Anda di halaman 1dari 39

HUBUNGAN TIPE KEPRIBADIAN DENGAN

PERILAKU BULLYING PADA REMAJA:


LITERATURE REVIEW

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Mencapai Gelar


Sarjana Keperawatan

DIAN KHUSUFI WULANDARI


NIM AK116065

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS BHAKTI KENCANA BANDUNG
2020

i
ii
iii
iv
v
ABSTRAK

Remaja (adolescence) merupakan masa perkembangan yang dialami oleh


seorang individu dari masa anak-anak dan masa dewasa. Tindakan bullying yang
dilakukan oleh seorang remaja adalah salah satu bentuk peniruan dan
pemberontakan. Bullying dapat memberikan dampak negatif bagi setiap individu.
Remaja yang terintimidasi cenderung sulit menyesuaikan diri, mengalami
kesulitan, masalah perilaku dan emosional yang dapat mengakibatkan individu
lebih mengingat pengalaman mereka menjadi korban bullying.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian
dengan perilaku bullying pada remaja berdasarkan literature review.
Metode penelitian ini menggunakan literature review, sumber data
diperoleh dari data base Google Scholar dan PubMed, yang selanjutnya direview
oleh peneliti dan hasilnya dituangkan dalam hasil berupa Critical appraisal dalam
penelitian ini menggunakan Joanna Briggs Institute (JBI). Populasi pada penelitian
ini sebanyak 86 jurnal dan sampel sebanyak 7 jurnal dengan teknik purposive
sampling.
Berdasarkan hasil analisis kritis terhadap 7 jurnal hasil penelitian yang
menjadi sampel dalam Literature Review, maka kesimpulan dalam penelitian
didapatkan 5 artikel jurnal menyatakan bahwa terdapat hubungan yang bermakna
antara tipe kepribadian dengan perilaku bullying pada remaja dan 2 artikel jurnal
menyatakan bahwa tidak ada hubungan yang bermakna antara tipe kepribadian
dengan perilaku bullying pada remaja.
Diharapkan bagi perawat dapat menambah ilmu dibidang kesehatan
keperawatan jiwa, anak dan komunitas agar dapat terus mengembangkan
penelitian tentang aspek psikologis pada remaja, membentuk kegiatan terkait
upaya preventif perilaku bullying pada remaja.

Kata Kunci : Bullying, Remaja, Tipe Kepribadian


Daftar Pustaka: 3 buku (2018-2019)
3 Website (2012-2018)
21 Jurnal (2012-2020)

vi
ABSTRACT

Adolescence (adolescence) is a period of development experienced by an


individual from childhood and adulthood. The act of bullying by a teenager is a
form of imitation and rebellion. Bullying can have a negative impact on every
individual. Teens who are bullied tend to have difficulty adjusting, experience
difficulties, behavioral and emotional problems that can cause individuals to
remember more about their experiences of being bullied.
The purpose of this study was to determine the relationship between
personality types and bullying behavior in adolescents based on a literature
review.
This research method uses a literature review, the data source is obtained
from the Google Scholar and PubMed data base, which is then reviewed by
researchers and the results are outlined in the form of a critical appraisal in this
study using the Joanna Briggs Institute (JBI). The population in this study were 86
journals and a sample of 7 journals with purposive sampling technique.
Based on the results of a critical analysis of 7 research journals that were
sampled in the Literature Review, the conclusion of the study was that 5 journal
articles stated that there was a significant relationship between personality type
and bullying behavior in adolescents and 2 journal articles stated that there was
no significant relationship between personality types with bullying behavior in
adolescents.
It is hoped that nurses can add knowledge in the field of mental, child
and community nursing health so that they can continue to develop research on
psychological aspects of adolescents, forming activities related to efforts to prevent
bullying in adolescents.

Keywords : Bullying, Youth, Personality Type


Bibliography : 3 books (2018-2019)
3 Websites (2012-2018)
21 Journals (2012-2020)

vii
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah

memberikan rahmat dan karuniaNya kepada penulis. Tak lupa shalawat serta salam

semoga selalu tercurahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad SAW beserta

keluarga dan sahabat-sahabatnya.

Dalam kesempatan ini penulis berbahagia karena telah dapat

menyelesaikan penelitian yang berjudul “Hubungan Tipe Kepribadian dengan

Perilaku Bullying pada Remaja: Literature Review”. Penelitian ini diajukan

sebagai salah satu syarat untuk mencapai gelar Sarjana Keperawatan di Fakultas

Keperawatan Universitas Bhakti Kencana.

Saya menyadari bahwa tanpa dukungan, perhatian, pengertian, bimbingan,

dan arahan dari berbagai pihak yang terkait akhirnya penulis dapat menyelesaikan

penelitian ini dengan tepat waktu. Oleh karena itu, saya mengucapkan penghargaan

dan terimakasih kepada:

1. H. Mulyana, S.H., MPd., MH.Kes selaku Ketua Yayasan Adhi Guna Kencana.

2. Dr. Entris Sutrisno, MH.Kes., Apt selaku Rektor Universitas Bhakti Kencana.

3. Rd. Siti Jundiah., S.Kp., M.Kep selaku Dekan Fakultas Keperawatan

Universitas Bhakti Kencana

4. Lia Nurlianawati, S.Kep., Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana

Keperawatan Universitas Bhakti Kencana.

viii
5. Denni Fransiska H.M., S. Kp., M.Kep selaku pembimbing utama yang telah

memberikan dorongan semangat, pengarahan, dan nasehat dengan penuh

kesabaran selama proses bimbingan dalam penyusunan penelitian ini.

6. R. Nety Rustikayanti, S.Kp., M.Kep selaku pembimbing pendamping yang

telah memberikan dorongan semangat, pengarahan, dan nasehat dengan penuh

kesabaran selama proses bimbingan dalam penyusunan penelitian ini.

7. Kedua orang tua dan saudara kandung saya yang selalu mendo’akan,

memberikan support, memotivasi dalam penyusunan penelitian ini.

8. Seluruh rekan- rekan Sarjana Keperawatan angkatan 2016 yang sedang

berjuang dan saling memberikan dukungan untuk kelancaran dalam

penyusunan penelitian ini.

9. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu

memberi dukungan.

Penulis menyadari bahwa dalam penelitian ini masih banyak kekurangan,

semoga penelitian ini dapat membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Bandung, 18 Agustus 2020

Dian Khusufi Wulandari

ix
DAFTAR ISI

Halaman

LEMBAR PERSETUJUAN i

LEMBAR PENGESAHAN ii

LEMBAR PERNYATAAN iii

ABSTRAK iv

ABTRACT v

KATA PENGANTAR vi

DAFTAR ISI viii

DAFTAR TABEL xi

DAFTAR BAGAN xii

DAFTAR LAMPIRAN xii

BAB I PENDAHULUAN 1

1.1 Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 5

1.3 Tujuan Penelitian 5

1.4 Manfaat Penelitian 6

BAB II TINJAUAN TEORI 7

2.1 Remaja 7

2.1.1 Definisi Remaja 7

2.1.2 Batasan Usia Remaja 8

x
2.1.3 Ciri-Ciri Remaja 8

2.1.4 Tahap Perkembangan Masa Remaja 11

2.2 Bullying 13

2.2.1 Defini Bullying 13

2.2.2 Bentuk Bullying 14

2.2.3 Faktor-Faktor Bullying 16

2.2.4 Dampak Bullying 18

2.3 Kepribadian 19

2.3.1 Defini Kepribadian 19

2.3.2 Tipe Kepribadian 21

2.3.3 Faktor yang Mempengaruhi Kepribadian 23

2.4 Penelitian Terdahulu 23

BAB III METODE PENELITIAN 25

3.1 Jenis Penelitian 25

3.2 Variabel Penelitian 25

3.2.1 Variabel Independen 26

3.2.2 Variabel Dependen 26

3.3 Populasi dan Sampel 26

3.3.1 Populasi 26

3.3.2 Sampel 27

3.3.3 Teknik Sampling 27

3.3.4 Kriteria Inklusi 27

xi
3.3.5 Kriteria Ekslusi 28

3.3.6 Strategi Pencarian Informasi 28

3.4 Tahapan Literature Review 28

3.4.1 Rumusan Masalah 28

3.4.2 Mencari dan Mengumpulkan Data 29

3.4.3 Mengevaluasi kelayakan data/literature 30

3.5 Analisa Data 33

3.6 Penulisan Hasil Studi Literature 35

3.7 Etika Penelitian 35

3.8 Lokasi dan Waktu Penelitian 36

3.8.1 Lokasi Penelitian 36

3.8.2 Waktu Penelitian 36

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN 37

4.1 Hasil Penelitian 37

4.2 Pembahasan 39

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN 46

5.1 Kesimpulan 46

5.2 Saran 46

DAFTAR PUSTAKA 47

LAMPIRAN 50

xii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1 Perbedaan Karakteristik Tipe Kepribadian 22

Tabel 4.1 Matriks Artikel Jurnal 37

xiii
DAFTAR BAGAN

Halaman

Bagan 3.1 Alur Proses dan Kriteria yang digunakan dalam pencarian Artikel.............32

Bagan 3.2 PRISMA Flow Diagram................................................................................34

xiv
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
Lampiran 1 Matriks Artikel Jurnal 50
Lampiran 2 Lembar Checklist Critical Appraisal Cross Sectional Joanna
Briggs Institute (JBI) 52

Lampiran 3 Matriks Lembar Checklist Artikel Jurnal 55

Lampiran 4 Daftar Riwayat Hidup 56

Lampiran 5 Lembar Bimbingan Skripsi 57

Lampiran 6 Hasil Cek Plagiarsm 60

xv
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Remaja (adolescence) merupakan masa perkembangan atau transisi yang

dialami oleh seorang individu dari masa anak-anak dan masa dewasa (Pertiwi,

2019). Pada masa remaja, terjadi perkembangan fisik dan mental yang

membentuk sikap, nilai, dan minat baru. Masa ini dianggap penting karena

setiap perubahan atau pembentukan mental akan memberikan efek jangka

panjang terhadap seorang individu yang akan mempengaruhi perilakunya.

Berdasarkan sifatnya seorang remaja selalu tertarik dalam mencoba, meniru,

menyerupai serta menyamakan dirinya dengan seseorang, yakni idola. Perilaku

ini membuat remaja masih sangat rentan terhadap tindakan-tindakan yang

membahayakan diri sendiri. Dalam pergaulannya seorang remaja selalu

mencari lingkungan pertemanan yang cenderung memiliki kesamaan

dengannya, seperti halnya: hobi, cara berpakaian, tokoh idola, dan untuk

remaja masa kini lingkungan pertemanan lebih sering didasari oleh kesamaan

dalam permainan/games (Saputro, 2018).

Elaz Zakiyah (2017) menyatakan salah satu bentuk peniruan,

pemberontakan adalah tindakan bullying yang dilakukan oleh seorang remaja

sebagai salah satu bentuk peniruan, pemberontakan; yang dinyatakan melalui

pelampiasan kepada orang lain. Dalam iklim kehidupan remaja, meniru adalah

sebuah hal biasa. Sebab keinginan untuk menjadi sama atau dorongan sosial

1
2

(teman sebaya) selalu mendasari perilaku tersebut, sementara pemberontakan

yang dimaksudkan ialah tentang ketidak stabilan emosi pada remaja. Misalnya,

seseorang yang tidak terima dimarahi atau dipukul, sehingga sebagai

pelampiasan akan rasa sakitnya, dia melakukan hal yang serupa pada orang lain

yang dianggapnya lemah. Disisi lain masa remaja menjadi masa yang cukup

emosional bagi seseorang, sebab seorang dalam menjalani masa remaja turut

mengalami masa pubertas. Fadila (2017) menyatakan perubahan secara fisik

dan psikis sangatlah berpengaruh pada gelak perilaku, sikap serta karakter

seorang remaja. Ada remaja yang menjadi lebih agresif, ada pula yang menjadi

lebih tenang, hal ini dilatar belakangi oleh pola pengasuhan, serta iklim sosial

(lingkungan pergaulan, sekolah). Oleh sebabnya masa remaja selalu disebut

sebagai golden age, sebagai masa yang penting dalam persiapan menuju

kedewasaan.

Pada tiga dekade terakhir, ditemukan bahwa bullying telah menjadi

ancaman serius terhadap perkembangan anak dan penyebab potensial

kekerasan dalam sekolah (Smokowski & Kopasz, 2005). Bullying atau

perundungan merupakan serangan yang dilakukan pada orang yang lemah dan

serangan ini terjadi terus menerus tanpa ada perlawanan dari korban yang

terkena bullying. Bowes (2010) mengatakan anak-anak yang terintimidasi

cenderung sulit menyesuaikan diri, mengalami kesulitan, masalah perilaku dan

emosional. Akibatnya anak lebih mengingat pengalaman mereka menjadii

korban bullying.
3

Prevalensi bullying di sekolah yang terjadi di beberapa negara Eropa,

Amerika serta Asia diperkirakan sekitar 8%-50% (Soedjatmiko dkk, 2011

dalam Diyantini, dkk, 2015). Menurut data Komisi Perlindungan Anak

Indonesia (KPAI), jumlah kasus kekerasan pada anak di Indonesia per tanggal

30 Mei 2018 adalah 161 kasus, dengan rincian; pada kasus tawuran anak yang

menjadi korban 14,3% dan sebagai pelaku 19,3% , kasus kekerasan dan

bullying anak sebagai korban sebanyak 22,4% dan sebagai pelaku 25,5%, dan

kasus anak korban kebijakan (pungli, dikeluarkan dari sekolah, tidak boleh ikut

ujian, dan putus sekolah) sebanyak 18,7%. KPAI mencatat dalam kurun waktu

9 tahun, dari 2011 sampai 2019, ada 37.381 pengaduan kekerasan terhadap

anak. Untuk bullying baik di pendidikan maupun sosial media, angkanya

mencapai 2.473 laporan dan trennya terus meningkat. Pada tahun 2019

berdasarkan di jenjang pendidikan, 39% kekerasan fisik dan bullying terjadi

jenjang SD atau MI, 22% terjadi dijenjang SMP/sederajat, dan 39% di jenjang

SMA/sederajat. (Novianto, 2018).

Wiyani (2012) menyatakan tindakan bullying cenderung disepelekan atau

kurang diperhatikan dalam kehidupan sehari-hari. Masih banyak yang

menganggap bahwa bullying tidak berbahaya, padahal sebenarnya bullying

dapat memberikan dampak negatif bagi korbannya. (Inriyani 2019)

menyatakan dampak yang dapat ditimbulkan akibat perilaku bullying bisa

terjadi pada kehidupan korban bullying, bystander maupun pelaku bullying itu

sendiri.
4

Inriyani (2019) menyatakan bullying disebabkan oleh faktor sosial dan

faktor individu. Faktor social terdapat adanya pengaruh dari media, prasangka

yang dapat membuat penilaian tentang orang lain dengan keyakinan yang tidak

mendasar, kecemburuan, kelompok pertemanan dan lingkungan masyarakat.

Sedangkan faktor individu dibagi menjadi dua yaitu faktor biologis bahwa

agresi merupakan dasar karakteristik manusia yang melekat, namun faktor

biologis dapat meningkatkan agresi diluar norma yang dapat diterima dan

temperamen yang merupakan gabungan dari beberapa unsur atau kualitas yang

membentuk kepribadian seorang individu.

Alfarisi (2015) menyatakan kepribadian seseorang merupakan

karakteristik yang relatif stabil. Perubahan yang terjadi pada kepribadian

seseorang tidak dapat terjadi secara spontan, namun melalui berbagai proses

seperti hasil pengamatan, pengalaman, serta tekanan yang diterimanya dari

lingkungan sosial budaya, rentang usia, dan faktor dari individu itu sendiri.

Jung (1913, dalam Alfarisi, 2015) menyatakan tipe manusia itu dapat dibagi

menjadi dua golongan besar, yakni: ekstovert dan introvert. Orang yang

tergolong tipe extrovert mempunyai sifat berhati terbuka, mudah bergaul,

ramah-tamah, penggembira, kontak dengan terbuka, lanar dalam pergaulan,

ramah-tamah, penggembira, kontak dengan lingkungan besar sedangkan

orang-orang yang tergolong tipe introvert memiliki sifat kurang pandai

bergaul, pendiam, sukar diselami batinnya, suka menyendiri, kurang pandai

bergaul, pendiam, sukar diselami batinnya, suka menyendiri, bahkan sering

takut kepada orang bahkan sering takut kepada orang.


5

Menurut penelitian terdahulu yang telah dilakukan oleh Putri, Annis

dan Novayelind (2015) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara tipe

kepripadian dengan perilaku perundungan (bullying) pada remaja sedangkan

menurut penelitian Maisarah, Noviekayati dan Pratitis (2018) menyatakan

bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan antara tipe kepribadian

ekstrovert dengan kecenderungan cyberbullying.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut maka peneliti tertarik

untuk melakukan studi literature dengan judul “Hubungan Tipe Kepribadian

Dengan Perilaku Bullying Pada Remaja”.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan maka yang menjadi

rumusan masalah dalam studi literature ini adalah: “Bagaimana hubungan tipe

kepribadian dengan perilaku bullying pada remaja?”.

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan permasalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Tujuan umum

Untuk mengetahui hubungan tipe kepribadian dengan perilaku

bullying pada Remaja

2. Tujuan khusus

a. Mengidentifikasi tipe kepribadian pada remaja.


6

b. Mengidentifikasi perilaku bullying yang dilakukan pada remaja.


c. Menganalisis hubungan tipe kepribadian dan perilaku bullying pada
remaja.

1.4 Manfaat Penelitian

Penelitian ini memberikan manfaat baik secara teoritis maupun secara

praktis.

1. Manfaat Teoritis

Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan penyebab terjadinya

perilaku bullying dalam upaya penanganan kesehatan jiwa anak usia

sekolah sehingga dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan

keilmuan di bidang keperawatan anak, keperawatan jiwa dan keperawatan

komunitas.

2. Manfaat praktis

a. Bagi Perawat

Memahami faktor penyebab bullying sehingga dapat melakukan

tindakan intervensi seperti terapi aktivitas kelompok dan terapi asertif

pada remaja untuk mencegah terjadinya bullying pada remaja agar

menigkatnya kemampuan asertif anak menjadi lebih baik.

b. Bagi peneliti selanjutnya

Penelitian ini dapat bermanfaat banyak bagi calon peneliti

selanjutnya dan dapat mencegah terjadinya bullying dengan upaya

preventif yang dilakukan di sekolah.


BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Remaja

2.1.1 Definisi Remaja

Remaja (adolescene) merupakan merupakan masa perkembangan

atau transisi yang dialami oleh seorang individu dari masa anak-anak dan

masa dewasa (Pertiwi, 2019). Periode ini merupakan masa yang penuh

dengan dinamika karena terjadi perkembangan dan perubahan yang

sangat pesat baik dari sisi fisik maupun psikologis (Erniati, 2017). Masa

remaja merupakan masa peralihan dari anak-anak menuju dewasa yang

dimulai dari usia 9 hingga 11 tahun dan berakhir pada usia 16 hingga 20

tahun serta terjadi perkembangan fisik, kognitif, dan psikososial

(Rachmatan dan Rayyan (2018)

Rachmatan & Rayyan (2018) menyatakan bahwa ada aspek

psikososial, remaja akan memulai proses pencarian identitas, yaitu

mengembangkan pemahaman diri yang terbentuk melalui diri sendiri

maupun dari lingkungan sosialnya. Pemahaman diri inilah yang

membantu remaja untuk memberikan gambaran mengenai dirinya dan

melakukan evaluasi dalam hidupnya yang disebut dengan harga diri.

Santrock dalam Pertiwi (2019) menyebutkan bahwa pada saat remaja,

perkembangan sosial seseorang akan berubah yang ditandai dengan mulai

memisahkan diri dari orang tua menuju kearah teman sebaya. Seseorang

7
8

yang menginjak usia remaja akan berfokus pada lingkungan teman

sebaya untuk disukai oleh temannya, namun hal ini tidak terlepas dari

kemungkinan adanya penolakan yang dikarenakan oleh beberapa sebab

sehingga mempengaruhi perkembangan psikologisnya.

2.1.2 Batasan Usia Remaja

World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa remaja

adalah seseorang yang telah menginjak usia 10 hingga 19 tahun.

Berdasarkan Peraturan Mentri Kesehatan RI nomor 25 tahun 2014,

remaja adalah penduduk dalam rentang usia 18 hingga 18 tahun.

Sementara itu, menurut Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana

Nasional (BKKBN) remaja adalah seseorang dalam rentang usia 10

hingga 24 tahun dan belum menikah (Kusumaryani, 2017). Adanya

perbedaan batasan usia remaja ini menunjukkan bahwa belum adanya

batasan yang jelas mengenai usia remaja secara universal. Namun, dapat

disimpulkan bahwa masa remaja adalah masa transisi dari masa kanak-

kanak menuju dewasa.

2.1.3 Ciri-ciri Remaja

Alkatiri (2017) menyebutkan bahwa ciri-ciri masa remaja adalah:

1. Masa remaja sebagai periode yang penting

Pada masa remaja, terjadi perkembangan fisik dan mental

yang menimbulkan perilaku penyesuaian mental serta perlunya

membentuk sikap, nilai, dan minat baru. Masa ini dianggap penting
9

karena setiap perubahan atau pembentukan mental akan

memberikan efek jangka panjang terhadap seorang individu.

2. Masa remaja sebagai periode peralihan

Masa ini merupakan periode peralihan dari masa kanak-

kanak menuju dewasa. Pada masa ini terdapat perubahan fisik yang

terjadi pada seorang individu yang akan mempengaruhi

perilakunya, sehingga individu tersebut diharuskan untuk

mempelajari pola perilaku dan sikap sesuai dengan tahapan usianya.

3. Masa remaja sebagai periode perubahan

Terdapat empat perubahan yang terjadi pada masa remaja,

yaitu:

a. Tingginya emosi dan intensitasnya bergantung pada tingkat

perubahan fisik dan psikologis yang terjadi.

b. Perubahan tubuh, minat, dan peran yang diharapkan oleh

kelompok sosial yang terkadang menimbulkan masalah yang

baru.

c. Perubahan minat dan pola perilaku yang mengakibatkan adanya

perubahan nilai-nilai.

d. Sebagian besar remaja bersikap ambivalen terhadap perubahan

sikap. Remaja tersebut akan menuntut kebebasan, namun

mereka takut untuk bertanggungjawab atas tindakannya dan

meragukan kemampuan mereka dalam mengatasi tanggung

jawab tersebut.
10

4. Masa remaja sebagai usia bermasalah

Adanya masalah yang muncul pada usia remaja terkadang

mengharuskan remaja tersebut untuk bertanggungjawab dan

menyelesaikannya dengan baik. Namun, terkadang

ketidakmampuan remaja tersebut menyelesaikan masalah membuat

mereka pada akhirnya menganggap bahwa penyelesaian dari

masalah tersebut tidak sesuai dengan harapan mereka.

5. Masa remaja sebagai usia pencarian identitas

Masa remaja membuat seorang individu cenderung ingin

menampilkan identitas dirinya agar mereka diakui baik oleh teman

sebaya maupun lingkungannya.

6. Masa remaja sebagai usia yang menimbulkan ketakutan

Masa ini seringkali menimbulkan kekhawatiran dari orang

tua terhadap anaknya karena masa remaja mereka menganggap

bahwa anaknya tersebut masih anak-anak yang tidak rapih, belum

dapat dipercaya, cenderung merusak dan berperilaku buruk.

7. Masa remaja merupakan masa yang tidak realistik

Pada awal masa remaja, seseorang cenderung melihat

dirinya sendiri dan orang lain seperti apa yang mereka harapkan,

termasuk dalam memandang cita-cita yang tidak realistik. Hal ini

cenderung membuat remaja tersebut merasa tidak puas dengan apa

yang telah ia miliki. Namun, seiring dengan bertambahnya usia dan


11

pengalaman yang ia dapatkan, remaja akan memandang sesuatu

dengan cara yang lebih realistis.

8. Masa remaja sebagai ambang masa dewasa

Pada tahapan remaja akhir, seseorang akan menunjukkan

keinginan untuk memberikan kesan bahwa ia adalah seseorang

yang telah dewasa. Pada tahapan ini seorang remaja akan meniru

apa yang dilakukan oleh orang dewasa dan mengaplikasikannya.

2.1.4 Tahapan perkembangan masa remaja

Menurut Krisnawan (2018), masa remaja dibagi menjadi tiga tahap,

yaitu:

1. Remaja awal (early adolescent), 12 hingga 14 tahun

Pada tahap remaja awal, anak-anak akan mulai mengalami

perubahan pada bentuk tubuh, adanya akselerasi pertumbuhan, dan

perubahan komposisi tubuh yang disertai dengan awal pertumbuhan

seks sekunder. Tahapan remaja awal ini ditandai dengan:

a. Krisis identitas dan jiwa yang labil;

b. Pentingnya teman dekat dan merasa ingin lebih dekat dengan

teman sebaya;

c. Berkurangnya rasa hormt terhadap orang tua dan terkadang

membuatnya mulai bersikap kasar terhadap orang tua;

d. Terpengaruh dengan teman sebaya (peer group) terhadap hobi

dan cara berpakaian;


12

e. Merasa ingin bebas dan mulai mencari orang lain untuk

disayangi selain orang tua.

2. Remaja Pertengahan (muddle adolescent), 15 hingga 17 tahun

Pada tahap remaja pertengahan, seseorang biasanya akan

sangat membutuhkan dukungan dari teman-temannya. Pada periode

ini seseorang akan mulai memikirkan tentang intelektualitas dan

karir yang akan dijalani. Remaja pertengahan ini ditandai dengan:

a. Mulai mencari identitas diri dan sangat moody;

b. Kemampuan berfikir secara abstrak mulai berkembang;

c. Sangat memperhatikan penampilan dan berusaha untuk

mendapatkan teman baru;

d. Sangat memperhatikan kelompok main secara selektif dan

kompetitif;

e. Ada keinginan untuk menjalin hubungan dengan lawan jenis dan

terkadang merasakan rasa cinta yang mendalam;

f. Tidak atau mulai kurang menghargai pendapat orang tua;

g. Mulai tertarik dengan intelektialitas dan karir serta mempunyai

konsep role model dan mulai konsisten terhadap cita-citanya.

3. Remaja akhir (late adolescent), 18 hingga 21 tahun

Periode remaja akhir ini dimulai pada usia 18 tahun yang

ditandai dengan tercapainya maturitas fisik secara sempurna. Pada

periode ini, mereka akan lebih memperhatikan masa depan,

termasuk peran yang diinginkan nantinya, mulai menjalani


13

hubungan yang serius dengan lawan jenis, serta dapat menerima

tradisi dan kebiasaan yang ada di lingkungan. Periode remaja akhir

ditandai dengan:

a. Pengungkapan identitas diri dan identitas diri tersebut menjadi

lebih kuat;

b. Mampu memikirkan ide-ide baru dan dapat berfikir secara

abstrak;

c. Emosi menjadi lebih stabil, selera humor berkembang dan lebih

konsisten;

d. Lebih menghargai orang lain dan menghargai apa yang telah

dicapainya;

e. Mempunyai citra jasmani untuk dirinya dan dapat mewujudkan

rasa cinta;

f. Mampu mengekspresikan perasaan dengan kata-kata.

2.2 Bullying

2.2.1 Definisi Bullying

Bullying atau perundungan adalah suatu kondisi penyalahgunaan

kekuatan atau kekuasaan yang dilakukan oleh seseorang maupun suatu

kelompok terhadap orang lain (Sejiwa dalam Pertiwi, 2019). Selain itu,

perilaku bullying juga diartikan sebagai intimidasi yang dilakukan oleh

pihak kuat terhadap pihak yang dianggap lemah. Sebagian besar bullying

yang dilakukan oleh seseorang kepada oranglain hanyalah sebagai


14

pelampiasan kekesalan dan kekecewaan, terkadang juga merupakan

pengulangan terhadap apa yang pernah dialami oleh pelaku itu sendiri.

Sehingga tidak menutup kemungkinan seseorang yang pernah menjadi

korban dari perundungan juga akan melakukan perundungan kepada

orang lain (Pertiwi, 2019).

Inriyani, (2019) menyatakan bullying adalah perilaku yang tidak

bermoral yang dilakukan oleh seseorang maupun sekelompok orang

terhadap orang lain yang menyerang baik secara fisik maupun verbal dan

dengan cara mengucilkan korbannya yang terjadi secara berulang-ulang.

2.2.2 Jenis-jenis Bullying

Coloroso (2006, dalam Adhiatma, 2019) menyatakan bullying dapat

diklasifikasikan menjadi empat jenis, yaitu bullying secara verbal,

bullying secara fisik, bullying tidak langsung (relational bullying), dan

bullying melalui elektronik (cyber bullying).

1. Bullying secara verbal

Bullying verbal adalah bentuk bullying yang paling umum

dilakukan. Perilaku ini dapat berupa memberi julukan nama, celaan,

fitnah, kritikan kejam, penghinaan, pernyatan-pernyataan yang

bernuansa ajakan seksual atau pelecehan seksual, gosip. (Adhiatma,

2019)

2. Bullying secara fisik

Bullying fisik merupakan bullying yang melibatkan fisik

seperti memukul, mencekik, menyikut, meninju, menendang,


15

menggigit, memiting, mencakar, serta meludahi anak yang ditindas

hingga ke posisi yang menyakitkan. Bullying ini dapat merusak dan

menghancurkan pakaian korbannya karena tipe perundungan ini

melibatkan fisik seseorang, maka semakin kuat dan dewasa

penindasnya, semakin berbahaya juga bullying yang dilakukan

meskipun serangan tersebut tidak dimaksudkan untuk menyerang

secara serius (Inriyani, 2019).

3. Bullying tidak langsung (relational bullying)

Bullying tidak langsung atau relational bullying adalah

tindakan yang dilakukan dengan cara melemahkan harga diri korban

penindasan secara sistematis melalui pengabaian, pengecualian,

pengucilan, atau penghindaran. Perundungan relasional biasanya

digunakan untuk mengasingkan atau menolak teman atau secara

sengaja ditujukan untuk merusak persahabatan.

4. Bullying melalui media internet (cyberbullying)

Cyberbullying adalah bentuk perundungan yang dilakukan

dengan menggunakan media elektonik, baik melalui internet

maupun telpon seluler (Ragakusumasuci dan Adiyanti, 2019).

Bullying ini dapat dilakukan dengan cara memposting tulisan kejam

atau mengunggah foto yang berhubungan dengan orang lain,

mengirimkan ancaman melalui pesan singkat secara berulang dan

menggunakan akun palsu untuk menghina oranglain (Malihah dan

Alfisari, 2018) dengan tujuan mengintimidasi dan merusak nama


16

baik korban hingga korban merasa tersakiti dan malu, sedangkan

pelaku merasa puas karena tujuannya telah tercapai (Utami dan

Baiti, 2018).

2.2.3 Fakto-fakor Bullying

Inriyani (2019) menyatakan faktor-faktor yang menyebabkan

bullying adalah:

1. Faktor individu

a. Biologi

Beberapa ahli meyakini bahwa agresi merupakan dasar

karakteristik manusia yang melekat, namun faktor biologis dapat

meningkatkan agresi diluar norma yang dapat diterima.

b. Kepribadian

Kepribadian gabungan dari beberapa unsur atau kualitas

yang membentuk kepribadian seorang individu. Contohnya

seorang anak yang memiliki temperamen lebih akan cenderung

agresif daripada anak dengan temperamen tenang.

2. Faktor sosial

a. Media

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang

terbiasa melihat adegan kekerasan di televisi, video, video game,

dan film cenderung lebih agresif dan kurang empati terhadap

orang lain.

b. Prasangka
17

Prasangka adalah sikap seseorang terhadap suatu situasi

tertentu atau kearah sekelompok orang yang diadopsi tanpa

pertimbangan yang cukup terhadap fakta tentang situasi atau

kelompok tersebut. seseorag yang berprasangka dapat membuat

penilaian tentang orang lain dengan keyakinan yang tidak

mendasar.

c. Kecemburuan

Kecemburuan merupakan pendorong yang kuat pada

perilaku bullying, terutama di kalangan anak perempuan.

Seseorang terkadang akan menyerang orang-orang yang

dianggap lebih baik darinya, terlalu menarik, terlalu kaya, terlalu

populer, dan sebagainya.

d. Kelompok pertemanan

Seseorang terkadang ditolak dalam kelompok teman

sebayanya bukan karena perilaku atau karakteristik yang ia

miliki, namun karena kelompoknya membutuhkan target untuk

ditolak. Penolakan tersebut membantu kelompok dalam

menentukan batasan penerimaan mereka terhadap seseorang

maupun kelompok lainnya.

e. Lingkungan masyarakat

Lingkungan masyarakat dapat mempengaruhi sikap

seseorang terhadap sesuatu. Ketika seseorang tinggal di


18

lingkungan yang baik, maka kecil kemungkinan bahwa ia akan

menjadi pelaku bullying.

2.2.4 Dampak Bullying

Tindakan bullying hingga saat ini masih disepelekan dan kurang

diperhatikan dikehidupan sehari-hari meskipun perilaku bullying

perundungan merupakan permasalahan yang dapat berdampak buruk,

baik bagi pelaku maupun korban bullying itu sendiri (Inriyani, 2019).

Untuk mengatasi permasalahan bullying, pemerintah Indonesia

memberikan aturan yang ketat melalui Undang-Undang Republik

Indonesia Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas Undang-Undang

Nomor 23 tahun 2002 berkaitan dengan perlindungan anak, yang tertera

pada pasal 76.C yang berbunyi “setiap orang dilarang menempatkan,

membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau turut serta

melakukan kekerasan terhadap anak. Bagi yang melanggarnya akan

dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun 6 (enam) bulan

dan/atau denda palign banyak Rp 72.000.000,00 (tujuh puluh dua juta

rupiah).” (Erniati, 2017).

Dampak dari perilaku bullying berdasarkan individu yang terlibat

antara lain (Inriyani, 2019):

1. Dampak terhadap pelaku

Pelaku bullying biasanya mendapat gangguan social-

psikologis seperti depresi, kesepian dan isolasi sosial.

2. Dampak bagi korban


19

Korban bullying biasanya akan mendapatkan gangguan yang

berkaitan dengan depresi, kesepian, dan self-esteem yang rendah.

Korban bullying akan memiliki konsep diri yang negatif karena merasa

tidak diterima oleh temannya yang pada akhirnya akan menyebabkan

berkurangnya kemampuan untuk menyesuaikan diri serta

bersosialisasi dengan teman sebayanya. Dampak jangka panjang yang

dapat muncul pada korban bullying adalah pengasingan diri yang

dilakukan oleh korban.

3. Dampak terhadap bystander

Dampak yang dialami oleh bystander (pengamat) adalah gangguan

kecemasan dan penurunan kadar kortisol.

2.3 Kepribadian

2.3.1 Definisi Kepribadian

Kepribadian seseorang merupakan karakteristik yang relatif

stabil. Perubahan yang terjadi pada kepribadian seseorang tidak dapat

terjadi secara spontan, namun melalui berbagai proses seperti hasil

pengamatan, pengalaman, serta tekanan yang diterimanya dari

lingkungan sosial budaya, rentang usia, dan faktor dari individu itu

sendiri. Para psikolog menggunakan kata kepribadian atau

personality untuk sesuatu hal yang lebih dari sekedar peran yang

dimainkan oleh seseorang (Alfarisi, 2015).


20

Alfarisi (2015) menyatakan persona adalah bagian dari psyche

yang dikenal oleh orang lain. Terkadang persona yang ditampilkan

oleh seseorang dianggap dapat memperdaya orang lain karena yang

ditampilkan hanyalah sebagian kecil dari psyche seseorang, sehingga

akan terkesan bahwa persona tersebut terkesan menipu diri sendiri

dan orang lain. Psyche terdiri dari beberapa komponen yang jika salah

satu komponen tersebut terlalu tinggi, maka ia akan mengorbankan

komponan yang lainnya. Komponen dari psyche tersebut seperti:

1. Anima, yaitu komponen feminin psyche pada pria yang dihasiljan

dari pengalaman yang dimiliki pria tersebut terhadap wanita lewat

eon-eon. Tujuan dari arketip ini adalah menjadikan pria memiliki

sifat feminin.

2. Animus, yaitu komponen maskulin psykhe pada wanita yang

menjadikan seorang wanita bersifat maskulin seperti mandiri,

agresi, kompetisi, dan petualang, namun dapat juga menjadi

kerangka untuk memandu seseorang menjalin hubungan dengan

seorang pria. Jika anima memberikan gambaran pria ideal tentang

wanita, maka animus memberikan gambaran ideal tentang pria.

Hal ini berasal dari pengalaman wanita tersebut terhadap pria

seperti ayah, anak laki-laki, saudara, kekasih, pejuang, dan lain-

lain.

3. Shadow, yaitu bagian terdalam dan tergelap dari psyche. Bagian

ini merupakan kemampuan bawah sadar kolektif yang diwarisi


21

dari moyang para manusia dan mengandung semua insting

hewani. Hal inilah yang menyebabkan seseorang dapat berlaku

tidak bermoral, agresif, dan penuh hasrat.

4. Diri, yaitu komponen psyche yang mengharmoniskan semua

komponen psyche lain pada diri seseorang. Diri inilah yang akan

merepresentasikan perjuangan manusia menuju kesatuan

keseluruhan dan pengintegrasian kepribadian secara total. Ketika

integrasi ini sudah tercapai, maka seseorang bisa dikatakan

meraih realisasi diri.

2.3.2 Tipe Kepribadian

Jung (1913, dalam Alfarisi, 2015) menyatakan tipe kepribadian

manusia itu dapat dibagi menjadi dua golongan besar, yakni:

a. Tipe extrovert, orang-orang yang perhatiannya lebih diarahkan

keluar dirinya, kepada orang-orang lain, kepada masyarakat.

Orang yang tergolong tipe extrovert mempunyai sifat berhati

terbuka, mudah bergaulan, ramah-tamah, penggembira, kontak

dengan terbuka, lanar dalam pergaulan, ramah-tamah,

penggembira, kontak dengan lingkungan besar. Mereka mudah

mempengaruhi dan mudah pula lingkungan besar sekali. Mereka

mudah mempengaruhi dan mudah pula dipengaruhi oleh

lingkungannya.

b. Tipe introvert, orang-orang yang tergolong tipe introvert memiliki

sifat kurang pandai bergaul, pendiam, sukar diselami batinnya,


22

suka menyendiri, kurang pandai bergaul, pendiam, sukar diselami

batinnya, suka menyendiri, bahkan sering takut kepada orang

bahkan sering takut kepada orang.

Tabel 2.1
Perbedaan Karakterisik Tipe Kepribadian Ekstrovert dan
Introvert
Ekstrovert Introvert
Lebih lancer menulis daripada
Lancar dalam berbicara berbicara

Cenderung/sering diliputi
Bebas dari
kekhawatiran
kekhawatiran/kecemasan

Tidak lekas malu dan tidak Lekas malu dan canggung


canggung
Cenderung bersifat radikal
Umumnya bersifat konservatis
Suka membaca buku-buku dan
Mempunyai minat pada atletik majalah
Lebih dipengaruhi oleh
Dipengaruhi oleh data obyektif perasaan-perasaan subyektif
Agak tertutup jiwanya
Ramah dan suka berteman
Menyukai bekerja sendiri
Suka bekerja bersama oranglain
Sangat menjaga/berhati-hati
Kurang memperdulikan terhadap penderitaan dan
penderitaan dan milik sendiri miliknya
Sukar menyesuaikan diri dan
Mudah menyesuaikan diri dan
kaku dalam pergaulan
fleksibel

2.3.3 Faktor yang Mempengengaruhi Kepribadian

Asterina, (2012) menyatakan faktor yang mempengaruhi

kepribadian sebagai berikut:


23

1. Faktor dari dalam (faktor pembawaan), yaitu segala sesuatu yang

dibawa seseorang sejak lahir dan dibagi menjadi dua diantaranya:

a. Faktor kejiwaan, seperti fikiran, perasaan, kemauan, fantasi,

dan ingatan.

b. Faktor jasmani, seperti panjang pendeknya leher, besar

kecilnya tengkorak, susunan urat saraf, massa otot, serta

susunan dan keadaan tulang-tulang.

2. Faktor dari luar (faktor lingkungan), yaitu segala sesuatu yang ada

diluar dari diri manusia, baik yang hidup maupun yang mati seperti

tumbuh-tumbuhan, hewan, manusiam batu-batu, gunung, candi,

tulisan, lukisan, buku-buku, angin, musim, jenis makanan pokok,

pekerjaan orang tua, hasil-hasil budaya yang bersifat material

maupun yang bersifat spiritual.

2.4 Penelitian Terdahulu

Penelitian yang dilakukan oleh Putri, Nauli, dan Novayelinda pada

tahun 2015 menyatakan bahwa pada faktor internal individu antara lain; jenis

kelamin, faktor kepercayaan diri dan faktor tipe kepribadian dengan makna

terdapat hubungan antara tipe kepribadian dengan perilaku bullying. Hasil

statistik pada faktor eksternal individu antara lain; pada faktor iklim sekolah

diperoleh bahwa terdapat hubungan antara dukungan sosial teman sebaya

dengan perilaku bullying.


24

Penelitian yang dilakukan oleh Fithria, dan Auli pada tahun 2016

menyatakan faktor-faktor yang berhubungan dengan perilaku bullying

meliputi harga diri, kepribadian, keluarga, sekolah dan teman sebaya pada

siswa-sisiwi di SMPN 3 Meureudu Kabupaten Pidie Jaya menunjukkan

bahwa terdapat hubungan harga diri, kepribadian, keluarga, sekolah dan

teman sebaya dengan perilaku bullying.

Penelitian yang dilakukan oleh Muhopilah dan Tentama pada tahun

2019 berdasarkan kajian literatur mengenai fakor-faktor yang mempengaruhi

perilaku bullying menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi

perilkau bullying yaitu kepribadian, keluarga, adverse children experience

dan lingkungan sekolah.

Penelitian yang dilakukan oleh Lestari, Yusmansyah dan Mayasari

pada tahun 2018 menyatakan bahwa bentuk bullying yang dominan terjadi

adalah bullying fisik dan bullying verbal diikuti dengan bullying relasi dan

cyber-bullying. Faktor penyebab yang paling dominan adalah faktor sekolah

dan masyarakat lalu diikuti faktor keluarga, teman sebaya, dan media. Tidak

hanya itu, penulis juga menemukan faktor lain yang menjadi penyebab

terjadinya bullying adalah faktor kepribadian dan budaya.

Anda mungkin juga menyukai