Anda di halaman 1dari 33

PROPOSAL PENELITIAN

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN BERBASIS PROYEK DAN


KECERDASAN NUMERIK TERHADAP KETERAMPILAN BERPIKIR
KRITIS SISWA SMA KELAS XI

RISKHA LESTARI SADIAH


210008301012

PROGRAM PASCASARJANA
S2 PENDIDIKAN FISIKA
UNIVERSITAS NEGERI MAKASSAR
2022
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang

Fisika merupakan ilmu yang paling dasar karena berkaitan dengan perilaku dan

struktur benda dan salah satu pelajaran dalam rumpun sains yang sangat dekat kaitannya

dengan aktivitas manusia dalam kehidupan sehari-hari. Fisika sebagai ilmu pengetahuan

yang mempelajari tentang peristiwa dan fenomena alam termasuk salah satu pelajaran

yang cukup menarik karena erat kaitannya dengan kejadian nyata dan juga dapat

diapliksikan dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, pembelajaran fisika

seharusnya lebih menekankan pada proses kegiatan yang dialami peserta didik melalui

interaksi dengan lingkungan dalam menguasai konsep fisika. Terkait dengan hal tersebut,

proses pembelajaran fisika disekolah diharapkan dapat memberikan pengalaman ilmiah

kepada peserta didik, memberikan kesempatan bekerja sama, mengembangkan

keterampilan berpikir untuk menyelesaikan masalah sehingga mampu unuk mencapai

hasil yang baik. Fisika juga merupakan salah satu pelajaran eksakta yang tidak terlepas

dari operasi matematika seperti algoritmik, pecahan, penjabaran linier dan turunun.

Berdasarkan hasil observasi awal peneliti di SMA Negeri 7 Luwu Utara, melalui

wawancara dengan salah satu guru fisika dan beberapa siswa SMA peminatan IPA kelas

XI, menunjukkan bahwa masih rendahnya hasil belajar fisika siswa dikarenakan

kebanyakan siswa masih banyak yang mengalami kesulitan dalam mengerjakan soal

fisika yang bersifat matematis. Kebanyakan peserta didik mengalami kesulitan untuk

menerapkan konsep angka dalam menyelesaikan soal yang diberikan. Hal ini dapat

disebabkan oleh kurangnya keterampilan matematika yang dimiliki peserta didik

terutama dalam hal berhitung. Keterampilan berhitung yang begitu kurang membuat

peserta didik terbiasa dan ketergantungan pada penggunaan kalkulator saat

menyelesaikan soal sehingga mengakibatkan siswa tidak terbiasa untuk menyelesaikan


soal meskipun itu soal perhitungan yang bersifat sederhana saja. Keadaan tersebut

membentuk mindset peserta didik bahwa pelajaran fisika itu sulit dan pada kenyataannya

peserta didik memang mengalami kesulitan dalam menyelesaikan soal tanpa

kemampuang dasar menghitung yang baik.

Keterampilan numerik atau kecerdasan numerik yang kurang dapat

mempengaruhi keterampilan berpikir peserta didik salah satunya pada keterampilan

berpikir kritis peserta didik. Keterampilan berpikir kritis merupakan suatu hal yang

penting dan perlu diterapkan mulai dari pendidikan sekolah dasar sampai

jenjang pendidikan menengah. Pentingnya kemampuan berpikir kritis yang

diajarkan kepada siswa pada mata pelajaran Fisika adalah untuk melatih siswa supaya

dapat memecahkan masalah, serta menumbuhkan kemampuan nalar yang logis,

sistematis, kritis, dan cermat serta berpikir objektif yang diperlukan dalam

kehidupan sehari-hari. Berpikir kritis dalam pembelajaran diperlukan untuk

mempersiapkan peserta didik agar mampu menyelesaikan masalah dengan bijak, mampu

membuat keputusan dengan berbagai pertimbangan yang matang dan terpercaya, serta

menjadikan siswa sebagai orang yang tak pernah berhenti belajar. Hal ini karena tujuan

berpikir kritis adalah memperoleh pemahaman yang mendalam.

Dalam usaha meningkatkan keterampilan berpikir kritis, diperlukan inovasi baru

dalam pembelajaran yang relevan dengan keadaan siswa saat ini. Pembelajaran

keterampilan berpikir kritis dapat dilakukan guru dengan pembelajaran menggunakan

strategi-strategi pembelajaran konstruktivistik yang berpotensi memberdayakan

keterampilan berpikir kritis, seperti pembelajaran berbasis proyek. Pembelajaran berbasis

proyek merupakan pendekatan pembelajaran yang memberikan kebebasan kepada peserta

didik untuk merencanakan aktivitas belajar, melaksanakan proyek secara kolaboratif, dan

pada akhirnya menghasilkan produk kerja yang dapat dipresentasikan kepada orang lain.
Hasil akhir dalam pembelajaran berbasis proyek adalah berupa produk yang merupakan

hasil dari kerja kelompok siswa.

Model Pembelajaran Berbasis Proyek (MPBP) memiliki kelebihan-kelebihan

sebagai lingkungan belajar: (1) otentik kontekstual (goal-directed activities) yang akan

memperkuat hubungan antara aktivitas dan pengetahuan konseptual yang melatarinya, (2)

mengedepankan otonomi pembelajaran (self regulation) dan guru sebagai pembimbing

dan patner belajar yang akan mengembangkan keterampilan berpikir produktif, (3) belajar

kolaboratif yang memberi peluang pebelajar saling membelajarkan yang akan

meningkatkan pemahaman konseptual dan maupun kecakapan teknikal, (4) realistik,

berorientasi pada belajar aktif memecahkan masalah riil, yang memberi kontribusi pada

pengembangan kecakapan pemecahan masalah, (5) memberikan umpan balik internal

yang dapat menajamkan keterampilan berpikir (Kamdi, 2008).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang penelitian, maka rumusan masalah dalam penelitian

ini adalah sebagai berikut :

1. Secara keseluruhan, apakah ada perbedaan keterampilan berpikir kritis pembelajaran

fisika antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis proyek

dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional

2. Ditinjau dari kecerdasan numerik tinggi, apakah ada perbedaan keterampilan berpikir

kritis pembelajaran fisika antara peserta didik yang diajar menggunakan model

pembelajaran berbasis proyek dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan

model pembelajaran konvensional

3. Ditinjau dari kecerdasan numerik rendah, apakah ada perbedaan keterampilan berpikir

kritis pembelajaran fisika antara peserta didik yang diajar menggunakan model

pembelajaran berbasis proyek dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan
model pembelajaran konvensional

4. Apakah ada pengaruh interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan numerik

terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang ada, penelitian ini memiliki tujuan sebagai

berikut :

1. Menganalisis secara keseluruhan perbedaan keterampilan berpikir kritis pembelajaran

fisika antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis proyek

dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional

2. Menganalisis perbedaan keterampilan berpikir kritis pembelajaran fisika dengan

kecerdasan numerik tinggi, apakah ada perbedaan keterampilan berpikir kritis

pembelajaran fisika antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran

berbasis proyek dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional

3. Menganalisis perbedaan keterampilan berpikir kritis pembelajaran fisika dengan

kecerdasan numerik rendah, apakah ada perbedaan keterampilan berpikir kritis

pembelajaran fisika antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran

berbasis proyek dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan model

pembelajaran konvensional

4. Menganalisis interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan numerik terhadap

keterampilan berpikir kritis peserta didik


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

1. Model Pembelajaran Berbasis Proyek

Pembelajaran berbasis proyek (PjBL) merupakan model pembelajararan yang

menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan

mengintegrasikan pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktifitas

secara nyata. Pembelajaran berbasis proyek dirancang untuk digunakan pada

permasalahan kompleks yang diperlukan peserta didik dalam melakukan insvestigasi dan

memahaminya. Pembelajaran berbasis proyek merupakan pembelajaran yang berpusat

pada proses, relatif berjangka waktu, berfokus pada masalah, unit pembelajaran bermakna

dengan memadukan konsep-konsep dari sejumlah komponen baik itu pengetahuan,

disiplin ilmu atau lapangan. Pada pembelajaran berbasis proyek kegiatan

pembelajarannya berlangsung secara kolaboratif dalam kelompok yang heterogen.

Pembelajaran berbasis proyek memiliki potensi yang sangat besar untuk melatih proses

berpikir siswa yang mengarah pada keterampilan berpikir kritis siswa. Keterampilan

berpikir kritis dikembangkan di setiap tahapan pembelajaran model pembelajaran

berbasis proyek. Siswa menjadi terdorong dalam belajar mereka, guru berperan sebagai

mediator dan fasilitator.

Salah satu model pembelajaran yang dianjurkan untuk digunakan adalah model

pembelajaran berbasis proyek (project based learning). Hal ini tentunya bukan tanpa

alasan, karena mengingat karakteristik-karakteristik unggul dari model pembelajaran ini

yang mampu mengakomodasi alasan tersebut di atas. Selain itu pembelajaran tentunya

harus diubah dari kecenderungan lama (satu arah) agar menjadi lebih interaktif

(multiarah). Melalui model pembelajaran ini, siswa juga akan dapat diharapkan menjadi
aktif menyelidiki (belajar) dengan menyajikan dunia nyata (bukan abstrak) kepada

mereka. Di dalam model pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim (berkelompok)

kooperatif dan mengubah pemikiran faktual semata menjadi pemikiran yang lebih kritis

dan analitis.

Pendekatan pembelajaran berbasis proyek didukung teori belajar konstruktivistik.

Konstruktivisme adalah teori belajar yang mendapat dukungan luas yang bersandar pada

ide bahwa siswa membangun pengetahuannya sendiri di dalam konteks pengalamannya

sendiri. Adanya peluang untuk menyampaikan ide, mendengarkan ide-ide orang lain, dan

merefleksikan ide sendiri pada ide-ide orang lain, adalah suatu bentuk pengalaman

pemberdayaan individu. Proses interaktif dengan kawan sejawat itu membantu proses

konstruksi pengetahuan (meaning- making process).

Langkah-langkah dalam pelaksanaan model pembelajaran berbasis proyek adalah

sebagai berikut :

a. Penentuan Pertanyaan Mendasar (Start With the Essential Question)

Pembelajaran dimulai dengan pertanyaan esensial, yaitu pertanyaan yang dapat

memberi penugasan peserta didik dalam melakukan suatu aktivitas. Mengambil topik

yang sesuai dengan realitas dunia nyata dan dimulai dengan sebuah investigasi

mendalam. Pengajar berusaha agar topik yang diangkat relevan untuk para peserta didik.

b. Mendesain Perencanaan Proyek (Design a Plan for the Project)

Perencanaan dilakukan secara kolaboratif antara pengajar dan peserta didik.

Dengan demikian peserta didik diharapkan akan merasa “memiliki” atas proyek tersebut.

Perencanaan berisi tentang aturan main, pemilihan aktivitas yang dapat mendukung

dalam menjawab pertanyaan esensial, dengan cara mengintegrasikan berbagai subjek

yang mungkin, serta mengetahui alat dan bahan yang dapat diakses untuk membantu

penyelesaian proyek.
c. Menyusun Jadwal (Create a Schedule)

Pengajar dan peserta didik secara kolaboratif menyusun jadwal aktivitas dalam

menyelesaikan proyek. Aktivitas pada tahap ini antara lain: (1) membuat timeline untuk

menyelesaikan proyek, (2) membuat deadline penyelesaian proyek, (3) membawa peserta

didik agar merencanakan cara yang baru, (4) membimbing peserta didik ketika mereka

membuat cara yang tidak berhubungan dengan proyek, dan (5) meminta peserta didik

untuk membuat penjelasan (alasan) tentang pemilihan suatu cara.

d. Memonitor peserta didik dan kemajuan proyek (Monitor the Students and the Progress

of the Project)

Pengajar bertanggung jawab untuk melakukan monitor terhadap aktivitas peserta

didik selama menyelesaikan proyek. Monitoring dilakukan dengan cara menfasilitasi

peserta didik pada setiap roses. Dengan kata lain pengajar berperan menjadi mentor bagi

aktivitas peserta didik. Agar mempermudah proses monitoring, dibuat sebuah rubrik yang

dapat merekam keseluruhan aktivitas yang penting.

e. Menguji Hasil (Assess the Outcome)

Penilaian dilakukan untuk membantu pengajar dalam mengukur ketercapaian

standar, berperan dalam mengevaluasi kemajuan masing- masing peserta didik, memberi

umpan balik tentang tingkat pemahaman yang sudah dicapai peserta didik, membantu

pengajar dalam menyusun strategi pembelajaran berikutnya.

f. Mengevaluasi Pengalaman (Evaluate the Experience)

Pada akhir proses pembelajaran, pengajar dan peserta didik melakukan refleksi

terhadap aktivitas dan hasil proyek yang sudah dijalankan. Proses refleksi dilakukan baik

secara individu maupun kelompok. Pada tahap ini peserta didik diminta untuk

mengungkapkan perasaan dan pengalamanya selama menyelesaikan proyek. Pengajar dan

peserta didik mengembangkan diskusi dalam rangka memperbaiki kinerja selama proses
pembelajaran, sehingga pada akhirnya ditemukan suatu temuan baru (new inquiry) untuk

menjawab permasalahan yang diajukan pada tahap pertama pembelajaran.

Adapun tujuan tujuan dari model pembelajaran berbasis proyek adalah sebagai

berikut :

a. Meningkatkan kemampuan peserta didik dalam pemecahan masalah proyek

b. Memperoleh pengetahuan dan keterampilan baru dalam pembelajaran

c. Membuat peserta didik lebih aktif dalam memecahkan masalah proyek yang kompleks

dengan hasil produk nyata

d. Mengembangkan dan meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola

bahan atau alat untuk menyelesaikan tugas atau proyek

e. Meningkatkan kolaborasi peserta didik khususnya pada PjBL yang bersifat kelompok

2. Kecerdasan Numerik

Kecerdasan numerik termasuk ke dalam kecerdasan logis matematis, kecerdasan

tersebut merupakan satu diantara delapan kecerdasan seperti yang dikemukakan oleh

Gardner tersebut. Gardner menyebutkan bahwa kemampuan numerik sebagai kecerdasan

logis matematika yang berhubungan dengan konsep angka dan penalaran. Menurut

Irawan kecerdasan numerik adalah kemampuan dalam menggunakan angka-angka dan

penalaran (logika) meliputi bidang matematika, mengklasifikasikan dan mengkategorikan

informasi, berpikir dengan konsep abstrak untuk menemukan hubungan antara suatu hal

dengan hal lainnya.

Arsana menjelaskan bahwa kecerdasan numerik merupakan kecerdasan dalam

menggunakan angka-angka dan penalaran (logika). Howard Gardner dalam Arsana

menjelaskan kecerdasan numerik meliputi di bidang sains, mengklasifikasikan dan

mengategorikan informasi, berpikir dengan konsep abstrak untuk menemukan hubungan

antara suatu hal dengan hal lainnya, dan memecahkan masalah secara logis terutama
dalam bidang matematika (memanipulasi angka).

Gardner menjelaskan bahwa indikator kecerdasan/kemampuan numerik terdiri

dari :

a. Melakukan perhitungan matematis.

Perhitungan secara matematis adalah kemampuan dalam melakukan perhitungan

dasar yang meliputi hitungan biasa, logaritma, akar kuadrat, dan lain sebagainya. Operasi

perhitungan terdiri dari penjumlahan, pengurangan, perkalian, dan pembagian.

b. Berpikir logis

Berpikir logis yaitu kecakapan yang menyangkut kemampuan menjelaskan secara

logis dan sistematis sebab akibat suatu permasalah yang sedang dihadapi.

c. Pemecahan masalah.

Pemecahan masalah adalah kemampuan mencernah sebuah cerita kemudian

merumuskan cerita tersebut ke dalam persamaan atau bentuk matematika.

d. Mengenali pola serta hubungan antara bilangan.

Indikator ini dapat didefenisikan sebagai kemampuan menganalisa permasalahan

matematika yang direfleksikan dalam permasalahan barisan ataupun deret.

3. Keterampilan Berpikir Kritis

Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang digunakan

dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil keputusan, membujuk,

menganalisis asumsi, dan melakukan penelitian ilmiah, dan menurut Elika Dwi Murwani

Berpikir kritis merupakan salah satu ciri manusia yang cerdas. Akan tetapi berpikir kritis

akan terjadi apabila didahului dengan kesadaran kritis yang diharapkan dapat

ditumbuhkembangkan melalui Pendidikan.

Menurut Black dan Robert Ennis menyatakan bahwa berpikir kritis adalah

kemampuan menggunakan logika. Logika merupakan cara berpikir untuk mendapatkan


pengetahuan yang disertai pengkajian kebenarannya yang efektif berdasarkan pola

penalaran tertentu. Pendapat senada diungkapkan oleh MCC General Education Iniatives.

Menurutnya, berpikir kritis ialah sebuah proses yang menekankan kepada sikap

penentuan keputusan yang sementara, memberdayakan logika yang berdasarkan inkuiri

dan pemecahan masalah yang menjadi dasar dalam menilai sebuah perbuatan atau

pengambilan keputusan.

Menurut Ennis berpikir kritis adalah cara berpikir reflektif yang masuk akal atau

berdasarkan nalar yang difokuskan untuk menentukan apa yang harus diyakini dan

dilakukan. Jadi pengertian Berpikir kritis adalah kegiatan menganalisis ide atau gagasan

ke arah yang lebih spesifik, membedakannya secara tajam, memilih, mengidentifikasi,

mengkaji dan mengembangkannya ke arah yang lebih sempurna. Pentingnya

mengajarkan berpikir kritis tidak dapat diabaikan lagi, karena berpikir kritis dapat

merupakan proses dasar dalam suartu keadaan dinamis yang memungkinkan siswa untuk

menggulangi dan mereduksi ketidaktentuan masa datang, sehingga diharapkan siswa akan

mampu menghadapi berbagai permasalahan hidup yang makin kompleks.

Dalam rangka mengetahui bagaimana mengembangkan berpikir kritis pada diri

seseorang, Ennis dan Norris mengemukakan bahwa kemampuan berpikir kritis

dikelompokan kedalam 5 langkah yaitu (1) memberikan penjelasan sederhana, (2)

membangun keterampilan dasar, (3) menyimpulkan. (4) memberikan penjelasan

sederhana dan (5) mengatur strategi dan taktik. Menurut Ennis dalam Hanumi Oktiyani

Rusdi ada 12 indikator keterampilan berpikir kritis yang dikelompokan ke dalam 5 aspek

kelompok keterampilan berpikir.

a. Memfokuskan pertanyaan

1. Mengidentifikasi atau merumuskan masalah

2. Menjaga kondisi pikiran


3. Mengidentifikasi atau merumuskan kriteria untuk menentukan jawaban yang

mungkin.

b. Menganalisis argumen

1. Mengidentifikasi kesimpulan.

2. Mencari persamaan dan perbedaan.

3. Mengidentifikasi dan menangani kerelevanan dan ketidakrelevanan.

4. Mencari struktur dari suatu argumen.

5. Mengidentifikasi alasan yang di kemukakan.

6. Membuat rangkuman

7. Mengidentifikasi alasan yang tidak di kemukakan.

c. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi

1. Memberikan penjelasan sederhana (Mengapa?, Apa ide utamamu?, Apa yang anda

maksud dengan...?, Apakah yang membuat perbedaan?, Apakah faktanya?, Inikah

yang anda katakana...?, Dapatkah anda mengatakan beberapa hal itu?) 

2. Menyebutkan contoh (Sebutkan contoh dari? Sebutkan yang bukan contoh...?)

d. Mempertimbangkan apakah sumber dapat di percaya atau tidak

1. Mempertimbangkan keahlian

2. Mempertimbangkan kemenarikan konflik

3. Mempertimbangkan kesesuaian sumber

4. Mempertimbangkan reputasi

5. Mempertimbangkan penggunaan prosedur yang tepat

6. Mempertimbangkan resiko untuk reputasi

7. Kemampuan untuk memberikan alasan

8. Kebiasaan berhati-hati

e. Mengobservasi dan mempertimbangkan hasil observasi


1. Melibatkan sedikit dugaan

2. Menggunakan waktu yang singkat antara observasi dan laporan

3. Melaporkan hasil observasi

4. Merekam hasil observasi

5. Menggunakan bukti-bukti yang benar

6. Menggunakan akses yang baik

7. Menggunakan teknologi

8. Mempertanggungjawabkan hasil observasi

f. Membuat deduksi dan mempertimbangkan hasil deduksi

1. Siklus logika-Euler

2. Mengkondisikan logika

3. Menyatakan tafsiran

g. Membuat induksi dan mempertimbangkan hasil induksi

1. Mengemukakan hal yang umum

2. Mengemukakan kesimpulan dan hipotesis

a) Mengemukakan hipotesis

b) Merancang eksperimen

c) Menarik kesimpulan sesuai fakta

d) Menarik kesimpulan dari hasil menyelidiki

h. Membuat dan mempertimbangkan nilai keputusan

1. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan latar belakang fakta-

fakta

2. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan akibat

3. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan berdasarkan penerapan fakta

4. Membuat dan menentukan hasil pertimbangan keseimbangan, masalah


i. Mendefinisikan istilah dan mempertimbangkan definisi

1. Membuat bentuk definisi (sinonim, klasifikasi, rentang, ekivalen, operasional,

contoh dan bukan contoh)

2. Strategi membuat definisi

a) Bertindak dengan memberikan penjelasan lanjut

b) Mengidentifikasi dan menangani ketidakbenaran yang disengaja

3. Membuat isi definisi

j. Mengidentifikasi asumsi

1. Penjelasan bukan pernyataan

2. Mengkonstruksi argumen

k. Menentukan Tindakan

1. Mengungkap masalah

2. Memilih kriteria untuk mempertimbangkan solusi yang mungkin

3. Merumuskan solusi alternative

4. Menentukan tindakan sementara

5. Mengulang kembali

6. Mengamati penerapannya

l. Berinteraksi dengan orang lain

1. Menggunakan argumen

2. Menggunakan strategi logika

3. Menggunakan strategi retorika

4. Menunjukan posisi, orasi atau tulisan

B. Kerangka Pikir

Fenomen dan masalah yang sering dihadapi saat pembelajaran salah satunya

adalah peserta didik kurang mampu untuk menerapkan konsep matematis yang terdapat
dalam soal sehingga peserta didik tidak dapat menyelesaikan masalah yang diberikan.

Kurangnya kemampuan matematis peserta didik membuat keterampilan berpikir peserta

didik juga menurun, sehingga akan diperoleh hasil belajar fisika yang kurang baik.

Dalan proses pembelajaran diperlukan suatu model pembelajaran yang dapat

meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik, peneliti melihat bahwa model

pembelajaran yang dapat meningkatkan keterampilan berpikir kritis peserta didik adalah

model pembelajaran berbasis proyek, melalui model pembelajaran tersebut, siswa

diharapkan menjadi aktif menyelidiki (belajar) dengan menyajikan dunia nyata (bukan

abstrak) kepada mereka. Di dalam model pembelajaran ini, siswa akan bekerja secara tim

(berkelompok) kooperatif dan mengubah pemikiran faktual semata menjadi pemikiran

yang lebih kritis dan analitis.

Berdasarkan penjelasan diatas, dapat dijadikan sebagai acuan dalam pelaksanaan

penelitian yang terlihat seperti pada bagan kerangka piker disajikan sebagai berikut:
Keadaan Awal Peserta Didik

Pendidik Pembelajaran Fisika Peserta Didik

Model Pembelajaran

Model Pembelajaran Model Pembelajaran


Berbasis Proyek Konvensional

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol

Kecerdasan Numerik Kategori:


1. Tinggi
2. Kurang

Keterampilan Berpikir Kritis

C. Hipotesis Penelitian

Berdasarkan tinjauan Pustaka dan kerangka piker yang telah dikemukakan, maka

hipotesis penelitian ini adalah :


1. Secara keseluruhan, terdapat perbedaan keterampilan berpikir kritis peserta didik yang

diajar dengan menggunakan model pembelajaran berbasis proyek dengan peserta didik

yang diajar dengan menggunakan model pembelajaran konvensional

2. Bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan numerik yang tinggi, terdapa perbedaan

keterampilan berpikir kritis peserta didik yang diajar dengan menggunakan model

pembelajaran berbasis proyek dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan

model pembelajaran konvensional

3. Bagi peserta didik yang memiliki kecerdasan numerik yang rendah, terdapat perbedaan

keterampilan berpikir kritis peserta didik yang diajar dengan menggunakan model

pembelajaran berbasis proyek dengan peserta didik yang diajar dengan menggunakan

model pembelajaran konvensional

4. Terdapat interaksi antara model pembelajaran berbasis proyek dan keerdasa numerik

terhadap keterampilan berpikir kritis peserta didik


BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian pengembangan True Eksperimen

( eksperimen sesungguhnya) dengan menggunakan desain factorial 2x2

B. Waktu dan Tempat Penelitian

1. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilaksanakan pada semester Genap Tahun Ajaran 2022/2023

2. Tempat Penelitian

Lokasi Penelitian ini akan bertempat di SMA Negeri 7 Luwu Utara yang

beralamatkan di Jl. Pendidikan, Desa Lara, Kecamatan Baebunta Selatan, Kabupaten

Luwu Utara.

C. Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan adalah desain faktorial 2×2 sebab

menggunakan variabel bebas model pembelajaran (berbasis proyek dan

konvensional) serta variabel moderator. Variabel moderator dibagi menjadi 2

(dua) kelompok yaitu peserta didik yang mempunyai kecerdasan numerik tinggi

dan kecerdasan numerik rendah. Rancangan penelitian ini dapat dilihat pada tabel

3.1 sebagai berikut:


Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
Model Pembelajaran (A)
Model Model
Pembelajaran Pembelajaran
Motivasi (B) Berbasis Masalah Langsung
(A1) (A2)
Tinggi (B1) Y[A1B1] Y [A2B1]
Rendah (B2) Y [A1B2] Y [A2B2]
∑ Y[A1B1] + Y[A1B2] Y[A2B1] + Y[A2B2]
(Adaptasi dari Emzir, 2007)
Keterangan:
Y : Keterampilan Berpikir Kritis
A : Model Pembelajaran
A1 : Pembelajaran model berbasis proyek
A2 : Pembelajaran model konvensional
B : Kecerdasan numerik peserta didik
B1 : Kelompok Kecerdasan numerik tinggi
B2 : Kelompok Kecerdasan numerik rendah
A1B1 : Kelompok Kecerdasan numerik tinggi yang diajar dengan model
pembelajaran berbasis proyek.
A1B2 : Kelompok Kecerdasan numerik rendah yang diajar dengan model
pembelajaran berbasis proyek.
A2B1 : Kelompok Kecerdasan numerik tinggi yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional.
A2B2 : Kelompok Kecerdasan numerik rendah yang diajar dengan model
pembelajaran konvensional.

D. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh peserta didik kelas XI MIPA

SMA Negeri 7 Luwu Utara

2. Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah dua kelas yang dipilih secara rambang dari

keseluruhan kelas dengan menggunakan teknik sampel rambang sedeharna (simple

random sampling) yang dilakukan dengan cara undian. Sedangkan untuk penentuan
ukuran sampel menggunakan distribusi kurva normal yaitu 27% dari jumlah populasi

kelompok (Suharsimi, 2015).

A. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini terbagi tiga, yaitu variabel bebas, variabel

moderator, dan variabel terikat yaitu:

a. Variabel bebas (Independent Variable)

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah model pembelajaran (A) yang terdiri

atas dua dimensi, yaitu pembelajaran menggunakan model pembelajaran berbasis

proyek (A1) dan pembelajaran menggunakan model pembelajaran konvensional (A2).

b. Variabel moderator (Moderator Variable)

Variabel moderator dalam penelitian ini adalah kecerdasan numerik fisika

peserta didik (B) yang ditinjau dari dua kategori yaitu kecerdasan numerik tinggi (B 1)

dan kecerdasan numerik rendah (B2).

c. Variabel terikat (Dependent Variable)

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah keterampilan berpikir kritis dalam

ranah kognitif.

F. Prosedur Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap. Kegiatan yang

dilaksanakan pada ketiga tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut:

a. Tahap Pertama
Tahapan ini merupakan tahap persiapan yang meliputi observasi terlebih dahulu

pada lokasi penelitian yaitu SMA Negeri 7 Luwu Utara. untuk mendapatkan data

awal dan sampel penelitian Beberapa persiapan yang dilakukan sebelum mengadakan

penelitian yakni sebagai berikut.

1) Membuat perangkat pembelajaran yang sesuai dengan topik pembelajaran.

a) RPP (Rencana Pelaksanaan Pembelajaran)

b) Lembar Kerja Peserta Didik (LKPD)

c) Bahan ajar Peserta didik

b. Tahap Kedua

Sebelum instrumen diterapkan dalam pembelajaran, maka terlebih dahulu

diadakan validasi pakar, uji validitas empiris, uji reliabilitas, uji daya beda dan uji

tingkat kesukaran pada instrumen yang akan digunakan.

c. Tahap Ketiga

Tahap ketiga penelitian ini berupa pemberian tes keterampilan berpikir kritis

untuk kelas yang diajar menggunakan model pembelajaran berbasis proyek dan yang

diajar menggunakan model pembelajaran konvensional.

G. Teknik Pengumpulan Data

Penelitian ini dilakukan untuk mempelajari pengaruh model pembelajaran

berbasis proyek dan kecerdasan numerik terhadap keterampilan berpikir kritis peserta

didik. Untuk keterampilan berpikir kritis fisika peserta didik diberikan dalam bentuk

tes dengan menggunakan indikator keterampilan berpikir kritis. Selain itu untuk

mengetahui kecerdasan numerik fisika peserta didik diberikan lembar kuesioner


dalam bentuk pernyataan-pernyataan yang disesuaikan dengan indikator kecerdasan

numerik.

H. Instrumen Penelitian

Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini ada dua jenis yaitu kuesioner

kecerdasan numerik fisika dan tes keterampilan berpikir kritis peserta didik. Sebelum

instrumen diterapkan dalam pembelajaran, maka terlebih dahulu dilakukan uji daya

beda dan uji tingkat kesukaran. Berikut akan dijelaskan secara rinci mengenai

pengujian instrumen tersebut.

1. Uji Validitas Instrumen Melalui Pakar

Analisis instrumen secara teoritis yang dilakukan dalam penelitian ini

menggunakan validitas pakar model Aiken. Hasil analisis diantara pakar dianalisis

dengan menggunakan rumus:

V=
∑s (3.1)
n (C−1)

Keterangan:

V : Indeks kesepakatan rater mengenai validitas butir


S : Skor yang ditetapkan setiap rater dikurangi skor terendah dalam kategori
yang dipakai
n : Banyaknya rater

Uji validitas instrumen diperoleh dari hasil penilaian berdasarkan tiga orang

pakar dengan skor rater tertinggi yaitu 4 (empat) dan terendah 1 (satu). Uji validitas

instrumen dihitung untuk setiap butir soal kemudian mencari secara keseluruhan

instrumen.
2. Uji Validitas Kriteria

Validitas kriteria dilakukan uji coba instrumen pada peserta didik yang tidak

termasuk dalam sampel penelitian. Validitas kriteria instrumen dilakukan dengan

menghitung validitas item dan reliabilitas instrumen secara kuantitatif.

a. Validitas Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Setelah dilakukan uji coba, kemudian dianalisis menggunakan persamaan point

biserial berikut ini:


M P−M t p
r pbi = (3.2)
SDt q

Keterangan:
rpbi : Koefisien korelasi biserial
Mp : Mean skor dari subjek yang menjawab betul butir soal yang dicari
Mt : Mean total
SDt : Standar Deviasi
P : Proporsi responden yang menjawab benar butir soal yang dicari
q : Proporsi responden yang menjawab salah butir soal yang dicari
(q = 1 – p)

Banyaknya peserta didik yang menjawabbenar


p=
Jumlah peserta didik

q = proporsi subjek yang menjawab salah (1 – p)

Kriteria validitas yang digunakan untuk menentukan item-item tes mempunyai

tingkat validitas yang memenuhi syarat untuk digunakan yaitu r pbi ≥ r tabel .

b. Validitas KecerdasanNumerik Fisika

Validitas item ini digunakan untuk menentukan item pernyataan valid atau

drop. Jika valid maka dapat digunakan namun jika drop maka harus dibuang. Untuk
mengetahui validitas item, data yang diperoleh diolah dengan menggunakan

persamaan korelasi product moment sebagai berikut:

N ∑ XY −( ∑ X )( ∑ Y )
r xy = (3.3)
√{ N ∑ X − (∑ X
2 2
) }{ N ∑ Y − ( ∑ Y ) }
2 2

Keterangan:
r xy : Angka indeks korelasi “r” product moment
N : Ukuran sampel
∑XY : Jumlah hasil perkalian antara skor item (X) dan skor total (Y)
∑X : Skor item
∑Y : Skor total

Kriteria pengujian: (1) jika r hitung ≥r tabel maka butir item dikatakan valid, (2) jika

r hitung <¿r tabel ¿ maka butir item dikatakan tidak valid, dengan taraf signifikansi 5%. r tabel

ditentukan berdasarkan banyaknya jumlah responden (n).

c. Reliabilitas Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Setelah dilakukan uji validitas, maka soal yang dinyatakan tidak valid

dikeluarkan dari instrumen. Uji reliabilitas dilakukan hanya untuk item-item yang

valid. Koefisien reliabilitas instrumen dihitung rumus KR-20, yaitu:

( )( St −∑ p i qi
)
2
k
r ii = (3.4)
k−1 S 2t
Keterangan :
rii : Koefisien reabilitas tes
k : Banyaknya butir
piqi : Varians skor butir
St2 : Varians skor total
pi : Proporsi jawaban benar untuk butir soal nomor i
qi : Proporsi jawaban salah untuk s oal nomor i

d. Reliabilitas Kecerdasan Numerik Fisika


Teknik alpha cronbach dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu

instrumen penelitian reabel atau tidak, bila jawaban yang diberikan responden

berbentuk skala 1 - 5 atau jawaban responden yang menginterpretasikan suatu

penilaian. Rumus untuk menentukan reliabilitas instrumen menggunakan rumus

seperti berikut ini:

( )( ∑σ
)
2
k
r ii = 1− 2 b (3.5)
k−1 σt

Keterangan:
r ii : Koefisien reliabilitas instrumen.
k : Jumlah butir pernyataan.
∑ b : Jumlah varians butir.
σ
2

2
σt : Varians total.

e. Tingkat Kesukaran Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Tingkat kesukaran suatu butir soal dinyatakan indeks kesukaran. Bilangan

tersebut adalah bilangan real pada interval 0 - 1. Semakin besar indeks kesukaran,

berarti semakin mudah soal itu. Suatu soal dengan indeks kesukaran p = 1,00 artinya

semua peserta didik menjawab benar pada butir soal tersebut, sebaliknya jika indeks

kesukaran p = 0,00 berarti tidak ada peserta didik yang menjawab benar butir soal itu.

Indeks kesukaran p ditentukan dengan rumus:

ph + pl
p= (3.6)
2
Keterangan:
P : Indeks kesukaran/kemudahan
Ph : Proporsi peserta didik kelompok atas yang menjawab benar butir tes
Pl : Proporsi peserta didik kelompok bawah yang menjawab salah butir tes

Tabel 3.3 Kriteria Indeks Kesukaran


Indeks Kesukaran Kategori
0,00 ≤ I ≤ 0,30 Sukar
0,31 ≤ I ≤ 0,70 Sedang
0,71 ≤ I ≤ 1,00 Mudah
Sumber: (Ali dan Khaeruddin, 2012)

f. Daya Pembeda Tes Keterampilan Berpikir Kritis

Daya pembeda suatu butir soal menyatakan seberapa jauh kemampuan butir

tersebut mampu membedakan kelompok peserta didik yang pandai dengan kelompok

peserta didik yang lemah dihitung dengan rumus:

D = Ph – P l (3.7)
Keterangan:
D : Daya pembeda
Ph : Proporsi peserta didik kelompok atas yang menjawab benar butir
tes
Pl : Proporsi peserta didik kelompok bawah yang menjawab salah
butir tes
Tabel 3.4 Penafsiran Indeks Daya Pembeda
Indeks daya
Klasifikasi
Pembeda
0,40 ≤D Sangat baik/soal diterima baik
0,30 ≤ D ≤ 0,39 Baik/soal diterima tetapi perlu diperbaiki
0,20<D ≤ 0,29 Cukup /soal diperbaiki
D ≤ 0,20 Jelek/soal dibuang
Sumber: (Ali dan Khaeruddin, 2012)

I. Teknik Analisis Data

1. Analisis Deskriptif

Analisis yang digunakan untuk analisis data dengan cara mendeskripsikan atau

menggambarkan data yang telah terkumpul sebagaimana adanya tanpa bermaksud

membuat kesimpulan yang berlaku umum atau generalisasi. Inti dari kumpulan data
yang ada antara lain nilai rata-rata, standar deviasi, dan nilai varians data. Analisis ini

juga dimaksudkan untuk mendeskripsikan karakteristik distribusi skor kecerdasan

numerik dan keterampilan berpikir kritis peserta didik.

Data kecerdasan numerik peserta didik digunakan untuk mengetahui tinggi

rendahnya kecerdasan numerik peserta didik selama pembelajaran. Skor yang

diperoleh dari kecerdasan numerik merupakan skor total kecerdasan numerik peserta

didik berdasarkan indikator kecerdasan numerik yang telah ditentukan. Data

keterampilan berpikir kritis diperoleh.

Perhitungan analisis deskriptif dalam penelitian ini menggunakan program

Microsoft excel . Analisis deskriptif dalam penelitian ini meliputi skor rata-rata,

standar deviasi, skor maksimal, skor minimal, varians dan jumlah. Data yang akan

dilakukan analisis deskriptif adalah skor kuesioner kecerdasan numerik fisika peserta

didik dan keterampilan berpikir kritis.

2. Analisis Inferensial

a. Uji Prasyarat Analisis

Uji prasyarat analisis terdiri atas dua tahapan yakni uji normalitias dan uji

homogenitas yang secara rinci dijelaskan sebagai berikut:

1) Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk mengetahui apakah data yang diteliti berasal

dari populasi yang terdistribusi normal. Pengujian normalitas (Sudjana, 2005)


2
dilakukan dengan menggunakan metode chi kuadrat ( χ h ), dengan rumus seperti

berikut:
2
k
( Oi−Ei )
=∑
2
x hitung
(3.8)
i=1 Ei

Keterangan:
2
χ hitung : nilai chi-kuadrat hitung
Oi : frekuensi observasi
Ei : frekuensi harapan

Dengan kaidah pengujian, jika χ 2hitung ≤ χ 2tabel , maka data dinyatakan berdistribusi

normal pada taraf signifikan tertentu. Dalam penelitian ini digunakan taraf signifikan

α = 0.05.

Pengujian normalitas dihitung pada taraf signifikansi α = 0,05, dengan kriteria

pengujian sebagai berikut:

a) Nilai sig. ≥ 0,05; H0 diterima, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal

dari populasi yang berdistribusi normal.

b) Nilai sig. ≤ 0,05; H0 ditolak, sehingga dapat disimpulkan bahwa sampel berasal

dari populasi yang tidak berdistribusi normal.

2) Uji Homogenitas Varians

Pengujian homogenitas varians dilakukan untuk mengetahui bahwa kedua

sampel yang dibandingkan merupakan kelompok-kelompok yang mempunyai varians

yang sama atau homogen. Pengujian homogenitas dilakukan menggunakan uji-F max

dengan rumus sebagai berikut:


varians terbesar
F hitung = (3.9)
varians terkecil

Kriteria pengujiannya adalah apabila Fhitung ≤ FTabel, maka data bersifat homogen.

sebaliknya, jika Fhitung ≥ FTabel data tidak homogen, dengan derajat kebebasan

pembilang dk = (n-1) dan derajat kebebasan penyebut dk = (n-1) pada taraf

signifikansi α = 0,05. Uji homogenitas digunakan untuk mengetahui apakah

kelompok data sama atau tidak.

b. Pengujian Hipotesis

Setelah uji prasyarat, maka dilanjutkan dengan pengujian hipotesis. Pengujian

hipotesis dimaksudkan untuk mengetahui apakah hipotesis yang diajukan telah

diterima atau ditolak. Pengujian hipotesis menggunakan analisis parametrik yaitu

variansi (anava) dua jalan sesuai dengan desain dan rancangan faktorial 2×2 dengan

asumsi:

 Populasi berdistribusi normal dengan variasi sama.

 Populasi homogen.

1) Uji analisis variansi (ANAVA) dua jalur

Analisis varian (Anava) dua jalur digunakan jika suatu penelitian eksperimen

terdiri atas satu variabel terikat dan dua variable bebas. Adapun langkah-langkah

ANAVA dua jalur adalah sebagai berikut:

d) Mengelompokkan skor variabel kriteria terikat berdasarkan kategori faktorial


e) Membuat tabel statistik deskriptif untuk setiap kelompok data. Tabel statistik

deskriftif ini berisi harga-harga untuk setiap unsur yang diperlukan dalam

ANAVA.

f) Membuat format tabel rangkuman ANAVA dua jalur.

Adapun hipotesis statistik yang diuji sebagai berikut :

a. Hipotesis Pertama

H0: Jika Fhitung < Ftabel

H1: Jika Fhitung ≥ Ftabel

Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:

Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima

Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka H0 ditolak

H0: Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan

berpikir kritis antara peserta didik yang diajar menggunakan model

pembelajaran berbasis proyek dengan peserta didik yang diajar menggunakan

model pembelajaran konvensional

H1: Secara keseluruhan terdapat perbedaan yang signifikan keterampilan berpikir

kritis antara peserta didik yang diajar menggunakan model pembelajaran

berbasis proyek dengan peserta didik yang diajar menggunakan model

pembelajaran konvensinal

b. Hipotesis Kedua

H0: Jika Fhitung <, Ftabel

H1: Jika Fhitung ≥ Ftabel


Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:

Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima

Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka H0 ditolak

H0: Untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan numerik tinggi, tidak terdapat

perbedaan keterampilan berpikir kritis antara yang diajar menggunakan model

pembelajaran berbasis proyek dengan yang diajar menggunakan model

pembelajaran konvensional

H1: Untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan numerik tinggi, terdapat perbedaan

keterampilan berpikir kritis antara yang diajar model pembelajaran berbasis

proyek dengan yang diajar menggunakan model pembelajaran konvnsional.

c. Hipotesis Ketiga

H0: Jika Fhitung < Ftabel

H1: Jika F hitung ≥ Ftabel

Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:

Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima

Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka H0 ditolak

H0: Untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan numerik rendah, tidak terdapat

perbedaan keterampilan berpikir kritis antara yang diajar menggunakan model

pembelajaran berbasis proyek dan yang diajar menggunakan model

pembelajaran konvensional.

H1: Untuk peserta didik yang memiliki kecerdasan numerik rendah, terdapat

perbedaan keterampilan berpikir kritis antara yang diajar menggunakan model


pembelajaran berbasis proyek dan yang diajar menggunakan model

pembelajaran konvensional.

d. Hipotesis Keempat

H0: Jika Fhitung < Ftabel

H1: Jika Fhitung ≥ Ftabel

Dengan kriteria pengambilan keputusan sebagai berikut:

Jika Fhitung < Ftabel, maka H0 diterima

Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka H0 ditolak

H0: Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran berbasis proyek dan

kecerdasan numerik terhadap keterampilan berpikir kritis.

H1: Terdapat interaksi antara model pembelajaran berbasis proyek dan kecerdasan

numerik terhadap keterampilan berpikir kritis.

2) Uji Lanjut

Setelah dilakukan anava dua jalan dan hasil hipotesis yang diperoleh yaitu H 0

ditolak atau H1 diterima, maka dilakukan uji lanjut anava sebagai tindak lanjut dari

analisis variansi. Uji lanjut anava ini bertujuan untuk melakukan pengecekan terhadap

rerata setiap pasangan kolom, pasangan baris, dan pasangan sel. Sehingga diketahui

bagian mana sajakah terdapat rerata yang signifikan maupun tidak signifikan. Apabila

sampel setiap kelompok berjumlah sama (sel sama) maka dapat digunakan uji Tukey.

Sebelum melakukan uji Tukey, terlebih dahulu kita melakukan uji t. Uji t

dilakukan untuk melihat adanya perbedaan skor kelompok eksperimen dan kelas

kontrol. Rumus untuk uji t, (Purwanto, 2011) digunakan persamaan berikut:


x 1−x 2
t=


2 2
S1 S2 (3.11)
+
n1 n2

Setelah dilakukan analisis variansi (anava) dua jalan dan hasil hipotesis yang

diperoleh yaitu hipotesis nol ditolak (H 0 ditolak) atau hipotesis satu diterima (H 1

diterima), maka dilakukan uji lanjut anava sebagai tindak lanjut dari analisis variansi.

Uji lanjut anava ini bertujuan untuk melakukan pengecekan terhadap rerata (dx)

setiap pasangan kolom, pasangan baris, dan pasangan sel. Sehingga diketahui pada

bagian mana sajakah terdapat rerata (mean) yang berbeda secara signifikan maupun

tidak signifikan.

Apabila sampel setiap kelompok berjumlah sama (sel sama) maka dapat

digunakan uji Tukey. Pengujian dilakukan dengan membandingkan antara Q hitung

dengan Qtabel dengan beda kritik. Q hitung dilakukan dengan menggunakan rumus:

rumus untuk uji lanjut Tukey, (Supardi, 2013) digunakan persamaan berikut:

xi−xj
Q=

√ RJKD
n
(3.12)

Keterangan:
Q = Angka Tukey
N = Banyak data tiap kelompok
xi = Rata-rata data kelompok ke i
xj = Rata-rata data kelompok ke j

Anda mungkin juga menyukai