Anda di halaman 1dari 42

PROPOSAL

MATA KULIAH PENELITIAN PENDIDIKAN II

“Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada
Pembelajaran Tematik Terpadu Tema 5 di Kelas IV Sekolah Dasar”

Oleh:

Nama : Miftahul Fadillah

Nim : 18129281

Seksi : 18 BB 04

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

2021
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Hasil belajar ialah tolak ukur dari apa yang telah dipelajari siswa.
Sebagaimana menurut Purwanto (2002) Hasil belajar adalah kompetensi yang
diterima oleh siswa sesudah proses pembelajaran dilakukan, yang bisa memberikan
perubahan tingkah laku pada siswa baik dari segi sikap, pemahaman, keterampilan
dan pengetahuan supaya menjadi lebih baik lagi.Suatu proses pembelajaran dikatakan
berhasil jika hasil belajar yang diperoleh siswa tersebut tinggi atau mencapai KKM
yang telah ditentukan oleh sekolah.
Pembelajaran yang berlangsung di sekolah tentu tidak akan terlepas dari
peraturan dan kurikulum yang telah ditentukan. Pada saat sekarang ini di negara kita
tengah mengimplementasikan kurikulum 2013 yang berbasis pada pembelajaran
tematik. Pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang berpusat pada tema.
Sebagaimana menurut Majid (2014) pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang
menjadikan tema sebagai fokus pembelajaran baik yang berasal dari bidang studi
yang bersangkutan maupun dari bidang studi lainnya. Pada pembelajaran tematik
terdapat dua mata pelajaran atau lebih yang yang diintegrasikan dalam satu
pembelajaran yang disebut dengan pembelajaran terpadu. Pembelajaran terpadu
adalah suatu pembelajaran yang mengintegrasikan dua atau lebih mata pelajaran.
Sebagimana menurut Ananda (2018), Pembelajaran terpadu adalah pendekatan dalam
proses pembelajaran dengan menggabungkan dua atau lebih mata pelajaran yang
terpaut dari segi harmonis sehingga memberikan pengetahuan yang bermakna kepada
siswa.
Dengan pembelajaran bermakna siswa diharapkan dapat menguaisai materi
pembelajaran melalui pembelajaran langsung dan nyata yang menghubungkan antar
konsep-konsep antar maupun intra mata pelajaran. Melalui pembelajaran langsung
dan nyata siswa diajak menemukan sendiri konsep pembelajarannya yang dikaitkan
dengan permasalahan nyata siswa tersebut, sehingga nantinya tujuan pembelajaran
yang disusun oleh guru dapat berjalan dengan maksimal atau tercapai oleh peserta
didik, yang tertuang dalam bentuk hasil belajar berupa angka atau simbol yang telah
disepakati oleh penyelenggara pendidikan. Menurut Brown, Collins, dan Duguid
(1989), mengemukakan bahwa pembelajaran bermakna berupaya melibatkan para
peserta didik aktif, pembelajaran disengaja, otentik, konstruktif, dan kooperatif.
Namun, pada kenyataannya hasil belajar yang diperoleh siswa masih rendah
dan belum mencapai KKM. Sehubungan dengan itu, Damayanti (2018)
mengemukakan bahwa masalah yang ia temukan berdasarkan hasil pengamatannya
yaitu proses pembelajaran masih teacher center karena guru kurang mengikutsertakan
siswa secara aktif dalam proses pembelajaran, guru cenderung menjelaskan dengan
metode ceramah, guru kurang menumbuh kembangkan kemampuan siswa dalam
berdikusi dan bekerja sama dalam kelompok masing-masing, hal tersebut berdampak
pada hasil belajar siswa yang rendah dan tidak mencapai KKM yaitu 75.
Menurut Waslina, Farida, Fitria, dan Mudjiran (2019) mengemukakan bahwa
ada beberapa masalah yang ia temukan pada saat melakukan penelitian yaitu hasil
belajar siswa terhadap tiga ranah yaitu: keterampilan, pengetahuan, serta sikap
tergolong rendah. Pada setiap semester, sikap siswa belum terlihat adanya
peningkatan. Kemudian, siswa belum mampu menyelesaikan masalah-maslah konkrit
yang ada disekitarnya dan belum menjadi pembelajar yang mandiri, serta belum
mampu melakukan penemuan-penemuan baru dalam pembelajaran. Dari data hasil
ulangan yang diperoleh terlihat hasil ulangan harian siswa belum memenuhi KKM
yang sudah ditetapkan sekolah yaitu 75 dalam pelaksanaan di lapangan. Guru belum
terlihat menggunakan model pembelajaran atau pendekatan yang sesuai dengan
materi, guru hanya menggunakan pembelajaran yang konvensional.
Menurut seorang peneliti mengemukakan bahwa penyebab rendahnya hasil
belajar peserta didik diduga karena penggunaan model pembelajaran yang belum
cocok serta pembelajaran yang bersifat konvensional yang dapat dilihat pada proses
pembelajaran yang Teacher Centerdapat dilihat pada guru masih menggunakan
metode ceramah,siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran, dan siswa belum
cakap berpikir secara kritis untuk mengolah informasi dari sumber belajar yang
diperoleh selama proses pembelajaran berlangsung (Monika, 2018).
Mempertegas pernyataan diatas, Sari (2017) mengatakan bahwa nilai ulangan
tengah semester ganjil sisa kelas IV B dan IV A mata pelajaran IPS masih banyak
yang belum tuntas. Penyebab hasil belajar siswa tergolong rendah yaitu (1)
pembelajaran teacher centered, (2) kebanyakan peserta didik tidak aktif saat proses
pembelajaran, dan (3) tidak diimplementasikannya pembelajaran yang berbasis pada
masalah sehingga menyebabkan peserta didik belum bisa berperan aktif dalam
pembelajaran IPS.
Melihat adanya kesenjangan antara harapan dan kenyataan di lapangan. Maka
dibutuhkan sebuah model pembelajaran yang bisa meningkatkan hasil belajar siswa.
Model pembelajaran adalah suatu rancangan tahapan proses pembelajaran yang dibuat
oleh guru dari awal sampai berakhirnya pembelajaran. sebagaimana, menurut Istarani
(2011) mengatakan bahwa model pembelajaran adalah semua rangkaian penyampaian
materi pembelajaran yang meliputi tiga macam aspek yaitu, sebelum, sedang, dan
sesudah proses pembelajaran yang disajikan oleh guru serta seluruh fasilitas yang
dibutuhkan terkait dengan materi pembelajaran.
Salah satu model pembelajaran yang bisa digunakan untuk mencegah berbagai
permasalahan dalam proses pembelajaran yaitu model pembelajaran Problem Based
Leraning. Model pembelajaran Problem Based Leraning adalah model pembelajaran
yang menjadikan sebuah masalah dunia nyata yang bersifat kontekstual sehingga
siswa dapat aktif dalam proses pemecahan masalah tersebut. Sebagaimana, menurut
Duch (1995) model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model pembelajaran
yang mendorong peserta didik untuk belajar secara aktif dalam kelompok untuk
mencari solusi yang dimunculkan dari permasalahan dunia nyata. Permasalahan
tersebut berfungsi untuk merangsang rasa ingin tahu peserta didik pada materi
pembelajaran.
Model Problem Based Learning (PBL) yaitu model pembelajaran yang
bermakna dengan pendekatan pembelajaran pada masalah autentik, sehingga
mendorong pemikiran tingkat tinggi peserta didik (Arends, 2008). Model Problem
Based Learning (PBL) bisa memberikan peluang kepada siswauntuk mengutarakan
ide, memberi pengalaman yang berhubungan dengan ide yang dimiliki peserta didik
(Tiarawati, 2014).
Masing-masing model pembelajaran mempunyai karakteristiknya masing-
masing yang menjadi ciri khas masing-masig model pembelajaran tersebut. Adapun
Abidin (2014) mengatakan ada beberapa karakteristik model Problem Based
Learning (PBL) yaitu : 1) di awal pembelajaran dimunculkan masalah, 2) masalah
tersebut bersifat kontestual dan otentik, 3) tujuan memunculkan masalah tersebut
untuk merangsang peserta didik berpendapat secara multiperspektif, 4) masalah
tersebut untuk mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik,
5) mempergunakan berbagai sumber belajar, 6) berpusat pada pengembangan belajar
mandiri, 7) menitikbertakan pada memecahkan masalah, penguasaan pengetahuan,
dan pemerolehan keterampilan meneliti, 8) kegaitan pembelajaran secara kolaboratif,
kooperatif, dan komunikatif, 9) peserta didik didorong untuk berpikir tingkat tinggi,
yaitu evaluatif, analisis, dan sintesis, 10) pada akhir pembelajaran diberikan evaluasi.
Tidak berbeda dengan model pembelajaran lainnya, model Problem Based
Learning (PBL) juga mempunyai keunggulan dalam pengimplementasian. Trianto
(2009) mengatakan keunggulan model Problem Based Learning, yaitu: 1)
mengembangkan kemahiran memecahkan masalah, 2) penyimpanan konsep lebih
mendalam, 3) mengembangkan sifat mencari tahu peserta didik, 4) materi sesuai
dengan kebutuhan peserta didik, 5) masalah yang idmunculkan sesuai dengan
kehidupan sehari-hari peserta didik.
Kemudian Shoimin (2014) mengatakan keunggulan model Problem Based
Learning (PBL) yaitu: 1) siswa mempunyai kecakapan berkomunikasi yang baik
dalam berdiskusi kelompok, 2) siswa mempunyai kecakapan mengukur sejauh mana
kemajuan belajarnya, 3) peserta didik memperoleh sumber belajar dari berbagai
sumber seperti buku, orang, dan internet, d) dalam kelompok peserta didik berpikir
secara ilmiah, 4) permasalahan yang di munculkan sesuai dengan materi yang
diajarkan, 5) siswa mengembangkan kecakapan pengetahuannya melalui belajar,
6)peserta didik dituntut memiliki kecakapan memecahkan permasalahan kehidupan
sehari-hari.
Bersumber dari pemaparan tersebut, penulis memutuskan untuk mengambil
judul penelitian “Pengaruh Model Problem Based Learning Terhadap Hasil
Belajar Siswa Pada Pembelajaran Tematik Terpadu Tema 5 di Kelas IV Sekolah
Dasar”.

B. Identifikasi Masalah
Bersumber pada penjelasan di atas, maka permasalahan pada penelitian yang
akan dilakukan bisa diidentifikasi yaitu:
1. Hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik terpadu masih rendah.
2. Penggunaan model pembelajaran yang belum cocok dengan materi dan kebutuhan
siswa.
3. Pembelajaran masih teacher center karena guru menggunakan metode ceramah.
4. Siswa kurang aktif dalam proses pembelajaran.
5. Guru kurang menumbuh kembangkan kemampuan siswa dalam berdikusi dan
bekerja sama dalam kelompok masing-masing.
6. Siswa belum cakap berpikir secara kritis untuk mengolah informasi dari sumber
belajar yang diperoleh selama proses pembelajaran berlangsug.
7. Tidak diimplemetasikannya pembelajaran yang bersumber pada masalah
menyebabkan peserta didik belum bisa aktif dalam proses pembelajaran

C. Pembatasan Masalah
Bersumber pada penjelasan di atas penting adanya batasan masalah dalam
penelitian ini.penulis membatasi permasalahan atas pengaruh model Problem Based
Learning (PBL) pada pembelajaran tematik terpadu tema 5 di kelas IV Sekolah Dasar.

D. Rumusan Masalah
Bersumber pada batasan masalah yang dikemukakan tersebut, maka rumusan
masalah yang dikemukakan oleh penulis yaitu apakah terdapat Pengaruh model
Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran
tematik terpadu tema 5 di kelas IV Sekolah Dasar?

E. Asumsi Penelitian
Bersumber pada penjelasan yang dikemukakan di atas, sehingga penulis
berasumsi bahwa dengan menerapkan model Problem Baed Learning (PBL) akan
dapat meningkatkan hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik terpadu tema 5 di
kelas IV Sekolah Dasar.

F. Tujuan Penelitian
Bersumber pada asumsi penelitian yang dikemukakan di atas penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh model Problem Based Learning (PBL)
terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik terpadu tema 5 di kelas IV
Sekolah Dasar.

G. Manfaat Penelitian
Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini dari segi teoritis dan praktis.
1. Manfaat teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dipergunakan sebagai rujukan dalam
pemecahan masalah atas kendala-kendala dalam proses pembelajaran dengan
menerapkan model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) sebagai
solusinya.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
Model pembelajaran Problem Based Learning dijadikan sebagai solusi
untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik.
b. Bagi Peserta Didik
1) Supaya peserta didik lebih memahami materi pembelajaran yang
diajarkan dengan menggunakan model pembelajaran Problem Based
Learning.
2) Dengan penerapan model pembelajaran Problem Based Learningdapat
meningkatkan minat belajar peserta didik serta pembelajaran lebih
bermakna.
c. Bagi Guru
Untuk memperbanyak pengalaman dan wawasan guru dalam mililih
penggunaan model pembelajaran yang sesuai dengan karakteristik siswa dan
materi pembelajaran.

II. LANDASAN TEORI


A. Kajian Pustaka
1. Model Pembelajaran Problem Based Learning
a. Pengertian Model Problem Based Learning
Model Problem Based Learning (PBL) adalah suatu model
pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk belajar secara berkelompok
untuk mencari solusi yang dimunculkan dari permasalahan dunia nyata.
Permasalahan tersebut berfungsi untuk merangsang rasa ingin tahu peserta
didik pada materi pembelajaran (Duch, 1995).
Model PBL adalah suatu model pembelajaran yang merangsang
peserta didik untuk belajar, karena model ini menjadikan permasalahan nyata
dalam kehidupan sehari-hari peserta didik yang bersifat kontekstual
(Kurniasih, 2014).
Model PBL adalah model pembelajaran yang mendorong peserta didik
berpikir kritis, mendapatkan konsep dan pengetahuan yang mendasar dari
materi pembelajaran serta memilki keterampilan pemecahan masalah. Yang
mana masalah tersebut berasal dari masalah dunia nyata (Kunandar, 2008).
Selanjutnya Trianto (2011) mengatakan model PBL merupakan suatu
model pembelajaran yang didasarkan berdasarkan pada banyaknya
permasalahan yang membutuhkan penyelidikan autentik yakni penyelididkan
yang membutuhkan penyelesaian nyata dari permasalahan yang nyata.
Sani (2015) mengemukakan bahwa PBL adalah suatu model
pembelajaran yang penerapannya diawali dengan mengajukan suatu
permasalahan, pertanyaan-pertanyaan, memfasilitasi penyelidikan, dan
menggagas dialog. Permasalahan yang dimunculkan selayaknya permasalahan
yang ditemukan siswa dalm kehidupan sehari-harinya yang bersifat
kontekstual sesuai dengan tuntutan kurikulum mata pelajaran.
Dari beberapa pendapat para ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
model Problem Based Learning merupakan suatu model pembelajaran yang
menjadikan siswa aktif, kritis, bekerjasama dalam kelompok, merangsang rasa
ingin tahu, dan terampil dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan
permasalahan dunia nyata yang bersifat kontekstual sehingga memperoleh
konsep dan pengetahuan sesuai dengan tuntutan kurikulum mata pelajaran.

b. Karakteristik Model Problem Based Learning


Model PBL mempunyai beberapa katakteristik: menyampaikan suatu
masalah atau pertanyaan, pembelajaran dirancang bersumber dari masalah
agar peserta didik mampu menemukan sendiri informasi sebanyak-banyaknya
terkait dengan pemecahan masalah yang dimunculkan, siswa diharapkan
mampu untuk bekerjasama dalam melakukan peyelidikan, autentik,
keterkatitan antar disiplin, dan menciptakan suatu peragaan atau karya
(Trianto, 2009).
Selanjutnya karaketristik model PBL menurut Sani (2015), yaitu
pembelajaran diawali dengan pembahas suatu permasalahan, permasalahan
tersebut berkaitan dengan keadaan dunia nyata, informasi yang diberikan
berkaitan dengan permasalahan yang dimunculkan, peserta didik bekerja
berkelompok, siswa belajar secara aktif, komulatif, terhubung dan terintegrasi,
serta dengan rasa ingin tahu yang tinggi peserta didik menggunakan sumber
belajar yang sesuai dengan materi pembelajaran sehingga bisa
mengidentifikasi dan menemukan jawaban dari permasalahan yang ada.
Menurut Amir (2008), ciri-ciri atau karakteristik PBL antara lain: 1)
pembelajaran di-awali dengan pemberian masalah; 2) siswa berkelompok
secara aktif merumuskan masalah; 3) mempelajari dan mencari sendiri materi
yang ber-hubungan dengan masalah serta melaporkan solusinya
Wulandari dan Herman (2013) mengatakan karakteristik model PBL
adalah: (1) pembelajaran dimulai dengan pemberian masalah yang
mengambang yang berhubungan dengan kehidupan nyata; (2) masalah dipilih
sesuai dengan tujuan pembelajaran; (3) siswa menyelesaikan masalah dengan
penyelidikan auntetik; (4) secara bersama-sama dalam kelompok kecil, siswa
mencari solusi untuk memecahkan masalah yang diberikan; (5) guru bertindak
sebagai tutor dan fasilitator; (6) siswa bertanggung jawab dalam memperoleh
pengetahuan dan informasi yang bervariasi, tidak dari satu sumber saja; (7)
siswa mempresentasikan hasil penyelesaian masalah dalam bentuk produk
tertentu.
Karakteritik model PBL menurut Abidin (2014) yaitu: 1) di awal
pembelajaran dimunculkan masalah, 2) masalah tersebut bersifat kontestual
dan otentik, 3) tujuan memunculkan masalah tersebut untuk merangsang
peserta didik berpendapat secara multiperspektif, 4) masalah tersebut untuk
mengembangkan sikap, keterampilan, dan pengetahuan peserta didik, 5)
mempergunakan berbagai sumber belajar, 6) berpusat pada pengembangan
belajar mandiri, 7) menitikbertakan pada memecahkan masalah, penguasaan
pengetahuan, dan pemerolehan keterampilan meneliti, 8) kegaitan
pembelajaran secara kolaboratif, kooperatif, dan komunikatif, 9) peserta didik
didorong untuk berpikir tingkat tinggi, yaitu evaluatif, analisis, dan sintesis,
10) pada akhir pembelajaran diberikan evaluasi.

c. Langkah-langkah Model Problem Based Leraning


Masing-masing model pembelajaran mempunyai langkah-langkah
pembelajarannya tersendiri. Model Problem Based Learning juga memiliki
langkah-langkah pembelajarannya tersendiri untuk merancang pembelajaran.
Shoimin (2014) mengemukakan langkah-langkah model Problem Based
Learning (PBL) yaitu: 1) guru menyampaikan tujuan pembelajaran. 2) peserta
diorganisasikan dan mendefenisikan tugas oleh guru yang berkaitan dengan
masalah yang dimunculkan, 3) peserta didik dirangsang oleh guru
menghimpun berbagai informasi atau bahan belajar sesuai dengan
permasalahan yang ada, 4) peserta didik setiap kelompok dibantu oleh guru
dalam meyelesaikan permasalahan seperti membuat laporan, membuat karya,
5) peserta didik dibimbing oleh guru dalam mengerjakan evaluasi atau
merefleksikan pembelajaran.
Pendapat lain menjelaskan langkah-langkah model PBL yaitu
(Sanjaya, 2007): 1) Memunculkan permasalahan. Peserta didik dibimbing oleh
guru bisa menentukan kesenjangan di lingkungan social atau fenomena yang
dirasakan oleh manusia, 2) Merumuskan Permasalahan. Berguna bagi peserta
didik untuk mengumpulkan data dan menyelesaikannya sesuai dengan
permasalahan yang ada, 3) Merumuskan hipotesis. Peserta didik bisa
menganalisis sebab akibat dari permasalahan yang ada tadi, maka ia dapat
menetukan penyelesaina masalah, 4) mengumpulkan data. Data yang
dikumpulan harus sesuai dengan hipotesis serta permasalahan yang ada, 5)
menguji hipotesis. Peserta didik dapat menyeleksi hipotesis yang ditolak dan
diterima sesuai dengan permasalahan yang ada, 6) memutuskan penyelesaian.
Peserta didik dapat mengira-ngira dalam memilih penyelasaian masalah,
apakah bisa digunakan atau tidak.
Menurut Sugiyanto (dalam Nuraini dan Kristin, 2017) mengemukakan
ada 5 tahap yang harus dilaksanakan dalam PBL, yaitu: (1) memberikan
orientasi tentang permasalahannya kepada siswa, (2) mengorganisasikan siswa
untuk meneliti, (3) membantu investigasi mandiri dan kelompok, (4)
mengembangkan dan mempresentasikan hasil, (5) menganalisis dan
mengevaluasi proses mengatasi masalah.
Sedangkan menurut Trianto (2009) ada lima langkah-langkah model
PBL yaitu: Langkah pertama, mengorientasi siswa pada masalah. Pada tahap
ini siswa mendengarkan guru menyampaikan tujuan pembelajaran,
menyampaikan peralatan yang dibutuhkan sesuai dengan permasalahan yang
ada, atau guru bisa bercerita atau berdemonstarsi untuk mengaitkannya
dengan permasalahan yang dimunculkan. Langkah kedua, mengorganisasi
siswa untuk belajar. Pada tahap ini siswa dibentuk dalam beberapa kelompok,
guru membimbing siswa dalam mengorganisasi atau mendefenisikan tugas
belajar yang berkaitan dengan permasalahan yang dimunculkan. Langkah
ketiga, membimbing penyelidikan baik secara kelompok atau individu. Pada
tahap ini, siswa didorong untuk menghimpun berbagai materi atau informasi
yang berkaitan dengan masalah yang dimunculkan tadi. Tahap keempat,
mengembangkan dan menyajikan hasil. Pada Tahap ini siswa dalam kelompok
masing-masing membuat laporan, menyiapkan dokumentasi, hasil karya yang
akan disajikan di depan kelas. Tahap kelima, menganalisis dan mengevaluasi
proses serta hasil pemecahan masalah. pada tahap ini siswa melakukan refleksi
terkait dengan materi pembelajaran atau diberikan evaluasi berkaitan dengan
materi pembelajaran dan penyelidikan yang telah mereka kerjakan.
Sejalan dengan pendapat diatas, Ibrahim (2003) mengemukakan
Langkah-langkah model PBL yaitu sebagai berikut: (1) Orientasi siswa pada
masalah, siswa mendengarkan penjelasan dari guru tentang tujuan
pembelajaran, menjelaskan logistik yang dibutuhkan, mengajukan fenomena,
demonstrasi, atau cerita untuk memunculkan masalah, memotivasi siswa untuk
terlibat dalam pemecahan masalah yang dipilih, (2) Mengorganisasi siswa
untuk belajar, siswa dibantu guru untuk mendefinisikan dan
mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan dengan masalah tersebut,
(3) Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, siswa
mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen, untuk
mendapatlan penjelasan dan pemecahan masalah, (4) Mengembangkan dan
menyajikan hasil karya, siswa merencanakan dan menyiapkan karya yang
sesuai, seperti laporan, video, dan model serta membantu mereka untuk
berbagi tugas dengan temannya, (5) Menganalisis dan mengevaluasi proses
pemecahan masalah, siswa bersama guru melakukan refleksi atau evaluasi
terhadap penyelidikan mereka dan proses-proses yang mereka gunakan.
Bersumber dari pendapat ahli di atas, penulis menggunakan tahap-
tahap model PBL yang dipaparkan Trianto, karena setiap tahapan model
tersebut memiliki urutan yag jelas, saling berkaitan antara satu tahapan dengan
tahapan yang lainnya dan mudah dipahami.

d. Kelebihan dan Kelemahan Model Problem Based Learning


Masing-masing model pembelajaran memiliki kelebihan dan
kelemahannya masing-masing. Begitupun dengan model Problem Based
Learning juga ada kelebihan dan kelemahannya. Berikut ini dijabarkan
kelebihan dan kelemahan model Problem Based Learning menurut beberapa
ahli.
1) Kelebihan Model Problem Based Learning
Trianto (2009) menjelaskan keunggulan model pembelajaran
Problem Based Learning yaitu: 1) mengembangkan kemahiran
memecahkan masalah, 2) penyimpanan konsep lebih mendalam, 3)
mengembangkan sifat mencari tahu peserta didik, 4) materi sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, 5) masalah yang di munculkan sesuai dengan
kehidupan sehari-hari peserta didik.
Menurut Lindinillah (dalam Suliyati, dkk, 2018) kelebihan dari
model PBL adalah sebagai berikut: (1) Peserta didik didorong untuk
memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata dan
membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar, (2)
Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada
hubungannya tidak perlu dipelajari oleh peserta didik pada saat itu. Hal ini
mengurangi beban peserta didik dengan menghafal atau menyimpan
informasi, (3) Meningkatkan kekompakan antar peserta didik serta peserta
didik dapat saling membantu melalui kerja kelompok, (4) Peserta didik
akan terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari
perpustakaan, internet, wawancara dan observasi sehingga peserta didik
memiliki kemampuan menilai kemajuan belajarnya sendiri, (5) Peserta
didik memiliki kemampuan untuk melakukan komunikasi ilmiah dalam
kegiatan diskusi atau presentasi hasil pekerjaan mereka, (6) Kesulitan
belajar peserta didik secara individual dapat di atasi melalui kerja
kelompok.
Sedangkan Shoimin (2014) mengemukakan kelebihan model PBL
yaitu: yaitu: 1) siswa mempunyai kecakapan berkomunikasi yang baik
dalam berdiskusi kelompok, 2) siswa mempunyai kecakapan mengukur
sejauh mana kemajuan belajarnya, 3) peserta didik memperoleh sumber
belajar dari berbagai sumber seperti buku, orang, dan internet, 4) dalam
kelompok peserta didik berpikir secara ilmiah, 5) permasalahan yang di
munculkan sesuai dengan materi yang diajarkan, 6) siswa
mengembangkan kecakapan pengetahuannya melalui belajar, h) peserta
didik dituntut memiliki kecakapan memecahkan permasalahan kehidupan
sehari-hari.
Selanjutnya Rosidah (2018) mengatakan ada beberapa keunggulan
dari penerapan model PBL pada siswa sekolah dasar, yaitu: (1) Dengan
menerapkan model PBL siswa dapat dilatih kemampuan berpikir dalam
menyelesaikan sebuah persoalan, (2) mengembangkan kemmapuan
berpikri kritis peserta didik, (3) menjadikan peserta didik sebagai aktor
dalam proses pembelajaran, (4) peserta didik aktif untuk mencari informasi
terkait materi yang dipelajarinya, (5) peserta didik belajar menganalisis
suatu masalah, dan (6) mengembangkan rasa percaya diri peserta didik.
Sanjaya (2013) juga mengutarakan pendapatnya mengenai
kelebihan model PBL yaitu: 1) pemecahan masalah mampu menumbuhkan
berpikir kristis peserta didik, 2) dengan pemecahan masalah dianggap
lebih menyenangkan bagi peserta didik, 3) pemecahan masalah bisa
membantu peserta didik untuk menguraikan kecakapan barunya, 4)
pemecahan masalah bisa mendukung peserta didik memindahkan
pemahaman mereka untuk memahami permasalahan yang berkaitan
dnegan masalh dunia nyata peserta didik, 5) aktivitas pembelajaran peserta
didik dapat meningkat karena adanya pemecahan masalah, 6) peserta didik
dapat memahami materi pembelajaran.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
kelebihan dari model PBL yaitu: 1) mengembangkan kemahiran
memecahkan masalah, 2) penyimpanan konsep lebih mendalam, 3)
mengembangkan sifat mencari tahu peserta didik, 4) materi sesuai dengan
kebutuhan peserta didik, 5) masalah yang di munculkan sesuai dengan
kehidupan sehari-hari peserta didik 6) siswa mempunyai kecakapan
berkomunikasi yang baik dalam berdiskusi kelompok, 7) siswa
mempunyai kecakapan mengukur sejauh mana kemajuan belajarnya, 8)
peserta didik memperoleh sumber belajar dari berbagai sumber seperti
buku, orang, dan internet.
2) Kelemahan Model Problem Based Learning
Kekurangan model Problem Based Learning menurut Trianto
(2009) yaitu: 1) dalam proses penyelidikan memerlukan waktu yang
sedikit lama, 2) sesekali terjadi kesalahpahaman konsep, 3) sukar untuk
menemukan permasalahan yang relevan dengan materi pembelajaran, 4)
pembelajaran harus dipersiapkan secara kompleks.
Sedangkan kekurangan PBL menurut Lindinillah (dalam Suliyati,
dkk, 2018) yaitu: (1) PBL tidak dapat diterapkan untuk setiap materi
pelajaran, ada bagian guru berperan aktif dalam menyajikan materi. PBL
lebih cocok untuk pembelajaran yang menuntut kemampuan tertentu yang
kaitannya dengan pemecahan masalah, (2) Dalam suatu kelas yang memiki
peserta didik yang tingkat keegoisannya tinggi akan terjadi kesulitan
dalam pembagian tugas, (3) PBL biasanya membutuhkan waktu yang tidak
sedikit sehingga dikhawatirkan tidak dapat menjangkau seluruh konten
yang diharapkan, (4) Membutuhkan kemampuan guru yang mampu
mendorong kerja peserta didik dalam kelompok secara efektif, artinya guru
harus memiliki kemampuan memotivasi peserta didik dengan baik.
Shoimin (2014) juga berpendapat mengenai kelemahan model PBL
yaitu : 1) jika dalam satu kelas terdapat tingkat keragaman peserta didik
yang tinggi maka guru akan kesusahan dalam membagi tugas
menyebabkan peserta didik menggali sendiri melalui sumbernya, seperti
pengalaman ataupun buku yang ia memiliki, 2) jika siswa tidak kreatif,
aktif dalam proses pembelajaran maka model Problem Based Learning
tidak coock digunakan karena model pembelajaran Problem Based
Learning menuntut siswa aktif dan mampu memecahkan masalah dunia
nyata.
Selanjutnya Rosidah (2018) mengatakan kelemahan dari model
PBL antara lain, (1) manakala peserta didik tidak memiliki minat atau
tidak memiliki kepercayaan bahwa masalah dapat dipecahkan, maka
peserta didik enggan untuk mencoba, (2) keberhasilan penerapan model
PBL memerlukan waktu untuk persiapan.
Sanjaya (2013) mengatakan kekurangan model PBL yaitu: 1)
peserta didik tidak mau mencoba untuk menyelesaikan permasalahan yang
sulit dipecahkan karen peserta didik tidak berminat dan tidak memiliki
kepercayaan bahwa bisa memecahkan masalah tersebut, 2) membutuhkan
waktu yang cukup lama dalam persiapan pelaksanaan model Problem
Based Learning.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
kekurangan dari model PBL yaitu : 1) dalam proses penyelidikan
memerlukan waktu yang sedikit lama, 2) sesekali terjadi kesalahpahaman
konsep, 3) sukar untuk menemukan permasalahan yang relevan dengan
materi pembelajaran, 4) pembelajaran harus dipersiapkan secara kompleks,
5) jika siswa tidak kreatif, aktif dalam proses pembelajaran maka model
Problem Based Learning tidak coock digunakan karena model
pembelajaran Problem Based Learning menuntut siswa aktif dan mampu
memecahkan masalah dunia nyata.

2. Pembelajaran Tematik Terpadu


a. Pengertian Pembelajaran Tematik Terpadu
Pembelajaran tematik adalah suatu proses pembelajaran yang
mengintegrasikan konsep beberapa bidang studi ke dalam suatu tema yang
telah ditetapkan (Suryobroto, 2009).
Pembelajaran tematik merupakan upaya menggabungkan pertumbuhan
dan perkembangan peserta didik serta kompetensi perkembangannya (Sa’ud,
2013).
Pembelajaran tematik adalah suatu pembelajaran yang berpusat pada
tema di dalamnya terdapat beberapa mata pelajaran yang saling terkait satu
sama lain sehingga memberikan pembelajaran yang bermakna bagi peserta
didik (Trianto, 2011).
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang beranjak dari tema
yang telah ditentukan di dalamya ada beberapa mata pelajaran baik berasal
dari bidang studi yang bersangkutan maupun dari bidang studi lainya (Majid,
2014).
Pembelajaran Tematik adalah salah satu model dalam pembelajaran
terpadu yang merupakan suatu sistem pembelajaran yang memungkinkan
siswa aktif menggali dan menemukan konsep serta prinsip keilmuan secara
holistik bermakna, autentik dan konsektual (Fitri dalam Wafiqni dan Siti
Nurani, 2018)
Dapat disimpulkan bahwa pembelajaran tematik merupakan
pembelajaran yang berpusat pada tema yang menggabungkan beberapa mata
pelajaran sehingga memberikan pengalaman belajar yang bermakna bagi
siswa.

b. Karakteristik Pembelajaran Tematik Terpadu


Pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang berpusat pada
siswa karena dalam hal ini siswa dituntut untuk aktif dalam mempelajari
konsep-konsep dari materi yang diajarkan.
Majid (2014) menjelaskan tentang karakteristik pembelajaran tematik
terpadu yaitu: 1) memanfaatkan prinsip belajar sambil bermain dan
menyenangkan, 2) mudah dihubungkan dengan kehidupan sehari-hari peserta
didik serta bersifat fleksibel, 3) menyuguhkan konsep dari setiap bidang studi,
4) karena berpusat pada tema, menyebabkan perpindahan dari satu mata
pelajaran ke mata pelajaran yang lainnya tidak terlihat begitu jelas, 5)
memberikan pengelaman langsung kepada peserta didik, 6) berorientasi pada
peserta didik.
Tidak jauh berbeda dengan pendapat di atas, Rusman (2015)
mengemukakan tentang karakteristik pembelajaran tematik, yaitu : 1)
menerapkan prinsip belajar sambil bermain, 2) hasil pembelajaran siswa
berkembang sesuai dengan kebutuhan, minat, dan bakatnya, 3) bersifat luwes
dan fleksibel, 4) menyuguhkan konsep dari beberapa mata pelajaran yang
dipelajari, 5) pemisahan dari satu mata pelajaran ke mata pelajaran berikutnya
tidak terlihat begitu mencolok, 5) pesera didik memperoleh pengalaman
langsung, 6) berpusat pada peserta didik.
Muklis (2012) mengatakan pembelajaran tematik memiliki
karakteristik sebagai berikut: (1) berpusat pada siswa, (2) memberikan
pengalaman langsung, (3) pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas, (4)
menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran, (5) bersifat fleksibel, (6)
hasil pembelajaran sesuai dengan minat dan kebutuhan siswa.
Menurut Prastowo (dalam Indriani, 2016), ada beberapa karakteristik
Pembelajaran tematik yang harus diperhatikan oleh guru, antara lain; (1)
berpusat pada siswa; (2) pemisahan mata pelajaran tidak terlalu jelas; (3)
mengembangkan keterampilan siswa; (4) menggunakan prinsip bermain
sambil belajar; (5) mengembangkan komunikasi siswa; (7) menyajikan
pembelajaran sesuai tema; (8) menyajikan pembelajaran dengan memadukan
berbagai mata pelajaran.
Selanjutnya Trianto (2012) berpendapat ada beberapa karakteristik
pembelajaran terpadu, yaitu : 1) mengembangkan keterampilan sosial peserta
didik, 2) menyajikan aktivitas belajar peserta didik yang bersifat pragmatis, 3)
peserta didik dapat berpikir kritis, 4) proses pembelajaran lebih bermakna
sehingga konsep yang telah dipelajari di sekolah oleh peserta didik bertahan
dalam jangka waktu lama, 5) dalam proses kegiatan pembelajaran bertolak
dari kepentingan dan minat peserta didik, 6) kegiatan belajar dan pengalaman
belajar relevan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan peserta didik.
Dari beberapa pendapat ahli di atas, dapat disimpulkan bahwa
karakteristik pembelajaran tematik terpadu yaitu menerapkan prinsip belajar
sambil bermain, hasil pembeajaran siswa berkembang sesuai dengan
kebutuhan, minat, dan bakatnya, bersifat luwes dan fleksibel, menyuguhkan
konsep dari beberapa mata pelajaran yang dipelajari, pemisahan dari satu mata
pelajaran ke mata pelajaran berikutnya tidak terlihat begitu mencolok, pesera
didik memperoleh pengalaman belajar langsung, dan berpusat pada peserta
didik.

c. Tujuan Pembelajaran Tematik


Pembelajaran tematik dalam penerapannya memiliki beberapa tujuan.
Menurut Rusman (2015) ada beberapa tujuan pembelajaran tematik, yaitu 1)
memilik wawasan terhadap materi pembelajaran lebih mendalam, 2) gampang
memfokuskan atensi peserta didik pada satu tema, 3) siswa bersemangat
dalam proses pembelajaran karena memecahkan masalah dunia nyata.
Menurut menurut Sukaryata (dalam Prastowo, 2013) mengemukakan
tujuan pembelajaran tematik terpadu yaitu: 1) menumbuh kembangkan sikap
menghargai pedapat orag lain, kerjasama, dan toleransi dalam proses
pembelajaran, 2) menumbuh kembangkan keterampilan mencari informasi,
menggali informasi, mengolah informasi serta memanfaatkan informasi
tersebut dalam proses pembelajaran, 3) dengan pembelajaran bermakna
peserta didik dapat meningkatkan pemahaman konsep terkait materi yang
dipelajarinya.
Selanjutnya menurut Kemendikbud (2014) tujuan pembelajaran
tematik adalah: 1) menumbuh kembangkan kemampuan berbahasa lebih cakap
lagi, 2) menumbu kembangkan kemampuan memahami beberapa konsep
dalam satu tema, 3) proses pembelajaran lebih menyenangkan.
Muklis (2012) mengemukakan tujuan pembelajaran tematik antara
lain: (1) meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih
bermakna, (2) mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan
memanfaatkan informasi, (3) menumbuh kembangkan sikap positif, kebiasaan
baik, dan nilai- nilai luhur yang diperlukan dalam kehidupan, (4) menumbuh
kembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama, toleransi, komunikasi,
serta menghargai pendapat orang lain, (5) meningkatkan gairah dalam belajar,
dan (6) memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Dari beberapa pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa tujuan
pembelajaran tematik adalah 1) memilik wawasan terhadap materi
pembelajaran lebih mendalam, 2) gampang memfokuskan atensi peserta didik
pada satu tema, 3) siswa bersemangat dalam proses pembelajaran karena
memecahkan masalah dunia nyata, 4) menumbuh kembangkan sikap
menghargai pedapat orag lain, kerjasama, dan toleransi dalam proses
pembelajaran, 5) menumbuh kembangkan keterampilan mencari informasi,
menggali informasi, mengolah informasi serta memanfaatkan informasi
tersebut dalam proses pembelajaran, 6) dengan pembelajaran bermakna
peserta didik dapat meningkatkan pemahaman konsep terkait materi yang
dipelajarinya, 7) menumbuh kembangkan kemampuan berbahasa lebih cakap
lagi, 8) menumbuh kembangkan kemampuan memahami beberapa konsep
dalam satu tema.

d. Kelebihan Pembelajaran Tematik Terpadu


Pelaksanaan pembelajaran tematik terpadu memiliki beberapa
kelebihan, menurut Sutirjo (2005) beberapa kelebihannya yaitu: 1) memupuk
keterampilan social peserta didik, contohnya bekerjasama, toleransi, tanggap
terhadap gagasan orang lain, dan dapar berkomunikais dengan baik, 2) karena
proses pembelajaran yang bermakna dan berkesan sehingga hasil belajar
bertahan lebih lama, 3) kegiatan belajar dan pengalaman relevan dnegan
kebutuhan dan tingkat perkembangan peserta didik, 4) karena bertolak dari
kebutuhan dan minat peserta didik sehingga proses pembelajaran tersebut
menyenangkan.
Karli (2015) mengemukakan bahwa ada beberapa kelebihan
pembelajaran tematik, yaitu: (1) Pengalaman dan kegiatan belajar relevan
dengan tingkat perkembangan anak, (2) Hasil belajar akan lebih tahan lama,
(3) Menimbulkan keterampilan berpikir dan skill, (4) Menumbuhkembangkan
keterampilan sosial anak seperti; kerjasama, toleransi, komunikasi dan respek
terhadap orang lain.
Menurut Majid (2014), keunggulan pembelajaran tematik yaitu: 1)
guru dan peserta didik saling bekerjasama dalam proses pembelajaran, 2)
menyuguhkan kegiatan yang bersifat pragmatis dengan kehidupan sehari-hari
peserta didik, 3) meningkatkan keterampilan sosial serta berpikir peserta didik,
4) proses pembelajaran disesuaikan dengan kebutuhan dan minat peserta didik,
5) kegiatan belajar dan pengalaman belajar sesuai dengan level perkembangan
peserta didik.
Kemudian Menurut Trianto (2010) berpendapat keunggulan
pembelajaran tematik yaitu: 1) memadukan beberapa bidang studi, sehingga
peserta didik memperoleh penguasaan konsep yang banyak, 2) materi
pembeelajaran diajarkan secara padu sehingga peserta diidk dapat memahami
bahwa materi antar beberapa mata pelajaran tidak terpecah-pecah, 3) Proses
pembelajaran yang bermakna, 4) menggabungkan beberapa mata pelajaran
dilihat dari kompetensi dasar dan indicator yang di munculkan, sehingga
materi pembelajaran tidak tumpang tindih.
Keuntungan pembelajaran tematik bagi guru menurut Sutama (2010)
antara lain adalah: (1) tersedia waktu lebih banyak untuk pembelajaran, materi
pelajaran tidak dibatasi oleh jam pelajaran, melainkan dapat dilanjutkan
sepanjang hari, mencakup berbagai mata pelajaran; (2) hubungan antar mata
pelajaran dan topik dapat diajarkan secara logis dan alami; (3) dapat
ditunjukkan bahwa belajar merupakan kegiatan yang kontinyu, tidak terbatas
pada buku paket, jam pelajaran, atau bahkan empat dinding kelas, guru dapat
membantu siswa memperluas kesempatan belajar ke berbagai aspek
kehidupan; (4) guru bebas membantu siswa melihat masalah, situasi, atau
topik dari berbagai sudut pandang; (5) mengembangan masyarakat belajar
terfasilitasi, penekanan pada kompetisi bisa dikurangi dan diganti dengan kerja
sama dan kolaborasi.
Dapat disimpulkan bahwa Kelebihan pembelajaran tematik yaitu
memupuk keterampilan social peserta didik, contohnya bekerjasama, toleransi,
tanggap terhadap gagasan orang lain, dan dapar berkomunikais dengan baik,
karena proses pembelajaran yang bermakna dan berkesan sehingga hasil
belajar bertahan lebih lama, kegiatan belajar dan pengalaman relevan dnegan
kebutuhan dan tingkat perkembangan peserta didik, karena bertolak dari
kebutuhan dan minat peserta didik sehingga proses pembelajaran tersebut
menyenangkan, dan menggabungkan beberapa mata pelajaran dilihat dari
kompetensi dasar dan indicator yang di munculkan, sehingga materi
pembelajaran tidak tumpang tindih.

e. Tema 5
Tema 5 terdiri dari 3 subtema, setiap subtema terdapat 6 pembelajaran.
Penelitian yang akan penulis lakukan pada kelas IV tema 5 (Pahlawanku)
subtema 2 (Pahlawanku Kebanggaanku) Pembelajaran 6 dan juga kelas IV
tema 5 (Pahlawanku) subtema 3 (Sikap Kepahlawanan) Pembelajaran 6. Pada
pembelajaran 6 subtema 2 mata pelajaran yang diintegrasikan yaitu Bahasa
Indonesia, PPKN, dan PJOK.
1) Bahasa Indonesia
a) Menguraikan informasi yang terdapat pada teks Ir. Soekarno. Seperti
tokoh, tempat tanggal lahir, pendidikan, sikap yang bisa diteladani, dan
perjuangan yang dilakukan.
2) PPKN
a) Menjelaskan hubungan simbol padi dan kapas dengan sila kelima
pancasila.
b) Menyebutkan penerapan sila kelima pancasila berdasarkan teks Ir.
Soekarno.
c) Menentukan sikap yang menunjukkan penerapan sila ke lima pancasila
dalam kehidupan sehari-hari.
3) PJOK
a) Menyebutkan jenis-jenis luka.
b) Menentukan cara penanggulangan luka karena terjatuh.
c) Menentukan cara penanggulangan luka karena melepuh.

Pada pembelajaran 6 subtema 3 mata pelajaran yang diintegrasikan


yaitu Bahasa Indonesia, PPKN, dan PJOK.

1) Bahasa Indonesia
a) Menguraikan informasi yang terdapat pada teks “Kakek Penyelamat
Lingkungan Tanpa Pamrih”. Seperti tokoh, tempat tanggal lahir, sikap
yang bisa diteladani.
2) PPKN
a) Menjelaskan hubungan simbol padi dan kapas dengan sila kelima
pancasila.
b) Menyebutkan penerapan sila kelima pancasila berdasarkan teks
“Kakek Penyelamat Lingkungan Tanpa Pamrih”.
c) Menentukan sikap yang menunjukkan penerapan sila ke lima pancasila
dalam kehidupan sehari-hari.
3) PJOK
a) Menyebutkan jenis-jenis luka.
b) Menentukan cara penanggulangan luka karena terjatuh.
c) Menentukan cara penanggulangan luka karena melepuh.

f. Penerapan Model PBL pada Tema 5


Penerapan Model Problem Based Learning pada Tema 5, Subtema 2,
Pembelajaran 6 dan juga Subtema 3, Pembelajaran 6 sesuai dengan langkah-
langkah model Problem Based Learning yang dipaparkan Trianto (2009),
yaitu:

Langkah pertama: Mengorientasi peserta didik terhadap masalah

1) Peserta didik dihadapkan pada sebuah permasalahan dunia nyata yaitu


bagaimana jika seorang pemimpin tidak bisa bersikap adil kepada seluruh
masyarakat yang beragam dilingkungan tersebut?
2) Peserta didik berdiskusi untuk memecahkaan permasalahan tersebut.

Langkah ke dua: Mengorganisasi peserta didik untuk belajar


3) Peserta mengamati teks bacaan tentang “Ir. Soekarno” (Subtema 2), teks
bacaan tentang “Kakek Penyelamat Lingkungan Tanpa Pamrih” (Subtema
3).
4) Peserta didik bersama guru bertanya jawab mengenai informasi yang
terdapat pada teks bacaan tentang “Ir. Soekarno” dan teks “Kakek
Penyelamat Lingkungan Tanpa Pamrih”
5) Peserta didik menuliskan informasi tersebut pada buku catatan masing-
masing.
6) Peserta didik bersama guru berdiskusi tentang sikap Ir. Soekarno terhadap
rakyat Indonesia, dan juga sikap Kakek Penyelamat terhadap lingkungan
sekitar.
7) Peserta didik menyebutkan bahwa sikap Ir. Soekarno dan Kakek
Penyelamat merupakan contoh penerapan sila ke lima Pancasila.
8) Peserta didik dibagi ke dalam 5 kelompok, masing-masing kelompok
terdiri dari empat orang.
9) Peserta didik duduk berdasarkan kelompok masing-masing.

Langkah ketiga : Membimbing penyelidikan kolompok atau individu

10) Setiap kelompok dibagikan LKDK 1 tentang sikap yang menunjukkan


penerapan sila ke lima pancasila oleh Ir. Soekarno dan Kakek Penyelamat
serta dalam kehidupan sehari-hari.
11) Setiap kelompok mendiskusikan jawaban LKDK 1.
12) Guru membimbingan setiap kelompok mengerjakan LKDK 1.

Langkah ke empat : Mengembangkan dan menyajikan hasil karya

13) Kelompok 1 menampilkan hasil diskusi kelompoknya di depan kelas.


14) Bagi kelompok yang tidak tampil bertanya.
15) Kelompok yang tampil menjawab pertanyaan yang diajukan oleh
temannya tersebut.
16) Guru memberi penegasan terkait jawaban LKDK 1 dan jawaban
pertanyaan tadi.

Langkah ke lima : Menganalisis dan mengevaluasi proses serta hasil


pemecahan masalah
17) Peserta didik dibagikan LKDK 2 tentang langkah-langkah penanggulangan
luka karena terjatuh dan melepuh.
18) Peserta didik dalam kelompok masing-masing mendiskusikan jawaban
LKDK 2 tersebut.
19) Guru membimbing kelompok dalam mengerjakan LKDK 2.
20) Kelompok 2 menampilkan hasil diskusinya ke depan kelas.
21) Kelompok yang tidak tampil bertanya.
22) Kelompok 2 menjawab pertanyaan yang diajukan oleh teman-temannya.
23) Guru menganalisis jawaban pertanyaan kelompok 2.
24) Guru memberi penegasan terkait jawaban LKDK 2 serta jawaban
pertanyaan tadi.
25) Siswa melakukan refreksi terhadap jawaban permasalahan yang
dipecahkan tadi.

B. Penelitian Reevan
Bahwa penelitian tentang PBL sudah pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu,
maka penulis melihat tiga penelitian terdahulu yang pokok permasalahannya hampir
sama dengan penelitian ini akan penulis lakukan yaitu:
1. Marga, dkk (2014) meneliti tentang “Pengaruh Model Problem Based Learning
Dibantu Dengan Media Visual Animasi Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Kelas
V SDN Gugus II Tapaksiring, Gianyar”. Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
penelitian yang dilakukan oleh Marga berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
2. Novriyani, Indri (2017) meneliti tentang “Pengaruh Model Pembelajaran Problem
Based Learning Berpengaruh Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran
Tematik Terpadu Kelas IV Di SDN Kupang Teba Bandar Lampung”. Dapat
ditarik sebuah kesimpulan bahwa penelitian yang dilakukan oleh Novriyanti
berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.
3. Saputri, Ristia (2017) meneliti tentang “Pengaruh model pembelajaran Problem
Based Learning terhadap hasil belajar tematik pada siswa kelas V di SD Negeri 2
Labuhan ratu Bandar Lampung”. Dapat ditarik sebuah kesimpulan bahwa
penelitian yang dilakukan oleh Saputri berpengaruh terhadap hasil belajar siswa.

Dari ke tiga penelitian relevan di atas yang telah dilaksanakan oleh peneliti
tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan bahwa model pembelajaran Problem Based
Learning berpengaruh terhadap hasil belajar siswa dan terdapat variasi hasil belajar
setelah diterapkannya model pembelajaran Problem Based Learning. Perihal tersebut
selaras dengan judul penelitian yang akan penulis gunakan yaitu Pengaruh Model
Problem Based Learning Terhadap Hasil Belajar Siswa Pada Pembelajaran Tematik
Terpadu Tema 5 di Kelas IV Sekolah Dasar.

C. Kerangka Berpikir
Model Problem based Learning (PBL) adalah model pembelajaran yang
mendorong peserta didik berpikir kritis, mendapatkan konsep dan pengetahuan yang
mendasar dari materi pembelajaran serta memilki keterampilan pemecahan masalah.
Yang mana masalah tersebut berasal dari masalah dunia nyata. Siswa diharapkan
mampu memecahkan masalah tersebut dalam kelompok masing-masing, karena
proses pembelajaran berorientasi pada siswa, sedangkan guru hanya sebagai
motivator, dan fasilitator untuk mengarahkan peserta didik untuk memecahkan
permasahan yang berasal dari dunia nyata. Guru dituntut untuk meningkatkan
kompetensi dan peranya untuk menciptakan limgkungan belajar yang menyenangkan
serta efektif sehingga berdampak pada hasil belajar peserta didik yang tinggi.
Pelaksanaan proses pembelajaran pada penelitian ini, diawali dengan
membagikan soal pre-test kepada peserta didik kelas IV A dan IV B. Kelas IV A
dijadikan sebagai kelas kesperimen sedangkan kelas IV B dijadikan sebagai kelas
Kontrol. Setelah ke dua kelas tersebut di berikan soal pretess, kemudian kelas IV A
sebagai kelas eksperimen diberikan sebuah treatmen berupa penerapan model
pembelajaran Problem Based Learning, sedangkan kelas IV B sebagai kelas kontrol
tidak diberikan sebuah treatmen atau kelas control hanya diberikan metode
pembelajaran ceramah atau konvensional. Setelah itu kelas eksperimen dan kelas
kontrol tersebut diberikan soal post-test. Kemudian bandingkan hasil belajar ke dua
kelas tersebut. Hasil belajar kelas IV A (kelas eksperimen) diharapkan lebih tinggi
dibandingkan dengan kelas IV B (kelas kontrol) karena kelas IV A diberikan sebuah
treatmen berupa pemberian model pembelajaran Problem Based Learning.
Bersumber pada penjabaran di atas, perhatikan tabel 2.1 di bawah ini :

Kesimpulan Pengamatan
Kelas Kontrol Kelas Eksperimen

Pre test Pre test

Proses pembelajaran Proses pembelajaran


menggunakan medel menggunakan model Problem
konvensional Based Learning

Post test Post test

Hasil Belajar
dibandingkan

Tabel 2.1 Kerangka Berpikir

D. Hipotesis/ Pertanyaan Penelitian


Biasanya seorang penulis sebelum mengadakan penelitian menentukan
hipotesis yang dipakai untuk penunjang penelitiannya. Menurut Arikunto (2014)
hipotesis merupakan sebuah jawaban yang bersifat semtara yang berkaitan dengan
permasalahan penelitian hingga tebukti melalui data yang telah terkumpul. Sedangkan
menurut Sugiyono (2017) mengatakan bahwa hipotesis ialah jawaban sementara yang
berkaitan dengan rumusan masalah penelitian, yang mana rumusan masalah tersebut
di susun dalam kalimat pertanyaan.
Dari dua pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa hipotesis adalah jawaban
sementara yang berkaitan dengan rumusan masalah penelitian, rumusan masalah
tersebut di susun dalam kalimat pertanyaan, hingga pertanyaan tersebut terjawab
melalui data yang telah dikumpulkan. Sesuai dengan kerangka berpikir dan tinjauan
pustaka yang telah di uraikan di atas dapat dirumuskan hipotesis penelitian ini yaitu :
1.
H 0 = Tidak ada pengaruh penerapan model pembelajaran Problem Based
Learning terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik terpadu tema 5
di kelas IV Sekolah Dasar.

2. H 1 = Ada pengaruh penerapan model pembelajaran Problem Based Learning

terhadap hasil belajar siswa pada pembelajaran tematik terpadu tema 5 di kelas IV
Sekolah Dasar.

III.METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang akan dipakai pada penelitian ini yaitu penelitian
kuantitatif, karena pada penelitian kuantitatif memakai data-data berupa angka yang
akan diolah menggunakan statistik inferensial. Sebagaimana menurut Arikunto
(2009), penelitian kuantitatif yaitu sebuah penelitian yang memakai angka-angka
sebagai data, yang mana di awali dengan penghimpunan data, penefsiran data, dan
menyajikan data.
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu metode
eksperimen, karena penulis akan memberikan sebuah treatmen atau perlakuan kepada
kelas eksperimen. Sebagimana menurut Sugiyono (2017) mengatakan bahwa metode
penelitian eksperimen yaitu suatu metode penelitian yang dipakai untuk memperoleh
pengaruh atas pemberian sebuah perlakuan terhadap obyek atau subyek dalam
keadaan yang dikendalikan.
Penelitian eksperimen yang akan digunakan pada penelitian ini adalah Quasi
eksperimen Design karena dalam penelitian ini terdapat variabel-variabel dari luar
yang tidak dapat dikontrol oleh penulis. Sebagaimana menurut Sugiyono (2014)
penelitian Quasi Eksperimen adalah penelitian yang memiliki kelas kontrol, dimana
pada kelas kontrol terdapat variabel-variabel luar yang mempengaruhinya tetapi
penulis tidak bisa berfungsi untuk mengontrol variabel tersebut.
Penelitian ini akan menggunakan desain penelitian Nonequivalent Control
Group Design. Menurut Sugiyono (2016) Nonequivalent Control Group Design
adalah sebuah desain Quasi Eksperimen yang memberikan soal pre-test dan post-tes
kepada kelas eksperimen dan sampel kemudian bandingkan hasil dari ke dua kelas
tersebut, yang mana untuk menentukan kelas eksperimen dan kelas kontrol tidak
dipilih secara acak.
Desain penelitian Nonequivalent Control Group Design menurut Sugiyono
(2012) dapat dilihat pada tabel 3.1 di bawah ini:
Tabel 3.1 Desain penelitian Nonequivalent Control Group Design

Kelas Pretest Perlakuan Posttest


Eksperimen O1 X O2
Kontrol O3 - O4
Sumber : Sugiyono (2012)

O1 : Hasil pre-test kelas eksperimen

O2 : Hasil post-test kelas eksperimen setelah diberikan perlakuan

O3 : Hasil pre-test kelas kontrol

O4 : Hasil post-test kelas kontrol

X : Diberikan sebuah perlakuan

─ : Tidak diberikan perlakuan

B. Populasi dan Sampel


1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan ubyek atau objek penelitian yang terdiri
dari gejala-gejala, nilai tes, benda-benda, tumbuhan, hewan, manusia yang
dijadikan sebagai sumber data dalam sebuah penelitian (Nawawi dalam Margono,
2010).
Sedangkan Arikunto (2014) berpendapat populasi merupakan keseluruhan
subjek dalam dalam sebuah penelitian. Kemudian Sugiyono (2016) mengatakan
bahwa populasi merupakan daerah generalisasi yang terdiri atas subyek atau
obyek yang memiliki karakteristik serta kualitas terpilih yang ditetapkan oleh
penulis untuk dipelajari, selanjutnya dipahami dan terakhir ditarik kesimpulannya.
Berdasarkan pendapat ahli di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa
populasi adalah keseluruhan subyek atau obyek yang akan diteliti kemudian
digunakan sebagai data dalam sebuah penelitian oleh penulis.
Populasi yang akan digunakan pada penelitian ini adalah seluruh peserta
didik kelas IV Sekolah Dasar Kecamatan Talawi Kota Sawahlunto, karena
sekolah di kecamatan tersebut menggunakan kurikulum 2013. Perhatikan tabel 3.2
di bawah ini.
Tabel 3.2 Data Populasi Sekolah Dasar Kecamatan Talawi Kota
Sawahlunto

Sekolah
SD Islam Al Muttaqin
SDIT Cahaya Pelangi
SDN 01 Talawi Mudik
SDN 02 Talawi Hilir
SDN 03 Tumpuk Tangah
SDN 04 Rantih
SDN 05 Tigo Tanjung
SDN 06 Bukit Gadang
SDN 07 Talawi Hilir
SDN 08 Kumbayau
SDN 09 Talawi Hilir
SDN 11 Sikalang
SDN 12 Talawi Mudik
SDN 13 Salak
SDN 14 Kumbayau
SDN 15 Kumanis Atas
SDN 16 Sikalang
SDN 18 Batu Kuali
SDN 19 Sijantang Koto
Total
Sumber : http://sekolah.data.kemdikbud.go.id/

2. Sampel
Sampel merupakan wakil atau sebagian dari populasi yang diteliti
(Arikunto, 2014). Sampel yang akan dipilih memakai teknik probability sampling
dengan jenis simple random sampling karena penentuan kelas sampel dilakukan
dengan cara acak, yang mana ke sembilan belas (19) nama SD di Kecamatan
Talawi Kota Sawahlunto tersebut dilakukan pengundian untuk menentukan
sampel.
Jadi kelas yang terpilih sebagai sampel adalah kelas IV SDIT Cahaya
Pelangi Kota Sawahlunto.
C. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat ukur yang di pakai dalam penelitian. Sebagaimana
menurut Syofian (2017) instrument penelitian adalah sebuah alat yang dapat dipakai
untuk mendapatkan, mengolah, serta menginterprestasikan keterangan yang
didapatkan dari subyek penelitian. Istrumen penelitian yang akan digunakan yaitu
instrument tes karena subyek penelitian akan diberikan soal pre-test dan post-test
untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Instrument tes ialah subuah alat yang
digunakan untuk mengukur kemampuan subyek penelitian. Sebagaimana menurut
Sanjaya (2014) mengatakan bahwa instrument tes ialah alat untuk menyatukan data
mengenai kompetensi obyek atau subyek penelitian dengan cara pengukuran,
contohnya seorang peneliti ingin mengukur kognitif subyek penelitian mengenai
penguasaan konsep pembelajaran tertentu, maka digunakan tes tertulis berupa soal-
soal sesuai dengan materi pembelajaran, sedangkan untuk menilai kompetensi subyek
penelitian dalam memakai alat tertentu, maka digunakan tes keterampilan memakai
alat tersebut (Sanjaya, 2014)
Bentuk tes yang diberikan yaitu soal pilihan ganda, skor yang diberikan, setiap
jawaban benar mendapat skor 1 dan jawaban salah mendapat skor 0.
Pemberian tes ini bertujuan untuk melihat seberapa jauh pengetahuan siswa dan
bagaimana hasil belajar siswa setelah mengikuti proses pembelajaran dengan
menggunakan model Problem Based Learning.
Sesudah instrumen tes tersusun selanjutnya akan diuji cobakan kepada kelas
yang tidak sebagai subjek penelitian dan kelas yang lebih tinggi dibandingkan kelas
subyek penelitian. Tes uji coba ini dilakukan untuk memperoleh persyaratan tes yaitu
daya pembeda, tingkat kesukaran soal, uji validitas, dan reliabilitas. Tes ini akan
diujicobakan pada kelas IV SD Negeri 11 Sikalang karena SD Negeri 11 Sikalang
merupakan salah satu sekolah yang termasuk dalam Kecamatan Talawi Kota
Sawahlunto serta SD Negeri 11 Sikalang juga menggunakan kurikulum yang sama
dengan SDIT Cahaya Pelangi Kota Sawahlunto yaitu kurikulum 2013. Setelah
dilakukan uji coba instrumen, kegiatan selanjutnya yaitu menganalisis hasil uji coba
instrumen.
Selesai dilaksanakan uji coba instrumen tes, maka langkah berikutnya adalah
menganalisis hasil uji coba yang bermanfaat untuk melihat validitas soal, reliabiilitas
soal, daya beda soal, serta taraf kesukaran soal.
1. Uji Validitas
Validitas ialah untuk mengukur sejauh mana sebuah alat ukur dapat
mengukur sesuatu yang ingin di ukur (Syofian, 2017).
Sebuah instrument dapat dikatakan valid apabila memiliki validitas yang
tinggi. Pengujian validitas tes memakai korelasi Product Moment yang dijabarkan
Person, perhatikan rumus di bawah ini :
n( ∑ XY )−( ∑ X )( ∑ Y )
r xy =
√ {n . ∑ X }. { n . ∑ Y −( ∑ Y ) }
2 2 2

Penjelasan :

r xy = koefisien korelasi X dan Y

n = total subyek penelitian

⅀XY = Total perkalian nilai X dan Y

⅀Y = Total nilai variabel Y

⅀X = Total nilai variabel X

⅀X2 = Jumlah kuadrat nilai variabel X

⅀Y2 = Jumlah kuadrat nilai variabel X (Arikunto, 2014)

Tolak ukur pengujian terhadap sebuah alat ukur dapat dinyatakan valid
apabila rhitung > rtabel dengan taraf nyata 0,05 namun apabila rhitung < rtabel dapat
dinyatakan bahwa alat ukur tersebut tidak valid. Dapat dilihat pada tabel 3.3 di
bawah ini :

Tabel 3.3 Klasifikasi Validitas

Kriteria Besar rhitung


Validitas sangat tinggi 0,90 ≤ rhitung ≤ 1,00
Validitas tinggi 0,70 ≤ rhitung ≤ 0,90
Validitas sedang 0,40 ≤ rhitung ≤ 0,70
Validitas rendah 0,20 ≤ rhitung ≤ 0,40
Validitas sangat rendah 0,00 ≤ rhitung ≤ 0,20
Tidak valid rhitung < 0,00
(Sumber : Arikunto, 2012)

2. Reliabilitas
Reliabilitas ialah berguna untuk melihat seberapa jauh hasil pengukuran
tetap stabil, jika pengukuran tersebut dilakukan sebanyak dua kali atau lebih
terhadap suatu gejala yang sama dengan memakai alat ukur yang sama juga,
masih tetap menghasilkan data yang sama (Syofian, 2017).
Pada penelitian ini akan menggunakan metode belah dua genap-ganjil
karena jika menggunakan metode belah dua awal akhir, skor yang diperoleh tidak
akurat karena biasanya penyusunan butir soal pada soal-soal awal lebih mudah
sehingga dapat dijawab oleh seluruh subyek penelitian sedangkan soal-soal akhir
cenderung susah sehingga soal tersebut tidak bisa di jawab oleh subyek penelitian,
oleh karena itu penulis memilih menggunakan metode genap ganjil supaya skor
yang diperoleh itu .akurat atau konsisten.
Rumus yang akan digunakan yaitu rumus Korelasi Product Moment (skor
reabilitas setengah tes saja) untuk mengetahui reabilitas seluruh tes harus
memakai rumus Spearman Brown

n( ∑ XY )−(∑ X )( ∑ Y )
r xy =
√ {n .∑ X −( ∑ X ) }. {n .∑ Y −(∑ Y ) }
2 2 2 2

2 x rxy
r11 =
1+rxy
berdasarkan patokan dapat dilihat pada tabel 3.4 di bawah ini :
Tabel 3.3 Klasifikasi Reliabilitas

Kriteria Nilai Reliabiltas


Sangat rendah 0,00 – 0,20
Rendah 0,21 – 0,40
Sedikit rendah 0,41 – 0,60
Cukup 0,61 – 0,80
Tinggi 0,81 – 1,00
(Sumber : Arikunto, 2012)

3. Daya Pembeda
Daya beda soal ialah kemampuan soal untuk dapat membedakan
kemampuan intelegensi peserta didik yang tinggi dengan kemampuan intelegensi
peserta didik yang rendah (Arikunto, 2010).
Teknik yang dipakai untuk menghitung daya pembeda ialah mengurangi
rata-rata kelompok atas yang menjawab betul dan rata-rata kelompok bawah yang
menjawab betul.
Rumus yang digunakan untuk menguji daya pembeda soal ialah :
BA BB
D= − =P A−P B
JA JB

Penjelasan :
J = Total subyek penelitian
JA = jumlah subyek penelitian kelompok atas
JB = Jumlah subyek penelitian kelompok atas
BA = Jumlah subyek penelitian kelompok atas yang menjawab soal dengan betul
BB = Jumlah subyek penelitian kelompok atas yang menjawab soal dengan betul
P = Indeks Kesukaran
BA
=
PA = J A Perbandingan subyek penelitian kelompok atas yang menjawab betul
BB
PB = J B = Perbandingan subyek penelitian kelompok bawah yang menjawab
betul.
Tolak ukur daya pembeda berdasarkan patokan dapat dilihat pada tabel 3.4 di
bawah ini :
Tabel 3.4 Tolak Ukur Daya Pembeda

Nilai Daya Pembeda Kriteria


0,00-0,19 Jelek
0,20-0,39 Cukup
0,40-0,69 Baik
0,70-1,00 Baik sekali
Negatif Tidak baik
(Sumber : Arikunto, 2010)

4. Indeks Kesukaran Soal


Tingkat kesukaran soal di butuhkan untuk memutuskan sebuah soal
tersebut berada pada kriteria mudah, sedang, dan sukar. Menurut Arikunto (2008)
rumus yang digunakan untuk menghitung indeks kesukaran soal sebagai berikut :
B
P=
JS

Penjelasan:

P = Indeks kesukaran soal

B = Total subyek penelitian yang menjawab soal dengan betul

JS = Total subyek penelitian yang menjawab soal

Tolak ukur yang digunakan pada indeks kesukaran soal ini yaitu semakin
besar indeks kesukaran sebuah soal maka soal tersebut mudah, sedangkan
kebalikannya semakin kecil indeks kesukaran soal, maka soal tersebut sulit.
Berdasarkan patokan dapat dilihat pada tabel 3.5 di bawah ini :

Tabel 3.5 kriteria tingkat kesukaran soal

Kriteria Nilai tingkat kesukaran


Sukar 0,00-0,30
Sedang 0,31-070
Mudah 0,71-1,00
(Sumber : Arikunto, 2008)

D. Pengumpulan Data
Pengumpulan data ialah proses mengumpulkan data yang berkaitan dengan
masalah yang akan diteliti. Menurut Syofian (2017) mengatakan bahwa pengumpulan
data bertujuan untuk memperoleh data yang dilakukan secara sistematis dan standar,
dalam melakukan pengumpulan suatu data ada hubungan antara masalah yang
penelitian yang akan dipecahkan dengan metode pengumpulan data.
Pengumpulan data dilakukan melalui teknik tes dengan membagikan
instrument tes yang terdiri atas soal atau seperangkat pertanyaan untuk mendapatkan
data yang berhubungan dengan kempetensi subyek penelitian pada aspek pengetahuan
(Lestari dan Yudhanegara, 2015).
Langkah-langkah yang dilakukan pada pengumpulan data yaitu 1)
memberikan soal pre-test kepada kelas eksperimen dan kelas kontrol bertujuan untuk
mengetahui kompetensi awal subyek penelitian sebelum diberikan sebuah treatmen
dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran Problem
Based Learning, 2) kemudian memberikan sebuah treatmen kepada kelas eksperimen
yaitu melaksanakan proses pembelajaran menggunakan model Problem Based
Learning, sedangkan kelas kontrol tidak diberikan sebuah treatmen (proses
pembelajaran menggunakan model konvensional), 3) selanjutnya memberikan soal
post-test kepada kelas eksperimen dan kontrol, yang hasilnya akan di analisis untuk
menguji hipotesis.

E. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data bertujuan untuk menguji hipotesis yang telah dirumuskan
dalam proposal atau menjawab rumusan masalah (Sugiyono, 2017). Jenis metode
statistik yang akan digunakan yaitu statistik inferensial, dimana statistic inferensial ini
digunakan untuk menguji hipotesis yang di ajukan. Teknik analisis statistik inferensial
yang akan digunakan yaitu uji persyaratan analisis dan uji hipotesis.
1. Uji Prasyaratan Analisis
a. Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan agar mengetahui sebuah data yang digunakan
berdistibusi normal atau tidak. Sebagaimana menurut Ghozali (2011) uji
normalitas adalah pengujian data untuk melihat apakah nilai residual
terdistribusi normal atau tidak.
Pada penelitian ini, akan menggunakan teknik uji liliefors (uji
kenormalan) yang mana nilai taraf signifikannya 0,05. Menurut Usman dan
Purnomo (2008) mengemukakan langkah-langkah uji liliefors yaitu:

1) Data
X 1 , X 2 X 3 . .. , X n dijadikan bilangan baku Z 1 , Z2 , Z 3 .. ., Z n dengan
menggunakan rumus :
Xi− X
Zi=
S

Penjelasan :

S = Simpangan baku sampek


X = Rata-rata

Z i = Bilangan baku

2) Kemudian lihat daftar distribusi normal baku untuk tiap bilangan baku

selanjutnya hitung peluang F (Zi) = P (Z ≤ Zi)

3) Tahap berikutnya hitung proporsi


Z 1 , Z2 ,Z 3 .. .Z n yang sama atau lebih kecil

dengan Zi, apabila proporsi ini dirumuskan dalam Zi, maka :

banyaknyaZ 1 , Z 2 , Z 3 , . .. Z n yang≤zi
S ( zi) =
n

4) Hitung selisih F (zi) – S (zi), selanjutnya tentukan nilai mutlaknya.

5) Pilih nilai yang paling besar diantara nilai-nilai mutlak selisis. Nilai

terbesar ini dinamakan L0. Pada uji Lilliefors patokan pengujian yaitu :

Apabila Ltabel > L0 maka data tidak berdistribusi normal

Apabila Ltabel < L0 maka data berdistribusi normal

b. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang akan

digunakan homogen atau tidak. Sebagimana menurut Hasan (2012) uji

homogenitas ialah sebuah pengujian mengetahui sama atau tidaknya data yang

akan digunakan.

Uji homogenitas yang akan digunakan yaitu uji F (Fisher). Langkah-

langkah uji Fisher yang digunakan menurut Supardi (2013) yaitu :

1) Tentukan nilai taraf signifikan (α) untuk menguji hipotesis.

2) Menghitung varians seluruh data kelompok.


3) Tentukan nilai FHitung dengan menggunakan rumus

VariansTerbesar
Fhitung =
VariansTerkecil

4) Tentukan nilai Ftabel untuk taraf signifikan (α) dimana Dk1 = Dkpembilang = na

– 1, Dk2 = Dkpenyebut = nb – 1. Diketahui bahwa na adalah banyaknya data

kelompok varian terbesar (pembilang) sedangkan nb adalah banyaknya

datakelompok varians terkecil (penyebut).

5) Bandingkan nilai Fhitung dengan Ftabel.

6) Kemudian buat keismpulan jika Fhiung < Ftabel maka data tersebut homogen.

2. Uji Hipotesis

Uji hipotesis dapat digunakan jika data data berdistribusi normal dan

homogen. Jika data tersebut tidak berdistrubusi normal dan homogen maka akan

digunakan statistik non parametik dengan teknik uji mann-whitney U. Rumus uji

hipotesis yang akan digunakan yaitu rumus t-test. Adapun rumus yang t-test yang

akan digunakan menurut Sugiyonoo (2016) yaitu:

x 1−x 2
t=

S 1 1
+
n1 n 2
dimana : S=
√ ( n1−1 ) S 21 + ( n2−1 ) S22
n1 +n 2−2

Keterangan:
2
s2 = variansi kelas control

s21 = variansi kelas eksperimen

n2 = total peserta didik kelas control

n1 = total peserta didik kelas eksperimen

S = simpangan baku gabungan

x 2 = nilai rata-rata kelas control


x 1 = nilai rata-rata kelas eksperimen

Hipotesis nihil (H0) dan Hipotesis alternative (H1) yang akan diajukan

yaitu:

H0 = Tidak dapat pengaruh signifikan dan positif penggunaan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar siswa pada

pembelajaran tematik terpadu tema 5 di kelas IV SDIT Cahaya Pelangi Kota

Sawahlunto.

H1 = Terdapat pengaruh signifikan dna positif penggunaan model pembelajaran

Problem Based Learning (PBL) terhadap hasil belajar siswa pada

pembelajaran tematik terpadu tema 5 di kelas IV SDIT Cahaya Pelangi Kota

Sawahlunto.

Dengan kriteria pengujian :

Jika thitung < ttabel maka H0 diterima sedangkan H1 ditolak

Jika thitung > ttabel maka H0 ditolak sedangkan H1 diterima


DAFTAR RUJUKAN

Abidin, Yunus. (2014). Desain Sistem Pembelajaran dalam Konteks Kurikulum 2013.
Bandung: Refika Aditama.

Sutama, I. W. (2010). Pengembangan Model Pembelajaran Tematik untuk Kelas 1 dan Kelas
2 Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran (JPP), 17(1), 32-40.

Amir, M. Taufiq. (2008). Inovasi Pendidikan Melalui Problem Based Learning. Jakarta:
Kencana.

Ananda, Rusydi dan Abdillah. (2018). Pembelajaran terpadu Karakteristik, Landasan,


Fungsi, Prinsip dan Model. Medan : LPPPI.

Arends, I Richard. (2008). Learning to Teach. (Diterjemahkan oleh: Helly dan Sri).
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Arikunto, S. (2008). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta..

Arikunto, S. (2009). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka


Cipta.

Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2012). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, S. (2014). Penelitian Tindakan Kelas. Jakarta: Bumi Aksara.

Brown, J. S., Collins, A., & Duguid, P. (1989). Situated Cognition And The Culture Of
Learning. Education researcher, 32-42.

Damayanti, Putri. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
Terhadap Gasil Belajjar Siswa Kelas V Pada Tema 3 Subtema 1 Pembelajaran 2 Di
Sd Negeri Tegalrejo 2. Skripsi. Tidak diterbitkan. Yogyakarta: Universitas Sanata
Dharma.

Duch. (1995). Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Ghozali, Imam. (2011). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program IBM SPSS 19.
Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.

Hasan, M. Iqbal. 2012. Pokok-pokok Statistik 2 (Statistik Inferensif). Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
Ibrahim dan Nana Syaodih. 2013. Perencanaan Pengajaran. Jakarta: Rineka Cipta.

Indriani, F. (2016). Kompetensi pedagogik mahasiswa dalam mengelola pembelajaran


tematik integratif kurikulum 2013 pada pengajaran micro di pgsd uad
Yogyakarta. Elementary School: Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran ke-SD-
an, 3(1).

Istarani. (2011). 58 Model Pembelajaran Inovatif. Medan: Media Persada.

Karli, H. (2015). Penerapan pembelajaran tematik SD di Indonesia. EduHumaniora| Jurnal


Pendidikan Dasar Kampus Cibiru, 2(1).

Kemendikbud. (2014). Konsep dan Implementasi Kurikulum 2013. Jakarta: Kementrian


Pendidikan dan Kebudayaan.

Kunandar. (2008). Guru Profesional Implementasi Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan


(KTSP). Jakarta : Raja Grafindo Persada

Kurniasih, Imas. (2014). Sukses Mengimplementasikan Kurikulum 2013. Surabaya : Kata


Pena.

Lestari, Karunia Eka dan Mokhammad Ridwan Yudhanegara. (2015). Penelitian Pendidikan
Matematika. Bandung : Reflika Aditama.

Majid, Abdul. (2014). Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

Margono. (2010). Metodologi Penelitian Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta.

Monika, Sella. (2018). Pengaruh Penerapan Model Pembelajaran Problem Based Learning
(Pbl) Terhadap Hasil Belajar Tematikterpadu Peserta Didik Kelas V Di SDN 2
Labuhan Ratu Bandar Lampung. Skripsi.. Bandar Lampung: Universitas Lampung.

Muklis, M. (2012). Pembelajaran Tematik. FENOMENA, 4(1).

Novriyani, I. (2017). “Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning Terhadap Hasil
Belajar Siswa Pada Pembelajaran Terpadu Di Kelas IV Sd Negeri 1 Kupang Teba
Bandar Lampung”. Skripsi. Bandar Lampung : Universitas Lampung

Nuraini, F. (2017). Penggunaan Model Problem Based Learning (PBL) Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Ipa Siswa Kelas 5 SD. E-Jurnal mitra pendidikan, 1(4), 369-379.
Prastowo, Andy. (2013). Pengembangan Bahan Ajar Tematik- Panduan Lengkap Aplikatif.
Yogyakarta: DIVA Press (Anggota IKAPI)

Purwanto, Ngalim. (2002). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosda Karya.

Rusman. (2015). Belajar dan Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan.


Jakarta: Kencana.

Rosidah, C. T. (2018). Penerapan model problem based learning untuk


menumbuhkembangkan higher order thinking skill siswa sekolah dasar. INVENTA:
Jurnal Pendidikan Guru Sekolah Dasar, 2(1), 62-71.

Sani, Abdul, Ridwan. (2015). Pembelajaran SAINTIFIK Untuk Implementasi Kurikulum


2013. Jakarta: Bumi Aksara.

Sanjaya, Wina. (2007). Strategi Pembelajaran Berorientasi Sandar Poses Pendidikan.


Kencana, Jakarta.

Sanjaya, Wina. (2013). Penelitian Pendidikan, Jenis, Metode dan Prosedur. Jakarta: Kencana
Prenada Media Group.

Sanjaya, Wina. (2014). Strategi Pembelajaran, Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Saputri, R. P. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Problem Based Learning Terhadap


Hasil Belajar Tematik Siswa Kelas V Di Sekolah Dasar Negeri 2 Labuhan Ratu
Bandar Lampung.

Sari, Purnama. (2017). Pengaruh Penerapan Model Problem Based Learning (PBL)
Terhadap Hasil Belajar Ips Siswa Kelas Iv Sd Negeri 2 Metro Selatan. Skripsi.
Tidak diterbitkan. Bandar Lampung Universitas Lampung.

Sastrawan, I. K. M., Zulaikha, S., & Putra, D. K. N. S. (2014). Pengaruh Model Pembelajaran
PBL berbantuan Media Visual Animasi terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V
SD Gugus II Tampaksiring Gianyar. MIMBAR PGSD Undiksha, 2(1).

Saud, Udin dkk. (2013). Konsep Dasar Pembelajaran Tematik.. Jakarta : wordpres.com.

Siregar, Syofian. (2017). Metode Penelitian Kuantitatif: Dilengkapi Dengan Perbandingan


Perhitungan Manual dan SPSS. Jakarta: Kencana.

Sugiyono. (2012). Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&B. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2014). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan
R&D. Bandung: Alfabeta.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: PT


Alfabeta.

Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan


R&D. Bandung: Alfabeta.

Suliyati, S., Mujasam, M., Yusuf, I., & Widyaningsih, S. W. (2018). Penerapan model PBL
menggunakan alat peraga sederhana terhadap hasil belajar peserta didik. Curricula:
Journal of Teaching and Learning, 3(1).

Sutirjo dan Mamik, Sri. (2005). Tematik : Pembelajaran Efektif dalam Kurikulum. Malang :
Banyumedia Publising

Shoimin, Aris. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum 2013. Yogyakarta :
Ar-Ruzz Media.

Supardi. (2013). Aplikasi Statistika dalam Penelitian Konsep Statistika yang Lebih
Komprehensif. Jakarta: Change Publication.

Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta : PT Rineka Cipta

Tiarawati, N. (2014). Penggunaan Model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL)


Untuk Meningkatkan Kemampuan Berpikir Kritis Siswa. Bandung: Universitas
Pendidikan Indonesia

Trianto. (2009). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif (Konsep, Landasan, dan


implementasinya dalam KTSP). Jakarta: Prenadamedia Group.

Trianto. (2010). Model Pembelajaran Terpadu, Konsep, Strategi dan Implementasinya dalam
KTSP. Jakarta: Bumi Aksara.

Trianto. (2011). Desain Pengembangan Pembelajaran Temati Bagi Anak Usia Dini TK/RA &
Anak Usia Kelas Awal SD/MI. Jakarta : Kencana Prenada Media Group.

Trianto. (2012). Model Pembelajaran Terpadu. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Usman, Husaini & Purnomo (2008). Metodologi Penelitian Sosial. Jakarta: PT Bumi Aksara.
Wafiqni, N., & Nurani, S. (2018). Model Pembelajaran Tematik Berbasis Kearifan
Lokal. AL-BIDAYAH: Jurnal Pendidikan Dasar Islam, 10(2), 255-270.

Waslina, E., Farida, F., Fitria, Y., Mudjiran. (2019). Pengaruh Penerapan Model Problem
Based Learning Terhadap Hasil Belajar Tematik Terpadu Di Kelas IV Sekolah Dasar.
Jurnal Basicedu, 2, 643-650.

Wulandari, B., & Surjono, H. D. (2013). Pengaruh problem-based learning terhadap hasil
belajar ditinjau dari motivasi belajar PLC di SMK. Jurnal Pendidikan Vokasi, 3(2).

Anda mungkin juga menyukai