Anda di halaman 1dari 9

ARTIKEL

UPAYA MENGATASI MISKONSEPSI DENGAN MODEL


PEMBELAJARAN PROBLEM-BASED LEARNING DALAM
MATERI PERBANDINGAN TRIGONOMETRI PADA
SEGITIGA SIKU-SIKU

PENDIDIKAN PROFESI GURU (PPG) DALAM JABATAN KATEGORI II


TAHUN 2022

Disusun oleh:
Nama : Endah Yuli Astuti, S.Pd.
No. UKG : 202000624109

PEMERINTAH PROVINSI JAWA TENGAH


DINAS PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
SMA NEGERI 2 MAGELANG
TAHUN 2022
UPAYA MENGATASI MISKONSEPSI PADA MATA PELAJARAN MATEMATIKA
DENGAN PROBLEM-BASED LEARNING
Oleh Endah Yuli Astuti

Pendidikan di Indonesia sedang berkembang menyesuaikan dengan perkembangan zaman


Abad 21. Untuk itu sebagai guru dituntut untuk dapat memberikan pembelajaran yang mampu
memberikan pemahaman bermakna dan keterampilan terutama soft skill untuk menghadapi
Abad 21. Namun, tantangan mengenai kesulitan dan kesalahan konsep peserta didik dalam
memahami materi matematika menjadi penghambat dalam kegiatan pembelajaran. Perlu
adanya perencanaan pembelajaran yang mampu meningkatkan aktivitas belajar peserta didik.

Faktanya, pelajaran matematika menjadi salah satu mata pelajaran yang dihindari oleh
kebanyakan peserta didik karena dianggap pelajaran yang sulit. Peserta didik memiliki
motivasi belajar yang rendah terutama pada pelajaran matematika. Terdapat beberapa faktor
yang menyebabkan kurangnya motivasi peserta didik diantaranya yaitu kesadaran dan
kebutuhan akan belajar masih kurang, peserta didik merasa pelajaran matematika itu sulit,
selain itu pembelajaran yang disajikan oleh guru kurang menarik, penggunaan metode
pembelajaran kurang bervariasi dan inovatif, sehingga peserta didik merasa bosan saat
mengikuti pelajaran. Peserta didik belum memiliki cita-cita dan impian yang jelas untuk
jenjang selanjutnya atau kehidupan mendatang. Peserta didik juga beranggapan bahwa belajar
hanya untuk mencari kerja, sehingga menyimpulkan pelajaran matematika tidak banyak
diperlukan dalam dunia kerja.

Pada saat belajar, dibutuhkan konsentrasi dan fokus agar dapat menyerap materi dengan baik.
Konsentrasi adalah cara kita mempertahankan pikiran dari hal-hal luar yang mengganggu.
Sedangkan fokus, memusatkan pikiran pada suatu hal yang sedang dihadapi atau hanya
memikirkan hal yang berhubungan dengan masalah yang sedang dihadapi. Pada saat belajar
dibutuhkan fokus dan konsentrasi yang baik agar dapat memahami materi yang disampaikan
oleh guru. Beberapa peserta didik dapat dengan mudah fokus dan berkonsentrasi paa saat
mengikuti pelajaran, namun juga ada sebagian yang kesulitan dalam berkonsentrasi.
Penyebabnya bisa karena faktor internal, peserta didik mengalami gangguan susah untuk
konsentrasi. Sedangkan faktor eksternal, penyebabnya bisa dari teman sekelas yang usil
sehingga memecah konsentrasi, dan asik bermain gawai bahkan disaat pembelajaran
berlangsung.
Pada saat pembelajaran berlangsung dapat diamati perkemangan dan keaktifan peserta didik.
Sebagian peserta didik belum memiliki rasa percaya diri untuk mengungkapkan pendapatnya
atau mempresentasikan hasil pekerjaannya dengan alasan takut salah. Rasa percaya diri peserta
didik dapat terlihat pada proses pembelajaran, dimana peserta didik kurang berani
menyampaikan pendapat. Selain itu peserta didik belum bisa mengeluarkan kemampuan yang
ada pada dirinya sehingga peserta didik mudah pasrah dengan kemampuannya. Apalagi dengan
kemajuan teknologi, peserta didik cenderung mengandalkan jawaban dari internet atau dari
aplikasi belajar. Hal ini mengakibatkan peserta didik kurang aktif dalam proses pembelajaran.

Dari fakta diatas, peserta didik mengalami kesulitan dan kesalahan konsep saat mempelajari
matematika. Harapannya, proses pembelajaran matematika dapat berjalan menyenangkan dan
penuh makna sehingga dapat meningkatkan pemahaman serta mengatasi kesulitan belajar
materi matematika. Dengan demikian, prestasi belajar peserta didik dapat meningkat.

Berdasarkan fakta dan harapan tersebut, pembelajaran yang disajikan oleh guru masih monoton
yaitu masih menggunakan metode ceramah atau teacher center. Untuk itu perlu strategi
pembelajaran yang dapat memberikan motivasi belajar bagi peserta didik. Desain pembelajaran
yang memungkinkan untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan konsep peserta didik dalam
memahahami materi matematika adalah model pembelajaran Problem-based Learning (PBL).
Problem-based Learning merupakan serangkaian pembelajaran yang diawali dari adanya
permasalahan kemudian dipelajari untuk dicarikan solusi terhadap permasalahan tersebut.
Dengan memecahkan masalah maka siswa diajak untuk melatih keterampilan berpikir kritis.
Menurut Darwati dan Purana (2021), Problem-based Learning (PBL) merupakan salah satu
model pembelajaran yang menuntut aktivitas mental peserta didik untuk memahami suatu
konsep pembelajaran melalui situasi dan masalah yang disajikan. Melalui PBL peserta didik
dapat mengembangkan kemampuan yang dimiliki. Kemampuan yang dimaksud diantaranya
berpikir kritis, inovatif, dan kreatif. Ketika PBL berlangsung, peserta didik dituntut untuk
mampu menyelesaikan masalah sendiri dan bekerja mandiri, sehingga peserta didik dapat
mengembangkan berpikir kritisnya. Peserta didik dapat dilatih mengembangkan ketrampilan
berpikir tingkat tinggi dan pola berpikir kreatif.

Selain itu dengan LKPD berbasis kontekstual, peserta didik disajikan permasalahan nyata
sehingga peserta didik dapat mengetahui penerapan materi matematika dalam kehidupan
sehari. Pembelajaran dengan LKPD berbasis kontekstual, peserta didik dituntut untuk dapat
menyelesaikan permasalahan yang disajikan bersama dengan kelompok. Hal ini akan terjalin
komunikasi dari peserta didik satu dengan yang lain dalam mengemukakan ide-ide pemecahan
masalah. Sehingga peserta didik aktif berdiskusi dan saling cross check jawaban yang
kemudian akan menambah pemahaman materi dan mengatasi kesulitan belajar. Pembelajaran
seperti ini dapat memberikan pemahaman bermakna bagi peserta didik.

Pembelajaran dengan model Problem-based Learning (PBL) dengan LKPD berbasis


kontekstual dapat menjadi alternatif solusi untuk mengatasi kesulitan dan kesalahan konsep
peserta didik dalam memahami materi matematika. Dari desain pembelajaran ini memberikan
manfaat bagi guru dan peserta didik. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa peserta didik
dapat meningkatkan pemahaman materi matematika dengan diskusi yang terjalin dalam
kelompok. Melalui model pembelajaran PBL, peserta didik dapat saling bertukar pikiran dan
berbagi ide maupun gagasan dalam pemecahan masalah yang ada di LKPD. Pembelajaran
berpusat pada peserta didik sehingga dapat mendorong kerjasama yang efektif antar individu
dalam kelompok. Peserta didik dituntut untuk aktif dalam pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan kemampuan komunikasi dan rasa percaya diri yang akan berdampak pada
meningkatnya pemahaman materi peserta didik. Selain itu, dapat memberikan pembelajaran
dan pengalaman yang bermakna bagi peserta didik karena pembelajaran berorientasi pada
kegiatan peserta didik. Proses pembelajaran pun menjadi lebih terstruktur sesuai dengan sintaks
model pembelajaran yang digunakan yaitu model pembelajaran Problem-based Learning
(PBL).

Sebagai guru, saya tertantang untuk menerapkan model pembelajaran Problem-based Learning
(PBL) dengan LKPD berbasis kontekstual ini untuk dapat mengatasi masalah kesulitan dan
pemahaman konsep peserta didik. Langkah yang dilakukan untuk mewujudkan hal tersebut
antara lain: mengidentifikasi permasalahan yang ada dalam kegiatan pembelajaran, memilih
satu permasalahan dan menemukan solusinya, merancang aksi, melaksanakan aksi, dan
melakukan refleksi dan tindak lanjut. Langkah-langkah tersebut ternyata memiliki tantangan
tersendiri.

Penerapan model pembelajaran Problem-based Learning (PBL) dengan LKPD berbasis


kontekstual memiliki tantangan yang tidak hanya dihadapi oleh guru tetapi juga dihadapi oleh
peserta didik. Peserta didik belum terbiasa mendiskusikan permasalahan secara mandiri dengan
kelompok karena terbiasa dengan pembelajaran konvensional yaitu ceramah dari guru.
Beberapa peserta didik masih belum berkonsentrasi dengan penuh terhadap materi pelajaran.
Sehingga guru kesulitan memotivasi peserta didik secara menyeluruh saat pembelajaran
berlangsung. Perlu persiapan lebih saat merancang dan menggunakan model pembelajaran
yang baru agar sesuai dengan alokasi waktu. Selain itu, guru masih kesulitan mengaitkan materi
dengan permasalahan kontekstual dunia nyata.

Upaya aksi untuk menghadapi tantangan dalam penerapan desain pembelajaran tersebut terdiri
atas 3 (tiga) tahap, yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi. Dari ketiga tahapan ini
diharapkan mampu menjadikan pembelajaran Problem-based Learning (PBL) dengan LKPD
berbasis kontekstual lebih berkualitas. Sehingga ketiga tahapan ini tidak boleh ada yang
terlewatkan.

Tahap perencanaan dilakukan untuk menyusun gambaran dari proses pembelajaran yang akan
dilaksanakan. Perencanaan ini meliputi, menganalisis kebutuhan dan karakter perserta didik,
membuat modul ajar, membuat LKPD berbasis kontekstual, bahan ajar berbasis PBL, media
pembelajaran seperti powerpoint materi, membuat instrumen dan rubrik penilaian. Pada tahap
perencanaan, guru menggunakan beberapa aplikasi yang disesuaikan dengan pembelajaran
abad 21 yang berbasis TPACK diantaranya quizziz untuk tes diagnostik kognitif peserta didik
dan aplikasi mentimeter untuk repleksi pembelajaran.

Tahap pelaksanaan, dilakukan setelah rencana aksi selesai dibuat. Tahap pelaksanaan
dijelaskan sebagai berikut.
a. Orientasi peserta didik pada masalah, yakni peserta didik mengamati penjelasan materi
terkait materi yang akan dibahas, mengamati contoh-contoh penyelesaian masalah
kontekstual yang berkaitan dengan materi, dan peserta didik mengajukan hal-hal yang
belum dipahami terkait masalah yang disajikan.
b. Mengorganisasikan peserta didik untuk belajar, yakni guru membagi peserta didik secara
heterogen, kemudian peserta didik mendiskusikan permasalahan yang terdapat pada LKPD
dengan kelompoknya.
c. Membimbing penyelidikan individu dan kelompok, yakni peserta didik mengumpulkan
informasi yang relevan untuk memecahkan permasalahan yang ada di LKPD, peserta didik
memanfaatkan media yang ada seperti: buku, bahan ajar, atau internet sebagai bahan
referensi, peserta didik bertukar informasi dalam kelompok berkaitan dengan permasalahan
yang diangkat sehingga diperoleh sebuah pengetahuan baru yang dapat dijadikan sebagai
bahan diskusi, dengan metode ilmiah yang terdapat pada buku pegangan peserta didik pada
lembar kerja yang disediakan, dan guru mengamati jalannya diskusi dan membimbing
peserta didik bila ada hal-hal yang belum dipahami.
d. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya, yang meliputi peserta didik mengolah
informasi yang telah diperoleh berdasarkan hasil diskusi, peserta didik diminta menuliskan
jawaban dari pertanyaan yang muncul pada lembar LKPD, peserta didik menyiapkan untuk
presentasi, dan guru mempersilahkan kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi di
depan kelas.
e. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah, yakni kelompok lain
memberikan tanggapan dan masukan terhadap presentasi untuk melengkapi informasi dan
memperkuat penanaman konsep, kemudian guru dan peserta didik melakukan penguatan
dan menarik kesimpulan dari materi yang dipelajari.

Tahap evaluasi, dilakukan di akhir pelaksanaan pembelajaran. Evaluasi diberikan pada peserta
didik untuk mengetahui sejauh mana pemahaman peserta didik akan materi yang telah
dipelajari. Evaluasi bisa dilakukan menggunakan tes untuk mengukur dimensi pengetahuan
serta lembar penilaian observasi diri dan antar teman untuk mengetahui pelaksanaan problem-
based learning. Evaluasi juga dilakukan oleh guru sendiri untuk menilai apakah pembelajaran
sudah sesuai rencana yang dilakukan. Evaluasi jalannya pelaksanaan pembelajaran juga bisa
dilakukan oleh observer teman sejawat.

Dari ketiga tahapan yang telah dilalui, pembelajaran dengan model pembelajaran Problem-
based Learning (PBL) dengan LKPD berbasis kontekstual berjalan dengan lancar. Hal ini bisa
terwujud karena dukungan dari berbagai pihak. Guru berkolaborasi dan berkoordinasi dengan
kepala sekolah, waka kurikulum, wali kelas, teman sejawat, dan juga peserta didik kelas X-7
SMAN 2 Magelang. Dosen pembimbing dan guru pamong yang memberikan saran serta
masukan mengenai model pembelajaran inovatif yang sesuai dengan pemenuhan keterampilan
abad 21. Kepala sekolah memberikan izin, dukungan dan motivasi kepada guru untuk
mengikuti seluruh rangkaian kegiatan PPG. Teman sejawat membantu dalam pengambilan
video praktik pembelajaran dan memberikan masukan mengenai rencana pembelajaran yang
dibuat. Peserta didik berperan aktif dalam pelaksanaan praktik pembelajaran.
Refleksi mengenai hasil dan dampak pembelajaran perlu dilakukan untuk mengetahui tindak
lanjut. Dampak dari langkah-langkah yang sudah dilakukan menggunakan model pembelajaran
Problem-based learning dengan LKPD berbasis kontekstual antara lain membuat peserta didik
lebih antusias dan tidak bosan dalam pembelajaran, peserta didik secara aktif menyelesaikan
masalah yang disajikan dalam LKPD bersama dengan kelompoknya dan antusias pada saat
presentasi hasil diskusi. Hal ini terbukti meningkatnya aktivitas peserta didik saat diskusi, tidak
malu bertanya dan berani mempresentasikan hasil diskusi ke depan kelas. Hal ini berarti
pemahaman peserta didik akan materi yang diberikan meningkat sehingga memberikan
penguatan konsep bagi peserta didik untuk mengatasi kesulitan belajar.

Dengan penerapan model pembelajaran Problem-based learning dengan LKPD berbasis


kontekstual ini, peserta didik nampak aktif mengikuti rangkaian pembelajaran dan aktif dalam
kegiatan kelompok sehingga mampu meningkatkan pemahaman dan mengenai materi yang
dipelajari. Selain itu proses presentasi hasil diskusi juga dapat mengurangi miskonsepsi peserta
didik mengenai materi karena masalah yang disajikan dalam LKPD dibahas bersama dan
dikonfirmasi oleh guru.

Pembelajaran menggunakan model pembelajaran Problem-based Learning (PBL) dengan


LKPD berbasis kontekstual secara umum efektif mampu mengatasi kesulitan dan kesalahan
konsep peserta didik dalam mempelajari materi matematika dibandingkan dengan
pembelajaran konvensional atau teacher center. Hal ini juga bisa dilihat pada respon peserta
didik. Peserta didik merasa senang dengan pembelajaran menggunakan model ini, karena
mereka bisa mengeksplorasi materi bersama dengan kelompok dan saling bertukar pikiran saat
diskusi dari permasalahan yang diberikan oleh guru. Selain itu pemahaman materi peserta didik
menjadi meningkat dan mampu mengatasi kesulitan pemecahan masalah. Peserta didik
menyatakan bahwa pembelajaran seperti ini dapat melatih berpikir kritis, dapat melatih
komunikasi, serta kerjasama antar teman dalam satu kelompok maupun teman sekelas.

Keberhasilan dari strategi yang dilakukan ini tidak terlepas dari dukungan dan kerjasama dari
semua pihak yang terlibat dalam proses pembelajaran. Penggunaan metode pembelajaran yang
inovatif dengan model Problem-based Learning (PBL) mampu meningkatkan pemahaman
peserta didik karena peserta didik secara aktif saling memberikan ide pada saat diskusi
kelompok untuk memecahkan permasalahan yang disajikan dalam LKPD. Penggunaan sarana
dan prasarana yang memadai turut mendorong kelancaran proses pembelajaran yang guru
lakukan. Pembelajaran dari keseluruhan proses yang telah dilaksanakan dapat mengatasi
kesulitan dan kesalahan konsep pada materi yang dipelajari, meningkatkan keaktifan peserta
didik dalam pembelajaran, dan pembelajaran lebih menyenangkan dan bermakna. Evaluasi,
dukungan dan respon berbagai pihak sangat diperlukan untuk memotivasi agar pembelajaran
dapat dilakukan lebih baik lagi.

Rencana tindak lanjut berdasarkan penerapan Problem-based learning dengan LKPD berbasis
kontekstual penting untuk menentukan langkah selanjutnya. Setelah menyelesaikan kegiatan
pendalaman materi, pengembangan perangkat pembelajaran dan PPL, saya memiliki keinginan
untuk memperbaiki rencana pembelajaran dari mulai modul ajar, pelaksanaan pembelajaran
hingga instrumen penilaian yang sesuai dengan materi dan karakteristik peserta didik,
Meningkatkan ketrampilan serta mencari inovasi-inovasi baru dengan mengikuti berbagai
kegiatan pengembangan diri dan menambah kajian literatur yang disesuaikan dengan
perkembangan pendidikan, dan mulai menggunakan model pembelajaran yang disesuaikan
dengan karakteristik materi dan peserta didik. Walaupun Problen-based learning memiliki
kelebihan tetapi dalam pelaksanaannya terjadi kekurangan yang menjadi pelajaran berharga
bagi guru dan siswa untuk bersama-sama berkolaborasi untuk mewujudkan Pendidikan yang
berkualitas. Hal ini guna menyongsong abad 21 dan mewujudkan pendidikan berkelanjutan.

Anda mungkin juga menyukai