Anda di halaman 1dari 59

1

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH PENDEKATAN CONTEXTUAL TEACHING AND


LEARNING (CTL) DAN DISIPLIN BELAJAR TERHADAP HASIL
BELAJAR MATEMATIKA SDN KECAMATAN SEI BALAI
KABUPATEN BATUBARA

Tujuan penyusunan penulisan TAPM sebagai salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Magister pada program studi pendidikan dasar

Disusun Oleh :

TETTI INDIKA

NIM : 530043801

PROGRAM PASCASARJANA

UNIVERSITAS TERBUKA

2022
2

LEMBAR PERSETUJUAN TAPM

Judul TAPM : Pengaruh Pendekatan Contextual Teaching And Learning (CTL)


Dan Disiplin Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika SDN
Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batubara

Penyusun TAPM : TETTI INDIKA


NIM : 530043801
Program Studi : Magister Pendidikan Dasar
Hari /Tanggal : Juli 2022

Menyetujui

Pembimbing I Pembimbing II

Prof. Dr. Efendi Napitupulu., M.Pd Dr. Syafruddin., M.Pd


NIP. 19631127 198703 1001 NIP.

BAB I
3

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pendidikan merupakan salah satu upaya yang dilakukan untuk mencapai

tujuan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang tertuang dalam teks

pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yaitu “Mencerdaskan kehidupan

bangsa”. Hal ini berarti, bahwa pendidikan merupakan bagian yang sangat

penting bagi bangsa Indonesia dalam kehidupan baik pada masa sekarang

maupun pada masa yang akan datang. Dalam upaya mencerdaskan kehidupan

bangsa, pemerintah berupaya meningkatkan kualitas pendidikan dengan cara

pembaruan kurikulum, penambahan sumber belajar, peningkatan mutu tenaga

pengajar, serta penggunaan model-model pembelajaran yang sesuai dengan

kebutuhan siswa.

Dalam pembelajaran di SD, salah satu mata pelajaran yang penting

adalah Matematika. Nasution (dalam Subarinah, 2006: 1) menjelaskan istilah

matematika berasal dari bahasa Yunani “mathein” atau “manthenein” artinya

“mempelajari”, namun diduga kata itu ada hubungannya dengan kata

Sansekerta “medha” atau “widya” yang artinya “kepandaian”, “ketahuan”,

“intelegensi”. Matematika sangat erat kaitannya dengan kehidupan.

Hal ini sejalan dengan pendapat Kline (dalam Kusaeri, 2013: 4) bahwa

“matematika bukanlah pengetahuan yang dapat sempurna karena dirirnya

sendiri, tetapi keberadaannya untuk membantu manusia memahami, menguasai

permasalahan sosial, ekonomi dan alam”. Oleh karena itu, dapat dikatakan

matematika berguna bagi tiap sendi-sendi kehidupan manusia. Beth & Piaget
1
4

( dalam Runtukahu dan Kandou, 2014:28) mengatakan bahwa yang dimaksud

dengan matematika adalah pengetahuan yang berkaitan dengan berbagai

struktur abstrak dan hubungan struktur-struktur tersebut sehingga terorganisasi

dengan baik.

Menurut Johnson dan Rising (dalam Karso, 2007: 1.39), bahwa

matematika adalah pola berpikir bagaimana mengorganisasikan pembuktian

yang logis. Matematika merupakan bahasa yang menggunakan istilah yang

didefinisikan dengan cermat, jelas, dan akurat, yang representasinya

menggunakan simbol. Matematika adalah pengetahuan struktur yang

terorganisasi, sifat-sifat atau teori-teori dibuat secara deduktif berdasarkan

kepada unsur yang tidak didefinisikan, yakni telah dibuktikan kebenarannya.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan bahwa

matematika merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang konsep-konsep

logika yang representasinya menggunakan symbol, pola, dan hubungan yang

berfungsi untuk membantu manusia memahami, menguasai permasalahan

sosial, ekonomi, dan alam.

Hasil belajar merupakan satu dari beberapa komponen penting dalam

menentukan kesuksesan suatu proses pembelajaran. Hasil belajar matematika

merupakan gambaran tentang bagaimana siswa memahami materi yang

disampaikan oleh guru, begitu juga dengan mata pelajaran matematika. Hasil

belajar matematika dijadikan acuan tingkat pemahaman siswa dalam mengikuti

pembelajaran matematika.

Nana Syaodih Sukma Dinata (2011: 102) berpendapat bahwa hasil

belajar atau achievement merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-


5

kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Penguasaan hasil

belajar dapat dilihat dari perilaku dalam bentuk pengetahuaan, penguasaan,

keterampilan berpikir maupun keterampilan motorik.

Diantara SD yang memiliki masalah dalam hasil belajar matematika

siswanya adalah SDN 10 Sidomulyo dan SDN 16 Benteng Jaya di kelas V Kec.

Sei Balai Kabupaten Batubara. Hasil belajar matematika dapat dikatakan

rendah. Hal ini dapat dilihat dari hasil rekap nilai matematika siswa SDN 10

Sidomulyo pada semester 1. Nilai rata-rata 27 siswa adalah 68,00 yang apabila

dikonversi ke tabel penilaian acuan patokan masuk dalam kategori sedang.

Bahkan sembilan orang siswa secara individu masuk kategori kurang dan 1

orang siswa tidak mencapai KKM sekolah yaitu 60.00. Pada tanggal 6 Pebruari

2021, peneliti melaksanakan observasi di SDN 10 Sido Mulyo dilanjutkan

wawancara pada hari yang sama dengan guru kelas 4 untuk mengetahui

penyebab rendahnya hasil belajar matematika siswa kelas 4 SDN 10 Sido

Mulyo. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara diketahui bahwa penyebab

rendahnya hasil belajar yang ada di kelas 4 SDN 10 Sido Mulyo adalah

rendahnya sikap disiplin belajar siswa terhadap materi pelajaran yang

disampaikan oleh guru. Dalam penyampaian materi, guru tidak menggunakan

model pembelajaran dengan pendekatan saintifik yang menyebabkan ada siswa

yang terlihat kurang aktif dalam kegiatan pembelajaran. Penggunaan model

pembelajaran diperlukan untuk mengaktifkan siswa dalam kegiatan

pembelajaran sehingga siswa dapat menkonstruksi dan menemukan sendiri

konsep dari materi pelajaran yang disampaikan guru.


6

Esti Wulandari (2014) menjelaskan bahwa pemilihan model yang tepat

dapat menciptakan situasi belajar yang menyenangkan dan mendukung

kelancaran proses belajar mengajar sehingga siswa akan lebih termotivasi

untuk belajar. Salah satu cara untuk menciptakan suasana yang menarik adalah

menggunakan pembelajaran kontekstual yang didalamnya melibatkan siswa

dalam kegiatan yang dapat mendukung mereka terkait pelajaran akademis

dengan kehidupan nyata. Salah satu model pembelajaran yang dapat

mengaktifkan siswa adalah model pembelajaran kontekstual. Model

pembelajaran ini menghubungkan konsep pelajaran dengan kehidupan siswa.

Dalam kegiatan pembelajaran kontekstual, siswa menkonstruksi dan

menemukan sendiri konsep atau pengetahuan yang diterima. Pembelajaran

kontekstual memiliki tujuh prinsip yang berorientasi pada siswa yaitu

konstruktivisme, inkuiri, bertanya, masyarakat belajar (berkelompok),

pemodelan, refleksi siswa, dan penilaian autentik.

Lebih lanjut Rusman (2012: 193) menjelaskan prinsip-prinsip tersebut

antaranya sebagai berikut., (1) Konstruktivisme merupakan landasan berpikir

dalam pembelajaran kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh

manusia sedikit demi sedikityang hasilnya diperluas melalui konteks yang

terbatas. Pengetahuan bukanlah seperangkat fakta, konsep atau kaidah yang

siap untuk diambil dan diingat. Manusia harus membangun pengetahuan itu

memberi makna melalui pengalaman yang nyata.

Batasan konstruktivisme di atas memberikan penekanan bahwa konsep

bukanlah tidak penting sebagai bagian integral dari pengalaman belajar yang

harus dimiliki oleh siswa, akan tetapi bagaimana dari setiap konsep atau
7

pengetahuan yang dimiliki siswa itu dapat memberikan pedoman nyata untuk

diaktualisasikan dalam kondisi nyata, (2) Menemukan merupakan kegiatan inti

dari pembelajara kontekstual, melalui upaya meemukan akan memberikan

penegasan bahwa pengetahuan dan keterampilan serta kemampuan-

kemampuan lain yang diperlukan bukan merupakan hasil mengingat

seperangkat fakta-fakta, tetapi merupakan hasil menemukan sendiri, (3) Unsur

lain yang menjadi karakteristik utama pembelajaran kontekstual adalah

kemampuan dan kebiassaan bertanya. Pengetahuan yang dimiliki seseorang

selalu bermula dari bertanya. Oleh karena itu, bertanya merupakan strategi

utama dari pembelajaran kontekstual. Penerapan unsur bertanya dalam

pembelajaran kontekstual harus difasilitasi oleh guru, kebiasaan siswa untuk

bertanya atau kemampuan guru dalam menggunakan pertanyaan yang baik

akan mendorong pada peningkatan kualitas dan produktivitas pembelajaran.

Berkembangnya kemampuan dan keinginan untuk bertanya sangat dipengaruhi

oleh suasana kegiatan pembelajaran yang dikembangkan oleh guru. Pertanyaan

yang diajukan oleh guru atau siswa harus dijadikan alat untuk menggali

informai atau sumber yang ada kaitannya dengan kehidupan nyata.dengan kata

lain, tugas bagi guru adalah membimbing siswa melalui pertanyaan yang

diajukan untuk mencari dan menemukan kaitan antara konsep yang dipelajari

dengan kehidupan nyata, (4) Maksud dari masyarakat belajar adalah

membiasakan siswa untuk melakukan kerja sama dan memanfaatkan sumber

belajar dari teman belajarnya. Seperti yang disarankan pada learning

community bahwa hasil belajar diperoleh dari hasil kerja sama dengan orang

lain melalui berbagai pengalaman (Sharing). Melalui sharing ini anak


8

dibiasakan utuk saling memberi dan menerima dari teman belajarnya, (5) Guru

bukan satu-satunya sumber belajar bagi siswa, karena dengan segala kelebihan

dan keterbatasan yang dimiliki oleh guru akan mengalami hambatan untuk

memberikan pelayanan sesuai dengan kebutuhan siswa yang heterogen.

Pemberian tugas juga perlu diberikan untuk menambah ataupun

membiasakan siswa mengerjakan soal-soal dengan jangkauan materi yang

terkait dengan kehidupan sehari-harinya. Mesra Damayanti (2016) menyatakan

bahwa pemberian tugas sebagai salah satu cara yang diharapkan dapat

meningkatkan hasil belajar siswa, karena pemberian tugas ini dapat memotivasi

siswa untuk belajar, mendorong siswa untuk mencari dan mengolah sendiri

tugas yang diberikan. Sikap disiplin siswa sangat membantu dalam proses

pembelajaran ini.

Jiwa (2014) mendefisinikan bahwa disiplin merupakan ketaatan seorang

untuk melakukan suatu tugas, pekerjan, misi sesuai dengan aturan untuk

mencapai tujuan tertentu.. Pada hal ini kedisiplinan siswa dapat dilihat dari

ketaatan siswa terhadap tata tertib yang berkaitan dengan jam belajar di

sekolah meliputi jam masuk sekolah dan keluar sekolah, kepatuhan siswa

dalam berpakaian, kepatuhan siswa dalam mengikuti kegiatan sekolah yang

kemudian dapat berdampak pada hasil belajar siswa.

Jamal Ma’mur Asmani (2012: 131) menyatakan keteladanan menjadi

kunci pertama dalam menegakkan kedisiplinan. Keteladanan pemimpin, guru,

serta orang-orang yang mempunyai wewenang dan otoritas akan berimbas

kepada siswa dan karyawan, bahkan kepada pihak lain. Jadi dapat disimpulkan

bahwa disiplin sekolah adalah peraturan yang dibuat pihak sekolah untuk
9

membiasakan hidup tertib dan teratur dalam melaksanakan tata tertib yang

berlaku yang apabila dilanggar maka akan dikenakan sanks

Berdasarkan uraian diatas, peneliti memilih judul penelitian “ Pengaruh

Pendekatan CTL dan Disiplin Belajar Terhadap Hasil Belajar Matematika

Siswa SDN di Kecamatan Sei Balai Kabupaten Batubara

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan uraian di atas terdapat beberapa permasalahan yang dapat

diidentifikasi sebagai berikut:

1. Hasil belajar siswa yang masih kurang optimal

2. Kurang tepatnya guru dalam menggunakan model pembelajaran

3. Kurang antusiasnya siswa dalam mengerjakan tugas yang diberikan oleh

guru

4. Tidak disiplinnya siswa terhadap kegiatan pembelajaran.

C. Rumusan Masalah

Perumusan masalah pada penelitian ini dirumuskan menjadi tiga.

1. Apakah ada pengaruh yang signifikan Pendekatan CTL terhadap hasil

belajar matematika siswa?

2. Apakah ada pengaruh yang signifikan Disiplin Belajar terhadap hasil belajar

matematika siswa?

3. Apakah ada interaksi model pembelajaran dan sikap disiplin siswa terhadap

hasil belajar matematika siswa?

D. Tujuan Penelitian

Penelitian ini memiliki tiga tujuan.


10

1. Untuk mengetahui adanya pengaruh Pendekatan CTL terhadap hasil belajar

siswa

2. Untuk mengetahui adanya pengaruh yang signifikan antara disiplin belajar

terhadap hasil belajar matematika siswa

3. Untuk mengetahui adanya interaksi antara pembelajaran dan sikap disiplin

belajar siswa terhadap hasil belajar matematika siswa

E. Kegunaan Penelitian

1. Kegunaan Teoritis

Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberikan informasi mengenai

pengaruh pendekatan CTL dan disiplin belajar terhadap hasil belajar

matematika peserta didik. Selain itu, penelitian ini juga dapat digunakan

sebagai bahan penelitian yang relevan bagi penelitian sejenis.

2. Keunaan Praktis

a. Bagi Universitas Terbuka

Dalam rangka pengembangan ilmu pengetahuan untuk penelitian

selanjutnya hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan

pengetahuan tentang pengaruh pendekatan CTL dan disiplin belajar

terhadap hasil belajar matematika.SDN

b. Bagi Sekolah

Dengan mengetahui pengaruh pendekatan CTL dan disiplin belajar terhadap

hasil belajar matematika, maka diharapkan dapat dipakai sebagai pedoman

dalam melaksanakan proses belajar mengajar di kelas utamanya dalam hal

pembelajaran.

c. Bagi Guru
11

Sebagai masukan dalam meningkatkan Pengaruh Pendekatan CTL dan

disiplin belajar siswa sehingga dapat mencapai hasil belajar yang optimal.

Dapat menambah pemahaman dan pengertian serta perlunya pengarahan

disiplin belajar dalam upaya meningkatkan hasil belajar siswa.

d. Bagi Penulis

Penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan ilmu pengetahuan

dengan terjun langsung ke lapangan dan memberikan pengalaman belajar

yang menumbuhkan kemampuan dan ketrampilan meneliti serta

pengetahuan yang lebih mendalam terutama pada bidang yang dikaji

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori
12

1. Hakikat Belajar dan Hasil Belajar Matematika

Belajar adalah aktivitas mental/psikis yang berlangsung dalam

interaksi aktif dengan lingkungan yang menghasilkan perubahan-

perubahan dalam pengetahuan, keterampilan dan sikap. (Purwanto,

2010:39). Belajar merupakan suatu proses dari seseorang siswa yang

berupaya untuk mencapai tujuan atau hasil belajar. Dalam proses belajar

dapat melibatkan aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Pada belajar

kognitif, prosesnya mengakibatkan perubahan dalam aspek kemampuan

berfikir (cognitive), pada belajar afektif mengakibatkan perubahan dalam

aspek kemampuan merakasan (afective), sedang belajar psikomotorik

memberikan hasil belajar berupa keterampilan (psychomotoric).

Menurut Purwanto (2010:42), Hasil belajar merupakan proses dalam

diri individu yang berinteraksi dengan lingkungan untuk mendapatkan

perubahan dalam perilakunya. Hasil belajar terjadi pada individu yang mau

belajar, dan adanya perubahan pada dirinya dalam aspek kecakapannya,

sikap dan pengetahuannya. Hasil belajar akan mencapai hasil yang baik

jika output sesuai dengan pelajaran yang individu pelajari. Proses belajar

sangat penting, jika selama proses pembelajaran berjalan dengan baik dan

lancar, maka hasil belajar yang baik pun akan didapatkan. Hasil belajar

Menurut Zainal Arifin (2011) bahwa hasil belajar merupakan hasil

dari dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Dari sisi guru,

tindak mengajar diakhiri dengan10


kegiatan penilaian hasil belajar. Dari sisi

peserta didik, hasil belajar merupakan berakhirnya penggal dan puncak

proses belajar. Sebagian hasil belajar merupakan dampak tindakan guru,


13

suatu pencapaian tujuan pembelajaran. Pada bagian lain, hasil belajar

merupakan peningkatan kemampuan mental siswa. Keberhasilan

pembelajaran dapat ditinjau dari proses belajar dan hasil belajar. Guru

yang baik adalah guru yang dapat mengantarkan siswa berhasil dalam

belajar. Untuk mengetahui berhasil tidaknya siswa dalam proses belajar,

guru perlu melakukan penilaian terhadap semua aspek dalam proses

belajar. Jika berakhirnya suatu proses belajar, maka siswa memperoleh

suatu hasil belajar. Keaktifan siswa dalam belajar, baik secara

perseorangan maupun kerja sama kelompok, melakukan wawancara

tentang kesulitan-kesulitan yang dihadapi siswa melakukan tes praktik,

memberikan tes formatif, dan sebagainya. Dengan kata lain, siswa dapat

mentransfer hasil belajar itu kedalam situasi-situasi sesungguhnya.

Sedangkan menurut Nana Sudjana (2004), hasil belajar adalah

bentuk perubahan tingkah laku secara menyeluruh (komperhensif) yang

terdiri atas unsur kognitif, afektif, dan psikomotor secara terpadu pada diri

siswa. Hasil belajar ialah perubahan tingkah secara menyeluruh yang

terdapat tiga unsur yaitu: kognitif, afektif dan psikomotor. Pada ranah

kognitif tidak hanya memiliki satu aspek, melainkan memiliki aspek yang

terdiri dari aspek kognitif tingkat rendah yang terdiri dari ingatan,

pemahaman, aplikasi dan aspek tingkat tinggi yaitu analisis, sintesis, dan

evaluasi. Dengan demikian hasil belajar tidak hanya apa yang dihasilkan

dalam kelas, melainkan juga mampu menerapkan tingkah laku dan

keterampilannnya dalam kehidupan sehari-hari dilingkungan sekitarnya.

Hasil belajar diperlukan guru sebagai perbaikan proses belajar mengajar


14

sebelumnya, memotivasi siswa untuk pembelajaran yang efektif dan

mengevaluasi siswa selama kegiatan belajar mengajar disekolah.. Dari

pendapat ahli dapat disimpulkan bahwa hasil belajar adalah suatu

perubahan perilaku baru yang merupakan hasil pemberian pengalaman

yang diterima siswa pada proses pembelajaran yang mencakup aspek

kognitif, afektif, dan psikomotor yang dapat diukur keberhasilannnya

melalui tes tulis maupun lisan..

2. Pendekatan Pembelajaran Matematika

Pendekatan pembelajaran adalah suatu jalan, cara yang ditempuh

guru atau siswa untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Ruseffendi

( 1991 : 240) mengemukakan bahwa : “pendekatan dalam pembelajaran

adalah suatu jalan, cara atau kebijaksanaan yang ditempuh oleh guru atau

siswa dalam pencapaian tujuan pembelajaran dilihat dari sudut bagaimana

proses pembelajaran atau materi pembelajaran itu, umum atau khusus,

dikelola”.

Pendekatan dibedakan menjadi dua, yaitu pendekatan materi,

pendekatan materi (material approach) adalah proses menjelaskan topik

matematika tertentu dengan menggunakan materi matematika lain,

misalnya menjelaskan topik kongruensi dua segitiga menggunakan

transformasi. Pendekatan pembelajaran, pendekatan pembelajaran adalah

proses penyampaian atau penyajian topik matematika tertentu agar

mempermudah siswa memahaminya. Misalnya mengajarkan tentang

banyaknya diagonal suatu segi-n beraturan dengan menggunakan

“penemuan”.
15

a. Contextual Teaching and Learning (CTL)

Pembelajaran kontekstual atau Contextual Teaching and Learning

(CTL) merupakan suatu konsepsi yang membantu guru mengaitkan

konten mata pelajaran dengan situasi dunia nyata dan memotivasi siswa

membuat hubungan antara pengetahuan dan penerapannya dalam

kehidupan mereka. Hal tersebut juga dikemukakan Sanjaya (2006 :

255) bahwa : ”CTL adalah pembelajaran yang menekankan kepada

proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan materi

yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan nyata

sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan mereka”.

Hal yang sama juga diungkapkan Sagala (2009 : 87) bahwa :

”pembelajaran kontekstual adalah konsep belajar yang membantu guru

mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi nyata siswa

dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang

dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-

hari”. Oleh sebab itu, pembelajaran kontekstual terjadi apabila siswa

menerapkan dan mengalami apa yang sedang diajarkan dengan

mengacu pada masalah-masalah dunia nyata yang berhubungan dengan

pembelajaran.

Sehubungan dengan hal tersebut, terdapat lima karakteristik

penting dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan

CTL.
16

1) Dalam CTL, pembelajaran merupakan proses pengaktifan

pengetahuan yang sudah ada (activiting knowledge), artinya apa

yang akan dipelajari tidak terlepas dari pengetahuan yang sudah

dipelajari, dengan demikian pengetahuan yang akan diperoleh

siswa adalah pengetahuan yang utuh yang memiliki keterkaitan

satu sama lain.

2) Pembelajaran yang kontekstual adalah belajar dalam rangka

memperoleh dan menanamkan pengetahuan baru (acquiring

knowledge). Pengetahuan baru itu diperoleh dengan cara deduktif,

artinya pembelajaran dimulai dengan mempelajari secara

keseluruhan, kemudian memperhatikan detailnya.

3) Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), artinya

pengetahuan yang diperolah bukan untuk dihafal tetapi untuk

difahami dan diyakini, misalnya dengan cara meminta tanggapan

dari yang lain tentang pengetahuan yang diperolehnya dan

berdasarkan tanggapan tersebut baru pengetahuan itu

dikembangkan.

4) Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applying

knowledge), artinya pengetahuan dan pengalaman yang

diperolehnya harus dapat diaplikasikan dalam kehidupan siswa,

sehingga tampak perubahan perilaku siswa.

5) Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi

pengembangan pengetahuan. Hal ini dilakukan sebagai umpan

balik untuk proses perbaikan dan penyempurnaan.


17

Sesuai dengan karakteristiknya, pendekatan pembelajaran CTL

mempunyai tujuh komponen utama yang sangat tepat untuk

meningkatkan hasil belajar siswa.

1) Konstruktivisme (Constructivism)

Salah satu landasan teoritik pendidikan modern termasuk CTL

adalah teori pembelajaran konstruktivis. Pendekatan ini pada

dasarnya menekankan pentingnya siswa membangun sendiri

pengetahuan mereka lewat keterlibatan secara aktif dalam proses

pembelajaran. Proses pembelajaran lebih diwarnai student centered

daripada teacher centered. Sebagian besar waktu proses

pembelajaran berlangsung dengan berbasis pada aktivitas siswa.

Konstruktivisme merupakan landasan berfikir pendekatan

kontekstual, yaitu bahwa pengetahuan dibangun sendiri oleh siswa.

Dalam pendangan kounstruktivis, strategi memperoleh lebih

diutamakan dibandingkan seberapa banyak siswa memperoleh dan

mengingat pengetahuan. Untuk itu, Nurhadi (2002 : 11)

mengemukakan bahwa :

“tugas guru adalah memfasilitasi proses tersebut dengan :


1. Menjadikan pengetahuan bermakna dan relevan bagi siswa.
2. Memberi kesempatan kepada siswa menemukan dan menerapkan
idenya sendiri, dan
3. Menyadarkan siswa agar menerapkan strategi mereka sendiri
dalam belajar.

Pengetahuan tumbuh berkembang melalui pengalaman.

Pemahaman berkembang semakin dalam dan semakin kuat apabila

selalu diuji dengan pengalaman baru. Menurut Piaget, manusia

memiliki struktur pengetahaun dalam otaknya, seperti kotak-kotak


18

yang masing-masing berisi informasi bermakna yang berbeda-beda.

Lebih lanjut Piaget (dalam Wina Sanjaya ,2006 : 264) menyatakan :

Hakikat pengetahuan sebagai berikut :


1) Pengetahuan bukanlah merupakan gambaran dunia kenyataan
belaka, akan tetapi selalu merupakan konstruksi kenyataan
melalui kegiatan subjek.
2) Subjek membentuk skema kognitif, kategori, konsep, dan struktur
yang perlu untuk pengetahuan.
3) Pengetahuan dibentuk dalam struktur konsepsi seseorang.
Struktur konsepsi membentuk pengetahuan bila konsepsi itu
berlaku dalam berhadapan dengan pengalaman-pengalaman
seseorang.

Asumsi tersebut yang kemudian melandasi CTL. Pembelajaran

melalui CTL pada dasarnya mendorong agar siswa bisa

mengkonstruksi pengetahuannya melalui proses pengamatan dan

pengalaman.

2). Inkuiri (Inquiry)

Inkuiri merupakan bagian inti dari kegiatan pembelajaran

berbasis kontekstual. Proses pembelajaran didasarkan pada pencarian

dan penemuan melalui proses berfikir secara sistematis. Pengetahuan

bukanlah sejumlah fakta hasil dari mengingat, akan tetapi hasil dari

proses menemukan sendiri. Dengan demikian dalam proses

perencanaan, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang

harus dihafal, akan tetapi merancang pembelajaran yang

memungkinkan siswa dapat menemukan sendiri materi yang harus

dipahaminya.

Adapun siklus inkuiri terdiri dari : 1) Observasi, 2) Bertanya,

3) Mengajukan dugaan, 4) Pengumpulkan data, dan 5)


19

Penyimpulkan. Sedangkan langkah-langkah kegiatan inkuiri adalah

sebagai berikut :

1. Merumuskan masalah

2. Mengamati atau melakukan observasi

3. Menganalisis dan menyajikan hasil dalam tulisan, gambar,

laporan, bagan, tabel, dan karya lainnya

4. Mengkomunikasikan atau menyajikan hasil karya pada pembaca,

teman sekelas, guru, atau audien yang lain.

Melalui proses berfikir yang sistematis seperti si atas,

diharapkan siswa memiliki sikap ilmiah, rasional, dan logis, yang

kesemuanya itu diperlukan sebagai dasar pembentukan kreativitas.

3). Bertanya (Questioning)

Belajar pada hakikatnya adalah bertanya dan menjawab pertanyaan.

Bertanya dapat dipandang sebagai refleksi dari keingintahuan setiap

individu, sedangkan menjawab pertanyaan mencerminkan

kemampuan seseorang dalam berfikir. Nurhadi (2002 : 13)

mengemukakan bahwa ”pengetahuan yang dimiliki seseorang, selalu

bermula dari bartanya”. Dalam proses pembelajaran melalui CTL,

guru tidak menyampaikan informasi begitu saja, akan tetapi

memancing agar siswa dapat menemukan sendiri. Karena itu peran

bertanya sangat penting, sebab melalui pertanyaan-pertanyaan guru

dapat membimbing dan mengarahkan siswa untuk menemukan

setiap materi yang dipelajarinya.


20

Dalam suatu pembelajaran yang produktif, kegiatan bertanya akan

sangat berguna untuk :

1. Menggali informasi, baik administrasi maupun akademis

2. Mengecek pemahaman siswa

3. Membangkitkan respon pada siswa

4. Mengetahui sejauh mana keingintahuan siswa

5. Mengetahui hal-hal yang sudah diketahui siswa

6. Memfokuskan perhatian siswa pada sesuatu yang dikehendaki

guru

7. membangkitkan lebih banyak lagi pertanyaan dari siswa, dan

8. Menyegarkan kembali pengetahuan siswa.

Hampir pada semua aktivitas belajar, bertanya (Questioning) dapat

diterapkan antara siswa dengan siswa, antara guru dengan siswa,

antara siswa dengan orang lain yang didatangkan ke kelas, dan

sebaginya. Aktivitas bertanya juga ditemukan ketika siswa

berdiskusi, bekerja dalam kelompok, ketika menemui kesulitan,

ketika mengamati, dan sebagainya. Kegiatan-kegiatan itu akan

menumbuhkan dorongan untuk bertanya.

4). Masyarakat Belajar (Learning Community)

Konsep masyarakat belajar (Learning Community) dalam CTL

menyarankan agar hasil belajar diperoleh melalui kerjasama dengan

orang lain. Ketika seorang anak baru belajar menimbang massa

benda dengan menggunkan neraca, ia bertanya kepada temannya.

Kemudian temannya yang sudah bisa menunjukkan cara


21

menggunakan alat itu, maka dua orang anak tersebut sudah

membentuk masyarakat belajar.

Dalam kelas CTL, guru disarankan selalu melaksanakan

pembelajaran melalui kelompok belajar. Siswa dibagi dalam

kelompok-kelompok yang anggotanya bersifat heterogen, baik

dilihat dari kemampuan dan kecepatan belajarnya, maupun dilihat

dari bakat dan minatnya. Biarkan dalam kelompoknya mereka saling

membelajarkan, yang cepat belajar didorong untuk membantu yang

lambat belajar, yang memiliki kemampuan tertentu didorong untuk

menularkannya pada orang lain.

Jika setiap orang mau belajar dari orang lain, maka setiap

orang bisa menjadi sumber belajar, dan ini berarti setiap orang akan

sangat kaya dengan pengetahuan dan pengalaman. Pembelajaran

dengan Learning Community ini sangat membantu proses

pembelajaran di kelas.

5). Pemodelan (Modeling)

Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan

tertentu, ada model yang bisa ditiru oleh siswanya, misalnya guru

memodelkan langkah-langkah bagaimana cara mengoperasikan

sebuah alat dengan demonstrasi sebelum siswanya melakukan tugas

tertentu.

Dalam pembelajaran kontekstual, proses modeling tidak

terbatas dari guru saja, tetapi dapat juga memanfaatkan siswa yang

dianggap memiliki kemampuan. Modeling merupakan komponen


22

yang sangat penting dalam CTL, sebab melalui modeling siswa

dapat terhindar dari pembelajaran yang teoritis-abstrak yang dapat

memungkinkan terjadinya verbalisme.

6). Refleksi (Reflection)

Refleksi adalah cara berfikir tentang apa yang baru dipelajari

atau berfikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan di

masa yang lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya

sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan revisi dari

pengetahuan sebelumnya.

Pengetahuan yang bermakna diperoleh dari proses,

pengetahuan dimiliki siswa diperluas melaui konteks pembelajaran,

yang kemudian diperluas sedikit demi sedikit. Guru membantu siswa

membuat hubungan-hubungan antara pengetahuan yang dimiliki

sebelumnya dengan pengetahuan-pengetahuan yang baru. Dengan

begitu, siswa merasa memperoleh sesuatu yang berguna bagi dirinya

tentang apa yang baru dipelajarinya.

Pada akhir pembelajaran, guru menyisakan waktu sejenak agar

siswa melakukan refleksi. Menurut Trianto (2008 : 35) realisasinya

berupa :

(1) Pertanyaan langsung tentang apa-apa yang diperolehnya hari itu;

(2) Catatan atau jurnal di buku siswa;

(3) Kesan dan saran siswa mengenai pembelajaran hari itu;

(4) Diskusi; dan

(5) Hasil Karya.


23

7). Penilaian Sebenarnya (Authentic Assesment)

Proses pembelajaran konvensional yang sering dilakukan guru

pada saat ini, biasanya ditekankan kepada perkembangan aspek

intelektual, sehingga alat evaluasi yang digunakan terbatas pada

penggunaan tes. Dengan tes dapat diketahui seberapa jauh siswa

telah menguasai materi pelajaran.

Dalam pembelajaran CTL, keberhasilan pembelajaran tidak

hanya ditentukan oleh perkembangan kemampuan intelektual saja,

tetapi perkembangan seluruh aspek. Oleh sebab itu, penilaian

keberhasilan tidak hanya ditentukan oleh aspek hasil belajar seperti

hasil tes, akan tetapi juga proses belajar melalui penilaian yang nyata

atau sebenarnya.

Penilaian sebenarnya (Authentic Assesment) adalah proses

yang dilakukan guru untuk mengumpulkan informasi tentang

perkembangan belajar yang dilakukan siswa. Penilaian ini

diperlukan untuk mengetahui apakah siswa benar-benar belajar atau

tidak; apakah pengalaman belajar siswa memiliki pengaruh positif

terhadap perkembangan baik intelektual maupun mental dan sikap

siswa. Nurhadi (2002 : 19) mengungkapkan ”karena assessment

menekankan pada proses pembelajaran, maka data yang

dikumpulkan harus diperoleh dari kegiatan nyata yang dikerjakan

siswa pada saat melakukan proses pembelajaran”.

b. Ekspositori (biasa)
24

Pendekatan ini bertolak dari pandangan, bahwa tingkah laku kelas

dan penyebaran pengetahuan dikontrol dan ditentukan oleh

pengajar/guru. Hakikat mengajar menurut pandangan ini adalah

menyampaikan ilmu pengetahuan kepada siswa. Sanjaya (2006 : 179)

mengemukakan bahwa : ”pembelajaran ekspositori adalah pembelajaran

yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari

seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa

dapat menguasai materi pelajaran secara optimal”.

Dalam pendekatan ini materi pelajaran disampaikan secara

langsung oleh guru, siswa tidak dituntut untuk menemukan materi.

Pendekatan ini menempatkan guru sebagai pusat pembelajaran (teacher

centered approach), karena guru lebih aktif memberikan informasi,

menerangkan suatu konsep, mendemonstrasikan keterampilan dalam

memperoleh pola, aturan, dalil, memberi contoh soal beserta

penyelesaiannya, memberi kesempatan siswa untuk bertanya, dan

kegiatan guru lainnya dalam pembelajaran.

Terdapat beberapa karakteristik pendekatan ekspositori, pertama :

pendekatan ekspositori dilakukan dengan cara menyampaikan materi

pelajaran secara verbal, artinya, bertutur secara lisan merupakana alat

utama dalam melakukan pembelajaran ini, oleh karena itu orang sering

mengidentifikasikannya dengan ceramah. Kedua : biasanya materi

pelajaran yang disampaikan adalah materi pelajaran yang sudah jadi,

seperti data atau fakta, konsep-konsep tertentu yang harus dihafal

sehingga tidak menuntut siswa untuk berfikir ulang. Ketiga : tujuan


25

utama pembelajaran adalah penguasaan materi pelajaran itu sendiri.

Artinya setelah proses pembelajaran berakhir siswa diharapkan dapat

memahaminya dengan benar dengan cara dapat mengungkapkan

kembali materi yang telah diuraikan.

c. Perbedaan Pedagogik Antara Pembelajaran Dengan Pendekatan CTL

Dengan Pendekatan Ekspositori

Adapun perbedaan antara pembelajaran dengan menggunakan

pendekatan CTL dengan pembelajaran yang dilakukan dengan

menggunakan pendekatan Ekspositori dapat dilihat pada tabel di bawah

ini:

Tabel 2.1
Perbedaan antara Pendekatan Pembelajaran CTL
dengan Pendekatan Ekspositori

No Pendekatan CTL Pendekatan Ekspositori


Siswa secara aktif terlibat dalam Siswa adalah penerima informasi
1
proses pembelajaran. secara pasif.
Siswa belajar dari teman melalui Siswa belajar secara individual.
2 kerja kelompok, diskusi, saling
mengoreksi.
Pembelajaran dikaitkan dengan Pembelajaran sangat abstrak dan
3 kehidupan nyata dan atau masalah teoritis.
yang di simulasikan.
Perilaku dibangun atas kesadaran Perilaku dibangun atas kebiasaan.
4
diri.
Keterampilan dikembangkan atas Keterampilan dikembangkan atas
5
dasar pemahaman. dasar latihan.
Hadiah untuk perilaku baik adalah Hadiah untuk perilaku baik adalah
6
kepuasan diri. pujian atau nilai (angka) rapor.
Bahasa diajarkan dengan pendekatan Bahasa diajarkan dengan pendekatan
komunikatif, yakni siswa diajak struktural: Rumus diterangkan
7
menggunakan bahasa dalam konteks sampai paham, kemudian dilatihkan
nyata. (drill).
Pemahaman rumus dikembangkan Rumus itu ada di luar diri siswa,
8 atas dasar skemata yang sudah ada yang harus diterangkan, diterima,
dalam diri siswa. dihafalkan, dan dilatihkan.
9 Pemahaman rumus itu relatif Rumus adalah kebenaran absolut
berbeda antara siswa yang satu (sama untuk semua orang). Hanya
26

dengan yang lainnya, sesuai dengan ada dua kemungkinan, yaitu


skemata siswa (ongoing process of pemahaman rumus yang salah atau
development) pemahaman rumus yang benar.
Siswa menggunakan kemampuan Siswa secara pasif menerima rumus
berpikir kritis, terlibat penuh dalam atau kaidah (membaca,
mengupayakan terjadinya proses mendengarkan, mencatat,
10
pembelajaran yang efektif, dan menghafal), tanpa memberikan
membawa skemata masing-masing kontribusi ide dalam proses
ke dalam proses pembelajaran. pembelajaran.
Pengetahuan yang dimiliki manusia Pengetahuan adalah penangkapan
dikembangkan oleh manusia itu terhadap serangkaian fakta, konsep,
sendiri. Manusia menciptakan atau atau hukum yang berada di luar diri
11
membangun pengetahuan dengan manusia.
cara memberi arti dan memahami
pengalamannya
Karena ilmu pengetahuan itu Kebenaran bersifat absolut dan
dikembangkan (dikonstruksi) oleh pengetahuan bersifat final.
manusia sendiri, sementara manusia
12 selalu mengalami peristiwa baru,
maka pengetahuan itu tidak pernah
stabil, selalu berkembang (tentative
and incomplete).
Siswa diminta bertanggung jawab Guru adalah penentu jalannya proses
memonitor dan mengembangkan pembelajaran.
13
pembelajaran mereka masing-
masing.
Penghargaan terhadap pengalaman Pembelajaran tidak memperhatikan
14
siswa sangat diutamakan. pengalaman siswa.
Hasil belajar diukur dengan berbagai Hasil belajar diukur hanya dengan
15
cara: proses bekerja, hasil karya, dll tes.
Pembelajaran terjadi di berbagai Pembelajaran hanya terjadi di kelas.
16
tempat, konteks, dan setting.
Sumber : Depdiknas (2010)
3. Disiplin Belajar
a. Pengertian Disiplin Belajar
Disiplin belajar adalah kepatuhan dari siswa untuk melaksanakan

kewajiban belajar sehingga diperoleh perubahan pada dirinya, baik itu

berupa pengetahuan, perbuatan maupun sikap baik itu belajar di rumah

maupun belajar di sekolah (Sumantri, 2010).

Disiplin belajar diartikan lebih khusus sebagai bentuk kesadaran

tindakan untuk belajar seperti disiplin mengikuti pelajaran, ketepatan dalam


27

menyelesaikan tugas, kedisiplinan dalam mengikuti ujian, kedisiplinan

dalam menepati jadwal belajar, kedisiplinan dalam mentaati tata tertib yang

berpengaruh langsung terhadap cara dan teknik peserta didik dalam belajar

yang hasilnya dapat dilihat dari prestasi belajar yang dicapai (Sholihat,

2016).

Disiplin belajar bagi siswa diartikan lebih khusus sebagai tindakan

yang menunjukkan ketaatan dan kepatuhan terhadap aturan, baik tertulis

maupun tidak tertulis dalam kegiatan mencari pengetahuan dan kecakapan

baru. Kompri (2017) menyatakan bahwa disiplin belajar adalah kesadaran

diri untuk mengendalikan atau mengontrol dirinya untuk sungguh-sungguh

belajar.

Menurut Ardi (2012), disiplin belajar adalah hal yang berpengaruh

terhadap keberhasilan siswa, dengan demikian dapat dipahami bahwa

disiplin belajar adalah mentaati tata tertib, atau kepatuhan dalam

pemanfaatan waktu untuk belajar secara efektif dan efisien.

Dimyati dan Mudjiono (2015) mengartikan disiplin belajar adalah

suatu sikap tingkah laku dan perbuatan peserta didik dalam melakukan

aktivitas belajar yang sesuai dengan keputusan-keputusan, peraturan-

peraturan, dan norma-norma yang telah ditetapkan, baik persetujuan tertulis

maupun tidak tertulis antara peserta didik dengan tenaga pengajar ataupun

peraturan yang dibuat sendiri. Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan

bahwa disiplin belajar adalah kepatuhan siswa untuk melaksanakan

kewajiban belajar secara sadar sehingga diperoleh perubahan pada dirinya,


28

baik itu berupa pengetahuan, perbuatan maupun sikap baik itu belajar di

rumah maupun belajar di sekolah.

b. Aspek-aspek Disiplin Belajar

Aspek-aspek disiplin belajar yang dikemukakan oleh Sumantri (2010)

antara lain:

1). Disiplin belajar di rumah, antara lain meliputi:

a) Belajar setiap hari.

Berkenaan dengan kewajiban belajar, maka bimbingan yang dapat

dilakukan orangtua adalah, anak diminta untuk

membaca/mengulang kembali pelajaran yang diterimanya dari

sekolah setiap hari. Dengan kata lain, jangan biarkan anak

melakukan kebiasaan belajar kalau hendak ulangan atau ujian saja.

Hal ini dimaksudkan agar anak akan lebih mudah mengingat

pelajaran. Perlu diingatkan kepada anak bahwa belajar setiap hari

meski hanya tiga puluh menit akan lebih baik hasilnya;

dibandingkan dengan belajar selama tiga jam, tetapi seminggu

sekali (Kompri, 2017).

b) Mengerjakan pekerjaan rumah

Agar siswa berhasil dalam belajarnya, perlulah mengerjakan tugas

dengan sebaik-baiknya. Tugas itu mencakup mengerjakan PR

(Slameto, 2013).

Menurut Unarajan (dalam Yuliantika, 2017) menjelaskan siswa

yang terbiasa dalam disiplin belajar akan menggunakan waktu

sebaik-baiknya di rumah maupun di sekolah sehingga akan


29

menunjukkan kesiapannya dalam proses pembelajaran di sekolah,

sedangkan siswa yang tidak disiplin belajar mereka kurang

menunjukkan kesiapannya dalam belajar dan menunjukkan

perilaku yang tidak baik dalam proses pembelajaran seperti tidak

mengerjakan PR.

c) Membuat laporan.

Siswa menyerahkan laporan tugas dan menjawab pertanyaan

sehubungan dengan tugas yang dikumpulkannya (Dimyati &

Mudjiono, 2015).

1) Belajar berkelompok.

Dengan metode ini memberikan siswa bertanggungjawab

mempelajari materi pelajaran dan menjabarkan isinya dalam

sebuah kelompok tanpa campur tangan guru (Kompri, 2017).

Menurut Slameto (2013) dengan belajar kelompok mendapatkan

situasi belajar yang sebaik-baiknya bila kelompok siswa yang

sedang belajar itu merasakan bahwa mereka berbuat sesuatu

berdasarkan inisiatif dan kehendak sendiri, menerima

tanggungjawab bersama. Kadang-kadang banyak masalah yang

tidak dapat dipecahkan sendiri, maka perlu bantuan orang lain.

Bekerja di dalam kelompok dapat juga meningkatkan cara berpikir

mereka sehingga dapat memecahkan masalah dengan lebih baik

dan lancar (Slameto, 2013). Menurut Gunarsa (1992) dengan

belajar kelompok ada diskusi kelompok, anak-anak mendapat


30

kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya dengan teman

sekelompok.

b. Disiplin belajar di sekolah antara lain meliputi:

1) Ketepatan waktu datang ke sekolah. Sistim sosial di sekolah

yang terbentuk dan perangkat tata tertib dan peraturan sekolah

adalah sistem nilai yang mengikat dan mengendalikan perilaku

anak, yang menuntut anak untuk tunduk dan mentaatinya. Di

sekolah semua kegiatan diatur dengan sebuah rencana yang

sistimatis dan terpadu. Anak tidak bisa masuk dan pulang sesuka

hatinya (Djamarah, 2015). Disiplin siswa dapat diketahui

dengan salah satu ciri-ciri yaitu masuk kelas sesuai dengan

jadwal yang ditetapkan (Setiawan, 2017).

2) Keaktifan mengikuti pelajaran di kelas. Menurut Kompri (2017)

perlu adanya kegiatan hubungan timbal balik (interaksi) antara

guru dengan siswa, yang dapat meningkatkan cara belajar siswa,

sehingga dapat mencapai hasil yang diinginkan. Active learning

(belajar aktif) menuntun siswa untuk terlibat secara aktif

mengikuti proses belajar di kelas. Dalam kegiatan pembelajaran,

siswa juga diharapkan ikut berpartisipasi aktif tidak hanya

sekedar hadir saja tanpa berbuat apa-apa atau mengantuk saat

pelajaran berlangsung, namun sebaliknya seorang siswa harus

sungguh-sungguh dan terlebih dahulu mempersiapkan diri

dalam belajar. Dengan kata lain, bahwa dalam pembelajaran


31

diperlukan adanya aktivitas, tanpa aktivitas itu tidak mungkin

berjalan dengan baik.

3) Ketaatan mengikuti peraturan di kelas maupun di sekolah.

Peserta didik yang memiliki sikap mentaati semua peraturan

serta norma-norma yang ditetapkan dalam suatu situasi belajar,

sehingga peserta dapat dengan tenteram mengikuti belajar dan

akan cenderung memperoleh hasil belajar yang maksimal

(Rohiat, 2010).

Di sekolah semua kegiatan diatur dengan sebuah rencana yang

sistematis dan terpadu. Pulang pergi anak, keluar masuk guru,

pergantian jam pelajaran di setiap kelas, waktu istirahat, dan

lama tidaknya pemberian bahan pelajaran oleh guru di masing-

masing kelas, diatur dengan mempertimbangkan berbagai segi

dan untung ruginya. Anak tidak bisa masuk dan pulang sesuka

hatinya. Juga tidak dibenarkan mengabaikan tugas yang

diberikan guru. Berbicara sesuka hati ketika menerima pelajaran

adalah perilaku anak yang harus dikendalikan (Djamarah, 2015).

4) Menggunakan waktu luang.

Disiplin dapat melahirkan semangat menghargai waktu, bukan

menyianyiakan waktu berlalu dalam kehampaan. Disiplin

belajar adalah mentaati tata tertib, atau kepatuhan dalam

pemanfaatan waktu untuk belajar secara efektif dan efisien,

dapat membuat rencana alokasi waktu menurut prioritas

kepentingan masing-masing kegiatan belajar, mulai dari


32

kegiatan yang terpenting sampai dengan yang kurang penting

(Ardi, 2012). Menurut Unarajan (dalam Yuliyantika, 2017)

siswa yang terbiasa dalam disiplin juga meningkatkan cara

berpikir mereka sehingga dapat memecahkan masalah dengan

lebih baik dan lancar (Slameto, 2013). Menurut Gunarsa (1992)

dengan belajar kelompok ada diskusi kelompok, anak-anak

mendapat kesempatan untuk menyelesaikan masalahnya dengan

teman sekelompok.

B. Penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian terdahulu yang berkaitan dengan pendekatan

pembelajaran Kontekstual dan Disiplin Belajar terhadap Hasil Belajar

Matematika adalah sebagai berikut:

1. Dalam Disertasi Darhim (2003). Dalam penelitiannya di kelas II SD

mengungkapkan bahwa pembelajaran dengan Pembelajaran Matematika

Kontekstual berpengaruh lebih baik terhadap hasil belajar dan sikap siswa

sekolah dasar

2. Dari penelitian Laily (2006) mengungkapkan bahwa : siswa yang

memperoleh pembelajaran melalui pendekatan pembelajaran Kontekstual

mengalami peningkatan kemampuan mengaplikasikan konsep matematika

yang lebih baik dibanding siswa yang belajar melalui pembelajaran biasa

(konvensional). Siswa juga menunjukkan sikap positif terhadap pendekatan

pembelajaran Kontekstual yang diberlakukan pada mereka.

3. Penelitian dengan pendekatan pembelajaran CTL telah diteliti oleh Umar,

(2009) yang mengatakan bahwa : hasil analisis ketuntasan belajar


33

menunjukkan bahwa ketuntasan klasikal pada kelas CTL sebesar 87%,

sedangkan pada kelas konvensional sebesar 79%. Ini berarti bahwa

penerapan pembelajaran dengan pendekatan CTL dapat meningkatkan

prestasi belajar matematika siswa. Analisis data secara deskriptif

menunjukkan bahwa sikap siswa terhadap matematika untuk kelas CTL

dalam kategori baik sedangkan untuk kelas konvensional dalam kategori

cukup baik..

4. Putri (2006) juga melakukan penelitian yang terkait dengan hal yang sama,

ia mengungkapkan bahwa : terdapat perbedaan peningkatan kemampuan

komunikasi dan koneksi matematik antara kelompok siswa yang belajar

dengan menggunakan pendekatan kontekstual dibandingkan dengan siswa

yang belajar dengan pendekatan konvensional. Terdapat korelasi positif

yang cukup antara kemampuan komunikasi dan koneksi matematik siswa.

Hal ini berarti bahwa peringkat yang diperoleh siswa pada kemampuan

komunikasi dengan peringkat yang diperolehnya dalam kemampuan koneksi

matematik, boleh dikatakan kemungkinan hampir sama.

5. Achmad Setyawan dan Leonard (2016) dengan judul penelitian “Pengaruh

Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning Terhadap Hasil

Belajar Matematika”. Penelitian ini menggunakan metode eksperimen,

teknik pengambilan sampel menggunakan simple random sampling,

menggunakan teknik analisis data menggunakan uji-t. Dari hasil penelitian

disimpulkan bahwa tingkat keprcayaan 95% nilai akhir peserta didik yang

menggunakan metode pembelajaran Contextual Teaching and Learning


34

lebih tinggi daripada peserta didik dengan menggunakan metode

konvensional pada pembelajaran relasi dan fungsi.

Dari penelitian-penelitian di atas, jelas bahwa pembelajaran dengan

menggunakan pendekatan Kontekstual dan Sikap Disiplin belajar dapat

meningkatkan hasil belajar matematika siswa.

C. Operasionalisasi Variabel

Dalam penelitian ini dengan judul penelitia yaitu : Pengaruh Pendekatan

Contextual Teaching Learning (CTL) Dan Disiplin Belajar Terhadap Hasil

Belajar Matematika siswa SDN Kec. Sei Balai Kab. Batubara, disini variabel

terikat akan mempengaruhi proses dan hasil penelitian sedangkan variabel

bebas merupakan variabel yang akan mempengaruhi hasil pelaksanaan

penelitian. Dalam penelitian ini yang menjadi variabel bebas (independent)

adalah Pendekatan CTL dan Disiplin Belajar sedangkan variabel terikat

(dependent) adalah Hasil Belajar Matematika Siswa.

Definisi operasional diperlukan agar tidak terjadi salah penafsiran

terhadap judul penelitian yang dibuat. Penjelasan mengenai istilah-istilah yang

terdapat dalam judul penelitian adalah sebagai berikut :

1. Hasil belajar adalah merupakan proses dalam diri individu yang berinteraksi

dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya. Hasil

belajar terjadi pada individu yang mau belajar, dan adanya perubahan pada

dirinya dalam aspek kecakapannya, sikap dan pengetahuannya.

2. Pembelajaran Kontekstual (CTL) adalah pembelajaran yang menekankan

kepada proses keterlibatan siswa secara penuh untuk dapat menemukan

materi yang dipelajari dan menghubungkannya dengan situasi kehidupan


35

nyata sehingga mendorong siswa untuk dapat menerapkannya dalam

kehidupan mereka.

3. Disiplin belajar adalah kepatuhan dari siswa untuk melaksanakan kewajiban

belajar sehingga diperoleh perubahan pada dirinya, baik itu berupa

pengetahuan, perbuatan maupun sikap baik itu belajar di rumah maupun

belajar di sekolah

D. Kerangka Berpikir

Kenyataan yang menunjukkan bahwa matematika dianggap sebagai

pelajaran yang sulit, rumit, membosankan, tidak menarik, tidak menyenangkan,

dan matematika dianggap sebagai pelajaran yang menakutkan bagi sebagian

besar siswa. Hal ini dapat dilihat dari hasil belajar siswa khususnya hasil

belajar matematika siswa belum menunjukkan hasil yang memuaskan, bahkan

dapat dikatakan masih sangat jauh dari hasil yang memuaskan dan sangat

mengkhawatirkan. Sehingga dapat berimbas kepada disiplin belajar siswa

terhadap matematika.

Beberapa hal tersebut di atas mengarahkan bahwa diperlukan sebuah

pendekatan pembelajaran yang lebih memberdayakan siswa, yang tidak

mengharuskan siswa menghafal fakta-fakta, tetapi pendekatan yang mendorong

siswa mengkonstruksikan pengetahuan di benak mereka sendiri agar

pengaruhnya yang tidak baik bagi pembangunan kemampuan matematika

siswa tidak berlanjut kepada sikap disiplin belajar terhadap matematika. Untuk

mencapai hal tersebut diperlukan pendekatan pembelajaran yang tepat, cocok,

dan relevan. Salah satu pendekatan yang dianggap tepat adalah pendekatan

pembelajaran kontekstual (CTL).


36

Terkait dengan hal tersebut, pendekatan CTL dan sikap disiplin belajar

dianggap tepat dan diharapkan akan dapat meningkatkan hasil belajar siswa.

Kerangka berpikir dalam penelitian ini yaitu kajian tentang pengaruh

pembelajaran kontekstual dan disiplin belajar siswa terhadap hasil belajar

matematika. Kerangka berpikir ini menggambarkan hubungan antara variabel

bebas dan variabel terikat. Variabel bebas dalam penelitian ini adalah

pembelajaran kontekstual (CTL) dan disiplin belajar variabel terikatnya adalah

hasil belajar matematika siswa. Kerangka berpikir ini dapat dilihat dalam

gambar dibawah ini :

X1 : Pembelajaran Kontekstual

Y1 : Hasil Belajar Siswa

X2 : Disiplin Belajar Siswa

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

Dari gambar diatas yang akan dilakukan peneliti yaitu memberikan

perlakuan menggunakan pembelajaran konstekstual dan disiplin belajar setelah itu

akan dilihat pengaruhnya terhadap hasil belajar siswa dalam pembelajaran

matematika materi.

Studi Pendahuluan, Identifikasi Masalah, Tujuan Penelitian


37

Pembuatan, Uji coba, dan Analisa instruent, Rancangan


pembelajaran

Kelas Eksperimen Pretest hasil belajar Kelas Kontrol

Pembelajaran Kontekstual Disiplin belajar Pembelajaran ekspositori

Posttes hasil belajar

Data

Analisis Data

Temuan

Penulisan Laporan

Gambar. 2.2 Prosedur Penelitian

E. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian teori yang telah dikemukakan di atas, maka hipotesis

dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :


38

1. Terdapat peningkatan hasil belajar siswa yang pembelajarannya menggunakan

pendekatan CTL lebih baik daripada hasil belajar siswa yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan Ekspositori.

2. Sikap disiplin belajar siswa terhadap matematika yang pembelajarannya

menggunakan pendekatan CTL lebih baik daripada sikap disiplin belajar siswa

yang pembelajarannya menggunakan pendekatan Ekspositori.

3. Terdapat hubungan antara Pembelajaran dengan disiplin belajar siswa terhadap

hasil belajar matematika siswa

Di samping itu, perlu dikaji secara deskriptif pertanyaan penelitian yang ada di

dalam rumusan masalah, yaitu :

1. Aktivitas siswa selama proses pembelajaran berlangsung yang

pembelajarannya menggunakan pendekatan CTL dan pembelajarannya

menggunakan pendekatan ekspositori.

2. Proses jawaban yang dibuat siswa dalam menyelesaikan masalah

kontekstual pada masing-masing pembelajaran.

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian
39

Penelitian ini dikategorikan ke dalam penelitian eksperimen semu (quasy

experiment). Rancangan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi tiga

tahapan, yaitu: (1) Tahap pengembangan perangkat pembelajaran dan

instrumen penelitian, (2) Tahap uji coba perangkat pembelajaran dan instrumen

penelitian, (3) Tahap pelaksanaan eksperimen. Setiap tahapan dirancang

sedemikian sehingga diperoleh data yang valid sesuai dengan karakteristik

variabel sesuai dengan tujuan penelitian.

Tabel 3.1. Desain Penelitian

Grup Perlakuan Pretest Perlakuan Postest


Eksperimen (E) ET1 X1 ET2
Kontrol (K) KT1 - KT2

Keterangan :

AT1 : Pretes Pada Kelas Eksperimen


AT2 : Postes Pada Kelas Eksperimen
KT1 : Pretest Pada Kelas Kontrol
KT2 : Postes Pada Kelas Kontrol
X1 : Pembelajaran Berbasis Masalah
Rancangan eksperimen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Non

Equivalent Postest Only Control Group Design. Dalam rancangan ini terdapat

dua kelompok yang dipilih secara random, kemudian diberi test untuk

mengetahui sejauh mana kesiapan siswa menerima pembelajaran pada materi

sebelumnya dan tes digunakan untuk menyetarakan pengetahuan awal kedua

kelompok sedangkan postes digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa

setelah diberi perlakuan.


37
B. Sumber Informasi

1. Populasi Penelitian
40

Populasi atau Population merupakan keseluruhan subjek atau objek sasaran

penelitian. Maulana (2009:25-26) menyatakan bahwa Populasi dapat

diartikan sebagai berikut :

a. Keseluruhan subjek atau objek penelitian

b. Wilayah generalisasi subjek atau objek yang memiliki kuantitas dan

karakteristik tertentu yang ditetapkan peneliti untuk dipelajari dan

kemudian ditarik kesimpulannya

c. Seluruh data yang menjadi perhatian dalam lingkup dan waktu tertentu.

d. Semua anggota kelompok orang, kejadian, atau objek lain yang telah

dirumuskan secara jelas.

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa SDN 16 Benteng

Jaya sebanyak 25 siswa dan Siswa SDN 10 Sidomulyo berjumlah 27 siswa

Tahun Pembelajaran 2021/2022. Terpilihnya siswa SDN 16 Benteng Jaya

dan Siswa SDN 10 Sidomulyo ini didasarkan pada lokasi yang terdekat

dengan peneliti dan dua sekolah ini berada di pedesaan, Jika dilihat pada

pekerjaan orangtua, tingkat ekonomi dan sosial yang sama maka dapat

menjadi pertimbangan berdasarkan kemampuan siswa yang memungkinkan

untuk diterapkannya Pembelajaran CTL, Disiplin Belajar dan Hasil belajar

siswa.

2. Sampel Penelitian

Penelitian ini menggunakan penarikan sampel purposive yang hanya

mengambil sampel satu kelas yaitu siswa kelas V. Menurut Anggoro dkk

(2007) bahwa sampel purposive adalah sampel yang anggotanya dipilih


41

secara sengaja atas dasar pengetahuan dan keyakinan peneliti. Sampel ini

diambil menggunakan informasi untuk memperkuat alasan penelitian.

Lokasi yang digunakan pada penelitian ini yaitu SDN 16 Benteng Jaya

dan SDN 10 Sidomulyo yang berada di Kecamatam Sei Balai Kabupaten

Batubara, Provinsi Sumatera Utara. Waktu yang akan digunakan pada

penelitian ini yaitu pada bulan Maret – April 2022. Kelas eksperimen

memiliki jumlah pertemuan sebanyak 5 kali dengan 2 pertemuan digunakan

untuk pretest dan posttes, sedangkan tiga pertemuan digunakan untuk

kegiatan pembelajaran. begitu

C. Instrumen Penelitian

Instrument digunakan untuk memperoleh data yang dibutuhkan dalam

penelitian. Maulana (2009:29) menyatakan bahwa Instrument penelitian

merupakan alat untuk mengumpulkan data penelitian”. Instrument yang

digunakan dalam penelitian yaitu tes dan non tes. Tes berupa soal untuk

mengukur kemampuan berpikir kritis, sementara non tes berupa format

pernyataan dalam bentuk skala Likert untuk mengukur karakter disiplin siswa.

Peningkatan kemampuan dan sikap siswa diukur dengan memberikan tes dan

skala Likert pada pertemuan awal dan akhir yaitu pada kegiatan pretes dan

postes.

1. Soal Tes

Soal tes yang digunakan dalam penelitian ini diberikan pada peserta

didik dengan tujuan untuk mengetahui hasil belajar yang hendak diukur

pada materi bangun datar. Kemampuan yang menjadi tujuan utamanya


42

adalah pendekatan CTL dan disiplin belajar. Adapun bentuk dari soal yang

diujikan berupa soal tes uraian, yang diberikan kepada 25 siswa kelas

eksperimen yang mendapat perlakuan dan 27 siswa kelas kontrol yang tidak

diberi perlakuan. Hal ini sejalan dengan pendapat Maulana (2009:33) yang

menyatakan beberapa keunggulan dari soal tes uraian yaitu sebagai berikut :

 Menimbulkan sifat kreatif pada diri siswa

 Benar-benar melihat kemampuan siswa, karena hanya siswa yang telah

belajar sungguh-sungguh yang akan menjawab dengan benar dan baik

 Menghindari unsur tebak-tebakan saat siswa memberikan jawaban

 Penilai dapat melihat jalannya/proses bagaimana siswa menjawab

sehingga dapat saja menemukan hal unik dari jawaban siswa itu maupun

dapat mengetahui miskonsepsi siswa.

a. Analisis Validitas Butir Soal

Untuk memperoleh soal tes yang baik maka soal tersebut harus dinilai

validitasnya. Sebelum tes ini diujicobakan di kelas eksperimen, maka

perlu dilakukan validitas isi, guna untuk menentukan kesesuaian soal

dengan materi ajar di SD kelas Vmelalui pertimbangan para ahli yang

berlatar belakang pendidikan yaitu dosen Pascasarjana UT, alumni S2

pendidikan dasar, dan guru kelas atau Guru bidang studi matematika di

SD.

Tes tersebut dilakukan pada saat sebelum pemberian perlakuan

atau pretes dengan tujuan untuk mengetahui pemahaman awal siswa. Dan

postes dilakukan setelah diberikan perlakuan dengan tujuan untuk

mengetahui peningkatan pengetahuan hasil belajar siswa. Soal yang


43

digunakan untuk mengumpulkan data terlebih dahulu diujicobakan

kemudian dihitung validitas, reliabilitas, daya pembeda dan tingkat

kesukarannya.

Setelah dilakukan uji validitas isi, dilakukan revisi terhadap soal

yang tidak sesuai dengan masukan para ahli, selanjutnya dilakukan uji

coba instrument kepada siswa kelas V SD. Berdasarkan hasil uji coba ini

selanjutnya dianalisis validitas, daya pembeda, tingkat kesukaran, dan

reliabilitas soal.

Validitas Instrument merupakan hal terpenting dalam mengukur

peningkatan suatu kemampuan, karena alat ukur yang valid tidak hanya

mampu menghasilkan data yang tepat akan tetapi harus mampu

memberikan gambaran yang cermat mengenai data tersebut. Seperti yang

dikemukakan oleh Ruseffendi (2010:148) bahwa “suatu instrumen

dikatakan valid bila instrumen itu untuk maksud dan kelompok tertentu

mengukur apa yang semestinya diukur, derajat ketepatan mengukurnya

benar, dan validitasnya tinggi”. Kecermatan pengukuran yang diperoleh

dari hasil instrumen tes yang valid mampu memberikan gambaran

mengenai perbedaan antara hasil yang satu dengan yang lainnya secara

terperinci. Tahap selanjutnya mengukur validitas butir soal dengan cara

menentukan korelasi antara skor setiap butir dengan skor total. Koefisien

korelasi dapat diukur dengan product moment dari Pearson (Muliawati,

2015:26) dengan formula sebagai berikut :

N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r xy =
√ { N ∑ X −( ∑ X ) }{ N ∑ Y −( ∑ Y ) }
2 2 2 2
44

Keterangan :

X = butir soal
Y = skor total

r xy = koefisien korelasi antara skor butir dengan skor total

N = banyaknya siswa yang mengikuti tes

Selanjutnya diuji dengan menggunakan uji-t, dengan rumus :

t=r xy
√ N −2
1−( r xy )
2 .

Menentukan validitas suatu butir soal. Kriteria yang harus dipenuhi agar

suatu butir soal dikatakan valid adalah jika thitung>ttabel dengan ttabel=

t(1−α) (dk )
untuk dk = N – 2 dan α (taraf signifikansi) dipilih 5%.Jika

instrumen itu valid, maka interpretasi dari koefisien korelasi digunakan

kriteria sebagai berikut (Arikunto : 2010) :

Tabel 3.2 Koefisien Korelasi Butir Soal

Koefisien Korelasi Interpretasi


0,80< rxy  1,00 validitas sangat tinggi (ST)
0,60< rxy  0,80 validitas tinggi (TG)
0,40< rxy  0,60 validitas sedang (SD)
0,20< rxy  0,40 validitas rendah (RD)
0,00< rxy  0,20 validitas sangat rendah (SR)

b. Uji Reliabilitas

Merupakan suatu kekonsistenan hasil dari setiap soal meskipun dilakukan

oleh orang yang berbeda. Reliabilitas menurut Maulana (2009:45)


45

“mengacu pada kekonsistenan skor yang diperoleh sebagai konsisten skor

tersebut untuk setiap individu dari suatu daftar instrumen terhadap yang

lainnya”. Tingkat reliabilitas pada instrumen mampu menentukan kualitas

suatu instrumen, artinya reliabilitas instrumen yang tinggi menghasilkan

skor yang relatif sama. Untuk mengukur reliabilitas instrumen dapat

meggunakan rumus alpha. Adapun rumus koefisien reliabilitas alpha

Cronbach yaitu sebagai berikut :

( )( ∑σ
)
2
n
r 11= 1− 2 i
n−1 σt
alpha-cronbach:
Rumus

dengan: r 11 : koefisien reliabilitas perangkat tes

n : banyak soal
σ 2i : variansi item
2
σ t : variansi total (Arikunto, 2010)

Hasil perhitungan koefisien reliabilitas, kemudian ditafsirkan dan

diinterpretasikan mengikuti interpretasi menurut Arikunto (2010) , yaitu:

Tabel 3.3 Koefisien Reliabilitas

Koefisien Reliabilitas Interpretasi


0,80 < r  1,00 sangat tinggi (ST)
0,60 < r  0,80 tinggi (TG)
0,40 < r  0,60 sedang (SD)
0,20 < r  0,40 rendah (RD)
r  0,20 sangat rendah (SR)

c. Daya Pembeda
46

Daya pembeda merupakan suatu batas atau pembeda antara siswa yang

berada dala kelompok unggul dan asor. Daya pembeda sangat

berhubungan dalam mengukur tingkat pemahaman dan kemampuan siswa

dalam menyelesaikan permasalahan. Untuk mengetahui daya pembeda

setiap butir soal yang berbentuk uraian menurut Muliawati (2015:29),

dapat menggunakan rumus sebagai berikut:

x a−x b
DP = SMI

Keterangan :

DP = Daya pembeda

xa = rata-rata skor kelompok atas

xa = rata-rata skor kelompok bawah

SMI = skor maksimum ideal

Setelah diperoleh perhitungan daya pembeda setiap butir soal selanjutnya

hasil yang telah dihitung di interpretasikan kedalam beberapa kriteria.

Menurut Muliawati (2015:29) kriteria penafsiran daya pembeda adalah

sebagai berikut :

Tabel 3.4 Kriteria Daya Pembeda Instrumen

Daya Pembeda Interpretasi


DP 0,00 Sangat rendah
0,00 <DP 0,20 Rendah
0,20 <DP 0,40 Cukup/sedang
0,40 <DP 0,70 Baik
0,70 <DP 1,0 Sangat baik

d. Tingkat Kesukaran
47

Tingkat kesukaran soal merupakan peluang untuk menjawab benar suatu

soal pada tingkat kemampuan tertentu. Indeks kesukaran suatu butir soal

adalah suatu parameter yang dapat mengidentifikasikan sebuah butir soal

yang dikategorikan sukar sedang atau mudah untuk diujikan kepada siswa.

Soal yang terlalu mudah kurang memiliki tantangan dalam

mengembangkan daya nalar siswa, sementara soal yang terlalu sukar akan

membuat siswa merasa putus asa untuk mengerjakannya. Untuk

mengetahui tingkat atau indeks kesukaran setiap butir soal menurut

Muliawati (2015:30) dapat menggunakan rumus sebagai berikut :

x
IK =
SMI

Keterangan :

IK = Indeks Kesukaran

x = rata-rata skor setiap butir soal

SMI = skor minimum ideal

Indeks kesukaran yang diperoleh dari hasil perhitungan menggunakan

rumus diatas dapat di intepretasikan sesuai ketentuan yang telah

ditetapkan. Menurut Suherman (2003) (dalam Muliawati, 2015:31) tingkat

kesukaran dapat di intepretasikan sebagai berikut :

Tabel 3.5 Klasifikasi Tingkat Kesukaran

Tingkat Kesukaran Klasifikasi


TK = 0,00 terlalu sukar (TS) Terlalu sukar
0,00 < TK 0,30 sukar (SK) Sukar
0,30 < TK 0,70 sedang (SD) Sedang
0,70 < TK< 1,00 mudah (MD) Mudah
TK = 1,00 terlalu mudah (TM) Terlalu Mudah

2. Non Tes
48

a. Observasi

Observasi merupakan cara untuk mengumpulkan data yang dilakukan

dengan cara mengamati langsung terhadap suatu situasi untuk mencapai

tujuan tertentu seperti yang diungkapkan oleh Maulana (2009:35) bahwa

“Observasi merupakan pengamatan langsung dengan menggunakan

penglihatan, penciuman, pendengaran, perabaan dan jika perlu

pengecapan”. Observasi dalam penelitian ini bertujuan untuk mengetahui

kinerja guru dan untuk mengetahui aktifitas yang dilakukan oleh siswa

selama pembelajaran berlangsung.

b. Skala Likert

Skala sikap merupakan daftar yang berisi pernyataan-pernyataan yang

harus diisi sesuai dengan keadaan, sikap, dan kondisi responden.

Menurut Maulana (2009:39) bahwa “Skala sikap merupakan instrumen

yang terdiri dari kumpulan pertanyaan yang setiap orang diminta

memberikan respon atasnya, pola-pola dari respon-respon selanjutnya

dipandang sebagai bukti atau keterangan dari satu atau lebih sikap yang

mendasari”. Tujuan dari pemberian skala sikap yaitu untuk mengetahui

tanggapan merespon terhadap pernyataan yang diajukan. Dengan

menggunakan skala sikap, responden lebih mudah untuk menjawab

pernyataan atau pertanyaan dengan alternatif jawaban yang telah

diberikan. Pada penelitian kali ini skala sikap diberikan untuk mengukur

skala sikap karakter siswa pada kelas eksperimen. Pemberian skala sikap

dilakukan sebanyak dua kali, yaitu pada pertemuan pertama setelah

pretes dan pertemuan terakhir setelah postes. Bentuk skala sikap yang
49

diberikan adalah skala Likert yang terdiri dari empat jawaban yaitu

Sangat setuju (SS), Setuju (S), Tidak setuju (TS), Sangat Tidak Setuju

(STS). Sebelum memberikan angket pada pertemuan pertama dan

terakhir, skala likert telah diujicobakan terlebih dahulu.

D. Prosedur Pengumpulan Data

Secara umum prosedur dalam penelitian ini terdiri dari 3 tahapan yaitu

tahap perencanaan, tahap pelaksanaan, dan tahap pengolahan data..Ketiga

tahapan tersebut dapat diuraikan sebagai berikut :

1. Tahap Perencanaan

Adapun tahap perencanaan memiliki beberapa langkah yaitu :

a. Melaksanakan kajian pustaka mengenai pendekatan CTL dan teori

belajar mengajar yang mendukung, dan kajian pustaka mengenai disiplin

belajar dan hasil belajat siswa.

b. Menetapkan pokok permasalahan yang akan diteliti

c. Menetapkan topik-topik bahan ajar

d. Pembuatan dan pengembangan topik bahan ajar

e. Penyusunan instrumen

f. Melakukan validasi instrumen kepada ahli untuk menguji validitas isi dan

validitas muka

g. Uji coba instrumen untuk menguji validitas banding revisi dan

penyempurnaan instrumen

h. Mengolah hasil ujicoba instrumen

i. Menentukan tempat dan subjek penelitian, kemudian mengurus perijinan

penelitian
50

j. Berkunjung ke sekolah untuk menyampaikan surat ijin dan meminta ijin

penelitian, kemudian melakukan observasi pembelajaran di sekolah dan

berkonsultasi dengan guru untuk menentukan waktu, dan teknis

pelaksanaan penelitian.

2. Tahap Pelaksanaan

Adapun tahap pelaksanaan memiliki beberapa langkah yaitu :

a. Memberikan pretes kemampuan berpikir kritis dengan kelas eksperimen

b. Memberikan pretes dan postes hasil belajar dengan tujuan untuk

mengetahui pengaruh dari pendekatan CTL dan angket disiplin belajar

terhadap hasil belajar siswa.

c. Melaksanakan pembelajaran seperti yang telah direncanakan

d. Selama proses pembelajaran berlangsung dilakukan pengamatan oleh

beberapa observer dengan menggunakan format observasi untuk kinerja

guru dan aktifitas siswa

3. Tahap Pengolahan Data

a. Melakukan pengumpulan data, pengolahan dan analisis data dari hasil

yang telah diperoleh selama penelitian baik kuantitatif maupun kualitatif

b. Membuat tafsiran dan simpulan hasil penelitian dari data kuantitatif yaitu

mengenai pengaruh pembelajaran menggunakan pendekatan CTL dan

disiplin belajar terhadap hasil belajar matematika siswa.

c. Membuat tafsiran dan simpulan hasil penelitian dari data kualitatif yaitu

mengenai respon dan sikap siswa terhadap pembelajaran dengan

pendekatan contextual teaching and learning

d. Melakukan penyusunan laporan


51

E. Metode Analisis Data

Data dalam penelitian ini dapat berupa data kuantitatif dan data kualitatif.

Data kuantitatif didapat dari hasil tes dalam mengukur kemampuan hasil

belajar matematika pada materi bangun datar, sedangkan data kualitatif

diperoleh dari observasi. Adapun prosedur analisis data dapat diuraikan sebagai

berikut :

1. Data Kuantitatif

a. Tes Hasil Belajar Matematika

Data nilai awal dan data nilai akhir diperoleh dari data pretes dan postes

yang dilakukan untuk mengukur hasil belajar, selanjutnya dihitung rata-

rata pretes dan postes pada kelas quasi experiment. Perhitungan tersebut

dilakukan untuk mengetahui rata-rata hasil belajar pada materi bangun

datar

1) Uji Normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data pretes dan

postes berdistribusi normal atau tidak. Hasil dari uji normalitas ini

dapat menentukan jenis statistik yang akan dilakukan selanjutnya.

Pengujian normalitas untuk data pretes dan postes yaitu sebagai

berikut :

H0 : Hasil belajar awal siswa pada pendekatan Contextual teaching

and learning berasal dari populasi berdistribusi normal

H1 : Hasil belajar awal siswa pada pendekatan Contextual teaching

and learning berasal dari populasi berdistribusi tidak normal


52

Jika nilai sig ≥ 0,05, maka H0 diterima yang berarti tidak terjadi

perbedaan yang signifikan antara distribusi data yang diuji dengan

distribusi normal baku.

Jika nilai sig ¿ 0,05, maka H0 ditolak yang berarti terjadi perbedaan

yang signifikan antara distribusi data yang diuji dengan distribusi

normal baku.

Perhitungan uji normalitas ini menggunakan program komputer yaitu

program SPSS 22,0 for windows melalui uji kolmogorov smirnov.

Jika hasil pengujian menunjukan hasil belajar matematika awal siswa

pada pendekatan Contextual teaching and learning berasal dari

populasi berdistribusi normal, maka analis datanya dilanjutkan dengan

pengujian homogenitas varians. Jika hasil pengujian menunjukan hasil

belajar matematika awal siswa pada pendekatan Contextual teaching

and learning berasal dari populasi berdistribusi tidak normal, maka

analisis datanya dilanjutkan pengujian kesamaan rata-rata secara non

parametrik dengan uji wilcoxon.

2). Uji Homogenitas Varian

Uji homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui apakah varians

sama atau berbeda. Uji homogenitas varians dapat dilakukan apabila

Hasil belajar matematika siswa dengan pendekatan Contextual

taeching and learning berdistribusi normal. Pengujian dilakukan pada

data pretes dan postes. Adapun rumusan hipotesisnya yaitu sebagai

berikut :
53

H0 : Hasil belajar matematika siswa pada pendekatan Contextual

teaching and learning mempunyai varians yang sama

H1 : Hasil belajar matematika siswa pada pendekatan Contextual

teaching and learning mempunyai varians yang berbeda

Perhitungan uji homogenitas ini menggunakan program komputer

yaitu program SPSS 22,0 for windows melalui uji Levene.

3). Uji Perbedaan Dua Rata-rata Pretes dan Postes

Uji perbedaan dua rata-rata dilakukan untuk mengetahui perbedaan

rata-rata pretes dan postes. Pengujian dilakukan pada data pretes

postes kelompok kuasi eksperimen. Perumusan hipotesis data pretes

dan postes adalah :

H0 : Tidak terdapat perbedaan hasil belajar siswa antara pretes dan

postes

H1 : Terdapat perbedaan hasil belajar matematika siswa antara pretes

dan postes.

Jika rata-rata hasil pretes postes dari populasi yang berdistribusi

normal dan homogen maka untuk pengujian hipotesis digunakan uji t

sementara jika rata-rata hasil pretes dan postes dari populasi yang

berdistribusi normal dan tidak homogen maka untuk pengujian

hipotesis digunakan uji t. jika hasil pretes menunjukan bahwa tidak

terdapat perbedaan pretes dan postes, maka untuk mengetahui

peningkatan Hasil belajar matematika siswa dapat menggunakan data

hasil postes.

4). Menghitung Gain Ternormalisasi


54

Perhitungan gain normal dilakukan untuk mengetahui peningkatan

Hasil belajar matematika siswa setelah diberikan perlakuan. Untuk

menghitung gain normal dapat digunakan rumus menurut Hake

(dalam Muliawati, 2015:39) sebagai berikut :

skor postes−skor pretes


Gain =
skor ideal−skor pretes

Setelah diperoleh gain normalnya, nilai tersebut dapat ditafsirkan

dalam klasifikasi menurut Hake (dalam Sundayana, 2014:151) sebagai

berikut :

Tabel 3.6 Klasifikasi Gain Ternormalisasi

Nilai Gain Ternormalisasi Interpretasi


-1,00 ≤ g ¿0,00 Terjadi penurunan
g = 0,00 Tetap
0,00 < g < 0,30 Rendah
0,30 ≤ g < 0,70 Sedang
0,70 ≤ g < 1,00 Tinggi

Uji normalisasi distribusi indeks gain kelas eksperimen perumusan

hipotesisnya yaitu sebagai berikut :

H0 = tidak terdapat perbedaan rata-rata gain pretes dan postes

H1 = terdapat perbedaan rata-rata gain pretes dan postes

Pengujian statistik dilakukan dengan uji statistik uji t, uji terhadap

dilakukan jika hasil pengujian menunjukan peningkatan hasil belajar

matematika siswa pada pendekatan Contextual teaching and learning

berasal dari populasi berdistribusi tidak normal, maka analisis datanya

dilanjutkan dengan pengujian perbedaan dua rata-rata secara non

paramterik dengan uji u man whitney. Perhitungan uji homogenitas ini


55

menggunakan program komputer yaitu program SPSS 22,0 for

windows melalui uji levene.

2. Data Kualitatif

a. Lembar Observasi

Lembar observasi dalam penelitian ini dijadikan sebagai data pendukung

untuk mengetahui kinerja guru dalam mengajar baik ketika pretes

maupun postes untuk mengetahui respon siswa dalam bentuk aktifitas

belajar. Lembar observasi disajikan dalam bentuk tabel agar lebih

memudahkan dalam menginterpretasikan kedalam bentuk kualitatif

sesuai kriteria yang muncul pada setiap aspek yang dilakukan observasi.

Lembar observasi kinerja guru disertai dengan kisi-kisi berupa deskripsi

dari setiap indikator penilaian yang dapat dijadikan sebuah pedoman

dalam mengisi lembar observasi kinerja guru tersebut. Lembar observasi

kinerja guru pada kelas eksperimen memiliki indikator yang sesuai

dengan pendekatan pembelajaran yang dilaksanakan, dalam hal ini

pendekatan Contextual Teaching and Learning

b. Skala Disiplin Belajar Siswa

Instrumen skala sikap digunakan untuk mengetahui tingkat karakter

siswa dalam menemukan penyelesaian masalah yang telah diberikan.

Skala sikap yang digunakan yaitu dengan skala likert. Pernyataan yang

digunakan dalam penelitian ini berisi dua puluh pernyataan yang harus

diisi oleh siswa. Kriteria jawaban yang harus dipilih yaitu sangat setuju

(SS), setuju (S), tidak setuju (TS) dan sangat tidak setuju (STS)
56

DAFTAR PUSTAKA

Anggoro,dkk. (2007) Metode Penelitian. Modul Disajikan dalam Kuliah


Matrikulasi SPS UT
57

Ardi, Angelica. (2012). Ciri-ciri orang bekerja keras. Http://


Angelicaardi97.blogspot.com /2012/ 09/ ciri-ciri- orang- yang-bekerja-
keras.html. Diakses pada Diakses pada Rabu, 27 Juni 2022 Pukul 12: 27
WIB.

Arikunto, Surhasimi. (2010). Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Asmani, .J M. (2012). Kiat Mengembangkan Bakat Anak di Sekolah. Yogyakarta:


DIVA Pres.

Damayanti, M. (2016). Pengaruh Pemberian Tugas dengan Umpan Balik


Individual Terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Saintifik Matematika
Sains dan Pembelajarannya, 2(1), 46-53.

Darhim, (2003) Pengaruh Pembelajaran Matematika Kontekstual terhadap Hasil


Belajar dan Sikap Siswa Sekolah Dasar kelas Awal dalam Matematika,
Disertasi , Tidak Dipublikasikan PPs UPI, 2004

Djamarah, Syaiful Bahri. (2015). Psikologi Belajar. Jakarta : Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. (2015). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Dinata, N.S.S. (2011). Landasan Psikologi Proses Pendidikan. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya

Husein Umar. 2009. Metode Penelitian Untuk Skripsi dan Tesis Bisnis. Jakarta:
Rajawali Persada

Jiwa, I.W., Natajaya, N., & Dantes, N. (2014). Kontribusi Motivasi Belajar,
Sikap, Dan Pola Asuh Orang Tua Terhadap Disiplin Siswa Dalam
Belajar Pada Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Bangli. e-Journal
Program Pasca Sarjana Universitas Pendidikan Ganesha, 5(1), 1-10.

Johnson, E. B. (2014). Contextual Teaching & Learning. Bandung: Kaifa.

Kompri. (2017). “Belajar; Faktor-faktor yang Mempengaruhi. Yogyakarta (Media


Akademi

Kusaeri. (2013) Historiografi Matematika. Yogyakarta: Matematika,

Maulana (2009) Dasar-dasar Keilmuan Matematika, Bandung . Royyan Press.


Muliawati,N.A. (2015) Peningkatan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis
Melalui Pendekatan Problem Based Learning, Skripsi. Jurusan
Pendidikan FMIPA UPI Bandung. Tidak di Terbitkan
55
Nana Sudjana, Dasar-dasar Proses Belajar Mengajar (Bandung: Sinar Baru
Algensindo, 2004), h.37.
58

Nurhadi. (2002). Pendekatan kontekstual, Jakarta : Departemen Pendidikan


Nasional, Dirjendikdasmen.

Purwanto, Evaluasi Hasil Belajar, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 39

Putri H.E (2006) Pembelajaran Kontekstual dalam upaya meningkatkan


kemampuan komunikasi dan koneksi matematik siswa SMP, Thesis
Tidak Dipublikasikan, PPs UPI Bandung

Rohiat.(2010). Manajemen Sekolah. Bandung: Refika Aditama.

Ruseffendi, E. T. Dkk. (1991). Pendidikan Matematika 3. Jakarta: Depdikbud.

Ruseffendi E.T. (2010) Dasar-dasar Penelitian Pendidikan dan Bidang Non


Eksakta Lainnya, Bandung, Tarsito

Rusman. (2012). Model-Model Pembelajaran Mengembangkan Profesionalisme


Guru. Jakarta: Rajawali Pers. PT Rajagrafindo Persada.

Sagala,Syaiful, (2009). Konsep dan Makna Pembelajaran : Rineka Cipta

Sanjaya, W. (2006). Strategi Pembelajaran. Jakarta: Kencana Prenada Media


Group.

Sumantri, Bambang. (2010). Pengaruh Disiplin Belajar Terhadap Prestasi Belajar


Siswa Kelas XI SMK PGRI 4 Ngawi. Jurnal Media Prestasi. Vol
5(3):120- 122. Diakses dalam (http://jurnal.stkipngawi.ac.id)

Sundayana, Rostina. (2014). Statistika Penelitian Pendidikan. Bandung: Penerbit


Alfabeta.

Sholihat, Rika Indriani. (2016). “Pengaruh Efektivitas Peraturan Sekolahdan


Fasilitas Belajar Terhadap Motivasi Dan Disiplin Belajar Serta
Implikasinya Pada Hasil Belajar Siswa Pada Mata Pelajaran IPS (Survey
pada SMP Negeri klasifikasi SSN di Kabupaten Bandung Barat)”. Jurnal
Pendidikan ISSN 1412-565 X.

Slameto. (2013). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT


Rineka Cipta.

Trianto. (2008). “Mendesain Pembelajaran Kontekstual (Contextual Teaching


And Learning)Di Kelas”.Jakarta:Cerdas Pustaka

Wulandari, E (2014) Penerapan Model Pembelajaran Reciprocal Teaching Pada


Materi Kegiatan Pokok Ekonomi Untuk Meningkatkan Kemandirian Dan
Motivasi Belajar Ips Siswa Kelas VII F Di SMP Negeri 2 Ngemplak
Sleman. S1 Thesis, Fakultas Ilmu Sosial.
59

Yuliantika, S. (2017). Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Disiplin Belajar


Siswa Kelas X, Xi, Dan Xii Di Sma Bhakti Yasa Singaraja Tahun
Pelajaran 2016/2017. Jurnal Pendidikan Ekonomi Undiksha, Vol 9 No 1
Tahun 2017.

Zainal Arifin, Evaluasi Pembelajaran, (Bandung: PT. Remaja Rosda Karya,


2011), h. 298

Anda mungkin juga menyukai