Anda di halaman 1dari 14

Meningkatkan Hasil Belajar Siswa Melalui Model Problem Based

Learning Pada Mata Pelajaran PKn Kelas III SDN Jetak

Aimmatul Hasanah1
Akilawati2
1
Mahasiswa PGSD, FKIP Universitas Terbuka
2
Tutor PGSD, FKIP Universitas Terbuka
Coresponding email: aimmahhasanah@gmail.com

Asbtrak: Meningkatkan hasil belajar siswa melalui penggunaan Model pembelajaran


Problem Based Learning pada PKn kelas III SDN Jetak. Tujuan penelitian ini adalah
untuk meningkatkan hasil belajar siswa dengan menggunakan model Problem Based
Learning pada PKn kelas III SD Negeri Jetak. Penelitian Tindakan Kelas (PTK)
merupakan jenis penelitian yang dilakukan. 15 siswa kelas tiga SD Negeri Jetak menjadi
subjek penelitian ini. Instrumen penelitian terdiri dari catatan observasi dan strategi
pengajaran. Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
statistik deskriptif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan model Problem Based
Learning dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada PKn kelas III di SDN Jetak
Kecamatan Wedung Kabupaten Demak. Hal ini terlihat pada hasil tes Siklus I dan Siklus
II yang mempunyai rata-rata 76,67 dan persentase 46,66%, sedangkan Siklus II
mempunyai rata-rata 84,67 dan persentase 46,66%. persentase sebesar 86,66%.
Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa penggunaan model pembelajaran
Problem Based Learning meningkatkan hasil belajar siswa pada kelas PKn.

Kata kunci: Model Problem Based Learning, Hasil Belajar, Pembelajaran PKn

PENDAHULUAN
Salah satu aspek yang mempunyai dampak signifikan terhadap
perkembangan bangsa Indonesia adalah pendidikan. Menurut Pasal 1 Ayat 1
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan diartikan sebagai usaha yang
sungguh-sungguh dan penuh pengabdian untuk menciptakan lingkungan belajar
dan proses pendidikan dengan tujuan agar peserta didik dapat mengembangkan
potensi dirinya dan meningkatkan kualitas spiritualnya, seperti: keagamaan,
pengendalian diri, budi pekerti, kecerdasan, dan keterampilan. Hal ini diperlukan
bagi setiap individu, masyarakat, bangsa, dan bangsa (Rachmadyanti, 2017).
Untuk mencapai hal ini, penting bagi guru untuk meningkatkan motivasi,
relevansi, dan efektivitas siswa dalam mengajar sesuai dengan prinsip UU No. 1
Pendidikan. Oleh karena itu, seorang guru perlu berkompeten pada bidang utama
pendidikan dan tugas profesionalnya, yaitu memahami siswa, mengawasi proses
pembelajaran di kelas, mengembangkan ketahanan siswa, dan memahami perilaku
siswa, khususnya pada pembelajaran PKn.
Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan (PKn) merupakan salah satu
dari beberapa mata pelajaran wajib yang harus diambil siswa mulai dari sekolah
dasar hingga berlanjut hingga perguruan tinggi. (Rusnaeni 2018) menyatakan
bahwa PKn adalah suatu metode pendidikan yang dimaksudkan untuk
mentransformasikan peserta didik menjadi manusia yang mampu mengenal emosi
dan perasaan dalam konteks moralitas dan hukum Pancasila, serta memahami
Undang-Undang Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Mampu menjelaskan
makna dan semangat Binneka Tungal Ika, menonjolkan perbedaan dan
menunjukkan komitmen terhadap misi NKRI.
Kenyataannya, proses pendidikan PKn di sekolah tidak berjalan sesuai
rencana. Banyak siswa yang kurang fokus dalam kegiatan belajar dan memiliki
kemampuan nasionalisme yang lemah. Oleh karena itu, pembelajaran menjadi tidak
efisien.
Ada beberapa permasalahan yang dihadapi siswa, seperti ketidakmampuan
mereka menghubungkan pelajaran kewarganegaraan yang diajarkan guru dengan
aktivitas sehari-hari. Hal ini disebabkan guru menyampaikan ilmu tanpa
mempertimbangkan realitas kehidupan siswa sehari-hari dan rutinitas sehari-hari.
Ada beberapa faktor yang berdampak negatif terhadap proses pembelajaran
PKn. Menurut Sukaptiyah (2015:115), terdapat beberapa faktor yang menyebabkan
rendahnya kualitas hasil belajar PKn siswa. Faktor yang dibicarakan adalah faktor
internal siswa, seperti motivasi belajar, kecerdasan, dan keyakinan terhadap
peningkatan kinerja diri, dan eksternal, seperti faktor yang ada di luar kendali siswa,
seperti guru sebagai pengajar, kurikulum, lingkungan pembelajaran, dan sarana dan
prasarana.
Faktor lain yang turut menyebabkan rendahnya kualitas hasil belajar siswa
adalah sebagian besar guru mendominasi kegiatan pembelajaran karena
memperlakukan siswa sebagai objek dan bukan subjek dalam proses pengajaran.
Selama proses pengajaran, guru perlu bersabar dan pengertian. Oleh karena itu,
guru (khususnya guru kelas) diharapkan mampu menciptakan lingkungan belajar
yang positif sehingga memungkinkan siswa mencapai tujuan pembelajaran yang
telah ditetapkan. Hal ini mencakup penggunaan strategi, taktik, model, dan strategi
pengajaran yang sejalan dengan kurikulum.
Hal ini sejalan dengan penelitian awal SD Negeri Jetak yang menemukan
bahwa siswa hanya menerima informasi dari gurunya jika mereka reseptif. Guru
biasanya mendominasi kelas dan tidak memberikan dorongan kepada siswa untuk
berpartisipasi. Komunikasi yang buruk antara siswa dan guru sangat mempengaruhi
proses pembelajaran dan hasil akademik. Selama proses pendidikan, guru hanya
memberikan penjelasan dan latihan sebagai sarana membantu siswa memahami
materi pelajaran.
Untuk mencapai pembelajaran yang efektif, digunakan model pembelajaran
dan rancang rencana dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). Untuk itu
guru harus mampu memilih dan menerapkan model pengajaran yang menekankan
pada karakteristik materi pelajaran, Ketersediaan media edukatif, serta
perkembangan mental dan fisik peserta didik (Zakiah et al., 2019).
Peneliti dan kolaborator melakukan tinjauan pustaka dengan menggunakan
data observasi, data lapangan, dan data dokumen untuk mengidentifikasi
permasalahan terkait kualitas hasil pembelajaran PKn Kelas III. Penyebab dari
keadaan ini adalah guru tidak menggunakan model pengajaran dan media
pengajaran secara efektif, serta siswa tidak bersemangat untuk berpartisipasi dalam
proses pembelajaran. Siswa tidak diberi kesempatan untuk memecahkan masalah.
Siswa tidak mampu menyelesaikan permasalahan yang disajikan kepada mereka
secara jelas dan ringkas, serta guru tidak mampu mengajar siswa secara efektif.
Oleh karena itu, siswa harus memperoleh ilmu secara mandiri. Mereka biasa
menerima pengetahuan hanya dari penjelasan guru, sehingga menghambat siswa
mengembangkan keterampilan berpikir kritis yang diperlukan untuk menjadikan
pembelajaran sebagai hobi.
Solusi yang mungkin dilakukan adalah dengan menghubungkan konten
pembelajaran dengan permasalahan dunia nyata dalam kehidupan siswa sehari-hari.
Model pembelajaran yang dapat digunakan untuk melibatkan siswa dalam proses
pembelajaran adalah dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning dengan menggunakan media pembelajaran audio visual.
Model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) merupakan
pendekatan pembelajaran yang berbasis pada pemecahan masalah. Menurut Barrett,
PBL adalah pendidikan yang bersumber dari proses pemecahan masalah yang
diidentifikasi pada awal proses pembelajaran. Siswa belajar dari pengalaman dunia
nyata sehari-hari dan bekerja dalam kelompok kecil untuk mengidentifikasi,
memahami, dan memutuskan apa yang ingin mereka pelajari (Krisnan, 2020).
Model PBL mengacu pada pengajaran berdasarkan masalah dunia nyata,
melakukan penelitian, bekerja dalam kelompok, dan menggunakan hasilnya
sebagai dasar analisis lebih lanjut (Triyono, 2020).
Sedangkan Murtono (2017:213) menyatakan bahwa model PBL adalah
suatu metode pengajaran yang menekankan perhatian siswa terhadap permasalahan
yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari, memberikan kesempatan kepada
mereka untuk bertanya, memecahkan masalah, dan memberi mereka alat untuk
memecahkan masalah tersebut.
Pendapat lain menunjukkan bahwa model pembelajaran Problem Based
Learning (PBL) adalah model dimana siswa menerapkan pengetahuannya dengan
terlebih dahulu menganalisis secara kritis masalah-masalah dunia nyata dalam
kehidupan sehari-hari dan kemudian memecahkan masalah tersebut. Model
pembelajaran PBL diharapkan dapat membantu siswa dalam belajar melalui
pembelajaran inovatif yang mendorong mereka untuk berperan aktif dalam
pendidikannya. melihat Setyaningrum pada tahun 2018.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, model pembelajaran berbasis
masalah (PBL) merupakan suatu jenis proses pembelajaran yang dapat
memanfaatkan keterampilan siswa untuk menganalisis masalah dan meningkatkan
keterampilan siswa pada tingkat yang tinggi. Selain itu, siswa juga dapat mengamati
proses pembelajaran yang sedang berlangsung. (Burhana et al., 2021). Model
pembelajaran berbasis masalah (PBL) sangat cocok bagi siswa yang mempunyai
semangat memecahkan masalah.
Tujuan dari model pembelajaran PBL adalah untuk membantu siswa belajar
dari berbagai permasalahan dunia nyata yang muncul dalam kehidupan sehari-hari
dan menghubungkannya dengan pengetahuan yang telah dipelajari atau akan
dipelajari di masa depan (Putri, 2022: 1602).
Model pembelajaran PBL didasarkan pada gagasan untuk menggunakan
masalah dunia nyata sebagai pedoman untuk meningkatkan pemahaman siswa
terhadap materi, kemampuan mengajukan pertanyaan kritis, dan keterampilan
pemecahan masalah. Mereka akan menjelaskan apa yang telah mereka pelajari
dengan menerapkannya pada permasalahan yang akan mereka hadapi.
Proses pembelajaran yang mengikuti model pembelajaran berbasis masalah
(PBL) akan lebih efektif jika dipadukan dengan media pembelajaran. Penggunaan
media meningkatkan minat dan motivasi belajar siswa serta membantu mereka
memahami materi pelajaran dengan lebih cepat.
Menurut Anderson (1994: 99), media audiovisual terdiri dari gambar
elektronik yang mewakili suara dan penglihatan, serta gambar yang ditangkap dan
ditransmisikan melalui kamera video. Bingkai foto elektronik diproduksi
menggunakan teknik yang mirip dengan pengambilan dan pengeditan video.
Media audiovisual, menurut Barbabara (Miarso, 1994: 41), adalah studi
tentang konten audiovisual melalui transkripsi dan transmisi materi dengan
menggunakan perangkat mekanis dan elektronik. Pembelajaran dengan media
audiovisual meningkatkan observasi dan pemahaman, memanfaatkan kemampuan
sensorik bayi dengan lebih baik dan memudahkan mereka memahami apa yang
ditampilkan dalam video.
Sebaliknya Wina Sanjaya (2014:118) mengartikan media audiovisual
adalah media yang tersusun atas gambar dan teks. Contoh media audiovisual antara
lain tayangan slide, film, dan video.
Tujuan media audiovisual adalah untuk meningkatkan kemampuan kognitif
dengan menggunakan suara dan visual untuk menyampaikan pesan yang
mempengaruhi emosi dan ucapan penonton. Media Audio Visual menyempurnakan
model pembelajaran PBL dalam pendidikan. Hal ini membantu memotivasi siswa
untuk belajar, membuat pembelajaran menjadi menyenangkan dan mengasyikkan,
serta meningkatkan hasil belajar siswa.
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka peneliti menggunakan
penelitian Tindakan Kelas untuk menentukan “ Meningkatkan Hasil Belajar PKn
melalui Pembelajaran Problem Based (PBL) dengan Menggunakan Media
Audiovisual.” Penelitian ini dilakukan di SDN Jetak Kecamatan Wedung
Kabupaten Demak. Subyek penelitiannya adalah Siswa Kelas III. Tujuan penelitian
ini adalah untuk mengetahui keefektifan model pembelajaran berbasis masalah
dengan menggunakan media audiovisual untuk menilai hasil belajar siswa PKn
kelas III di SDN Jetak.

METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini peneliti menggunakan metode deskriptif dengan
pendekatan kuantitatif untuk mengetahui peningkatan hasil belajar siswa pada kelas
PKn yang menggunakan PBL. Informasi yang diambil terdiri dari angka yang
diubah menjadi bilangan.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini disebut penelitian tindakan
kelas. Menurut (Muchlisin Riadi: 2019) dalam (Adirasa Hadi Prasetyo: 2021),
Penelitian Tindakan Kelas (PTK) adalah suatu jenis penelitian yang berlangsung di
ruang kelas dan dirancang khusus untuk meningkatkan hasil belajar dan
meningkatkan kemajuan siswa. Model analisis tindakan yang digunakan di kelas
adalah model PTK yang dikembangkan oleh Kurt Lewin.
Penelitian ini dilakukan di SDN Jetak, Kecamatan Wedung, Kabupaten
Demak, Jawa Tengah. Penelitian ini dilakukan selama semester ganjil tahun ajaran
2023–2024. Subjek penelitian ini adalah siswa kelas tiga SD Negeri Jetak. Siswa
kelas III berjumlah sekitar lima belas orang, terdiri dari enam siswa laki-laki dan
sembilan siswa perempuan.
Dua alat yang digunakan peneliti untuk mengumpulkan data dalam rangka
meningkatkan hasil belajar siswa pada program pembelajaran PKn III SD Negeri
Jetak adalah 1) observasi pelaksanaan dan 2) uji deskriptif terbatas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian Siklus 1

Pelaksanaan pembelajaran siklus I dilaksanakan pada hari Rabu 25


Oktober 2023. Adapun data yang telah dideskripsikan pada tabel 1 sebagai
berikut:
Tabel 1. Nilai statistik siklus I kelas III SDN Jetak
Statistik Nilai Statistik
Jumlah sampel 15
Nilai rata-rata (mean) 76,67
Median 70
Nilai tertinggi 100
Nilai terendah 60
Range 40
Standar deviasi 5,19
Tabel 1 dapat dilihat bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelas III
SDN Jetak yang diajarkan dengan mengunakan Model Problem Based
Learning yaitu rata- rata 76, median 70, nilai tertinggi 100, nilai terendah 60,
range 40, dan standar deviasi 5,19.
Adapun pencapaian KKM hasil belajar siswa pada siklus 1 disajikan
pada table berikut:
Tabel 2. Pencapaian KKM Hasil Belajar pada Siklus I Siswa Kelas III SDN
Jetak
Nilai Frenkuensi Persentase (%)
≥ 75 8 53,33
˂ 75 7 46,66
Total 15 99,99

Berdasarkan tabel 8 di atas, siswa yang memenuhi kriteria


ketuntasan pada tes siklus I yang mendapat nilai ≥ 75 sebanyak 8 orang
siswa dengan presentasi 53,33% sedangkan yang mendapatkan nilai < 75
sebanyak 7 orang siswa dengan presentasi 46,66%, Setelah dilihat nilai rata-
rata siklus 1 siswa tidak terjadi peningkatan dan mencapai target yang
peneliti tentukan secara klasikal ≥ 75 dari
100% siswa. Oleh karena itu, hasil belajar siswa kelas III SDN Jetak pada
siklus I belum mencapai target yang peneliti inginkan, maka peneliti
melanjutkan ke penelitian siklus II.

B. Hasil Penelitian Siklus II

Pelaksanaan pembelajaran siklus II dilaksanakan pada Jum’at 03


Nopember 2023. Adapun data yang telah diperoleh dideskripsikan pada tabel
3 sebagai berikut.

Tabel 3. Nilai Stastistik Siklus 2 Kelas III SDN Jetak


Statistik Nilai Statistik
Jumlah sampel 15
Nilai rata-rata (mean) 84,67
Median 80
Nilai tertinggi 100
Nilai terendah 70
Range 30
Standar deviasi 3,74

Tabel 3, dapat dilihat bahwa skor rata-rata hasil belajar siswa kelas
IV SDN Jetak yang diajarkan dengan mengunakan Model Problem Based
Learning yaitu rata-rata 84,77 median 80, nilai tertinggi 100, nilai terendah
70, range 30, dan standar deviasi 3,74. Nilai tertinggi yaitu 100 di peroleh 2
orang siswa dan nilai terendah 70 yang diperoleh 2 orang siswa. Adapun
pencapaian KKM hasil belajar siswa siklus IIkelas III SDN Jetak disajikan
pada tabel berikut:
Tabel 4. Pencapaian KKM Hasil Belajar pada Siklus II Siswa Kelas III SDN
Jetak
Nilai Frenkuensi Persentase (%)
≥ 75 13 86,66%
˂ 75 2 13,33 %
Total 14 99,99%

Berdasarkan tabel 4 di atas siswa yang memenuhi KKM pada hasil


tes siklus 2 yang mendapat nilai ≥75 sebanyak 13 orang siswa dengan
prsentasi 86,66% sedangkan yang mendapatkan <75 sebanyak 2 orang
siswa dengan prsentasi 13,33%. Dengan demikian data yang diperoleh pada
proses pembelajaran pada siklus 2 hasl belajar siswa kelas III SDN Jetak
sudah dikatakan berhasil apabila dilihat dari nilai KKM yang sudah
ditetapkan sebagai pencapaian keberhasilan yaitu akan
dinyatakan berhasil apabila dapat mencapai 75%. Oleh karena itu peneliti
tidakmelanjutkan ke siklus berikutnya.

C. Pembahasan
Pelaksanaan pembelajaran pada siklus I dilaksanakan pada Rabu 25
Oktober 2023 dan diperoleh rata-rata hasil belajar PKn dari 15 orang siswa
yaitu sebesar 76. Siswa yang memenuhi kriteria ketuntasan pada tes siklus I
yaitu sebanyak 8 siswa dengan skor perolehan nilai ≥ 75 dengan presentasi
53,55% sedangkan 7 siswa mendapatkan nilai < 75 dengan presentasi
46,66%. Berdasarkan hasil penelitian siklus I dapat disimpulkan bahwa siklus
I belum berhasil karena presentasi perolehan siswa yang mencapai nilai
kriteria ketuntasan minimal kurang dari 75 % dari keseluruhan siswa.
Temuan dan keputusan ini didukung oleh kriteria ketuntasan minimal
yang ditetapkan oleh sekolah bahwa apabila nilai siswa berada di bawah nilai
< 75 belum berhasil. Berdasarkan relevansi data faktual hasil penelitian siklus
I dengan kriteria ketuntasan minimal yang ditentukan oleh sekolah dapat
disimpulkan bahwa hasil belajar siswa kelas III SDN Jetak pada siklus I
belum berhasil.
Pada siklus 1 peserta didik belum mencapai kriteria ketuntasan
minimal yang ditentukan yaitu ≥ 75. Hal Ini disebabkan karena beberapa hal
yaitu peneliti menggunakan media visual saja Sangat penting bagi peneliti
untuk menggunakan materi audiovisual yang akan membantu siswa
memahami materi dan tujuan pembelajaran yang belum dipahami
sepenuhnya. Faktor lain yang menghambat siswa didik mencapai KKM
adalah guru tidak mengkomunikasikan dengan jelas tujuan pembelajaran
yang akan dihadapi siswa, sehingga banyak siswa yang bermain-main di
kelas saat pembelajaran sedang berlangsung. Selain itu, bimbingan belajar
sebagian besar tidak efektif dan sangat sulit untuk menciptakan siswa yang
berwawasan luas karena beberapa siswa tidak mau berubah dan yang lain
ingin berhubungan dengan siswa lain dan membimbing mereka.
Yang perlu dilakukan adalah menerapkan model pembelajaran
berbasis masalah yang lebih komprehensif, dimana siswa menerapkan apa
yang telah dipelajarinya dengan memecah permasalahan dunia nyata dari
kehidupan sehari-harinya ke dalam proses pembelajaran itu sendiri. Model
pembelajaran berbasis masalah merupakan metode pengajaran inovatif yang
diharapkan dapat meningkatkan hasil belajar siswa dan menumbuhkan
lingkungan belajar aktif (Setiyaningrum, 2018).
Sejalan dengan hal tersebut, Murtono (2017: 213) berpendapat bahwa
model pembelajaran Problem Based Learning adalah model pembelajaran
yang fokus pada masalah yang. Memberikan bantuan kepada siswa dalam
kehidupan sehari-hari dengan cara mengatasi masalah, mengajukan
pertanyaan, dan memberi mereka waktu untuk menyelesaikan pekerjaan
rumahnya.
Berdasarkan refleksi tahap pertama, peneliti melakukan koreksi pada
tahap kedua hingga mencapai kriteria ketuntasan minimal. Koreksi yang
dilakukan pada siklus II meliputi peningkatan pemantauan RPP terhadap
kemajuan siswa, penetapan tujuan pembelajaran di awal pembelajaran,
penyediaan materi audiovisual, dan banyak lagi.
Siklus II dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 3 Oktober 2023.
berdasarkan rata-rata hasil belajar PKn dari 15 orang siswa adalah 84,67.
Siswa yang memenuhi syarat pada siklus II berjumlah kurang lebih 13 siswa
dengan nilai nilai ≥75 dan persentase presentasi 86,66%, sedangkan 2 siswa
mempunyai nilai nilai < 75 dan persentase presentasi 13,33%. Berdasarkan
hasil penelitian kedua dapat disimpulkan bahwa penelitian kedua mengalami
peningkatan karena prestasi siswa telah memenuhi kriteria ketuntasan
minimal. Temuan dan keputusan ini tertahan oleh ketuntasan minimal
Berdasarkan relevansi data aktual dengan kriteria ketuntasan minimal
yang ditetapkan sekolah, maka dapat disimpulkan bahwa hasil belajar siswa
kelas III SDN Jetak mengalami peningkatan sejak penelitian tahap kedua.
Pada pelaksanaan siklus II terjadi peningkatan yang signifikan pada
hasil belajar dan tercapainya indikator keberhasilan. Dengan demikian,
penelitian ini disimpulkan berhasil, sehingga penelitian dihentikan pada
siklus II.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di SDN Jetak Kecamatan
Wedung Kabupaten Demak dapat disimpulkan bahwa Model Problem Based
Learning dapat digunakan untuk meningkatkan hasil belajar siswa pada kelas
PKn di kelas III. Hal ini terlihat pada hasil pembelajaran yang mengalami
peningkatan. Pada siklus I rata-rata nilai rata-rata sebesar 76 dengan
persentase 53,33%, sedangkan pada siklus II rata-rata nilai rata-rata sebesar
84,67 dengan persentase 86,66%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa
indikator keberhasilan penelitian telah tercapai.

DAFTAR PUSTAKA

Adirasa Hadi Prasetyo. (2021). penelitian Tindakan kelas untuk guru


inspiratif: penerbit adab
Anderson, Ronald.H. (1994). Pemilihan dan Pengembangan media Video
Pembelajaran.Jakarta : Grafindo Pers.
Burhana, A., Octavianti, D., Meilinda, L., Anggraheni, R., Ashariyanti,
N. D., Ayudha, P., & Mardani, A. (2021). Model Problem
Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan Cara Berpikir
Kritis Siswa di Sekolah Dasar. SeminarNasional Hasil Riset
dan Pengabdian Ke-III (SNHRP-III 2021), 3, 302–307.

Krisnan. (2020). 4 PengertianProblem Based LearningMenurut Para Ahli.

Miarso. (1994). “Penggunaan Media Audio Visual dalam Pembelajaran


Anak UsiaDini”.Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini. Vol. V (2).
Halaman 41

Murtono. 2017. Merencanakan dan Mengelola Model-Model


Pembelajaran Inovatif. Kudus:Wade Group.

Putri, A. V., Naufal, A. P., Hajron, K. H., & Suryawan, A. (2022).


Peningkatan Hasil Belajar PKn Melalui Model Problem
Based Learning (PBL) Pada Siswa SD Negeri 2 Gandulan.
Prosiding Konferensi Ilmiah Dasar, Vol. 3, 1600-1609.

Putri Rachmadyanti. (2017). Penguatan Pendidikan Karakter Bagi Siswa


Sekolah Dasar Melalui Kearifan Lokal. Jurnal Pendidikan
Sekolah Dasar, 3 (2): 201 – 214.

Rusnaeni, E., Umar, F. & Agus, A. (2018). Pelaksanaan Kurikulum 2013


(K13) Mata Pelajaran PPKn Di Sman 4 Makassar. Tomalebbi:
Jurnal Pemikiran, Penelitian Hukum, Pendidikan Pancasila
dan Kewarganegaraan, 5 (2). 62-70.

Sanjaya, Wina (2014). Media Komunikasi Pembelajaran, Jakarta : Kencana


Prenada Media Group
Setyaningrum, M (2018) Peningkatan Hasil Belajar Menggunakan Model
ProblemBased Learning (PBL) Pada Siswa Kelas 5 SD, Jurnal
Riset Teknologi danInovasiPendidikan, 1(2), 99–108.
Sukaptiyah, Sri. (2015). Peningkatan Hasil Belajar PKn melalui Model
Problem Based Learning Pada Siswa Kelas VI SD Negeri 1
Mongkrong, Wonosegoro tersedia di
http://ejournal.uksw.edu/scholaria /10/9
Triyono, A. (2020). Sintaks PBL(Problem Based Learning) Menurut Para
Ahli
Zakiah, N. E., Sunaryo, Y., & Amam, A (2019). Implementasi Pendekatan
Kontekstual Pada Model Pembelajaran Berbasis Masalah
Berdasarkan Langkah- Langkah Polya. Teorema: Teori Dan Riset
Matematika, 4(2), 11

Anda mungkin juga menyukai