Anda di halaman 1dari 24

IDENTIFIKASI MASALAH MISKONSEPSI PADA POKOK BAHASAN MATERI

GELOMBANG BUNYI

OLEH :

DIAN PUTRIAN PERMATA SARI

NIM. 20160111064028

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

JAYAPURA

2019
PENGESAHAN PKM-PENELITIAN

1. Judul Kegiatan : Identifikasi Masalah Miskonsepsi Pada Pokok


Bahasan Materi Gelombang Bunyi.
2. Bidang Kegiatan : PKM-P
3. Ketua Pelaksana Kegiatan
a. Nama Lengkap : DIAN PUTRIAN PERMATA SARI
b. NIM : 20160111064028
c. Program Studi : PENDIDIKAN FISIKA
d. Universitas : CENDERAWASIH
e. Alamat Rumah dan No Tel./HP : Jl. Baru pasar youtefa
f. Alamat email : dianputrianpermatasari18@gmail.com
4. Anggota Pelaksana Kegiatan/Penulis : 1 orang
5. Dosen Pendamping
a. Nama Lengkap dan Gelar : Drs. PAULUS GD LASMONO, MT
b. NIP :
c. Alamat Rumah dan No Tel./HP : PERUMNAS III
6. Biaya Kegiatan Total
a. Kemristekdikti : Rp ...............
b. Sumber lain (sebutkan . . . ) : Rp ...............
7. Jangka Waktu Pelaksanaan : bulan

Jayapura, 14 Maret 2019


Menyetujui,
Wakil Dekan/ Ketua Pelaksana Kegiatan
Ketua Program Studi

_______________________ ______________________
NIP/NIY NIM
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan merupakan suatu hak bahkan wajib bagi setiap warga Negara Indonesia.
Sayangnya masih terjadi berbagai masalah pendidikan yang sampai saat ini belum dapat
diselesaikan dengan baik. Salah satu masalah yang perlu mendapat perhatian bahwa siswa
Indonesia belum dapat bersaing dengan siswa negara tetangga khususnya di era masyarakat
ekonomi Asean.
Berdasarkan studi internasional, TIMSS (Trends in Mathematics and Science Study) 2011.
Hasil studi penelitian menunjukkan bahwa Indonesia berada di urutan 64 dari 65 negara untuk
Matematika dan IPA. Studi internasional tersebut menyatakan kemampuan siswa Indonesia
untuk semua bidang yang diukur secara signifikan ternyata berada di bawah ratarata skor
internasional yang sebesar 500. Jika dibandingkan dengan siswa internasional, siswa
Indonesia hanya mampu menjawab soal dalam kategori rendah dan sedikit sekali, bahkan
hampir tidak ada yang dapat menjawab soal yang menuntut pemikiran tingkat tinggi.
Pendidikan merupakan salah satu aspek kehidupan yang sampai saat ini tetap menjadi pusat
perhatian bagi pemerintah. Pendidikan juga merupakan aspek penting bagi pembangunan
bangsa. Kualitas pendidikan menjadi tolak ukur kemajuan suatu negara. Peningkatan kualitas
pendidikan dapat diupayakan dari beberapa hal, Misalnya peningkatan bentuk pengajaran
guru, metode yang diterapkan, dan media yang digunakan. Karena pendidikan adalah kunci
semua kemajuan dan perkembangan yang berkualitas.
Berdasarkan uraian tersebut dapat diketauhi bahwa pendidikan juga berperan dalam
meningkatkan kualitas sumber daya manusia. Jadi seorang guru sangat berperan penting
dalam mendidik dan menciptakan generasi penerus bangsa yang berkualitas untuk
meningkatkan kualitas pendidikan suatu negara.
Belajar adalah suatu proses yang kompleks yang terjadi pada diri setiap orang sepanjang
hidupnya. Belajar adalah suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan tingkah laku yang baru secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya
sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar merupakan kegiatan bagi setiap orang.
Pengetahuan keterampilan, kegemaran dan sikap seseorang terbentuk, dimodifikasi dan
berkembang disebabkan belajar. Karena itu seseorang dikatakan belajar, bila dapat
diasumsikan dalam diri orang itu menjadi suatu proses kegiatan yang mengakibatkan suatu
perubahan tingkah laku.
Ilmu fisika merupakan bagian dari mata pelajaran sains yang menuntut siswa agar
berinteraksi secara langsung dengan sumber belajarnya, siswa tidak hanya memahami
suatu konsep ilmu pengetahuan, namun siswa juga perlu penggabungan beberapa
pengalaman dengan melalui serangkaian kegiatan ilmiah sebagai langkah untuk menuju
pemahaman terhadap konsep. Pemahaman konsep tersebut memberikan pengertian bahwa
materi yang diajarkan kepada siswa bukan hanya sekedar hapalan, melainkan lebih dari
itu. Bila siswa tidak memiliki pemahaman konsep yang baik, maka siswa tersebut kurang
mengerti konsep materi-materi dalam fisika, sehingga siswa sulit untuk memecahkan
permasalahan fisika dengan baik. Oleh sebab itu, diperlukan adanya sebuah inovasi dalam
pembelajaran guna menumbuhkan penguasaan konsep siswa dalam mengikuti proses
pembelajaran.

Materi atau konsep Fisika di tingkat sekolah menengah atas (SMA)/Madrasah Aliyah
(MA) memiliki tingkat kesukaran yang beragam, terdiri dari : yang mudah, sedang, dan
sukar. Keberagaman tingkat kesukaran tersebut tentunya akan memberikan respon yang
berbeda dari para siswa, diantarnaya akan muncul keberagaman tingkat pemahaman siswa.
Contohnya materi yang dianggap sedang akan mendapatkan respon yang beragam seperti
mudah, sedang, dan sukar oleh beberapa orang siswa. Keberagaman tingkat kesukaran
terhadap materi seperti ini memungkinkan terjadinya kesalahan penafsiran terhadap
materi/konsep. Kesalahan dalam menafsirkan konsep inilah yang akan menimbulkan
miskonsepsi.
Sumber kesalahan dalam memahami sebuah konsep, bisa bersumber dari: penafsiran awal
yang salah pada diri siswa, atau kesalahan sudah terjadi pada diri guru yang ditularkan kepada
siswa. Penyampaian informasi dan pemahaman konsep yang benar dari akan menghasilkan
informasi yang benar juga kepada para siswa. Jika pada awalnya informasi yang diterima guru
sudah salah, maka informasi yang diterima oleh siswa juga akan salah. Siswa akan selamanya
memahami hal yang salah dan terbawa-bawa selama˗lamnya. Proses pendidikan formal
merupakan proses yang panjang dan berkelanjutan. Miskonsepsi yang bermula dari siswa
(prakonsepsi) yang sudah salah akan berkelanjutan dan terus menerus.Keberhasilan setiap
jenjang pendidikan dipengaruhi keberhasilan siswa menguasai kompetensi pada jenjang
sebelumnya. Pemahaman yang baik akan di jadikan sebagai dasar/fondasi yang baik bagi
jenjang berikutnya.
Salah satu konsep fisika yang akan diteliti penulis adalah Gelombang Bunyi, karena konsep
Gelombang merupakan materi yang dianggap sulit baik dalam pemahaman maupun dalam
penyampaian konsep kepada siswa. Untuk mengetahui miskonsepsi mahasiswa dalam materi
tertentu melalui tes diagnostik saja, selanjutnya diputuskan konsep-konsep yang dipahami dan
tidak dipahami (miskonsepsi) merupakan cara yang kurang lengkap. Lebih jauh perlu
ditelusuri apakah mahasiwa telah benar-benar menggunakan konsep yang dia miliki untuk
menjawab soal- soal tes diagnostik yang diberikan atau tidak. Bisa jadi mahasiswa tidak
mengetahui konsep yang berkaitan dengan soal yang diberikan. Dengan kata lain, untuk
menjawab soal-soal tersebut mahasiswa tidak memiliki konsep yang memadai atau kekurang
pengetahuan atau bahkan mereka hanya menerka salah satu option jawaban yang tersedia pada
setiap soal.
Penelusuran miskonsepsi mahasiswa pendidikan fisika dalam penelitian ini, menggunakan
bantuan Certainty of Response Index (CRI) sehingga terungkap jawaban yang lucky guess
(menjawab benar dengan menebak), a lack of knowledge (kekurang pengetahuan),
miskonsepsi, dan yang benar-benar memahami konsep.

1.2 Rumusan masalah


1. Bagaimana cara untuk mengetahui miskonsepsi mahasiswa FKM pada pokok
bahasan materi gelombang bunyi?
1.3 Tujuan
1. Untuk mengetahui miskonsepsi mahasiswa FKM pada pokok bahasan materi
gelombang bunyi
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Konsep
Konsep merupakan pemikiran dasar yang diperoleh dari fakta peristiwa, penga-
laman melalui generalisasi dan berfikir abstrak. Konsep merupakan prinsip dasar yang
sangat penting dalam proses belajar. Menurut pendapat Sagala (2010: 56) definisi konsep
adalah:

“Konsep merupakan buah pemikiran seseorang atas kelompok orang yang dinyatakan
dalam definisi sehingga melahirkan produk pengetahuan meliputi prinsip, hukum dan
teori konsep diperoleh dari fakta, peristiwa, pengalaman, melalui generalisasi dan berfikir
abstrak, kegunaan konsep untuk menjelaskan dan meramalkan”.

Seseorang belajar konsep jika belajar mengenal dan membedakan sifat-sifat dari
objek kemudian membuat pengelompokan terhadap objek tersebut. Hal tersebut sesuai
dengan pendapat Nasution dalam Yuliati (2006: 7) ”Bila seseorang dapat menghadapi
benda atau peristiwa sebagai suatu kelompok, golongan, kelas, atau kategori, maka ia
telah belajar konsep”.

Menurut Ausubel dalam Berg (1991:8), Konsep adalah benda-benda, kejadian-


kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri khas yang mewakili setiap
budaya oleh suatu tanda atau symbol (objects,events,situation or properties that posses
common critical attribute and are designated in any given culture by some accepted
sign or symbol).

Jadi, konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri dan sesuatu yang mempermudah
komunikasi antar manusia serta yang memungkinkan manusia berpikir (bahasa adalah
alat berpikir). Secara singkat dapat kita katakan, bahwa suatu konsep meru-pakan suatu
abstraksi mental yang mewakili suatu kelas stimulus-stimulus. Kita menyimpulkan
bahwa suatu konsep telah dipelajari, bila yang diajar dapat me-nampilkan perilaku-
perilaku tertentu.

Jika seorang siswa telah memahami konsep secara keseluruhan maka ia akan
mampu menguasai konsep.Dalam mempelajari fisika, diperlukan penguasaan konsep
sehingga siswa tidak merasa kesulitan dalam mempelajari konsep-konsep berikutnya
yang lebih kompleks, karena antara konsep yang satu dengan konsep yang lain saling
berkaitan.Slameto dalam Yusuf (2010:16) menyatakan bahwa ada dua kemungkinan
yang terjadi apabila sebuah konsep telah dikuasai siswa, yaitu :

1. Siswa dapat menggunakan konsep tersebut untuk memecahkan masalah,


2. Penguasaan konsep memudahkan siswa untuk mempelajari konsep-konsep yang
lain.

2.1.1 Konsepsi

Tafsiran seseorang terhadap banyak konsep seringkali berbeda, misalnya penaf-


siran konsep benda jatuh bebas tampak berbeda untuk setiap siswa. Tafsiran konsep oleh
seseorang disebut konsepsi. Hal ini sesuai dengan pendapat Berg (1991:8): Tafsiran
perorangan terhadap banyak konsep berbeda-beda. ”Misalnya penafsiran konsep ”ibu” atau
”cinta” atau ”keadilan” berbeda untuk setiap orang. Tafsiran konsep oleh seseorang disebut
konsepsi. Walau dalam sains dan teknologi kebanyakan konsep memiliki arti yang jelas
telah disepakati oleh para ilmuwan, namun masih juga ditemukan perbedaan konsepsi
siswa yang satu dengan yang lainnya. Konsep kecepatan dan kelajuan pada materi gerak
lurus akan ditafsirkan berbeda-beda oleh masing-masing siswa.

Menurut Berg (1991:17), Ada beberapa hal penyebab perbedaan konsepsi


siswa.perbedaan konsepsi antara individu siswa disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

a. pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan yang telah dimilikinya,


b. stuktur pengetahuan yang telah terbentuk di dalam otaknya,
c. perbedaan kemampuan dalam hal: (1) menentukan apa yang diperhatikanwaktu belajar,
(2) menentukan apa yang masuk ke otak, (3) menafsirkan apa yang masuk ke otak, (4)
perbedaan apa yang disimpan di dalam otak.

Dengan demikian bila seseorang siswa pasif, konsepsinya akan sedikit. Sedangkan
bila seseorang siswa aktif yang telah terlihat dalam proses belajar mengajar,konsepsinya
akan semakin banyak dan tinggi.
2.1.2 Miskonsepsi

Beberapa ahli mengungkapkan tentang pengertian miskonsepsi. Driver dalam


Purba (2008:4), Ketika siswa datang ke ruang kelas, dalam pikirannya sudah terisi
(tidak seperti kaset kosong) dengan pengalaman dan pengetahuan yang berkaitan
dengan listrik ataupun peristiwa fisis yang ada disekitarnya. Konsepsi awal yang
dimiliki siswa secara substansial mengakui berbeda dengan gagasan yang diajarkan
dan konsepsi ini akan mempengaruhi belajar dan bisa menghambat perubahan untuk
selanjutnya. Konsepsi yang dimiliki siswa kadangkala cukup kuat dan mempunyai
pengaruh besar terhadap pengembangan konsep-konsep dalam gerak lurus yang
didapat dari pengalaman belajarnya. Namun dalam kenyataannya konsepsi siswa
sering bertentangan dengan konsepsi ilmuwan, yang dapat menyebabkan kesulitan
bagi siswa dalam belajar.

Miskonsepsi adalah perbedaan konsepsi yang dimiliki siswa dengan konsepsi


ilmu pengetahuan. Driver, R. (1988:161) menyatakan bahwa konsespsi siswa yang
berbeda dengan konsepsi ilmu pengetahuan disebut miskonsepsi. Nama lain dari istilah
miskonsepsi yang digunakan oleh para peneliti diantaranya intuisi (intuitions),
konsepsi alternatif (alternative frame), dan teori naif.Kohle dan Norland dalam Berg
(1991:8) juga menyatakan bahwa miskonsepsi sebagai suatu konsep atau ide yang
menyimpang dari pendapat umum dengan konsensus ilmu-wan. Sedangkan Berg
(1991:8) mendefinisikan “Miskonsepsi sebagai pertentangan atau ketidakcocokan
konsep yang dipahami seseorang dengan konsep yang dipakai oleh pakar ilmuwan
yang bersangkutan”.

2.1.3 Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi akan terbentuk bila konsepsi seseorang mengenai suatu materi tidak
sesuai dengan konsepsi yang diterima oleh ilmuwan atau pakar dibidangnya. Suatu
miskonsepsi siswa bisa berasal dari beberapa sebab. Miskonsepsi siswa bisa berasal
dari siswa sendiri, yaitu siswa salah menginterpretasi gejala atau peristiwa yang
dihadapi dalam hidupnya. Selain itu, miskonsepsi yang dialami siswa bisa juga
diperoleh dari pembelajaran dari gurunya. Pembelajaran yang dilakukan gurunya
mungkin kurang terarah sehingga siswa melakukan interpretasi yang salah terhadap
suatu konsep, Suparno dalam Maharta (2010:6) menyatakan bahwa faktor penyebab
miskonsepsi fisika bisa dibagi menjadi lima sebab utama, yaitu berasal dari siswa,
pengajar, buku teks, konteks, dan cara mengajar. Adapun penjelasan rincinya seperti
yang disajikan pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1. Penyebab Miskonsepsi

Sebab utama Sebab khusus


Siswa Prakonsepsi, pemikiran asosiatif, pemikiran humanistik, reasoning
yang tidak lengkap, intuisi yang salah, tahap perkembangan
kognitif siswa, kemampuan siswa, minat belajar siswa

Pengajar Tidak menguasai bahan, bukan lulusan dari bidang ilmu fisika,
tidak membiarkan siswa mengungkapkan gagasan/ide, relasi guru-
siswa tidak baik

Buku teks Penjelasan keliru, salah tulis terutama dalam rumus, tingkat
penulisan buku terlalu tinggi bagi siswa, tidak tahu membaca buk
teks, buku fiksi dan kartun sains sering salah konsep karena alasan
menariknya yang perlu,

Konteks Pengalaman siswa, bahasa sehari-hari berbeda, teman diskusi


yang salah, keyakinan dan agama, penjelasan orang tua/orang lain
yang keliru, konteks hidup siswa (tv, radio, film yang keliru,
perasaan senang tidak senang, bebas atau tertekan.

Cara mengajar Hanya berisi ceramah dan menulis, langsung ke dalam bentuk
matematika, tidak mengungkapkan miskonsepsi, tidak
mengoreksi PR, model analogi yang diapakai kurang tepat, model
demonstrasi sempit,dll
2.1.4 Metode Penelusuran Miskonsepsi

Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang metode penelusuran miskon-


sepsi. Purba (2008:5) menyatakan bahwa ada tiga cara yang mungkin dapat digu-nakan
untuk mengetahui pengetahuan awal siswa dan miskonsepsi yang terdapat pada diri
siswa yaitu: (a) tes diagnotismelalui tes tertulis dan memberi alasan, (b) interview klinis
dengan mengungkapkan pengetahuan awal dan miskonsepsi siswa secara lebih
mendalam dan lebih orisinil, dan (c) penyajian peta konsep. Novak dalam Purba
(2008:5) menyatakan bahwa konsepsi siswa juga dapat diperkirakan dengan peta
konsepsi yang bentuknya tentu saja berbeda dengan tingkat pema-haman masing-
masing siswa terhadap suatu konsep.

Dykstra, et al(1992:621) menyatakan bahwa sebelum dilakukan pembelajaran


materi gerak lurus perlu diadakan identifikasi dan evaluasi miskonsepsi terlebih
dahulu antara lain dengan menggunakan tes diagnostik. Untuk mengungkap mis-
konsepsi siswa, tidak dapat dilakukan secara langsung, tetapi dapat ditempuh me-lalui
aplikasi dengan suatu permasalahan.

2.2 MODEL PEMBELAJARAN CRI (CERTAINLY OF RESPONSE INDEX)

Metode CRI ini telah dikembangkan oleh Saleem Hasan (1999: 294-299) yang
digunakan untuk mengidentifikasi miskonsepsi yang dialami siswa, yang merupakan
ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal)
yang diberikan.Hutnal (2002) mengemukakan bahwa CRI menggunakan rubric dengan
penskoran 0 untuk totally guested answer, 1 untuk amost guest, 2 untuk not sure, 3 untuk
sure, 4 untuk almost certain, dan 5 untuk certain. Satu hal yang sangat penting untuk
diperhatikan dalam penggunaan CRI adalah kejujuran siswa dalam mengisi CRI untuk
jawaban suatu soal, karena nantinya akan menentukan pada keakuratan hasil identifikasi
yang dilakukan (Tayubi, 2005: 1).

Model Certainly of Response Index(CRI) merupakan model yang digunakan untuk


mengukur tingkat keyakinan siswa terhadap materi yang telah diajarkan oleh guru.
Certainly of Response Index (CRI) adalah ukuran tingkat keyakinan/kepastian responden
dalam menjawab setiap pertanyaan yang diberikan (Saleem Hasan dalam Tayubi, 2005).
Seorang responden mengalami miskonsepsi atau tidak tahu konsep dapat dibedakan
secara sederhana dengan cara membandingkan benar tidaknya jawaban suatu soal dengan
tinggi rendahnya indeks kepastian jawaban (CRI) yang diberikannya untuk soal tersebut
(Tayubi, 2005). Tabel ketentuan CRI untuk membedakan antara tahu konsep,
miskonsepsi, dan tidak tahu konsep.

Tabel ketentuan CRI untuk membedakan antara tahu konsep, miskonsepsi, dan
tidak tahu konsep.

Kriteria jawaban CRI rendah (<2,5) CRI tinggi (>2,5)


Jawaban benar Tidak tahu konsep (lucky menguasai konsep dengan baik
guess)

Jawaban salah tidak tahu konsep Kemunkinan terjadi miskonsepsi

(Tayubi, 2005).

CRI biasanya didasarkan pada suatu skala, sebagai contoh, skala enam (0-5) seperti pada
tabel berikut :
Tabel CRI skala 4 dan kriterianya

CRI Kriteria
1 Sangat tidak yakin
2 Tidak yakin
3 Yakin
4 Sangat yakin
(Nursiwin, 2014)

Metode Certainly of Response Index (CRI) dapat digunakan untuk


mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi, sekaligus dapat membedakannya tidak tahu
konsep, Hasan et al (1999: 294-299). CRI merupakan ukuran tingkat keyakinan/kepastian
responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan.CRI biasanya
didasarkan pada suatu skala dan diberikan bersamaan dengan setiap jawaban suatu soal.
Sebagai contoh skala 6 (0-5) pada tabel di bawah ini:

Tabel CRI skala 6 dan kriterianya


CRI Kriteria

0 (Totally guessed answer)


1 (Almost guess)
2 (Not Sure)
3 (Sure)
4 (Almost certain)
5 (Certain)
(Tayubi, 2005).

Menurut Tayubi (2005: 6) angka 0 menandakan tidak tahhu konsep sama sekali
(jawaban ditebak secara total), sementara angka 5 menandakan kepercayaan diri yang
penuh atas kebenaran pengatahuan dalam menjawab suatu pertanyaan (soal), tidak ada
unsur tebakan sama sekali. jika derajat kepastiannya rendah (CRI0-2), maka hal ini
menggambarkan bahwa proses penebakan memainkan peranan yang signifikan dalam
menentukan jawaban.Tanpa memandang apakah jawaban benar atau salah, nilai CRI yang
rendah menunjukkan adanya unsur penebakan yang secara tidak langsung mencerminkan
ketidaktahuan konsep yang mendasari penentuan jawaban.Jika CRI tinggi (CRI 3-5), maka
responden memiliki kepercayaan diri (confidence) yang tinggi dalam memilih jawaban.

Tayubi (2005: 8) menginformasikan pengoperasionalan kriteria CRI yang


dinyatakan dengan persentase unsur tebakan dalam menjawab suatu pertanyaan :

Tabel Kriteria CRI


CRI Kriteria

0 Jika dalam menjawab soal 100% ditebak

1 Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 75-99%


2 Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 50-74%

3 Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 25-49%

4 Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 1-24%

5 Jika dalam menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama sekali (0%)

2.2.1 Metode CRI ini memiliki keunggulan dan kelemahan


1. Keunggulan
Keunggulannya yakni bersifat sederhana dan dapat digunakan di berbagai jenjang
(sekolah menengah sampai perguruan tinggi), sedangkan kelemahannya adalah
metode ini sangat bergantung pada kejujuran siswa (Mahardika, 2014: 5).

Metode Certainly of Response Index (CRI) mempunyai keunggulan antara lain


sebagai berikut :
1. Mudah diterapkan di kelas rendah karena siswa tinggal memilih jawaban yang
telah disediakan.
2. Di harapkan dengan adanya penerapan metode baru ini guru akan lebih mudah
menerapkan konsep tersebut.

2. Kelemahan
Selain mempunyai kelebihan, metode Certainly of Response Index (CRI) juga
mempunyai kelemahan antara lain:
1. Metode ini tidak sesuai diterapkan dikelas tinggi karena tidak dapat
mengembangkan pengetahuan.
2. Metode ini hanya digunakan untuk pembelajaran yang memerlukan satu
kepastian jawaban. Tidak sesuai untuk pelajaran yang membutuhkan banyak
alternatif jawaban.

2.3 Pembelajaran Fisika


“Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu proses dimana suatu organisasi
berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman”. Salah satu pertanda bahwa
seseorang telah belajar sesuatu adalah adanya perubahan tingkah laku dalam
dirinya. Perubahan tingkah laku tersebut menyangkut baik perubahan yang bersifat
pengetahuan (kognitif) dan keterampilan (psikomotorik) maupun yang menyangkut
nilai dan sikap (afektif). Artinya, tujuan kegiatan belajar adalah adanya perubahan
tingkah laku. Belajar adalah proses interaksi antara stimulus dan respon. Proses
belajar akan terjadi melalui tahap-tahap memperhatikan stimulus, memahami
makna stimulus, menyimpan dan menggunakan informasi yang telah dipahami.
Belajar adalah suatu proses perubahan dalam kepribadian manusia, dan
perbahan tersebut ditampakkan dalam bentuk peningkatan kualitas dan kuantitas
tingkah laku, seperti peningkatan kecakapan, pengetahuan, sikap, kebiasaan,
pemahaman, keterampilan, daya pikir dan lain-lain.
Jadi dari beberapa pendapat para ahli tentang belajar yang dikemukakan diatas
dapat dipahami bahwa belajar adalah suatu perubahan yang terjadi pada diri
seseorang dalam bentuk perubahan pengetahuan, pemahaman, sikap dan tingkah
laku. Belajar mengajar adalah suatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif
mewarnai interaksi yang terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang
bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar mengajar yang dilakukan, diarahkan
untuk mencapai tujaun tertentu yang telah dirumuskan sebelum pengajaran
dilakukan.
Pengajaran dapat diartikan sebagai suatu proses yang dilakukan oleh para guru
dalam membimbing, membantu, dan mengarahkan peserat didik untuk memilki
pengalaman belajar. Proses belajar mengajar (pembelajaran) adalah upaya secara
sistematis yang dilakukan guru untuk mewujudkan proses pembelajaran berjalan
secara efektif dan efisien yang dimulai dari perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.
Jadi, pembelajaran yang akan direncanakan memerlukan berbagai teori untuk
merancangnya agar rencana pembelajaran yang disusun benar-benar dapat
memenuhi harapan dan tujuan pembelajaran.
Salah satu tujuan pembelajaran fisika adalah menguasai konsep fisika.
Pembelajaran fisika menekankan pada pemberian pengalaman langsung dan
berpusat pada peserta didik. Salah satu indikator keberhasilan belajar fisika yaitu
memiliki pemahaman konsep yang baik. Namun, kenyataan dilapangan kerap kali
ditemukan bahwa adanya kesulitan sejumlah peserta didik dalam memahami
beberapa konsep fisika telah menjadi perhatian para pengajar dan praktisi
pendidikan di bidang pengajaran fisika. Keaktifan berbuat dan kebiasaan berpikir
dalam belajar fisika akan membantu peserta didik meningkatkan penguasaan
konsep-konsep fisika.
Jadi peserta didik harus memahami konsep – konsep dalam mempelajari
materi–materi pelajaran fisika, tidak hanya secara matematis saja, jika peserta didik
mempelajari materi fisika secara konsep dan matematis maka hasil belajar yang
diperoleh akan maksimal.
Metode ceramah cenderung kurang tepat diterapkan pada pembelajaran fisika
karena pembelajaran fisika harus lebih menekankan pada pembelajaran yang
berpusat kepada peserta didik, agar peserta didik terlibat aktif sehingga peserta
didik dapat memahami dan mengingat materi yang telah dipelajari dengan baik.
Tugas seorang guru untuk menciptakan pembelajaran yang interaktif di dalam
kelas, serta membuat peserta didik untuk aktif terlibat pada proses kegiatan
pembelajaran (KBM), karena dengan melibatkan peserta didik untuk aktif dalam
proses kegiatan pembelajaran, akan memudahkan mereka untuk memahami dan
menguasai konsep pembelajaran fisika yang diajarkan.

2.4 Gelombang Bunyi

Bunyi termasuk gelombang mekanik, karena dalam perambatannya bunyi


memerlukan medium perantara. Ada tiga syarat agar terjadi bunyi yaitu ada sumber
bunyi, medium, dan pendengar. Bunyi dihasilkan oleh benda yang bergetar, getaran itu
merambat melalui medium menuju pendengar.

Gelombang bunyi merupakan gelombang longitudinal, karena gelombang


berosilasi searah dengan gerak gelombang tersebut, membentuk daerah bertekanan tinggi
dan rendah (rapatan dan renggangan). Partikel yang saling berdesakan akan
menghasilkan gelombang bertekanan tinggi, sedangkan molekul yang meregang akan
menghasilkan gelombang bertekanan rendah. Kedua jenis gelombang ini menyebar dari
sumber bunyi dan bergerak secara bergantian pada medium.

Cepat Rambat Bunyi

Gelombang bunyi dapat bergerak melalui zat padat, zat cair, dan gas, tetapi tidak
bisa melalui vakum, karena di tempat vakum tidak ada partikel zat yang akan
mentransmisikan getaran. Kemampuan gelombang bunyi untuk menempuh jarak tertentu
dalam satu waktu disebut Kecepatan Bunyi. Kecepatan bunyi di udara bervariasi,
tergantung temperatur udara dan kerapatannya. Apabila temperatur udara meningkat,
maka kecepatan bunyi akan bertambah. Semakin tinggi kerapatan udara, maka bunyi
semakin cepat merambat. Kecepatan bunyi dalam zat cair lebih besar daripada cepat
rambat bunyi di udara. Sementara itu, kecepatan bunyi pada zat padat lebih besar
daripada cepat rambat bunyi dalam zat cair dan udara.

Unsur Bunyi dan Pemanfaatan Gelombang Bunyi Unsur unsur bunyi antara lain
sebagai berikut.

1. Tinggi Nada Bunyi

Semakin banyak jumlah getaran yang dihasilkan dalam satu selang waktu
tertentu, bunyi yang dihasilkan akan semakin tinggi. nyaring. Pada getaran yang semakin
sedikit, bunyi yang terdengar bernada rendah. Hal tersebut membuktikan bahwa tinggi
nada bergantung pada frekuensi sumber bunyi.

2. Kuat Bunyi

Kuat bunyi yang dihasilkan bergantung pada amplitude/simpangan getaran.


Semakin besar simpangan, maka kuat bunyi yang dihasilkan semakin kuat.

3. Warna Bunyi

Warna bunyi merupakan bunyi khas yang ditimbulkan oleh suatu sumber bunyi.
Bunyi gitar berbeda dengan bunyi biola, itu karena ada warna bunyi. Perbedaan tersebut
terjadi karena gabungan nada atas dan nada dasar dari sumber bunyi berbeda-beda
walaupun frekuensinya sama.

4. Batas Pendengaran

Manusia dan hewan dilengkapi dengan alat pendengaran. Namun, kemampuan


pendengarannya berbeda-beda. Batas kemampuan pendengaran diukur berdasarkan
frekuensi bunyi.

Manusia normal memiliki batas pendengaran antara 20 hertz sampai dengan 20.000
hertz. Daerah frekuensi tersebut dinamakan frekuensi audio. sedangkan daerah
frekuensi di bawah 20 hertz disebut infrasonik, daerah di atas frekuensi dengar atau di
atas 20.000 hertz disebut ultrasonik. Beberapa hewan mampu mendengar bunyi
ultrasonik, bahkan hewan seperti kelelawar yang memiliki alat penglihatan tidak sebaik
alat pendengarannya, menggunakan bunyi ultrasonik untuk mengetahui benda yang ada
di depannya.

Intensitas dan Taraf Intensitas

Pada dasarnya gelombang bunyi adalah rambatan energi yang berasal dari sumber
bunyi yang merambat ke segala arah, sehingga muka gelombangnya berbentuk bola
(sferis).

Intensitas bunyi adalah energi gelombang bunyi yang menembus permukaan


bidang tiap satu satuan luas tiap detiknya. Apabila suatu sumber bunyi mempunyai daya
sebesar P watt, maka besarnya intensitas bunyi di suatu tempat yang berjarak r dari
sumber bunyi dapat dinyatakan :

P P

A 4π r2

dengan :

I = intensitas bunyi (watt/m2)

P = daya sumber bunyi (watt, joule/s)

A = luas permukaan yang ditembus gelombang bunyi (m2) r = jarak tempat dari
sumber bunyi (m)

Jika titik A berjarak r1 dan titik B berjarak r2 dari sumber bunyi, maka
perbandingan intensitas bunyi antara titik A dan B dapat dinyatakan dalam persamaan
:

IA r2 2

IB r12
Dikarenakan keterbatasan pendengaran telinga manusia, maka para ahli
menggunakan istilah dalam intensitas bunyi dengan menggunakan ambang
pendengaran dan ambang perasaan.

Intensitas ambang pendengaran (Io) yaitu intensitas bunyi terkecil yang masih
mampu didengar oleh telinga, Besarnya ambang pendengaran berkisar pada 10-12
watt/m2.

Intensitas ambang perasaan yaitu intensitas bunyi yang terbesar yang masih dapat
didengar telinga tanpa menimbulkan rasa sakit. Besarnya ambang perasaan berkisar pada
1 watt/m2. Para ilmuwan menyatakan mengukur intensitas bunyi tidak dalam watt/m2
melainkan dalam satuan dB (desi Bell) yang dinyatakan dengan Taraf Intensitas bunyi
(TI).

Sifat-Sifat Gelombang Bunyi

Sifat-sifat umum tentang gelombang, yaitu pembiasan (refraksi), pemantulan


(refleksi), pelenturan (difraksi), interferensi, dan polarisasi. Bunyi merupakan salah satu
bentuk gelombang. Oleh karena itu, gelombang bunyi juga mengalami peristiwa-
peristiwa tersebut.

1. Pemantulan Gelombang Bunyi

Mengapa saat Anda berteriak di sekitar tebing selalu ada bunyi yang menirukan
suara Anda tersebut? Mengapa suara Anda terdengar lebih keras ketika berada di dalam
gedung? Kedua peristiwa tersebut menunjukkan bahwa bunyi dapat dipantulkan. Bunyi
pantul dapat memperkuat bunyi aslinya. Itulah sebabnya suara musik akan terdengar
lebih keras di dalam ruangan daripada di lapangan terbuka.

2. Pembiasan Gelombang Bunyi

Sesuai dengan hukum pembiasan gelombang bahwa gelombang yang datang dari
medium kurang rapat ke medium lebih rapat akan dibiaskan mendekati garis normal atau
sebaliknya.

Pada siang hari, suhu udara di permukaan lebih tinggi daripada di atasnya. Hal
tersebut menyebabkan lapisan udara pada bagian atas lebih rapat daripada di bawahnya.
Sehingga, pada siang hari arah rambat bunyi dibiaskan menjauhi garis normal
(melengkung ke atas). Akibatnya, suara teriakan yang cukup jauh pada siang hari
terdengar kurang jelas. Sebaliknya, pada malam hari lapisan udara di permukaan lebih
rapat daripada di atasnya. Sehingga, arah rambat bunyi dibiaskan mendekati garis
normal (melengkung ke bawah). Akibatnya, suara teriakan yang cukup jauh pada
malam hari terdengar lebih jelas.

3. Difraksi Gelombang Bunyi


Difraksi adalah peristiwa pelenturan gelombang ketika melewati celah, yang
ukuran celahnya se-orde dengan panjang gelombangnya. kaca pembatas loket
pembayaran di sebuah bank yang sengaja dibuat dengan beberapa lubang kecil agar
gelombang bunyi tidak memantul, walaupun arah rambat bunyi tidak berupa garis lurus.

Gelombang bunyi mudah mengalami difraksi karena gelombang bunyi di udara


memiliki panjang gelombang sekitar beberapa sentimeter sampai beberapa meter.
Bandingkan dengan cahaya yang memiliki panjang gelombang berkisar 500 mm.

4. Interferensi Gelombang Bunyi

Interferensi Gelombang Bunyi terjadi jika beda lintasannya merupakan kelipatan


bilangan bulat dari setengah panjang gelombang bunyi, secara matematis dituliskan
sebagai berikut.

dengan n = 0, 1, 2, 3, ...

n = 0, n = 1, dan n = 2 berturut-turut untuk bunyi kuat pertama, bunyi kuat kedua,


dan bunyi kuat ketiga.

5. Pelayangan Bunyi

Interferensi yang ditimbulkan dari dua gelombang bunyi dapat menyebabkan


peristiwa pelayangan bunyi, yaitu penguatan dan pelemahan bunyi. Hal tersebut terjadi
akibat superposisi dua gelombang yang memiliki frekuensi yang sedikit berbeda dan
merambat dalam arah yang sama. Jadi, satu pelayangan didefinisikan sebagai dua bunyi
keras atau dua bunyi lemah yang terjadi secara berurutan, (layangan = kuat — lemah —
kuat atau lemah — kuat — lemah).
Jika kedua gelombang bunyi tersebut merambat bersamaan, akan menghasilkan
bunyi paling kuat saat fase keduanya sama. Jika kedua getaran berlawanan fase, akan
dihasilkan bunyi paling lemah.

Secara matematis pelayangan bunyi dapat dinyatakan sebagai berikut :

fp = | f1 - f2 |

Keterangan:

fp = frekuensi pelayangan (Hz)

f2 = frekuensi gelombang 2 (Hz)

f1 = frekuensi gelombang 1 (Hz)


BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Subjek penelitian

Populasi target penelitian adalah mahasiswa FKM. Subyek


penelitian berjumlah 25 orang, yakni mahasiswa angkatan tahun 2015.
Penelitian dilakukan pada bulan Maret 2019.

3.2 Tes Miskonsepsi tentang Konsep dalam Gelombang Bunyi.


Untuk menelusuri keadaan miskonsepsi mahasiswa tentang konsep-konsep
dalam Gelombang Bunyi, dirancang dan disusun seperangkat soal sebanyak 25.
Tes berbentuk pilihan ganda dengan lima option pilihan untuk masing-masing
item tes. Pada tes ini digunakan model Certainty of Response Index (CRI) yang
menggambarkan keyakinan mahasiswa (responden) terhadap kebenaran
alternatif jawaban yang direspons. Berdasarkan petunjuk dalam mengerjakan
soal, mahasiswa diminta merespons setiap option pada masing-masing item tes
pada tempat yang telah disediakan yakni di samping kiri dari setiap option
(pilihan) dengan 3 skala sebagai berikut:

1. Tidak tahu

2. Ragu-ragu

3. Yakin
Berdasarkan tabulasi data untuk setiap mahasiswa, demikian juga untuk
setiap item soal tes yang berpedoman pada kombinasi jawaban yang benar dan
yang salah serta CRI yang tinggi dan CRI yang rendah, sehingga mahasiswa
yang mengalami miskonsepsi dapat terungkap. Bentuk matriks jawaban
mahasiswa dan pengkategoriannya ditunjukkan pada tabel 1 di bawah ini.
Tabel 1 Ketentuan Untuk Setiap Pertanyaan yang Diberikan
Berdasarkan pada Kombinasi Dari Jawaban Benar Atau Salah dan
Kriteria CRI
Kriteria Kriteria CRI
Jawaban Yakin Ragu-ragu Tidak
Tahu
Jawaban Paham Tidak paham Tidak
Benar paham/Me
nebak
Jawaban Miskonsepsi Tidak paham Tidak
Salah paham/Me
nebak

Jawaban siswa berdasarkan kategori kriteria CRI dipersentasekan


berdasarkan kelompok kategori paham, miskonsepsi, dan tidak paham,
dihitung dengan menggunakan rumus :

𝒇
𝑷=
𝑵

P = angka persentase (% Kelompok);


f = jumlah siswa pada setiap kelompok;
N = jumlah individu (jumlah seluruh siswa yang dijadikan subjek
penelitian)
Tabel 2 Persentase Tingkat Miskonsepsi

Sedangkan persentase tingkat miskonsepsinya dapat dikelompokkan menjadi


beberapa kategori seperti yang terlihat pada tabel di bawah.

Persentase Kategori
0 – 30% Rendah
31% - 60% Sedang
61% - 100% Tinggi
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

1. Beberapa ahli mengungkapkan tentang pengertian miskonsepsi. Driver


dalam Purba (2008:4), Ketika siswa datang ke ruang kelas, dalam
pikirannya sudah terisi (tidak seperti kaset kosong) dengan pengalaman dan
pengetahuan yang berkaitan dengan listrik ataupun peristiwa fisis yang ada
disekitarnya.
2. Suatu miskonsepsi siswa bisa berasal dari beberapa sebab. Miskonsepsi
siswa bisa berasal dari siswa sendiri, yaitu siswa salah menginterpretasi
gejala atau peristiwa yang dihadapi dalam hidupnya.
3. Model Certainly of Response Index (CRI) merupakan model yang
digunakan untuk mengukur tingkat keyakinan siswa terhadap materi yang
telah diajarkan oleh guru. Certainly of Response Index (CRI) adalah ukuran
tingkat keyakinan/kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan
yang diberikan (Saleem Hasan dalam Tayubi, 2005).
DAFTAR ISI

http://abdulgopuroke.blogspot.com/2017/02/model-pembelajaran-cri-
certainly-of.html

http://mediafunia.blogspot.com/2013/03/pengertian-prakonsepsi-dan-
miskonsepsi.html

https://www.academia.edu/11197509/Belajar_dan_Pembelajaran_Fisika

Anda mungkin juga menyukai