Anda di halaman 1dari 20

PERBEDAAN SELF CONFIDENCE PADA SISWA SMA DENGAN SISWA

SMP DI TINJAU DARI TINGKAT PENDIDIKAN

PROPOSAL SKRIPSI

Diajukan Kepada Program Studi Psikologi Universitas Malikussaleh sebagai


pemenuhan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Psikologi

Oleh :

BAIYANI RAHMAH

200620163

PROGRAM STUDI PSIKOLOGI


JURUSAN PSIKOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALIKUSSALEH
2023
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
BAB I 4
PENDAHULUAN 4
1.1 Latar Belakang Masalah 4
1.2 Identifikasi Masalah 5
1.3 Batasan Masalah 5
1.4 Rumusan Masalah 5
1.5 Tujuan Dalam Penelitian 6
1.6 Manfaat Penelitian 6
1.6.1 Manfaat Teoritis 6
1.6.2 Manfaat Praktis 6
TINJAUAN TEORI 7
2.1 Self cofidence 7
2.1.1 Definisi Self cofidence 7
2.1.2 Aspek- Aspek Self cofidence 7
2.1.3 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Self cofidence 8
2.2 Pendidikan 9
2.2.1 Definisi Pendidikan 9
2.2.2 Aspek-Aspek Pendidikan 9
2.4 Siswa 11
2.4.1 Definisi Siswa 13
2.5 Kerangka Konseptual 15
Tabel 1 15
Peta Konsep 15
2.6 Hipotesis 15
BAB III 16
METODE PENELITIAN 16
3.1 Jenis Penelitian 16
3.2 Identifikasi Variabel Penelitian 16
3.3 Definisi Oprasional Variabel Penelitian 16
3.3.1 Self cofidence 16
3.4 Populasi, Sampel Dan Teknik Sampling 16
3.4.1 Populasi Penelitian 16
3.4.2 Teknik Pengambilan Sampel 17
3.5 Teknik Pengumpulan Data 17
3.6 Validitas Dan Reabilitas Alat Ukur 17
3.6.1 Validitas 17
3.6.2 Uji Reabilitas 18
3.7 Analisis Data 19
DAFTAR PUSTAKA 20
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Pendidikan adalah usaha manusia untuk menyiapkan dan


mengembangkan potensi dari dirinya untuk suatu kehidupan yang bermakna
baik dari segi akademik, agama, keterampilan dan lain sebagainya.
Pendidikan penting bagi setiap individu karena melalui pendidikan lah kita
bisa mendapatkan banyak ilmu sehingga wawasan kita terus bertambah hal
ini di realisasi kan oleh implementasi program dari pemerintah yaitu dengan
adanya wajib belajar 12 tahun yang dimaksudkan agar generasi bangsa
sekurang-kurangnya tamatan sekolah menengah atas, yang nantiknya juga
untuk menyiapkan generasi emas di tahun 2045. Di indonesia saat ini
sedang menerapkan kurikulum merdeka dimana pada tahun 2024 akan
menjadi kurikulum nasional. Kurikulum merdeka merupakan kurikulum
dengan pembelajaran intrakurikuler yang beragam dimana dapat di artikan
bahwa kurikulum merdeka ini lebih berfokus pada perkembangan karakter
dan moral siswa tidak seperti kurikulum sebelumnya yaitu k13 dimana lebih
fokus pada kemampuan akademik siswa secara umum.

Di Indonesia issue terkait pendidikan masih sangat tinggi, yang


umum terjadi dan masih menjadi tantangan bagi pemerintah sekarang
diantaranya ada akses pendidikan yang terbatas , ketimpangan pendidikan,
kurangnya kualitas tenaga pendidik, fasilitas dan infrastruktur yang belum
memaidai.Keterbatasan untuk mengakses pendidikan lebih tinggi persentase
nya di daerah terpencil dan pedalaman, hal ini dikarekan kan jarak yang
jauh dari sekolah, kurangnya sarana transportasi, kurangnya fasilitas dan
infastruktur yang memadai dimana biasanya fasilitas dan kualitas
pendidikan di perkotaan lebih baik daripada di pedesaan sehingga akses
pendidikan masih belum merata ke daerah yang terpencil dan pedalaman.
Adapun permasalahan yang masih harus terus di kawal oleh
pemerintah terlepas dari issue pendidikan diatas, yaitu bagaimana siswa
mampu berdamai dan menyesuaikan diri dengan semua issue yang terjadi di
sekolah. Dimana banyak sekolah yang belum terlalu aware terhadap issue
yang saat ini sedang menjadi tantangan seperti kasus bullying yang terus
meningkat dan kurangnya semangat serta motivasi belajar. Seperti yang kita
tau sebenarnya bulliying ini bisa terjadi dimana saja namun, fenomena
kekerasan ini menurut KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) dipicu
oleh beberapa sebab seperti kontrol sosial masyarakat yang berubah menjadi
lebih agresif dan cepat. Trigger untuk perilaku agresif pada siswa
khususnya, sangat luas dan mudah diakses di erasaat ini, contohnya siswa
dapat mengakses berbagai macam informasi seperti, tontonan kekerasan
sehingga kurangnya filterisasi penggunaan gawai ,media sosial, sekolah,
keluarga hingga lingkungan yang membuat perilaku agresif ini akhirnya
banyak merugikan orang lain. perilaku agresif ini juga dapat terjadi karena
interaski sosial sehingga yang akan terjadi adalah perlaku bullying (suci
anggriaaini,2019) oleh karena itu pentingnya tindakan preventif yang
betujuan untuk mencegah dan tindakan represif yang bertujuan untuk
memberikan ganjaran atau hukuman pada siswa yang melakukan tindakan
agresif.

Untuk tindakan represif, KPAI (Komisi Perlindungan Anak


Indonesia) sendiri terakhir kali melakukan rapat terkait pendidikan dan
proses hukum yang akan dijalankan sesuai koridor Sistem peradilan Pidana
Anak (SPPA). Dalam rapatnya juli 2023, KPAI (Komisi Perlindungan Anak
Indonesia) mengklaim bahwa “anak yang berkonflik dengan hukum
memiliki kesempatan kedua untuk memperbaiki perilakunya dan kembali
menjadi individu yang lebih baik” kutipan ini memang bagian dari arti kata
adil namun secara tidak langsung kondisi korban yang mengalami trauma,
kerugian materi dan fisik,dimana koban tidak diberikan kesempatan untuk
tidak mengalami bullying hal ini sangat tidak adil. Karena itu peneliti
merasa pentingnya. Tindakan preventif ini perlu ditinjau dan ditingkatkan
agar tumbuh rasa aware akan situasi yang saat ini sedang terjadi. Karena
dampak yang dirasakan oleh korban bullying ini salah satunya menurunnya
kepercayaan diri sehingga akan mengakibatkan menurunnya prestasi
akademik (Yuliani,n.d.2019).

Menurunnya kepercayaan diri dapat menghambat perkembangan diri


untuk menjadi pribadi yang lebih baik, kurangnya apresiasi terhadap hal- hal
yang telah dilakukan, merasa tidak di hargai dengan pencapaian yang kita
raih. Self confidence sangat penting untuk ditingkatkan karena siswa berada
pada masa pertumbuhan,dimana kecenderungan unutk mudah menilai apa
yang dilihat dan dirasakan,terutama pengaruh yang ada pada lingkungan
rumah dan juga sekolah. peran orang tua dan guru sangat penting terus
meningkatkan Self confidence.

1.2 Keaslian Penelitian

Pada penelitian azhari agustine, andrie noor aini pada tahun 2022
dengan judul “analisis perbedaan Self Cofidence siswa smp pada saat
pembelajaran matematika daring dan luring”. penelitian ini menggunakan
penelitian kuantitatif dengan jenis metode komparatif. Teknik pengambilan
sampel menggunakan teknik non-probability sampling dengan jenis
purposive sampling. Hasil yang di dapat pada penelitian ini menunjukkan
perbandingan kelompok tingkat self-confidence siswa pada saat
pembelajaran daring dan luring adalah sama. Namun, rata-rata perolehan
nilai/skor Self Cofidence siswa saat pembelajaran daring lebih besar 0,33
dari pada pembelajaran secara luring dengan perolehan rata-rata nilai/skor
59,86 untuk pembelajaran daring dan 59,53 untuk pembelajaran luring.
penelitian ini berbeda dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti.
Perbedaanya adalah pada lokasi penelitian dimana penelitian ini dilakukan
disalalh satu sekolah di kawarang sementara penelitian yang akan dilakukan
oleh peneliti berlokasi di salah satu sekolah di Aceh Utara, dalam penelitian
ini yang di komparasi adalah variabel bebasnya jadi hanya memerlukan satu
kelompok subjek sedangkan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti
yang akan di komparasi adalah subjeknya, sehingga memerlukan lebih dari
satu kelompok subjek.

Pada penelitian yang di lakukan oleh Sofi Nurqolbiah dengan judul


“Peningkatan kemampuan pemecahan masalah, berpikir kreatif dan self-
confidence siswa melalui model pembelajaran berbasis masalah”. Penelitian
ini menggunakan penelitian eksperimen. Dimana hasil dari penelitian yang
telah dilakukan adalah tidak terdapat perbedaan pencapaian kemampuan
pemecahan masalah matematis antara siswa yang memperoleh pembelajaran
model problem based learning dengan pendekatan saintifik dan siswa yang
memperoleh pembelajaran dengan pendekatan saintifik, lalu Terdapat
perbedaan peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis antara
siswa yang memperoleh pembelajaran model problem based learning
dengan pendekatan saintifik dan siswa yang memperoleh pembelajaran
dengan pendekatan saintifik, dan tidak terdapat perbedaan self-confidence
antara siswa yang memperoleh pembelajaran dengan model problem based
learning dengan pendekatan saintifik dan siswa yang memperoleh
pembelajaran dengan pendekatan saintifik. Perbedaan penelitian ini dengan
penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti adalah penelitian ini
menggunakan metode penelitian eksperimen sedangkan penelitian yang
akan di lakukan oleh peneliti menggunkan penelitian kuantitatif, pada
penelitian ini dilakukan di disalah satu sekolag dikota bandung dengan
sampel yang di bandingkan berpendidikan setara yaitu SMK sedangkan
penelitian yang akan dilakukan oleh penelitini berlokasi di Aceh Utara dan
yang di bandingkan memiliki latar pendidikan yang tidak setara yaitu SMP
dan SMA.

Pada penelitian yang dilakukan pada tahun 2019 oleh Aprilia Afifah,
Dewi Hamidah, dan Irfan Burhani dengan judul “ Studi Komparasi Tingkat
Kepercayaan Diri (Self Cofidence) Siswa Antara Kelas Homogen Dengan
Kelas Heterogen Disekolah Menengah Atas” . penelitian ini menggunakan
penelitian kuantitatif dengan desain penelitian yang di gunakan adalah desai
komparatif. Hasil yang di dapat dari penelitian ini adalah Hasil penelitian
menyatakan bahwa kepercayaan diri siswa kelas homogen dengan kelas
heterogen, menunjukkan bahwa siswa kelas homogen memperoleh mean
101,37 kategori sedang dengan SD sebesar 8,895 dan kepercayaan diri
siswa kelas heterogen memperoleh mean 100,05 kategori rendah dengan SD
9,944. Jadi dapat di simpulkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat
kepercayaan diri (Self Cofidence) siswa antara kelas homogen dengan kelas
heterogen di sekolah menengah atas. Perbedaanya adalah pada lokasi
penelitian dimana penelitian ini dilakukan di Madrasah Aliyah Ma‟arif
Udanawu Blitar dan di Madrasah Aliyah Darul Huda Wonodadi Blitar
sementara penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti berlokasi di salah
satu sekolah di Aceh Utara, dalam penelitian ini yang di komparasi adalah
komparasi adalah subjeknya dengan tingkat pedidikan yang setara
sedangkan penelitian yang akan di lakukan oleh peneliti adalah subjek
memiliki tingkat pendidikan yang berbeda yaitu SMA dan SMP.

Pada penelitian yang di lakukan oleh ulfa desnani, rahmi depriwana,


dan revita rena dengan judul “Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran
Core Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Berdasarkan
Self-Confidence Siswa Smp/Mts” pada tahun 2019. Penelitian ini
menggunakan penelitian quasi eksperimen, desain penelitian yang
digunakan adalah The Nonequivalent Post-Test Only Control Group Design
dan teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah Purposive
Sampling. Hasil yang di dapat dari penelitian yang telah di lakukan adalah
terdapat perbedaan kemampuan pemecahan masalah matematis antara siswa
yang mengikuti model pembelajaran CORE dengan kemampuan pemecahan
masalah matematis siswa yang tidak mengikuti model pembelajaran CORE
dilihat dari hasil analisis data dengan menggunakan uji-t menunjukkan nilai
𝑡ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = 4,403 > 𝑡𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 = 2,021. Terlihat bahwa perbedaan yang ada pada
penelitian ini dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti ada
penelitian ini menggunakan penelitian quasi eksperimen sedangkan
penelitain yang akan dilakukan oleh peneliti ada penelitian kuantitatif, pada
penelitian ini peneliti membandingkan dua kelompok sampel dengan latar
belakag pendidikan setara namun satu kelompok memperoleh pembelajaran
dengan model pembelajaran CORE dengan siswa yang memperoleh
pembelajaran konvensional sedangkan penelitian yang akan di lakukan
peneliti dengan latar belakang pendidikan yang tidak setara.

Penelitian yang di lakukan oleh imami rosyida dengan judul "


“Perbedaan Tingkat Kepercayaan Diri (Self Confident) Dintijau Dari Posisi
Urutan Kelahiran (Birth Order) Mahasiswa Fakultas Psikologi Uin Maliki
Malang”. Penelitian ini menggunakan penelitian kuantitatif dengan tekik
pengambilan data yang di gunakan adalah random sampling. Hasil analisa
data diketahui bahwa tingkat kepercayaan diri responden berada pada
ketegori tinggi yakni 78 % dan 22% berada pada ketegori sedang. Untuk
tingkat kepercayaan diri setiap posisi urutan kelahiran diperoleh hasil posisi
kelahiran sulung mempunyai nilai mean 80,74, tengah 81,24, bungsu 81,23
dan tunggal 79,92. Kemudian analisis menggunakan one way anova,
dieroleh nilai p lebih besar dari nilai α yaitu 0,933 > 0,05. Jadi dapat
diketahui bahwa tidak ada perbedaan tingkat kepercayaan diri antara anak
sulung, tengah, bungsu dan tunggal, sehingga dapat dikatakan Ha ditolak
dan Ho diterima. Perbedaan penellitian ini denga penelitian dengan
penelitian yang akan diteliti oleh peneliti adalah variabel bebas yang di teliti
dalam penelitian ini adalah urutan kelahiran sedangkan penelitian yang akan
dilakukan oleh peneliti adalah pendidikan. Perbedaan selanjutnya juga
terdapat di lokasi penelitian dan sampel yang digunakan oleh peneliti.
1.3 Rumusan Masalah

Apakah ada perbedaan Self Cofidence pada siswa SMA (Sekolah


Menegah Atas) dan siswa SMP (Sekolah Menengah Pertama) jika ditinjau
dari tingkat pendidikan.
1.4 Tujuan Penelitian

Untuk mengetahui perbedaan Self Cofidence pada siswa ( Sekolah


Menegah Atas) dan Siswa SMP ( Sekolah Menegah Pertama) jika ditinjau
dari tingkat pendidikan
1.5 Manfaat Penelitian
1.5.1 Manfaat Teoritis
Penelitin ini diharapkan dapat memberikan sumbangan
pemikiran mengenai perbedaan Self Cofidence pada siswa SMA
dengan siswa SMP ditinjau dari tingkat pendidikan. Selain itu,
penelitian ini juga dapat di jadikan literatur dalam pelaksanaan
penelitian yang relevan di masa yang akan datang.

1.5.2 Manfaat Praktis


1.5.2.1 Siswa
Bagi siswa hasil penelitian ini dapat digunakan
sebagai bahan evaluasi diri dalam mengikuti pembelajaran,
sehingga dapat menjadi masukan untuk lebih mampu
meningkatkan Self Cofidence.
1.5.2.2 Peneliti
Bagi peneliti hasil penelitian ini dapat menambah
pengetahuan tentang bagaimana perbedaan tingkat Self
Cofidence pada siswa SMA dengan siswa SMP jika di
tinjau dari tingkat pendidikan serta sebagai latihan untuk
menambah wawasan.
1.5.2.3 Guru
Bagi guru hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai
acuan rancangan pembelajaran dimana pentingnya
memerhatikan suasana belajaran yang mampu
meningkatkan Self Cofidence selama proses pembelajaran.
1.5.2.4 Kepala Sekolah
Bagi kepala sekolah hasil penelitian ini diharapkan
dapat menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan yang
diharapkan akan selalu mengedepankan peningkatan Self
Cofidence disetiap keputusan dan kebijkan yang akan
diambil.
1.5.2.5 Dinas Pendidikan
Bagi dinas pendidikan hasil penelitian ini diharapkan
menjadi acuan dalam merancang kurikulum, meprioritaskan
kebijakn dan standar untuk peningkatan Self Cofidence pada
siswa SMA dan SMP, serta membiayai penuh segala sarana
dan pra sarana guna terus menningkatkan mutu pendidikan
di aceh.
BAB II
TINJAUAN TEORI

2.1 Self cofidence


2.1.1 Definisi Self cofidence

Lauster (1992) Self Cofidence diperoleh dari pengalaman hidup.


Self Cofidence berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang
sehingga tidak dipengaruhi oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai
kehendak seperti optimis cukup toleran dan bertanggung jawab.
Launcher juga menambahkan bahwa Self Cofidence berhubungan
dengan kemampuan manusia yang terbatas pada sejumlah
kemampuan yang dikuasainya.
2.1.2 Aspek- Aspek Self Cofidence

Aspek Self Cofidence sendiri yang sangat berlebihan bukanlah


sifat yang positif pada umumnya akan menjadikan orang tersebut
kurang hati- hati dan akan berbuat seenaknya sendiri hal ini menjadi
sebuah tingkah laku yang menyebabkan konflik dengan orang lain.

1. Keyakinan kemampuan diri keyakinan kemampuan diri adalah


sikap positif seseorang tentang dirinya ia mampu secara sungguh-
sungguh akan apa yang dilakukan.

2. Optimis dan objektif sikap positif seseorang yang selalu


berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan
kemampuannya dan objektif adalah orang yang memandang
permasalahan sesuatu sesuai dengan kebenaran yang semestinya
Bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut dirinya sendiri.

3. Bertanggung Jawab, Rasional Dan realistik, bertanggung jawab


yaitu menerima konsekuensi dari perbuatan yang telah dilakukan
baik seganja walaupun tidak, sedangkan rasional dan realistik
yaitu analisis terhadap masalah menggunakan pemikiran yang
dapat diterima oleh akal
2.1.1 Faktor- Faktor Yang Mempengaruhi Self Cofidence

Menurut Anthony (1992)

1. Konsep diri terbentuknya Self Cofidence pada diri seseorang


diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam
pergaulannya dalam suatu kelompok hasil interaksi yang akan
terjadi akan menghasilkan konsep diri.

2. Harga diri penilaian yang dilakukan terhadap diri sendiri


menurut Santoso berpendapat bahwa tingkat harga diri sendiri
akan mempengaruhi tingkat Self Cofidence seseorang.

3. Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri


sebaliknya pengalaman juga dapat menjadi faktor menurunnya
rasa percaya diri seseorang. Anthony (1992) kemukakan bahwa
pengalaman masa lalu adalah hal yang terpenting untuk
mengembangkan kepribadian sehat.

4. Pendidikan Semakin tinggi pendidikan akan semakin tinggi


tingkat Self Cofidence seseorang.

2.2 Pendidikan
2.2.1 Definisi Pendidikan

Menurut Theodore Meyer Greene, pendidikan adalah usaha


manusia untuk menyiapkan dirinya untuk suatu kehidupan yang
bermakna. Pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta
didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki
kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa dan negara (UUSPN No. 20 tahun 2003).

2.2.2 Aspek-Aspek Pendidikan

1. guru atau pendidik sangat menentukan dalam arti mempunyai


peranan yang sangat besaruntuk menghantarkan anak didik atau
siswa menuju keberhasilan dalam pendidikan, apalagi untuk
pendidikan di sekolah tingkat dasar. Keberhasilan suatu
pembelajaran tidak hanya sekedar dapat dilihat dari hasil akhir
yaang memuaskan, tetapi pencapaian kompetensi dan materi
pelajaran yang disampaikan oleh pendidik sesuai dengan tujuan
pembelajaran.

2. siswa atau peserta didik Siswa dalam pelaksanaan pendidikan


disebut dengan input (masukan). Ketika input yang diterima
sekolah baik, maka hasil atau out put (keluaran) akan baik juga,
sepanjang proses pembelajaran yang diterima oleh siswa adalah
baik. Namun sebaliknya jika input yang diterima itu kurang baik
maka out put yang dihasilkan juga tidak baik. Oleh karena itu
dalam seleksi penerimaan siswa, yang terpenting adalah lebih
mendahulukan kualitas siswa dari pada kuantitasnya

3. metode komponen penting untuk mencapai keberhasilan


pendidikan dalam mencapai tujuan adalah ketepatan menentukan
metode, sebab tidak mungkin materi pendidikan dapat diterima
dengan baik kecuali disampaikan dengan metode yang tepat.
Metode diibaratkan sebagai alat yang dapat digunakan dalam
suatu proses pencapaian tujuan, tanpa metode, suatu materi
pelajaran tidak akan dapat berproses secara efesien dan efektif
dalam kegiatan belajar mengajar menuju tujuan pendidikan.
Dalam pandangan filosofis pendidikan, metode merupakan alat
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan pendidikan. Alat ini
mempunyai dua fungsi ganda, yaitu polipragmatis dan
monopragmatis. Polipragmatis bilamana metode mengandung
kegunaan yang serba ganda, misalnya suatu metode tertentu pada
suatu situasi kondisi tertentu dapat digunakan membangun dan
memperbaiki. Kegunaannya dapat tergantung pada si pemakai
atau pada corak, bentuk, dan kemampuan dari metode sebagai
alat, sebaliknya monopragmatis bilamana metode mengandung
satu macam kegunaan untuk satu macam tujuan. Penggunaan
mengandung implikasi bersifat konsisten, sistematis dan
kebermaknaan menurut kondisi sasarannya mengingat sasaran
metode adalah manusia, sehingga pendidik dituntut untuk berhati-
hati dalam penerapannya.

4. alat media adalah sebagai alat bantu dalam proses pembelajaran


yang merupakan suatu kenyataan yang tidak dapat dipungkiri.
Karena memang gurulah yang menghendakinya untuk membantu
tugas guru dalam menyampaikan pesan-pesan dari materi
pelajaran yang diberikan oleh guru kepada siswa. Guru dan
dipahamioleh siswa, terutama materi pelajaran yang rumit atau
kompleks. (Syaiful Bahri Djamarah dan Aswin Zain, 2002 : 137).
Oleh karena itu alat atau media perlu dan penting untuk
digunakan oleh guru, tanpa media guru akan sulit menjelaskan
materi secara konkrit,H dan tujuan pembelajaran akan sulit
tercapai.

5. sarana-prasarana adalah aspek yang menentukan juga untuk


sebuah keberhasilan pendidikan, karena tanpa sarana-prasarana
yang memadai pendidikan kurang maksimal dan tidak efektif,
contoh sarana-prasarana adalah kelas yang mencukupi,
perpustakaan yang memadai, tempat sholat (musholla),
laboratorium (bahasa dan komputer), sarana olah raga,
perputakaan dan lain-lain, sehingga dengan sarana- prasarana
yang memadai maka pendidikan berjalan dengan baik, efektif dan
terkendali.
2.3 Definisi Siswa
2.3.1 Pengertian Siswa

Menurut Sarwono (2007:27) Siswa adalah setiap orang yang


resmi terdaftar untuk mengikuti pelajaran di dunia pendidikan. Siswa
atau anak didik adalah salah satu komponen manusiawi yang
menempati posisi sentral dalam proses belajar- mengajar, dalam
proses belajar mengajar siswa sebagai pihak yang ingin meraih cita-
cita memiliki tujuan dan kemudian ingin mencapainya secara optimal.
Siswa akan menjadi faktor penentu, sehingga dapat mempengaruhi
segala sesuatu yang diperlukan untuk mencapai tujuan belajarnya.

Pengertian siswa merupakan pelajar yang duduk dimeja belajar


setrata sekolah dasar maupun menengah pertama (SMP), sekolah
menengah keatas (SMA). Siswa-siswa tersebut belajar untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan dan untuk mencapai pemahaman ilmu
yang telah didapat dunia pendidikan. Siswa atau pesetra didik adalah
mereka yang secara khusus diserahkan oleh kedua orang tuanya untuk
mengikuti pembelajaran yang diselengarakan di sekolah, dengan
tujuan untuk menjadi manusia yang berilmu pengetahuan,
berketrampilan, berpengalaman, berkepribadian, berakhlak mulia, dan
mandiri (Kompas,1985)

2.4 Kerangka Berpikir

TINGKAT
PENDIDIKAN

SISWA SMA SISWA SMP

SELF
CONFIDENCE

2.5 Hipotesis

Adanya Perbedaan Self Cofidence pada siswa SMA dengan SMP


Jika Ditinjau Dari Tingkat Pendidikan dengan asumsi jika semakin tinggi
Pendidikan maka akan semakin tinggi juga tingkat Confident
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitan

Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kuantitatif komparatif


yaitu jenis penelitian yang berusaha untuk menarik kesimpulan tentang
persamaan sebab-akibat antara dua variabel atau lebih, di mana satu variabel
bergantung pada variabel indepepnden lainnya.
3.2 Identifikasi Variabel Penelitian

Variabel Terikat : Self cofidence

Variabel Bebas : Pendidikan


3.3 Definisi Oprasional Variabel Penelitian
3.3.1 Self cofidence

Self cofidence diperoleh dari pengalaman hidup. Self cofidence


berupa keyakinan akan kemampuan diri seseorang sehingga tidak
dipengaruhi oleh orang lain dan dapat bertindak sesuai kehendak
seperti optimis cukup toleran dan bertanggung jawab. Launcher juga
menambahkan bahwa Self cofidence berhubungan dengan kemampuan
manusia yang terbatas pada sejumlah kemampuan yang dikuasai.
3.4 Populasi dan Sampel Sampling
3.4.1 Populasi Penelitian
Menurut Sugiyono ( 2017) Populasi merupakan wilayah
generalisasi yang mempunyai kuantitas dan karakterisrtik terntentu.
Populasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah siswa SMA dan
SMP
Adapun Jumlah siswa di Sma dan Smp
3.4.2 Sampel Penelitian
Menurut Sugiyono (2017) Sampel Penelitian adalah bagian dari
populasi dan berdasarkan karakterisktiknya, sampel harus benar-
benar bersifat representatif.

Adapun penelitian ini menggunakan teknik sampel

3.5 Metode Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini pengumpulan data menggunakan penyebaran


skala yang berjumlah
3.6 Prosedur penelitian
3.7 Instrument Alat Ukur
3.8 Validitas Dan Reliabilitian
3.9 Metode Analisis Data

3.9.1 Persiapan

3.9.2 Proses pelaksaanaan

3.9.3 Uji Validitas

3.9.4 Uji Reabilitas


3.10 Analisis Data

Anda mungkin juga menyukai