Anda di halaman 1dari 7

TUGAS CASE METHOD

TUNA GRAHITA DAN TUNA LARAS


Kelompok 3
1. Lidya Munawarah Siregar (1193151026)
2. Santi Florida Situngkir (1193351029)
3. Viviayu Azhar Saragih (1193351030)

Kelas : BK Reguler C 2019


Mata Kuliah : Pembinaan Anak Berkebutuhan Khusus
Dosen Pengampu : Yenni Marito, M.Pd., M.Psi

Kasus : Kurang dapat mengendalikan emosi dalam lingkungan sosial bagi anak
penyandang tuna laras

DS adalah siswa disalah satu sekolah SLB E di kota Medan, di sekolah periaku DS
sering memukul teman apabila ada yang mengejek menggunakan nama orangtuanya, perilaku
ini biasanya muncul di sekolah namun perilaku ini sudah jarang sekali muncul. DS mudah sekali
terprovokasi oleh temannya,seperti contoh saat temannya berperilaku buruk dengan menjahili
temannya yang lain DS akan meniru perbuatan tersebut. DS mudah sekali tidak fokus dalam
pembelajaran di kelas, kuatnya keinginan keluar kelas biasanya muncul saat ada teman yang lain
keluar kelas. Perilaku ini sering muncul ketika anak merasa bosan. Karakteristik fisik DS tidak
ada kecacatan, normal seperti anak seusianya. Kemampuan motoriknya, seperti motorik halus
juga tidak mengalami hambatan, karena ia dapat menulis, menggunting. Kemampuan motorik
kasarnya normal, DS dapat berlari dengan baik, dan juga berjalan tanpa memerlukan
pendampingan.

Solusi :
Pada usia sekolah dasar anak merupakan bagian dari suatu kelompok. Kelompok tersebut
dibentuk untuk melakukan aktivitas bersama.Kelompok berfungsi membantu anak untuk bergaul
dengan teman sebaya dan berperilaku sesuai serta dapat diterima secara sosial bagi
lingkungannya.Melalui kelompok tersebut maka anak dapat menciptakan suatu kelompok
masyarakat yang sesuai bagi pemenuhan kebutuhan anak. Terdapat pola perilaku sosial pada
anak tunalaras yang menuju remaja.Anak tunalaras di sekolah dapat menunjukkan kemampuan
perilaku sosial yang berbeda-beda dengan anak tunalaras lainnya.Anak tunalaras yang dapat
mengalami perkembangan sosial sebagian besar anak tersebut sudah mampu beradaptasi dengan
lingkungan sosial tersebut. Anak dapat dikatakan mampu beradaptasi dengan lingkungan
mempunyai indikasi yaitu, sudah lama berada di lingkungan tersebut, anak mampu menjalankan
peraturan yang ada, anak dapat berkomunikasi dan berperilaku sosial yang baik. Peranan guru
dalam membentuk dan mengubah perilaku anak tunalaras dibatasi dengan peranan siswa itu
sendiri dalam membentuk dan mengubah perilakunya.Peranan teman sebayanya dalam
lingkungan sekolah sangat menunjang motivasi dan keberhasilan pola-pola perilakunya, karena
biasanya anak saling mengisi dan membentuk suatu persaingan yang sehat. Banyak hal yang
dilakukan anak tunalaras di sekolah sebagai wujud sosialisasinya, misalnya aktif dalam kegiatan
belajar mengajar, kegiatan ekstra kurikuler, kelompok belajar, dan sebagainya. Namun
adakalanya pengaruh teman sebayanya akan membentuk tingkah laku yang negative, seperti
membolos, merokok, melawan guru, dan melanggar tata tertib sekolah.
RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN (RPL)

KONSELING INDIVIDUAL

Satuan Pendidikan : Universitas Negeri Medan


Kelas/ Semester : BK Reguler C / VI (enam)
Alokasi Waktu : 1 x 45 menit
Tugas Perkembangan :

1. Mampu memiliki me ng e nd a l ik a n e mo s i sehingga dapat diterima dalam


lingkungan sosialnya sebagai siswa tuna laras.
2. Memahami solusi sederhana dalam pemecahan masalah yang sedang dialami.

A Topik Permasalahan/ Bahasan Pentingnya mengendalikan emosi dalam


berinteraksi di lingkungan sosial Bagi
Penyandang Tuna Daksa

B Kompetensi Dasar Dapat menemukan alternatif solusi dalam


memecahkan masalah pribadi dalam diri.

C Bidang Bimbingan Pribadi dan sosial

D Jenis Layanan Konseling Individu.

E Format Layanan Individu


F Fungsi Layanan Pengentasan dan Pemahaman

G Tujuan Layanan 1. Konseli dapat mengetahui solusi dari


permasalahan yang dihadapi
2. Konseli dapat menerima dirinya secara
positif.

H Hasil Yang Ingin Dicapai Mampu mengendalikan emosi dalam


lingkungan sosial pada anak penyandang
tuna daksa

I Sasaran Layanan Konseli DS Siswa SLB E


J Karakter Yang Dikembangkan Berpikiran positif,mampu mengendalikan
emosi
K Metode, Alat, dan Media 1. Metode : Tanya jawab
2. Alat / Media : Laptop dan Video tentang
cara mengendalikan emosi
https://youtu.be/oUDDOZZHen8

L Langkah-langkah Pelayanan

1. Tahap Awal / Pembentukan 1. Menerima Konseli dengan keramahan


( 5 Menit ) dan keterbukaan serta berterima kasih
2. Berdoa
3. Menjelaskan pengertian konseling
individual
4. Menjelaskan tujuan konseling
individual
5. Menjelaskan latar belakang perlunya
konseling individual
6. Menjelaskan cara pelaksanaan
konseling individual
7. Menjelaskan azas-azas dalam konseling
individual
2. Tahap Transisi ( 5 menit ) 1. Menegaskan kembali cara pelaksanaan
konseling Individual
2. Tanya jawab untuk memastikan
kesiapan klien
3. Mengenali suasana hati dan pikiran
konseli mengetahui kesiapan konseli
4. Menentukan azas-azas yang
dipedomani dan diperhatikan dalam
pelaksaan kegiatan konseling
individual
3. Tahap Inti / Pembahasan 1. Konselor mempertegas topik yang
( 25 Menit ) dibahas dan pentingnya topik
tersebut dibahas.
2. Konselor menampilkan video yang
berhubungan dengan materi layanan
3. Konselor mengajak konseli
brainstroming/curah pendapat dan
tanya jawab.
4. Tahap Pengakhiran 1. Konselor Menjelaskan bahwa kegiatan
( 10 Menit ) konseling individual akan berakhir
2. Konselor Menanyakan kepada konseli
apa kemajuan yang dicapai.
3. Konseli menyampaikan kesan dan
pesannya
4. Memberikan tanggapan tentang BMB3
5. Mengucapkan Terima Kasih
6. Berdoa

M Tempat Pelaksanaan Di SLB E di salah satu sekolah di kota M

N Waktu Pelaksanaan ( disesuaikan dengan waktu dari konseli )

O Pelaksana Layanan Lidya Munawarah

P Pihak Yang Dilibatkan Siswa SLB E


R Penilaian
Laiseg (penilaian segera) BMB3

Diketahui,
Dosen Pengampu Mata Kuliah Pelaksana Layanan

( Yenni Marito, M.Pd., M.Psi, Psikolog ) ( Lidya


Munawarah )
NIM :
1191151011
Materi : Pentingnya mengendalikan emosi dalam intersaksi sosial Bagi Penyandang
Tuna Laras

Dalam menjalankan kehidupannya, manusia tidak dapat hidup sendiri. Hal tersebut
merupakan bukti bahwa manusia dalam memenuhi kebutuhan hidup memerlukan bantuan
dari orang lain. Ada ikatan saling ketergantungan antara satu sama lain. Sarwono Wirawan
Sarlito (2000: 150) memaparkan bahwa perilaku sosial adalah perilaku yang tumbuh dari
orang-orang yang pada masa kecilnya mendapatkan cukup kepuasan akan kebutuhan
inklusinya. Sedangkan George Ritzer (2011: 71-72) memaparkan bahwa perilaku sosial
memusatkan perhatiannya kepada hubungan antar individu dan lingkungannya. Menurut
pendapat lain, yaitu Maryanti (2013: 24) mengemukakan bahwa perkembangan perilaku
sosial anak merupakan perkembangan perilaku anak dalam menyesuaikan diri dengan aturan-
aturan dalam masyarakat untuk dapat diterima lingkungan dan memperoleh kemampuan
untuk mengekspresikan pola perilaku yang sesuai dengan tuntutan sosial. Martha Kristiyana
(2013: 22) memaparkan bahwa perilaku sosial manusia sangat dipengaruhi oleh lingkungan
sosialnya, baik lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Sekolah sebagai salah satu
pendidikan di luar keluarga pada dasarnya bertugas membantu keluarga dalam membimbing
dan mengarahkan perkembangan dan pendayagunaan potensi-potensi tertentu yang dimiliki
anak-anak, kegiatan itu akan berpengaruh langsung terhadap kedewasaan anak-anak, yang
menjadi tanggung jawab sepenuhnya dari orang tua maupun keluarga. Di sekolah seorang
siswa menampilkan perilaku sosial yang beraneka ragam, sering kali ditemukan siswa
mengalami berbagai kesulitan dalam menampilkan perilaku sosialnya. Kesulitan yang
dialami siswa dalam menampilkan perilaku sosialnya dapat dikatakan sebagai masalah
perilaku sosial. Bagi anak tunalaras hal ini menjadi masalah yang sulit diatasi, karena sudah
menjadi karateristik yang unik. Anak tunalaras biasanya menunjukkan perilaku sosial yang
tidak sesuai dengan norma dan aturan yang berlaku di sekitarnya. Anak tunalaras juga
mempunyai penyesuaian yang salah, penyesuaian yang salah itu sering dikatakan mal-
adjusment.Penyesuaian yang salah inilah yang menyebabkan anak tunalaras memiliki
kesulitan untuk berperilaku sosial dengan baik karena anak dapat dikatakan kurang dapat
mengatasi konflik, frustrasi, kesukaran sosial, dan pribadi.
Referensi :

Ganis Ariffiani. 2017. “ Identifikasi perilaku sosial siswa Tunalaras di SLB E Prayuwana
Yogyakarta”. Skripsi. Fakultas Ilmu Pendidikan. Jurusan Pendidikan Luar Biasa.
Univeristas Negeri Yohyakarta. Yogtakarta.

Anda mungkin juga menyukai