Anda di halaman 1dari 19

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan memiliki peranan yang sangat penting untuk kelangsungan
hidup bangsa dan negara, karena pendidikan merupakan modal dasar untuk
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM). Salah satu tujuan dari
pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan di Indonesia yaitu membangun
landasan bagi berkembangnya potensi siswa agar menjadi manusia yang berilmu,
cakap, kritis, kreatif dan inovatif. Pernyataan ini sesuai dengan proses
pembelajaran kurikulum 2013 dimana dalam proses pembelajarannya
diselenggarakan secara interaktif, inspiratif, menyenangkan, menantang,
memotivasi siswa untuk berpartisipasi aktif, serta memberi ruang yang cukup bagi
prakarsa, kreativitas, dan kemandirian sesuai dengan bakat, minat, dan
perkembangan fisik serta psikologis siswa (Permendikbud No. 65, 2013).
Salah satu ilmu yang sangat berperan penting dalam kehidupan adalah
matematika. Karena hampir di setiap aktivitas yang dilakukan manusia melibatkan
matematika. Matematika itu sendiri dipelajari pada setiap jenjang pendidikan dan
dapat memacu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Di dalam
Permendikbud No. 59 Tahun 2014, mata pelajaran matematika perlu diberikan
kepada semua siswa mulai dari sekolah dasar untuk membekali peserta didik
dengan kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, inovatif dan kreatif,
serta kemampuan bekerjasamanya. Sehingga tujuan mengajarkan matematika
ialah supaya siswa dapat mengonstruksi atau menghasilkan ide-ide baru dalam
menyelesaikan suatu persoalan yang diberikan. Banyak siswa yang menganggap
bahwa pelajaran matematika sukar untuk dipahami, dan membuat siswa sulit pula
menghasilkan suatu penyelesaian masalah. Ini dikarenakan siswa kurang
menguasai konsep materi matematika yang diajarkan.
Banyak cara yang dapat dilakukan untuk meningkatkan keberhasilan
belajar siswa dalam memahami pembelajaran yang diberikan. Salah satunya
melalui pembelajaran matematika yang dapat meningkatkan pemahaman konsep.
Pemahaman konsep merupakan awal dari kemampuan dasar yang lebih tinggi.
2

Pada setiap pembelajaran diutamakan untuk lebih ditekankan pada penguasaan


konsep supaya siswa memiliki bekal dasar yang baik untuk mencapai kemampuan
dasar yang lain seperti penalaran, komunikasi, koneksi, dan pemecahan masalah.
Depdiknas (2003) mengungkapkan bahwa, pemahaman konsep salah satu
kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam
belajar matematika yaitu dengan menunjukkan pemahaman konsep matematika
yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan mengaplikasikan
konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan
masalah.
Salah satu faktor yang dapat mempengaruhi pemahaman siswa adalah apa
yang diketahui oleh siswa itu sendiri. Guru hendaknya berusaha untuk mengetahui
dan memanfaatkan pengetahuan awal yang telah ada dalam pikiran siswa sebelum
mereka mempelajari suatu konsep atau pengalaman baru. Hal ini sejalan dengan
pandangan konstruktivisme bahwa guru perlu memberikan kesempatan kepada
siswa untuk membangun sendiri pengetahuannya secara aktif dengan
memperhatikan pengetahuan awal peserta didik.
Karena kebanyakan dari siswa merasa bahwa belajar matematika itu sulit
dan membosankan. Maka, tidak sedikit dari siswa yang kurang tertarik dalam
memahami dan menguasai konsep-konsep matematika. Model pembelajaran
merupakan merupakan cara atau jalan yang ditempuh oleh guru atau siswa untuk
mencapai suatu tujuan. Seorang guru dalam mengajarkan materi pelajaran harus
memilih model atau yang sesuai dengan materi yang disampaikan, supaya materi
bisa dipahami siswa.
Pembelajaran konstruktivisme menganggap bahwa belajar merupakan
proses aktif untuk siswa dalam mengonstruksi pengetahuannya sendiri. Proses
aktif dapat terjalin dengan baik jika didukung dengan terciptanya interaksi antara
siswa dan guru, dan interaksi antar siswa.
Menurut Driver dan Bell (dalam Gunawan, 2014:3) karakteristik
konstruktivisme adalah sebagai berikut, (1) siswa tidak dipandang sebagai sesuatu
yang pasif melainkan memiliki tujuan, (2) belajar harus mempertimbangkan
seoptimal mungkin proses keterlibatan peserta didik, (3) pengetahuan bukan
3

sesuatu yang dating dari luar, melainkan dikonstruksi secara personal, (4)
pembelajaran bukanlah transmisi pengetahuan, melainkan melibatkan pengaturan
situasi lingkungan belajar, dan (5) kurikulum bukanlah sekedar hal dipelajari,
melainkan seperangkat pembelajaran, materi dan sumber. Masnur Muslich (dalam
Supriono, 2015:2) pembelajaran yang berciri konstruktivisme menekankan
terbangunnya pemahaman sendiri secara aktif, kreatif, dan produkif berdasarkan
pengetahuan terdahulu dan pengalaman belajar yang bermakna. siswa harus
mengonstruksi terlebih dahulu pengetahuan tersebut dan memberikan makna
melalui pengalaman nyata.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pembelajaran
konstruktivisme dapat menjadikan siswa lebih mudah memahami konsep. Apabila
siswa mampu mengkonstruksi pengetahuaanya sendiri secara aktif, maka siswa
akan memahami konsep pembelajaran matematika yang diajarkan serta
menyelesaikan permasalahan-permasaahan matematika.
Materi yang dikaji dalam penelitian ini ialah relasi dan fungsi. Karena
materi ini merupakan materi yang dapat melatih cara berpikir siswa karena
memiliki keterkaitan antar objek yang berhubungan dengan kehidupan sehari-hari
siswa, serta memerlukan pemahaman konsep matematis di dalam penyelesaian
masalah. Maka dari itu, dengan pembelajaran konstruktivisme diharapkan siswa
akan memahami konsep relasi dan fungsi secara utuh dari pengetahuan rill menuju
pengetahuan secara abstrak.
Berdasarkan uraian-uraian di atas, peneliti mengangkat permasalahan ini
untuk menjadi sebuah penelitian dengan judul “Analisis Kemampuan
Pemahaman Konsep Matematis Siswa Ditinjau dari Teori Konstruktivisme
dalam Memecahkan Masalah Matematika Materi Relasi dan Fungsi Kelas
VIII SMP”

1.2 Rumusan Masalah


4

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat


dirumuskan pokok permasalahan dalam penelitian ini, adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana mendesain modul matematika berbasis konstruktivisme tipe
novick untuk memfasilitasi pemahaman konsep matematis siswa pada
materi relasi dan fungsi di kelas VIII SMP?
2. Bagaimana efektifitas modul matematika berbasis konstruktivisme tipe
novick untuk memfasilitasi pemahaman konsep matematis siswa pada
materi relasi dan fungsi di kelas VIII SMP?

1.3 Tujuan Pengembangan


Sejalan dengan rumusan masalah yang dikemukakan, maka tujuan
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Menghasilkan desain produk berupa modul matematika berbasis
konstruktivisme tipe novick untuk memfasilitasi pemahaman konsep
matematis siswa pada materi relasi dan fungsi di kelas VIII SMP yang
valid.
2. Mengetahui efektifitas modul matematika berbasis konstruktivisme tipe
novick untuk memfasilitasi pemahaman konsep matematis siswa pada
materi relasi dan fungsi di kelas VIII SMP.

1.4 Spesifikasi Modul


Spesifikasi produk yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Modul yang didesain adalah modul cetak berbasis konstruktivisme tipe
novick yang diharapkan dapat memfasilitasi pemahaman konsep
matematis siswa.
2. Modul yang didesain memiliki urutan pembelajaran yang terstruktur dan
sistematis, sehingga mendukung siswa untuk belajar aktif dan mandiri.
3. Modul yang didesain adalah modul berbasis konstruktivisme tipe novick
dengan format menggunakan tahapan konstruktivisme tipe novick sebagai
berikut :
a. Mengungkap konsepsi awal
b. Menciptakan konflik konseptual
5

c. Mengupayakan terjadinya akomodasi kognitif


4. Modul yang didesain mempunyai warna yang bervariasi dan tulisan yang
menarik sehingga mendorong minat siswa dalam proses pembelajaran.
5. Tugas latihan yang disajikan dalam modul berupa tugas kelompok dan
individu yang memungkinkan siswa untuk saling bertukar pendapat satu
sama lain.

1.5 Manfaat Pengembangan


Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat yang bersifat teoritis
maupun yang bersifat praktis.
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat memberi pengalaman baru terhadap pembelajar
matematika untuk mengetahui efektifitas modul matematika berbasis
konstruktivisme tipe novick untuk memfasilitasi pemahaman konsep
matematis siswa di sekolah menengah pertama.
2. Manfaat Praktis
Dilihat dari segi praktis, penelitian ini memberikan manfaat antara lain :
a. Bagi guru, dapat menambahkan pengetahuan guru mengenai alternatif
bahan ajar untuk untuk memfasilitasi pemahaman konsep matematis siswa
sehingga dapat digunakan sebagai sarana perbaikan proses pembelajaran.
b. Bagi siswa, dapat mengembangkan daya kreatifitas siswa dan
meningkatkan pemahaman konsep matematis siswa dengan menggunakan
bahan ajar sehingga menumbuhkan minat dan motivasi siswa dalam proses
pembelajaran.
c. Bagi sekolah, penelitian ini diharapkan memberi informasi dan masukan
dalam menggunakan modul berbasis konstruktivisme tipe novick dalam
upaya meningkatkan mutu sekolah terutama dalam meningkatkan kualitas
pembelajaran matematika di sekolah.
d. Bagi peneliti, sebagai suatu pengalaman berharga bagi calon guru
profesional yang selanjutnya dapat dijadikan masukan untuk
mengembangkan bahan ajar
6

e. Bagi peneliti selanjutnya, penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai


perbandingan atau sebagai referensi untuk penelitian yang relevan.

1.6 Ruang Lingkup dan Keterbatasan Pengembangan


Adapun ruang lingkup dan keterbatasan pengembangan ini adalah sebagai
berikut :
1. Memilih materi relasi dan fungsi kelas VIII untuk didesain menjadi modul
matematika.
2. Memilih berbasis konstruktivisme tipe novick untuk mendesain modul
matematikka materi relasi dan fungsi.
3. Modul matematika berbasis konstruktivisme tipe novick di desain untuk
Memfasilitasi pemahaman konsep matematis siswa.
4. Dalam pelaksanaan penelitian, peneliti membatasi ruang lingkupnya pada
siswa kelas VIII SMP.

1.7 Definisi Istilah


1. Pengembangan adalah suatu proses/langkah-langkah dalam
mengembangkan produk yang sudah ada atau memperbarui produk yang
valid dan efektif digunakan untuk pendidikan.
2. Desain adalah suatu proses perancanaan secara sistematis yang dilakukan
sebelum melakukan pengembangan atau pelaksanaan sebuah
kegiatan/penelitian.
3. Modul adalah salah satu bentuk bahan ajar yang diperuntukkan bagi siswa
supaya siswa dapat belajar baik bersama guru ataupun secara mandiri,
sehingga modul berisi minimal tujuan pembelajaran, substansi belajar dan
evaluasi.
4. Kontruktivisme merupakan suatu teori atau faham yang menyatakan
bahwa setiap pengetahuan atau kemampuan hanya bisa dikuasai oleh
seseorang apabila orang itu secara aktif mengonstruksi (membentuk)
pengetahan atau kemampuan itu dalam pikiranya.
7

5. Model pembelajaran novick merupakan salah satu model yang merujuk


pada pandangan konstruktivisme, dimana adanya proses perubahan
konseptual dari pengetahuan awal siswa di dalam proses pembelajaran.
6. Pemahaman konsep adalah kemampuan siswa dalam menguasai sejumlah
materi pelajaran, dimana siswa bukan hanya mengetahui konsep yang
dipelajari, namun siswa dapat mengungkapkan kembali dan dapat
mengaplikasikannya dalam menyelesaikan masalah yang diberikan.

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
8

2.1 Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan


2.1.2 Modul
A. Pengertian Modul
Salah satu bahan ajar dalam bentuk cetak ialah modul. Dengan
menggunakan modul siswa dapat belajar secara mandiri, karena modul dirancang
secara sistematis dan terarah untuk membantu para siswa agar dapat mencapai
kompetensi yang diharapkan. Hal ini sesuai yang dikatakan Purwanto (2007 : 9)
modul ialah bahan belajar yang dirancang secara sistematik berdasarkan
kurikulum tertentu dan dikemas dalam bentuk satuan pembelajaran terkecil dan
memungkinkan dipelajari secara mandiri dalam satuan waktu tertentu. Tujuannya
agar peserta dapat menguasai kompetensi yang diajarkan dalam diklat
pembelajaran dengan sebaik-baiknya.
Menurut Prastowo (2014 :209) modul pada dasarnya merupakan sebuah
bahan ajar yang disusun secara sistematis dengan menggunakan bahasa yang
mudah dipahami oleh siswa sesuai dengan tingkat pengetahuan dan usianya agar
mereka dapat belajar sendiri (mandiri) dengan bantuan atau bimbingan yang
minimal dari guru. Kemudian dengan modul siswa juga dapat mengukur sendiri
tingkat penguasaannya terhadap materi yang dibahas pada setiap satu satuan
modul sehingga jika telah menguasainya, maka mereka dapat melanjutkannya
pada satu satuan modul tingkat berikutnya. Dan sebaliknya, jika siswa belum
mampu maka mereka akan diminta untuk mengulangi dan mempelajarinya
kembali.
Menurut Rudi Susilana dan Cepi Riyana (2008 : 14) modul merupakan
suatu paket program yang disusun dan didesain sedemikian rupa untuk
kepentingan belajar siswa. Pendekatan dalam pembelajaran modul menggunakan
pengalaman siswa.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas ada beberapa hal-hal penting yang
terkandung didalamnya diantaranya modul yaitu bahan belajar mandiri yang berisi
paket program yang didesain sedemikian rupa, membantu siswa dalam menguasai
kompetensi, dan mengukur kecepatan siswa dalam menguasai materi. Jadi dapat
disimpulkan bahwa modul merupakan suatu paket program bahan ajar yang
9

didesain sedemikian rupa sebagai bahan belajar secara mandiri untuk membantu
siswa menguasai tujuan kompetensi yang diharapkan. Maka dari itu, tingkat
penguasaan siswa terhadap materi dapat diukur dengan modul.

B. Karakteristik Modul
Modul yang didesain atau dikembangkan harus memiliki karakteristik
yang diperlukan supaya dapat meningkatkan motivasi bagi penggunanya. Menurut
Direktorat Pembinaan Sekolah Menengah Kejuruan (2008 : 4-7), modul yang
akan dikembangkan harus memperhatikan lima karakteristik sebuah modul
diantaranya self instruction, self contained, stand alone, adaptif, dan userfriendly.
1. Self Instruction, siswa dimungkinkan belajar secara mandiri dan tidak
tergantung pada pihak lain. Self Instruction dapat terpenuhi jika modul
tersebut memuat tujuan yang jelas, materi pembelajaran dikemas dalam
unit-unit kegiata yang kecil/spesifik, ketersediaan contoh dan ilustrasi
yang mendukung kejelasan pemaparan materi pembelajaran, terdapat soal-
soal latihan, tugas dan sejenisnya, kontekstual, bahasanya sederhana dan
komunikatif, adanya rangkuman materi pembelajaran, adanya instrumen
penilaian mandiri (self assessment), adanya umpan balik atas penilaian
siswa dan adanya informasi tentang rujukan.
2. Self Contained, seluruh materi pembelajaran yang dibutuhkan termuat
dalam modul tersebut. Karakteristik ini memberikan kesempatan kepada
siswa untuk mempelajari materi pembelajaran secara tuntas.
3. Stand Alone, modul yang dikembangkan tidak tergantung pada bahan ajar
lain atau tidak harus digunakan bersama-sama dengan bahan ajar lain.
Siswa tidak perlu bahan ajar lain untuk mempelajari atau mengerjakan
tugas pada modul tersebut.
4. Adaptif, modul tersebut dapat menyesuaian perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi, fleksibel/luwes digunakan diberbagai
perangkat keras (hardware). Modul yang adaptif adalah jika modul
tersebut dapat digunakan sampai kurun waktu tertentu.
10

5. User Friendly (bersahabat/akrab), modul memiliki instruksi dan paparan


informasi bersifat sederhana, mudah dimengerti, serta menggunakan
istilah yang umum digunakan. Penggunaan bahasa sederhana dan
penggunaan istilah yang umum digunakan merupakan salah satu bentuk
user friendly.

C. Komponen Modul
Adapun komponen-komponen modul menurut Marwarnand (2011:4)
mencakup tiga bagian, yaitu bagian pembuka, inti, dan penutup dengan penjelasan
sebagai berikut:
1. Bagian Pembuka
a. Judul
Judul modul perlu menarik dan member gambaran tentang materi yang
dibahas.
b. Daftar Isi
Daftar isi menyajikan topik-topik yang dibahas. Topik-topik tersebut
diurutkan berdasarkan urutan kemunculan dalam modul
c. Peta Informasi
Modul perlu menyertakan peta informasi. Pada daftar isi akan terlihat
topik apa saja yang dipelajari, tetapi tidak terlihat kaitan antar topik
tersebut. Pada peta informasi akan diperlihatkan antar topik-topik dalam
modul. Peta informasi yang disajikan dalam modul dapat saja
menggunakan diagram isi bahan ajar yang telah dipelajari sebelumnya.
d. Daftar Tujuan Kompetensi Umum
Penulisan tujuan kompetensi membantu pembelajar untuk mengetahui
pengetahuan, sikap, atau keterampilan apa yang dapat dikuasai setelah
menyelesaikan pelajaran.
2. Bagian Inti (Kegiatan Belajar)
a. Pendahuluan/Tinjauan Umum Materi
Pendahuluan pada suatu modul berfungsi untuk : (1) memberikan
gambaran umum mengenai isi materi modul, (2) meyakinkan pembelajar
11

bahwa materi yang akan dipelajari dapat bermanfaat bagi mereka, (3)
meluruskan harapan pembelajar mengenai materi yang akan dipelajari , (4)
mengaitkan materi yang telah dipelajari dengan materi yang akan
dipelajari, (5) memberikan petunjuk bagaimana mempelajari materi yang
akan disajikan. Dalam pendahuluan dapat saja disajikan peta informasi
mengenai materi yang akan dibahas dan daftar tujuan kompetensi yang
akan dicapai setelah mempelajari modul.
b. Hubungan dengan Materi atau Pelajaran yang Lain
Materi pada modul sebaiknya lengkap, dalam arti semua materi yang perlu
dipelajari tersedia dalam modul. Bila materi tersebut pada buku teks maka
arahan tersebut dapat diberikan dengan menuliskan judul dan pengarang
buku teks tersebut.
c. Uraian Materi
Uraian materi merupakan merupakan penjelasan secara terperinci tentang
materi pembelajaran yang disampaikan dalam modul. Organisasikan isi
materi pembelajaran dengan urutan dan susunan yang sistematis, sehingga
memudahkan pembelajar memahami materi pembelajaran. Apabila materi
yang akan dituangkan cukup luas, maka dapat dikembangkan ke dalam
beberapa Kegiatan Besar (KB). Setiap KB memuat uraian materi,
penugasan, dan rangkuman.
Organisasi materi kegiatan belajar antara judul, subjudul dan uraian harus
yang mudah untuk diikuti oleh pembelajar. Pemberian judul atau
penjudulan merupakan alat bantu bagi pembaca modul untuk mempelajari
materi yang disajikan dalam bentuk teks tertulis
d. Penugasan
Penugasan dalam modul perlu untuk menegaskan kompetensi apa yang
diharapkan setelah mempelajari modul. Penugasan juga menunjukkan
kepada pembelajar bagaimana dalam modul yang merupakan bagian
penting
e. Rangkuman
12

Rangkuman merupakan bagian dalam modul yang menelaah hal-hal pokok


dalam modul yang telah dibahas. Rangkuman diletakkan pada bagan akhir
modul.
3. Bagian Penutup
a. Glosarium atau Daftar Istilah
Glosarium berisikan definisi-definisi konsep yang dibahas dalam modul.
Definisi tersebut dibuat ringkas dengan tujuan untuk mengingat kembali
konsep yang telah dipelajari.
b. Tes Akhir
Tes akhir merupakan latihan yang dapat pembelajar kerjakan setelah
mempelajari suatu bagian dalam modul. Aturan umum untuk tes akhir
ialah bahwa tes tersebut dapat dikerjakan oleh pembelajar.
c. Indeks
Indeks memuat istilah-istilah penting dalam modul serta halaman dimana
istilah tersebut ditemukan. Indeks perlu diberikan dalam modul supaya
pembelajar mudah menemukan topik yang ingin dipelajari. Indeks perlu
mengandung kata kunci yang kemungkinan pembelajar akan mencarinya

Berdasarkan penjelasan diatas, pembelajaran dengan menggunakan modul


akan mempermudah siswa karena terdapat peta informasi atau panduan belajar
sehingga siswa lebih tertarik dan termotivasi untuk belajar secara mandiri.

2.1.2 Pemahaman Konsep Matematis


A. Pengertian Pemahaman Konsep Matematis
Pemahaman konsep adalah salah satu aspek penilaian dalam pembelajaran.
penilaian pada aspek pemahaman konsep bertujuan untuk mengetahui sejauh
mana kemampuan siswa menerima dan memahami konsep dasar matematika yang
telah diterima siswa dalam pembelajaran. Depdiknas menyatakan pemahaman
konsep merupakan salah satu kecakapan atau kemahiran matematika yang
diharapkan dapat tercapai dalam belajar matematika yaitu dengan menunjukkan
pemahaman konsep matematis yang dipelajarinya, menjelaskan keterkaitan antar
13

konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat dan tepat
dalam pemecahan masalah.
Penguasan konsep merupakan tingkatan hasil belajar siswa sehingga dapat
mendefinisikan atau menjelaskan sebagian atau mendefinisikan bahan pelajaran
dengan menggunakan kalimat sendiri. Dengan kemampuan siswa menjelaskan
atau mendefinisikan maka siswa tersebut telah memahami konsep atau prinsip
dari suatu pelajaran meskipun penjelasan yang diberikan mempunyai susunan
kalimat yang tidak sama dengan konsep yang diberikan tetapi maksudnya sama.
Menurut Sanjaya (2009 : 55) pemahaman konsep adalah kemampuan
siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi pelajaran,, dimana siswa tidak
sekedar mengetahui atau mengingat sejumlah konsep yang dipelajari, tetapi
mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk yang mudah mengerti,
memberikan interpretasi data dan mampu mengaplikasikan konsep yang sesuai
dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Berdasarkan penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa pemahaman
konsep adalah kemampuan seseorang mengungkapkan kembali pengetahuan yang
diperoleh dengan menggunakan kalimat sendiri.
Mengingat pentingnya pemahaman konsep tersebut, Menurut Hiebert dan
Carpenter (dalam Dafril: 2011). Pengajaran yang  menekankan kepada
pemahaman mempunyai sedikitnya lima keuntungan, yaitu:
1. Pemahaman memberikan generative artinya bila seorang telah memahami
suatu konsep, maka pengetahuan itu akan mengakibatkan pemahaman
yang lain karena adanya jalinan antar pengetahuan yang dimiliki siswa
sehingga setiap pengetahuan baru melaui keterkaitan dengan pengetahuan
yang sudah ada sebelumnya.
2. Pemahaman memacu ingatan artinya suatu pengetahuan yang telah
dipahami dengan baik akan diatur dan dihubungkan secara efektif dengan
pengetahuan-pengetahuan yang lain melalui pengorganisasian skema atau
pengetahuan secara lebih efisien di dalam struktur kognitif berfikir
sehingga pengetahuan itu lebih mudah diingat.
14

3. Pemahaman mengurangi banyaknya hal yang harus diingat artinya jalinan


yang terbentuk antara pengetahuan yang satu dengan yang lain dalam
struktur kognitif siswa yang mempelajarinya dengan penuh pemahaman
merupakan jalinan yang sangat baik.
4. Pemahaman meningkatkan transfer belajar artinya pemahaman suatu
konsep matematika akan diperoleh siswa yang aktif menemukan
keserupaan dari berbagai konsep tersebut. Hal ini akan membantu siswa
untuk menganalisis apakah suatu konsep tertentu dapat diterapkan untuk
suatu kondisi tertentu.
5. Pemahaman mempengaruhi keyakinan siswa artinya siswa yang
memahami matematika dengan baik akan mempunyai keyakinan yang
positif yang selanjutnya akan membantu perkembangan pengetahuan
matematikanya.

B. Indikator pemahaman Konsep Matematis


Menurut Sanjaya (2009: 98), indikator yang termuat dalam pemahaman
konsep diantaranya :
1. Mampu menerangkan secara verbal mengenai apa yang telah dicapainya
2. Mampu menyajikan situasi matematika kedalam berbagai cara serta
mengetahui perbedaan
3. Mampu mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau
tidaknya persyaratan yang membentuk konsep tersebut
4. Mampu menerapkan hubungan antara konsep dan prosedur
5. Mampu memberikan contoh dan contoh kontra dari konsep yang
dipelajari,
6. Mampu menerapkan konsep secara algoritma
7. Mampu mengembangkan konsep yang telah dipelajari.
Pendapat diatas sejalan dengan Peraturan Dirjen Dikdasmen Nomor
506/C/Kep/PP/2004 tanggal 11 November 2001 tentang rapor pernah diuraikan
bahwa indikator siswa memahami konsep matematika adalah mampu :
1. Menyatakan ulang sebuah konsep.
15

2. Mengklasifikasi objek menurut tertentu sesuai dengan konsepnya.


3. Memberikan contoh dan bukan contoh dari suatu konsep.
4. Menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi matematis.
5. Mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu konsep.
6. Menggunakan dan memanfaatkan  serta memilih prosedur atau operasi
tertentu.
7. Mengaplikasikan konsep atau algoritma dalam pemecahan masalah.
Mengetahui kemampuan siswa dalam memahami konsep matematika
maka perlu diadakan penilaian terhadap pemahaman konsep dalam pembelajaran
matematika. Tentang penilaian perkembangan anak didik dicantumkan indikator
dari kemampuan pemahaman konsep sebagai hasil belajar matematika Tim PPPG
Matematika 2005:86 (dalam Dafril, 2011) Indikator tersebut adalah :
1. Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep adalah kemampuan siswa
untuk mengungkapkan kembali apa yang telah dikomunikasikan
kepadanya. Contoh: pada saat siswa belajar maka siswa mampu
menyatakan ulang maksud dari pelajaran itu.
2. Kemampuan mengklafikasikan objek menurut sifat-sifat tertentu sesuai
dengan konsep adalah kemampuan siswa mengelompokkan suatu objek
menurut jenisnya berdasarkan sifat-sifat yang terdapat dalam materi.
Contoh: siswa belajar suatu materi dimana siswa dapat mengelompokkan
suatu objek dari materi tersebut sesuai sifat-sifat yang ada pada konsep.
3. Kemampuan member contoh dan bukan contoh adalah kemampuan siswa
untuk dapat membedakan contoh dan bukan contoh dari suatu materi.
Contoh: siswa dapat mengerti contoh yang benar dari suatu materi dan
dapat mengerti yang mana contoh yang tidak benar
4. Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematika adalah kemampuan siswa memaparkan konsep secara
berurutan yang bersifat matematis. Contoh: pada saat siswa belajar di
kelas, siswa mampu mempresentasikan/memaparkan suatu materi secara
berurutan.
16

5. Kemampuan mengembangkan syarat perlu atau syarat cukup dari suatu


konsep adalah kemampuan siswa mengkaji mana syarat perlu dan mana
syarat cukup yang terkait dalam suatu konsep materi. Contoh: siswa dapat
memahami suatu materi dengan melihat syarat-syarat yang harus
diperlukan/mutlak dan yang tidak diperlukan harus dihilangkan.
6. Kemampuan menggunakan, memanfaatkan dan memilih prosedur tertentu
adalah kemampuan siswa menyelesaikan soal dengan tepat sesuai dengan
prosedur. Contoh: dalam belajar siswa harus mampu menyelesaikan soal
dengan tepat sesuai dengan langkah-langkah yang benar.
Kemampuan mengklafikasikan konsep atau algoritma ke pemecahan
masalah adalah kemampuan siswa menggunakan konsep serta prosedur
dalam menyelesaikan soal yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari.
Contoh: dalam belajar siswa mampu menggunakan suatu konsep untuk
memecahkan masalah.

2.1.3 Model Pembelajaran Konstrukstivisme Tipe Novick


A. Pengertian Konstruktivisme
Konstruktivisme adalah teori yang memberikan keaktifan terhadap siswa
untuk belajar menemukan sendiri kompetensi, pengetahuan atau teknologi, dan
hal lain yang diperlukan guna mengembangkan dirinya sendiri (Supriyadi : 2018).
Tasker mengemukakan tiga penekanan pada teori belajar konstruktivisme
(Maryani, 2014 : 30) :
1. Peran aktif siswa dalam mengonstruksi pengetahuan secara bermakna.
2. Pentingnya membuat kaitan antara gagasan dalam pengkontruksian secara
bermakna.
3. Mengaitkan gagasan dengan informasi baru yang diterima.
Menurut paham konstrukvis pengetahuan merupakan konstruksi
(bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (schemata). Pengetahuan yang
didapat oleh siswa tidak semata-mata dapat diberikan oleh guru secara sempurna,
Karena setiap siswa mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Hal
yang sama juga dipaparkan oleh Haspari (2011 :35) bahwa berdasarkan paham
17

konstruktivisme, dalam proses belajar mengajar, guru tidak serta merta


memindahkan pengetahuan kepada siswa dalam bentuk yang serba sempurna.
Siswa dituntut harus dapat membangun suatu pengetahuan berdasarkan
pengalaman masing-masing.
Siswa membangun pemahaman dan pengetahuan melalui pengalaman
dalam kehidupan sehari-hari. Oleh karena itu, ketika siswa menghadapi
pengalaman yang baru, siswa harus dapat menerima dengan ide sebelumnya dan
pengalaman yang telah mereka dapat. Siswa harus membangun pemikiran dan
dapat menilai tentang apa yang merea ketahui.

B. Pengertian Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick


Model pembelajaran Novick merupakan salah satu model pembelajaran
yang merujuk pada pandangan konstruktivisme. Gagasan utama dari model ini
adalah proses dari perubahan konseptual dari pengetahuann awal siswa pada
proses pembelajaran. Pengetahuan awal suatu objek yang dimiliki oleh peserta
didik bisa benar ataupun salah, pengetahuan dianggap benar jika pengetahuan
tersebut sesuai dengan pengetahuan para ilmuwan, tetapi jika tidak sesuai maka
peserta didik megalami miskonsepsi atau kesalahan konsep.
Novick mengemukakan bahwa (Dev, 2012: 20) :
“ Belajar konsep sains melibatkan akomodasi kogitif terhadap konsep awal
(alternative framework) siswa, tugas guru dalam pembelajaran adalah mengetahui
dengan pasti konsepsi awal siswa secara individual terhadap topik yang akan
dipelajari. Bila tidak sesuai dengan konsepsi para ilmuwan, maka guru harus
berusaha memodifikasinya menuju konsepsi yang sesuai dengan konsepsi para
ilmuwan.”
Penjelasan yang dikemukakan oleh Novick sejalan dengan pandangan
tentang proses belajar menurut Jean Piaget dalam Hamzah yang mengemukakan
bahwa proses belajar sebenarnya terdiri dari tiga tahapan yaitu asimilasi,
akomodasi, dan equilibrasi. Proses asimilasi adalah proses penyatuan
(pengintegrasuan) informasi baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak
peserta didik. Akomodasi adalah penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi
yang baru. Equilibrasi adalah penyesuaian berkesinambungan antara asimilasi dan
akomodasi.
18

Agar pemahaman siswa terarah sesuai dengan konsep ilmiah salah satu
cara yang tepat ialah dengan memperbaiki proses belajar mengajar di dalam kelas.

C. Tahap-tahap Model Pembelajaran Konstruktivisme Tipe Novick


Menurut Rahmawati,dkk (2015), tahapan pembelajaran Novick yaitu :
1. Exposing Alternative Framework ( Mengungkap Konsepsi Awal)
Mengungkapkan konsepsi awal siswa yang bertujuan membantu guru
mengenali pemahaman dan gagasan siswa. Ketika konsepsi awal siswa
mengalami miskonsepsi telah terungkap kemudian dilakukan peninjauan
dan diketahui tingkat miskonsepsi.

2. Creating Conceptual Conflict (Menciptakan konflik konseptual)


Menciptakan konflik kognitif yang memicu siswa untuk lebih tertantang
dalam belajar karena dengan konflik kognitif tersebut, apalagi jika
peristiwa yang dihadirkan tidak sesuai dengan pemahaman awal. Pada saat
terjadi konflik, siswa mengalami pertentangan dalam struktur kognitif
siswa yang diketahui sebelumnya dan fakta apa saja yang siswa lihat
selama proses pembelajaran. Pengalaman yang baru itu bisa jadi sama
sekali tidak cocok dengan skema yang telah ada. Dalam keadaan demikian
siswa akan mengadakan akomodasi. Peran guru terhadap pembelajaran ini
sebagai berikut :
a. Membantu siswa mendeskripsikan ide-idenya.
b. Membantu siswa menjelaskan ide-idenya kepada siswa yang lain yang
terlibat dalam diskusi.
c. Membimbing siswa melakukan percobaan dan mengarahkan interpretasi
peserta didik terhadap pengamatan yang telah mereka lakukan.

3. Encouraging Cognitiv Accomodation (mengupayakan terjadinya


akomodasi kognitif)
Akomodasi merupakan tahap ketiga yang bertujuan untuk membentuk
skema yang cocok dengan rangsangan yang baru atau memodifikasi skema
19

yang telah ada sehingga sesuai. Hal ini dapat dilakukan oleh guru dengan
cara menyediakan suatu pengalaman belajar misalnya percobaan yang
lebih meyakinkan siswa, guru perlu menggunakan pertanyaan yang
sifatnya menggali konsepsi siswa.

Anda mungkin juga menyukai