MIRNA
1712040008
B. Identifikasi Masaalah.................................................................................6
C. Batasan Masalah........................................................................................6
D. Rumusan Masalah.....................................................................................6
E. Tujuan Penelitian.......................................................................................7
F. Manfaat Penelitian.....................................................................................7
II TINJAUAN PUSTAKA
A. Miskonsepsi...............................................................................................10
D. Google Formulir........................................................................................19
E. Kerangka Berpikir.....................................................................................24
A. Jenis Penelitian..........................................................................................26
DAFTARPUSTAKA
ii
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mencapai kehidupan yang lebih baik. Sumber daya manusia yang berkualitas
Indonesia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak
mulia, sehat, cakap, berilmu, kreatif, mandiri menjadi warga negara yang
didik di sekolah, dilakukan mulai dari jenjang sekolah dasar untuk mencetak
manusia dengan kualitas yang baik seutuhnya, agar dapat bersaing dan menjawab
tantangan global. Salah satu mata pelajaran yang memiliki misi untuk
Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) menurut Ismail (2016) secara ideal merupakan
suatu rumpun ilmu mengenai fenomena alam sekitar yang dimasukkan ke dalam
pembelajaran yang merupakan kombinasi antara Fisika, Kimia dan Biologi. Lebih
1
pembelajaran serta menghendaki penguasaan kompetensi terkait pemahaman yang
sistematis.
Fisika merupakan salah satu bagian dari ilmu sains yang menekankan pada
pemahaman konsep. Fisika merupakan suatu bidang ilmu yang sering dijumpai
dalam kehidupan sehari – hari. Namun kehadirannya sering tidak disadari atau
bahkan tidak diketahui oleh manusia. Hal tersebut terjadi, karena pemahaman
tentang konsep fisika masih minim sehingga hal-hal yang berkaitan dengan fisika
didik mempunyai kemampuan untuk menguasai konsep dan prinsip fisika serta
diri sebagai bekal untuk melanjutkan pendidikan ke tingkat yang lebih tinggi dan
menguasai materi – materi fisika dengan baik. Pemahaman konsep sangat penting
dalam pembelajaran fisika sebab dengan peserta didik memahami konsep fisika
tersebut telah lama diajarkan namun materi tersebut tetap akan membekas di
2
Arifin (Putri, 2020) mengemukakan permasalahan dalam proses pembelajaran
peserta didik sering mengalami kesalahan konsep atau yang biasa disebut dengan
Faizah (2016) miskonsepsi peserta didik dapat dikurangi apabila guru menyadari
bahwa dalam diri peserta didik sudah terdapat prakonsepsi yang merupakan hasil
dan tidak menimbulkan hipotesis yang lain, yang akan menimbulkan konflik
haruslah menjadi perhatian untuk para guru, hal ini dikarenakan miskonsepsi
maka dapat ditandai dengan (1) pengertian konsep pada peserta didik tersebut
berbeda dengan pengertian yang telah disepakati, (2) peserta didik merasa saangat
yakin, bahwa apa yang mereka yakini itu adalah benar, dan (3) karena keyakinan
tersebut maka akan memicu hal lain, yaitu mengalami miskonsepsi yang bersifat
Guru harus peka terhadap miskonsepsi yang dialami oleh peserta didik,
dengan begitu guru dapat menentukan model pembelajaran yang efektif untuk
3
mengurangi tingkat miskonsepsi itu serta menentukan alat evaluasi yang dapat
digunakan untuk mengukur seberapa tinggi tingkat miskonsepsi yang dialami oleh
peserta didik. Menurut Pratiwi (2018) evaluasi yang sering dilakukan di sekolah
adalah pelaksanaan ulangan harian, dimana ketika terdapat peserta didik yang
menjawab soal dengan salah biasanya dianggap terjadi karena kesalahan hitung,
peserta didik yaitu dengan menggunakan instrumen tes diagnostik yang diberikan
menjelaskan bahwa tes diagnostik ini digunakan untuk membantu kesulitan atau
pembelajaran. Salah satu jenis tes diagnostik yaitu Three – Tier Diagnostic Test .
peserta didik yang paham konsep, miskonsepsi dan yang tidak paham konsep.
Pada tes diagnostik ini terdapat tiga tingkatan jawaban yang akan dijawab oleh
peserta didik. Tingkat pertama yaitu jawaban peserta didik terhadap pertanyaan
yang diberikan, kemudian tingkat kedua merupakan alasan peserta didik mengapa
4
mengakibatkan dikeluarkannya aturan pemerintah untuk membatasi aktivitas
sehingga diterapkan work from home dan school from home. Maka dari itu,
penelitian ini tidak dilakukan secara langsung melainkan secara online atau biasa
disebut dengan daring. Instrumen yang dihasilkan akan disebarkan secara digital
tidak dibagikan secara langsung dalam bentuk print out, aplikasi yang akan
digunakan untuk menyebar instrumen secara digital yaitu Google Form atau
google formulir. Aplikasi google form menjadi salah satu pilihan untuk
dalam mengisi survei, memberikan kuis, dan lain sebagainya. Aplikasi ini bekerja
SMAN 4 Barru, berdasarkan studi awal peneliti yang dilakukan pada tanggal 7
sehingga menilai hasil belajar peserta didik hanya dilihat dari benar salahnya
jawaban peserta didik tanpa menguji kebenaran konsep yang dimiliki oleh peserta
didik. Berdasarkan latar belakang yang telah diurai oleh peneliti di atas, maka
5
Instrumen Tes untuk Mengidentifikasi Miskonsepsi Peserta Didik
B. Identifikasi Masalah
didik
tertentu
C. Batasan Masalah
D. Rumusan Masalah
yaitu:
6
1. Bagaimana kualitas instrumen tes untuk mengidentifikasi miskonsepsi
E. Tujuan Penelitian
F. Manfaat penelitian
menggunakan Three-Tier Diagnostic Test Digital pada materi alat optik adalah :
a. Manfaat Teoretis
fisika.
7
2. Dapat memberikan informasi ilmu pengetahuan dalam merancang
fisika.
fisika.
fisika.
fisika.
pendidikan di sekolah
b. Manfaat Praktis
1. Bagi Guru
peserta didik.
8
2. Bagi Peserta Didik
3. Bagi Sekolah
9
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Miskonsepsi
1. Definisi Konsep
Konsep dalam kamus besar bahasa Indonesia memiliki arti ide atau
konsep secara umum dapat didefinisikan sebagai abstraksi atau representasi dari
suatu objek atau gejala sosial. Sedangkan menurut Sagala (Eka Fitri, 2017)
konsep merupakan buah dari pemikiran seseorang atau sekelompok orang yang
2. Definisi Miskonsepsi
Peserta didik yang datang ke sekolah bukan berarti mereka tidak mengetahui
10
dengan prakonsepsi. Mereka memiliki pengetahuan yang membentuk teori mini
terhadap suatu hal, seringkali melenceng dari yang seharusnya yang disebut
dengan miskonsepsi.
abstrak atau berkenaan pemahaman maksud simbol yang mewakili ide atau
abstrak. Mis bermaksud salah atau tidak, sehingga ketika kedua suku kata
tersebut digabungkan maka akan berarti ide, abstrak atau pemahaman yang salah.
dimana seorang individu memiliki penjelasan yang berbeda dengan para ilmuan
menjelaskan bahwa miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep
yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah atau pengertian yang diterima oleh
para pakar dalam bidang tersebut. Hal itu sejalan dengan pendapat Marleen, dkk
dimiliki sesorang yang tidak sesuai dengan pandangan ilmiah yang telah ada,
Marleen dkk juga menjelaskan bahwa miskonsepsi ini sulit untuk dideteksi dan
11
mengkonstruksi suatu pemahaman yang berbeda dengan yang disepakati secara
dikelompokkan menjadi lima kelompok, yaitu peserta didik, guru, buku teks,
12
4. Keyakinan dan agama
5. Penjelasan orang sekitar peserta didik
yang keliru
5. Cara Mengajar 1. Hanya berisi ceramah dan menulis
2. Tidak mengoreksi tugas yang
diberikan
3. Model analogi yang digunakan kurang
tepat
4. Model demonstrasi sempit
Sumber : Paul Suparno (2013)
digunakan untuk mengidentifikasi masalah atau kesulitan peserta didik dan dapat
Nasional, 2007).
tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk memberikan tindak lanjut berupa
perlakuan yang tepat dan sesuai dengan kekurangan yang ditemukan pada diri
peserta didik. Samani (Hairunnisyah, dkk : 2020) juga menjelaskan bahwa tes
miskonsepsi yang dimiliki peserta didik pada suatu materi tertentu dalam
pembelajaran sehingga dari hasil tes diperoleh masukan tentang respon peserta
13
Berdasarkan beberapa pengertian mengenai tes diagnostik di atas, maka dapat
tersebut dapat dijadikan sebuah rujukan untuk menentukan cara atau upaya
sebagai berikut :
diagnostik.
masalahnya.
14
c. Tes Diagnostik Tingkat Tiga (Three – Tier Diagnostic Test)
tes diagnostik yang merupakan bentuk pengembangan dari two tier, dimana
pada tes diagnostik tiga tingkat ini memberika tingkat keyakinan ketika
menjawab.
tes tiga tingkat para peneliti menyusun tes pilihan ganda. Pada tingkat
pertama terdiri atas tes pilihan ganda biasa, pada tingkatan kedua adalah
pilihan ganda yang menanyakan alasan, dan yaang ketiga merupakan skala
juga menjelaskan bahwa jawaban peserta didik untuk setiap item dianggap
benar jika keduanya pilihan dan alasan yang benar diberikan dengan tingkat
yang salah diikuti dengan keyakinan yang tinggi. Tiga tingkat tes dianggap
yang diperoleh bebas dari positif palsu, negatif palsu dan kurangnya
15
yang diberikan, yang dikembangkan untuk dapat membedakan antara peserta
didik yang mengalami miskonsepsi dan tidak paham konsep disebut dengan
index (CRI), yang merupakan suatu ukuran tingkat keyakinan atau kepaastian
berdasarkan pada suatu skala yang tetap yang diberikan bersamaan dengan
setiap jawaban suatu soal. Skala yang dikembangkan oleh Hasan, Saleem., D.
Bagayoko,D., and Kalley,E.L dengan teknik CRI adalah skala enam (0-5)
16
Tabel 2.2 CRI dan Kriterianya
Ketentuan dalam teknik CRI kemudian dikembangkan oleh Hakim, Liliasari., dan
didik dalam menjawab soal pilihan ganda dengan alasan terbuka dengan teknik
17
Tabel 2.3 Skala Certainty Response Index
Skala Interpretasi
1 Almost guess
2 Not sure
3 Sure
4 Alomst certain
5 Certain
Sumber : Siti dan Harina, 2016
18
benar
Sumber: (Hakim Liliasari., dan Kadarohman,
2012)
Tabel 2.5 Pengkategorian Antara Tahu Konsep, Miskonsepsi dan Tidak
Tahu Konsep pada Peserta Didik
Dari kriteria di atas terlihat bahwa peserta didik yang menjawab benar dan
memberikan alasan yang tepat dan diikuti dengan keyakinan yang tinggi maka
peserta didik yang menjawab salah tetapi yakin akan jawabnnya maka peserta
peserta didik yang menjawab salah dan tidak yakin atas jawabannya bukan berarti
akan disebarkan secara digital, yaitu melalui aplikasi Google Form atau google
formulir.
19
Menurut Endah dan Rissa (2019) google form atau biasa disebut google
mengumpulkan informasi dengan cara yang mudah dan efisien. Sudaryo dkk
(2019) juga menjelaskan google formulir adalah salah satu fitur google yang
melalui internet. Google form adalah bagian dari komponen Google Docs yang
disediakan oleh teknologi besar google, google form ini merupakan software
yang dapat diakses secara gratis dan cukup mudah dalam pengoperasiannya.
terlebih dahulu calon penggunanya harus memiliki akun google, yaitu dengan
mendaftar di halaman web google. Setelah memiliki akun google maka kita telah
bisa mengakses berbaagaai produk google yang dirilis secara gratis, seperti gmail
sebagai alat untuk berkomunikasi dengan email, drive sebaagai alat penyimpanan
Terdapat beberapa fungsi google form dalam dunia pendidikan, oleh Anton
20
c. Keunggulan Google Form
2. Memiliki beragam macam tes yang dapat dipilih. Aplikasi ini memiliki
dengan lebih mudah, lancar dan hasilnya tampak profesional dan indah.
21
6. Dapat dikerjakan bersaama orang lain. Kuesioner dan kuis menggunakan
aplikasi ini dapat dikerjakan bersaama orang lain atau siapa saja yang
E. Kerangka Berpikir
Proses belajar peserta didik pada dasarnya tidak hanya berfokus pada apa
masing membuat setiap peserta didik memiliki pemahaman yang berbeda tentang
suatu hal. Pengetahuan yang peserta didik miliki akan dikombinasikan dengan
pengetahuan yang mereka terima di sekolah. Hal tersebut membuat setiap peserta
didik mencapai suatu kesimpulan yang berbeda-beda dari sebuah teori yang sama.
Kesimpulan yang mereka pahami inilah yang menjadi masalah ketika apa
yang mereka simpulkan tidak sesuai dengan yang telah disepakati para ahli di
salah dan berbeda dengan yang telah disepakati secara umum oleh para ahli.
Seseorang yang mengalami miskonsepsi cenderung akan sangat yakin dengan apa
Akan tetapi, miskonsepsi peserta didik jarang dilakukan bahkan di SMAN 4 Barru
22
pernah digunakan. Instrumen yang digunakan hanya menilai benar salahnya
peserta didik dalam menjawab soal tanpa mempertimbangkan alasan mengapa hal
miskonsepsi peserta didik adalah instrumen diagnostik tes. Diagnostik tes atau tes
diagnostik adalah tes yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi masalah atau
kesulitan peserta didik dan dapat digunakan untuk merencanakan tindak lanjut
upaya pemecahan sesuai dengan masalah atau kesulitan yang telah teridentifikasi.
Salah satu bentuk tes diagnostik yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi
Three tier diagnostic test, atau tes diagnostik bertingkat tiga adalah instrumen
yang memiliki tiga tingkatan jawaban untuk setiap item soal. Tes diagnostik yang
akan dirancang dalam penelitian ini adaalah tes diagnostik dalam bentuk pilihan
didik. Sehingga upaya yang dapat dilakukan yaitu dengan merancang instrumen
three tier diagnostic test yang valid dan reliabel. Instrumen sebagai alat
pengumpul data, maka instrumen yang dibuat haruslah dapat mengukur apa yang
23
Mengingat masih kurangnya penggunaan instrumen tes diagnostik, maka
materi alat optik. Setelah diharapkan valid dan reliabel, instrumen three tier
24
Latar Belakang:
Miskonsepsi peserta didik dalam memahami suatu konsep dalam fisika perlu
diketahui penyebabnya, sehingga dapat ditentukan pemecahannya. Hal ini dapat
dilakukan dengan penilaian menggunakan instrumen yang telah valid dan
reliabel.
Masalah: Harapan:
-Bentuk soal kurang -Bentuk soal dapat lebih
bervariasi bervariasi
-Penilaian tes sebatas -Peserta didik dapat
benar dan salah mengidentifikasi
-Belum pernah miskonsepsi peserta didik
menggunakan tes -Penggunaan instrumen
diagnostik diagnostik tes
25
III. METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
produk – produk tertentu serta menguji validitas dan keefektivan produk tersebut
untuk mengidentifikasi miskonsepsi peserta didik pada materi alat optik. Model
wawancara dengan salah satu guru mata pelajaran fisika yang ada di sekolah
tersebut.
serta penentuan kualitas instrumen tes diagnostik. Penelitian ini dilaksanakan pada
Subjek uji coba yang digunakan dalam penelitian ini adalah peserta didik
kelas XI MIPA pada semester genap tahun ajaran 2020/2021 yang terdiri dari tiga
kelas.
26
D. Langkah – Langkah Pengembangan Instrumen Tes Diagnostik
tujuan penyusunan instrumen ini perlu disesuaikan dengan tujuan penelitian itu
penelitian, maka peneliti melakukan observasi dan wawancara dengan salah satu
guru fisika yang ada di sekolah yang menjadi lokasi penelitian. Hal ini dilakukan
teori atau cakupan materi yang relevan. Teori yang relevan digunakan untuk
membuat konstruk, apa saja indikator suatu variabel yang akan diukur.
Indikator soal ini ditentukan berdasarkan kajian teori yang relevan pada
instrumen tes, selain itu perlu dipertimbangkan cakupan dan kedalaman materi.
27
sistematis materi utama yang akan dipelajari peserta didik berdasarkan analisis
materi utama yang akan digunakan sebagai patokan dalam penyusunan instrumen.
selanjutnya adalah menyusun kisi-kisi. Kisi – kisi instrumen yang dibuat, memuat
dan pemetaan nomor soal beserta level kognitif yang diukur. Penyusunan kisi-kisi
butir ini dilakukan dengan melihat indikator yang telah disusun sebelumnya pada
kisi-kisi. Pada penyusunan butir soaal ini peneliti akan membuat instrumen tes
5. Validasi Isi
lembar validasi diberikan kepada para ahli untuk ditelaah secara kuantitatif dan
kualitatif. Para ahli akan melihat kesesuaian antara indikator dengan tujuan
atau kesesuaian teori, melihat kesesuaian instrumen dengan butir indikator butir,
melihat kebenaran konsep butir soal, melihat kebenaran isi, serta bahasa yang
digunakan dalam instrumen. Secara ringkas, para ahli akan menilai atau
28
menelaah instrumen dari segi konten, konstruk dan bahasa. Proses ini disebut
6. Revisi Instrumen
kepada peneliti terkait instrumen yang telah dibuat, maka peneliti melakukan
revisi terhadap butir-butir instrumen yang kurang bagus, perbaikan atau revisi
akan terus dilakukan hingga instrumen tes yang dirancang betul-betul berada
pada kategori baik atau valid menurut para ahli dan dapat digunakan. Setelah
uji coba ini akan dilakukan kepada responden atau subjek coba yang
8. Melakukan Analisis
Pada tahap ini akan diperoleh tanggapan peserta didik yang menjadi
penskoran terhadap butir soal tes. Selanjutnya, hasil penskoran ini menjadi
bukti empiris yang dimaksudkan pada tahap uji coba, dimana hasil tersebut
29
9. Merakit Instrumen
instrumen. Perakitan instrumen dilakukan setelah butir soal yang ada telah
memenuhi kriketria sebagai butir soal yang baik baik atau valid secara teoretik
yang merupakan hasil dari penilaian ahli (expert judgement), kemudian valid
secara empirik, serta reliabel. Setelah semua syarat tersebut terpenuhi, maka butir
soal akan dirakit menjadi instrumen three tier diagnostic test yang dapat
30
E. Teknik dan Instrumen Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah cara yang digunakan oleh peneliti untuk
memperoleh data yang sesuai dengan data yang dibutuhkan. Pengumpulan data
1. Tes
Menurut Malawi (2016) tes adalah suatu alat yang digunakan untuk
oleh individu atau kelompok. Tes yang diberikan adalah tes dengan soal-soal
Tingkat
31
Salah Salah Tidak yakin 0
Sumber: Lu’lu Yu’tikan Nabilah, 2019
yang terdiri dari kisi- kisi instrumen kepada dua orang pakar yang bertujuan
pakar.
sebagai berikut :
1. Tes
menggunakan soal fisika kelas XI. Tes yang diujikan dalam bentuk
pilihan ganda tiga tingkat atau three tier diagnostic test, yang dalam
hal ini tidak diberikan dalam bentuk hard file melainkan dalam bentuk
digital. Three tier test digital, maksudnya soal yang termuat dalam
32
tingkatan keduaadalah alasan mengapa memilih jawaban tertentu dan
pada instrumen tes soal pilihan ganda tiga tingkat yaitu seperti pada
tabel berikut :
2. Lembar Validasi
maka hasil tersebut akan dianalisis dengan menggunakan uji coba empirik.
Selanjutnya instrumen yang telah diuji coba secara teoretik tersebut akan diuji
33
1. Analisis Secara Teoretik
Analisis validitas isi soal yang ada pada instrumen tes diagnostik harus
kualitas soal maka dilakukan validitas isi. Persamaan yang digunakan dalam
validitas isi padaa metode ini melibatkan dua oraang ahli (expert) yang bertujuan
untuk melihat kesepakatan dari dua pakar dalam menilai keseluruhan konten
dalam instrumen yang disusun. Menurut Gregory (Agung, 2020) validitas ini
menunjukkan sejauh mana pertanyaan, tugas atau butir daalam suaatu tes atau
konten atau materi yang diujikan atau yang seharusnya dikuasi. Formula yaang
digunakan adalah:
D
CV =
A + B+C+ D
Keterangan:
34
Tabel 3.3 Tabulasi Silang 2×2
Untuk menghitung validitas butir suatu soal objektif (pilihan ganda) dengan
berikut:
r bis(i)=
X i−X t
St √ pi
qi
Keterangan:
r bis(i) = koefisien korelasi biserial antara skor butir soal ke-i dengan skor total
Xi = rata-rata skor total responden yang menjawab benar butir ke-i
Xt = rata-rata skor total semua responden
St = standar deviasi skor total semua responden
pi = proporsi jawaban yang benar untuk butir soal ke-i
qi = proporsi jawaban yang salah untuk butir soal ke-i
35
Nilai koefisien korelasi yang diperoleh untuk masing-masing butir
dibandingkan dengan nilai koefisien korelasi yang ada di tabel r (r t) pada alpha
tertentu. Jika nilai koefisien korelasi skor butir dengan skor total lebih besar dari
koefisien korelasi dari tabel, maka butir tersebut dianggap valid secara empiris.
b. Uji Reliabilitas
Slamet dan Aglis (2020) menjelaskan reliabilitas alat ukur adalah derajat
ketepatan atau keajegan alat ukur tersebut dalam mengukur apa yang hendak
diukur. Salim dan Haidir (2019) mengemukakan bahwa instrumen yang reliabel
apabila hasil pengekurunnya konsisten atau ajek dalam hasil ukurnya sehingga
Sugiyono (2007) untuk instrumen tes yang menghasilkan skor dikotomi (1 dan 0)
{ }
2
k s i −∑ p i q i
r i=
(k−1) si
2
Dimana
ri = Koefisien reliabilitas instrumen
k = jumlah item dalam instrumen
pi = proporsi banyaknya subyek yang menjawab pada item 1
qi = 1 - pi
2
si = varians soal
2 2
2 ∑ Xt (∑ X t )
st = −
n n2
36
JK i JK s
si2= − 2
n n
Dimana :
JKi : jumlah kuadrat seluruh skor item
JKs : jumlah kuadrat subyek
Sugiyono , 2007
Dalam penelitian ini digunakan persamaan KR-20 untuk menguji reliabilitas
instrumen, maka dari itu menurut Domenic (Nurul Fithrotuz Zaidah, 2020) untuk
kriteria koefisien reliabilitas menggunakan batasan 0,6. Oleh karena itu, kriteria
tes diagnostik pilihan ganda three-tier dikatakan reliabel apabila nilai koefisien
termasuk kategori mudah, sedang atau sulit adalah melalui analisis tingkat
Kriteria yang dapat digunakan untuk memutuskan apakah soal berada pada tingkat
sulit, sedang atau mudah didasarkan pada keberhasilan peserta didik dalam
menjawab soal maka soal dikatakan soal yang mudah. Kriteria tersebut dapat
dirincisebagai berikut :
37
Tabel 3.6 Kategori Tingkat Kesukaran Butir Soal Tes
Persentase Kategori
0 %– 29,9% Sulit
≥ 71% Mudah
kemampuan sebuah soal untuk membedakan siswa yang menguasai materi tes dan
siswa yang kurang menguasai materi tes. Sehingga, untuk soal dikatakan memiliki
daya beda jika soal tersebut dapat membedakan peserta didik yang paham konsep,
sebaiknya ada sifat yang menunjukkan kualitas butir soal tersebut, sehingga :
1. Tidak dapat dijawab dengan benaar oleh peserta didik kelompok atas maupun
2. Dapat dijawab benar oleh peserta didik kelompok atas, tetapi tidak dapat
3. Dapat dijawab benar oleh peserta didik kelompok atas maupun peserta didik
kelompok bawaah.
Apabila nomor 1 dan 2 terjadi, maka dapat dikatakan bahwa soal memiliki
daya pembeda, artinya soal tersebut dapat membedakan antara peserta didik
rendah.
38
Ina (2020) menjelaskan bahwa semakin tinggi indeks daya beda soal
berarti semakin mampu soal itu membedakan peserta didik yang telah
Indeks daya pembeda berkisar antara -1,00 hingga +1,00. Umi dan Mariyani
(2021) menjelaskan tanda negatif yang ada pada indeks diskriminasi atau
daya pembeda digunakan jika suatu soal terbalik menunjukkan kualitas testee
yaitu anak yang pandai dianggap tidak pandai dan anak yang tidak pandai
dianggap pandai. Umi dan Mariyani (2021) menjelaskan lebih lanjut bahwa,
jika sebuah soal dapat dijawab oleh peserta didik yang pandai dan peserta
didik yang kurang pandai maka soaal tersebut dikatakan tidak baik, sebab
tidak memiliki daya pembeda. Sebaliknya, jika semua peserta didik baik yang
kurang pandai dan yang pandai tidak dapat menjawab suatu item soal, soal
tersebut juga tidak baik sebab tidak memiliki daya pembeda juga.
Ina (2020) berpendapat bahwa semaakin besaar daya pembeda suatu soal,
maka semakin kuat/baik soal tersebut. Jika nilai daya pembedanya negaatif
(<0) berarti lebih banyak kelompok bawah (peserta didik yang kurang
kelompok atas (peserta didik yang paham materi). Berikut ini adalah
BA BB
Dp= −
JA JB
Dengan :
39
BA = banyak kelompok atas yang menjawab benar
BB = banyak kelompok bawah yang menjawab benar
JA = jumlah peserta tes kelompok atas
JB = jumlah peserta tes kelompok bawah
Menurut Umi dan Mariyani (2021) daya pembeda diklasifikasikan seperti pada
Istilah opsi atau pilihan jawaban untuk soal pilihan ganda (multiple choice),
tidak asing lagi. Opsi atau alternatif jawaban ini biasanya berjumlah lima buah,
salah satu dari kelima pilihan jawaban tersebut adalah jawaban yang benar dan
sisanya adalah jawaban yang salah atau jawaban-jawaban yang salah itulah yang
utama dari pemasangan pengecoh agar testee tertarik untuk memilihnya dan
tugasnya dengan baik, jika distraktor tersebut telah memiliki daya ransang atau
daya tarik yang membuat peserta tes (khususnya yang berkemampuan rendah)
merasa bimbang dan ragu hingga pada akhirnya mereka menjadi terkecoh untuk
memilih distraktor sebagai jawaban betul, sebab mereka mengira jawaban yang
40
Menurut Arifin (Umi dan Mariyani, 2021) untuk menganalisis efektifitas
P
IP= ×100 %
(N−B)/(n−1)
Dengan :
IP = indeks pengecoh / distraktor
P = jumlah peserta tes yang memilih pengecoh
N = jumlah peserta tes
B = jumlah peserta yang menjawab benar pada butir soal
n = jumlah alternatif jawaban
Menurut Ina (2020) analisis distraktor dimaksudkan untuk mengetahui apakah
distraktor tersebut telah berfungsi secara efektif atau tidak. Kemudian Mariyani
menjelaskan bahwa distraktor dikatakan sudah berfngsi dengan baik, jika dipilih
oleh lebih dari 5% pengikut tes (p > 5%) dan jika kurang atau sama dengan 5% (p
efektifitas distraktor adalah seberapa baik pilihan yang salah tersebut dapat
mengecoh peserta tes yang memang tidak mengetahui kunci jawaban yang
tersedia. Semakin banyak peserta tes yang memmilih distraktor tersebut, maka
baik.
41
Daftar Pustaka
Deepublish
Yogyakarta : Deepublish
Derya Kaltakci Gurel., Ali Eryilmaz., dan Lillian Christie McDermott. (2015). A
42
Effandi Zakaria., Norazah Mohd Nordin., dan Sabri Ahmad. (2007). Kuala
Endah Nurmahmudah dan Rissa Nuryuniarti. (2019). Otak Atik Google Forms
Fitri Rahmawati, B., dan Syahrul Amar. (2017). Evaluasi Pembelajaran Sejarah.
Hanafi. (2017). Konsep Penelitian R&D dalam Bidang Pendidikan. Jurnal Kajian
Junari. (2017). Penyusunan Insrumen Tes Diagnostik Pilihan Ganda Dua Tingkat
Inspirasi Indonesia
Sukabumi: CV Jejak
43
Kurniyatul Faizah. (2016). Miskonsepsi dalam Pembelajaran IPA. Jurnal
8(1), 115-128.
Negeri Makassar
Marleen Olde Bekkink., Rogier Dondesr, A.R.T., Jan G. Kooloos., Rob M.W. de
Cendekia Publisher
Muslich Ansiori dan Sri Iswati. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif. Surabaya:
Ni Wayan Sri Darmayanti dan I Komang Wisnu Budi Wijaya. (2020). Evaluasi
Surabaya.
44
Paul Suparno. (2013). Miskonsepsi & Perubahan Konsep Dalam Pendidikan
Bening Pustika
Siti Ulfah dan Harina Fitriyani. (2016). Prosiding Seminar Nasional dan
Slamet Riyanto dan Aglis Andhita Hatmawan. (2020). Metode Riset Penelitian
45
Mengidentifikasi Miskonsepsi Peserta Didik Kelas XI. Journal of Innovation
Umi Chotimah dan Mariyani. (2021). Buku Ajar Evaluasi Pembelajaran PPKn.
Yoyo Sudaryo., Nunung Ayu Sofiati., Adam Medidjati., dan Ana Hadiana.
Yogyakarta: ANDI
46