda.

Selain itu juga untuk saling berbagi kasih sayang dalam kehidupan baru,

membentuk kehidupan bersama atau dikatakan membentuk ikatan lahir

dan batin untuk mewujudkan suatu keluarga atau rumahtangga yang

bahagia, rukun dan kekal (Ningsih, 2018).

Dalam pernikahan ada dua kategori, yaitu pernikahan usia dini

sebelum usia 19 tahun, dan pernikahan ideal jika sudah memenuhi kriteria

persyaratan yang sudah di tentukan oleh UU pernikahan No. 16 2019.

Dalam hal yang akan berkaitan dengan apa yang akan disajikan, bahwa

pernikahan dini adalah suatu ikatan seseorang yang dilakukan masih dalam

usia muda atau remaja, yang dilaksanakan sebelum usia 19 tahun (Juspin,

2012).

Kemudian jika dikaitkan dengan pernikahan dibawah umur

menurut ilmu kesehatan bahwa usia yang pas dan matang untuk

melangsungkan pernikahan dini adalah pada usia 20 – 25 tahun bagi

wanita, dan 25 – 30 bagi pria. Pada masa ini adalah masa yang paling baik

9
10

untuk berumah tangga, karena baik pria maupun wanita sudah cukup

matang dalam berfikir dan dewasa saat bertindak (Khairunisa 2013).

Jika usia pernikahan yang dilangsungkan di bawah umur yaitu pada

umur 19 tahun kebawah, beresiko untuk meninggal saat melaksanakan

proses kehamilan, apalagi jika pada usia 15 tahun sangat beresiko sekali

selain meninggal dunia, ibu hamil pada usia muda juga rentan untuk

mengalami keguguran, dikarenakan kematangan alat reproduksi yang

dimiliki belum matang secara sempurna di bandingkan dengan ibu hamil

yang menikah di usia 20 – 25 tahun (Kartikawati, 2014).

Selain itu juga orang tua yang menikah dibawah umur, atau

menikah di usia dini terhadap pola asuh yang akan diberikan kepada

anaknya kelak biasanya pola asuh yang digunakan adalah pola asuh

otoriter atau lebih menuruti apa yang diinginkan oleh orang tua dan

nantinya akan menimbulkan gangguan pada anak seperti psikologinya

terganggu dan lainnya. Karena pada orang tua yang menikah dibawah

umur 19 tahun, kurang dalam memberikan stimulus cenderung masih

melihatkan sikap ke anak-anaknya daripada sikap kedewasaan (Menurut

Heri Cahyono & Eka Dewi, 2018).

2. Konsep pola asuh orang tua

a. Pengertian pola asuh orang tua

Berdasarkan tata bahasanya, pola asuh terdiri dari kata pola dan

asuh. Menurut Kamus Umum Bahasa Indonesia, kata pola berarti

model, sistem, cara kerja, bentuk (struktur yang tetap), sedangkan kata
11

asuh mengandung arti menjaga, merawat, mendidik anak agar dapat

berdiri sendiri.

Menurut Petranto (Suhasini, 2013) pola asuh orang tua

merupakan pola perilaku yang diterapkan pada anak bersifat relatif

konsisten dari waktu ke waktu.Pola perilaku ini dirasakan oleh anak,

dari segi negatif maupun positif.Pola asuh yang ditanamkan tiap

keluarga berbeda, hal ini tergantung pandangan dari tiap orang tua.

Gunarsa (2002) mengatakan bahwa pola asuh merupakan cara

orang tua bertindak sebagai orangtua terhadap anak-anaknya di mana

mereka melakukan serangkaian usaha aktif. Sedangkan menurut

resolusi Majelis Umum PBB (Pamilu, 2007) fungsi utama keluarga

adalah sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan

mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh

anggotanya agar dapat menjalankan anggotanya agar dapat

menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan

kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga

sejahtera.

Pola asuh merupakan hal yang fundamental dalam

pembentukan karakter. Teladan sikap orang tua sangat dibutuhkan bagi

perkembangan anak-anak karena anak –anak melakukan modeling dan

imitasi dari lingkungan terdekatnya.Keterbukaan antara orang tua dan

anak menjadi hal penting agar dapat menghindarkan anak dari pengaruh
12

negatif yang ada di luar lingkungan keluarga.Orang tua perlu membantu

anak dalam mendisiplinkan diri (Sochib, 2000).

Selain itu, pengisian waktu luang anak dengan kegiatan positif

untuk mengaktualisasikan diri penting dilakukan. Pengisian waktu

luang juga di sisi lain, orang tua hendaknya kompak dan konsisten

dalam menegakkan aturan. Apabila ayah dan ibu tidak kompak dan

konsisten, maka anak akan mengalami kebingungan dan sulit diajak

disiplin.

Marsiyanti dan Farida H (2008) berpendapat pola asuh

merupakan stigma khusus dari model pendidikan, pembimbingan,

pengawasan sikap, pengajaran yang diberikan orang tua kepada

anaknya. Serta memberikan efek pada pertumbuhan anak sejak dari

kanak-kanak hingga akil baligh/dewasa. Berdasarkan oleh pernyataan

di atas bisa disimpulkan jika pola asuh orang tua ialah hubungan yang

dijalin oleh anak dan orang tua dengan memenuhi kebutuhan psikologi

fisik maupun biologis juga berperan di aktivitas untuk mengarahkan

anak, membimbing anak dan mendidik anak mencapai tujuan hidup

yang diinginkan.

b. Tipe-tipe pola asuh orang tua

Gaya pengasuhan yang diberikan setiap orang tua dapat

berpengaruh pada pertumbuhan perkembangan dalam pembentukan

kepribadian anak. Dengan demikian pengasuhan yang benar dan tepat

penting untuk menunjang pembentukan kepribadian karakter serta


13

tingkah laku anak. Orang tua memberikan pola asuh yang kurang tepat

dapat menghambat pembentukan karakter serta kepribadian anak. Ada

beberapa jenis cara mengasuh anak di kategorikan menjadi 3 secara

umum (Noor, Rohinah,2012: 134-136) yaitu:

1) Pola asuh otoriter

Pola asuh otoriter merupakan gaya pengasuhan yang

diberikan orang tua cenderung keras dan menuntut dengan membuat

keputusan memperhatikan anak dengan sangat ketat,mengontrol

anak sesuai dengan kemauan orang tua sehingga anak tidak

memiliki kekuasaan dalam berdiskusi atau mengambil keputusan

bersama sehingga tidak ada keselarasan keduanya. ciri dari pola

asuh otoriter:

a) Orang tua memegang kendali atas anak

b) Tidak memberikan kesempatan anak untuk menunjukan

pribadinya.

c) Pengawasan terhadap kegiatan anak sangat selektif

d) Orang Tua lebih condong untuk menghukum anak jika anak

melakukan kesalahan.

2) Pola asuh permissive

Pola asuh permisif merupakan gaya pengasuhan orang tua

yang tak banyak aturan dan cenderung bebas dalam pola asuh ini

orangtua tidak banyak menuntut anak mengikuti aturan orang tua

tidak banyak memberikan arahan kepada anak,orang tua tidak


14

banyak menerapkan aturan di dalam pengasuhan,pengasuhan ini

dirasa kurang efektif dalam pembentukkan karakter anak karena

Kembali bahwa pengasuhan yang tepat sangat diperlukan dalam

pembentukan kepribadian anak.

Ciri dari pola asuh permissive adalah:

a) Kekuasaan cenderung ke anak daripada orang tua

b) Lebih bebas serta tidak ada aturan dari orang tua ke anak.

c) kurang dalam mendisiplinkan dan membimbing anak

d) Pengawasan dalam bentuk perhatian yang diberikan orang tua

dalam kehidupan anak kurang

3) Pola asuh demokratis

Pola asuh demokratis merupakan gaya pengasuhan yang

membiarkan anak untuk bebas akan tetapi memberikan batasan dan

pengawasan adanya komunikasi dua arah yang dilakukan oleh

orang tua dan anak karena orang tua yang memilih mengasuh

anaknya dengan pengasuhan ini cenderung memiliki hubungan

hangat dan baik, orang tua memiliki hak untuk saling mengutarakan

pendapatnya.dalam pengasuhan tetap ada aturan yang berlaku tapi

anak bisa berkompromi dan melakukan negosiasi dalam

menyampaikan pendapatnya agar anak bisa bertanggung jawab,

mandiri dalam lingkungan sosial. Gaya khas dari pola asuh

demokratis yaitu:
15

a) Ada kekompakan baik antara anak dan orang tua

b) Orang tua mengakui kepribadian anak

c) Orang tua memberikan membimbing anak

d) Ada pengawasan dan pengontrolan kepada anak dari orang tua

akan tetapi orang tua lebih rilex.

Menurut Baumrind,berpendapat membagi pengasuhan

dibagi beberapa jenis(dalam Purwandari, 2011: 49-51).

a) Pola asuh Authoritative

Perlakuan orang tua kepada anak cenderung intens

karena orang tua sudah menentukan standar sikap yang baik

menurut orang tua untuk diberikan kepada anaknya dengan

tujuan anak menjadi anak yang mandiri.

b) Pola asuh Authoritarian

Perlakuan yang diberikan oleh orang tua ke anak lebih

cenderung memberi hukuman kepada anak, komunikasi tidak

berjalan dua arah sehingga tidak ditemukan hubungan yang

lebih harmonis keduanya, anak kurang bisa mandiri karena

orang tua yang tidak memberikan motivasi.

c) Pola asuh Indulgent

Perlakuan yang diberikan orang tua ke anak lebih ke

penuh penerimaan,tidak ada peraturan di dalam keluarga yang

diterapkan oleh orang tua, anak bisa mendapatkan kebebasan

sesuai keinginannya orang tua hanya menuntut sedikit kepada


16

anak agar sang anak beranggapan bahwa orang tua merupakan

sumber bagi anak.

d) Pola asuh Indifferent

Memiliki ciri-ciri yaitu Orang tua memberikan banyak

kebebasan pada anak sedikit dalam berkomunikasi ke

anak,hubungan antara orangtua dan anak juga sangat

sedikit,anak tidak bisa turut andil dalam berpendapat dan ikut

serta dalam memutuskan keputusan serta anak lebih tidak

diperhatikan.

3. Faktor mempengaruhi pola asuh orang tua

Menurut Musser (2010) berpendapat berikut faktor yang dapat

mempengaruhi pola asuh adalah:

a. Lingkungan

Lingkungan/tempat tinggal bisa mempengaruhi orang tua

untuk menerapkan pola asuhnya kepada anak. Dengan contoh yaitu

keluarga yang tinggal di kota besar dan keluarga yang tinggal di desa

dimana orang tua yang tinggal di kota pasti akan lebih ekstra khawatir

kepada anaknya jika anaknya salah bergaul karena pergaulan dikota

besar tidak bisa dikontrol ,sedangkan orang tua yang tinggal di desa

akan lebih memperhatikan tidak terlalu khawatir karena masih bisa

mengontrol dan mengawasi anak.


17

b. Budaya

Budaya adalah salah satu hal yang bisa mempengaruhi pola

asuh dimana jika kita menganalisis gaya pengasuhan di luar negeri

membolehkan anak untuk menanyakan tindakan yang dilakukan oleh

orang tuanya dan bisa mengambil keputusan mengenai aturan yang

diberlakukan keluarga

tersebut.

c. Ekonomi

Status sosial ekonomi bisa mempengaruhi orang tua dalam

memilih cara menerapkan pola asuh yang akan diberikan kepada anak

karena setiap keluarga pasti akan memiliki cara pandang yang berbeda

mengenai cara mengasuh anak yang benar dan tepat misal: Ibu dengan

kalangan kelas ekonomi ke atas dan kelas ekonomi kebawah,kalangan

kelas ekonomi kebawah pasti akan menentang mengenai sopan santun

pada perilaku anak dibandingkan dengan ibu kalangan ekonomi ke atas

Sama Halnya dengan kalangan buruh akan menilai pembiasaan dengan

standar eksternal, sedangkan kalangan menengah lebih menilai

pembiasaan dengan standar terinternalisasi.

Asmaliyah (2009: 86) mencuplik buah pikir Hotman dan Lippit

Berpendapat bila latar belakang dari orang tua serta anak dapat

mempengaruhi pola asuh.


18

a. Latar belakang orang tua

1) Hubungan ayah dan ibu meliputi seperti apa korelasi antara orang

tua, seperti apa model komunikasi, siapakah yang dominan di

keluarga dan siapa yang paling sering memegang kendali dalam

memutuskan sebuah masalah.

2) Keadaan keluarga, misalnya seperti dari jenis kelamin dan

besarnya jumlah anggota keluarga.

3) Posisi keluarga di masyarakat seperti kondisi materi dan

perekonomian keluarga serta letak rumah berada di desa, kota, atau

pinggiran

4) Kepribadian orang tua: bagaimana hubungan sosial orang tua

didalam masyarakat

5) Cara menilai orang tua kepada anak seperti arti sebuah pola asuh

dimata anak, tujuan orang tua memberikan bimbingan pada anak

bentuk respon orang tua terhadap pola asuh yang diberikan ke

anak, harapan apa yang dimiliki orang tua ke anak.

b. Latar belakang anak

2) Karakteristik pribadi, seperti apa konsep diri sang anak,

bagaimana kondisi fisik, biologis dan kondisi psikologisnya.

3) Cara anak menilai orang tua, seperti apa cara anak menilai

mengenai harapan yang diminta kepada anak, lalu seperti apa

sikap yang diharapkan anak dan sebaliknya, seperti apa pengaruh

sosok seorang ayah ibu bagi anak.


19

4) Perilaku anak ketika tidak berada dirumah, seperti bagaimana

hubungan anak dengan teman di sekolah.

Terdapat faktor yang mempengaruhi perbedaan antara anak

dan orang tua seperti: perilaku yang dialokasikan orangtua saat

pengasuhan,corak kepribadian orang tua itu sendiri, nilai suatu budaya,

serta terdapat peran role model yang tanpa di sadari orang tua,anak

belajar dari sang orangtua sehingga memiliki peranan terpenting di

kehidupan anak dalam proses pembentukan kepribadian. sebab tempat

utama anak lahir untuk membentuk pribadi anak adalah di dalam

keluarga, anak akan bercermin kepada orang tuanya. Orang tua

membesarkan dan memperhatikan pertumbuhan sang buah hati,

bertanggung jawab dan berkewajiban dalam memaksimalkan

perkembangan sang buah hati supaya sehat jasmani maupun rohani.

c. Konsep pernikahan dini

1) Pengertian pernikahan usia dini

Menikah muda di dalam UU tidak ditemukan istilah

pengertian menikah dini atau menikah anom, Menurut UU. No 16

Tahun 2019 yang mengatur pernikahan dalam UU dijelaskan

bahwa pernikahan hanya diizinkan bila pihak laki-laki sudah

berusia 19 (Sembilanbelas) tahun dan pihak perempuan berusia 19

(Sembilanbelas) tahun. Jadi menurut undang-undang disebut

menikah anom apabila salah satu atau kedua dari calon mempelai

berumur dibawah usia 19 tahun, pernikahan di bawah umur iniakan


20

di berikan izin oleh negara dengan syarat dan ketentuan

tertentu.menikah dengan umur yang sangat anom/muda bisa

dimaksudkan dengan kata lain menikah dengan umur yang terlalu

awal, dalam artian di dalam kehidupannya belum siap secara

psikologis maupun mental.Kawin anom merupakan pernikahan

yang calon mempelai Wanita maupun prianya masih dikatakan

sebagai seorang remaja yang umurnya <19 tahun (WHO,2006).

Menurut BKKBN (2012) menikah anom secara luas mempunyai

arti lain yaitu perjodohan atau pernikahan dimana calon mempelai

perempuan belum siap secara biologis psikologis maupun kesiapan

mempunyai seorang anak yang dalam batas umur <18 tahun.

Dlori (2005) berpendapat bahwa :menikah usia dini

merupakan menikah yang tergesa-gesa karena tidak ada kesiapan

yang maksimal secara biologi, mental dan psikologis dan segi

materi,dikarenakan tidak ada kesiapan secara matang.

Pernikahan Usia ideal seorang wanita dan pria menikah

adalah Wanita mencapai usia 21-25 tahun dan pria mencapai usia

25-28 tahun. Pada Saat Wanita sudah mencapai umur tersebut segi

biologis wanita termasuk organ reproduksinya sudah matang dan

sudah siap untuk mengalami kehamilan serta persalinan.

Sedangkan pria di umur tersebut kondisi psikologis mental fisik

dan segi materi sudah cukup mapan sehingga seorang suami sudah

siap dan mampu untuk menjaga dan mempertanggungjawabkan


21

pernikahan yang akan dilakukannya,pria di umur tersebut kondisi

emosionalnya sudah matang sehingga bila terjadi masalah di dalam

keluarga seorang pria akan memilih untuk menyelesaikan

masalahnya secara baik tanpa ada unsur kekerasan dialami oleh

seorang istri sehingga pernikahan tersebut akan jauh dari kata

perceraian. faktor yang bisa mempengaruhi seseorang untuk

melakukan pernikahan usia dini ( Mohammad, 2005)

2) Faktor yang mendorong terjadinya pernikahan usia dini

Menurut BKKBN, Pernikahan usia dini bisa terjadi karena

faktor dari adat dikarenakan adanya norma yang berlaku di

masyarakat tradisional yang menghubungkan antara ekonomi-

sosial antar keluarga akan cenderung menuju ke perjodohan

dimana keluarga bermaksud menjodohkan anaknya agar beban di

dalam keluarga berkurang satu dalam hal ini belum tentu terbukti

kebenarannya.

Noorkasiani (2007) berpendapat faktor yang memicu terjadinya

pernikahan usia dini , yaitu:

a. Faktor individu

1) Pernikahan usia anom bisa berlangsung disebabkan karena

pertumbuhan dari segi biologis, mental, fisik seseorang sudah

berkembang dengan baik akibatnya bila kondisi itu mengalami

pertumbuhan yang cepat maka akan memicu remaja untuk

melangsungkan pernikahan dini.


22

2) Latar belakang pendidikan sang anak. Semakin rendah Pendidikan

yang dimiliki anak dapat memicu pernikahan usia anom pada

remaja karena kurangnya tingkat pengetahuan mengenai resiko

menikah usia dini.

3) Hubungan anak dengan orang tua. Pernikahan usia dini bisa terjadi

jika anak bisa menerima atau menolak keputusan diambil oleh

orangtua, orang tua dan anak harus memiliki hubungan yang baik

agar tidak menimbulkan ketidaknyaman yang dirasakan oleh

anaksehingga memilih untuk segera melepaskan diri dari keluarga

4) Ingin merubah nasib kehidupan yang lebih layak,salah satunya

adalah dalam masalah materi,sering ditemukan banyak remaja

yang menginginkan menikah anom karena ingin memperbaiki

status ekonomi menjadi lebih baik.

b. Faktor keluarga

Faktor yang memicu terjadinya pernikahan usia dini pada

remaja adalah:

1) Latar belakang perekonomian. Orang tua yang menikahkan anak

gadisnya memiliki tujuan meringankan beban ekonomi keluarga

dimana orang tua beranggapan jika semula anaknya adalah

tanggung jawab keluarga saat menikah anaknya akan menjadi

tanggung jawab suaminya bukan lagi tanggung jawab keluarga.

2) Latar belakang pendidikan. Semakin kurangnya pengetahuan akan

mempengaruhi terjadinya pernikahan anom semakin banyak.


23

karena latar belakang pendidikan dapat mempengaruhi cara

berpikir seseorang dalam memutuskan masalah seperti mengenai

menikah usia dini .

3) Keyakinan dan adat yang diberlakukan didalam keluarga. Ini bisa

mempengaruhi terjadinya nikah anom pada remaja karena ada

beberapa orang tua yang menginginkan pernikahan dini untuk

menaikan status sosial keluarga dan bisa melanjutkan garis

keturunan yang sesuai keinginan keluarga.

4) Cara keluarga menyelesaikan masalah. Contoh kasusnya adalah

ketika sang anak melakukan perbuatan yang tidak lazim yang

menyebabkan nama baik keluarga menjadi tercemar maka orang

tua akan memutuskan untuk menikahkan anaknya untuk menutupi

rasa malu dan sebagai jalan keluar yang baik menurut keluarga.

c. Faktor masyarakat

1) Adat Masih terdapat beberapa daerah yang menganggap bila

seorang gadis yang usianya sudah terbilang cukup akan tetapi

belum menikah dipandang masyarakat bahwa sang gadis tersebut

tidak laku atau menjadi perawan tua sehingga keluarga akan

memilih untuk mencari jalan keluar bagi anak yaitu menikahkan

anaknya

2) Pandangan dan kepercayaan. Contoh mengapa pandangan dan

kepercayaan menjadi salah satu pemicu terjadinya pernikahan

anom karena ada beberapa masyarakat yang masih mempercayai


24

bahwa jika kedewasaan diukur dari cara pandang mereka melalui

sebuah status pernikahan dimana ada beberapa tanggapan bahwa

janda akan lebih baik daripada gadis tua.

3) Penyalahgunaan jabatan, kekuasaan.ada kasus dimana seorang

laki-laki masih bisa menyalahgunakan jabatan kekuasaan untuk

menikah calon istri yang akan dimadu seorang laki-laki memilih

seorang calon istri yang lebih muda darinya bukan yang seusianya

tau diatas usianya.

4) Latar belakang pendidikan. Karena latar pendidikan keseluruhan

masyarakat bisa mempengaruhi pernikahan usia dini karena

rendahnya pendidikan masyarakat akan condong untuk

menikahkan anaknya diusia dini.

5) Latar belakang ekonomi masyarakat. Masyarakat yang

ekonomikelurganya rendah akan cenderung menikahkan anaknya

dengan keluarga yang memiliki ekonomi ditasanya dengan

beranggapan cara menikahkan anaknya adalah jalan keluar yang

tepat untuk memperbaiki status ekonomi keluarga

6) Tingkat kesehatan penduduk. Tingkat kesehatan masyarakat dapat

memicu pernikahan anom di daerah tersebut karena jika sarana

kesehatan di daerah tersebut kurang makan akan tinggi terjadinya

kesakitan dan kematian yang menyebabkan kurangnya garis

keturunan di sebuah keluarga


25

7) Perubahan cara pandang. Kevulgaran yang tidak ada batasan di

masa modern seperti ini menyebabkan perubahan cara pandang dan

norma yang menyimpang seperti dimana sekarang lebih bebasnya

hubungan antara perepuan dan laki-laki.

Surbakti (2008) berpendapat jika menikah dini akan mempunyai

resiko besar terutama dalam kondisi psikologi,beberapa hal yang bisa

menyebabkan menikah dini yaitu :

a. Pendidikan rendah. kurangnya pemahaman dan pengetahuan mengenai

resiko yang didapatkan saat menikah anom membuat beberapa remaja

putus sekolah atau hanya tamatan SD lalu mengisi kekosongan dengan

cara menikah.

b. Norma budaya. Masyarakat masih percaya dengan mitos bila

perempuan mendapatkan menstruasi pertama sudah siap untuk dipaksa

menikah dini karena kepercayaan budaya.

c. “Kecelakaan” atau hamil diluar nikah karena pergaulan yang tidak ada

batasannya merupakan faktor pernikahan anom banyak terjadi, mau

tidak mau mereka harus menikah anom karena untuk menutupi rasa

malu keluarga.

d. Korban perceraian. Disebabkan kurangnya perhatian orang tua dan

juga desakan ekonomi ada beberapa anak memilih menikah muda

tujuannya adalah meringankan beban salah satu orang tua yang tinggal

bersamanya untuk bisa hidup lebih baik.


26

e. Daya tarik fisik merupakan salah satu alasan remaja melakukan

pernikahan dini karena sering kita jumpai banyak remaja yang

melakukan pernikahan anom karena tertarik pada penampilan luarnya

yang bersifat sementara sehingga akan rentang dalam sebuah

pertengkaran yang berujung ke perceraian.

4. Konsep Hubungan Pola Asuh Dengan Pernikahan Dini

Marsiyanti dan Farida H(2008) berpendapat bahwa pola asuh

merupakan stigma khusus dari model pendidikan, pembimbingan,

pengawasan sikap dan pengajaran yang diberikan orang tua kepada anak.

Serta dapat memberikan efek pada pertumbuhan anak sejak dari kanak-

kanak hingga akil baligh/dewasa.Dalam kehidupan anak, anak hidup di

lingkungan keluarga, budaya dan masyarakat akan bisa mempengaruhi

kemajuan dan fase kemandirian anak. Pola asuh orang tua memiliki

kontribusi yang sangat berharga didalam hidup anak.Mengapa seperti itu,

karna lewat ayah dan ibu anak bisa habituasi dengan lingkungannya,bisa

memahami dunia.Ini dikarenakan keluarga sebagai dasar pertama atau

pondasi tiang untuk membentuk kepribadian anak. Orang tua memegang

kewajiban pertama dan utama penting dalam

Mendidik,mengasuh,memelihara dan membesarkan anak.Salah satu

persoalan yang dihadapi dari menikah dini adalah dari dampak menikah

anom dimana masih banyak sekali kasus yang ditemukan orang tua yang

menikahkan anaknya diusia muda dengan pola asuh demokratis, permisif

maupun otoriter.
27

B. Kerangka teori

Faktor yang
mempengaruhi pola Pola asuh orang
asuh : tua :
Sosial ekonomi Otoriter
Lingkungan Sosial Permissive
ekonomi Demokratis
Lingkungan
Sub kultural budaya

Sub kultural budaya

Faktor yang
mempengaruhi
pernikahan dini :
Individu Pernikahan dini
Keluarga
Masyarakat lingkungan

Bagan 2.1 Kerangka Teori

C. Kerangka Konsep

Pola Asuh Orang Tua :

Otoriter
Permissive
Demokratis
28

Bagan 2.2 Kerangka Konsep


BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini merupakan deskriptif kuantitatif adalah suatu strategi

pemeriksaan yang dilakukan sepenuhnya dengan maksud untuk

menggambarkan atau menggambarkan bagaimana suatu keadaan secara adil

(Notoatmodjo, 2005).

Penelitian yang akan diarahkan oleh spesialis ini menggunakan jenis

eksplorasi cross-sectional. Penelitian cross-sectional adalah tinjauan untuk

berfokus pada unsur yang berhubungan antara faktor-faktor bahaya dan

dampak, melalui pendekatan persepsi ataupun pemilahan informasi pada satu

waktu. Ini menyiratkan bahwa setiap subjek eksplorasi hanya memperhatikan

satu kali dan estimasi dibuat pada situasi dengan orang atau variabel dengan

jam penilaian. Hal tersebut bukan berarti bahwa semua ujian dilihat secara

bersamaan (Sandu Siyoto, 2015)

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Wilayah Kecamatan Watumalang,

Kabupaten Wonosobo, yang akan dilaksanakan bulan Februari Tahun 2022.

C. Subjek penelitian

1. Populasi

Populasi merupakan suatu daerah spekulasi yang terdiri dari objek

atau subyek-subyek yang mempunyai karakteristik khusus yang tidak

29
30

seluruhnya diselesaikan oleh para ahli untuk dikonsentrasikan dan

kemudian dapat ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2016).

Pada penelitian ini populasi yang digunakan adalah keluarga yang

mempunyai anak dengan usia 16-19 tahun di Wilayah Kecamatan

Watumalang yang mempunyai 16 wilayah Desa yaitu Banyukembar,

Binangun, Bumiroso, Gondang, Gumawang Kidul, Kalidesel, Krinjing,

Kuripan, Limbangan, Lumajang, Murtisari, Pasuruhan, Watumalang,

Wonokampir, Wonoroto, Wonosobo. Lokasi tersebut adalah lokasi yang

terpilih sebagai tempat penelitian karena berdasarkan data dari Kantor

Urusan Agama Kecamatan Watumalang, 16 Desa dengan Jumlah 95

Orang yang melakukan pernikahan Usia dini tersebut merupakan bagian

dari wilayah kerja Kecamatan Watumalang, Kabupaten Wonosobo.

2. Sampel

Sampel adalah bagian atau wakil dari populasi yang

dipertimbangkan. Jika kita hanya melihat sebagian dari populasi, analis

tersebut menggunakan peneliti sampel (Arikunto, 2015. Adapun sampel

yang diambil dalam penelitian ini adalah orang tua yang mempunyai anak

dengan melakukan pernikahan dini Di Kecamatan Watumalang dengan

jumlah sampel 48 yang tercatat di Kantor Urusan Keagamaan (KUA).

N
n=
1+ N ( d )2

95 95
= 2 = = 48,717= 48
1+ 95(0,01) 1,95

3. Teknik pengambilan sampel


31

Pada penelitian ini menggunakan teknik Non Probability sampling

jenis purposive sampling yaitu pengambilan sampel dengan

mempertimbangkan kriteria/pertimbangan tertentu (sugiyono, 2016).

Purposive sampling adalah pengambilan sampel secara acak dalam

populasi yang ada sesuai dengan tujuan peneliti. Adapun pertimbangan

pada penelitian ini yaitu orang tua yang berada di beberapa desa dengan

jumlah anak banyak yang melakukan pernikahan dini Di Kecamatan

Watumalang yang berdomisili tetap di Wilayah Kecamatan Watumalang.

Teknik sampling ini dipilih dengan harapan agar sampel dapat sesuai

dengan yang dibutuhkan dalam penelitian ini.

Tabel 3.1 Jumlah Sampel yang melakukan pernikahan dini Di


Kecamatan Watumalang
Jumlah Jumlah
No Desa/kelurahan Populasi Sampel
1 BANYUKEMBAR 4 3
2 BINANGUN 10 8
3 BUMIROSO 0 0
4 GONDANG 4 1
5 GUMAWANG KIDUL 7 4
6 KALIDESEL 12 5
7 KRINJING 5 2
8 KURIPAN 4 1
9 LIMBANGAN 4 1
10 LUMAJANG 5 2
11 MURTISARI 2 2
12 PASURUHAN 6 4
13 WATUMALANG 7 2
14 WONOKAMPIR 7 3
15 WONOROTO 4 1
16 WONOSOBO 14 9
Jumlah 95 48
D. Definisi Operasional
32

Definisi operasional adalah rumusan dari variabel yang akan dipakai

sebagai pedoman dalam mengumpulkan data. Hal ini juga dapat bermanfaat

untuk mengarahkan pada pengukur ataupun pengamatan pada faktor terkait

dan perbaikan instrumen.

Tabel 3.2 Definisi Operasional

Skala
Variabel Definisi oprasional Alat ukur
data

Kategori Pola Asuh Tindakan Pola Asuh Kusioner Ordinal


Orang Tua : bagaimana wali
memperlakukan
a. Otoriter membesarkan dan
b. Permissive mendidik anak-anak

c. Demokratis

Variabel pada penelitian ini yaitu menggunakan variabel tunggal

variabel satu-satunya yaitu Pola Asuh Orang Tua pada Remaja yang

Melakukan Pernikahan Dini Di Kecamatan Watumalang Kabupaten

Wonosobo.

E. Pengumpulan Data

1. Jenis Data

a. Data Primer

Data Primer yang dikumpulkan dalam penelitian adalah

koordinat dari tempat tinggal orang tua yang anaknya melakukan

pernikahan dini dengan melakukan metode observasi.

b. Data sekunder
33

Data sekunder dalam penelitian ini yaitu :

Data anak yang melakukan pernikahan dini yang diperoleh dari

data rekapan dari Kantor Urusan Agama Kecamatan Watumalang,

Kabupaten Wonosobo.

c. Data Tersier

Data Tersier yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data

yang berkaitan dengan kejadian pernikahan dini yang tertera di profil

KUA Kecamatan Watumalang.

2. Bahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini observasi data KK

tempat tinggal dan data yang melakukan pernikahan dini Di Kecamatan

Watumalang, Kabupaten Wonosobo.

3. Alat ukur

Pada penelitian ini alat ukur yang digunakan adalah kuesioner

dibagikan kepada responden.

F. Pengolahan Data

1. Pengolahan Data

a. Editing

Pada tahap ini peneliti meneliti kembali catatan yang akan

digunakan dalam penelitian, yang bertujuan untuk membantu

mengetahui bagaimana catatan tersebut sudah cukup baik dan bisa

segera disiapkan untuk tahap berikutnya. Dalam tahap ini, hal yang
34

dilakukan adalah : 1. Kelengkapan pengisian kuesioner, 2. Bacaan

tulisan atau catatan yang meneliti, 3. Jawaban yang jelas, 4. Jawaban

yang sesuai, 5. Kesesuaian jawaban, 6. Kesamaan data (sunggono

2001:129).

Pada tahap ini menelitian kembali pada data yang telah

dikumpulkan akan kambali dilakukan pengecekan ulang seperti

kelengkapan pada saat melakukan pengisian, pembacaan tulisan,

kesamaan jawaban dan kesesuaian jawaban.

b. Coding

Yang dilakukan dalam tahap ini yaitu tahap memberikan kode.

Pemberian kode tersebut menjadi brarti untuk mempermudah pada

tahapan berikutnya terutama pada tabulasi data.

Tahap ini dilakukan dengan cara memberikan ciri yang spesial

dalam kode nomor seperti :

A. Data umum

1) Data responden

Responden 1 R1

Responden 2 R2

Responden 3 R3

Dan seterusnya

2) Jenis Kelamin

Laki-laki JK1

Perempuan JK2
35

3) Usia

Usia 20 tahun-30 tahun kode U1

Usia 31 tahun-41 tahun kode U2

Usia 41 tahun-50 tahun kode U3

Usia>50 tahun kode U4

4) Pendidikan

SD kode PD1

SMP kode PD2

SMA kode PD3

DIPLOMA kode PD4

S1 kode PD5

5) Pekerjaan

PNS PK1

Pegawai swasta PK2

Wiraswasta PK3

TNI/POLRI PK4

Petani PK5

Lainnya PK6

B. Data khusus

1) Pola asuh orang tua

Jawaban A kode 1

Jawaban B kode 2

Jawaban C kode 3
36

c. Scoring

Pada tahap ini yaitu memberi penilaian pada jawaban responden

untuk mengukur variabel yaitu Pola Asuh Orang Tua dengan

menggunakan kuesioner. Yang bertujuan untuk mempermudah dalam

mengelompokkan variabel, yang ditulis dalam kriteria sebagai berikut :

1) Variabel pola asuh orang tua

Yang digunakan pada scoring ini adalah kuesioner dengan penilaian

sebagai berikut :

Jawaban A > maka pola asuh otoriter

Jawaban B > maka pola asuh permissive

Jawaban C > maka pola asuh demokratis

d. Tabulating

Tabulating adalah rencana permainan informasi. Perencanaan

informasi ini sangat penting mengingat fakta bahwa itu akan bekerja

dengan penyelidikan informasi. Pada tahap ini seluruh informasi

diorganisir dan kemudian dikumpulkan ke dalam setiap faktor dan

kemudian dimasukkan ke dalam tabel yang dimaksudkan untuk

memudahkan penyelidikan dalam percakapan yang menyertainya.


37

G. Analisis data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan

Analisis Univariate ( Analisis Deskriptif )

Analisis univariat atau deskriptif yaitu untuk menunjukkan hasil

diseminasi dan tingkat setiap faktor yang digunakan dalam menyelidiki faktor-

faktor yang digunakan dalam tinjauan dan hasil (Wiranti, 2017).

Pada penelitian ini, menggunakan pengujian univariat yang digunakan

untuk menggambarkan atau menggambarkan jumlah atau nilai atribut

responden berdasarkan Gambaran Pola Asuh Orang Tua Pada Remaja yang

Melakukan Pernikahan Dini dengan menggunakan rumus berdasarkan

persentase (Budiarto 2001).


BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil penelitian

1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 7 Februari 2022

sampai 14 Februari 2022 di Wilayah Kecamatan Watumalang,

Kabupaten Wonosobo yang memiliki luas tanah 6.822,912

ha.Kecamatan Watumalang terdiri dari 1 kelurahan dan 15 desa yaitu

Wonosroyo, Gumawang Kidul, Banyukembar, Kuripan, Limbangan,

Gondang, Bumiroso, Wonoroto, Pasuruhan, Watumalang, Binangun,

Lumajang, Wonokampir, Krinjing, Murtisari, Kalidesel.

a. Visi :

“Mewujudkan Layanan Informasi Publik Yang Terbuka Dan

Bertanggung Jawab”

b. Misi

1) Mengembangkan dan memperkuat jaringan informasi public

2) Memperkuat kelembagaan PPID SKPD sebagai yang akurat

Mitra dalam pelayanan informasi publik.

3) Meningkatkan kualitas layanan dengan menyediakan informasi

dan dokumentasi yang akurat dan akuntabel.

4) Meningkatkan partisipasi masyarakat dalam bidang informasi.

38
39

2. Karakteristik responden berdasarkan Jenis Kelamin

Tabel 4.1 Karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin di


wilayah kecamatan watumalang tahun 2022
No Jenis kelamin Frekuensi Persentase 100%
1 Laki laki 28 58,3
2 Perempuan 20 41,7
Jumlah 48 100
Sumber : Data Primer

Tabel 4.1 menunjukkan bahwa jumlah responden laki-laki yaitu

berjumlah 28 dengan persentase 58.3% sedangkan jumlah responden

perempuan yaitu 20 dengan persentase 41.7%.

3. Karakteristik responden berdasarkan usia

Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan usia di wilayah


kecamatan watumalang tahun 2022.
No Umur Frekuensi Persentase 100%
1 31-40 tahun 17 35,4
2 41 - 50 tahun 23 47,9
3 >50 tahun 8 16,7
Jumlah 48 100
Sumber : Data Primer

Tabel 4.2 menunjukkan bahwa jumlah responden yang berumur

31-40 tahun yaitu 17 dengan persentase 35,4% kemudian jumlah

responden yang berumur 41-50 tahun berjumlah 23 dengan persentase

47,9% sedangkan yang berumur > 50 tahun berjumlah 8 dengan

persentase 16,7%.
40

4. Karakteristik responden berdasarkan pendidikan

Tabel 4.2 Karakteristik responden berdasarkan pendidikan di wilayah


kecamatan watumalang tahun 2022
No Pendidikan Frekuensi Persentase 100%
1 SD 31 64,6
2 SMP 15 31,3
3 SMA 2 4,2
Jumlah 48 100
Sumber : Data Primer

Tabel 4.3 menunjukkan bahwa jumlah responden dengan

pendidikan SD yaitu 31 dengan persentase 64,6% kemudian jumlah

responden dengan pendidikan SMP berjumlah 15 dengan persentase

31,2% sedangkan yang memiliki pendidikan SMA yaitu berjumlah 2

dengan presentase 4,2%.

5. Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan

Tabel 4.4 Karakteristik responden berdasarkan pekerjaan di wilayah


kecamatan watumalang tahun 2022
No Pekerjaan Frekuensi Persentase 100%
1 Wiraswasta 4 8,3
2 Pegawai swasta 1 2,1
3 Petani 37 77,1
4 lain lain 6 12,5
Jumlah 48 100
Sumber : Data Primer

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa jumlah responden dengan

pekerjaan wiraswasta yaitu 4 dengan presentase 8,3% kemudian

jumlah responden dengan pekerjaan pegawai swasta berjumlah 1

dengan persentase 2,1% kemudian jumlah responden dengan

pekerjaan petani berjumlah 37 dengan persentase 77,1% sedangkan


41

yang memiliki pekerjaan lain-lain yaitu berjumlah 6 dengan

persentase 12,5%.

6. Gambaran Pola Asuh Orang Tua

Tabel 4.5 Karakteristik responden Jenis Pola Asuh Orang Tua di


wilayah kecamatan watumalang tahun 2022
No Jenis Pola Asuh Frekuensi Persentase 100%
1 Otoriter 6 12
2 Permissive 11 23
3 Demokratis 31 65
Jumlah 48 100
Sumber : Data Primer

Pada tabel 4.5 menunjukkan bahwa dengan jumlah responden 48,

terdapat 6 orang dengan persentase 12% orang tua yang menerapkan

jenis pola asuh otoriter, kemudian terdapat 11 orang dengan

persentase 23% orang tua yang menerapkan jenis pola asuh

permissive, sedangkan responden terbanyak yang menerapkan jenis

pola asuh demokratis yaitu sebanyak 31 orang dengan persentase

65%.

B. Pembahasan

Penelitian ini dilakukan dengan cara mengumpulkan data primer

dengan menggunakan media kuesioner, selain itu pengambilan data

sekunder diambil dari bagian administrasi di kantor urusan agama untuk

melihat dan mengetahui kejadian pernikahan dini di Kecamatan

Watumalang. Penelitian ini bertujuan untuk menggambarkan jenis pola

asuh orang tua pada remaja yang melakukan pernikahan dini di


42

Kecamatan Watumalang. Kemudian dilakukan pengolahan data dan

analisis data maka pembahasan diantaranya sebagai berikut :

1. Frekuensi berdasarkan karakteristik responden

Berdasarkan karakteristik jenis kelamin orang tua pada

responden terdapat hasil bahwa sebagian besar responden laki-laki

yaitu berjumlah 28 dengan persentase 58.3% sedangkan jumlah

responden perempuan yaitu 20 dengan persentase 41.7%.

Berdasarkan karakteristik umur pada responden terdapat

beberapa hasil bahwa sebagian besar responden berusia 41-50 tahun

berjumlah 23 dengan persentase 47,9% kemudian jumlah responden

dengan usia berumur 31-40 tahun yaitu 17 dengan persentase 35,4%,

sedangkan dengan usia paling sedikit yaitu > 50 tahun berjumlah 8

dengan persentase 16,7%.

Berdasarkan karakteristik pendidikan pada responden terdapat

beberapa hasil bahwa sebagian besar responden yang berpendidikan

SD yaitu 31 dengan persentase 64,6% kemudian jumlah responden

dengan pendidikan SMP berjumlah 15 dengan persentase 31,2%

sedangkan yang memiliki pendidikan paling sedikit yaitu SMA

berjumlah 2 dengan presentase 4,2%.

2. Gambaran Pola Asuh Orang Tua pada Warga di Wilayah

Kecamatan Watumalang.

Pola asuh orang tua adalah contoh perilaku yang diterapkan

pada anak-anak yang umumnya stabil sesekali. Contoh perilaku ini


43

dirasakan oleh anak-anak, baik secara berlawanan maupun secara

empatik. Pola pengasuhan yang mendarah daging di setiap keluarga

adalah unik, hal ini bergantung pada cara pandang masing-masing

orang tua (Suhasini, 2013).

Yang dimaksud dengan pengasuhan dalam penelitian ini

adalah kesan para wali tentang bagaimana pengasuhan dalam

mendidik dan membesarkan anak-anak mereka sebelum anak

kemudian, kemudian, dinikahkan pada usia dini yang mencakup

beberapa pola pengasuhan, untuk menjadi diktator tertentu. Pola asuh

otoriter, permissive dan pola asuh demokratis.

a. Pola Asuh Otoriter

Menurut Diana Baumrind dalam Santrock, J.W, Pola asuh

otoriter adalah gaya pengasuhan yang melarang atau membatasi.

Dimana wali meminta anak-anak untuk mengikuti arah mereka

dan menghargai pekerjaan dan usaha mereka. Penjaga diktator

menerapkan batasan dan kontrol yang tegas dan membatasi

kontras verbal. Orang tua dengan pengasuhan otoriter akan lebih

sering daripada tidak sering memukuli anak-anak, mengizinkan

pemerintahan dengan tegas tanpa mengklarifikasi mereka, dan

menunjukkan kemarahan pada anak-anak. Keturunan dari orang

tua yang mengasuh otoriter sering putus asa, malang dan tingkat

kedua sementara kontras diri mereka sendiri serta orang lain, tidak

layak untuk memulai latihan dan memiliki kemampuan relasional


44

tidak berdaya. Orang tua pada pengasuhan otoriter umumnya akan

bertindak tegas (Suryandari, 2020).

Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat 6 responden

dengan persentase 12% responden orang tua yang menerapkan

pola asuh otoriter dengan kejadian kasus pernikahan usia dini pada

remaja.

Dalam desain pengasuhan ini, wali menerapkan beberapa

prinsip kepada anak-anak mereka dengan ketat, yang umumnya

tidak akan memaafkan, menampilkan kekuatan wali, yang

mengharuskan anak-anak mereka untuk patuh sepenuhnya. Dalam

pola pengasuhan tiran ini, anak-anak harus lebih akomodatif dan

tunduk pada keinginan orang tuanya, apa pun yang dilakukan pada

anak selalu diselesaikan oleh wali, setiap jenis gerakan dan pilihan

anak tidak diatur oleh wali. Kewajiban dan komitmen wali mudah,

hanya untuk mengetahui apa yang wali butuhkan dan anak-anak

harus terus-menerus tunduk pada apapun keinginan wali. Wali

menerima bahwa perilaku anak-anak dapat diubah sesuai

keinginan wali dengan memaksakan kehendak anak, kualitas

sosial dan prinsip perilaku pada anak-anak.

Pola asuh otoriter bersifat keras dalam mendidik anak dan

memberikan pengawasan yang ketat. Hasil penelitian ini

menunjukkan bahwa responden yang anaknya melakukan

pernikahan dini dalam hal ini kemudian menjadi obyek yang


45

diteliti lebih lanjut oleh peneliti dan juga dari segi pendidikan,

responden tersebut mempunyai pendidikan yang relatif rendah

kemudian berpengaruh terhadap pola asuh anak.

Peneliti yakin bahwa penerapan pola asuh otoriter yang

tergolong keras dan menerapkan menerapkan aturan yang ketat,

membuat remaja menjadi merasa tertekan dan akhirnya

memberontak menolak terhadap aturan yang telah ditetapkan.

Bentuk penolakan pada remaja yang diasuh dengan cara otoriter

ini adalah tindakan yang menampik adanya peraturan tersebut.

Keluarga adalah orang tua, untuk situasi ini orang tua

adalah anak di depan sisa kompetisi untuk mengetahui bagaimana

memahami nilai-nilai dan melakukan standar sedikit sebelum anak

menjadi lebih mengenal berbagai kondisi di luar yang jelas

memiliki berbagai standar. . Hubungan antara wali dan anak yang

membumi sangat mempengaruhi psikologis dan perilaku anak.

b. Pola Asuh Permissive

Menurut Diana Baumrind dalam Santrock, J.W,

Pengasuhan yang menyenangkan atau persmisif adalah gaya

pengasuhan di mana wali terlibat dengan anak-anak mereka, tetapi

terlalu melelahkan atau mengendalikan mereka. Wali seperti itu

membiarkan anak-anak mereka melakukan apa yang mereka

butuhkan. Dengan demikian, anak-anak tidak pernah menemukan

cara untuk mengendalikan keinginan mereka. Beberapa wali


46

sengaja membesarkan anak mereka dengan cara ini karena mereka

percaya bahwa kombinasi kerjasama yang hangat dan tidak

banyak batasan akan menghasilkan anak yang inovatif dan

percaya diri. Namun, anak-anak yang memiliki wali yang biasanya

patuh, jarang tahu bagaimana menghargai orang lain dan

mengalami masalah dalam mengendalikan perilaku mereka.

Mereka mungkin sombong, egosentris, tidak patuh, dan

mengalami masalah dalam koneksi teman sebaya (Suryandari,

2020).

Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat 11 responden

dengan persentase 23% responden orang tua yang menerapkan

pola asuh permissive dengan kejadian kasus pernikahan usia dini

pada remaja.

Pada pola asuh permissive ini yaitu orang tua yang

mempunyai sifat cenderung lebih membebaskan segala sesuatu

kepada anak tanpa memberikan kendali sama sekali. Tentu saja

anak sesekali dituntut untuk diminta tanggung jawab, tetapi

memiliki kebebasan seperti orang dewasa. Anak dipercaya dan

diberi kebebasan untuk mengatur kehidupan diri sendiri dengan

orang tua yang tidak banyak peraturan.

1) Tingkat pendidikan orang tua

Orang tua yang mempunyai pendidikan dengan jenjang

yang lebih tinggi akan mudah memahami dan menerapkan


47

pola asuh yang baik pada anaknya. Tingginya kemampuan

seseorang dalam melihat dan memahami kemampuan anak

dari segi mental dan perkembangannya yang dapat dilihat dan

dipelajari melalui pendidikan formal. Bagi orang tua yang

memiliki pendidikan rendah pasti akan memberikan kebebasan

pada anak untuk menjalani kehidupannya sendiri.

2) Sosial Ekonomi Orang Tua

Pada orang tua mempunyai kewajiban untuk mencukupi

kebutuhan keluarga. Tetapi tidak semua orang tua memiliki

status ekonomi yang baik, melainkan ada orang tua yang

memiliki status ekonomi yang rendah pula. Bagi orang tua

yang memiliki ekonomi yang rendah, maka mereka akan

bekerja dengan keras dan lebih banyak lagi dibandingkan

dengan orang yang mempunyai status ekonomi yang lebih

tinggi yang berkategori orang mampu., sehingga dalam

pemenuhan kebutuhan yang lainnya yang mungkin terabaikan

seperti, perhatian dan didikan orang tua pada anak khususnya

bagi remaja yang sedang mencari jati diri. Hal ini tentu saja

dapat berpengaruh pada remaja untuk bertindak semaunya.

c. Pola Asuh Demokratis

Menurut Diana Baumrind dalam Santrock, J.W,

Pengasuhan demokratis mendorong anak-anak untuk bebas namun

pada saat yang sama memaksa batasan pada aktivitas mereka.


48

Kompromi verbal dapat dibayangkan, dan wali sangat hangat dan

ingin anak-anak mereka. Wali yang sah menunjukkan

kegembiraan dan dukungan sehubungan dengan perilaku

demokratis anak itu. Mereka juga mengharapkan perilaku anak-

anak yang berkembang, bebas sesuai dengan usia mereka. Anak-

anak yang memiliki wali yang sah sering kali hidup,

mengendalikan diri dan mandiri, dan pencapaiannya diatur.

Mereka umumnya akan mengikuti pergaulan yang ramah dengan

teman sebaya, membantu orang dewasa, dan dapat beradaptasi

dengan baik terhadap tekanan (Suryandari, 2020).

Hasil penelitian menemukan bahwa terdapat sebanyak 31

responden dengan persentase 65% responden orang tua yang

menerapkan pola asuh demokratis dengan kejadian kasus

pernikahan usia dini pada remaja.

Pada pola asuh demokratis ini yaitu mendorong remaja

untuk bebas tetapi harus mengetahui batasan pada tindakan-

tindakan mereka seperti, adanya pengaruh terhadap pergaulan

bebas yang mengakibatkan remaja hamil diluar nikah. Komunikasi

yang terjalin secara bebas, orang tua memberi perhatian dan

bersikap baik yang berpengaruh pada perasaan hati remaja.

Pola asuh demokratis ini memberikan perasaan yang baik

dan hangat dalam lingkungan keluarga, tapi kejadian pernikahan


49

usia dini masih tetap terjadi. Dalam hal tersebut kemungkinan

disebabkan adanya beberapa faktor antara lain :

1) Faktor Lingkungan

Lingkungan adalah faktor yang sangat berpotensi memberi

pengaruh dalam tindakan anak. Dalam hal ini lingkungan

bertumpu pada perkembangan teknologi dan perkembangan

jaman. Pada masa remaja tersebut (Placeholder1)

(Placeholder1) sedang tumbuh rasa ingin menirukan sesuatu

atau mengagumi bahkan justru ingin sekedar bermain main

dan mencoba memiliki dukungan dari perilakunya. Ketika ada

sesuatu hal yang baru baik positif maupun negatif justru

remaja kadang ingin mencobanya. Seperti, dalam kasus

pernikahan dini diantaranya disebabkan oleh remaja yang telah

hamil diluar nikah hal ini remaja melakukan perbuatan yang

belum semestinya dilakukan oleh pasangan yang belum resmi

menjadi pasangan suami istri dalam ikatan pernikahan, hal ini

disebabkan karena adanya pergaulan bebas antar remaja yang

semula mempunyai rasa ingin tahu dan rasa ingin

mencobanya.

2) Faktor Sosial Ekonomi

Hasil dari data kependudukan responden, diketahui bahwa

kebanyakan kasus terjadinya pernikahan dini disebabkan


50

adanya faktor sosial ekonomi orang tua, dimana meskipun pola

asuh orang tua demokratis tapi apabila dalam status ekonomi

orang tua yang masih rendah dan belum bisa mencukupi

semua kebutuhan anaknya hal tersebut juga dapat

menyebabkan perilaku ketidaktaatan pada remaja. Lebih-lebih

ketika masih dalam masa remaja yang penuh dengan

keingintahuan dan rasa ingin coba-coba.

3) Pertahanan Diri

Pertahanan diri yang lemah adalah faktor yang terdapat

pada diri untuk memantau dan melindungi diri terhadap

pengaruh negatif akibat dari lingkungan yang berpeluang pada

responden yang melakukan pernikahan pada usia dini. Yang

berpengaruh besar dari lingkungan yang membuat remaja

gampang terpengaruh.

Pola asuh demokratis bias menimbulkan suasana yang

harmonis dalam lingkungan keluarga, memberi kebebasan

pada remaja yang akan melakukan hal yang disukainya tapi

tetap dalam pengawasan dan masih tetap terjalin keterbukaan

antara orang tua dan anak.

Apabila dibandingkan pada pola asuh demokratis dengan

pola asuh otoriter dan persmissive, bahwa pola asuh demokratis ini

mendapatkan hasil paling banyak dari responden yaitu sebanyak 31

orang dengan persentase 65%. Melihat dari pola asuh demokratis


51

pada responden tersebut yang berarti orang tua dari responden ini

terlalu membebaskan pada remaja dengan kurangnya pengawasan

dan karena beberapa faktor lain. Dengan demikian anak akan

mempunyai sifat seenaknya terhadap orang tua. Perilaku orang tua

terlalu membebaskan anak tersebut akan mengakibatkan dampak

yang kurang baik bagi anak. Hal tersebut tentu saja sangat

diperlukan adanya sanksi agar remaja tersebut mengerti batasan-

batasan dari kebebasan yang orang tua berikan.

C. Keterbatasan Penelitian

Penelitian ini mempunyai keterbatasan yang bisa dijadikan sebagai

acuan atau saran perbaikan bagi peneliti selanjutnya. Keterbatasan dari

penelitian ini antara lain :

1. Keterbatasan pada saat mencari alamat responden

2. Keterbatasan pada waktu, karena mayoritas pekerjaan responden

adalah petani maka sebelum jam 3 sore responden belum berada

dirumah dan ketika pada pukul 3 cuaca di Kecamatan Watumalang

hujan, untuk itu pada penelitian ini sangat terhambat.


52

BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

Setelah melakukan penelitian yang dilakukan di Kecamatan

Watumalang pada tanggal 7 Februari 2022 sampai 17 Februari 2022

dengan jumlah sampel 48 responden yang berjudul gambaran pola asuh

orang tua pada remaja yang melakukan pernikahan dini di Kecamatan

Watumalang, Kabupaten Wonosobo dapat disimpulkan bahwa :

1. Terdapat 28 responden laki-laki dengan persentase 58.3%.

2. Sebagian besar responden berusia 41-50 tahun berjumlah 23 dengan

persentase 47,9%.

3. Terdapat 6 responden dengan persentase 12% responden orang tua

yang menerapkan pola asuh otoriter.

4. Terdapat 11 responden dengan persentase 23% responden orang tua

yang menerapkan pola asuh permissive.

5. Terdapat sebanyak 31 responden dengan persentase 65% responden

orang tua yang menerapkan pola asuh demokratis.

B. Saran

1. Bagi orang tua

Orang tua diharapkan dapat menerapkan pola asuh yang tepat

kepada anaknya dengan menerapkan pola asuh semaksimal mungkin,


53

karena pola asuh yang baik sangat berpengaruh dalam keharmonisan

keluarga

2. Bagi Pemasyarakatan

Bagi lembaga ini diharapkan menjadi salah satu sebuah referensi

atau rujukan dalam menegakkan binaan pada warga khususnya pada

remaja.

3. Bagi remaja

Remaja diharapkan untuk mendengarkan nasihat orang tua

dan memenuhi kewajiban dan tanggung jawab masa kecilnya selama

tidak melampaui aturan dan norma sosial dan melanggar agama.

4. Bagi peneliti

Bagi peneliti selanjutnya diharapkan dapat meneliti pola asuh lain

yang belum ada dalam penelitian ini sehingga mendapat hasil yang

maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

(Adawiah, 2017)Adawiah, R. (2017). Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya


Terhadap Pendidikan Anak. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 7(1),
33–48.
Anggraini, D., Sitanggang, T. W., & Suri, O. I. (2021). Perbedaan Pola Asuh
54

Orang Tua Menikah Usia Dini Dan Usia Dewasa Differences on


Parenting Styles Between Younger and Adult Parents. Medikes (Media
Informasi Kesehatan), 8(1), 119.
Lidyasari, A. T. (2013). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan
Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. Http://Staff.Uny.Ac.Id/, 1–10.
(Anggraini et al., 2021)Adawiah, R. (2017). Pola Asuh Orang Tua Dan
Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan, 7(1), 33–48.
Anggraini, D., Sitanggang, T. W., & Suri, O. I. (2021). Perbedaan Pola Asuh
Orang Tua Menikah Usia Dini Dan Usia Dewasa Differences on
Parenting Styles Between Younger and Adult Parents. Medikes (Media
Informasi Kesehatan), 8(1), 119.
Lidyasari, A. T. (2013). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan
Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. Http://Staff.Uny.Ac.Id/, 1–10.
(Lidyasari, 2013)Adawiah, R. (2017). Pola Asuh Orang Tua Dan
Implikasinya Terhadap Pendidikan Anak. Jurnal Pendidikan
Kewarganegaraan, 7(1), 33–48.
Anggraini, D., Sitanggang, T. W., & Suri, O. I. (2021). Perbedaan Pola Asuh
Orang Tua Menikah Usia Dini Dan Usia Dewasa Differences on
Parenting Styles Between Younger and Adult Parents. Medikes (Media
Informasi Kesehatan), 8(1), 119.
Lidya Sari, A. T. (2013). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan
Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. Http://Staff.Uny.Ac.Id/, 1–10.
Adawiah, R. (2017). Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Anak. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 7(1), 33–48.
Anggraini, D., Sitanggang, T. W., & Suri, O. I. (2021). Perbedaan Pola Asuh
Orang Tua Menikah Usia Dini Dan Usia Dewasa Differences on
Parenting Styles Between Younger and Adult Parents. Medikes (Media
Informasi Kesehatan), 8(1), 119.
Lidya Sari, A. T. (2013). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan
Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. Http://Staff.Uny.Ac.Id/, 1–10.
Adawiah, R. (2017). Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Anak. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 7(1), 33–48.

Anggraini, D., Sitanggang, T. W., & Suri, O. I. (2021). Perbedaan Pola Asuh
Orang Tua Menikah Usia Dini Dan Usia Dewasa Differences on
Parenting Styles Between Younger and Adult Parents. Medikes (Media
Informasi Kesehatan), 8(1), 119.
55

Lidya Sari, A. T. (2013). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan


Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. Http://Staff.Uny.Ac.Id/, 1–10.

Adawiah, R. (2017). Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap


Pendidikan Anak. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 7(1), 33–48.

Anggraini, D., Sitanggang, T. W., & Suri, O. I. (2021). Perbedaan Pola Asuh
Orang Tua Menikah Usia Dini Dan Usia Dewasa Differences on
Parenting Styles Between Younger and Adult Parents. Medikes (Media
Informasi Kesehatan), 8(1), 119.

Lidya Sari, A. T. (2013). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan


Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. Http://Staff.Uny.Ac.Id/, 1–10.

Wibowo, D., Galuh, S. S.-J. K., & 2021, undefined. (2021). Gambaran Pola
Asuh Orang Tua Yang Menikah Di Bawah Umur Di Kecamatan
Panjalu Kabupaten Ciamis Tahun 2021. Jurnal.Unigal.Ac.Id, 3(2).
https://jurnal.unigal.ac.id/index.php/JKG/article/view/5692
Adawiah, R. (2017). Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap
Pendidikan Anak. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 7(1), 33–48.

Anggraini, D., Sitanggang, T. W., & Suri, O. I. (2021). Perbedaan Pola Asuh
Orang Tua Menikah Usia Dini Dan Usia Dewasa Differences on
Parenting Styles Between Younger and Adult Parents. Medikes (Media
Informasi Kesehatan), 8(1), 119.

Lidya Sari, A. T. (2013). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan


Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. Http://Staff.Uny.Ac.Id/, 1–10.

Adawiah, R. (2017). Pola Asuh Orang Tua Dan Implikasinya Terhadap

Pendidikan Anak. Jurnal Pendidikan Kewarganegaraan, 7(1), 33–48.

Anggraini, D., Sitanggang, T. W., & Suri, O. I. (2021). Perbedaan Pola Asuh

Orang Tua Menikah Usia Dini Dan Usia Dewasa Differences on

Parenting Styles Between Younger and Adult Parents. Medikes (Media

Informasi Kesehatan), 8(1), 119.

Lidyasari, A. T. (2013). Pola Asuh Otoritatif Sebagai Sarana Pembentukan


56

Karakter Anak Dalam Setting Keluarga. Http://Staff.Uny.Ac.Id/, 1–10.

Anda mungkin juga menyukai