Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penemuan terbimbing merupakan suatu cara untuk mengembangkan cara b

elajar aktif. Peserta didik melakukan pembelajaran yang dapat mengasa pemaham

an peserta dan penambah pengetahuan baru yang harus dipelajari. Dengan menera

pkan model pembelajaran penemuan terbimbing peserta didik berperan aktif dala

m proses pembelajaran dan peran guru bukan lagi sebagai pusat informasi tetapi h

anya memberikan bimbingan kepada peserta didik yang membutuhkan, sehingga

meningkatkan partisipasi peserta didik dalam menerima pendidikan, pada akhirny

a dapat meningkatkan hasil belajar serta dapat menemukan konsep baru yang disaj

ikan kepada mereka.

Penelitian mengenai model pembelajaran penemuan terbimbing

mengalami peningkatan dari tahun 2019 sampai tahun 2021. Hal tersebut dapat

terlihat dari penelitian sebelumnya yang berdasarkan perbandingan rata-rata hasil

belajar kelas kontrol dan kelas eksperimen. Pada tahun 2019 model pembelajaran

penemuan terbimbing meningkat 8,1 poin dari pada model pembelajaran

konvensional (Amelia, 2019). Lebih lanjut, pada tahun 2020 meningkatan sebesar

13,59 poin (Dika, 2020). Pada tahun 2021 model pembelajaran penemuan

terbimbing meningkat sebesar 14,9 poin (Mahmud, 2021). Peningkatan hasil

belajar dengan model pembelajaran penemuan terbimbing dapat dilihat

bersadarkan Grafik 1.1 di bawah ini:

1
2

16

14

12

10

0
2019 2020 2021
Grafik 1.1 Peningkatan Hasil Belajar dengan Model Pembelajaran Penemuan
Terbimbing Berdasarkan Penelitian Sebelumnya

Hasil belajar memiliki kedudukan yang sangat penting dan tidak dapat dipi

sahkan dari proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan tolak ukur keberhasilan

suatu proses pembelajaran. Dengan hasil belajar, guru dapat mengetahui apakah

peserta didik sudah mencapai kompetensi yang sudah ditetapkan. Hasil belajar me

rupakan hasil yang telah dicapai seseorang setelah melalui proses pembelajaran de

ngan terlebih dahulu diberikan evaluasi setelah proses pembelajaran berlangsung.

Hasil belajar dapat berupa perubahan tingkah laku yang meliputi ranah kognitif, af

ektif maupun psikomotorik. Biasanya hasil belajar dituangkan dalam bentuk angk

a. Hasil belajar yang tinggi atau rendah menunjukkan keberhasilan guru dalam me

nyampaikan materi pelajaran dalam proses pembelajaran. Ada beberapa faktor ya

ng mempengaruhi hasil belajar seseorang yaitu kemampuan peserta didik, kemam


3

puan guru dalam menyampaikan materi pelajaran, dan lingkungan sekitar peserta

didik.

Teori belajar kognitif menjelaskan bagaimana seseorang mencapai pemaha

man atas dirinya dan lingkungannya lalu menafsirkan bahwa dirinya dan lingkung

an psikologisnya merupakan faktor yang kait-mengait. Sebagaimana telah dikatak

an bahwa belajar pada dasarnya adalah suatu proses perubahan manusia.

Berdasarkan observasi awal di SMP Negeri 27 Makassar yang telah dilaku

kan sebagai study pendahuluan bahwa pembelajaran IPA di SMP Negeri 27 Maka

ssar masih kurang efektif karena didominasi pembelajaran konvensional yang

membuat peserta didik bosan dalam mengikuti pembelajaran sehingga hasil

belajar peserta didik rendah. Kriteria Ketuntasan Minimum (KKM) yang ditetapka

n untuk mata pelajaran IPA kelas VII di SMP Negeri 27 Makassar adalah 75. Ber

dasarkan data nilai harian peserta didik pada materi Objek IPA dan

Pengamatannya diketahui nilai peserta didik masih rendah karena jumlah peserta

didik yang mencapai KKM hanya 32,76 %.

Berdasarkan permasalahan di atas perlu diberikan solusi model pembelajar

an agar peserta didik lebih tertarik untuk belajar sehingga hasil belajar peserta didi

k lebih baik. Karena model yang digunakan guru selama proses pembelajaran

dapat mempengaruhi tinggi rendahnya hasil belajar peserta didik. Penggunaan

model yang bervariasi dan relevan dapat merangsang keaktifan peserta didik

selama proses pembelajaran. Guru harus cermat memilih model apa yang tepat

digunakan dalam satu pelajaran dan hendaknya menghindari penggunaan model

yang monoton yang dapat mengakibatkan kejenuhan dalam diri peserta didik.
4

Kemudian kemampuan peserta didik dalam menerima materi pelajaran yang

disampaikan guru juga mempengaruhi hasil belajar peserta didik.

Menurut Andriani (2018) menyatakan bahwa perkembangan pengetahuan

peserta didik tergantung pada seberapa jauh peserta didik akif dalam

memanipulasi dan berinteraksi dengan lingkungan. Seorang pendidik IPA

semestinya menerapkan model-model pembelajaran yang dapat merangsang

peserta didik untuk semangat belajar, membangun motivasi positif dan suasana

lingkungan yang mendukung. Untuk mencapai tujuan pembelajaran, proses

pembelajaran harus lebih menekankan pada bagaimana upaya guru untuk

mendorong dan memfasilitasi peserta didik dalam proses belajar sehingga aktif

dalam mengkonstruksikan pengetahuan bagi diri mereka sendiri.

Alasan memilih dengan model pembelajaran terbimbing ini dapat

memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan sendiri rumus

atau konsep dengan bimbingan guru, hal ini membuat peserta didik menjadi aktif

belajar, aktif mencari, belajar mandiri dan lebih memahami isi materi yang

diajarkan oleh guru yang nantinya akan berdampak pada hasil belajar peserta

didik. Menurut musyabirah (2018), model pembelajaran sangat penting dalam

suatu kegiatan pembelajaran. Salah satu upaya yang harus dilakukan guru untuk

mencapai tujuan pembelajaran adalah dengan memilih model pembelajaan yang

tepat.

Berkaitan dengan penelitian terdahulu oleh Kalpikarini (2019), menyataka

n bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing telah berhasil meningkatkan

keaktifan peserta didik dan hasil belajar peserta didik pada materi objek IPA dan
5

Pengamatannya. Pemicu tingginya hasil belajar peserta didik terjadi karena pesert

a didik sangat antusias dan aktif mengikuti pelajaran, karena peserta didik dapat m

elakukan percobaan secara mandiri dan mengamati secara langsung dilapangan m

engenai materi pelajaran yang sedang dipelajari. Peserta didik juga dapat berdisku

si dan bekerja sama dengan rekan kelompok dan mengajukan pertanyaan kepada g

uru mengenai hal-hal yang tidak dimengerti.

Berdasarkan beberapa hasil penelitian yang dilakukan oleh Azmi (2012)

dan Musa (2013) secara singkat didalam jurnalnya menyampaikan bahwa hasil

pembelajaran yang menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing lebih

baik dari pada hasil belajar peserta didik dengan model pembelajaran

konvensional. Sehingga dapat disimpulakn terdapat pengaruh penggunaan model

penemuan terbimbing terhadap hasil belajar.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, maka peneliti tertarik untuk

melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Model Pembelajaran Penemuan Te

rbimbing Terhadap Hasil Belajar Peserta Didik Kelas VII SMP Negeri 27 Makass

ar”.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan, maka rumusan masalah ya

ng diangkat adalah:

1. Seberapa tinggi peningkatan hasil belajar peserta didik setelah diterapkan mode

l pembelajaran penemuan terbimbing kelas VII SMP Negeri 27 Makassar?.


6

2. Seberapa tinggi peningkatan hasil belajar peserta didik setelah diterapkan mode

l pembelajaran konvensional kelas VII SMP Negeri 27 Makassar?

3. Apakah terdapat pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap

hasil belajar peserta didik kelas VII SMP Negeri 27 Makassar?

C. Tujuan Penelitian

Sehubungan dengan rumusan masalah yang telah dikemukakan di atas, tuj

uan dari penelitian ini adalah:

1. Untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan hasil belajar peserta didik

setelah diterapkan model pembelajaran penemuan terbimbing kelas VII SMP

Negeri 27 Makassar.

2. Untuk mengetahui seberapa tinggi peningkatan hasil belajar peserta didik setela

h diterapkan model pembelajaran konvensional kelas VII SMP Negeri 27 Maka

ssar.

3. Untuk mengetahui pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing

terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII SMP Negeri 27 Makassar.

D. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah:

1. Manfaat Teoretis

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan sumbangan terhadap ilmu pen

getahuan khususnya bidang ilmu pendidikan program studi Pendidikan IPA dan m
7

enambah pengetahuan mengenai pengaruh model pembelajaran penemuan

terbimbing terhadap hasil belajar peserta didik.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi penulis, merupakan alat untuk mengembangkan diri sebagai calon guru ya

ng profesional.

b. Untuk peserta didik, dapat dijadikan sebagai bahan pembelajaran yang dapat di

gunakan untuk meningkatkan pengetahuan dan pemahaman terhadap mata pelaj

aran IPA.

c. Bagi guru IPA, dapat menjadi bahan acuan dalam menyusun rencana dan melak

sanaan pembelajaran menggunakan model pembelajaran yang sesuai.

d. Bagi sekolah, dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam pengelolaan p

roses pembelajaran mengenai model penemuan terbimbing dan dapat dijadikan

sebagai salah satu alternatif dalam usaha peningkatan kualitas sekolah.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Pustaka

1. Model Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Salah satu tokoh penting yang mempopulerkan pembelajaran penemuan ad

alah Jeroma S. Bruner (Priansa, 2017), menyatakan bahwa pembelajaran dengan p

enemuan mendorong peserta didik untuk mengajukan pertanyaan dan menarik sim

pulan dari prinsip-prinsip umum berdasarkan pengalaman dan kegiatan praktis. Br

uner berpendapat bahwa peserta didik harus berperan secara aktif dalam proses pe

mbelajaran di kelas.

Contoh model pembelajaran penemuan menurut Burner yaitu apabila

seorang anak diberi tahu bahwa apa itu panas, adakemungkinan besar sekai dia

akan segera lupa apa yang baru saja diberi tahu. Tetapi apabila suatu ketika anak

memegang api dan dia merasakan panasnya, maka kemungkinan besar anak

tersebut selalu mengingatnya. Hasil bealar melalui penemuan akan lebih mudah

untuk disesuaikan dengan kondisi baru. Selain itu, melalui belajar penemuan akan

meningkatkan penalaran peserta didik dan mengembangkan kemampuan untuk

berpikir secara bebas (Solchan, dkk 2021).

Model pembelajaran penemuan dapat mendorong peserta didik untuk belaj

ar aktif melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep, prinsip-p

rinsip, dan guru mendorong peserta didik untuk memiliki pengalaman

8
9

dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prins

ip untuk diri mereka sendiri (Nur, 2000).

Prinsip belajar yang nampak jelas pada model pembelajaran penemuan

yaitu materi atau bahan pelajaran yang akan disampaikan tidak disampaikan

dalam bentuk final akan tetapi peserta didik didorong untuk mengidentifikasi apa

yang ingin diketahui dilanjutkan dengan mencari informasi sendiri kemudian

membentuk apa yang mereka ketahui dan mereka pahami dalam suatu bentuk

akhir. Dengan mengaplikasikan pembelajaran penemuan secara berulang-ulang

dapat meningkatkan kemampuan penemuan diri sendiri yang bersangkutan.

Penggunaan pembelajaran penemuan ingin merubah kondisi belajar yang pasif

menjadi aktif dan kreatif (Tawil & Liliasari, 2018).

Berdasarkan dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa model pemb

elajaran penemuan adalah pembelajaran yang mendorong peserta didik untuk terli

bat aktif dalam pembelajaran dan peserta didik sendiri yang menemukan konsep at

au prinsip dan guru yang mendorong peserta didik melakukan percobaan.

Model pembelajaran penemuan dibagi menjadi dua tipe yaitu penemuan

terbimbing (guided discovery) dan penemuan bebas (free discovery). dalam

penemuan terbimbing, guru menyediakan data, sedangkan peserta didik diberi

pertanyaan atau masalah untuk membantu mereka mencari jawaban, membuat

generalisasi dan kesimpulan, serta solusi. Guru mengarahkan dan membimbing

peserta didik berkenaan dengan materi pelajaran. Bentuk bimbingan yang

diberikan guru dapat berupa petunjuk, arahan, pernyataan atau dialog sehingga

diharapkan peserta didik dapat menyimpulkan sesuai rancangan guru. Adapun


10

dalam penemuan bebas, peserta diidik harus merencanakan solusi dan

mengumpulkan data secara mandiri. Pembelajaran penemuan bebas terpusat pada

peserta didik, guru hanya memberikan masalah dan situasi belajar kepada peserta

didik (Trowbridge & Bybee, 1990)

Model pembelajaran penemuan sering diterapkan pada percobaan sains di

laboratorium yang masih membutuhkan bantuan guru, yang disebut penemuan

terbimbing. Penemuan terbimbing merupakan model yang digunakan untuk

membangun konsep di bawah pengawasan guru. Pembelajaran

penemuanmerupakan pembelajaran kognitif yang menuntut guru lebih kreatif

menciptakan situasi belajar yang dapat membuat peserta didik belajar aktif

menemukan pengetahuan sendiri (Sani. 2017).

Menurut Yurniwati & Hanum (2017), jika peserta didik terbiasa belajar m

elalui metode penemuan terbimbing maka peserta didik akan memiliki kemampua

n belajar untuk memperoleh pengetahuan itu sendiri bukan menerima pengetahuan

tersebut. Ketika mereka belum mampu menunjukkan kemampuan untuk menemu

kan ide atau gagasan yang dimaksud, maka guru perlu membimbing mereka. Hal i

ni menyebabkan penemuan terbimbing sangat cocok untuk peserta didik karena m

emberikan kesempatan kepada peserta didik untuk menemukan dan memahami ko

nsep secara mendalam kemudian menerapkannya dalam masalah.

Model penemuan terbimbing merupakan model pembelajaran yang

menciptakan situasi belajar yang melibatkan peserta didik belajar secara aktif dan

mandiri dalam menemukan suatu konsep atau teori, pemahamn, dan pemecahan

masalah. Proses penemuan tersebut membutuhkan guru sebagai fasilitator dan


11

pembimbing. Banyaknya bantuan yang diberikan guru tidak mempengaruhi

peserta didik untuk melakukan penemuan sendiri (Purwanto, 2021).

Menurut Mulyono, dkk (2018),bahwa kendala dalam menggunakan

metode Penemuan Terbimbing yaitu sebagian dari peserta didik belum mampu

melakukan penemuaan. Akan tetapi kendala dalam peneliti ini dapat atasi dengan

cara pembentukan kelompok belajar dengan teman sebangkunya masing-masing.

Adapun kesulitan lain selama proses pembelajaran dengan menggunakan metode

Penemuan Terbimbing yaitu ada sebagian peserta didik yang tidak mengikuti

kegiatan pada saat berdiskusi.

Penerapan pembelajaran discovery learning, menggambarkan kegiatan

pembelajaran student center (kegiatan pembelajaran berpusat pada peserta didik,

guru hanya menyampaikan materi penting dan singkat). Hal ini dikarenakan

pembelajaran discovery learning menekankan pada kemampuan dan aktivitas

peserta didik dalam kegiatan pembelajaran. Pengembangan materi diwujudkan

guru dalam bentuk tugas kelompok yang diberikan sehingga dapat memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk mendiskusikan dengan kelompoknya.

Tiap peserta didik memiliki pendapat dan cara yang berbeda dalam menyelesaikan

persoalan yang diberikan. Model pembelajaran discovery learning melatih peserta

didik fokus terhadap pokok materi yang dibahas. Penerapan model pembelajaran

ini membuat peserta didik lebih aktif, termotivasi, dalam mengumpulkan data

untuk memahami konsep. Kegiatan berkelompok mengasah kemampuan peserta

didik berpendapat sehingga nantinya dapat digunakan dalam kehidupan sehari-

hari untuk mengambil langkah yang tepat (Hadijah, 2021).


12

Menurut Carin dan Sund (1989),ada tiga alasan untuk guru menggunakan

penemuan terbimbing yaitu (1) sebagian besar guru lebih nyaman menggunkan pe

ndekatan ekspositori, mungkin karena sudah lama sekali dikenal dalam dunia pen

didikan; (2) jika menginginkan peserta didik menjadi seorang saintis yang selalu

mengikuti perkembangan teknologi dan mampu menyelesaikan masalah, peserta d

idik harus sclalu berperan aktif dalam setiap kegiatan sains dengan petunjuk dan p

endampingan dari guru. Penemuan terbimbing pada anak yang usianya lebih mud

a akan mengarakan anak kearah penemuan bebas atau inkuri ketika anak menginja

k masa remaja dan dewasa; (3) pembelajaran dengan penemuan terbimbing akan

mengembangkan kemampuan metode mengajar guru untuk mempertemukan berb

agai macam tingkat pemahaman peserta didik dalam pembelajaran.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran pene

muan terbimbing lebih banyak diterapkan karena dengan adanya petunjuk guru m

aka peserta didik akan bekerja lebih terarah dalam mencapai tujuan yang akan dic

apai atau ditetapkan. Pembelajaran penemuan terbimbing berusaha menciptakan s

ituasi belajar yang melibatkan peserta didik belajar secara aktif dan mandiri dalam

menemukan suatu konsep atau teori, pemahaman, dan pemecahan masalah. Proses

penemuan tersebut membutuhkan guru sebagai fasilitator dan pembimbing.

Carin (1993) memberikan petunjuk dalam merencanakan dan menyiapkan

pembelajaran penemuan terbimbing, antara lain :

1. Menentukan tujuan yang akan dipelajari oleh peserta didik

2. Memilih metode yang sesuai dengan kegiatan penemuan

3. Menentukan lembar pengamatan data untuk peserta didik


13

4. Menyiapkan alat dan bahan secara lengkap

5. Menentukan dengan cermat apakah peserta didik akan bekerja secara individu a

tau berkelompok yang terdiri dari 2-5 peserta didik.

6. Mencoba terlebih dagulu kegiatan yang akan dikerjakan oleh peserta didik untu

k mengetahui kesulitan yang mungkin timbul atau kemungkinan untuk modifik

asi

Untuk mencapai tujuan di atas Nur (2005) menyarankan hal-hal di bawah i

ni :

1. Mendorong peserta didik mengajukan dugaan awal dengan cara mengajukan

pertanyaan membimbing.

2. Menggunakan bahan dan permainan yang bervariasi.

3. Memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk memuaskan keingintahuan

mereka, meskipun mereka mengajukan gagasan-gagasan yang tidak

berhubungan langsung dengan pelajaran.

4. Menggunakna jumlah contoh yang kontraks atau memperlihatkan perbedaan

yang nyata dengan materi ajar mengenai topik-topik terkiat.

2. Sintaks Pembelajaran Penemuan Terbimbing

Model pembelajaran penemuan terbimbing jika diterapkan dengan langkah

yang tepat dapat meningkatkan hasil belajar peserta didik. Model pembelajaran

penemuan terbimbing interaksi dapat terjadi, diantara peserta didik baik dalam

kelompok-kelompok kecil maupun kelompok besar (kelas), dan antara peserta did
14

ik dengan guru. Dalam melakukan aktivitas atau penemuan dalam kelompok-

kelompok kecil, peserta didik berinteraksi satu dengan yang lain. Sehingga,

mempengaruhi kreativitas peserta didik dalam menemukan sesuatu untuk

menyelesaikan masalah (Tias, 2017).

Carin & Sund (1989) mengungkapkan bahwa model pembelajaran

penemuan terbimbing dapat diterapkan berdasarkan 3 tahap yaitu tahap

eksplorasi, tahap invensi konsepsi dan tahap penemuan.Tahap -tahap penemuan te

rbimbing pada Tabel 2.1 yaitu:

Tabel 2.1 Tahap-tahap Penemuan Terbimbing


No. Tahap-tahap Kegiatan Guru
 Guru mendorong peserta didik untuk
mengidentifikasi karakteristik-
1. Eksplorasi karakteristik dan sifat-sifat dari objek
yang dikaji dalam pembelajaran melalui
kegiatan pengamatan.
 Guru mendorong peserta didik untuk
menganlisis fakta-fakta yang dihimpun
2. Invensi konsepsi dari objek kajian.
 Guru meminta peserta didik untuk
memaparkan hasil analisis mereka.
 Guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menerapkan apa yang
3. Penemuan telah mereka pelajari dari tahap eksplorasi
dan tahap invensi konsepsi dalam situasi
baru.

Pembelajaran penemuan terbimbing merupakan bagian dari pembelajaran

penemuan yang mempunyai kaitan dengan pembelajaran berdasarkan masalah.

Oleh karena itu, pada tahap-tahap pembelajaran penemuan terbimbing dapat

diadaptasi dari pembelajaran berdasarkan masalah dengan memperhatikan

langkah-langkah tertentu pada penemuan terbimbing.

Tabel 2.2 Tahap-tahap Penemuan Terbimbing


15

No. Tahap-tahap Kegiatan Guru


Guru bertanya dengan menyajikan
masalah atau meminta peserta didik untuk
1. Stimulasi
membaca dan mendengarkan uraian yang
membuat permasalahan.
Guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengidentifikasi
sebanyak mungkin agenda-agenda
2. Pernyataan Masalah
masalah yang relevan dengan bahan
pelajaran, kemudian salah satunya dipilih
dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.
Guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk mengumpulkan
3. Pengumpulan Data informasi yang relevan sebanyak-
banyaknya untuk membuktikan benar
tidaknya hipotesis.
Merupakan kegiatan mengolah data dan
informasi yang diperoleh peserta didik
4. Pengelolahan Data
melalui wawancara, observasi, dan
sebagainya.
Guru memberikan kesempatan kepada
peserta didik untuk menentukan suatu
5. Verifikasi konsep, teori, aturan atau pemahaman
melalui contoh-contoh yang ia jumpai
dalam kehidupan sehari-hari.
Proses menarik simpulan yang dapat
dijadikan prinsip umum dan berlaku
6. Generalisasi
untuk semua kejadian yang sama, dengan
memerhatikan hasil verifikasi.
Syah (2010)
3. Hasil Belajar

Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang membentu

knya, yaitu “hasil” dan “belajar” pengertian product (hasil) menunjuk pada suatu

perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas atau proses yang mengakibatkan ber

ubahnya input secara fungsional.


16

Hasil pembelajaran adalah salah satu ruang lingkup pembelajaran. Hasil

pembelajaran ini tentunya dilihat untuk jangka pendek, jangka menegah, dan

jangka panjang. Jangka pendek yaitu yang sesuai dengan capaian indikator,

jangka menegah yang sesuai pada pencapaian target mata pelajaran, dan jangka

panjang yaitu realitas ketika peserta didik berbaur di masyarakat (Febriana, 2019).

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa hasil pembelajaran

adalah salah satu ruang lingkup pembelajaran. Hasil belajar adalah perubahan yan

g terjadi pada peserta didik setelah diberi perlakuan. Hasil belajar berfungsi untuk

mengetahui kemampuan yang dimiliki oleh peserta didik baik berupa

pengetahuan, sikap dan keterampilan akibat dari perbuatan belajar.

Menurut Salsabila & Puspitasari (2020), terdapat 2 faktor utama yang

mempengaruhi pencapaian prestasi belajar peserta didik yaitu faktor internal dan

faktor eksternal.

a. Faktor internal ialah faktor yang behubungan erat dengan segala kondisi peserta

didik. Faktor internal ini meliputi : kesehatan fisik, psikologis, motivasi dan

kondisi psikoemosional yang stabil.

b. Faktor eksternal ialah faktor yang berasal dari luar individu, baik berupa

lingkungan fisik maupun lingkungan sosial (kelas dan keluarga).

Menurut Suprihatiningrum (2017) bahwa hasil belajar sangat erat

kaitannya dengan belajar atau pembelajaran. Sesuai dengan taksonomi tujuan

pembelajaran, hasil belajar dibedakan dalam tiga aspek yaitu hasil belajar aspek

kognitif, afektif, dan psikomotorik. Aspek kognitif adalah aspek yang membahas

tujuan pembelajaran berkenaan dengan proses mental yang terdiri dari enam
17

kategori yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, menganalisis,

mengevaluasi, dan mencipta. Aspek afektif adalah kemampuan yang berhubungan

dengan sikap, nilai, minat, dan apresiasi. Aspek psikomotorik adalah aspek yang

mencakup tujuan yang berkaitan dengan keterampilan yang bersifat manual atau

motorik. Ada tujuh kategori dalam ranah psikomotorik yaitu persepsi, kesiapan

dalam melakukan suatu kegiatan, mekanisme, respons terbimbing, kemahiran,

adaptasi, dan organisasi.

Tiga aspek yang dikemukakan oleh suprihatiningrum yaitu ranah kognitif,

afektif, dan psikomotorik merupakan aspek yang dapat dilakukan oleh peserta

didik. Ketiga aspek tersebut dapat diperoleh peserta didik melalui kegitan belajar

mengajar. Pada penelitian ini yang diukur adalah ranah kognitif saja karena

berkaitan dengan kemampuan para peserta didik dalam menguasai materi

pelajaran.

Menurut Anderson & Krathwohl (2014), kategori-kategori pada dimensi

proses kognitif merupakan pengklasifikasian proses-proses kognitif peserta didik

secara komprehensif yang terdapat dalam tujuan-tujuan di bidang pendidikan. Ada

enam kategori dalam dimensi proses kognitif adalah sebagai berikut.

a. Mengingat

Pengetahuan mengingat penting sebagai bekal untuk belajar yang

bermakna dan menyelesaikan masalah karena pengetahuan tersebut dipakai dalam

tugas-tugas yang lebih kompleks. Pengetahuan yang dibutuhkan ini boleh jadi
18

pengetahuan faktual, konseptual, prosedural, atau metakognitif, atau kombinasi

dari beberapa pengetahuan ini.

b. Memahami

Peserta didik dikatakan memahami bila mereka dapat mengkonstruksi

makna dari pesan-pesan pembelajaran, baik yang bersifat lisan, tulisan ataupun

grafis, yang disampaikan melalui pengajaran, buku, atau layar komputer. Peserta

didik memahami ketika mereka menghubungkan pengetahuan baru dan

pengetahuan lama mereka. Lebih tepatnya, pengetahuan yang baru masuk

dipadukan dengan skema-skema dan kerangka-kerangka kognitif yang telah ada.

Proses-proses kognitif dalam kategori memahami meliputi menafsirkan,

mencontohkan, mengklasifikasikan, merangkum, menyimpulkan,

membandingkan dan menjelaskan.

c. Mengaplikasikan

Proses kognitif mengaplikasikan melibatkan penggunaan prosedur-

prosedur tertentu untuk mengerjakan soal latihan atau menyelesaikan masalah.

Mengaplikasikan berkaitan erat dengan pengetahuan prosedural. Kategori

mengaplikasikan terdiri dari dua proses kognitif yakni mengeksekusi (ketika

tugasnya hanya soal latihan) dan mengimplementasikan (ketika tugasnya

merupakan masalah).

d. Menganalisis

Menganalisis melibatkan proses memecah-mecah materi jadi bagian-

bagain kecil dan menentukan bagaimana hubungan antarbagian dan antara setiap

bagian dan struktur keseluruhannya. Tujuan-tujuan pendidikan yang


19

diklasifikasikan dalam menganalisis mencakup belajar untuk menentukan

potongan-potongan informasi yang relevan atau penting (membedakan),

menentukan cara-cara untuk menata potongan-potongan informasi tersebut

(mengorganisasikan), dan menentukan tujuan di balik informasi itu

(mengatribusikan).

e. Mengevaluasi

Mengevaluasi didefinisikan sebagai membuat keputusan berdasarkan

kriteria dan standar. Kriteria-kriteria yang paling sering digunakan adalah kualitas,

efektivitas, efisiensi, dan konsistensi. Kategori mengevaluasi mencakup proses-

proses kognitif memeriksa (keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan

kriteria internal) dan mengkritik (keputusan-keputusan yang diambil berdasarkan

kriteria eksternal).

f. Mencipta

Mencipta melibatkan proses menyusun elemen-elemen jadi sebuah

keseluruhan yang koheran atau fungsional. Tujuan-tujuan yang diklasifikasikan

dalam mencipta meminta peserta didik membuat produk baru dengan

mereorganisasi sejumlah elemen atau bagian jadi suatu pola atau struktur yang

tidak pernah ada sebelumnya.

Dalam penelitian ini kategori yang diukur adalah aspek dengan empat

kategori hasil belajar yaitu mengingat, memahami, mengaplikasikan, dan

menganalisis. Pemilihan keempat kategori tersebut karena subjek yang diteliti

adalah kelas VII serta kompotensi dasarnya merupakan ranah kognitif C4.
20

B. Tinjauan Materi

Pada penelitian ini materi yang diambil adalah materi semester genap

kelas VII SMP yaitu Objek IPA dan Pengamatannya. Dengan mencantumkan kom

pentensi inti (KI) pada ranah pengetahuan dan keterampilan. Kedua KI ini masin

g-masing memuat satu kompetensi dasar yaitu:

KD : 3.1 Menerapkan konsep pengukuran berbagai besaran dengan menggunakan

satuan standar (baku).

3.2 Menyajikan data hasil pengukuran dengan alat ukur yang sesuai pada

diri sendiri, makhluk hidup lain, dan benda-benda di sekitar dengan

menggunakan satuan tak baku dan satuan baku.

Berdasarkan KD tersebut, peserta didik akan mempelajari materi objek

IPA dan pengamatannya dengan sub pokok materi yaitu penyelidikan IPA dan

pengukuran sebagai bagian dari pengamatan yang akan dikaji sesuai dengan

model pembelajaran penemuan terbimbing. Berikut adalah pembahasan lebih lanj

ut tentang materi tersebut.

1. Penyelidikan IPA

Penyelidikan ilmiah IPA melibatkan sejumlah proses yang harus dikuasai,

antara lain seperti berikut.

a. Pengamatan
21

Menggunakan pancaindra, termasuk melakukan pengukuran dengan alat

ukur yang sesuai. Pengamatan dilakukan untuk mengumpulkan data dan

informasi.

b. Membuat Inferensi

Merumuskan penjelasan berdasarkan pengamatan. Penjelasan ini

digunakan untuk menemukan pola-pola atau hubungan antaraspek yang diamati

dan membuat perkiraan.

c. Mengomunikasikan

Mengomunikasikan hasil penyelidikan baik lisan maupun tulisan. Hal

yang dikomunikasikan termasuk data yang disajikan dalam bentuk tabel, grafik,

bagan, dan gambar yang relevan.

2. Pengukuran Sebagai Bagian dari Pengamatan

a. Pengukuran

Mengukur merupakan kegiatan penting dalam kehidupan dan kegiatan

utama di dalam IPA. Contoh, kamu hendak mendeskripsikan suatu benda,

misalnya mendeskripsikan dirimu. Kemungkinan besar kamu akan menyertakan

tinggi badan, umur, massa tubuh, dan lainlain. Tinggi badan, umur, dan massa

tubuh merupakan sesuatu yang dapat diukur. Segala sesuatu yang dapat diukur

disebut besaran.

Seperti yang telah kamu lakukan, mengukur merupakan kegiatan

membandingkan suatu besaran yang diukur dengan besaran sejenis yang dipakai

sebagai satuan. Misalnya, kamu melakukan pengukuran panjang meja dengan

jengkalmu. Dengan demikian, kamu harus membandingkan panjang meja dengan


22

panjang jengkalmu. Jengkalmu digunakan sebagai satuan pengukuran. Misalnya,

hasil pengukurannya yaitu panjang meja sama dengan 6 jengkal.

Gambar 2.1 Mengukur dengan satuan depa (Sumber: dok. Kemendikbud)

Misalnya, ada 3 temanmu melakukan pengukuran panjang meja yang

sama, tetapi dengan jengkal masing-masing. Hasilnya, sebagai berikut.

» Panjang meja = 6 jengkal Andrian.

» Panjang meja = 5,5 jengkal Edo.

» Panjang meja = 7 jengkal Emi.

Mungkin kamu pernah mendengar satuan sentimeter, kilogram, dan detik.

Satuan-satuan tersebut adalah contoh satuan baku dalam Sistem Internasional (SI).

Setelah tahun 1700, sekelompok ilmuwan menggunakan sistem ukuran yang

dikenal dengan nama Sistem Metrik. Pada tahun 1960, Sistem Metrik

dipergunakan dan diresmikan sebagai Sistem Internasional. Penamaan ini berasal

dari bahasa Prancis, Le Systeme Internationale d’Unites.

Tabel 2.3 Awalan Satuan (dalam SI) dan Kelipatannya


Awalan Simbol Kelipatan Contoh
Tera T 10
12

Giga G 10
9

Mega M 10
6
5 Mwatt = 5.000.000 watt
kilo k 10 3
1 km = 103 m
hekto h 10
2
23

deka da 10
desi d 10− 1
Tabel 2.3 Lanjutan
Awalan Simbol Kelipatan Contoh
senti c 10
−2
1 cm = 10− 2 m
mili m 10 −3

mikro µ 10
−6

nano n 10− 9

Besaran-besaran yang dapat diukur selain 7 (tujuh) besaran pokok pada

Tabel 2.3 termasuk besaran turunan. Disebut besaran turunan karena besaran-

besaran tersebut dapat diturunkan dari besaran-besaran pokoknya. Misalnya, luas

ruang kelasmu. Jika ruang kelasmu berbentuk persegi, maka luasnya merupakan

hasil perkalian panjang dengan lebar. Perhatikan, bahwa panjang dan lebar

merupakan besaran pokok panjang. Dalam SI, panjang diukur dengan satuan

meter (m). Luas dalam SI memiliki satuan meter x meter, atau meter persegi (m2).

b. Besaran Pokok

Besaran yang satuannya didefinisikan disebut besaran pokok. Besaran

pokok ada 3, yaitu panjang, massa, dan waktu.

1) Panjang

Panjang menggunakan satuan dasar (SI) meter (m). Satu meter standar

(baku) sama dengan jarak yang ditempuh cahaya dalam ruang hampa selama

1/299.792.458 sekon. Untuk keperluan sehari-hari telah dibuat alat-alat pengukur

panjang tiruan dari meter standar, yaitu mistar, jangka sorong dan mikrometer

sekrup.
24

Gambar 2.2 Mistar (Sumber: juniorsciences.blogspot.com)

Dari gambar di atas, terlihat bahwa ujung benda (pensil) tidak tepat

berhimpit dengan skala yang terdapat pada penggaris melainkan terletak di antara

6,4 cm dan 6,5 cm, sehingga kita memerlukan angka taksiran. Hasil dari

pembacaan skala tersebut adalah sebagai berikut.

Angka pasti = 6,4 cm

Angka taksiran = ½ × 0,1 cm = 0,05 cm

Hasil pengukuran = Angka pasti + angka taksiran

Jadi, panjang pensil tersebut adalah 6,4 cm + 0,05 cm = 6,45 cm.

2) Massa

Setiap benda tersusun dari materi. Jumlah materi yang terkandung dalam

suatu benda disebut massa benda. Dalam SI, massa diukur dalam satuan kilogram

(kg). Misalnya, massa tubuhmu 52 kg, massa seekor kelinci 3 kg, massa

sekantong gula 1 kg.

Dalam SI, massa menggunakan satuan dasar kilogram (kg), sedangkan

berat menggunakan satuan Newton (N). Satu kilogram standar (baku) sama

dengan massa sebuah silinder yang terbuat dari campuran platinumiridium yang

disimpan di Sevres, Paris, Prancis. Massa 1 kg setara dengan 1 liter air pada suhu

4° C.

Massa suatu benda dapat diukur

dengan neraca lengan (Gambar 2.3)

Gambar 2.3 Neraca lengan (Sumber:


juniorsciences.blogspot.com)
25

yaitu massa benda = 100 g + 90 g + 7,5 g = 197,5 g, sedangkan (Gambar 1.20).

Sekarang banyak digunakan jenis neraca lain yang lebih praktis, yaitu neraca

digital dan neraca pegas. Pada neraca digital, hasil pengukuran massa langsung

dapat diketahui, karena muncul dalam bentuk angka dan satuannya. Pada neraca

pegas dapat mengukur berat.

Selain kilogram (kg), massa benda juga dinyatakan dalam satuan-satuan

lain. Misalnya, gram (g) dan miligram (mg) untuk massa-massa yang kecil; ton (t)

dan kuintal (kw) untuk massa-massa yang besar.

» 1 ton = 10 kw = 1.000 kg

» 1 kg = 1.000 g

» 1 g = 1.000 mg

3) Waktu

Waktu adalah selang antara dua kejadian atau dua peristiwa. Misalnya,

waktu hidup seseorang dimulai sejak ia dilahirkan hingga meninggal, waktu

perjalanan diukur sejak mulai bergerak sampai dengan akhir gerak (berhenti).

Waktu dapat diukur dengan jam tangan atau stopwatch.

Gambar 2.4
(a) Jam tangan
(b) Stopwatch jarum
(a) (b) (c) (c) Stopwatch digital
(Sumber: 1.bp.blogspot.com)

Satuan SI untuk waktu adalah detik atau sekon (s). Waktu dinyatakan

dalam satuan-satuan yang lebih besar, misalnya menit, jam, hari, bulan, tahun, dan

abad.
26

1 hari = 24 jam

1 jam = 60 menit

1 menit = 60 sekon

Untuk kejadian-kejadian yang cepat sekali, dapat digunakan satuan

milisekon (ms) dan mikrosekon (µs).

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa panjang, massa, dan

waktu merupakan besaran pokok. Berdasarkan hasil Konferensi Umum mengenai

Berat dan Ukuran ke-14 tahun 1971, Sistem Internasional disusun mengacu pada

tujuh besaran pokok seperti tercantum pada Tabel 2.3 berikut.

Tabel 2.4 Besaran Pokok dan Satuannya (dalam Sistem SI)


Besaran Pokok Satuan Simbol Satuan
Panjang meter m
Massa kilogram kg
Waktu sekon s
Kuat Arus ampere A
Suhu kelvin K
Jumlah Zat mol mol
Intensitas Cahaya candela cd

c. Besaran Turunan

Contoh besaran turunan yang lainnya adalah volume, konsentrasi larutan,

dan laju pertumbuhan.

1) Luas

Untuk benda yang berbentuk persegi, luas benda dapat ditentukan dengan

mengalikan hasil pengukuran panjang dengan lebarnya.

2) Volume

Volume merupakan besaran turunan yang berasal dari besaran pokok

panjang. Volume benda padat yang bentuknya teratur, contohnya balok, dapat
27

ditentukan dengan mengukur terlebih dahulu panjang, lebar, dan tingginya,

kemudian mengalikannya. Jika, panjang, lebar, dan tinggi diukur dalam satuan

meter (m), maka volume yang diperoleh satuannya meter kubik ( m3 ). Dalam

kehidupan sehari-hari, volume zat cair biasanya dinyatakan dalam satuan mililiter

(mL) atau liter (L).

1 L = 1 dm3 1 L = 1.000 mL 1 mL = 1 cm3

3) Konsentrasi Larutan

Misalnya, kamu membuat larutan gula dengan memasukkan gula ke dalam

air, kemudian kamu cicipi. Jika kurang manis, kamu dapat menambahkan gula

lagi. Makin banyak gula yang ditambahkan, makin manis rasa larutan itu. Selain

rasa manis yang bersifat kualitatif (hasil indra pengecap), adakah besaran yang

dapat digunakan untuk menggambarkan banyaknya gula dan air di dalam larutan

tersebut? Salah satu besaran yang dapat digunakan adalah konsentrasi larutan (K).

Ada banyak cara untuk merumuskan konsentrasi larutan. Pada contoh larutan

tersebut, konsentrasi dapat dirumuskan sebagai massa gula (zat terlarut) dibagi

volume air (zat pelarut), yaitu:

massa terlarut
K=
volume pelarut

4) Laju Pertumbuhan

Besaran panjang dan waktu dapat digunakan untuk menentukan

pertumbuhan tanaman. Misalkan, kamu menanam jagung. Pada pengukuran awal,

diperoleh tinggi tanaman 20 cm. Dalam waktu 10 hari, tingginya menjadi 60 cm.

Kamu dapat menentukan laju pertumbuhan jagung tersebut dengan perhitungan

sebagai berikut:
28

pertambahan tinggi (60 − 20)


Laju pertumbuhan= = =4 cm/hari
selang waktu 10 hari

C. Kerangka Pikir

Proses belajar mengajar merupakan proses yang sangat kompleks dengan

banyak faktor yang mempengaruhinya. Guru yang masih cenderung

menggunakan model pembelajaran konvensional atau proses belajar mengajar

yang masih berpusat pada peserta didik ini mengakibatkan rendahnya hasil belajar

kelas VII SMPN 27 Makassar. Peserta didik tak sekedar menyerap informasi dari

guru tetapi melibatkan tindakan yang harus dilaksanakan terutama bila diinginkan

hasil belajar yang lebih baik.

Kesuksesan proses belajar mengajar sangat ditentukan oleh pemilihan mod

el pembelajaran yang digunakan. Untuk itu pendidik sebagai salah satu pelaku pen

didikan harus memiliki kompetensi dalam melaksanakan kegiatan belajar serta me

milih model pembelajaran digunakan. Oleh sebab itu, untuk tercapainya tujuan pe

mbelajaran yang maksimal digunakan model pembelajaran penemuan terbimbing

yang bertujuan agar peserta didik lebih tertarik dalam proses belajar. Dengan men

erapkan model pembelajaran penemuan terbimbing diharapkan dapat meningkatka

n pemahaman konsep peserta didik.

Model penemuan terbimbing dapat meningkatkan hasil belajar peserta

didik menurut Sulistyowati (2012), karena keterlibatan peserta didik dalam

pembelajaran maksimal yaitu peserta didik selalu diajak dalam menemukan

konsep secara sistematis sehingga peserta didik akan lebih aktif dalam

meningkatkan hasil belajarnya serta dapat melatih peserta didik untuk


29

mengaplikasikan pengetahuan dalam dunia nyata. Selain itu, perserta didik juga

dapat melatih keberanian dan rasa percaya dirinya untuk mengemukakan pendapat

karena peserta didik pada model pembelajaran penemuan terbimbing ini selalu

diberikan kesempatan untuk menyampaikan pendapatanya

Uraian di atas ditegaskan bahwa hasil belajar peserta didik merupakan

suatu rangkaian proses belajar peserta didik yang tidak tahu menjadi tahu

sehingga dapat mengatasi kekurangan-kekurangan peserta didik yang memiliki

kesulitan dalam belajar.


30

Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada bagan kerangka pikir berikut:

Harapan

Proses pembelajaran IPA masih


Proses pembelajaran IPA berbasis menggunakan model konvensional
model penemuan terbimbing dapat yang membuat peserta didik pasif dan
meningkatkan hasil belajar peserta berdampak pada hasil belajar yang
didik rendah
Kenyataan

Tes kemampuan awal

(pretest)

30
31

D. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan kajian pustaka dan kerangka pikir di atas makan hipotesis yan

g diajukan dalam penelitian ini yaitu “Model pembelajaran penemuan terbimbing

berpengaruh signifikan terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII SMPN 27

Makassar ”.
BAB III

METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini yaitu penelitian Quasi experimental Design.

Penggunaan desain ini bertujuan untuk membandingkan pengaruh model

pembelajaran penemuan terbimbing pada kelas eksperimen dan model

konvensional pada kelas kontrol terhadap peningkatan hasil belajar peserta didik.

Desain ini mempunyai kelompok kontrol, tetapi tidak dapat berfungsi sepenuhnya

untuk mengontrol variabel-variabel luar yang mempengaruhi pelaksanaan eksperi

men. Desain ini digunakan karena pada kenyataannya sulit mendapatkan kelompo

k kontrol yang digunakan untuk penelitian.

B. Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada semester ganjil tahun ajaran 2022/2023

tepatnya pada bulan Juli-Agustus yang berlokasi di SMP Negeri 27 Makassar

jalan Dg Tata Komp Hartaco Indah Blok II No. 2.

C. Desain Penelitian

Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah Nonequivalent Control

Group Design. Pada desain ini kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol ti

dak dipilih secara random. Desain ini dapat digambarkan seperti pada Tabel 3.1 b

erikut :

32
33
33

Tabel 3.1 Desain Nonequivalent Control Group Design


Kelompok Pretest Perlakuan Posttest
KE O2 X1 O1
KK O2 X2 O1
Keterangan :
KE : Kelompok Eksperimen
KK : Kelompok Kontrol
O2 : nilai pretest
O1 : nilai posttest
X1 : Diberi perlakuan dengan model pembelajaran penemuan terbimbing
X1 : Tanpa diberi perlakuan dengan model pembelajaran penemuan terbimbing

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas VII SMP

Negeri 27 Makassar tahun ajaran 2021/2022 yang terdiri dari 9 kelas dengan

jumlah 288 peserta didik.

Tabel 3.2 Jumlah Populasi Peserta Didik Kelas VII SMPN 27 Makassar
Kelas Jumlah
VII 1 32
VII 2 32
VII 3 32
VII 4 32
VII 5 32
VII 6 32
VII 7 32
VII 8 32
VII 9 32
Total 288

2. Sampel

Teknik pengambilan sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik pur

posive sampling. Pada penelitian ini peneliti menginginkan peserta didik yang

memiliki kemampuan awal yang sama. Purposive sampling merupakan cara


34

pengambil sampel yang digunakan peneliti untuk mendapatkan kelas sampel yang

sesuai dengan kriteria yang ditentukan. Kriteria tersebut diambil berdasarkan

wawancara dengan guru mata pelajaran IPA di SMP Negeri 27 Makassar..

Kriteria yang ditentukan untuk mendapatkan kelas sampel dalam penelitian ini

yaitu kdua kelas memiliki nilai yang sama dan diajat oleh satu guru yang sama. D

alam penelitian ini sampel yang digunakan sebagai kelas eksperimen yaitu sebany

ak 29 peserta didik dan kelas kontrol yaitu sebanyak 26 peserta didik.

E. Definisi Operasional Variabel

Variabel dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu model pembelajaran

penemuan terbimbing sebagai variabel bebas dan hasil belajar sebagai variabel te

rikat, berikut adalah definisi operasional dari masing-masing variabel tersebut:

1. Model pembelajaran penemuan terbimbing merupakan model pembelajaran yan

g diterapkan dimana guru membimbing peserta didik untuk melakukan

penemuan terbimbing melalui keterlibatan aktif peserta didik dalam pembelajar

an. Dalam pembelajaran penemuan ini peserta didik diberikan stimulasi

kemudian mereka mengidentifikasi masalah serta hipotesis setelah itu guru

membimbing peserta didik dalam mengumpulkan data. Setelah data yang

diperlukan terkumpul maka peserta didik mengolah data dan memeriksa tentang

benar atau tidaknya hipotesis mereka. Terakhir peserta didik menyimpulkan

hasil dari kegiatan yang telah mereka lakukan.

2. Hasil belajar adalah skor yang dicapai peserta didik melalui tes hasil belajar yan

g meliputi ranah kognitif C1 (mengetahui), C2 (memahami), C3 (mengaplikasik


35

an) dan C4 (menganalisis) setelah diterapkan model pembelajaran penemuan ter

bimbing.

F. Instrumen dan Perangkat Pembelajaran

1. Instrumen

Adapun instrumen yang digunakan adalah tes dalam bentuk tes pilihan

ganda. Instrumen hasil belajar digunakan untuk mengumpulkan data tes hasil bela

jar peserta didik yang diperoleh sebelum dan setelah dilaksanakan pembelajaran

dengan model penemuan terbimbing. Tes hasil belajar berbentuk pilihan ganda se

banyak 25 nomor soal yang mencakup ranah kognitif yang meliputi: C1 (mengeta

hui), C2 (memahami), C3 (mengaplikasikan) dan C4 (menganalisis).

2. Perangkat Pembelajaran

Perangkat pembelajaran yang digunakan adalah Rencana Pelaksanaan Pem

belajaran (RPP), LKPD dan soal tes hasil belajar pretest dan posttes.

G. Prosedur Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan melalui tiga tahap, yakni: tahap persiapan, taha

p pelaksanaan, dan tahap akhir.

1. Tahap Persiapan

Kegiatan yang dilakukan pada tahap ini adalah:

a. Berkonsultasi dengan kepala sekolah dan guru bidang studi IPA untuk meminta

izin melaksanakan penelitian.

b. Mengkonfirmasi materi yang akan dijadikan sebagai materi penelitian


36

c. Menyusun rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) berdasarkan kurikulum ya

ng digunakan di sekolah.

d. Mendesain instrumen, Adapun langkah-langkah yang ditempuh dalam penyusu

nan instrumen antara lain:

1) Membuat kisi-kisi soal berdasarkan indikator hasil belajar IPA materi objek

IPA dan pengamatannya.

2) Membuat soal dan kunci jawaban berdasarkan kisi-kisi soal yang telah dibuat.

3) Mengevaluasi instrument kepada dua orang dosen.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Memberikan pretest dengan soal yang telah divalidasi untuk mengetahui penget

ahuan awal peserta didik.

b. Memberikan perlakuan dengan menerapkan model pembelajaran penemuan ter

bimbing

c. Memberikan posttest untuk mengetahui hasil belajar peserta didik setelah meng

ikuti pembelajaran dengan model pembelajaran penemuan terbimbing.

d. Mengolah data hasil pretest dan posttest.

3. Tahap Akhir

Setelah seluruh kegiatan pembelajaran dilaksanakan maka dilakukan analis

is dari data-data yang telah diperoleh untuk mengetahui sejauh mana tujuan dari p

enelitian yang dilakukan terjawab.

H. Teknik Pengumpulan Data


37

Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan yaitu terdiri atas

tes hasil belajar peserta didik. Tes yang digunakan adalah tes untuk mengetahui

apakah terdapat pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap

hasil belajar peserta didik. Tes tersebut digunakan sebagai soal pretest dan posttes

t untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol. Tes yang diberikan dalam bentuk soal

pilihan ganda sebanyak 25 butir soal yang disesuaikan dengan indikator hasil

belajar. Jumlah skor yang diperolah dianalisis untuk memperolah nilai hasil

belajar peserta didik yang diajar dengan menerapkan model pembelajaran

penemuan terbimbing dan model pembelajaran kovensional.

I. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis deskriptif yang digunakan adalah penyajian data berupa nilai rata-

rata dan standar deviasi. Analisis ini dimaksudkan untuk menyajikan atau mengun

gkapkan pemahaman konsep IPA materi Objek IPA dan Pengamatannya peserta d

idik dengan mengelompokkan dalam kriteria ketuntasan yang digunakan di SMP

Negeri 27 Makassar.

Rumus untuk skor rata-rata yang dikemukakan oleh Purwanto (2016)

yaitu:

X́ =
∑ f i xi
∑ fi

dengan:
38

X́ = Skor rata-rata sampel


fi = Frekuensi yang sesuai dengan tanda kelas
xi = Tanda kelas

Rumus standar deviasi yang dikemukakan oleh Sugiyono (2015) yaitu:


( ∑ f i xi )
2

∑ fix 2
i
n
s=
n −1

dengan:
s = Standar deviasi
xi = Titik tengah kelas
fi = frekuensi
n =Jumlah sampel penelitian

Rumus varians yang dikemukakan oleh Hek (2021) yaitu:

s =n ∑ x i −¿ ¿
2 2

Keterangan :
2
s = Varians
x i = Jumlah tiap data
n  = Ukuran banyaknya data
Skor perlu dikategorikan untuk memperoleh tingkat hasil belajar peserta di

dik. Data tes hasil belajar yang dikategorikan pada Tabel 3.6 berikut.

Tabel 3.6 Kategori Nilai Tes Hasil Belajar Peserta Didik


Interval Nilai Akhir Kategori
86 – 100 Sangat tinggi
71 – 85 Tinggi
56 – 70 Sedang
41 – 55 Rendah
25 – 40 Sangat rendah
(Sumber: Slameto, 2010)
Untuk mengetahui peningkatan hasil belajar IPA peserta didik maka digun

akan nilai rata-rata N-Gain yang dinormalisasikan. N-Gain dinormalisasikan meru


39

pakan perbandingan antara skor gain pretest-postest kelas terhadap gain maksimu

m yang mungkin diperoleh, yang menggunakan faktor Hake (1999) berikut:

( S post ) − ( S pre )
⟨ g ⟩=
( S maks) − ( S pre )
dengan:
(Spost) = skor rata-rata pretest (%)
(Spre) = skor rata-rata postest (%)

Dengan Kriteria interpertasi N-Gain yang dikemukakan oleh Hake (1999),

yang telah dimodifikasi yaitu (Sundayana, 2014):

Table 3.4 Kriteria N-Gain


Indeks Gain Kriteria
g > 0,70 Tinggi
0,70 ≥ g ≥ 0,30 Sedang

0,30 g Rendah

2. Analisis statistik inferensial

Statistik inferensial menganalisis kumpulan data untuk menguji hipotesis,

kemudian hasil analisis digunakan dalam penarikan kesimpulan. Analisis ini meli

puti:

a. Uji Normalitas

Uji normalitas digunakan untuk mengetahui kondisi data apakah berdistrib

usi normal atau tidak. Kondisi data berdistribusi normal menjadi syarat untuk men

guji hipotesis menggunakan statistik parametrik. Pengujian normalitas menggunak

an Chi-Kuadrat (x2) dengan derajat kebebasan dengan rumus yang dikemukakan

oleh Riduwan (2020) yaitu:


k
( fo− fe)2
x 2=∑
i=1 fe
Keterangan:
40

x2 = Nilai chi-kuadrat
fo= Frekuensi pengamatan
fe = Frekuensi yang diharapkan
k = Banyaknya kelas

Untuk membuat keputusan tentang hipotesis yang diajukan diterima atau d

itolak, maka perlu membandingkan x2 hitung dengan x2 tabel. Jika x2 hitung ≤ x2 tabel maka

data dinyatakan berdistribusi normal. Sebaliknya, jika x2 hitung ≥ x2 tabel maka data di

nyatakan tidak berdistribusi normal. Dengan derajat kebebasan penyebut dan pem

bilang dk = n-1, dengan taraf signifikasi α = 0,05.

b. Uji Homogenitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui apakah data sampel pada setiap kelomp

ok mempunyai varian yang sama atau tidak. Untuk menentukan bahwa sampel ho

mogen, maka digunakan rumus uji homogenitas sebagai berikut:

Varians Besar
F=
Varians Kecil

(Sumber: Sugiyono, 2017)

Langkah selanjutnya membandingkan Fhitung dengan Ftabel dengan ketentuan,

jika Fhitung ≤ Ftabel berarti homogen. Sebaliknya, jika Fhitung ≥ Ftabel berarti tidak homo

gen.

c. Uji Hipotesis

Kriteria penerimaan atau penolakan hipotesis melalui uji t yakni, apabila

t ℎitung >t tabel berarti terdapat pengaruh signifikan sehingga Ho ditolak. Namun, apab

ila t ℎitung <t tabel berarti tidak terdapat pengaruh signifikan sehingga Ho diterima. De
41

ngan demikian formulasi hipotesis statistik yang diuji berupa :

H 0 : μ1 ≤ μ2 melawan H a : μ1 > μ2.

Keterangan:

H o =¿ penemuan terbimbing tidak berpengaruh positif terhadap hasil belajar pese


rta didik
H a =¿pennemuan terbimbing berpengaruh positif terhadap hasil belajar peserta di
dik
μ1=¿ skor rata-rata (N-Gain) hasil belajar peserta didik yang diajar dengan
penemuan terbimbing
μ2=¿ skor rata-rata (N-Gain) hasil belajar peserta didik yang tidak diajar dengan
penemuan terbimbing
X −X2
t= 1
+

S21 S22
n1 n2

(Sumber: Sugiyono, 2017)


Dengan:
X1 = rata-rata data kelompok pertama (pre test)
X2 = rata-rata data kelompok kedua (post test)
S1 =Variansi kelompok pertama (pre test)
S2 =Variansi kelompok kedua (post test)
n1 = banyaknya sampel pengukuran kelompok pertama (pre test)
n1 = banyaknya sampel pengukuran kelompok pertama (pre test)
Untuk melihat harga t-tabel digunakan dk = n1 + n2 - 2.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Statistik Deskriptif

Hasil analisis deskriptif menunjukkan tentang karakteristik nilai hasil belaj

ar peserta didik kelas VII di SMP Negeri 27 Makassar. Data hasil analisis deskript

if ditunjukkan pada Tabel 4.:

Tabel 4.1 Hasil Analisis Statistik Deskriptif Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol
Hasil Belajar
N Kelas Kelas Kontrol
Statistik
o. Eksperimen
Pretest Posttest Pretest Posttest
1 Jumlah Sampel 29 29 27 27
2 Nilai Ideal 100 100 100 100
3 Nilai Tertinggi 56 96 56 84
4 Nilai Terendah 28 48 32 32
5 Nilai Rata-rata 41,24 78,90 43,23 58,46
6 Standar Deviasi 8,56 12 7,84 13
7 Varians 73,27 144 61,47 169
(Sumber: Lampiran C.2.1)

Berdasarkan Tabel 4.1 diperoleh nilai pretest dan posttest hasil belajar pad

a kelas eksperimen dan kelas kontrol. Nilai pretest dan posttest hasil belajar pada

kelas eksperimen yang diajar menggunakan model pembelajaran penemuan

terbimbing. Hasil pretest diperoleh nilai tertinggi yaitu 58, nilai terendah yaitu 28

dari total nilai yaitu 100 dan nilai rata-rata yaitu 41,24 dengan standar deviasi 8,56

serta varians 73,27. Hasil posttest diperoleh nilai tertinggi yaitu 96, skor terendah

42
43

48 dari total nilai 100 dan nilai rata-rata yaitu 78,90 dengan standar deviasi yang d

iperoleh 12 serta varians 144. Nilai yang dimaksud adalah nilai total tes yang

berbentuk piihan ganda sebanyak 25 nomor dengan skor pilihan ganda C1, C2, C3

dan C4 masing-masing 4.

Nilai pretest dan posttest hasil belajar pada kelas kontrol diperoleh nilai pr

etest dan posttest hasil belajar pada kelas eksperimen yang diajar menggunakan

model pembelajaran konvensional. Hasil pretest diperoleh nilai tertinggi yaitu 56,

nilai terendah yaitu 32 dari total nilai yaitu 100 dan nilai rata-rata yaitu 43,23 den

gan standar deviasi 7,84 serta varians 61,47. Hasil posttest diperoleh nilai tertinggi

yaitu 85, nilai terendah 32 dari total nilai 100 dan nilai rata-rata yaitu 58,46 denga

n standar deviasi yang diperoleh 13 serta varians 169.

Kategori hasil belajar peserta didik yang diperoleh dari prestest dan postte

st hasil belajar IPA dari penelitian yang telah dilakukan disajikan pada Tabel 4.2.

Tabel 4.2 Kategori Rata-rata Skor Hasil Belajar Peserta didik


Kelas Hasil Belajar
Pretest Kategori Posttest Kategori
Eksperimen 41,24 Rendah 78,90 Tinggi
Kontrol 43,23 Rendah 58,46 Sedang
(Sumber: Lampiran C.3)

Berdasarkan Tabel 4.2 menunjukkan bahwa kategori hasil belajar pada kel

as ekperimen pada saat pretest, diperoleh nilai rata-rata yaitu 41,24 yang berada p

ada kategori rendah. Sedangkan pada saat posttest diperoleh nilai rata-rata yaitu

78,90 yang berada pada kategori tinggi. Adapun hasil belajar pada kelas kontrol p

ada saat pretest, diperoleh nilai rata-rata yaitu 43,23 dengan kategori rendah. Seda

ngkan pada saat posttest diperoleh nilai rata-rata 58,46 dengan kategori sedang.
44

Selanjutnya dilakukan analisis N-Gain untuk mengetahui peningkatan has

il belajar peserta didik pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan anali

sis N-Gain pada data hasil belajar peserta didik dapat dilihat pada Tabel 4.3 berik

ut:

Tabel 4.3 Rata-Rata N-Gain Data Hasil Belajar


Hasil Belajar
Kelas
Pretest Posttest N-Gain Kategori
Kelas Eksperimen 41,24 78,90 0,65 Sedang
Kelas Kontrol 43,23 58,46 0,28 Rendah
(Sumber: Lampiran C.4)

Berdasarkan Tabel 4.3, hasil analisis N-Gain diperoleh nilai hasil belajar s

ebelum dan setelah pembelajaran mengalami peningkatan. Adapun skor rata-rata

kelas eksperimen yaitu 41,24 menjadi 78,90 dengan N-Gain 0,65 dengan kategori

sedang. Sedangkan untuk kelas kontrol yaitu 43,23 menjadi 58,46 dengan N-Gain

0,28 dengan kategori sedang.

Pemahaman peserta didik pada materi objek IPA dan pengamatannya dapa

t dilihat dari N-Gain tiap indikatornya. Ada 10 indikator yang harus dicapai pesert

a didik dalam materi ini. Adapun kemampuan kognitif yang digunakan yaitu C1

(mengingat), C2 (memahami), C3 (menerapkan) dan C4 (menganalisis). Secara ke

seluruhan ada 25 butir soal pilihan ganda. N-Gain indikator hasil belajardapat dili

hat pada Tabel 4.4.

Tabel 4.4 Analisis N-Gain Tiap Indikator Hasil Belajar Peserta Didik

No Indikator Nomor Soal Kelas Eksperime Kelas Kontrol


45

n
N-Ga N-Ga
Kategori Kategori
in in
1 Menjelaskan 3
keterampilan proses 1,2,3 0,82 Tinggi 0,42 Sedang
penyelidikan IPA
2 Menyebutkan objek
yang termasuk dalam 4,5 0,52 Sedang 0,04 Rendah
IPA
3 Mengemukakan
kegunaan mempelajari 6,7 0,53 Sedang 0,15 Rendah
IPA
4 Menjelaskan
8,9 0,78 Tinggi 0,06 Rendah
pengertian pengukuran
5 Menentukan alat ukur
10,11,
deengan besaran yang 0,60 Sedang 0,29 Rendah
12
sesuai
6 Memahami kegunaan
satuan baku dalam 13 0,67 Sedang -0,36 Rendah
pengukuran
7 Membandingkan
14,15,
satuan baku dan tidak 0,56 Sedang -0,11 Rendah
16
baku
8 Mengkonversi satuan
dalam SI (Satuan 17,18 0,61 Sedang 0,25 Rendah
Internasional)
9 Menjelaskan
pengertian besaran
19,20 0,82 Tinggi 0,97 Tinggi
pokok dan besaran
turunan
10 Menentukan macam-
21,22,
macam besaran pokok
23,24, 0,59 Sedang 0,42 Sedang
dan besaran turunan
25
beserta satuannya
Rata-rata 0,65 Sedang 0,21 Rendah
(Sumber: Lampiran C.5)

Tabel 4.4 menunjukkan bahwa N-Gain indikator soal pada kelas eksperim

en termasuk sedang yaitu 2, 3, 5, 6, 7, 8 dan 10. Pada kategori tinggi yaitu indikat

or 1, 4 dan 9. Sedangkan pada kelas kontrol, pada kategori tinggi yaitu indikator
46

9. Pada kategori sedang yaitu indikator 1 dan 10. Pada kategori rendah yaitu 2, 3,

4, 5, 6, 7, dan 8.

2. Statistik Inferensial

a. Uji normalitas

Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah distribusi sebaran data

normal atau tidak. Uji normalitas dilakukan dengan menggunakan chi kuadrat ( X 2

) dengan taraf signifikan α =0,05 . Data dari pretest dan posttest hasil belajar peser

ta didik dianalisis menggunakan uji chi kuadrat ( X 2 ). Setelah X 2 hitung masing-masi

ng data didapatkan, selanjutnya X 2 hitung tersebut dibandingkan dengan X 2 tabel sehing

ga dari hasil perbandingan tersebut dapat diketahui bahwa data berdistribusi norm

al atau tidak. Apabila X 2 hitung < X 2 tabel maka data dinyatakan berdistribusi normal.

Adapun uji normalitas hasil belajar peserta didik kelas eksperimen dan kelas

kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5 Hasil Analisis Uji Normalitas Hasil Belajar Peserta Didik

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol


Data
Pretest Posttest Pretest Posttest
x 2hitung 9,83 4,32 10,06 5,33
2
x tabel 11,07 11,07 11,07 11,07
Sumber: (Lampiran C.6)

Uji normalitas pretest kelas eksperimen diperoleh X 2 hitung 9,83 sedangkan

X 2 tabel pada taraf signifikan α = 0,05 dan derajat kebebasan (dk) = n-1 adalah 11,0

7. Berdasarkan hasil analisis diperoleh 9,83 < 11,07 maka dapat disimpulkan data

pretest kelas eksperimen berdistribusi normal. Uji normalitas posttest kelas eksper

imen diperoleh 4,32 < 11,07 maka dapat disimpulkan data posttest kelas eksperim
47

en berdistribusi normal. Sedangkan uji normalitas pretest dan posttest kelas kontr

ol diperoleh pretest yaitu X 2 hitung 10,06 dan posttest diperoleh X 2 hitung 5,33. Data ya

ng diperoleh X 2 hitung < X 2 tabel di mana pada Pretest 10,06 < 11,07 dan pada posttest

diperoleh X 2 hitung < X 2 tabel di mana 5,33 < 11,07 maka dapat disimpullkan kedua dat

a tersebut berdistribusi normal.

Seluruh data telah diuji normalitasnya dan semua data telah berdistribusi n

ormal. Selanjutnya sampel kemudian dilakukan uji homogenitas untuk mengetahu

i apakah sampel pada setiap kelompok mempunyai varians yang sama atau tidak.

b. Uji homogenitas

Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah varians data

homogen atau berbeda. Berdasarkan hasil perhitungan diperolah untuk data dari

kelas kontrol dan kelas eksperimen Fhitung = 1,1 sedangkan untuk taraf nyata ∝ =

0,05, diperoleh Ftabel = 4,03. oleh karena itu Fhitung = 1,1 < Ftabel = 4,03. hal ini

menunjukkan bahwa data nilai hasil belajar yang dicapai kelas kontrol dan

eksperimen mempunyai variansi yang homogen pada taraf signifikan ∝ = 0,05.

Berikut ini adalah hasil yang diperoleh dari perhitungan pada Tabel 4.6

Kelas n Varians (S2) Fhitung Ftabel Kesimpulan


Eksperimen 29 0,031
1,1 4,03 Homogen
Kontrol 26 0,034

c. Uji hipotesis (Uji t)

Berdasarkan uji prasyarat analisis, menunjukkan bahwa data dalam penelit

ian ini berdistribusi normal dan homogen sehingga pengujian selanjutnya dilakuka

n pengujian hipotesis. Pengujian hipotesis dilakukan untuk mengetahui jawaban hi


48

potesis yang diajukan. Pengujian hipotesis uji-t dan bentuk pengujian satu pihak.

Hasil perhitungan dari thitung selanjutnya akan dibandingkan dengan nilai ttabel denga

n derajat kebebasan (dk) = n1+n2-2 dan taraf signifikan 0,05.

Berdasarkan hasil analisis, jika diperoleh perbandingan thitung < ttabel maka H

0 diterima dan H1 ditolak sedangkan apabila thitung > ttabel maka H1 yang diterima dan

H0 yang ditolak. Adapun uji-t hasil belajar peserta didik kelas eksperimen dan

kelas kontrol dapat dilihat pada Tabel 4.7.

Tabel 4.7 Hasil Analisis Uji-t Hasil Belajar Peserta Didik

Data Hasil Belajar


thitung 7,55
ttabel 1,67
Sumber: (Lampiran C.8)

Berdarkan hasil pengujian diperolah data pada pada kelas eksperimen dan

kelas kontrol diperoleh hasil analisis yaitu thitung = 7,55 > ttabel = 1,67. Hal ini berarti

H1 diterima dan H0 ditolak. Dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model

pembelajaran penemuan terbimbing terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII

di SMP Negeri 27 Makassar pada objek IPA dan pengamatannya.

B. Pembahasan

1. Hasil Belajar

Penelitian yang dilakukan dimaksudkan untuk mengetahui ada tidaknya pe

ngaruh model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap hasil belajar peserta d

idik kelas VII di SMP Negeri 27 Makassar (studi pada materi objek IPA dan
49

Pengamatannya). Berdasarkan penelitian ini diperoleh data analisis statistik deskri

ptif yang akan dijelaskan sebagai berikut:

Hasil analisis kelas eksperimen, menunjukkan bahwa rata-rata nilai pretest

yaitu 41,24 berada pada kategori rendah. Sedangkan rata-rata nilai posttest yaitu

78,90 berada pada kategori tinggi. Hal ini membuktikan bahwa hasil belajar pesert

a didik kelas eksperimen mengalami peningkatan setelah menggunakan model

pembelajaran penemuan terbimbing dalam pembelajaran. Pada uji N-Gain, hasil a

nalisisnya mengalami peningkatan dengan nilai rata-rata N-Gain yaitu 0,65 yang a

rtinya N-Gain < 0,70 sehingga peningkatan hasil belajar peserta didik berada pada

kategori sedang.

Hasil analisis statistik deskriptif kelas kontrol, menunjukkan bahwa nilai ra

ta-rata pretest berada pada kategori rendah yaitu 46,48. Sedangkan nilai rata-rata

posttest berada pada kategori sedang yaitu 64,81. Nilai tersebut menunjukkan

adanya peningkatan hasil belajar peserta didik di kelas kontrol. Dalam uji N-Gain

menunjukkan nilai rata-rata N-Gain yaitu 0,35 dengan kategori sedang. Menurut

Kurnaeni (2019) menyatakan bahwa hasil belajar yang tinggi disebabkan karena

model pembelajaran penemuan membuat peserta didik lebih aktif dalam proses

pembelajaran, mengalami langsung apa yang sedang dipelajari akan lebih banyak

mengaktifkan indra daripada hanya mendengar orang lain atau pendidik

menjelaskan.

Berdasarkan hasil analisis tiap indikator pencapaian kompotensi hasil

belajar kelas eksperimen menunjukkan bahwa rata-rata indikator berada pada

kategori sedang dengan rata-rata N-Gain yang diperoleh yaitu 0,65 dengan
50

kategori sedang. Sedangkan untuk kelas kontrol, terdapat rata-rata indikator dalam

kategori sedang dengan rata-rata N-Gain yang diperoleh yaitu 0,21 dengan

kategori rendah. Hal ini berarti ketuntasan indikator hasil belajar kelas eksperimen

yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing

lebih tinggi dan dapat berpengaruh terhadap hasil belajar IPA peserta didik

dibandingkan dengan menggunakan model pembelajaran konvensional. Menurut

Taufiq, dkk (2018) menyatakan bahwa presentase pencapaian tiap indikator kelas

eksperimen lebih unggul dibandingkan dengan kelas kontrol, secara keseluruhan

presentase pencapaian tiap indikator kelas eksperimen lebih unggul dibandingkan

kelas kontro yang berarti bahwa dalam ketuntasan belajar kelas eksperimen yang

diajar dengan menggunakan model discovery learning lebih tinggi dan dapat

mempengaruhi hasil belajar

Menurut Mahmud, dkk (2021) bahwa hasil belajar peserta didik yang

diajar menggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing lebih tinggi

dibandingkan dengan hasil belajar peserta didik yang diajar dengan pembelajaran

konvensional. Hidayat, dkk (2017) dalam penelitiannya menyatakan bahwa model

pembelajaran penemuan terbimbing efektif terhadap hasil belajar IPA peserta didi

k. Dari hasil tersebut menunjukkan adanya peningkatan hasil belajar peserta didik

setelah menggunakan model pembelajarn penemuan terbimbing.

Indikator pencapaian kompotensi paling tinggi pada kelas eksperimen

yaitu indikator menjelaskan 3 keterampilan proses penyelidikan IPA dan indikator

menjelaskan pengertian besaran pokok dan besaran turunan dengan N-Gain 0,82.

sedangkan pada kelas kontrol pencapaian indikator paling tinggi yaitu indikator
51

menjelaskan pengertian besaran pokok dan besaran turunan dengan N-Gain 0,97.

Untuk indikator menjelaskan 3 keterampilan proses penyelidikan IPA ada 3

nomor soal dengan level kognitif berbeda yaitu no. 1 (level kognitif C1), no. 2

(level kognitif C2) dan no. 3 (level kognitif C2) serta untuk indikator menjelaskan

pengetian besaran pokok dan besaran turunan terdapar 2 nomor soal dengan level

kognitif yang berbeda juga yaitu no.19 (level kognitif C1) dan no. 20 (level

kognitif C2). Tingginya N-Gain disebabkan karena pada proses pembelajaran

menggunakan model pembelajarn penemuan terbimbing yang dapat membuat

peserta didik terlibat aktif dalam pembelajaran. Sejalan dengan penelitian Manik

(2017), bahwa langkah-langkah dalam model penemuan terbimbing mendukung

peserta didik untuk terlibat aktif dan menjadikan peserta didik sebagai pusat

pembelajaran. Oleh karena itu peserta didik lebih mudah dalam menjawab soal

pada indikator tersebut.

Indikator paling rendah pada kelas eksperimen yaitu indikator

menyebutkan objek yang terdamasuk dalam IPA dengan jumlah soal 2 nomor

dengan level kognitif berbeda yaitu no. 4 (level kognitif C1) dan no. 5 (level

kognitif C2) dengan N-Gain 0,52. sedangkan pada kelas kontrol pencapaian

indikator paling rendah yaitu indikator memahami kegunaan satuan baku dalam

pengukuran dengan jumlah soal 1 nomor yaitu no 13 (level kognitif C2) dengan

N-Gain -0,36. Hal ini dikarenakan karena peserta didik kurang memahami konsep

dari materi atau terjadinya kekeliruan. Hal ini sejalan dengan Nabilah (2020)

bahwa pada pengerjaan soal level kognitif C1 dan C2 dapat terjadi kesalahan
52

karena peserta didik tidak memahami konsep serta peserta didik tegesa-gesa

sehingga terjadi kekeliruan.

Memperkuat hasil analisis deskriptif, maka dilakukan analisis statistik

inferensial untuk membuktikan hipotesis yang telah diajukan dengan

menggunakan statistik uji-t. Hasil analisis statistik inferensial terhadap hasil belaja

r peserta didik diperoleh bahwa nilai thitung > ttabel yang artinya H0 ditolak dan H1 dit

erima. Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh model pembelajaran

penemuan terbimbing terhadap hasil belajar peserta didik kelas VII SMP Negeri

27 Makassar pada objek IPA dan pengamatannya.

2. N-Gain antara kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kategori sama

Untuk indikator 9 yaitu menjelaskan pengertian besaran pokok dan

besaran turunan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol memiliki kategori N-

Gain yang sama yaitu kategori tinggi dengan nilai N-Gain yang berbeda. Pada

kelas eksperimen nilai N-Gain yaitu 0,82 sedangkan pada kelas kontrol yaitu 0,97.

Pada kelas kontrol memiliki nilai N-Gain lebih tinggi daripada kelas eksperimen

karena pada kelas kontrol materi tersebut saya menjelaskan materi tersebut

sedangkan pada kelas eksperimen saya tidak menjelaskan materi tersebut sehingga

peserta didik pada kelas kontrol lebih paham akan materi tersebut.

Pada indikator menjelaskan besaran pokok dan besaran turunan termasuk

dalam ranah kognitif C2. Menurut Lestari (2019), bahwa untuk ranah kognitif C2,

kemampuan kognitif peserta didik dapat terlihat dari kemandirian, kemampuan

serta keaktifan peserta didik dalam pembelajaran. Dimana aktif dalam mencatat

pembelajaran yang disampaikan oleh guru. Sejalan dengan penelitian Rainis


53

(2019), bahwa meningkatnya hasil belajar peserta didik dikarenakan peserta didik

sudah terbiasa dalam proses pembelajaran dengan menggunakan model

pembelajaran langsung sehingga model pembelajaran langsung dapat dijadikan

salah satu alternatif pembelajaran yang dapat meningkatkan hasil belajar IPA

peserta didik.

Model pembelajaran langsung yang digunakan yaitu model pembelajaran

yang menerapkan metode ceramah dan diskusi sehingga pada indikator

menjelaskan pengertian besaran pokok dan besaran turunan peserta didik akan

mengingat materi karena materi pengertian besaran pokok dan besaran turunan

juga terdapat pada LKPD yang mereka kerjakan. Sedangkan pada kelas yang

diberi perlakuan penemuan terbimbing, untuk materi pengertian besaran pokok

dan besaran turunan hanya terdapat pada LKPD mereka sehingga memungkinkan

mereka masih kurang mengingkat pengertian dari kedua berasan tetapi memahami

perbedaan macam-macam besaran pokok dan besaran turunan.

Untuk indikator 10 yaitu menentukan macam-macam besaran pokok dan

besaran turunan beserta satuannya memiliki katerogi N-Gain sedang pada kelas

kontrol dan kelas eksperimen dengan nilai N-Gain yang berbeda. Pada kelas

eksperimen nilai N-Gain yang diperoleh adalah 0,59 sedangkan pada kelas kontrol

adalah 0,42. Pada kelas eksperimen memiliki nilai N-Gain yang lebih tinggi

daripada kelas kontrol karena pada kelas eksperimen peserta didik diajar dengan

model pembelajarn penemuan terbimbing yang membuat peserta didik akrif

didalam kelas mencari tahu sendiri mengenai informasi atau menyelidikan yang
54

mereka lakukan sehingga mereka akan lebih mengingat dan paham akan materi

yang disampaikan.

Untuk indikator menentukan macam-macam besaran pokok dan besaran

turunan termasuk dalam ranah kognitif C1 sehingga peserta didik pada kelas

eksperimen dan kontrol hanya dituntut untuk mengingat pelajaran yang telah

dipelajari. Menurut Sari (2020), bahwa objek dapat mengingat contoh peristiwa

yang diberikan oleh guru pada pembelajaran, mencatat pengetahuan awal yang

diberikan oleh guru untuk kemudian dipelajari kembali sehingga pada kelas

kontrol dapat membuat kategoti N-Gain Tinggi. Pada kelas ekperimen diberi

perlakuan model pembelajaran penemuan terbimbing. Menurut Jasmin (2020)

bahwa model pembelajaran penemuan terbimbing menuntut peserta didik

berperan aktif dalam kegiatan belajar, menuntut peserta didik berdiskusi dengan

teman kelompoknya dalam menyelesaiakan permasalahan yang ada.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dapat disimpulkan sebagai b
erikut:
1. Hasil belajar peserta didik kelas VII di SMP Negeri 27 Makassar yang diajar m

enggunakan model pembelajaran penemuan terbimbing mengalami

peningkatan berada pada kategori tinggi yaitu 78,90.

2. Tingkat hasil belajar peserta didik kelas VII SMP Negeri 27 Makassar yang

diajar menggunakan model pembelajaran konvensional mengalami

peningkatan berada pada kategori sedang yaitu 58,46.

3. Terdapat pengaruh model pembelajaran penemuan terbimbing terhadap hasil b

elajar peserta didik kelas VII di SMP Negeri 27 Makassar.

B. Saran
Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan yang diperoleh, maka terdapa

t beberapa hal yang dapat disarankan penulis yaitu:

1. Kepada pihak sekolah yaitu agar melengkapi alat-alat yang menunjang pembela

jaran yang menggunakan teknologi di sekolah agar para guru dan peserta didik

dapat memanfaatkan teknologi dalam proses pembelajaran sehingga pembelajar

an menjadi lebih efektif.

2. Kepada guru-guru SMP khususnya pada bidang IPA hendaknya mempertimban

gkan penggunaan model pembelajaran penemuan terbimbing dalam pembelajar

an terhadap hasil belajar peserta didik.

55
56

3. Kepada peneliti lainnya, hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi un

tuk penelitian yang selanjutnya atau dapat megembangkan dan memperkuat has

il penelitian ini dengan mengadakan penelitian lanjutan.


58

DAFTAR PUSTAKA

Bibliography

Amelia, Y., Abdurrahman., & Wahyunu, P. (2019). Pengaruh Model Penemuan


Terbimbing terhadap Hasil Belajar Matematika Siswa Kelas VII SMP
Negeri Pekanbaru. Aksimatik, VII(1), 63-69.
Andriani, D. H., Ramlawati & Yunus, S. T. (2018). Pengaruh Model
Pembelajaran Quantum terhadap Peningkatan Hasil Belajar Peserta DIdik
Kelas VII Studi Pada Materi Pokok Struktur dan Fungsi Jaringan
Tumbuhan. Jurnal IPA Terpadu, II(1), 15-26.
Arikunto, S. (2013). Dasar-dasar Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Azmi, F. (2012). Implementasi Pembelajaran Penemuan Terbimbing terhadap
Hasil Belajar. Jurnal Pendidikan Matematika, I(1), 66-69.
Carin, A.A. & Sund, R.B. (1989). Teaching Science through Discovery.
Columbus: Merrill Publishing Company.
Carin. A.A. (1993). Guided Discovery Activities For Elementary School Science.
New York: Maxwell Macmillan Internasional.
Darmansyah. (2012). Stategi Pembelajaran.Padang: Universitas Negeri Padang.
Dika, N. R. (2020). Pengaruh Penerapan Metode Discovery Learning pada
Pelajaran IPA Terpadu terhadap Hasil Belajar Siswa. Jambi: Universitas
Islam Negeri Sulthan Thaha Saifuddin Jambi.
Febriana, R. (2019). Evaluasi Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hadijah, S. (2021). Penerapan Discovery Learning Untuk Meningkatkan Hasil
Belajar dan Penanaman Karakter Peserta Didik Kelas IXA SMP Negeri
Palopo. Jurnal IPA Terpadu, IV(2), 63-73.
Halimah, S. (2008). Strategi Pembelajarn.Bandung: Cita Pustaka.
Hidayat T., Mulyati., & Qohar, A. (2017). Penerapan Metode Penemuan
Terbimbing di kelas VII SMP. Jurnal Pendidikan: Teori, penelitian,
dan pegembangan, II(8), 1116-1122.
Kalpikarini, M. D. (2019). Peningkatan Keaktifan dan Hasil Belajar IPA Materi
Objek IPA dan Pengamatannya dengan Metode Pembelajaran Discovery
Learning pada Siswa Kelas VIIG Semester 1 SMPN 10 Salatiga Tahun
Pelajaran 2019/2020. Salatiga: IAIN Salatiga.

Kurnaeni, N., Sudarto & Ramlawati. (2019). Pengaruh Model Pembelajatan


Guided Discovry terhadap Peningkatan Hasil Belajar IPA Peserta DIdik
59

Kelas VII SMP Negeri 15 Makassar (Materi Pokok Ekosistem).Jurnal


IPA Terpadu, III(1), 1-11.
Lestari, E. A., Abadi, S. & Nawawi, S. (2020). Analisis Aktivitas Belajar dan
Level Kognitif Siswa pada Materi Bakteri Kelas X. Jurnal Penelitian dan
Pembelajaran MIPA, V(1), 22-34.
Mahmud, S. L., dkk. (2021). Pengaruh Model Penemuan Terbimbing terhadap
Hasil Belajar pada Materi Prisma dan Limnas di SMP Negeri Talaga Jaya.
Jurnal Ilmiah Matematika, Sains dan Teknologi, IX(2), 122-133.Manik,
M. & Mukhtar. (2017). Penerapan Metode Penemuan Terbimbing dalam
Upaya Meningkatkan Kemampuan Pemahaman Konsep Matematika di
Kelas VIII SMP Negeri 1 Ajibata. Jurnal Inspiratif, III(2), 92-101.
Mardiati. (2017). Penerapan Model Pembelajaran Guided Discovery Berbasis
Media Lingkungan Terhadap Hasil Belajat Siswa Kelas VII SMP Islam
Ibnu Khaldun Banda Aceh pada Materi Objek IPA dan Pengamatannya.
Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.
Mulyono, d., Purwasi, L. A., & Riyadi, A. (2018). Penerapan Metode Penemuan T
erbimbing Pada Pembelajaran Matematika Siswa SMP. Journal of Educati
on and Instruction, I(1), 51-58.
Musa. (2013). Pengaruh Motode Pembelajaran Penemuan Terbimbing terhadap
Hasil Belajar Studi Eksperimen pada SMP Negeri 10 Muaro Jambi. Jurnal
Media Akademika, XXVIII(8), 419-437.
Musyabirah, Mun`im, A. & Yunus, S. R. (2018). Pengaruh Model Pembelajaran
Tipe Talking Stick terhadap Motivasi dan Hasil Belaja Peserta Didik Kelas
VIII SMP Negeri 5 Palangga. Jurnal IPA Terpadu, II(2), 36-45).
Nabilah, M., Stepanus, S. & Hamdani. (2020). Analisis Kemampuan Kognitif
Peserta Didik dalam Menyelesaikan Soal Momentum dan Implus. Jurnal
Inovasi Penelitian dan Pembelajaran Fisika, I(1), 1-7.
Nur, M. & Wikandari, P. R. (2000). Pengajaran Berpusat Kepada Siswa dan
Pendekatan Kontruktivis dalam Pengajaran. Surabaya: PSMS UNESA.
Nur, M. (2005) Strategi-strategi Belajar Edisi 2. Surabaya. PSMS UNESA.
Priansa, D. J. (2017). Pengembangan Strategi & Model Pembelajaran. Bandung:
CV Pustaka Setia.
Purwanto, S. (2016). Evaluasi Hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.
Purwanto, S. (2021). Penerapan Guided Discovery Learning untuk Memotivasi
Siswa SMPN Belantikan Raya. Pendidikan Profesi Guru Pendidikan
Agama Islam, I(1), 154-165.
60

Rainis. (2019). Penerapan Model Pembelajaran Langsung untuk Meningkatkan


Hasil Belajar IPA.Jurnal Pendidikan dan Pengajaran, III(6), 1350-1356.
Ramli, M. (2012). Media dan Teknologi Pembelajaran. Banjarmasin: Antasari Pre
ss.
Riduwan. 2009. Belajar Mudah Penelitian Guru – Karyawan dan Peneliti Pemul
a. Bandung: Penerbit Alfabeta.
Salsabila, A. & Puspitasari. (2020). Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi
Belajar Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Pendidikan dan Dakwah, II(2), 278-
288.
Sani, R. A. (2017). Pembelajaran Saintifik Untuk Implementasi Kurikulum 2013.
Jakarta: Bumi Aksara.
Sanusi, D. K. (2018). Pengaruh Metode Pembelajaran Discovery Terbimbing terh
adap Hasil Belajar Fisika Oeserta Didik Kelas X MIA SMA Negeri 9 Mak
assar. Seminar Nasional Fisika.
Sari, I. N., Saputri, D. W. & Beno, Y. (2016). Penerapan Model Learning Cycle
5e dalam Materi Besaran Pokok dan Turunan di Kelas VII SMP Negeri 1
Sengah Temila. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-BiRuNi, V(2), 279-
285.
Sari, I. K. W. & Wulandari, R. (2020) Analisis Kemampuan Kognitif dalam
Pembelajaran SD. Jurnal Pendidikan dan Pembelajalaran Sains
Indonesia, (III)(2), 145-152.
Solchan,. T. W., dkk. (2021). Pendidikan Bahasa Indonesia di SD. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka.
Sugiyono. (2015). Statistika Untuk Penelitian. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sugiyono. (2017). Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualita
tif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.
Sukmadinata, N. S. (2017). Metode Penelitian Pandidikan. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Sulistyowati, N., dkk. (2012). Efektivitas Model Pembelajaran Guided Discovery
Learning Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Kimia. Chemistry in
Education, II(1), 49-54
Suprihatiningrum, J. (2017). Strategi Pembelajaran Teori dan Aplikasi . Yogyaka
rta: Ar-Ruzz Media.
Syah, M. (2010). Psikologi Pendidikan. Bandung: Remaja Rosdakarya.
61

Taufiq, A. H., Muhiddin, N. H. & Yunus, S. R. (2018). Pengaruh Model


Pembelajaran Discovery Learning terhadap Hasil Belajar Peserta DIdik
Kelas IX SMP Negeri 31 Makassar pada Materi Listrik Statis. Jurnal IPA
Terpadu, II(1), 1-6.
Tawil. M. & Liliasari. (2018). Teori dan Implementasi Pembelajaran IPA.
Makassar: Badan Penerbit UNM.
Tias, I. W. (2017). Penerapan Model Penemuan Terbimbing Untuk Meningkatkan
Hasil Belajar Siswa Sekolah Dasar. Jurnal Riset Pedagogik, I(1), 50-60.
Trowbridge, L. W. & Bybee, R.W. (1990). Becoming a Secondary School Science
Teacher. Melbourne: Merill Publishing Company.
Yurniwati, & Hanum, L. (2017). Improving Thematics Achievement Of Indonesia
5th Grade Students Through Guided Discovery Learning. Journal on Mat
hematics Education, VIII(1), 77-84.

Anda mungkin juga menyukai