A. Judul Penelitian
……………………………………………..
B. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan hasil ujicoba terbatas pada siswa SMUN 9 Kota Bengkulu
(Risnanosanti, 2008), berkaitan dengan pembelajaran matematika di kelas XI terungkap
permasalahan bahwa siswa belum terbiasa dalam memecahkan soal matematika yang
bersifat terbuka. Menurut siswa selama ini soal yang mereka peroleh adalah soal-soal
yang sebelumnya sudah pernah diberikan oleh guru. Kemudian, melalui observasi
diketahui bahwa dalam melaksanakan pembelajaran, guru cenderung prosedural dan
lebih menekankan pada hasil belajar. Siswa belajar sesuai dengan contoh yang diberikan
guru, dan soal-soal yang diberikan kepada siswa hanya soal-soal yang langsung pada
pemakaian rumus yang sudah ada atau soal tertutup. Akibatnya, siswa kurang
berkesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan produktivitas berpikirnya.
Berdasarkan pengertian strategi pengembangan kreativitas yang mengatakan
bahwa siswa memerlukan dorongan untuk mewujudkan potensi kreatifnya, siswa harus
diberi kesempatan untuk terlibat aktif dalam proses pemecahan masalah secara kreatif.
Oleh karena itu guru harus dapat memfasilitasi suatu pembelajaran yang dapat
membantu siswa untuk berpikir kreatif. Sumarmo (2005: 3) menyarankan pembelajaran
matematika untuk mendorong berpikir kreatif dan berpikir tingkat tinggi antara lain dapat
dilakukan melalui belajar dalam kelompok kecil, menyajikan tugas non-rutin dan tugas
yang menuntut strategi kognitif dan metakognitif peserta didik serta menerapkan
pendekatan scaffolding.
Berpikir kreatif matematis merupakan suatu proses yang digunakan ketika
seseorang memunculkan suatu ide baru dalam melakukan keterampilan matematika. Hal
itu menggabungkan ide-ide yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Menurut
Pehkonen (1997) berpikir kreatif matematis juga dapat diartikan sebagai suatu kombinasi
dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam
kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah,
pemikiran divergen menghasilkan banyak ide-ide. Hal ini akan berguna dalam
menemukan penyelesaiannya. Silver (1997: 4) menyarankan pembelajaran matematika
berorientasi inkuiri yang kaya aktivitas pengajuan masalah dan pemecahan masalah
dapat digunakan guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa.
Setiap siswa mempunyai potensi untuk berpikir kreatif. Apabila potensi berpikir
kreatif yang ada dalam diri setiap siswa itu didukung oleh lingkungan maka potensi
tersebut akan berkembang dengan lebih baik. Hal ini berarti lingkungan sekolah ikut
mempengaruhi berkembangnya potensi berpikir kreatif matematis siswa. Sehingga faktor
peringkat sekolah diprediksi juga akan mempengaruhi dan perlu mendapat perhatian
khusus dalam perkembangan berpikir kreatif matematis siswa. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa peringkat sekolah berkaitan erat dengan kemampuan siswa secara
umum (termasuk matematika). Oleh karena itu untuk menciptakan proses pembelajaran
yang mampu mengoptimalkan potensi berpikir kreatif matematis siswa, faktor peringkat
sekolah merupakan salah satu hal perlu untuk dipertimbangkan. Hal ini harus
dipersiapkan agar guru dapat membuat persiapan untuk mengantisipasi setiap
kemungkinan respon yang akan muncul dari siswa. Antisipasi yang perlu dipersiapkan
dalam hal ini baik yang berupa antisipasi didaktis maupun antisipasi pedagogisnya.
Faktor pengetahuan awal matematika siswa juga berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Pengetahuan awal matematika yang
dimiliki seorang siswa diperlukan agar siswa tersebut dapat mengikuti pelajaran dengan
baik. Sehingga siswa yang mempunyai pengetahuan awal matematika yang baik akan
mempunyai kemampuan berpikir kreatif matematis yang baik juga. Hal ini didukung juga
dari hasil penelitian Ratnaningsih (2007: 239) yang mengatakan terdapat interaksi antara
pembelajaran dengan pengetahuan awal matematika dalam kemampuan berpikir kreatif
matematik siswa.
Salah satu bagian dari keyakinan siswa adalah keyakinan diri mereka terhadap
matematika atau self efficcacy. Oleh karena itu dibutuhkan suatu self efficacy terhadap
matematika yang kuat dalam diri siswa agar dia dapat berhasil dalam proses
pembelajaran. Menurut Schunk (1987) siswa dengan self efficacy yang rendah mungkin
menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya tugas-tugas yang menantang,
sedangkan siswa dengan self efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar
untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Siskandar
(2004) yang mengemukakan dari sisi siswa, khususnya
bagi siswa yang berkemampuan rata-rata dan di bawah rata-rata masih belum
mencapai standar kompetensi yang diharapkan, sehingga cenderung kehilangan
kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Hal ini memberikan isyarat bahwa
agar siswa dapat berhasil dalam melakukan eksplorasi maka dia harus mempunyai
self efficacy yang tinggi terhadap matematika.
Berdasarkan uraian bahwa pembelajaran inkuiri dapat menjadikan siswa
kreatif, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang mengkaji secara lebih
mendalam mengenai pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
yang menggunakan pembelajaran inkuiri dan self efficacy siswa terhadap
matematika serta melihat keterkaitan antar keduanya. Penelitian ini memfokuskan
pada pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan self
efficacy terhadap matematika siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) melalui
pembelajaran inkuiri.
2. Rumusan Masalah
Apakah perkembangan KBKM dan SE siswa sekolah menengah atas yang mendapatkan
pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran inkuiri lebih baik
daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan cara biasa?
3. Tujuan Penelitian
untuk mengetahui apakah perkembangan KBKM dan SE terhadap matematika siswa
sekolah menengah atas yang mendapatkan pembelajaran inkuiri lebih baik dari siswa
yang mendapatkan pembelajaran biasa.
4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini akan menguji sejauh mana keberlakuan dan
keterhandalan pembelajaran inkuiri dalam mengembangkan KBKM siswa dan SE
siswa terhadap matematika. Dengan adanya perkembangan KBKM dan SE siswa
terhadap matematika ini, diharapkan dapat membangun budaya berpikir yang
lebih baik pada diri siswa.
2. Secara praktis, pembelajaran inkuiri dalam matematika yang melibatkan guru dan
siswa dalam penelitian ini dapat:
a. Dengan pembelajaran inkuiri akan memberikan dampak pada kebiasaan
belajar yang baik dan berpandangan positif terhadap matematika. Dengan
berkembangnya KBKM siswa dan SE siswa terhadap matematika,
diharapkan dapat memberikan dampak pada cara siswa menanggapi suatu
permasalahan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pembelajaran inkuiri dapat dijadikan salah satu pembelajaran alternatif
dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Guru dapat memilih
pembelajaran ini untuk menggali KBKM siswa dan keaktifan siswa serta
membuat siswa mempunyai SE yang kuat terhadap matematika dalam
proses pembelajarannya.
c. Memberikan pengalaman dan pengayaan pengetahuan sehingga dapat
mengembangkan penelitian-penelitian lanjut yang berguna untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.
d. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan KBKM siswa dan
SE siswa terhadap matematika pada berbagai jenjang pendidikan dan
perluasan pada materi yang berbeda.
C. Kajian Pustaka
1. Deskripsi Teori
A. Kreativitas
Hurlock (1999) menyebutkan definisi kreativitas yang menekankan pada produk
bahwa kreativitas menekankan pada pembuatan sesuatu yang baru dan berbeda;
kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau
gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.
Munandar (1999) menyebutkan “kreativitas adalah kemampuan untuk
menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru; kreativitas adalah kemampuan untuk
membuat kombinasikombinasi baru yang mempunyai makna sosial”. Pehkonen (1997)
mendefinisikan kreativitas yang menekankan pada produk, bahwa kreativitas merupakan
kinerja (performance) seorang individu yang menghasilkan sesuatu yang baru dan tidak
terduga. Evans (1991) menjelaskan kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan
hubunganhubungan baru, untuk melihat suatu subjek dari perspektif baru, dan untuk
membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang sudah ada dalam pikiran.
Kutipan-kutipan di atas menekankan bahwa kreativitas dikenali dari produk yang
dihasilkan. Produk tersebut merupakan sesuatu yang baru dan merupakan kombinasi
dari sintesis pemikiran, konsep-konsep, informasi atau pengalaman yang sudah ada
dalam pikirannya.
Dalam penelitian ini berdasarkan pandangan beberapa ahli yang disebutkan
(sebagian besar mengarah pada sesuatu/produk yang baru) dan untuk kepentingan
pembelajaran matematika, maka pengertian kreativitas ditekankan pada produk berpikir
untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan berguna. Jadi, kreativitas merupakan suatu
produk kemampuan berpikir (dalam hal ini berpikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara
yang baru dalam memandang atau menyelesaian suatu masalah atau situasi.
Kreativitas matematika sekolah dapat berupa formulasi pengajuan masalah matematis
yang tidak rumit, penemuan cara-cara penyelesaian suatu masalah, pembuktian
teorema, atau penurunan rumus-rumus. Dalam penelitian ini karena disesuaikan dengan
lingkup penelitian untuk siswa setingkat sekolah menengah atas (SMA), dan sesuai
pendapat Krutetskii, maka kreativitas ditekankan pada kegiatan penyelesaian suatu
permasalahan.
B. Berpikir Kreatif
Berpikir kritis dan berpikir kreatif perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher-
order thinking). Hal tersebut karena kemampuan berpikir tersebut merupakan kompetensi
kognitif tertinggi yang perlu dikuasai siswa di kelas. Berpikir kritis dapat dipandang
sebagai kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih informasi,
misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki. Bila terdapat
perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar
dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan. Berpikir kritis sering dikaitkan dengan
berpikir kreatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka berpikir kreatif dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun ide atau
gagasan yang baru, serta kemampuan membangun berbagai ide yang relevan,
kemampuan untuk menggunakan cara yang beragam, menyelesaikan permasalahan
dengan cara sendiri dan kemampuan untuk menambah suatu situasi atau masalah
sehingga menjadi lengkap, dan merinci secara detil suatu permasalahan.
Untuk mengetahui apa yang terjadi ketika melakukan tahap-tahap itu, siswa atau
subjek akan diwawancarai secara mendalam hal-hal yang menyangkut keempat tahap
itu dan kaitan-kaitan yang mungkin mempengaruhinya. Jadi penelitian ini, tahap berpikir
kreatif diartikan sebagai langkah-langkah atau tahapan berpikir yang meliputi tahap
mensintesis ide-ide, membangun suatu ide, kemudian merencanakan penerapan ide,
dan menerapkan ide tersebut untuk menghasilkan sesuatu (produk) yang “baru”. Ide
adalah gagasan atau hasil pemikiran ketika memecahkan masalah matematika
G. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri pertama kali dikembangkan bertujuan untuk melibatkan para
siswa dalam proses penalaran mengenai hubungan sebab akibat dan menjadikan
mereka lebih fasih dan cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep dan
merumuskan serta mengetes hipotesis. Selain itu tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah
untuk mengajarkan konsep-konsep disiplin yang fundamental atau mendasar serta
informasi dasar yang diperlukan untuk memahami suatu bidang ilmu. Menurut Nurhadi
(2004: 122) pengertian pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan yang
menuntut keterlibatan siswa secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip,
dimana guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan
yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Jadi,
pembelajaran inkuiri adalah suatu strategi dalam proses pembelajaran yang berpusat
pada siswa dalam suatu kelompok untuk menemukan jawaban melalui tahap-tahap
penyelidikan secara jelas dan tepat. Pembelajaran inkuiri merupakan suatu proses
dinamis yang melibatkan siswa, merumuskan pertanyaan-pertanyaan, menyelidiki,
kemudian membangun suatu pemahaman baru.
2. Kerangka Pemikiran
3. Hipotesis
a) rerata kedua kelompok sampel berdasarkan peringkat sekolah
H0 : Tidak ada perbedaan rerata skor PAM antara siswa yang mendapat pembelajaran
inkuiri dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.
Ha : Ada perbedaan rerata skor PAM antara siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri
dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.
Kriteria pengujian: jika nilai signifikansi dari t lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima.
D. Metode Penelitian
A. Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental yang menerapkan pembelajaran
inkuiri. Disain dalam penelitian ini adalah “kuasi-eksperimen”. Menurut Ruseffendi
(1994) pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi
menerima keadaan subjek apa adanya. Dalam penelitian ini melibatkan dua
kelompok subjek secara acak kelas pada masing-masing kelompok sekolah.
Sebelum dan setelah pemberian pembelajaran, diadakan tes kemampuan berpikir
kreatif matematis.
Digunakan disain kelompok kontrol pretes-postes seperti berikut:
O X O
O O
Keterangan: X = Pembelajaran Inkuiri
O = Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM)
Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pembelajaran
inkuiri terhadap KBKM siswa maka dalam penelitian ini dilibatkan factor peringkat
sekolah (tinggi, sedang, rendah) dan faktor PAM siswa (atas, tengah, dan bawah).
Disain penelitian disajikan dalam model Weiner seperti pada Tabel 3.1. dan Tabel
3.2. berikut ini.
Keterangan:
K-IK : KBKM siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri
KT-IK : KBKM siswa pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh
pembelajaran inkuiri
KAT-IK : KBKM siswa kelompok atas pada sekolah peringkat tinggi yang
memperoleh pembelajaran inkuiri
K-PB : KBKM siswa yang memperoleh pembelajaran biasa
KT-PB : KBKM siswa pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh
pembelajaran biasa
KAT-PB : KBKM siswa kelompok atas pada sekolah peringkat tinggi yang
memperoleh pembelajaran biasa
Keterangan:
Se-IK : SE terhadap matematika siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri
SeT-IK : SE terhadap matematika siswa pada sekolah peringkat tinggi yang
memperoleh pembelajaran inkuiri
SeAT-IK : SE terhadap matematika siswa kelompok atas pada sekolah peringkat
tinggi yang memperoleh pembelajaran inkuiri
Se-PB : SE terhadap matematika siswa yang memperoleh pembelajaran biasa
SeT-PB : SE terhadap matematika siswa pada sekolah peringkat tinggi yang
memperoleh pembelajaran biasa
SeAT-PB : SE terhadap matematika siswa kelompok atas pada sekolah peringkat
tinggi yang memperoleh pembelajaran biasa
B. Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
di Kota Bengkulu. Sedangkan sampelnya ditentukan dengan Teknik stratified sampling.
Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA yang ada di Kota Bengkulu diambil dari
sekolah yang tergolong peringkat tinggi (T), sedang (S) dan rendah (R). Selanjutnya
diambil dua kelas, satu kelas ditetapkan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang
memperoleh pembelajaran inkuiri (IK) dan satu kelas lagi sebagai kelompok kontrol yaitu
kelas yang memperoleh pembelajaran biasa (PB). Sampel penelitian diambil dari kelas
XI SMA dengan pertimbangan siswa kelas XI merupakan siswa kelas menengah pada
jenjangnya, dan diperkirakan kemampuan dasarnya relatif sudah sama.
Pemilahan kelompok sampel beserta ukurannya disajikan secara ringkas pada Tabel 3.3
berikut.
C. Variabel Penelitian
variabel pada penelitian ini meliputi variable bebas yakni, model pembelajaran
yang meliputi: pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa, sedangkan variabel
terikatnya adalah KBKM dan SE siswa terhadap matematika, serta variabel kontrolnya
adalah peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah) dan kelompok PAM (atas, tengah
dan bawah).
E. Prosedur Eksperimen
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini persiapan diawali dengan pembuatan proposal, kemudian dilakukan
penyusunan instrument penelitian dan memvalidasinya.
a. Merancang perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, meminta penilaian ahli
dan melaksanakan ujicoba lapangan sebagai studi pendahuluan.
b. Menganalisis hasil ujicoba perangkat pembelajaran instrument penelitian
c. Mensosialisasikan rancangan pembelajaran pada guru dan observer yang dilibatkan
dalam penelitian.
d. Melaksanakan tes pengelompokkan.
e. Mengujicobakan tes KBKM pada siswa di luar sampel tetapi sudah mendapatkan
materi yang diujikan, yaitu siswa kelas XII IPA.
2. Tahap Pelaksanaan
a. memberikan pre tes untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Melaksanakan pembelajaran inkuiri untuk kelas eksperimen dan pembelajaran biasa
untuk kelas kontrol
c. Memberikan postes untuk kelas ekperimen dan kontrol.
d. Memberikan skala SE pada semua siswa.
e. Melakukan wawancara pada beberapa orang siswa yang terpilih sebagai subjek
wawancara.
3. Tahap Analisis Data
a. Melakukan analisis data dan menguji hipotesis
b. Melakukan pembahasan yang berkaitan dengan analisis data, uji hipotesis, hasil
wawancara, dan kajian literatur.
c. Menyimpulkan hasil penelitian.