PROGRAM PASCASARJANA
S2 PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
manusia agar dapat bertahan hidup dalam lingkungannya, untuk dapat bertahan
hidup setiap individu perlu dibekali pengetahuan agar memiliki kecakapan baik
masyarakat. Oleh karena itu, kemampuan ini dipelajari oleh siswa dalam setiap
mata pelajaran yang diberikan dalam pendidikan. Seperti tertuang dalam Undang-
Undang Sistem Pendidikan Nasional No. 20 tahun 2003 bahwa tujuan pendidikan
Indonesia seutuhnya yaitu manusia yang bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
jasmani dan rohani, kepribadian yang mantap dan mandiri serta tanggung jawab
pada beberapa pelajaran dalam pendidikan formal seperti Agama, IPA, IPS,
Fisika merupakan salah satu cabang Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) yang
erat kaitannya dengan perilaku dan struktur benda dan salah satu pelajaran dalam
rumpun IPA yang sangat dekat kaitannya dengan aktivitas manusia dalam
peristiwa dan fenomena alam termasuk salah satu pelajaran yang cukup menarik
karena erat kaitannya dengan kejadian nyata dan juga dapat diapliksikan dalam
1
2
menekankan pada proses kegiatan yang dialami peserta didik melalui interaksi
dengan lingkungan dalam menguasai konsep fisika. Terkait dengan hal tersebut,
mempersiapkan diri pada keadaan dunia yang selalu berkembang. Ketika peserta
didik bicara bahwa belajar fisika itu tidak mudah, bukan hanya memahami konsep
fisikanya saja tetapi peserta didik juga harus mampu memecahkan masalah fisika
yang dianggapnya sulit. Selain itu, kemampuan afektif juga sangat diperlukan
disposisi matematis peserta didik hal ini sesuai dengan pernyataan Depdiknas
mengemukakan ide pemikiran atas solusi pemecahan masalah yang disajikan guru
Berdasarkan observasi yang dilakukan pada tanggal 18-22 Juli 2022 peneliti
mewawancarai salah satu guru bidang studi fisika kelas X di SMA Negeri 7 Luwu
Utara, Kec. Baebunta Selatan, Kab. Luwu Utara, guru tersebut mengatakan bahwa
3
lapangan pada saat proses pembelajaran berlangsung yakni, (1) peserta didik
mengalami kesulitan dalam memahami pelajaran fisika, (2) peserta didik cenderung
pasif dalam proses pembelajaran dan hanya menerima penjelasan dari guru tanpa
adanya umpan balik, (3) peserta didik kurang tertarik dengan pelajaran fisika, (4)
peserta didik cenderung monoton dalam mengerjakan soal-soal latihan karena soal
yang diberikan oleh guru hampir sama dengan contoh yang diberikan.
Negeri 7 Luwu Utara dan mendapatkan beberapa kesimpulan yakni, (1) peserta
didik kurang tertarik dengan pelajaran fisika sehingga menyebabkan rasa ingin tahu
dan minat peserta didik terhadapat pelajaran fisika ikut berkurang, (2) pada proses
diberikan oleh guru karena merasa bosan dan sulit untuk dipahami, (3) peserta didik
dalam mengerjakan latihan soal yang diberikan cenderung bekerja sama, (4) peserta
didik kurang percaya diri dengan jawaban yang diberikan karena takut apabila
jawaban yang diberikan salah, namun tidak semua peserta didik menunjukkan sikap
tersebut. Terdapat beberapa peserta didik yang menunjukkan sikap rasa ingin tahu
yang besar terhadap pelajaran fisika, memiliki tekad dan percaya diri dalam
mengerjakan latihan soal yang diberikan, serta merasa senang dalam proses
peserta didik saat belajar fisika, dimana disposisi matematis berguna untuk
optimal. Untuk itu dalam pembelajaran perlu dikembangkan sikap positif. Sikap-
sikap positif tersebut diantaranya percaya diri, gigih, ingin tahu dan fleksibel.
didik menyelesaikan masalah yang diberikan , apakah percaya diri, tekun, berminat
menyelesaikan masalah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh
0,309. Hal ini dapat diartikan bahwa pengaruh disposisi matematis terhadap
masalah dipengaruhi oleh disposisi matematis. Oleh karena itu, disposisi matematis
pembelajaran fisika.
melibatkan peserta didik secara aktif. Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan
mempersiapkan peserta didik untuk menerima materi yang akan diajarkan, (3) guru
memberikan penjelasan materi, (4) guru mengecek pemahaman dan umpan balik
pembelajaran yang digunakan oleh guru mata pelajaran fisika cenderung dengan
belum terlalu menekankan pada tahap mengikut suatu proses, mengamati suatu
masalah peserta didik dan sikap pasif dalam proses pembelajaran, pemilihan model
menekankan penyajian masalah sebagai titik tolak sehingga merangsang rasa ingin
tahu peserta didik serta akan memotivasi untuk terlibat secara optimal. Menurut
melibatkan secara maksimal seluruh kemampuan peserta didik untuk mencari dan
menyelidiki sesuatu secara sistematis, kritis, logis, analitis sehingga mereka dapat
merumuskan sendiri dengan penuh percaya diri. Hal ini tentu saja akan
6
kemampuan pemecahan masalah fisika peserta didik dapat diketahui dengan lebih
peserta didik menggunakan metode tes, selain itu untuk mengetahui disposisi
Luwu Utara”
B. Rumusan Masalah
berbasis masalah dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan model
7
pembelajaran konvensional
pemecahan masalah fisika antara peserta didik yang diajar menggunakan model
pemecahan masalah fisika antara peserta didik yang diajar menggunakan model
didik
C. Tujuan Penelitian
sebagai berikut :
berbasis masalah dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional
pembelajaran konvensional
berbasis masalah dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran konvensional
D. Manfaat Penelitian
aktif karena peserta didik terlibat langsung dalam proses pembelajaran melalu
A. Kajian Teori
pekerjaan atau menguasai suatu hal yang yang ingin dikerjakan. Masalah
dihadapi oleh orang dewasa namun anak usia sekolah pun seringkali menghadapi
masalah berkenaan dengan konsep fisika. Heller (dalam Lestari, 2019) menyatakan
berpikir (learning to think) atau belajar bernalar (learning to reason), yaitu berpikir
pemecahan masalah dapat dilakukan dengan lima tahapan yaitu, (1) tahap mengenal
masalah (recognize the problem), (2) tahap menjelaskan masalah (describe the
problem in terms of the field), (3) tahap perencanaan masalah (plan a solution), (4)
tahap pelaksanaan perencanaan (execute the plan), (5) mengecek dan mengevaluasi
Pada tahapan ini, representasi visual diubah menjadi deskripsi fisika dengan
Pada tahap ini, perencanaan solusi dengan cara mengubah deskripsi fisika
Pada tahap ini, mulai melaksanakan rencana dari solusi yang telah
Pada tahap ini, dilakukan evaluasi solusi yang didapatkan dengan mengecek
(1) ada tantangan dalam materi tugas atau soal, (2) masalah tidak dapat diselesaikan
menurut Heller yang terdiri atas lima tahapan. Berikut indikator pemecahan
satu kompetensi yang harus dimiliki oleh peserta didik untuk mencapai kompetensi
pembelajaran dengan baik, dimana dalam belajar peserta didik akan terus
13
dihadapkan pada suatu masalah yang berkaitan dengan materi yang akan diberikan.
Dalam penelitian ini, kemampuan pemecahan masalah yang diukur melalui tahapan
mengenal masalah diukur melalui menuliskan variable yang diketahui dan variable
dengan persamaan yang telah ditentukan, dan tahapan mengevaluasi solusi diukur
2. Disposisi Matematis
mencakup kemampuan kognitif saja, tetapi juga afekif. Kemampuan afektif yang
harus dimiliki dan dikembangkan oleh setiap peserta didik dalam pembelajaran
adalah sikap menghargai kegunaan pembelajaran dalam kehidupan, sikap rasa ingin
tahu, perhatian, dan minat dalam proses pembelajaran, serta sikap ulet dan percaya
Disposisi matematis berasal dari dua kata yaitu disposisi dan matematis. kata
bersifat sangat pasti dan tepat. Disposisi matematis sangat menunjang keberhasilan
belajar peserta didik yang berdampak pada prestasi yang diperolehnya. Peserta
afektif peserta didik yakni disposisi matematis. Kilpatrick (dalam Husnidar, 2014),
mempelajari aspek kompetensi lainnya, salah satunya aspek yang berkaitan dengan
pembelajaran fisika dapat dilihat dari mampunya peserta didik untuk memecahkan
stretegi untuk menyelesaikan masalah, hal ini memberikan dampak lebih positif
apabila peserta didik gagal dalam menyelesaikan masalah baru yang diberikan,
percaya diri, gigih, ingin tahu, dan berpikir fleksibel. Dalam pembelajaran fisika
masalah apakah percaya diri, tekun, rasa ingin tahu yang besar dan berpikir fleksibel
(2000), menyatakan bahwa sikap dan keyakinan peserta didik dalam menghadapi
dan kecenderungan secara sadar dan positif terhadap pembelajaran sehingga ketika
(Mayratih, 2019).
disposisi matematis yakni, sifat rasa percaya diri dan tekun dalam mengerjakan
demikian untuk mengajarkan pemecahan masalah pada peserta didik, guru harus
a. Percaya diri
dimiliki untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai. Sikap percaya diri sangat
diperlukan oleh peserta didik untuk dapat menyelesaikan setiap masalah yang
jawab. Menurut Lauster, karakteristik untuk menilai sikap percaya diri yaitu,
Sikap rasa ingin tahu merupakan suatu sikap yang selalu berupaya untuk
mengetahui lebih mendalam dan meluas dari apa yang telah dipelajari. Hopkins
(Raharja, 2018), menyatakan rasa ingin tahu adalah sesuatu yang dapat diraih oleh
peserta didik jika kita membuatnya menjadi nyata dan fokus. Rasa ingin tahu
penyelidikan. Beberapa karakteristik sikap rasa ingin tahu yaitu, antusias dalam
mencari jawaban, perhatian pada objek yang dipelajari, antusias pada proses, dan
c. Ketekunan
Sikap ketekunan merupakan sikap tekad kuat dan kesungguhan hati dalam
setiap hal yang dijalaninya, dalam proses pembelajaran sikap ketekunan sangatlah
dibutuhkan peserta didik agar bisa mendapatkan hasil belajar yang baik. Beberapa
karakteristik yang mencerminkan ketekunan yaitu, tidak cepat putus asa bila
menemukan kesulitan dalam belajar, tidak cepat merasa jenuh atau bosan,
d. Fleksibilitas
4. Reflektif
masalah. Beberapa karakteristik sikap reflektif yaitu, menarik analogi dari dua
kasus serupa, menginterpretasi suatu kasus berdasarkan konsep yang terlibat dan
adalah keinginan dan dedikasi yang kuat dari dalam diri peserta didik untuk belajar.
Disposisi matematis juga berkaitan dengan sikap peserta didik dalam belajar dan
18
yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, percaya diri dalam menyelesaikan
3. Model Pembelajaran
efektif. Dalam proses pembelajaran terdapat beberapa istilah yang tidak asing
suatu yang menggambarkan proses pembelajaran dari awal hingga akhir. Joyce
term teaching model refres to a particular approach to instruction that includes its
peserta didik dituntut untuk memecahkan masalah yang diberikan. Sanjaya (2006)
percaya diri.
masalah didasarkan pada asumsi bahwa situasi teka-teki atau masalah yang tidak
terdefinisi secara ketat akan merangsang rasa ingin tahu peserta didik sehingga
mereka akan termotivasi untuk terlibat secara optimal pada aktivitas penyelidikan.
atau suatu pertanyaan yang nantinya menjadi fokus untuk keperluan usaha
investigasi peserta didik, (2) siswa memiliki tanggung jawab utama dalam
yaitu :
pemecahan masalah
dapat diterapkan pada semua situasi yang berlawanan dengan informasi yang
kondisi belajar aktif kepada peserta didik serta melibatkan secara aktif peserta didik
untuk memecahkan sutau masalah. Tujuannya agar peserta didik dapat mempelajari
materi pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran berbasis masalah peserta didik
menyimpulkan.
masalah, yaitu :
dipecahkan
22
memfasilitasi dialog peserta didik dan mendukung belajar peserta didik. Dalam
model pembelajaran berbasis masalah peserta didik dihadapkan pada masalah yang
pada suatu permasalahan yang berupa fakta-fakta dan kemudian peserta didik akan
kemampuan dasar peserta didik setahap demi setahap. Menurut Arends (dalam Al-
proses belajar mengajar peserta didik yang berkaitan dengan procedural dan
pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik. Yang dapat diajarkan dengan
1. Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada peserta didik termasuk
3. Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan agar kegiatan
Lebih lanjut ciri utama dalam model pembelajaran langsung dalam suatu
1. Merumuskan tujuan
Tujuan yang baik perlu beriorientasi pada siswa dan spesifik, mengandung
uraian yang jelas tentang situasi penilaian dan mengandung tingkat ketercapaian
2. Memilih isi
diberikan pada siswa dalam kurun waktu tertentu. Guru harus selektif dalam
Analisis tugas adalah alat yang digunakan oleh guru untuk mengidentifikasi
dengan presisi yang tinggi hakikat yang setepatnya dari suatu kemampuan atau butir
pengetahuan yang terstruktur dengan baik yang akan diajarkan oleh guru.
Terdapat dua hal yang harus diperhatikan oleh guru dalam pembelajaran
langsung, yaitu (1) memastikan bahwa waktu yang disediakan sepadan dengan
bakat dan kemampuan peserta didik, (2) memotivasi peserta didik agar mereka tetap
baik pula, sesuai dengan materi yang akan disajikan terlebih dahulu rumuskan
berikut:
B. Kerangka Pikir
salah satunya aspek yang berkaitan dengan kemampuan pemecahan masalah dalam
memberikan dampak lebih positif terhadap sikap dan keyakinan dalam peserta
didik. Sebaliknya apabila peserta didik mengalami sikap dan keyakinan yang
aktif kepada peserta didik serta melibatkan secara aktif peserta didik untuk
materi pelajaran, akan tetapi melalui pembelajaran berbasis masalah peserta didik
menyimpulkan.
27
Pembelajaran Langsung
Kemampuan Pemecahan
Masalah
a. Mengenal masalah
b. Menjelaskan masalah
c. Merencanakan solusi
d. Melaksanakan rencana
e. Mengevaluasi
a. Kepercayaan diri
b. Fleksibel dan berpikiran terbuka
c. Bertekad kuat
d. Minat dan keingintahuan
e. Memonitor dan merefleksikan
28
C. Hipotesis Penelitian
pembelajaran konvensional
2. Bagi peserta didik yang memiliki disposisi matematis yang tinggi, terdapat
konvensional
3. Bagi peserta didik yang memiliki disposisi matematis yang rendah, terdapat
A. Jenis Penelitian
1. Waktu Penelitian
2. Tempat Penelitian
Lokasi Penelitian ini akan bertempat di SMA Negeri 7 Luwu Utara yang
C. Desain Penelitian
kelompok yaitu peserta didik yang mempunyai disposisi matematis tinggi dan
disposisi matematis rendah. Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.1
sebagai berikut:
30
Keteragan:
Y : Kemampuan Pemecahan masalah fisika
A : Model Pembelajaran
A1 : Pembelajaran model berbasis masalah
A2 : Pembelajaran model konvensional
B : Disposisi matematis peserta didik
B1 : Kelompok Disposisi matematis tinggi
B2 : Kelompok Disposisi matematis rendah
A1B1 : Kelompok Disposisi matematis tinggi yang diajar dengan model
pembelajaran berbasis masalah.
A1B2 : Kelompok Disposisi matematis rendah yang diajar dengan model
pembelajaran berbasis masalah.
A2B1 : Kelompok Disposisi matematis tinggi yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional.
A2B2 : Kelompok Disposisi matematis rendah yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional.
1. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas X SMA
Negeri 7 Luwu Utara yang terdiri dari 5 kelas dengan jumlah peserta didik tiap kelas
sebanyak 33 orang.
2. Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yang dipilih secara rambang
(simple random sampling) yang dilakukan dengan cara undian. Sedangkan untuk
penentuan ukuran sampel menggunakan distribusi kurva normal yaitu 30% dari
E. Variabel Penelitian
Variabel dalam penelitian ini terbagi tiga, yaitu variabel bebas, variabel
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran (A) yang
konvensional (A2).
peserta didik (B) yang ditinjau dari dua kategori yaitu disposisi matematis tinggi
pembelajaran berlangsung.
c. Disposisi matematis adalah hal yang berkaitan dengan sikap peserta didik dalam
kedalam dua kelompok, yaitu peserta didik dengan disposisi matematis tinggi
matematis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu, percaya diri dalam
menyelesaikan masalah matematis, dan rasa ingin tahu terhadap pelajaran fisika.
diperoleh dari skor peserta didik setelah mengalami proses belajar melalui model
kesimpulan logis.
G. Prosedur Penelitian
a. Tahap Pertama
dahulu pada lokasi penelitian yaitu SMA Negeri 7 Luwu Utara. untuk mendapatkan
data awal dan sampel penelitian Beberapa persiapan yang dilakukan sebelum
pembelajaran
Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD) merupakan acuan yang akan digunakan
Buku ajar yang digunakan peneliti selama penelitian ini sesuai dengan
kompetensi inti dan kompetensi dasar yang berlaku dalam sekolah tersebut.
berlangsung.
berdasarkan dua aspek (disposisi matematis tinggi dan disposisi matematis rendah)
b. Tahap Kedua
diadakan validasi pakar, uji validitas empiris, uji reliabilitas, uji daya beda dan uji
c. Tahap Ketiga
Tahap ketiga kegiatan ini adalah berupa pemberian tes akhir (post-test),
masalah fisika peserta didik. Untuk kemampuan pemecahan masalah fisika peserta
pemecahan masalah fisika. Selain itu untuk mengetahui disposisi matematis fisika
matematis yang dimiliki oleh peserta didik dan akan diberikan sebelum
memberikan tanda centang (√) pada salah satu jawaban tersebut. Format pilihan
jawaban diadaptasi dari skala likert, yang terdiri atas 5 (lima) pilihan jawaban yang
memuat alternatif pilihan jawaban: SS: Sangat Setuju; S: Setuju; KS: Kurang
Setuju; TS: Tidak Setuju dan STS: Sangat Tidak Setuju. Pada pernyataan disposisi
matematis fisika tersebut terdiri dari pernyataan positif dan pernyataan negatif
Tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik disusun dalam tes tertulis
sebanyak 5 butir soal. Tes diberikan setelah perlakuan dilakukan, tujuannya untuk
melihat kemampuan pemecahan masalah peserta didik. Tes yang diberikan kepada
peserta didik berbentuk uraian, karena dengan tes bentuk uraian dapat diketahui
36
soal-soal yang digunakan dalam tes kemampuan pemecahan masalah peserta didik
adalah soal yang dirancang oleh peneliti dengan beracuan pada tujuan dan indikator
I. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu kuesioner
disposisi matematis fisika dan tes kemampuan pemecahan masalah fisika peserta
dilakukan uji daya beda dan uji tingkat kesukaran. Berikut akan dijelaskan secara
menggunakan validitas pakar model Aiken. Hasil analisis diantara pakar dianalisis
∑𝑠
V = n(C−1) (3.1)
Keterangan:
Uji validitas instrumen diperoleh dari hasil penilaian berdasarkan tiga orang
pakar dengan skor rater tertinggi yaitu 4 (empat) dan terendah 1 (satu). Uji validitas
37
instrumen dihitung untuk setiap butir soal kemudian mencari secara keseluruhan
instrumen.
Validitas kriteria dilakukan uji coba instrumen pada peserta didik yang tidak
a. Validitas Item
𝑁 ∑ 𝑋𝑌−(∑ 𝑋)(∑ 𝑌)
𝑟𝑥𝑦 = (3.2)
√{𝑁 ∑ 𝑋 2 −(∑ 𝑋 2 )}{𝑁 ∑ 𝑌 2 −(∑ 𝑌)2 }
Keterangan:
𝑟𝑥𝑦 : Angka indeks korelasi “r” product moment
N : Ukuran sampel
∑XY : Jumlah hasil perkalian antara skor item (X) dan skor total (Y)
∑X : Skor item
∑Y : Skor total
Kriteria pengujian: (1) jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≥ 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka butir item dikatakan valid, (2)
jika 𝑟ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 < 𝑟𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 maka butir item dikatakan tidak valid, dengan taraf
b. Reliabilitas Instrumen
Setelah dilakukan uji validitas, maka item instrumen yang dinyatakan tidak
valid dikeluarkan dari instrumen. Uji reliabilitas dilakukan hanya untuk item-item
cronbach, yaitu:
38
𝑘 ∑ 𝜎𝑏2
𝑟𝑖𝑖 = (𝑘−1) (1 − ) (3.3)
𝜎𝑡2
Keterangan:
𝑟𝑖𝑖 : Koefisien reliabilitas instrumen.
k : Jumlah butir pernyataan.
2
∑ 𝜎𝑏 : Jumlah varians butir.
𝜎𝑡2 : Varians total.
tersebut adalah bilangan real pada interval 0 - 1. Semakin besar indeks kesukaran,
berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal dengan indeks kesukaran p = 1,00 artinya
semua peserta didik menjawab benar pada butir soal tersebut, sebaliknya jika indeks
kesukaran p = 0,00 berarti tidak ada peserta didik yang menjawab benar butir soal
𝐴 + 𝐵 − (2𝑁𝑆𝑚𝑖𝑛 )
𝑝=
2𝑁(𝑆𝑚𝑎𝑘𝑠 − 𝑆𝑚𝑖𝑛 )
(3.4)
Keterangan:
A = jumlah skor kelompok atas
B = jumlah skor kelompok bawah
N = jumlah peserta didik
Smaks = skor tertinggi tiap soal uraian
Smin = skor terendah tiap soal uraian
Daya pembeda suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir
1. Analisis Deskriptif
Analisis yang digunakan untuk analisis data dengan cara mendeskripsikan atau
membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Inti dari kumpulan data
yang ada antara lain nilai rata-rata, standar deviasi, dan nilai varians data. Analisis
diperoleh dari disposisi matematis merupakan skor total disposisi matematis peserta
kemampuan pemecahan masalah fisika diperoleh dari skor total peserta didik.
2. Analisis Inferensial
Uji prasyarat analisis terdiri atas dua tahapan yakni uji normalitias dan uji
1) Uji Normalitas
Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diteliti berasal
berikut:
(𝑂𝑖 −𝐸𝑖 )2
2
𝑥ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = ∑𝑘𝑖=1 (3.6)
𝐸𝑖
Keterangan:
2
𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 : nilai chi-kuadrat hitung
𝑂𝑖 : frekuensi observasi
𝐸𝑖 : frekuensi harapan
2 2
Dengan kaidah pengujian, jika 𝜒ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 ≤ 𝜒𝑡𝑎𝑏𝑒𝑙 , maka data dinyatakan
berdistribusi normal pada taraf signifikan tertentu. Dalam penelitian ini digunakan
b) Nilai sig. ≤ 0,05; H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟
𝐹ℎ𝑖𝑡𝑢𝑛𝑔 = (3.7)
𝑣𝑎𝑟𝑖𝑎𝑛𝑠 𝑡𝑒𝑟𝑘𝑒𝑐𝑖𝑙
homogen. sebaliknya, jika Fhitung ≥ FTabel data tidak homogen, dengan derajat
b. Pengujian Hipotesis
parametrik yaitu variansi (anava) dua jalan sesuai dengan desain dan rancangan
➢ Populasi homogen.
42
Analisis varian (Anava) dua jalur digunakan jika suatu penelitian eksperimen
terdiri atas satu variabel terikat dan dua variable bebas. Adapun langkah-langkah
e) Membuat tabel statistik deskriptif untuk setiap kelompok data. Tabel statistik
deskriftif ini berisi harga-harga untuk setiap unsur yang diperlukan dalam
ANAVA.
a. Hipotesis Pertama
pemecahan masalah fisika antara peserta didik yang diajar menggunakan model
b. Hipotesis Kedua
H0: Untuk peserta didik yang memiliki disposisi matematis tinggi, tidak terdapat
H1: Untuk peserta didik yang memiliki disposisi matematis tinggi, terdapat
pembelajaran konvnsional.
c. Hipotesis Ketiga
H0: Untuk peserta didik yang memiliki disposisi matematis rendah, tidak terdapat
H1: Untuk peserta didik yang memiliki disposisi matematis rendah, terdapat
d. Hipotesis Keempat
H0: Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran berbasis masalah dan
H1: Terdapat interaksi antara model pembelajaran berbasis masalah dan disposisi
2) Uji Lanjut
Setelah dilakukan anava dua jalan dan hasil hipotesis yang diperoleh yaitu
H0 ditolak atau H1 diterima, maka dilakukan uji lanjut anava sebagai tindak lanjut
dari analisis variansi. Uji lanjut anava ini bertujuan untuk melakukan pengecekan
45
terhadap rerata setiap pasangan kolom, pasangan baris, dan pasangan sel. Sehingga
diketahui bagian mana sajakah terdapat rerata yang signifikan maupun tidak
signifikan. Apabila sampel setiap kelompok berjumlah sama (sel sama) maka dapat
Sebelum melakukan uji Tukey, terlebih dahulu kita melakukan uji t. Uji t
dilakukan untuk melihat adanya perbedaan skor kelompok eksperimen dan kelas
Setelah dilakukan analisis variansi (anava) dua jalan dan hasil hipotesis
yang diperoleh yaitu hipotesis nol ditolak (H0 ditolak) atau hipotesis satu diterima
(H1 diterima), maka dilakukan uji lanjut anava sebagai tindak lanjut dari analisis
variansi. Uji lanjut anava ini bertujuan untuk melakukan pengecekan terhadap
rerata (dx) setiap pasangan kolom, pasangan baris, dan pasangan sel. Sehingga
diketahui pada bagian mana sajakah terdapat rerata (mean) yang berbeda secara
Apabila sampel setiap kelompok berjumlah sama (sel sama) maka dapat
dengan Qtabel dengan beda kritik. Q hitung dilakukan dengan menggunakan rumus:
rumus untuk uji lanjut Tukey, (Supardi, 2013) digunakan persamaan berikut:
̅ −𝑥𝑗
𝑥𝑖 ̅̅̅
𝑄= 𝑅𝐽𝐾𝐷
(3.9)
√
𝑛
Keterangan:
Q = Angka Tukey
46
Heller & Heler. 2010. Problem Solving Labs, in Cooperative Group Problem
Solving in Physics. Research Report, University Minnesota.
Heller,P., Keith, R., & Anderson, S. (1992). Teaching Problem Solving Through
Cooperative Grouping. American Association of Physics Teachers, 60 (7) :
627-636.
Mayratih, G. E., Leton, S. I., & Uskono, I. V. 2019. Pengaruh Disposisi Matematis
terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa. Jurnal
Kependidikan Matematika, Vol. 1 No. 1.
Nurlaila, N., Suparmi, & Sunarno, W. 2013. Pembelajaran Fisika dengan PBL
Menggunakan Problem Solving dan Problem Posing Ditinjau dari Kreativita
dan Keterampilan Berpikir Kritis Siswa. Jurnal Inkuiri, 2(2), ISSN: 2252-
7893.
Puspadewi, M. M., Sadia, I. W., & Yasa, P. 2017. Penerapan Model Pembelajaran
Berbasis Masalah untuk Meningkatkan hasil Belajar dan Keterampilan
47
48
Berpikir Kritis dalam Pembelajaran Fisika Siswa Kelas X MIA 2 SMA Negeri
3 Denpasar. Jurnal Pendidikan Fisika Undiksha, p-ISSN2599-2554.
Raharja, S., Wibhawa, M. R., & Lukas, S. 2018. Mengukur Rasa Ingin Tahu Siswa (
Measuring Students’ Curiosity. A Journal of Language, Literature, Culture, and
Education POLYGLOT, Vol. 14, No. 2.
Simanjuntak, T. D. L., Lubis, A., & Mulyono. 2018. Analisis Matematis dalam
Penerapan Pembelajaran Kooperatif Tipe Jigsaw. Paradikma Jurnal
Pendidikan Matematis, p-ISSN1978-8002.
Sujarwanto, E., Hidayat, A., & Wartono. 2014. Kemampuan Pemecahan Masalah
Fisika pada Modeling Instruction pada Siswa Kelas XI. Jurnal Pendidikan IPA
Indonesia, 3(1), 65-78.