TIM PENGUSUL
i
COVER
LAPORAN KEMAJUAN
PENELITIAN DOSEN PEMULA
TIM PENELITI
i
IDENTITAS DAN URAIAN UMUM
1. Judul Penelitian : Pengembangan Instrumen Penilaian Kemampuan
Pemecahan Masalah Menggunakan Multimodus
Representasi Berbasis Kearifan Lokal Papua
2. Tim Penelitian :
ii
ABSTRAK
Pengembangan Instrumen Penilaian Kemampuan Pemecahan Masalah
Menggunakan Multimodus Representasi Berbasis Kearifan Lokal Papua
iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Tujuan Pendidikan Nasional yang tertuang dalam UU No. 20 tahun 2003
menyatakan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi untuk mengembangkan
kemampuan, membentuk karakter dan peradaban bangsa yang bermartabat dalam
konteks mendidik kehidupan bangsa. Salah satu kemampuan siswa yang sangat
penting untuk dikembangkan dalam pembelajaran Fisika adalah kemampuan
pemecahan masalah. Hal ini sesuai dengan Permendikbud Nomor 24 tahun 2016
tentang KI dan KD kurikulum 2013 yang menyatakan bahwa mengetahui,
menerapkan pemahaman fakta, konsep, langkah-langkah pada ilmu pengetahuan,
teknologi, seni, budaya, kemanusiaan, berbangsa, bernegara, kemajuan dalam
lingkungan, dan menerapkan pengetahuan pada bidang yang ditekuni sesuai minat
dan bakat yang digunakan dalam menyelesaikan masalah.
Kemampuan memecahkan masalah merupakan salah satu pendukung penting
dalam kemajuan manusia (Rotherham & Willingham, 2010). Menyelesaikan
permasalahan merupakan keahlian individu untuk mendapatkan solusi dengan
langkah yang terdapat pada kriteria pemecahan masalah (Hidayat, et al., 2017).
Keterampilan menyelesaikan masalah ini juga sesuai dengan paradigma
pembelajaran abad 21 yang menekankan kepada kemampuan siswa untuk
pemecahan masalah, kemampuan membuktikan teori dengan praktikum,
memahami perkembangan teknologi, berkomunikasi dan berkolaborasi.
Guru sebagai fasilitator dalam pendidikan dituntut untuk melatihkan
kemampuan pemecahan masalah kepada siswa. Namun, agar dapat mengukur
tingkat kemampuan peserta didik setelah melewati proses pembelajaran, maka
dibutuhkan suatu evaluasi atau penilaian (Widoyoko, 2014). Evaluasi merupakan
salah satu dari proses yang sistematis untuk mengukur tingkat kemampuan atau
kualitas yang disesuaikan berdasarkan kriteria tertentu dalam mengambil keputusan
(Arifin, 2012). Instrumen penilaian yang digunakan harus sesuai dengan
kamampuan yang ingin dievaluasi oleh guru.
.
1
B. Urgensi Penelitian
Kemampuan pemecahan masalah merupakan kemampuan yang kini dilatihkan
kepada siswa sesuai dengan tuntutan pendidikan. Untuk mengukur tingkat
kemampuan pemecahan masalah yang telah dikuasai siswa maka perlu dilakukan
penilaian. Penilaian merupakan suatu proses dalam pengambilan keputusan
berdasarkan hasil pengukuran dan kriteria yang ditetapkan dimana keduanya saling
berkaitan (Purwanto, 2013). Jika kemampuan yang ingin dievaluasi adalah
kemampuan pemecahan masalah maka instrumen penilaian yang digunakan juga
haruslah instrumen pemecahan masalah.
Instrumen penilaian kemampuan pemecahan masalah telah banyak
dikembangkan pada penelitian terdahulu. Namun, instrumen penilaian tersebut
kurang sistematis dalam tiap tahapannya dan belum kontekstual sehingga kurang
tepat digunakan sebagai instrumen penilaian bagi siswa-siswi di Papua. Dalam
penelitian ini akan dikembangkan sebuah instrumen penilaian kemampuan
pemecahan masalah menggunakan multimodus representasi berbasis kearifan lokal
Papua. Penggunaan multimodus representasi sangat penting karena kemampuan
siswa berbeda-beda dalam memahami permasalahan yang disajikan. Ada siswa
yang mampu memahami permasalahan hanya dengan representasi teks tetapi ada
siswa yang mampu memahaminya jika dilengkapi dengan representasi gambar. Hal
ini menunjukkan bahwa siswa membutuhkan multimodus representasi dalam
memahami permasalahan Fisika (Simbolon, 2020). Multimodus representasi
merupakan penyajian permasalahan dalam berbagai representasi yang saling
terintegrasi sehingga jika ada siswa yang kesulitan memahaminya dengan satu
representasi akan terbantu dengan representasi yang lain.
Permasalahan yang disajikan dalam instrumen penilaian ini juga berkaitan
dengan kearifan lokal Papua sehingga sangat kontekstual bagi siswa. Jika
permasalahan yang disajikan dalam instrumen bersifat kearifan lokal maka siswa
akan lebih mudah memahaminya karena dekat dengan kehidupannya sehari-hari.
Hal ini sangat penting agar pemecahan permasalahan tersebut menjadi bermakna.
Tahapan yang digunakan dalam pemecahan masalah ini sesuai dengan tahapan
Rosengrant sehingga sangat sistematis dan teratur. Hal ini akan berpengaruh baik
2
agar siswa terbiasa menyelesaikan permasalahan Fisika secara bertahap hingga
terkonstruk dalam pemahamannya.
Jika instrumen penilaian yang digunakan tidak sesuai dengan kemampuan yang
ingin dievaluasi maka hasil penilaian yang diperoleh menjadi tidak tepat. Oleh
karena itu, sangat penting dilakukan pengembangan instrumen penilaian
kemampuan pemecahan masalah menggunakan multimodus representasi berbasis
kearifan lokal Papua sebagai instrumen penilaian kemampuan pemecahan masalah
yang tepat bagi siswa-siswi di Papua.
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat rumusan masalahnya adalah
bagaimana kalayakan instrumen penilaian kemampuan pemecahan masalah
menggunakan multimodus representasi berbasis kearifan lokal Papua?
D. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelayakan instrumen penilaian
kemampuan pemecahan masalah menggunakan multimodus representasi berbasis
kearifan lokal Papua yang akan dikembangkan oleh peneliti.
E. Rencana Target Capaian
Adapun rencana target luaran dari kegiatan ini, secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 1.1 berikut.
Tabel 1.1 Rencana Target Luaran
No. Jenis Luaran Indikator Luaran
1 Laporan Hasil Penelitian Laporan cetak
2 Artikel Ilmiah yang Publikasi
dipublikasikan
3
BAB II KAJIAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Penilaian
Penilaian merupakan suatu komponen penting dalam proses pembelajaran
untuk mengetahui sejauh mana kemampuan peserta didik. Penilaian dapat
diartikan sebagai suatu komponen dari proses pembelajaran yang diharapkan
dapat memberikan hasil umpan balik kepada peserta didik untuk mengetahui
keefektifan pembelajaran (Muttaqin, 2017). Selain itu, menurut (Sumintono,
2015) bahwa penilaian dapat didefinisikan sebagai cara untuk menempatkan
peserta didik dalam konteks yang menyatakan sejauh mana tingkat konsep
yang dimiliki setelah melalui proses pembelajaran.
Depdiknas tahun 2008 tentang Panduan Penelitian Butir Soal menyatakan
bahwa dalalam penelitian instrumen penilaian perlu memperhatikan ketentuan/
kaidah penelitiannya yaitu sebagai berikut:
a. Materi
Materi yang digunakan perlu disesuaikan terhadap indikator instrumen
penilaian diukur sesuai dengan tuntunan kisi-kisi instrumen.
b. Konstruksi
Beberapa pernyataan yang perlu diperhatikan dalam konstruksi penelitian
isntrumen penilaian yaitu:
1) Pernyataan dirumuskan secara singkat dan jelas.
2) Kalimat yang digunakan bebas dari pernyataan tidak relevan terhadap
objek.
3) Kalimat yang digunakan bebas dari pernyataan bersifat negatif ganda.
4) Kalimat yang digunakan bebas dari pernyataan mengacu pada masa lalu.
5) Kalimat yang digunakan bebas dari pernyataan faktual
c. Bahasa/ Budaya
Beberapa pernyataan yang perlu diperhatikan dalam penggunaan bahasa/
budaya dalam penelitian instrumen penilaian yaitu:
1) Penggunaan bahasa harus komunikatif dan sesuai terhadap jenjang
pendidikan peserta didik atau responden.
2) Penggunaan bahasa Indonesia yang baku dalam butir soal.
4
3) Penggunaan bahasa dalam butir soal tidak berlaku setempat/tabu.
Salah satu instrumen penilaian yang baik dapat dilihat dalam bentuk
penyusunannya terkait isi instrumen yang menyangkut lebih dari sekedar
menanyakan soal-soal sulit kepada peserta didik. Penyusunan instrumen
merupakan usaha yang membutuhkan keterampilan kecakapan dan kesabaran
serta teknik-teknik dalam penyusunan instrumen. Ada beberapa bentuk
penyusunan instrumen penilaian yaitu bentuk esai, pilihan ganda, betul/salah,
isian, mencocokkan, dan open-book (Shirran, 2008). Namun, pada penelitian
ini peneliti hanya fokus pada instrumen penilaian bentuk essai.
2. Multimodus Representasi
Pembelajaran yang berisi konsep-konsep abstrak seperti Fisika
memerlukan representasi dalam penyajian konsep tersebut agar menjadi lebih
nyata. Menurut Rosengrant, Etkina & heuvalen (2006) representasi merupakan
sesuatu yang mewakili, menggambarkan atau menyimbolkan objek dan atau
proses. Beberapa bentuk representasi yang dapat digunakan dalam
pembelajaran Fisika yaitu representasi verbal, gambar, diagram, grafik,
simulasi komputer, persamaan matematika dan lain-lain (David Rosengrant
dkk,2007). Kemampuan siswa berbeda-beda dalam mengkonstruk
pengetahuannya agar bisa memahami konsep dan menyelesaikan permasalahan
sehingga dalam pembelajaran sangat memungkinkan jika menggabungkan
beberapa representasi (multimodus representasi).
Multimodus representasi merupakan suatu bentuk model yang
merepresentasikan ulang konsep yang sama namun dalam beberapa format
yang berbeda-beda namun saling terintegrasi (Carl Angell dkk. 2007). Suatu
bentuk informasi atau materi belajar dapat diingat dengan baik jika disajikan
dalam bentuk teks yang disertai dengan gambar. Hal ini sesuai dengan yang
dinyatakan dalam dual coding theory (Paivio dalam Dabutar 2007). Teori ini
menyatakan bahwa sistem kognitif manusia mempunyai dua sub sistem, yaitu
sistem verbal dan sistem gambar (visual). Sistem verbal biasanya akan
memproses kata dan kalimat (kecuali untuk materi yang bersifat konkrit).
Sistem visual dan sistem verbal akan memproses penyajian konsep dalam
5
bentuk gambar. Adanya dual coding dalam memori, seperti penyajian kosnep
secara verbal dan visual, konsep akan lebih mudah dipahami siswa hingga
dapat digunakan dalam pemecahan masalah..
3. Kemampuan Pemecahan Masalah
Masalah merupakan kesenjangan antara harapan yang seharusnya terjadi
dengan kenyataan yang dihadapi. Ada banyak permasalahan dalam kehidupan
sehari-hari yang dapat diselesaikan dengan menggunakan konsep-konsep yang
telah diberikan dalam pelajaran. Kemampuan dalam menyelesaikan
permasalahan yang dihadapi disebut kemampuan pemecahan masalah.
Penggunaan multimodus representasi dalam pembelajaran merupakan salah
satu bentuk latihan pemecahan masalah bagi siswa.
Bentuk lain pembelajaran Fisika dengan menggunakan multi representasi
dapat dilakukan dalam proses evaluasi. Bentuk penerapan multimodus
representasi dalam pembelajaran maupun sebaiknya dalam satu kesatuan.
Dalam masalah multi representasi, tes berbentuk uraian terstruktur akan
mengarahkan siswa untuk membuat multimodus representasi yang diperlukan
untuk memecahkan masalah tersebut. Arahan yang diberikan kepada siswa
dalam multimodus representasi yang diberikan disesuaikan dengan daftar
langkah pemecahan masalah dalam pembelajaran. Langkah-langkah tersebut
disesuaikan dengan prosedur yang diberikan Van Heuvelen et al. dalam
Rosengrant (2007: 56) yaitu:
a. Menggambar dan menerjemahkan masalah yang ditanyakan.
Mendeskripsikan dan menggambarkan keadaan yang terdapat dalam soal,
memasukkan semua informasi yang diketahui dari soal tersebut dan
memilih sistem dari setiap objek serta membuat daftar interaksi antara
objek dengan sistem.
b. Menyederhanakan permasalahan.
Menyederhanakan permasalahan artinya memperhitungkan faktor fisis
yang hanya terdapat dalam permasalahan soal. Contohnya dalam
permasalahan kalor, faktor fisis yang diperhitungkan hanya sumber kalor
6
yang digunakan tetapi dapat mengabaikan interaksi lain dengan
lingkungan yang tidak disebutkan dalam soal.
c. Menggambarkan bentuk fisisnya.
Penggambaran bentuk fisis sesuai dengan permasalahan dalam soal dan
bentuk fisis apa saja yang memungkinkan untuk ditampilkan. Gambaran
bentuk fisis ini dapat ditampilkan dalam representasi gambar, grafik,
diagram, dan lainnya. Gambaran bentuk fisis tersebut misalnya molekul
benda, aliran kalor, kenaikan suhu, dan konsep abstrak lainnya.
d. Menyatakan hitungan matematisnya.
Menyatakan hitungan matematis artinya membuat permasalahan dan
konsep Fisika dalam soal menjadi terukur dalam bentuk angka sehingga
lebih mudah dipahami sebagai penyelesaian soal.
4. Kearifan Lokal Papua
Kearifan lokal adalah bagian dari budaya suatu masyarakat yang tak
terpisah dari masyarakat itu sendiri. Suatu pengetahuan yang ditemukan oleh
masyarakat lokal tertentu melalui kumpulan pengalaman dalam mencoba dan
diintegrasikan dengan pemahaman terhadap budaya dan lingkungan alam
setempat.
Suastra melakukan penelitian tentang efektifitas penggunaan budaya lokal
(sains asli) dalam pembelajaran fisika (sains). Hasilnya suastra menemukan
perbedaan yang signifikan terkait minat dan motivasi belajar peserta didik.
Peserta didik yang diajarkan dengan pembelajaran berbasis budaya lokal
menunjukkan hasil yang lebih baik dalam hal minat dan motivasi belajar jika
dipadankan dengan peserta didik yang diberikan pembelajaran dengan
pembelajaran konvensional berbasis sains modern (Suastra, 2015).
Budaya lokal merupakan semua sistem gagasan, perbuatan, dan semua
karya manusia dalam rangka kehidupan bermasyarakat cara belajar
Pembelajaran berbasis sains dengan integrasi adalah sebuah cara untuk
melestarikan budaya masyarakat yang mulai terancam punah dan mendekatkan
mereka dengan sains dalam kehidupan sehari-hari karena budaya merupakan
bagian tak terpisahkan dari pendidikan, maka kebudayaan adalah hal yang
7
harus dipelajari dan diintegrasikan sehingga berguna bagi masyarakat (Sari,
Kartimi, & Fitriah, 2015)
8
BAB III METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian dan pengembangan atau Research and Develoment yaitu proses yang
dipergunakan untuk meningkatkan dan memvalidasi suatu produk pendidikan.
Adapun model pengembangan yang akan digunakan adalah 4D yang terdiri
dari 4 tahap yaitu tahap pendefinisian, tahap perancangan, tahap
pengembangan, dan tahap penyebaran.
Adapun langkah-langkah pengembangan instrumen penilaian
menggunakan model pengembangan 4D diuraikan sebagai berikut:
a. Pendefinisian (define)
Tujuan yang ingin dicapai pada tahap ini adalah menetapkan syarat-syarat
yang diperlukan dalam pembuatan instrumen penilaian kemampuan
pemecahan masalah menggunakan multimodus representasi berbasis
kearifan lokal. Adapun kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah
analisis kebutuhan, analisis kemampuan siswa, dan pemilihan materi.
b. Perancangan (Design)
Pada tahap ini, peneliti mulai menyusun instrumen penilaian berupa soal
pemecahan masalah berbentuk essai hingga diperoleh instrumen penilaian
yang baik sesuai kriteria dan kaidah-kaidah penyusunannya. Kegiatan yang
dilakukan pada tahap ini adalah menyusun indikator soal, menyusun kisi-
kisi instrumen penilaian, dan pemilihan representasi yang akan digunakan.
c. Pengembangan (Develop)
Pada tahap ini, instrumen penilaian yang telah disusun divalidasi oleh
validator ahli dari segi keterbacaan dan konten. Validator yang digunakan
sebanyak 3 orang yang terdiri dari 2 orang dosen dan 1 orang guru Fisika
sebagai pengguna. Instrumen yang telah divalidasi kemudian diuji coba
terbatas ke sekolah untuk mendapatkan data validitas, reliabilitas, tingkat
kesukaran, dan keterbacaan instrumen soal. Jumlah responden pada uji
terbatas ini hanya dibatasi sebanyak 10 orang siswa dari sekolah mitra.
9
d. Penyebaran (Disseminate)
Setelah instrumen penilaian direvisi dari hasil uji coba terbatas, instrumen
penilaian diuji kembali pada tahap penyebaran dengan jumlah responden
yang lebih banyak. Data dari tahap penyebaran ini akan menghasilkan
instrumen penilaian yang sudah teruji dan layak sebagai instrumen penilaian
kemampuan pemecahan masalah dalam pembelajaran Fisika.
10
yang kurang dari 100 seluruh populasi dijadikan sampel penelitian (Sugiono,
2015).
D. Instrumen Penelitian dan Teknik Pengumpulan Data
1. Angket
Angket merupakan perangkat pernyataan tertulis dan diserahkan pada
responden dengan tujuan menyimpulkan pendapat, keadaan, kesan yang ada
pada reponden sendiri maupun duluar dari responden (Sugiyono, 2016).
Angket yang akan digunakan dalam penelitian ini, yaitu:
a) Lembar instrumen penilaian diberikan kepada expert judgement yang
berkompeten untuk menganalisis validasi isi, Hasil data yang diperoleh
nantinya akan dipergunakan untuk melakukan revisi instrumen soal.
b) Lembar keterbacaan siswa
Lembar ini digunakan untuk memperoleh barbagai data tentang
keterbacaan instrumen soal berorientasi pemecahan masalah. Hasil data
yang diperoleh dipergunakan untuk dasar melakukan revisi produk
sehingga hasil produk yang telah dilakukan uji coba benar-benar layak
untuk dipergunakan dalam pembelajaran.
2. Tes
Tes digunakan sebagai alat pengukur tingkat kesukaran dan reliabilitas
instrumen soal yang telah divalidasi oleh validator,
C. Analisis Data
Analisis data kriteria Problem Sheet yang telah diperoleh dari hasil uji coba
lapangan meliputi beberapa hal yaitu:
1. Validitas
a. Analisis validitas instrumen
Validitas merupakan suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat
kevalidan suatu instrumen (Arikunto, 2013). Validitas dari instrumen
dianalisis menggunkan Content Validity Ratio (CVR) dan Content
Validity Index (CVI). Teknik menganalisisnya adalah sebagai berikut.
1) Kriteria penilaian validator
Data pada penelitian didapat dari validator dengan cara centang.
Tabel 3.1 dijadikan patokan untuk mengkonversi skor yang
diberikan oleh validator menjadi nilai indeks penilaian.
11
Tabel 3. 1. Kriteria penilaian validator
CVI merupakan rata-rata dari nilai CVR dari semua butir angket
validasi
𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝑪𝑽𝑹
𝑪𝑽𝑰 = 𝒋𝒖𝒎𝒍𝒂𝒉 𝒃𝒖𝒕𝒊𝒓 𝒂𝒏𝒈𝒌𝒆𝒕……….……………. (3.2)
2) Kategori hasil perhitungan CVR dan CVI
Rentang hasil nilai CVR dan CVI adalah -1 < 0 < 1
Tabel 3. 2. Kategori perhitungan CVR dan CVI
Rentang Kategori
-1 < x < 0 Tidak Baik
0 Baik
0<x<1 Sangat baik
12
b. Analisis validitas isi
Mengetahui bagaimana instrumen penilaian yang telah dibuat ini dapat
mengukur atau dapat dipergunakan sesuai dengan fungsinya yang baik
maka dilakukan uji validitas isi terhadap instrumen penilaian berorientasi
pemecahan masalah tersebut. Untuk mengetahui validitas isi Problem
Sheet berorientasi pemecahan masalah digunakan uji statistik, yakni
teknik korelasi Pearson Product Moment, yaitu:
𝑵 ∑ 𝑿𝒀−(∑ 𝑿)(∑ 𝒀)
𝒓𝒙𝒚 = ……….…... (3.3)
√(𝑵 ∑ 𝑿𝟐 −(∑ 𝑿)𝟐 )(𝑵 ∑ 𝒀𝟐 −(∑ 𝒀)𝟐 )
(Sudijono, 2009)
Keterangan:
𝒓𝒙𝒚 = koefisien korelasi
X = skor tiap butir soal
Y = skor total tiap butir soal
N = jumlah siswa
Nilai koefisien korelasi yang telah diperoleh diinterpretasikan
menggunakan tabel nilai r product moment. Jika harga t hitung > t tabel
maka butir soal tersebut dapat dikatakan valid.
2. Reliabilitas
Penentuan reliabilitas tes ini menggunakan rumus alpha, karena bentuk
tesnya adalah uraian. Rumus tersebut adalah sebagai berikut:
𝒏 ∑ 𝝈𝟐𝒊
𝒓𝟏𝟏 = ( ) (𝟏 − )……….……………… (3.4)
𝒏−𝟏 𝝈𝟐𝒊
(Sudijono, 2009)
Keterangan:
𝒓𝟏𝟏 = reliabilitas yang dicari
∑ 𝝈𝟐𝒊 = jumlah varians skor tiap-tiap item
𝝈𝟐𝒊 = varians total
n = jumlah soal
Besar validitas dan reliabilitas yang telah diperoleh kemudian
diinterpretasikan sesuai dengan kriteria Tabel 3.3.
13
Tabel 3. 3. Interpretasi validitas dan reliabilitas soal
Nilai f Kriteria
0,00 – 0,31 Sukar
0,31 – 0,70 Sedang
0,71 – 1,00 Mudah
(Miller, 2008)
Indikator keberhasilan
Penelitian ini dikatakan berhasil apabila tercapai semua dari tujuan penelitian, yaitu
memiliki validitas dengan harga t hitung > t tabel, reliabilitas dengan koefisien
korelasi 0,400 – 1,00 , tingkat kesukaran dengan interperensi indeks kesukaran 0,31
– 0,70 kriteria sedang, dan daya pembeda dengan kriteria interpretasi 0,20 – 1,00
14
kategori cukup, baik, dan sangat baik sehingga memenuhi kriteria sebagai soal yang
baik.
15
BAB IV PEMBIAYAAN DAN JADWAL PENELITIAN
A. Biaya Penelitian
Pengunaan dana pada penelitian in adalah sebesar Rp. 4.980.000,- (empat juta
sembilan ratus delapan puluh ribu rupiah) dengan ringkasan ditunjukkan oleh tabel
4.1. Sumber dana yang akan digunakan dalam kegiatan ini adalah dana DIPA
Universitas Musamus Tahun 2021.
Tabel 4.1 Ringkasan Pembiayaan Penelitian
No Jenis Pengeluaran Biaya yang diusulkan (Rp.)
1 Biaya Habis Pakai 2.797.000
2 Perjalanan 2.650.000
3 Lain-Lain 2.550.000
Total 7.997.000
B. Jadwal Penelitian
Adapun rincian jadwal kegiatan pada penelitian ini dapat dilihat pada tabel
4.2 dibawah ini:
Tabel 4.2. Jadwal Kegiatan Penelitian
Bulan Ke-
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6
1 Pengurusan perizinan penelitian pada instansi terkait
2 Persiapan Perangkat Penelitian
3 Pengambilan data
4 Analisa Data hasil Penelitian
5 Penyusunan laporan
16
DAFTAR PUSTAKA
Afifah, A. N., Ilmiyati, N., & Toto, T. (2019). MODEL PROJECT BASED
LEARNING (PjBL) BERBASIS STEM UNTUK MENINGKATKAN
PENGUASAAN KONSEP DAN KETERAMPILAN BERPIKIR KRITIS
SISWA. Quagga: Jurnal Pendidikan Dan Biologi, 11(2), 73.
https://doi.org/10.25134/quagga.v11i2.1910
Afriana, J., Permanasari, A., & Fitriani, A. (2016). Penerapan project based
learning terintegrasi STEM untuk meningkatkan literasi sains siswa ditinjau
dari gender. Jurnal Inovasi Pendidikan IPA, 2(2), 202.
https://doi.org/10.21831/jipi.v2i2.8561
Afrianti, W. E. (2018). PENERAPAN GOOGLE CLASSROOM DALAM
PEMBELAJARAN AKUNTANSI ( Studi Pada Program Studi Akuntansi
Universitas Islam Indonesia ) SKRIPSI Oleh : Nama : Wahyuni Eka Afrianti
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA
YOGYAKARTA.
Agard, J., Biermann, F., & Falkenmark, M. (2012). 21 Issues for the 21st Century
- Results of the UNEP Foresight Process on Emerging Environmental Issues.
In Environmental Development (Vol. 2).
https://doi.org/10.1016/j.envdev.2012.03.005
Asniati, M. (2019). PENGEMBANGAN INSTRUMEN SOAL LITERASI SAINS
BERBASIS GOOGLE FORM UNTUK SISWA SMP PADA MATER KALOR.
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN) RADEN INTAN LAMPUNG.
Diana, S., Rachmatullah, A., & Rahmawati, E. S. (2015). Profil Kemampuan
Literasi Sains Siswa SMA Berdasarkan Instrumen Scientific Literacy
Assesments (SLA). Prosiding Seminar Nasional XII Pendidikan Biologi
FKIP UNS 2015, 285–291. Retrieved from
https://media.neliti.com/media/publications/171085-ID-none.
Fananta, M. R. (2017). Materi Pendukung Literasi sains. Retrieved from
https://gln.kemdikbud.go.id/glnsite/wp-content/uploads/2017/10/cover-
materi-pendukung-literasi-sains-gabung.pdf
Fikri, M. R., Purwana, U., & William, M. (2019). ISSN : 2338-1027 Februari
2019 Jurnal Wahana Pendidikan Fisika ( 2019 ) Vol . 4 No . 1 : 73-76 Upaya
Meningkatkan Kreativitas Siswa Dalam Membuat Karya Fisika Melalui
Model Pembelajaran Berbasis STEM ( Science , Technology , Engineering
and Mathematics ) . 4(1), 73–76.
Harususilo, Y. E. (2019). Skor PISA Terbaru Indonesia, Ini 5 PR Besar
Pendidikan pada Era Nadiem Makarim. Retrieved from Kompas website:
https://edukasi.kompas.com/read/2019/12/04/13002801/skor-pisa-terbaru-
indonesia-ini-5-pr-besar-pendidikan-pada-era-nadiem-makarim?page=all
17
Murti, P. R., Aminah, N. S., & Harjana. (2018). The Analysis of High School
Students’ Science Literacy Based on Nature of Science Literacy Test
(NOSLiT). Journal of Physics: Conference Series, 1097(1).
https://doi.org/10.1088/1742-6596/1097/1/012003
Ratna Khaerati Armas, A., . R., & Syahrir, M. (2019). Hubungan Antara Literasi
Sains Dengan Prestasi Belajar Peserta Didik Pada Pembelajaran Kimia Kelas
Xi Mipa Sma Negeri Se-Kota Makassar. Chemistry Education Review
(CER), 2(2), 67. https://doi.org/10.26858/cer.v2i2.8950
Sari, J. R., Kartimi, & Fitriah, E. (2015). Penerapan Pembelajaran Biologi
Berbasis Sains Budaya Lokal Kesenian Sintren pada Konsep Spermatophyta
untuk Meningkatkan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa SMAN 1
Ciwaringin. Scientiae Educatia, 5(1), 1–12.
https://doi.org/10.24235/sc.educatia.v4i1.267
Suastra, I. W. (2015). THE EFFECTIVENESS OF LOCAL CULTURE-BASED
PHYSICS MODEL OF TEACHING IN DEVELOPING PHYSICS
COMPETENCE AND NATIONAL. Proceeding of International Conference
On Research, Implementation And Education Of Mathematics And Sciences,
(ISBN 978-979-96880-8-8), 25–32. Yogyakarta: Yogyakarta State
University.
Sugiono. (2015). Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.
Sukowati, D., & Rusilowati, A. (2016). Analisis Kemampuan Literasi Sains Dan
Metakogntif Peserta Didik. Analisis Kemampuan Literasi Sains Dan
Metakogntif Peserta Didik, 1(1), 16–22.
https://doi.org/10.15294/physcomm.v1i1.8961
Wahyuaji, N. R., & Suparman. (2018). Deskripsi Kebutuhan Media Pembelajaran
E-Learning Berpendekatan STEM untuk Mengembangkan Kemampuan
Berfikir Kritis dan Kreatif Siswa SMA Kelas XI. Seminar Nasional
Pendidikan Matematika Ahmad Dahlan, (May), 194–199.
Winarni, J., Zubaidah, S., & H, S. K. (2016). STEM: apa, mengapa, dan
bagaimana. Prosiding Seminar Nasional Pendidikan IPA Pascasarjana UM,
Vol. 1, pp. 976–984.
18
A. HASIL PELAKSANAAN PENELITIAN: Tuliskan secara ringkas hasil pelaksanaan
penelitian yang telah dicapai sesuai tahun pelaksanaan penelitian. Penyajian meliputi
data, hasil analisis, dan capaian luaran (wajib dan atau tambahan). Seluruh hasil atau
capaian yang dilaporkan harus berkaitan dengan tahapan pelaksanaan penelitian
sebagaimana direncanakan pada proposal. Penyajian data dapat berupa gambar, tabel,
grafik, dan sejenisnya, serta analisis didukung dengan sumber pustaka primer yang
relevan dan terkini.
Pada kegiatan penelitian ini, ada beberapa hal yang telah terlaksana, yaitu:
1. Penyusunan instrumen Penilaian Kemampuan Pemecahan Masalah
Menggunakan Multimodus Representasi Berbasis Kearifan Lokal Papua.
Instrumen penilaian telah disusun dengan baik sesuai dengan kriteria instrumen
soal yang baik.
2. Setelah instrumen penilaian selesai disusun, instrumen divalidasi oleh ahli
materi, yaitu 2 orang dosen di jurusan Pendidikan Fisika. Validasi materi ini
meliputi perbaikan pada konsep dalam soal dan perbaikan struktur soal. Validasi
telah selesai dilakukan dengan hasil Instrumen penilaian dinyatakan valid
dengan beberapa perbaikan.
3. Instrumen yang telah selesai divalidasi tersebut diujikan kepada siswa untuk
mengetahui respon siswa terhadap instrumen soal yang telah disusun. Instrumen
ini diujikan kepada siswa-siswi kelas XI IPA di SMAS YPPK YOANES XXIII
Merauke.
4. Hasil uji coba dan respon peserta didik menunjukkan bahwa validitas instrumen
penilaian yang diujikan tersebut berada pada kategori tinggi.
B. STATUS LUARAN: Tuliskan jenis, identitas dan status ketercapaian setiap luaran
wajib dan luaran tambahan (jika ada) yang dijanjikan. Jenis luaran dapat berupa
publikasi, perolehan kekayaan intelektual, hasil pengujian atau luaran lainnya yang
telah dijanjikan pada proposal. Uraian status luaran harus didukung dengan bukti
kemajuan ketercapaian luaran sesuai dengan luaran yang dijanjikan. Lengkapi isian
jenis luaran yang dijanjikan serta mengunggah bukti dokumen ketercapaian luaran
wajib dan luaran tambahan melalui Simlitabmas.
(Luaran wajib masih dalam tahap proses karena data hasil penelitian masih diolah)
19
C. PERAN MITRA: Tuliskan realisasi kerjasama dan kontribusi Mitra baik in-kind
maupun in-cash (untuk Penelitian Terapan, Penelitian Pengembangan, PTUPT, PPUPT
serta KRUPT). Bukti pendukung realisasi kerjasama dan realisasi kontribusi mitra
dilaporkan sesuai dengan kondisi yang sebenarnya. Bukti dokumen realisasi kerjasama
dengan Mitra diunggah melalui Simlitabmas.
Tahapan penelitian yang telah terlaksana ini adalah Survey, penyusunan instrumen
soal, dan uji coba instrumen penilaian. Tahapan selanjutnya yang akan dilakukan
adalah penyusunan luaran dan laporan akhir.
20
Instrumen Tes
Kemampuan Pemecahan Masalah
Nama Siswa :
Kelas :
Sekolah :
Petunjuk:
a. Kerjakanlah soal berikut dengan tepat.
b. Pada tahap 3 menggambarkan fisis gunakanlah berbagai jenis representasi yang dapat Kamu
gunakan sesuai dengan permasalahan (teks, gambar, grafik, diagram batang, diagram garis,
diagram bebas).
c. Soal pertama diberikan sebagai contoh.
d. Soal diselesaikan dalam waktu 75 menit (1.5 jam)
Selamat Mengerjakan
Seorang pendaur ulang besi membutuhkan batang logam yang sangat panas hingga suhu 1250 0C.
Ia mengambil batang logam yang bermassa 2 kg dan suhu awalnya 25 0C. Ketika batang logam
telah dipanaskan hingga suhu 6500C ternyata dibutuhkan kalor sebesar 5.105 kal. Namun pandai
besi tersebut membutuhkan batang logam yang suhunya 1250 0C. Maka berapakah kalor
tambahan yang diberikan pada batang logam tersebut?
Penyelesaian:
Tahap 1: Menerjemahkan masalah yang ditanyakan
Dari soal dinyatakan bahwa batang logam dipanaskan sehingga suhunya naik seperti pada gambar
berikut:
Batang besi
m = 2 kg
T1 = 6500C butuh Q = 5.105 kal
T2 = 12500C butuh Q =...?
T0 = 250C
m = 2 kg dipanaskan
50
T0C
25 650 1250
Tahap 4: Menggambarkan bentuk matematisnya
Untuk menghitung besar kalor yang diterima batang logam pada suhu 1250 0C seperti yang
terlihat pada grafik di atas, terlebih dahulu dihitung besar perubahan suhu yang dialami logam:
m = 2 kg = 2000 g
ΔT1 = 650 − 25 = 625OC
ΔT2 = 1250 − 25 = 1225OC
Kalor jenis benda dapat ditentukan dari keadaan pertama.
Q1 = m c ΔT1
5.105 = 2000 . c . 625
c = 0,4 kal/g0C
Berarti kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu
ΔT2 sebesar:
Q2 = m c ΔT2
= 2000 . 0,4 . 1225
= 98.104 kal
SOAL
1. Nano memiliki tugas sekolah untuk mengukur suhu tubuhnya ketika telah sampai dirumah.
Termometer yang harus digunakan adalah termometer D dengan titik beku 5°D dan titik didih
100°D seperti gambar a. Termometer yang Nano punya di rumah adalah termometer Fahrenheit
sehingga Nano menggunakan termometer tersebut untuk mengukur suhu tubuhnya dan
menunjukkan suhu 92°F, seperti gambar b.
(Gambar (a) menunjukkan termometer D dan gambar (b) menunjukkan termometer Fahranheit serta hasil
pengukuran)
Bagaimana cara Nano cara mendapatkan nilai suhu dengan skala °D? Berapakah nilai yang
didapat??
2. Anggaplah kamu sedang berada di dalam rumah dan diluar sedang hujan. Kamu merasa sangat
dingin dan ingin minum kopi panas namun yang ada hanyalah air yang suhunya 20 0C.
Kamupun berencana untuk memanaskan air 1 kg hingga suhunya 1000C. Berapakah kalor yang
harus dialirkan untuk memanaskannya hingga mendidih agar kamu bisa membuat kopi panas?
3. Ritual bakar batu yang biasa dilakukan penduduk asli Merauke merupakan tradisi turun
temurun seperti pada gambar (a)
m= 15 kg
125°C
25°C
Q
300KJ =…?
(gambar (b) grafik perubahan suhu)
4. Sebuah rel kereta api terbuat dari batang baja yang koefisien muai panjangnya 0,000011/ 0C. Rel
kereta api tersebut terdiri dari potongan-potongan baja yang masing-masing panjangnya 10 m dan
antar sambungan potongan baja diberi celah. Jika suhu tertinggi di daerah tersebut 45 0C dan suhu
terendahnya 150C maka berapakah lebar celah yang harus dibuat agar pada saat baja memuai,
pertambahan panjang kedua potongan baja tepat ukurannya dengan celah yang disediakan dan
menghindari rel melengkung?
5. Anis menyiapkan minuman air teh untuk pekerja di rumahnya dalam sebuah gelas. Anis tidak
mempunyai air es sehingga Ia harus mencampur 0,1 kg es yang bersuhu -50C dengan 0,2 kg air
teh yang suhunya 200C. Apabila kalor jenis es sebesar 2.100 J/kg0C, dan kalor jenis air sebesar
4.200 J/kg0C. Berapa kini suhu akhir yang diperoleh setelah Anis mencampurkan es dan air teh
tersebut?
6. Pak Ragil adalah pegawai PLTD Merauke yang hendak memasang kabel listrik di area Sota. Suhu
terendah pada malam hari di area ini sebesar 20°C dan suhu tertinggi pada siang hari sebesar 37°C.
Panjang kabel yang akan dipasang antara tiang listrik satu dengan yang lainnya adalah 100 meter.
Sebagai pegawai PLTD Pak Ragil telah memahami bahwa kabel listrik akan memuai pada saing
hari dan menyusut pada malam hari sehingga kabel listrik harus dipasang kendur agar kabel tidak
rusak seperti pada gambar (a) dan (b).
(a) (b)
(Gambar (a) menunjukkan kabel memuai pada saat siang hari dan gambar (b)
menunjukkan kabel menyusutT=20°C
pada saat malam hari)
Berapakah pertambahan panjang kabel listrik minimal yang harus dipertimbangkan Pak Ragil ketika
pemasangan?
7. Rina mempunyai kebiasaan untuk minum kopi sebelum berangkat kerja di pagi hari. Hari ini Rina
bangun terlambat sehingga tidak cukup waktu untuk memanaskan air menggunakan kompor.
Massa air yang dibutuhkan untuk membuat kopinya sebesar 500 gram dan suhu awal air tersebut
sebesar 30°C. Sisa waktu yang dimiliki Rina adalah 5 menit sehingga dibutuhkan alat untuk
memanaskan air dengan cepat seperti gambar (a) dan (b).
P 350W m 500g
m 500g
Q ......... ? T 100C
T 30C
(a) t .......... ?
b)
(Gambar. (a) menunjukkan air sebelum mendidih dan gambar. (b) menunjukkan air telah mendidih)
Jika Rina ingin menggunakan pemanas air listrik dengan daya 350 Watt yang tersedia di
rumahnya, apakah Rina dapat memanaskan air sampai 100°C dalam waktu 5 menit?
8. Batu dengan jumlah 10 buah bermassa 20 kg yang telah dibakar hingga mencapai suhu 150°C,
disusun menumpuk dan ditengahnya dimasukkan petatas yang massanya 2 kg dengan suhu 25°C
seperti gambar (a), (b), dan (c) berikut.
(a) (b)
T = 150°C T = 25°C
Diketahui kalor jenis batu adalah 200 J/kg°C dan kalor jenis adalah petatas 6000 J/kg°C. Jika
pertukaran kalor hanya terjadi pada kedua benda, berapakah suhu akhir campuran dari batu dan
petatas?