Anda di halaman 1dari 17

REKAYASA IDE

“UPAYA MENGURANGI PERSEPSI NEGATIF TERHADAP


GURU BK SEBAGAI POLISI SEKOLAH”

(Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Etika Profesi BK)


Dosen Pengampu : Nindya Ayu Pristanti, S.Pd., M.Pd.

Disusun Oleh :
Kelompok 4
BK Reguler C 2019

1. Edy Andriarto Habib (1193151022)


2. Lidya Munawarah Siregar (1193151026)

PROGRAM STUDI BIMBINGAN DAN KONSELING JURUSAN


PSIKOLOGI PENDIDIKAN DAN BIMBINGAN
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2021
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang,
penulis ucapkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya yang telah melimpahkan rahmat,
hidayah, dan inayah-nya kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas
makalah mengenai Konsep studi kasus. Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada :

1. Ibu Nindya Ayu Pristanti, S.Pd., M.Pd. Selaku dosen mata kuliah Etika Profesi BK
yang telah memberikan ilmu kepada kami.
2. Teman-teman yang telah membantu kami langsung ataupun tidak langsung dalam
pembuatan makalah ini.
3. Orang tua kami, berkat dorongan dan semangat yang telah diberikan sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini telah disusun dengan maksimal dan sesuai dengan kemampuan penulis.
Terlepas dari itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi
susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka penulis
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar penulis dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis pada
khususnya dan pembaca pada umumnya.

Medan, Oktober 2021

Kelompok 4

i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR i
DAFTAR ISI ii
BAB I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang Masalah 1
1.2. Identifikasi Masalah 2
1.3. Batasan Masalah 3
1.4. Rumusan Masalah 3
1.5. Tujuan Survey 3
1.6. Manfaat Survey 3
BAB II. LANDASAN TEORI 5
2.1 Persepsi Negatif. 5
2.1.1 Pegertian Persepsi 5
2.1.2 Faktor-Faktor yang Berperan dalam Persepsi 7
2.1.3 Sifat-Sifat dalam Dunia Persepsi 8
2.2 Persepsi Negatif Terhadap Guru BK Sebagai Polisi Sekolah 9
BAB III.METODE SURVEY
3.1. Tempat dan Waktu Survey
3.2. Subject Survey
3.3. Teknik Pengambilan Data
3.4. Instrumen Penelitian
3.4.1 Penyusuan Instrumen
3.4.2 Kisi-Kisi Wawancara
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Hasil Survey
4.2. Pembahasan
BAB V. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
5.2. Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

1
BAB I

PENDAHULUAN
1.1 . Latar Belakang Masalah

Dunia persepsi adalah suatu dunia yang penuh arti. Mempersepsi tidaklah sama dengan
memandang benda dan kejadian tanpa makna. Yang dipersepsi seseorang selalu merupakan
ekspresi-ekpresi, benda-benda dengan fungsinya, tanda-tanda, serta kejadian-kejaidan. Seperti
kata Leavitt “Persepsi merupakan pandangan atau bagaimana seseorang memandang atau
mengartikan sesuatu’ (sobur, 2003:445). Semua yang dipersepsi itu mempunyai arti tersendiri
dalam pikiran individu. Misalnya saja, siswa yang datang terlamat ke sekolah atau melanggar
tatatertib sekolah kemudian dipanggil ke ruangan bimbingan dan konseling (BK) untuk
menghadap konselor, maka siswa-siswi tersebut akan memiliki pandangan atau anggapan bahwa
konselor sekolah adalah sosok yang kejam, yang biasanya hanya menghukum dan mengatur para
siswanya sesuai kemauan mereka.
Oleh karena itu, apa yang kita persepsi sangat erat kaitannya dengan pengetahuan serta
pengalaman, perasaan, keinginan, dan juga tidak sesuai dengan bagaimana orang memandang
atau mengamati penampilan dan perilaku orang lain. Seseorang mengambil kesimpulan tentang
orang lain berdasarkan dari stimulus yang diterima, meskipun informasi yang diperoleh tidak
begitu lengkap. Kebanyakan dari mereka (siswa, masyarakat atau umum) berpersepsi bahwa BK
adalah tempat pemberian hukuman, BK merupakan tempat yang menyeramkan dan menakutkan,
karena guru BK nya kejam, garang, sadis dan main pukul/ tempeleng, sehingga timbul kesan
bahwa guru BK adalah polisi sekolah, sebagaimana pendapat Kartono (2007) : peranan konselor
dengan lemaga bimbingan konseling (BK) direduksikan sekadar sebagai polisi sekolah.
Persepsi siswa terhadap konselor terjadi karena siswa tersebut memperhatikan sesuatu
yang nampak pada diri konselor yang meliputi penampilan fisik, perilaku dan juga ruang lingkup
kerja konselor. Informasi yang diperoleh menunjukkan bahwa masih ditemukan siswa yang
menganggap konselor adalah seorang yang kejam, tidak bisa diajak bercanda, bahkan konselor
disebut juga sebagai polisi sekolah yang biasanya hanya memarahi dan menghukum siswa-siswa
yang melanggar tata tertib sekolah. Sehingga apabila ada siswa yang datang menghadap
konselor, maka siswa tersebut diyakini mempunyai masalah pelanggaran atau setelah berbuat
kesalahan. Tugas konselor dalam hal ini tidak, semata-mata mencari kesalahan siswa lalu

2
menceramahi hais-habisan, kemudian berharap siswa tersebut mengakui kesalahan dan
menyuruh siswa berjanji tidak akan mengulangi kesalahnnya. Akan tetapi ada peran yang lebih
penting yang dilakukan oleh konselor sekolah yaitu pembentukan karakter siswa agar nantinya
siswa dapat berkembang secara optimal sesuai dengan kemampuan siswa tersebut.
Saat ini masih banyak ditemukan siswa/siswi yang bepersepsi irasional terhadap guru BK
sehingga memiliki sikap yang negatif di sekolah, seperti malah belajar sehingga nilai mereka
buruk dan tidak mencapai standar ketuntasan yang dikarenakan tidak mengikti aturan yang da
dalam sekolah, seperti bolos, tidak mau masuk sekolah, bermain-main dalam kelas, tidak
mendengarkan guru menjelaskan dan lain sebagainya. Selain itu, ada juga siswa yang mengejek
guru mereka dengan sebutan yang tidak layak dan tidak patut untuk disebutkan dengan guru
yang tersebut. Dalam hal ini siswa juga banyak yang melanggar aturan sekolah seperti masih
berkeliaran di kantin dengan alasan makan tapi karna malas belajar, di lapangan ikut bermain
dengan anak kelas lain yang sedang praktek, dan bahkan di mesjid dengan alasan sholat. Hal itu
membuat mereka harus ditangani oleh guru BK di sekolah namun dengan keasaan terpaksa,
teguran dan hukuman tetap tidak membuat mereka jera.
1.2. Indentifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, peneliti mengarahkan indentifikasi masalah
penelitian ini sebagai berikut :
1. Apa Pegertian Persepsi
2. Apa Saja Faktor-Faktor yang Berperan dalam Persepsi
3. Bagaimana Sifat-Sifat dalam Dunia Persepsi
4. Bagaimana bentuk persepsi negatif siswa terhadap guru Bimbingan dan Konseling di
Sekolah
1.3. Batasan Masalah
Peneliti membatasi permasalahan untuk menganalisis bagaimana upaya mengurangi
persepsi negatif terhadap guru BK sebagai polisi sekolah

1.4. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang dan identifikasi masalah, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah bagaimana upaya mengurangi persepsi negatif terhadap guru BK sebagai
polisi sekolah

3
1.5. Tujuan Survey
Tujuan dalam penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana upaya mengurangi persepsi
negatif terhadap guru BK sebagai polisi sekolah

1.6. Manfaat Survey


Kegiatan penelitian ini diharapkan banyak memberikan kegunaan dan manfaat sekaligus
sebagai salah satu sumber keilmuan bagi semua kalangan.
1. Bagi Peneliti
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan pengalaman praktis
bagi peneliti.
b. Penelitian ini diharapkan agar peneliti mengetahui mengenai upaya yang di berikan oleh
guru bimbingan dan konseling dalam megubah persepsi negatif siswa terhadap guru
bimbingan dan konseling.
2. Bagi guru BK
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan bacaan yang dapat menambah
wawaan guru BK dalam upaya mengubah persepsi negatif siswa terhadap guru
bimbingan dan konseling.
b. Hasil penelitian ini diharapkan, agar guru BK mulai memperhatikan dan berusaha dalam
mengubah persepsi negatif siswa terhadap guru bimbingan dan konseling.
3. Bagi Peserta Didik
a. Penelitian ini diharapkan dapat menjadi tambahan ilmu pengetahuan bagi siswa.
b. Penelitian ini diharapkan agar siswa tidak lagi memiliki persepsi negatif tehadap guru
bimbingan dan konseling di sekolah.

4
BAB II
LANDASAN TEORI
2.1 Persepsi Negatif
2.1.1 Pengertian Persepsi
Kata persepsi biasanya dikaitkan dengan kata lain, menjadi: persepsi diri, persepsi sosial,
dan persepsi interpersonal. Objek fisik pada umumnya memberi stimulus fisik yang sama,
sehingga orang mudah membuat persepsi yang sama. Pada dasarnya, objek berupa pribadi
memberi stimulus yang sama pula, namun kenyataanya tidak demikian.
Persepsi merupakan suatu proses didahului proses penginderaan, yaitu merupakan proses
diterimanya stimulus oleh indera melalui alat indera atau juga disebut proses sensoris. Persepsi
dalam arti sempit ialah penglihatan, sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian,
yaitu bagaimana cara seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Sedangkan menurut De
Vito persepsi adalah proses ketika seseorang menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang
mempengaruhi indra seseorang.
Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa atau hubungan-hubungan yang
diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menfasirkan pesan. Persepsi adalah merupakan
proses pemaknaan terhadap stimulus sebagai suatu proses, persepsi selalu mensyaratkan objek.
Selanjutnya persepsi ini disebut inti komunikasi, karena jika persepsi seseorang tidak akurat,
seseorang tidak mungkin berkomunikasi dengan efektif. Persepsilah yang menentukan seseorang
memilih suatu pesan dan mengabaikann pesan yang lain. Semakin tinggi derajat kesamaan antar
individu, semakin mudah dan semakin sering mereka berkomunikasi, dan sebagai
konsekuensinya, semakin cenderung membentuk kelompok budaya atau kelompok indentitas.
Teori-teori persepsi diatas diperjelas bahwa persepsi merupakan proses aktif, yang
memegang peranan bukan hanyastimulus yang mengenai, tetapi juga individu sebagai kesatuan
dengan pengalaman-pengalaman. Individu dalam melakukan pengamatan untuk mengatakan
rangsangan yang diterima itu memunculkan respon, maka perlu proses pengamatan tersebut
mengadakan penyelesaian apakah stimulus itu berguna atau tidak baginya, serta menentukqan
apakah yang terbaik untuk dilakukan, sehingga menimbulkan respon yang baik pula.
Salah satu pandangan yang dianut secara luas menyatakan bahwa psikologi, sebagai telah
ilmiah, berhubungan dengan unsur dan proses yang merupakan perantara ransangan di luar
organisasi dengan tanggapan fisik organisme yang dapat diamati terhadap ransangan. Menurut

5
rumusan ini, yang dikenal dengan teori rangsangan-tanggapan (stimulus-respon/SR), persepsi
merupakan bagian dari keseluruhan proses yang menghasilkan tanggapan setelah ransangan
diterapkan kepada manusia. Sub proses psikologis lainnya yang mungkin adalah pengenalan,
perasaan dan penalaran.
Persepsi, pengenalan, penalaran dan perasaan kadang-kadang disebut variabel psikologis
yang muncul diantara ransangan atau tanggapan. Sudah tentu, adapula cara lain untuk
mngonsepsikan lapangan psikologi, namun rumus S-R ditemukan disini karena telah diterima
secara luas oleh para psikologi dan karena unsur-unsur dasarnya mudah dipahami dan digunakan
oleh ilmu sosial lainnya.
Dari segi psikologi dikatakan bahwa tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara
memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dari
mengubah persepsinya. Dalam proses persepsi terdapat tiga komponen utama sebagai berikut.
Seleksi adalah proses penyaringan indra terhadap ransangan dari luar, intensitas dan
jenisnya dapat banyak atau sedikit interpretasi, yaitu suatu proses pengorganisasian informasi
sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan
seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi
informasi yang kompleks menjadi sederhana.
Menurut DEPDIKBUD menyatakan interpretasi dan persepsi diterjemahkan dalam
bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Jadi proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi,
dan pembulatan terhadap informasi yang sampai. Persepsi itu bersifat kompleks, hampir semua
orang sangatlah mudah untuk untuk melakukan perbuatan melihat, mendengar, membantu,
merasakan, dan menyentuh, yakni proses-proses yang sudah semestinya ada. Namun informasi
yang datang dari organ-organ indra, perlu terlebih dahulu diorganisasikan dan di interpretasikan
sebelum dapat dimengerti, dan proses ini dinamakan persepsi.
Persepsi, yakni apa saja yang dialami manusia, berawal dari alat sensor seseorang
memperoleh informasi yuang diterimanya. Meskipun banyak stimulus yang berbeda-beda yang
sampai kepada seseorang tentang masalah yang sama, apa yang bisa dihayati seseorang adalah
terbatas pada saat-saat tertentu. Apa yang seseorang hayati tidak hanya bergantung pada
stimulus, tetapi juga pada proses kognitif yang merefleksikan minat, tujuan dan harapan
sseorang. De Vito mengemukakan gambar proses persepsi, seperti yang terlihat di bawah ini:

6
Gambar 1. Proses Persepsi

Terjadinya
Stimulasi Stimulasi
stimulasi
alat indera alat indera
alat indera
diluar dievaluasi-
ditafsirkan

2.1.2 Faktor-Faktor Yang Berperan dalam Persepsi


Dalam persepsi individu mengorganisasikan dan menginterpretasikan stimulus yang
diterimanya, sehingga stimulus tersebut mempunyai arti bagi individu yang bersangkutan.
Dengan demikian stimulus merupakan salah satu faktor yang berperan dalam persepsi. Faktor-
faktor yang berperan dalam persepsi yaitu:
1. Objek yang dipersepsi, objek menimbulkan stimulus yang mengenai alat indra atau
reseptor. Stimulus dapat datang dari luar individu yang mempresepsi, tetapi juga dapat
datang dari dalam diri individu yang bersangkutan yang langsung mengenai saraf
penerima yang bekerja sebagai reseptor. Namun, sebagaian terbesar stimulus datang dari
luar individu.
2. Alat indera, saraf, dan pusat susunan saraf, alat indra atau reseptor meruopakan alat untuk
menerima stimulus. Disampin gitu njuga harus ada saraf sesnsoris sebagai alat untuk
meneruskan stimulus yang diterima reseptor ke pusat susunan saraf, yaitu otak sebagai
pusat kesadaran. Sebagai alat untuk mengadakan persepsi diperlukan saraf motoris.
3. Perhatian, untuk meyadari atau mengadakan persepsi diperlukan adanya perhatian, yaitu
meruakan langkah pertama sebagai suatu persiapan dalam rangka mengadakan persepsi.
Perhatian, merupakan pemusatan atau konsentrasi dari seluruh aktivitas individu yang
ditujukan kepada sesuatu atau sekumpulan objek.

Dari uraian diatas, penulis dapat menyimpulkan bahwa terjadinya persepsi dipengaruhi oleh
beberapa faktor penting, yaitu 1) objek atau stimulus yang dipersepsi; 2) alat indra, saraf, dan
pusat susunan saraf; 3) perhatian, yang merupakan syaraf psikologis.

7
2.1.3 Sifat-Sifat dalam Dunia Persepsi
Pada hakikatnya dunia persepsi merupakan suatu keseluruhan. Dunia persepsi mempunyai
berbagai sifat. Beberapa sifat itu berlaku untuk segala yang diamati atau dipersepsi. Jadi, berlaku
untuk dunia persepsi pada umumnya yang lain merupakan sikap yang khas dari persepsi dengan
indar tertentu. Misalnya, sifat-sifat ruang dapat dipersepsi dengan lebih dari satu indra
(penglihatan, pendengaran, dan perabaan), tetapi warna hanya dapat dilihat dan bunyi hanya
dapat didengar.
1. Sifat-Sifat Umum Dunia Persepsi
a. Dunia persepsai mempunyai sifat-sifat ruang, objek-objek yang dipersepsi itu
“meruang”, berdimensi ruang. Seseorang mengenal relasi-relasi serta penentuan-
penentuan yang berhubungan dengan ruang atas-bawah, kiri-kanan, depan-belakang,
dekat-jauh.
b. Dunia persepsi dimensi waktu, dalam hal ini, terdapat kestabilan yang luas. Objek-
objek persepsi kurang lebih bersikap tetap. Namun, seseorang juga harus
mempresepsi adanya perubahan yang terjadi dalam waktu, seseorang mengamati
lama dan kecepatan persepsi juga membutuhkan waktu.
c. Dunia persepsi itu bersyukur menurut berbagai objek persepsi, berbagai keseluruhan
yang kurang lebih berdiri sendiri menampakkan diri. Dalam ruang kelas seseorang
yang persepsi, misalnya terdapat meja, papan tulis, para mahasiswa, suara para
mahasiswa dan lain-lain. Persepsi Gestalt merupakan suatu pembahasan yang penting
dalam psikologi persepsi.
d. Dunia persepsi adalah suatu dunia yang penuh dengan arti, mempersepsi tidaklah
sama dengan mengonstratir benda dan kejadian tanpa makna yang seseorang
mempersepsi selalu merupakan tanda-tanda, ekspresi-ekspresi, benda-benda dengan
fungsi, relasi-relasi yang penuh arti, serta kejadian-kejadian, yang mempersepsi
bukanlah hanya suatu indra yang terisolasi saja, melainkan seluruh pribadi. Oleh
karena, apa yang seseorang persepsi sangat bergantung pada pengetahuan, serta
pengalaman, dan perasaan, keinginan, dan dugaan-dugaan seseorang.
2. Sifat-Sifat yang Khusus bagi Masing-Masing Indra Tersendiri
Diantata sifat-sifat, terdapat berbagai kelompok yang khusus bagi indra-indra. Merah atau
kuning termasuk kelompok yang berlainan dengan asam dan asin. Suatu keseluruhan sifat

8
sensoris yang khas bagi suatu indra tertentu seseorang sebut modalitas. Warna adalah suatu
modalitas yang khusus bagi mata (penglihatan,), bunyi bagi terlinga (pendengaran). Jadi,
sesuai dengan jumlah modalitas, dapat juga dibedakan sejumlah indra. Anggapan klasik
membedakan ilma macam indra pengilhatan, pendengaran, pembau, pengecap, dan
rasa/peraba.

2.2 Persepsi Negatif Terhadap Guru Bimbingan dan Konseling Sebagai Polisi Sekolah
Polisi sekolah adalah sebuah julukan yang seringkali disematkan kepada guru BK di
sekolah dikarenakan guru BK kerap memberikan hukuman bagi para peserta didik yang
melanggar, bahkan julukan yang tak kalah asing pun turut serta disebutkan seperti tukang potong
rambut, penyita, juga satpam sekolah. Semua julukan yang berkonotasi negatif tersebut
disebabkan karena pendekatan guru BK yang salah sehingga peserta didik mempunyai
pandangan yang buruk kepada guru BK. (Arif Ainur Rofiq, 2012: 33) menyebutkan bahwa
hubungan yang buruk akan menyebabkan munculnya perilaku yang tidak diharapkan atau
kontraproduktif. Selain itu, hubungan yang buruk juga akan mempersulit guru BK dalam
mengetahui permasalahan yang seputar peserta didik dan lingkungannya sehingga melemahkan
kontrol guru BK terhadap para peserta didik.
Peran guru BK yang seharusnya menjadi tempat yang nyaman bagi peserta didik untuk
berbagi cerita serta keluh kesah sehingga guru BK bisa memahami dan membantu peserta didik
untuk hidup lebih produktif dan menikmati kepuasan hidup sesuai dengan batasan-batasan yang
ada, (Shahudi Siradj, 2012: 53).
Dalam hal ini guru BK membantu peserta didik dalam mengembangkan dan
memantapkan hal-hal atau permasalahan yang berkaitan dengan permasalahan hidupnya. Namun
bukan hanya itu, guru BK juga diharapkan mampu berperan menemukan serta
mengembangankan potensi atau bakat peserta didik yang belum diketahui, untuk itu diperlukan
kedekatan emosional diantara keduanya.
Munro, Manthei dan Small juga mendukung adanya pengembangan kompetensi
komunikasi konselor yang dapat menghasilkan konselor bermutu, memiliki sifat luwes, terbuka,
dapat menerima orang lain, hangat, dapat merasakan penderitaan orang lain, dapat mengenali diri
dengan baik, tidak berpura-pura, tidak ingin menang sendiri, dan menghargai orang lain, serta
memiliki sifat objektif, (Achmad Juntika Nurihsan, 2014: 57).

9
Seiring perkembangan zaman, karakteristik peserta didik juga semakin berbeda dari
sebelumnya, guru BK dituntut untuk terus mengembangkan diri baik itu melalui pelatihan
maupun diskusi aktif antar sesama guru BK. Namun yang paling sering dilupakan adalah
pengembangan keterampilan komunikasi antara guru BK terhadap peserta didik, sehingga
dengan adanya komunikasi yang baik diharapkan akan mampu membawa hubungan yang baik di
antara keduanya dan guru BK kembali kepada fungsinnya yang bukan hanya bersifat
penyelesaian masalah melainkan juga pengembangan kompetensi peserta didik lainnya (Dede
Rahmat Hidayat, 2013: 131).
Komunikasi merupakan bagian terpenting bagi keberlangsungan suatu konseling, karena
dengan terjalinnya komunikasi yang baik maka akan sangat menentukan keberhasilan konseling
sehingga diharapkan konselor atau guru BK akan mampu memposisikan diri dan menghapus
stigma yang selama ini diyakini, karena kualitas hubungan dapat menentukan keberhasilan dalam
konseling. Rogers berpendapat bahwa “dalam hubungan bantuan terdapat kondisi-kondisi
penting untuk terjadinya perubahan kepribadian yang positif” hal ini tak lepas dari peran Guru
BK selama berkomunikasi dalam konseling (Achmad Juntika Nurihsan, 2014: 85).

10
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif. Jenis penelitian
deskriptif kualitatif merupakan sebuah metode penelitian yang memanfaatkan data kualitatif dan
dijabarkan sejara deskriptif. Jenis penelitian deskriptif kualitatif biasanya digunakan untuk
menganalisis kejadian, fenomena, atau keadaan secara sosial. Jenis penelitian deskriptif kualitatif
merupakan gabungan penelitian deskriptif dan kualitatif. Jenis penelitian deskriptif
kualitatif menampilkan hasil data apa adanya tanpa proses manipulasi atau perlakuan lain.

3.2. Tempat dan Waktu Penelitian


Tempat pengambilan survey ialah di lokasi masing-masing subjek survey.

3.3. Subjek Penelitian


Subjek dalam pelaksanaan ini adalah 4 Guru Bimbingan dan Konseling.

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Teknik pengumpulan data merupakan suatu cara memperoleh data-data yang diperlukan
dalam penelitian. Dalam rekayasa ide ini teknik yang digunakan ialah wawancara. Wawancara
ialah teknik pengumpulan data dengan tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara
langsung atau percakapan dengan maksud tertentu dengan terencana dan sistematis. Dalam
penelitian ini jenis wawancara yang digunakan ialah wawancara terstruktur. Wawancara
terstruktur ialah sebuah prosedur sistematis untuk menggali informasi mengenai responden
dengan kondisi dimana daftar pertanyaan ditanyakan dengan urutan yang telah disiapkan oleh
pewawancara dan jawabannya direkam dalam bentuk terstandardisasi. Wawancara terstruktur
dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan google form sebagai alat untuk
mendapatkan informasi atau data dari responden.

3.2 Instrumen Penelitian


Sugiyono (2014 : 92) menyatakan bahwa “Instrumen penelitian adalah suatu alat
pengumpul data yang digunakan untuk mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati”.

11
Dalam penelitian ini menggunakan metode wawancara dengan memanfaatkan google form
sebagai alat untuk memperoleh data. Dalam penelitian kualitatif, peneliti merupakan instrumen
utama dalam mengumpulkan data dan menginterpretasikan data dengan dibimbing oleh pedoman
wawancara. Maka dari itu, instrumen yang dibutuhkan adalah pedomen wawancara. Agar
penelitian ini terarah, peneliti terlebih dahulu menyusun kisi-kisi instrumen penelitian yang
selanjutnya dijadikan acuan untuk membuat pedoman wawancara. Pedoman wawancara disusun
dalam bentuk daftar pertanyaan yang akan diajukan pada saat wawancara. Pedoman wawancara
memuat indikator-indikator mengenai kinerja guru bimbingan dan konseling di sekolah. Adapun
pedoman wawancaranya antara lain sebagai berikut.

NO INDIKATOR PERTANYAAN JUMLAH

1 Landasan keilmuan 1. Bagaimana latar belakang Pendidikan


dalam melaksanakan Bapak/Ibu Sebagai Guru BK? 3

layanan BK 2. Menurut Bapak/Ibu BK itu apa?


3. Apa saja layanan yang diberikan kepada
peserta didik?
2 Peran guru BK dalam 1. Bagaimanakah bentuk komunikasi yang
berkomunikasi dengan baik diberikan guru BK terhadap siswa? 2
peserta didik 2. Bagaimana sikap peserta didik di sekolah
Bapak/Ibu bertugas saat bertemu dengan
guru BK?
3 Pelaksanaan Layanan 1. Apakah di sekolah Bapak/Ibu dalam
BK di Sekolah melaksanakan layanan BK hanya terhadap 3
siswa yang bermasalah saja?
2. Sanksi seperti apa yang Bapak/Ibu berikan
terhadap peserta didik yang melanggar
aturan sekolah?
3. Apa saja hambatan yang diterima guru BK
dalam pelaksaan layanan bimbingan dan
konseling di Sekolah?
4 Persepsi Guru BK 1. Bagaimana pandangan Bapak/Ibu 3

12
Sebagai Polisi Sekolah mengenai guru BK yang dianggap Sebagai
Polisi Sekolah?
2. Menurut Bapak/Ibu faktor apa saja yang
mempengaruhi persepsi siswa terhadap
guru BK sebagai polisi sekolah?
3. Apakah persepsi negatif siswa terhadap
BK sebagai Polisi Sekolah mempengaruhi
kinerja Guru BK?
5 Upaya Mengurangi 1. Rencana apa yang akan Bapak/Ibu lakukan 1
Persepsi Negatif Guru agar persepsi negatif terhadap Guru BK
BK Sebagai Polisi sebagai polisi sekolah dapat berkurang?
Sekolah
Jumlah Seluruh Pertanyaan 12

13
DAFTAR PUSTAKA

14
LAMPIRAN

15

Anda mungkin juga menyukai