Anda di halaman 1dari 30

Pengaruh Problem Based Learning Terintegrasi Model Student

Team Achievement Division terhadap Penguasaan Trigonometri


Siswa pada Materi Dinamika Rotasi

Disusun Oleh :

Nur Fitriani

4201418054

JURUSAN FISIKA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2020
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Salah satu upaya untuk memajukan suatu bangsa adalah perlu diperhatikan
dan ditingkatkannya mutu pendidikan. Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, Pasal 1 angka 1 dalam Permendikbud Nomor 22
Tahun 2016 tentang Standar Proses Pendidikan Dasar dan Menengah menyatakan
bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar siswa secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual, keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya,
masyarakat, bangsa, dan negara.

Sehubungan dengan meningkatkan mutu pendidikan,selain diperlukan guru


yang professional juga diperlukan strategi inovasi pendidikan untuk meningkatkan
kualitas siswa.Namun kualitas siswa di Indonesia tergolong rendah. Hasil dari
pengukuran global untuk siswa berusia 15 tahun itu menunjukkan bahwa rata-rata
skor siswa Indonesia adalah 371 dalam membaca, matematika 379, dan sains 396.
Capaian skor tersebut di bawah rerata 79 negara-negara peserta PISA, yakni 487
untuk kemampuan membaca, dan 489 untuk kemampuan matematika dan sains.
Begitu pula dengan nilai rata-rata ujian nasional fisika sekolah menengah atas di
Indonesia pada tahun 2019 sebesar 46,42.

Dari penelitian Rimatul (2015) bahwa siswa mengalami kesulitan belajar


fisika dalam menyelesaikan permasalahan pada soal sebesar 32%, kesulitan
memahami konsep dan rumus 26%, kesulitan menggunakan persamaan atau
rumus dalam soal 18%, kesulitan menganalisis grafik dan gambar 17%, dan
kesulitan menyimpulkan materi yang telah dipelajari 7%. Kesulitan.
Sejalan dengan itu berdasarkan hasil observasi dan wawancara yang dilakukan di
SMA Negeri 12 Semarang,menunjukan bahwa siswa belum bisa memahami konsep
fisika salah satunya yang terjadi di kelas XI adalah penerapan matematika pada
materi fisika,salah satunya adalah trigonometri.

Trigonometri merupakan salah satu materi penting yang harus dipelajari


siswa. Berdasarkan peraturan Meteri Pendidikan Nasional RI no. 23 tahun 2006
menetapkan bahwa salah satu komponen Standar Kompetensi Lulusan (SKL) kelas
XI IPA adalah memahami rumus sinus kosinus pada jumlah dan selisih dua sudut,
rumus jumlah dan selisih sinus dan kosinus, serta menggunakannya dalam
pemecahan masalah. Sedangkan kemampuan pemahaman matematis sangat
diperlukan untuk dapat menguasai materi tersebut. Salah satu materi yang banyak
menggunakan trigonometri pada pembelajaran siswa kelas XI adalah materi
dinamika rotasi. Oleh karena itu perlu adanya solusi atas dalam model pembelajaran
yang dilakukan salah satunya adalah dengan menggunakan Problem Based Learning
yang terintegrasi Student Team Achievement Development.

Meskipun PBL merupakan model yang dicanangkan pemerintah dalam


kurikulum 2013, namun pada kenyataannya belum semua sekolah menggunakan
model ini dalam pembelajaran, termasuk di SMP Negeri 12 Semarang. Dengan
melakukan penelitian menggunakan model PBL di sekolah tersebut, besar harapan
peneliti, para guru dapat lebih yakin dan berani menggunakan model
tersebut.Menurut Dasna & Sutrisno sebagaimana yang dikutip oleh Octaria & Sari
(2018), menyatakan bahwa PBL adalah suatu model pembelajaran yang melibatkan
siswa untuk memecahkan suatu masalah melalui tahap-tahap metode ilmiah, sehingga
penerapan PBL diharapkan mampu membuka pemahaman dan pemikiran pada siswa
dan juga melatih kepercayaan diri mereka dalam menyelesaikan persoalan.

Penelitian pembelajaran Problem Based Learning yang terintegrasi Student


Team Achievement Development ini diharapkan mampu menyelesaikan masalah
yang ada karna STAD merupakan pembelajaran yang mengutamakan diskusi setelah
dilakukan kegiatan belajar sehingga siswa bisa berdiskusi atas materi yang diajarkan
dan guru dapat menguji pemahaman siswa kembali dengan kuis. Hal ini sejalan
dengan Slavin (1995) bahwa Student Team Achievement Divisions (STAD) adalah
salah satu tipe pembelajaran kooperatif yang paling sederhana. Siswa ditempatkan
dalam tim belajar beranggotakan empat orang yang merupakan campuran menurut
tingkat kinerjanya, jenis kelamin dan suku. Guru menyajikan pelajaran kemudian
siswa bekerja dalam tim untuk memastikan bahwa seluruh anggota tim telah
menguasai pelajaran tersebut. Akhirnya seluruh siswa dikenai kuis tentang materi
itu dengan catatan, saat kuis mereka tidak boleh saling membantu.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah, maka rumusan masalah yang dikaji dalam
penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Apakah pembelajaran PBL terintegrasi Student Team Achievement


Development(STAD) dapat meningkatkan kemampuan penguasaan trigonometri
siswa pada materi dinamika rotasi?.

2. Apakah peningkatan penguasaan trigonometri pada materi dinamika


rotasi pada pembelajaran PBL terintegrasi STAD lebih tinggi dari pada siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional?.

3.Adakah perbedaan kemampuan siswa sebelum dan sesudah mendapatkan


pembelajaran PBL terintegrasi STAD

1.3 Tujuan Penelitian

1.Untuk menganalisis ketuntasan klasikal pada kemampuan penguasaan


trigonometri pada materi dinamika rotasi yang pembelajarannya menggunakan
PBL terintegrasi STAD
2. Untuk menganalisis peningkatan kemampuan trigonometri pada materi
dinamika rotasi pada pembelajaran PBL terintegrasi STAD dibandingkan yang
menggunakan belajar konvensional

3. Untuk menganalisis perbedaan kemampuan siswa sebelum dan


sesudah mendapatkan pembelajaran PBL terintegrasi STAD

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat dari Penelitian ini adalah:
1.Mengetahui analisis ketuntasan klasikal pada kemampuan penguasaan
trigonometri pada materi dinamika rotasi yang pembelajarannya menggunakan
PBL terintegrasi STAD

2.Mengetahui analisispeningkatan kemampuan trigonometri pada materi dinamika


rotasi pada pembelajaran PBL terintegrasi STAD dibandingkan dengan siswa yang
pembelajarannya menggunakan pembelajaran konvensional.

3.Mengetahui analisisperbedaan kemampuan siswa sebelum dan sesudah


mendapatkan pembelajaran PBL terintegrasi STAD
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Landasan Teori


2.1.1 Problem Based Learning
2.1.1.1 Pengertian Problem Based Learning
Menurut Hmelo-Silver (2004) pengertian PBL adalah sebagai berikut:
Problem Based Learning adalah seperangkat model mengajar yang menggunakan
masalah sebagai fokus untuk mengembangkan keterampilan pemecahan masalah,
materi, dan pengaturan-diri.
Dapat diartikan pembelajaran PBL merupakan strategi pembelajaran yang
memberdayakan siswa untuk melakukan penelitian, mengintegrasikan teori dan
praktik, mengaplikasikan pengetahuan dan keterampilan untuk mengembangkan
sebuah solusi praktis atas suatu problem tertentu.
Pembelajaran berdasarkan masalah dalam pelaksanaannya siswa diberikan
permasalahan-permasalahan sedemikian hingga pembelajaran tersebut menuntut
siswa untuk mengerahkan pengetahuan yang dimiliki, dengan berinterakasi terhadap
masalah tersebut siswa akan mendapat pengalaman dalam menyelesaikan
permasalahan yang ada di masa mendatang.
Abbas (2000) menyatakan bahwa pembelajaran berdasarkan masalah
merupakan pembelajaran dengan pendekatan konstruktivis, karena guru mempunyai
peran sebagai penyaji masalah, penanya, mengadakan dialog, pemberi fasilitas
penelitian, menyiapkan dukungan dan dorongan yang dapat meningkatkan
pertumbuhan inkuiri dan intelektual siswa. Pendapat Dutch sebagaimana yang ada
dalam penelitian Manobe & Wardani (2018) menjelaskan problem based learning
merupakan metode instruksional yang mengharuskan pembelajar agar “belajar untuk
belajar”, bekerjasama dalam kelompok untuk mencari penyelesaian bagi masalah
nyata. Pengertian Pembelajaran Berbasis masalah yang lain adalah pembelajaran
dengan fokus pemecahan masalah nyata, melaksanakan kerja kelompok, umpan balik,
diskusi yang menjembatani untuk melakukan investigasi, penyelidikan, dan laporan
akhir. Peserta didik dituntut lebih aktif terlibat dalam materi pembelajaran.
Berdasarkan berbagai pendapat yang dikemukakan di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa model pembelajaran PBL merupakan bentuk pengorganisasian
siswa untuk mencapai tujuan pendidikan, dalam proses pelaksanaannya terdapat
permasalahan-permasalahan yang menuntut siswa mengerahkan pengetahuan yang
dimilikinya, siswa bekerjasama dalam kelompok berinteraksi terhadap masalah
tersebut sehingga siswa mempunyai pengalaman untuk menyelesaikan permasalahan
yang dihadapinya.

2.1.1.2 Teori-teori yang mendasari Strategi Problem Based Learning


Dasar teori dari strategi PBL adalah teori konstruktivistik. Strategi PBL
dikembangkan bersamaan dengan muncul teori humanistik, sehingga teori
humanistik juga digunakan sebagai dasar teori strategi PBL.
1. Teori Kontruktivistik
Teori konstruktivisme dibagi menjadi dua, yaitu teori konstruktivisme
kognitif dan teori konstruktivisme sosial. Dalam teori konstruktivistik
kognitif, belajar adalah proses perubahan dalam struktur kognitif seseorang
sebagai hasil konstruksi pengetahuan yang bersifat individual dan internal.
Perubahan tersebut didorong oleh rasa ingin tahu. Selain itu dalam usaha
membangun pengetahuannya saat berinteraksi dengan lingkungan, individu
melakukan pengujian serta memodifikasi skema pengetahuannya yang telah
ada. Interaksi yang terjadi bertindak sebagai katalis untuk membangun konflik
kognitif dalam individu. Ketika konflik itu muncul, individu akan terdorong
untuk melakukan proses-proses penyesuaian struktur kognitifnya dalam usaha
membangun pemahaman terkait fakta/fenomena tersebut (Hitipiew, 2009: 93).
Berdasarkan penjelasan tersebut, konstruktivistik menjelaskan bahwa belajar
merupakan suatu proses secara aktif oleh pebelajar untuk membangun
pemahamannya. Setiap pemahaman baru yang dibangun didasarkan atas
pemahaman yang telah diketahui sebelumnya.
Konstruktivitik kognitif juga menjelaskan bahwa pemahaman datang
ketika seseorang berinteraksi dengan lingkungan. Hal tersebut menunjukkan
bahwa proses pembelajaran menjadi relevan dan berarti jika melibatkan
pengamatan terhadap fakta/fenomena yang terkait. Dengan kata lain,
aktivitas belajar ditekankan pada experience based & discovery oriented.
Dengan discovery, siswa didorong untuk mengembangkan minatnya secara
alami dalam mencapai kompetensi. Tugas guru adalah mendorong siswa
memecahkan masalah dengan caranya sendiri, bukan mengajarkan secara
langsung dengan memberikan jawaban (Hitipiew, 2009: 96).
Konstruktivitik sosial fokus pada usaha memfasilitasi pengkonstruksian
pemahaman siswa melalui interaksi sosial. Untuk mencapai hal tersebut perlu
diciptakannya situasi yang memungkinkan siswa untuk dapat bertukar ide
(sharing) dan berkolaborasi dalam pemecahan masalah. Hal tersebut
menjelaskan bahwa guru tidak benar-benar membiarkan siswanya melakukan
tugas-tugasnya sendiri (Hitipiew, 2009: 88).
Strategi PBL menggunakan konsep-konsep belajar dalam teori kontruktivistik
sebagai landasan pengembangannya, yaitu: (1) pengetahuan dikonstruk secara
individu secara aktif tergantung pada pengetahuan awal; (2) pengetahuan
diperoleh ketika berinteraksi dengan fakta atau fenomena terkait; (3)
kelompok kecil memungkinkan siswa untuk dapat bertukar ide (sharing) dan
berkolaborasi dalam pemecahan masalah. Implikasi teori konstruktivistik
dalam pelaksanaan pembelajaran dengan strategi PBL memiliki karakter: (1)
guru hanya bertindak sebagai fasilitator, bukan sebagai sumber informasi dan
siswa harus sudah memiliki pemahaman dan ketrampilan prasyarat, bukan
dalam tahap membangun konsep; (2) adanya penyelidikan autentik sehingga
siswa berinteraksi dengan fakta atau fenomena terkait; dan (3) siswa belajar
dalam kelompok kecil.

2. Teori Humanistik
Dalam teori humanistik, belajar dipandang sebagai pemerolehan informasi atau
pengalaman dan menemukan maknanya secara pribadi. Salah satu sumsi yang
menjadi dasar humanistik adalah siswa belajar tentang apa yang mereka butuhkan dan
apa yang ingin mereka tahu. Siswa memutuskan sendiri apa yang mau mereka
pelajari. Tidak akan ada yang benar-benar dipelajari oleh siswa jika kepuasan ata
betuhuan atau rasa ingin tahunya tidak terpenuhi (Goodman dalam Hitipiew, 2009:
117). Hal-hal lain yang dipelajari namun tidak berkaitan dengan kebutuhan siswa
akan segera hilang dari ingatannya. Teori humanistik juga memberikan penekanan
bahwa proses pembelajaran hendaknya dapat membentuk siswa terus ingin belajar
dan juga tahu bagaimana belajar.
Teori humanistik digunakan sebagai dasar teori strategi PBL. Implikasi teori
humanistik dalam pelaksanaan pembelajaran dengan strategi PBL memiliki karakter:
(1) masalah yang diangkat hendaknya bermakna bagi siswa; (2) pemecahan
masalahnya akan dapat melibatkan disiplin ilmu lain tergantung kemampuan dan
kemauan siswa

2.1.2 Pembelajaran Konvensional


Menurut Djamarah sebagaimana dikutip Samara et al. (2016) menyatakan
bahwa metode pembelajaran konvensional adalah metode pembelajaran tradisional
atau disebut juga dengan metode ceramah, karena sejak dulu metode ini telah
dipergunakan sebagai alat komunikasi lisan antara guru dengan anak didik dalam
proses belajar dan pembelajaran. Dalam pembelajaran konvensional ditandai dengan
ceramah yang diiringi dengan penjelasan, serta pembagian tugas dan latihan.
Pada pembelajaran konvensional, yang sering digunakan antara lain metode
ceramah, metode tanya jawab, metode diskusi, metode penugasan. Pada pembelajaran
konvesional, siswa lebih banyak mendengarkan penjelasan guru di depan kelas dan
melaksanakan tugas jika guru memberikan latihan soal-soal. Kegiatan pembelajaran
terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). Guru berbicara pada
awal pelajaran, menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Siswa tidak
hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama siswa berlatih menyelesaikan
soal latihan dan siswa bertanya jika belum mengerti. Guru dapat memeriksa
pekerjaan siswa secara individual, menjelaskan lagi kepada siswa secara individual
atau klasikal. Siswa hanya berfokus pada guru yang sedang menerangkan materi
pembelajaran yang diajarkan di depan kelas, sehingga menyebabkan interaksi sesama
siswa berkurang.
Menurut Purwoto sebagaimana dikutip oleh Berliana (2016) Pembelajaran
konvensional memiliki kelebihan dan kekurangan. Kelebihan pembelajaran
konvensional adalah sebagai berikut: (a) dapat menampung kelas yang besar, setiap
peserta didik mendapat kesempatan yang sama untuk mendengarkan, (b) bahan
pengajaran atau keterangan dapat diberikan lebih urut, (c) pengajar dapat memberikan
tekanan terhadap hal-hal yang penting, sehingga waktu dan energi dapat digunakan
sebaik mungkin, (d) isi silabus dapat diselesaikan dengan lebih mudah, karena
pengajar tidak harus menyesuaikan dengan kecepatan belajar peserta didik, dan (e)
kekurangan buku dan alat bantu pelajaran, tidak menghambat dilaksanakannya
pengajaran dengan model ini.

Kekurangan pembelajaran konvensional adalah sebagai berikut: (a) proses


pembelajaran berjalan membosankan dan peserta didik menjadi pasif, karena tidak
berkesempatan untuk menemukan sendiri konsep yang diajarkan, (b) kepadatan
konsep-konsep yang diberikan dapat berakibat peserta didik tidak mampu menguasai
bahan yang diajarkan, (c) pengetahuan yang diperoleh melalui model ini lebih cepat
terlupakan, dan (d) ceramah menyebabkan belajar peserta didik menjadi belajar
menghafal yang tidak mengakibatkan timbulnya pengertian.

2.1.3 Student Team Achievement Development


2.1.3.1 Pengertian Student Team Achievement Divisions
STAD adalah salah satu dari tipe pembelajaran kooperatif yang
menekankan adanya kerjasama siswa secara berkelompok dalam
memecahkan suatu masalah untuk mencapai tujuan belajar. Slavin
(2008:12) menyebutkan bahwa ”gagasan utama dari STADadalah untuk
memotivasi siswa supaya dapat saling mendukung dan membantu siswa
lain dalam menguasai kemampuan yang diajarkan oleh guru”.
Pembelajaran dengan model STADmampu menciptakan pembelajaran
yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan bagi siswa selama proses
pembelajaran. Pembelajaran yang demikian akan mampu membangkitkan
semangat bagi siswa untuk belajar sehingga akan berpengaruh terhadap
pencapaian hasil belajar siswa yang optimal.
Terdapat beberapa faktor yang menjadikan model ini mampu
menciptakan suasana pembelajaran yang menyenangkan bagi siswa. Faktor
tersebut adalah karakter STADsebagai model pembelajaran yang menuntut
kerjasama, pembelajaran berpusat pada siswa (Student Centered), dan
adanya penghargaan bagi tim terbaik.Model STADsangat menekankan
pada kerjasama dalam kelompok belajar. Hal ini akan menuntut siswa
untuk saling membantu, memberi motivasi, dan saling percaya satu sama
lain. Pembelajaran yang menekankan pada kerjasama
4akan memberi kesempatan kepada siswa untuk belajarbekerjasama,
berbagi pendapat, pengetahuan, pengalaman, mendengarkan pendapat
orang lain, saling memotivasi dan aktif dalam kegiatan pembelajaran.
Bentuk kerjasama dalam model STADdiwujudkan dalam pembentukan tim
belajar siswa. Tim terdiri dari empat atau lima siswa yang mewakili seluruh
bagian dari kelas dalam kinerja akademik, jenis kelamin, ras dan etnisitas.
Fungsi dibentuknya kelompok adalah agar siswa anggota kelompok dapat
bekerjasama menyelesaikan tugas yang diberikan dan saling membantu
untuk menguasai materi dengan baik. Hal ini karena sesama siswa
memiliki kesamaan bahasa, tingkat perkembangan intelektual dan
pengalaman kedekatan sehingga membuat siswa lebih mudah memahami
materi pelajaran.
Sintaks dalam model pembelajaran STAD menjadikan siswa sebagai
pusat dalam kegiatan pembelajaran (Student Centered). Pembelajaran
semacam ini akan meningkatkan intensitas keterlibatan siswa secara aktif
di dalam proses pembelajaran. Proses aktif dalam bertanya dan berargumen
ini memberikan kesempatan siswa untuk mengekspresikan dirinya dan
menumbuhkan pemikiran kritis pada siswa. Siswa sebagai pusat dalam
proses pembelajaran memungkinkan siswa untuk menghasilkan solusi yang
baru atas suatu permasalahan yang diberikan oleh guru. Ekspresi diri,
pemikiran kritis dan penemuan yang dilakukan oleh siswa tentunya akan
menumbuhkan kreativitas dalam diri siswa. Hal ini akan berpengaruh
positif terhadap suasana pembelajaran yang menyenangkan karena tidak
ada pemberian penekanan pada siswa.Satu faktor lagi yang
menjadikanSTADsebagai pembelajaran yang menyenangkan adalah
adanya penghargaan bagi tim terbaik. Penghargaan ini menjadi motivator
bagi siswa untuk menjadikan kelompoknya sebagai yang terbaik di kelas.
Kondisi ini akan menciptakan suasana persaingan yang sehat diantara
siswa. Selain itu, dengan adanya pemberian penghargaan akan membuat
siswa lebih termotivasi untuk belajar. Motivasi tinggi yang ada pada diri
siswa akan memberikan pengaruh yang positif dalam proses pembelajaran
yaitu terhadap hasil belajar siswa.
2.1.3.2 Kelebihan Student Team Achievement Divisions
a. Membantu siswa mempelajari isi materi pelajaran yang sedang
dibahas.
b. Adanya anggota kelompok lain yang menghindari kemungkinan
siswa mendapatkan nilai rendah, karena dalam pengetesan lisan
siswa dibantu oleh anggota kelompoknya
.c.Menjadikan siswa mampu belajar berdebat, belajar
mendengarkan pendapat orang lain, dan mencatat hal-hal yang
bermanfaat untuk kepentingan bersama.
d.Menghasilkan pencapaian belajar siswa yang tinggi serta
menambah harga diri siswa dan memperbaiki hubungan dengan
teman sebaya.
e.Hadiah atau penghargaan yang diberikan akan memberikan
dorongan bagi siswa untuk mencapai hasil yang lebih tinggi.
f.Siswa yang lambat berfikir dapat dibantu untuk menambah ilmu
pengetahuannya.
g.Pembentukan kelompok-kelompok kecil memudahkan guru
untuk memonitor siwa dalam belajar bekerja sama.Berdasarkan
dari uraian diatas model STADmerupakan pilihan yang tepat
dalam pembelajaran karena model ini dapat menciptakan
pembelajaran yang aktif, inovatif, kreatif, dan menyenangkan bagi
siswa. Hal ini akan membuat kegiatan pembelajaran di kelas
menjadikan siswa tidak merasa bosan dan jenuh dalam mengikuti
kegiatan pembelajaran. Dengan karakter STADyang menekankan
pada kerjasama dalam kelompok, pembelajaran berpusat pada
siswa (Student Centered), dan adanya penghargaan bagi tim terbaik
akan membuat siswa lebih meningkatkan aktivitas dan semangat
siswa, khususnya aktivitas dalam berkomunikasi dengan sesama
teman anggota kelompok belajarnya. Kemudian dengan adanya
penghargaan kelompok dapat meningkatkan motivasi belajar
siswa. Oleh karena itu, dengan model pembelajaran STAD dapat
meningkatkan partisipasi aktif dalam kegiatan pembelajaran dan
motivasi siswa yang tentunya partisipasi aktif tersebut berpengaruh
positif terhadap hasil belajar siswa.
2.2. Relevansi Student Team Achievement Divisions terhadap Penguasaan
Trigonometri
Pada penelitian ini, materi yang diambil adalah dinamika rotasi kelas XI
dimana dalam materi dinamika rotasi banyak menggunakan trigonometri.
Student team achievement development (STAD) adalah proses belajar student
center dimana dalam proses belajar siswa akan melakukan diskusi. Dalam
proses diskusi ini guru meminta siswa untuk meminta siswa untuk belajar
bersama mengenai dinamika rotasi yang menggunakan aplikasi integral. Setelah
itu guru dapat melakukan post test untuk mengetahui dan menguji pemahaman
siswa.
2.2 Penelitian Yang Relevan
1. Penelitian Puri Nur’aini Agustin, Albertus Djoko Lesmono,Rayendra
Wahyu Bachtiar yang berjudul Pembelajaran Fisika Di Sma Dengan
Menggunakan Model Kooperatif Tipe Stad (Kajian: Di Sman 1 Tapen
Bondowoso).Hasil penelitianya yaitu bahwa ada pengaruh STAD dalam
hasil belajar fisika anak.
2. Penelitian Sri Ulina Brutu, Usler Simarmat yang berjudul Pengaruh
Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Stad Terhadap Hasil Belajar Fisika
Di Smp. Hasil Penelitiannya yaitu bahwa ada pengaruh signifikan
terhadap hasil belajar siswa dengan model pembelajaran kooperatif tipe
STAD (Student Teams Achievment Devision) pada materi pokok
Tekanan di kelas VIII semester genap SMP Negeri 2 Bangun Purba T.P.
2012/2013
2.3 Kerangka Berpikir

Kerangka berpikir merupakan alur penalaran yang sesuai dengan tema dan
masalah penelitian, serta didasarkan pada kajian teoritis. Pada kondisi awal,
kemampuan pemecahan masalah matematis diindikasikan masih rendah. Self efficacy
juga penting untuk dimiliki dan dikembangkan seiring dengan pengembangan
kemampuan pemecahan masalah matematis. Salah satu faktor penyebab rendahnya
hal tersebut adalah belum dipilihnya model pembelajaran yang sesuai. Proses
pembelajaran masih bersifat teacher centered learning yang berakibatnya antusisas,
interaksi, dan penekanan terhadap aktivitas siswa selama proses pembelajaran kurang.
Berdasarkan masalah tersebut, perlu adanya suatu model pembelajaran yang cocok
sehingga dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah matematis dan self
efficacy siswa.
Penerapan model pembelajaran PBL terintegrasi STAD dapat menjadi
alternatif bagi guru. Hal ini dikarenakan, pembelajaran tersebut membuat siswa
menjadi aktif dandapat berdiskusi atas permasalahan dalam belajar, sehingga
pembelajaran akan mudah dipahami oleh siswa dan pembelajaran lebih bermakna.
Jika penerapan PBL terintegrasi STAD dilaksanakan dengan langkah-langkah yang
tepat, maka diduga dapat meningkatkan kemampuan trigonometri dalam materi
dinamika rotasi.

2.4 Hipotesis Penelitian


Berdasarkan landasan teori dan rumusan masalah yang dikemukakan
sebelumnya, maka hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut.
1. Kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan PBL terintegrasi STAD mencapai
ketuntasan klasikal.
2. Peningkatan kemampuan pemecahan masalah matematis siswa yang
pembelajarannya menggunakan PBL terintegrasi STAD lebih tinggi dari
pada siswa yang pembelajarannya menggunakan pembelajaran
konvensional.
3. Terdapat peningkatan pemahaman siswa sebelum dan sesudah
mendapatkan pembelajaran PBL terintegrasi STAD

BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Metode penelitian yang akan dilakukan adalah penelitian mix methods atau
kuantitatif-kualitatif atau penelitian kombinasi. Menurut Cresswell (2015: 535),
mixed methods adalah prosedur untuk mengumpulkan, menganalisis, dan
mencampurkan kedua metode kuantitatif dan kualitatif dalam studi tunggal atau
serangkaian penelitian untuk memahami masalah penelitian. Sugiyono (2015: 14)
menyatakan penelitian kuantitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat
positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi atau sampel tertentu, teknik
pengambilan sampel pada umumnya dilakukan secara random, pengumpulan data
menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan
tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan. Sugiyono (2015: 15)
menuturkan, penelitian kualitatif adalah penelitian yang berlandaskan pada filsafat
postpositivisme, digunakan untuk meneliti pada kondisi objek alamiah, dimana
peneliti adalah sebagai instrumen kunci, pengambilan sampel sumber data dilakukan
secara purposive dan snowball, teknik pengumpulan dengan trianggulasi (gabungan),
analisis data bersifat induktif/kualitatif, dan hasil penelitian kualitatif lebih
menekankan makna dari pada generalisasi.
4 Desain Penelitian

Desain penelitian menggunakan concurrent embedded design. Lestari &

Yudhanegara (2017: 159) mengemukakan bahwa concurrent embedded design

merupakan prosedur penelitian yang mengombinasikan penelitian kuantitatif dan

kualitatif secara bersama-sama, namun bobot metodenya berbeda. Pada model ini

terdapat metode primer dan metode sekunder. Pada penelitian ini, metode primer

digunakan untuk memperoleh data utama, yaitu data kuantitatif, sedangkan metode

sekunder digunakan untuk memperoleh data kualitatif guna mendukung data utama.

4.1 Ruang Lingkup Penelitian


4.1.1 Lokasi
Penelitian dilaksanakan di SMA Negeri 12 Semarang. Alamat sekolah yaitu Jalan
Raya Gunung Pati,Plalangan,Gunung Pati,Semarang ,Provinsi Jawa Tengah.
4.1.2 Subjek Penelitian
Subjek Penelitian ini adalah siswa kelas XI IPA SMA Pada sampel penelitian
ini yaitu 1 kelas XI IPA SMA Negeri 12 Semarang
Populasi penelitian ini yaitu siswa kelas XI IPA SMA Negeri 12 Semarang.
4.2 Prosedur Penelitian
4.2.1 Tahap Persiapan Penelitian
1. Menentukan populasi.
2. Melakukan observasi atau wawancara guru fisika di sekolah.
3. Mengidentifikasi masalah, membuat rumusan masalah, membuat landasan teori
serta kerangka berpikir untuk merumuskan hipotesis, menentukan jenis dan
desain penelitian.
4. Menetapkan materi yang akan digunakan dalam penelitian.
5. Membuat proposal penelitian.
6. Memperbaiki proposal penelitian dengan bimbingan pada dosen pembimbing.
7. Membuat instrumen penelitian.
8. Melaksanakan uji coba instrumen.
9. Menganalisis hasil uji coba instrumen yang meliputi indeks kesukaran, daya
pembeda, reliabilitas, dan validitas butir soal.

10. Merevisi instrumen penelitian

4.2.2 Tahap Pelaksanaan Penelitian


1. Memberikan pretest kepada kelompok eksperimen
2. Menganalisis jawaban para siswa
3. Memberikan materi pembelajaran dinamika rotasi yang menggunakan aplikasi
trigonometri kepada siswa. Dilakukan observasi selama pembelajaran.
4. Setelah diberikan materi pelajaran siswa dibentuk kelompok dengan 1 kelompok
4 siswa dan berdiskusi mengenai soal yang diberikan dan materi
5. Memberikan posttest kepada kelompok eksperimen.

6. Menganalisis jawaban posttest siswa

4.3 Metode Pengumpulan Data


4.3.1 Metode Pengumpulan Data Kuantitatif
4.3.1.1 Tes

Arikunto (2013: 67) menyatakan bahwa tes adalah alat atau prosedur yang
digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan
aturan-aturan yang sudah ditentukan. Tes ini digunakan untuk memperoleh data
mengenai kemampuan fisika kelas XI. Sebelum dilakukan tes, instrumen tes harus
diuji cobakan pada kelas uji coba, uji coba dilakukan untuk mengetahui indeks
kesukaran, daya pembeda, reliabilitas, dan validitas butir soal tes. Dalam penelitian
ini, terdapat pretest, dan posttest. Adapun bentuk tes yang digunakan adalah uraian.
4.3.2 Metode Pengumpulan Data Kualitatif
4.3.2.1 Wawancara

Sugiyono (2015: 316) menuturkan, wawancara digunakan sebagai teknik


pengumpulan data jika peneliti ingin melakukan studi pendahuluan untuk
menemukan permasalahan yang harus diteliti, tetapi juga jika peneliti ingin
mengetahui hal-hal dari responden yang lebih mendalam. Wawancara yang dilakukan
adalah wawancara semiterstruktur. Tujuan dari wawancara semistruktur menurut
Sugiyono (2015: 318) adalah untuk menemukan permasalahan yang lebih terbuka,
dimana pihak yang diajak wawancara diminta untuk menyampaikan pendapat dan
ide-idenya.
Wawancara dalam penelitian ini dilakukan pada guru fisika kelas XI ,untuk
mengetahui permasalahan yang dialami guru dan siswa.
4.3.2.2 Observasi
Sugiyono (2015: 203) menuturkan bahwa observasi sebagai metode
pengumpulan data mempunyai ciri yang spesifik bila dibanding metode yang lain.
Observasi tidak terbatas pada orang, tetapi juga objek-objek alam yang lain.
Observasi biasa digunakan dalam penelitian yang berkaitan dengan perilaku manusia
dan proses pembelajaran. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi
terstruktur dimana observasi dirancang sistematis, peneliti telah mengetahui tentang
apa yang akan diamati, kapan, dan dimana tempat penelitian. Pengambilan data
berupa lembar observasi yang dilakukan dengan check list.

4.4 Instrumen Penelitian


4.4.1 Instrumen Penelitian Kuantitatif
4.4.1.1 Tes Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis

Dalam penelitian ini, instrumen tes terdiri dari pretest, tes 1, posttest. Pretest
yaitu tes awal yang bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan masalah
matematis dan fisika pada siswa sebelum mendapatkan perlakuan pembelajaran PBL
terintegrasi STAD pada kelompok eksperimen. Posttest yaitu tes akhir dengan materi
keseluruhan, yang bertujuan untuk mengetahui penguasaan trigonometri siswa pada .
Tes kemampuan pemecahan masalah matematis yang digunakan adalah tes
berbentuk uraian. Penyusunan instrumen tes dilakukan melalui beberapa langkah
yang terdiri atas: (1) pembatasan materi yang diujikan yaitu dinamika rotasi, (2)
penentuan bentuk soal berupa soal uraian, (3) penentuan banyak butir soal, (4)
penentuan alokasi waktu pengerjaan, (5) penyusunan kisi-kisi soal, (6) penyusunan
butir soal serta kunci jawaban dan pedoman penskoran, (7) menguji cob instrumen
penelitian pada kelas uji coba yang telah ditentukan, (8) analisis hasil uji coba
meliputi validitas, reliabilitas, butir soal, daya pembeda, dan indeks kesukaran, (9)
pemilihan butir soal yang akan digunakan, (10) penggunaan soal.
Sebagai instrumen, tes harus valid dan reliabel untuk menjamin ketercapaian
tujuan dan fungsi tes. Pada penyusunan soal tes kemampuan pemecahan masalah
matematis, peneliti menganalisis butir soal melalui uji validitas, reliabilitas, daya
pembeda, dan indeks kesukaran pada soal uji coba.
Uji coba soal dilakukan dilakukan pada kelas VIII E dengan 30 responden.
Dari hasil analisis uji coba soal, peneliti dengan pertimbangan dari dosen
pembimbing, mengambil keputusan bahwa 8 butir soal uji coba dapat digunakan.
Adapun uji-uji tersebut secara rinci dijelaskan sebagai berikut.
1. Validitas Tes

Arikunto (2013: 82) menyatakan secara keseluruhan terdapat empat validitas


yaitu validitas isi, validitas konstruk, validitas empiris, dan validitas prediksi.
Berkaitan dengan penelitian ini, tes yang disusun tidak bersifat prediktif karena
bertujuan untuk mengetahui gambaran kemampuan pemecahan masalah matematis
siswa. Validitas isi berkaitan dengan mampu tidaknya tes ini mengukur ketercapaian
tujuan yang telah dirumuskan. Validitas konstruk berkaitan dengan kemampuan
masing-masing butir soal untuk membangun tujuan tes. Tujuan tes dapat tercapai jika
setiap butir tes mampu mengukur indikator yang berkaitan. Untuk mengetahui
validitas isi dan validitas konstruk, dilakukan pengecekan oleh pakar yang dalam hal
ini adalah dosen pembimbing dan guru pengampu. Sementara validitas empiris
dilakukan melalui hasil uji coba.
Setelah diuji coba, selanjutnya dilakukan pengujian validitas butir soal. Uji
validitas dilakukan untuk mengetahui tingkat kevaliditasan atau keabsahan dari suatu
alat ukur. Instrumen dikatakan valid jika instrumen tersebut dapat mengukur apa yang
seharusnya diukur. Menentukan koefisien validitas peneliti menggunakan rumus
korelasi product moment dari Karl Pearson. Adapun rumus yang terdapat dalam
Sugiyono (2015: 356) adalah sebagai berikut.

Keterangan:

koefisien korelasi antara skor item ( ) dengan skor total ( ),

banyak subjek,

jumlah skor item,


jumlah skor total

Setelah diperoleh nilai , kemudian dibandingkan dengan nilai product

moment, dengan menentukan taraf signifikan 5%, jika maka alat ukur

atau instrumen tersebut valid (Sugiyono, 2015: 357). Analisis validasi ini dilakukan
menggunakan program Microsoft Excel, diperoleh hasil seperti pada Tabel 3.2.
Tabel 3.2 Hasil Analisis Validasi Soal Uji Coba

Butir Soal Kriteria


1 0,61662386 Valid
2 0,686978167 Valid
3 0,614238005 Valid
4 0,569542869 Valid
5 0,726842681 Valid
6 0,79313694 Valid
7 0,800887677 Valid
8 0,82255873 Valid

Berdasarkan hasil analisis tersebut, butir soal 1 sampai 8 diperoleh

Sehingga dapat disimpulkan bahwa semua butir soalnya valid.

Perhitungan hasil analisis beserta cara untuk memperolehnya dapat dilihat pada
Lampiran 12.

2. Reliabilitas Tes

Selain valid, tes juga harus reliabel. Tes dapat dikatakan memiliki reliabilitas
apabila instrumen tersebut jika digunakan untuk mengukur berkali-kali dapat
menghasilkan data yang sama. Untuk mengetahui tingkat realibilitas pada tes
kemampuan komunikasi matematis yang berbentuk uraian digunakan rumus Alpha
Cronbarch (Arikunto, 2013: 122) sebagai berikut.

dengan

Keterangan:
koefisien reliabilitas,

banyak butir soal,

: jumlah siswa,

variansi skor butir ke-i,

variansi skor total,

: skor tiap butir soal.

Setelah hasil perhitungan diperoleh, kemudian dibandingkan dengan

dengan taraf signifikansi 5%. Jika maka soal tersebut reliabel.

Selanjutnya koefisien reliabilitas dikonfrensikan dengan kriteria menurut Guilford


(1956) sebagaimana dikutip Lestari & Yudhanegara (2017: 206), kriteria itu secara
rinci disajikan seperti Tabel 3.3.
Tabel 3.3 Kriteria Koefisien Korelasi Reliabilitas Instrumen
Koefisien Korelasi Korelasi Interpretasi Reliabilitas
Sangat tinggi Sangat tetap/sangat baik
Tinggi Tetap/baik
Sedang Cukup tetap/cukup baik
Rendah Tidak tetap/tidak baik
Sangat rendah Sangat tidak tetap/sangat tidak baik
Analisis reliabilitas ini dilakukan menggunakan program Microsoft Excel.
Diperoleh hasil seperti pada Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Hasil Analisis Reliabilitas Soal Uji Coba

Kriteria
0,821073 Reliabilitas Tinggi

Soal tersebut mempunyai koefisien korelasi sebesar 0,821073 sedemikian


hingga lebih besar dari Dapat disimpulkan bahwa soal tersebut reliabel dan

termasuk dalam kriteria reliabilitas yang tinggi. Untuk perhitungan lebih lengkapnya
dapat dilihat pada Lampiran 13.
.
4.4.2 Instrumen Penelitian Kualitatif
4.4.2.1 Lembar Observasi

Lembar observasi adalah berupa kerangka kerja kegiatan penelitian yang


dalam bentuk skala nilai atau berupa catatan temuan hasil penelitian. Lembar
observasi ini digunakan untuk memperoleh data mengenai aktivitas siswa
dalam pembelajaran PBL bernuansa etnomatematika

4.5 Analisis Data


4.5.1 Analisis Data Kuantitatif
4.5.1.1 Analisis Prasyarat

Sebelum peneliti memberi perlakuan kepada sampel, peneliti melakukan


analisis prasyarat. Analisis ini menggunakan data nilai rapor kelas VIII semester
gasal tahun 2018/2019. Analisis uji prasyarat berguna untuk mengetahui apakah
sampel memiliki kondisi awal yang sama, analisis awal meliputi uji normalitas dan
uji homogenitas.
1. Uji Normalitas

Pengujian normalitas menggambarkan bahwa sampel yang diambil berasal


dari populasi yang berdistribusi secara normal. Oleh karena itu, sebelum pengujian
hipotes, maka terlebih dahulu akan dilakukan uji normalitas data (Sugiyono, 2015:
241). Dalam penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan program
Software Statistik Passage For The Sosial Sciense (SPSS) for Windows, yaitu uji
statistik Kolmogorof-Smirnov. Dengan hipotesis sebagai berikut.
sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal

sampel berasal dari populasi yang berdistribusi tidak normal

Kriteria pengujian Terima jika nilai Sig. (2-tailed) artinya

berdistribusi normal. Selain itu, ditolak. Jika populasi berdistribusi normal maka

dapat dilanjutkan dengan uji homogenitas.


2. Uji Homogenitas Varians

Uji homogenitas dilakukan untuk memperoleh asumsi bahwa sampel


penelitian memiliki varians yang sama. Dalam penelitian ini uji homogenitas
dilakukan dengan menggunakan Software Statistik Passage For The Sosial Sciense
(SPSS) for Windows, yaitu uji statistik Levene Dengan hipotesis sebagai berikut.
kedua varians homogen

kedua varians tidak homogen

Kriteria pengujian Terima jika nilai Sig. (2-tailed) artinya kedua

varians homogen. Selain itu, ditolak.

1. Uji Hipotesis
Uji hipotesis (uji peningkatan kemampuan pemecahan masalah siswa) dalam
penelitian ini dilakukan perhitungan rata-rata selisih pretest dan posttest siswa pada
materi dinamika rotasi. Variabel yang terlibat dalam hipotesis adalah variabel bebas
yaitu model pembelajaran dan variabel terikat yaitu kemampuan pemecahan masalah
matematis siswa. Adapun perhitungannya diilustrasikan seperti Tabel 3.8.
Tabel 3.8 Perhitungan Uji Hipotesis 2

Kelompok Eksperimen
Pretest Posttest Selisih

... ... ...

Setelah didapatkan hasil rata-rata selisih pretest dan posttest dari masing-
masing kelas ( dan ), kemudian keduanya dibandingkan. Sehingga akan

diketahui kelas mana yang peningkatan kemampuan pemecahan masalah


matematisnya lebih tinggi.
Digunakan uji Independent Sample T-test untuk mengetahui apakah
peningkatan dari kedua kelas tersebut berbeda signifikan atau tidak. Dalam
penelitian ini uji Independent Sample T-test dilakukan dengan menggunakan
Software Statistik Passage For The Sosial Sciense (SPSS) for Windows, dengan
hipotesis sebagai berikut.
tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata selisih pretest

dan posttest antara kelompok eksperimen dengan kontrol.


terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata selisih pretest dan

posttest antara kelompok eksperimen dengan kontrol.


Kriteria pengujian Terima jika nilai Sig. (2-tailed) artinya tidak

terdapat perbedaan signifikan antara rata-rata selisih pretest dan posttest antara
kelompok eksperimen dengan kontrol. Selain itu, ditolak.

Anda mungkin juga menyukai