Anda di halaman 1dari 7

Edusainstika : Jurnal Pembelajaran MIPA Desember 2022

Vol 2 No 2
Penerbit: AMSET IAIN Batusangkar dan IAIN Batusangkar Press
ISSN: 2807-9388 (e)
Website: http://ecampus.iainbatusangkar.ac.id/ojs/index.php/edusainstika
E-mail: edusainstika@iainbatusangkar.ac.id pp : 64-70

Pengembangan Modul Matematika Berbasis Problem Based Learning (PBL)


Pada Materi Penyajian Data Kelas

F Novitasari1, K R Yuberta1
1 Tadris Matematika UIN Mahmud Yunus Batusangkar, Indonesia

fisinovitasari9@gmail.com

Abstract. This research departs from the problem of lack of learning resources in the learning
process. This resulted in students being lazy in participating in mathematics learning so that it
had an impact on student learning outcomes. One way to overcome this problem is by having an
innovation in learning mathematics, one of which is the use of Problem Based Learning (PBL)
based mathematics modules. The purpose of this research is to develop a mathematical module
based on Problem Based Learning (PBL) in learning mathematics that is valid and practical. This
research is development research which consists of 3 stages, namely: the define stage, the design
stage and the develop stage. This development research instrument uses validation sheets and
questionnaires. The module was validated by 3 validators, namely 2 mathematics lecturers and
1 mathematics teacher. The results of the research show that the designed module is valid with
a validity result of 71.38%. Then the mathematics learning module has been practically used
with a practicality result of 78.86%.

Keywords: Development of Problem Based Learning (PBL) Mathematics Module

1. Pendahulauan
Pendidikan merupakan faktor penting untuk meningkatkan mutu pendidikan suatu bangsa,
karena tujuan dari pendidikan adalah untuk menciptakan manusia yang terdidik dan terampil
agar mampu menghadapi perubahan pola hidup manusia yang terus meningkat seiring
perkembangan zaman. Matematika termasuk salah satu ilmu pengetahuan yang sangat penting
dalam dunia pendidian. Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada siswa mulai dari
sekolah dasar untuk membekali siswa agar berpikir logis, rasional, kritis, jujur, serta dapat
memecahkan masalah dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Erman Suherman, fungsi mata pelajaran matematika adalah sebagai alat, pola
pikir, dan ilmu atau pengetahuan. Ketiga fungsi matematika tersebut hendaknya dijadikan
acuan dalam pembelajaran matematika sekolah. Belajar matematika bagi para siswa juga
merupakan pembentukan pola pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam
penalaran suatu hubungan diantara pengertian-pengrtian itu (H. Erman Suherman, 2003). Salah
satu ciri penting matematika adalah memiliki objek abstrak, sehingga kebanyakan siswa
menganggap bahwa matematika itu sulit. Kesulitan matematika dimulai pada usia dini seperti
pendapat Perry “States that mathematics anxiety begins at an early age”(Sahin, 2008). Guru
berusaha mengurangi sifat abstrak tersebut, sehingga memudahkan siswa memahami materi
yang diberikan. Matematika mempunyai ciri yang sangat menonjol yaitu konsep – konsep yang
saling terkait artinya untuk dapat menguasai suatu konsep baru atau tertentu, siswa harus sudah

Edusainstika : Jurnal Pembelajaran MIPA 64


Vol 2 No 2, Desember 2022

memahami konsep-konsep lain yang terkait langsung atau tidak langsung dengan konsep yang
sedang dipelajarinya.
Buku yang dipergunakan di sekolah telah diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 2 tahun 2008. Diantaranya buku teks pelajaran, buku teks pelajaran adalah
buku acuan wajib yang dipakai sekolah yang memuat materi pembelajaran dalam meningkatkan
keimanan dan ketakwaan, budi pekerti dan kepribadian, kemampuan penguasaan ilmu
pengetahuan dan teknologi, kepekaan dan kemampuan estetis, potensi fisik dan kesehatan yang
disusun berdasar stadar nasional pendidikan. Buku teks pelajaran sering juga disebut buku paket
(Pranyoto & Sujadi, 2015). Materi dalam buku teks pelajaran merupakan hal penting yang perlu
diperhatikan baik dari struktur maupun presentasi materinya. Selain itu, materi dalam buku teks
pelajaran juga harus dapat meningkatkan kemampuan siswa baik dari segi kognitif maupun
keterampilannya. Begitu pula halnya dengan buku teks matematika, materi yang disajikan
hendaknya dapat meningkatkan kognitif dan pengetahuan siswa sesuai dengan tingkat
kemampuannya (Ramda, 2017). Buku paket yang baik merupakan salah satu sarana yang harus
dipenuhi untuk menciptakan proses pembelajaran yang berkualitas. Schorling dan Batchelder
memberikan empat ciri buku paket yang baik yaitu: a) Direkomendasikan oleh guru- guru yang
berpengalaman sebagai buku paket yang baik; b) Bahan ajarnya sesuai dengan tujuan
pendidikan, kebutuhan siswa, dan kebutuhan masyarakat; c) Cukup banyak memuat paket
bacaan, bahan drill dan latihan tugas; dan d) Memuat ilustrasi yang membantu siswa belajar.
Proses pembelajaran perlu diterapkan konsep pengalaman langsung untuk memberikan
kesempatan pada siswa untuk mengonstruksi pengetahuan dengan cara menemukan dan
mengalami sendiri secara langsung (Kokom Komalasari, 2017). Oleh karena itu seorang guru
hendaknya mengembangkan media yang sistematis untuk mengkontruksi pemahaman siswa
serta memberikan pengalaman belajar kepada siswa secara mendalam. Konsep yang telah
dipahami tersebut selajutnya bisa digunakan sebagai dasar memahami konsep-konsep yang
tingkatannya lebih kompleks sehingga mampu memecahkan masalah matematika. Salah satu
yang mempengaruhi kegiatan proses pembelajaran adalah tersedianya bahan ajar yang
memadai. Dengan demikian diharapkan agar guru sebagai pelaksana pembelajaran dapat
mengembangkan bahan ajar yang sesuai dengan karakterisktik siswa sebagai salah satu variasi
bahan ajar. Adanya bahan ajar yang dibuat sendiri oleh guru akan sangat mempermudah guru
dalam melaksanakan proses pembelajaran di kelas, sehingga tujuan pem-belajaran dapat
tercapai dengan efektif. Selain itu, bahan ajar yang dibuat juga harus disesuaikan dengan
karakteristik materi ajar, terutama untuk materi-materi yang dianggap sulit oleh siswa (Setyadi
& Saefudin, 2019).
Berdasarkan hasil observasi yang peneliti lakukan MTsN 10 Tanah Datar, peran aktif
peserta didik umumnya masih berupa penugasan guru kepada peserta didiknya sehingga siswa
kurang aktif dalam belajar dikarenakan hanya mengandalkan penjelasan dari guru saja. Tidak
adanya sumber belajar lain selain guru menjadikan siswa kesulitan dalam belajar matematika.
Hal ini mengakibatkan rendahnya hasil belajar siswa, terutama pada materi penyajian data yang
membutuhkan peran serta aktif siswa dalam memahami permasalahan untuk dapat disajikan
dalam bentuk yang mudah dipahami dan dapat memudahkan dalam menganalisis data. Untuk
mengatasi masalah tersebut, peneliti menyajikan materi penyajian data dengan cara yang
berbeda yaitu ke dalam sebuah modul pembelajaran.
Modul merupakan bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan bahasa yang mudah
dipahami oleh peserta didik sesuai tingkat pengetahuan dan usia mereka, agar mereka dapat
belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang minimal dari pendidik
(Prastowo, 2012). Modul adalah materi yang harus dipelajari siswa sebagai sarana untuk

Edusainstika : Jurnal Pembelajaran MIPA 65


Vol 2 No 2, Desember 2022

mencapai kompetensi dan kompetensi dasar. Dalam (Anita Nasution, 2016) menyatakan bahwa
bahan ajar sebagai hal-hal yang perlu dipelajari oleh siswa sebagai alat yang disediakan oleh
pengajar untuk mencapai tujuan yang dikehendaki. Peserta didik belajar secara mandiri
memunginkan mereka untuk belajar secara aktif dan kreatif, modul juga bersifat kontekstual
agar siswa dapat mengaitkan antara materi yang dipelajari dengan kehidupan nyata siswa
sehari-hari, baik dalam lingkungan keluarga, sekolah, masyarakat maupun warga negara
dengan tujuan untuk menemukan makna materi tersebut bagi kehidupannya.
Model pembelajaran yang cocok digunakan untuk mengatasi permasalahan tersebut yaitu
model problem based learning (PBL) sehingga modul yang dikembangkan yaitu modul yang
berbasis Problem Based Learning. dalam menggunakan modul ini diharapkan dapat
mengembangkan potensi siswa melalui pembelajaran bermakna. Selain itu, dalam PBL juga
membangun sikap positif terhadap mata pelajaran khususnya matematika (Arends, 2008). Fitur
kolaborasi yang ada dalam PBL akan mendorong keterlibatan peserta didik dalam pembelajaran
sehingga nantinya akan mening-katkan ketertarikan peserta didik dalam pembelajaran.
(Herman, 2007) dalam penelitiannya mengemukakan bahwa dalam kegiatan PBL, aktivitas
peserta didik belajar tampak lebih mengemuka daripada kegiatan guru mengajar. Umumnya
peserta didik menunjukkan semangat dan ketekunan yang cukup tinggi dalam menye-lesaikan
masalah, aktif berdiskusi dan saling membantu dalam kelompok, dan tidak canggung bertanya
atau minta petunjuk kepada guru. Dengan demikian, pembelajaran matematika dengan
pendekatan problem-based learning dapat mengatasi permasalahan pembelajaran yang teacher
centered.
Pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL) adalah pembelajaran yang dimulai
dengan adanya masalah, membuat hipotesis, merancang percobaan, melakukan penyelidikan,
mengumpulkan data, menginterpretasikan, berdiskusi, dan membuat laporan. Modul yang
dikembangkan yaitu modul berbasis PBL yang merupakan alternatif pembelajaran yang sangat
memperhatikan pola berpikir peserta didik. Dengan demikian, pembelajaran matematika
dengan pendekatan problem-based learning dapat mengatasi permasalahan pembelajaran yang
teacher centered. Penerapan modul berbasis PBL memberikan harapan untuk mening-katkan
hasil belajar matematika siswa. Beberapa penelitian yang dilakukan menunjukkan bahwa hasil
belajar siswa dengan menggunakan model pembelajaran PBL lebih baik dari pada hasil belajar
siswa yang menggunakan pembelajaran biasa. Sesuai dengan penelitian (Minarni, 2013)
menyatakan bahwa pendekatan pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL)
memberikan pengaruh lebih baik terhadap capaian kemampuan pemahaman matematik siswa
dibandingkan pembelajaran biasa dan keterampilan sosial siswa yang mendapat pendekatan
pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL) lebih baik daripada siswa yang
mendapat pembelajaran biasa.

2. Metode
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian pengembangan. Metode penelitian dan
pengembangan (Research and Development) adalah metode penelitian yang digunakan untuk
menghasilkan produk tertentu, dan menguji kefektifan produk tersebut.
Model pengembangan yang digunakan dalam penelitian dan pengembangan ini adalah
model pengembangan 4D. Model pengembangan 4D dikembangan oleh Thiagarajan, Semmel
dan Semmel (1974) terdiri atas 4 tahapan yaitu Define (Pendefenisian), Design (Perancangan),
Develop (Pengembangan), dan Disseminate (Penyebaran) (Trianto, 2009). Disini penulis hanya
menggunakan tahap Define (Pendefenisian), Design (Perancangan), dan Develop
(Pengembangan). Tahap define berguna untuk menentukan dan menedefenisikan kebutuhan-

Edusainstika : Jurnal Pembelajaran MIPA 66


Vol 2 No 2, Desember 2022

kebutuhan didalam proses pembelajaran serta mengumpulkan berbagai informasi yang


berkaitan dengan produk yang dikembangkan. Tahap Design (perancangan) digunakan untuk
merancang modul matematika berbasis problem based learning (PBL). Tahap develop
bertujuan untuk menghasilkan modul matematika berbasis problem based learning (PBL) yang
sudah di revisi berdasarkan masukan dan saran dari validator dan kemudian diuji
kepraktisannya.
Penelitian ini melibatkan 25 orang siswa kelas VII di MTsN 10 Tanah Datar. Peneliti
menggunakan lembar validasi modul untuk menghasilkan modul yang valid. Dan angket respon
siswa untuk menyatakan apakah modul yang dipakai praktis atau tidak. Setelah lembar validasi
oleh validator, kemudian lembar validasi akan dipersentasekan. Untuk menghitung persentase
dapat dihitung menggunakan rumus :

∑𝑆𝑘𝑜𝑟𝑝𝑒𝑟𝑖𝑡𝑒𝑚
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100%
∑𝑆𝑘𝑜𝑟𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Hasil yang diperoleh diinterpresentasikan dengan menggunakan kriteria berikut (Riduwan,
2007):
Tabel 1. Kriteria Lembar Validasi
Interval Kategori
0% < P ≤ 20% Tidak Valid
20% < P ≤ 40% Kurang Valid
40% < P ≤ 60% Cukup Valid
60% < P ≤ 80% Valid
80% < P ≤ 100% Sangat Valid

Untuk mengetahui kepraktisan dari modul matematika berbasis problem based learning
(PBL), dilakukan dengan memberikan angket respon kepada siswa. Data hasil tanggapan siswa
dianalisis angket dianalisa dengan menggunakan rumus :

∑𝑆𝑘𝑜𝑟𝑝𝑒𝑟𝑖𝑡𝑒𝑚
𝑃𝑒𝑟𝑠𝑒𝑛𝑡𝑎𝑠𝑒 = × 100%
∑𝑆𝑘𝑜𝑟𝑚𝑎𝑘𝑠𝑖𝑚𝑎𝑙
Hasil yang diperoleh kemudian diinterpretasikan dengan menggunakan kategori berikut
(Riduwan, 2007):
Tabel 2. Kategori Praktikalitas
Interval Kategori
0% < P ≤ 20% Tidak Praktis
20% < P ≤ 40% Kurang Praktis
40% < P ≤ 60% Cukup Praktis
60% < P ≤ 80% Praktis
80% < P ≤ 100% Sangat Praktis

Edusainstika : Jurnal Pembelajaran MIPA 67


Vol 2 No 2, Desember 2022

3. Hasil Dan Pembahasan


Hasil penelitian berdasarkan tahapan pengembangan yang dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Tahap Define (pendefinisian)
Media pembelajaran yang kurang bervariasi dan sumber belajar yang kurang menarik
merupakan alasan utama bagi peneliti mengembangkan modul pembelajaran berbasis Problem
Based Learning. Karakteristik siswa yang hanya mengadalkan penjelasan guru juga merupakan
salah satu alasan dikembangkannya modul ini karena penggunaan modul dapat membuat siswa
menjadi lebih mandiri dalam belajar. Modul dapat dijadikan sebagai sumber belajar pendukung
bagi peserta didik untuk memahami materi pembelajaran, modul mempunyai desain yang
menarik yang dapat menarik perhatian pembacanya. Isi materi yang terdapat dalam modul
merupakan hasil telaah dari beberapa buku matematika untuk peserta didik kelas VII, internet,
dan sumber terpercaya lainnya yang membahas tentang materi tersebut.
b. Tahap Design (Perancangan)
Pengembangan modul pembelajaran berbasis Problem Based Learning pada materi
penyajian data dibuat dengan mengacu kepada indikator pembelajaran materi penyajian data.
Modul pembelajaran dikembangkan sesuai dengan kurikulum 2013 yang diterapkan di MTsN
10 Tanah Datar.
Menurut penjelasan Depdiknas modul merupakan sebuah buku yang ditulis dengan tujuan
agar peserta didik dapat belajar secara mandiri tanpa atau dengan bantuan guru, sehingga modul
berisi paling tidak tentang: petunjuk belajar, kompetensi yang dicapai, isi materi, lembar kerja
dan evaluasi (Mina Syanti Lubis, Syahrul R, 2014). Bedasarkan hal tersebut, spesifikasi produk
modul berbasis Problem Based Learning yang dikembangkan terdiri dari: cover, kata pengantar,
daftar isi, deskripsi modul, Petunjuk penggunaan modul, Standar isi memuat KI, KD, indikator,
dan tujuan pembelajaran, Peta konsep, pengenalan tokoh matematika, uraian materi
berdasarkan tahapan PBL, lembaran soal, kunci jawaban dan daftar pustaka.
Tahapan PBL yang ada pada modul adalah sebagai berikut:
1) Orientasi terhadap masalah, dimana kegiatan siswa disini adalah memulai memahami
situasi yang terdapat pada kasus tersebut, seperti pada gambar 1.

Gambar 1. Orientasi terhadap masalah pada modul


2) Mengorganisasi siswa untuk belajar, menggiring siswa untuk menyelesaikan masalah
seperti pada gambar 2.

Edusainstika : Jurnal Pembelajaran MIPA 68


Vol 2 No 2, Desember 2022

Gambar 2. Mengorganisasi siswa untuk belajar pada modul


3) Membimbing penyelidikan, dimana kegiatan siswa disini yaitu mencari permasalahan
yang ada pada kasus tersebut.
4) Menyajikan hasil karya, kegiatan siswa disini adalah menyelesaikan permasalahan
pada kasus tersebut.
5) Mengevaluasi proses pemecahan masalah, kegiatan siswa disini yaitu memeriksa hasil
penyelesaian masalah yang telah dilakukan.

c. Tahap Develop (Pengembangan)


Pada tahap validasi modul ini dilakukan dengan memberikan lembar validasi kepada
validator yang berisi tentang kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan bahsa dan
kelayakan kegrafikan. Validasi modul dilihat berdasarkan kriteria yang dijelaskan dalam BSNP
yaitu kelayakan isi, kelayakan penyajian, kelayakan isi dan kelayakan kegrafikan. Dalam
kelayakan isi, ada tiga indikator yang harus diperhatikan, yaitu kesesuaian cakupan materi
dengan standar kompetensi (SK) dan kompetensi dasar (KD) yang terdapat dalam mata
pelajaran yang bersangkutan, keakuratan dan relevansi. Dari ketiga indikator tersebut nantinya
kita dapat melakukan penilaian sejauh mana tingkat kelayakan isi materi dari sebuah produk.
Berdasarkan hasil validasi yang dilakukan diperoleh rata-rata dari aspek kelayakan isi adalah
69,1% dengan kategori valid.
Aspek kelayakan penyajian, berdasarkan hasil validasi diperoleh rata-rata 76,4% dengan
kategori valid. Aspek kelayakan bahasa berdasarkan hasil validasi diperoleh rata-rata 70,8%
dengan kategori valid. Aspek kelayakan kegrafikan berdasarkan hasil validasi diperoleh rata-
rata 70,8% dengan kategori valid. Pada kelayakan kegrafikan ini ada beberapa indikator yang
dinilai, yaitu ukuran fisik modul, desain sampul modul, dan desain isi dari modul. Dari hasil
validasi oleh validator didapatkan persentase 71,38% dengan kategori valid dan layak
digunakan. Hasil validasi dari modul berbasis Problem Based Learning (PBL) diperoleh rata-
rata 71,38%. Menurut (Riduwan, 2007) kategori validitas lembar validasi pada interval 60% <
𝑃 ≤ 80% berada pada kategori valid.
Setelah penggunaan modul matematika berbasis Problem Based Learning (PBL) dalam
proses belajar mengajar, di ambil respon siswa terhadap berbasis Problem Based Learning
(PBL) yang dinilai menggunakan angket respon. Dari hasil angket respon siswa mendapat hasil
78,86% yang termasuk kriteria praktis (Riduwan, 2007). Proses validasi ini dilakukan melalui
lembar validasi modul matematika berbasis Problem Based Learning (PBL) pada materi

Edusainstika : Jurnal Pembelajaran MIPA 69


Vol 2 No 2, Desember 2022

penyajian data yang dirancang, serta saran-saran untuk perbaikan modul, serta lembar validasi
angket terhadap modul matematika berbasis Problem Based Learning (PBL).

4. Kesimpulan
Modul pembelajaran berbasis Problem Based Learning pada pembelajaran matematika kelas
VII MTsN 10 Tanah Datar yang dikembangkan membahas tentang penyajian data. Berdasarkan
penelitian dan hasil analisis data yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa: modul
pembelajaran berbasis Problem Based Learning (PBL) pada materi penyajian data kelas VII
MTsN 10 Tanah Datar yang telah dikembangkan menunjukkan hasil yang valid dengan
persentase 71,38% yang termasuk kriteria valid dari aspek validitas kelayakan isi, kelayakan
penyajian, kelayakan kebahasaan dan kelayakan kegrafikan dan telah memenuhi kriteria
praktikalitas dengan persentas sebesar 78,86% yang termasuk kriteria praktis.

5. Daftar Pustaka

Anita Nasution. (2016). Pengembangan Modul Matematika Berbasis Masalah Untuk


Meningkatkan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa. Rekognisi: Jurnal
Pendidikan Dan Kependidikan, 1(1), 41. https://doi.org/10.31604/eksakta.v4i1.41-48
Arends, R. (2008). Learning To Teach. Pustaka pelajar.
H. Erman Suherman. (2003). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer. JICA UPI.
Herman, T. (2007). Pembelajaran Berbasis Masalah Untuk Meningkatkan Kemampuan
Komunikasi Matematik Siswa Sekolah Menengah Pertama. Educationist, 1(1).
https://doi.org/10.31980/mosharafa.v1i1.168
Kokom Komalasari. (2017). Pembelajaran kontekstual : konsep dan aplikasi. Refika Aditama.
Mina Syanti Lubis, Syahrul R, N. J. (2014). Pengembangan Modul Pembelajaran Bahasa
Indonesia Berbantuan Peta Pikiran Pada Materi Menulis Makalah Siswa Kelas Xi
Sma/Ma. Bahasa, Sastra Dan Pembelejaran, 2(1).
Minarni, A. (2013). Minarni, A. (2013). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Terhadap
Kemampuan Pemahaman Matematis dan Keterampilan Sosial Siswa SMP Negeri di Kota
Bandung. Pendidikan Matematika Paradikma, 6(2).
Pranyoto, E. B., & Sujadi, A. A. (2015). Analisis Kesalahan Buku Pelajaran Matematika Smp
Kelas Vii Kurikulum 2013 Terbitan Kementerian Pendidikan Dan Kebudayaan Republik
Indonesia 2013. UNION: Jurnal Ilmiah Pendidikan Matematika, 3(2), 207–216.
https://doi.org/10.30738/.v3i2.314
Prastowo, A. (2012). Panduan Kreatif Membuat Bahan Ajar Inovatif. DiVa Press.
Ramda, A. H. (2017). Analisis kesesuaian materi buku teks Kemendikbud matematika kelas
VII dengan Kurikulum 2013. PYTHAGORAS: Jurnal Pendidikan Matematika, 12(1), 12.
https://doi.org/10.21831/pg.v12i1.14057
Riduwan. (2007). Skala Pengukuran Variabel-Variabel Penelitian. Alfabeta.
Sahin, F. (2008). Mathematics Anxiety Among 4th And 5 th Grade Elementary School
Students. Journal of Mathematics Education, 3(3), 179–192.
Setyadi, A., & Saefudin, A. A. (2019). Pengembangan modul matematika dengan model
pembelajaran berbasis masalah untuk siswa kelas VII SMP. Pythagoras: Jurnal
Pendidikan Matematika, 14(1), 12–22. https://doi.org/10.21831/pg.v14i1.16771
Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovati-Prog Resif Konsep, Landasan Dan
Implementasi Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Kencana Prenada
Media Group.

Edusainstika : Jurnal Pembelajaran MIPA 70

Anda mungkin juga menyukai