Anda di halaman 1dari 21

TUGAS OUTLINE DISERTASI-01

A. Judul Penelitian
……………………………………………..

B. Pendahuluan
1. Latar Belakang Masalah
Berdasarkan hasil ujicoba terbatas pada siswa SMUN 9 Kota Bengkulu
(Risnanosanti, 2008), berkaitan dengan pembelajaran matematika di kelas XI terungkap
permasalahan bahwa siswa belum terbiasa dalam memecahkan soal matematika yang
bersifat terbuka. Menurut siswa selama ini soal yang mereka peroleh adalah soal-soal
yang sebelumnya sudah pernah diberikan oleh guru. Kemudian, melalui observasi
diketahui bahwa dalam melaksanakan pembelajaran, guru cenderung prosedural dan
lebih menekankan pada hasil belajar. Siswa belajar sesuai dengan contoh yang diberikan
guru, dan soal-soal yang diberikan kepada siswa hanya soal-soal yang langsung pada
pemakaian rumus yang sudah ada atau soal tertutup. Akibatnya, siswa kurang
berkesempatan untuk mengembangkan kreativitas dan produktivitas berpikirnya.
Berdasarkan pengertian strategi pengembangan kreativitas yang mengatakan
bahwa siswa memerlukan dorongan untuk mewujudkan potensi kreatifnya, siswa harus
diberi kesempatan untuk terlibat aktif dalam proses pemecahan masalah secara kreatif.
Oleh karena itu guru harus dapat memfasilitasi suatu pembelajaran yang dapat
membantu siswa untuk berpikir kreatif. Sumarmo (2005: 3) menyarankan pembelajaran
matematika untuk mendorong berpikir kreatif dan berpikir tingkat tinggi antara lain dapat
dilakukan melalui belajar dalam kelompok kecil, menyajikan tugas non-rutin dan tugas
yang menuntut strategi kognitif dan metakognitif peserta didik serta menerapkan
pendekatan scaffolding.
Berpikir kreatif matematis merupakan suatu proses yang digunakan ketika
seseorang memunculkan suatu ide baru dalam melakukan keterampilan matematika. Hal
itu menggabungkan ide-ide yang sebelumnya belum pernah dilakukan. Menurut
Pehkonen (1997) berpikir kreatif matematis juga dapat diartikan sebagai suatu kombinasi
dari berpikir logis dan berpikir divergen yang didasarkan pada intuisi tetapi masih dalam
kesadaran. Ketika seseorang menerapkan berpikir kreatif dalam memecahkan masalah,
pemikiran divergen menghasilkan banyak ide-ide. Hal ini akan berguna dalam
menemukan penyelesaiannya. Silver (1997: 4) menyarankan pembelajaran matematika
berorientasi inkuiri yang kaya aktivitas pengajuan masalah dan pemecahan masalah
dapat digunakan guru untuk mengembangkan kemampuan berpikir kreatif matematis
siswa.
Setiap siswa mempunyai potensi untuk berpikir kreatif. Apabila potensi berpikir
kreatif yang ada dalam diri setiap siswa itu didukung oleh lingkungan maka potensi
tersebut akan berkembang dengan lebih baik. Hal ini berarti lingkungan sekolah ikut
mempengaruhi berkembangnya potensi berpikir kreatif matematis siswa. Sehingga faktor
peringkat sekolah diprediksi juga akan mempengaruhi dan perlu mendapat perhatian
khusus dalam perkembangan berpikir kreatif matematis siswa. Kenyataan di lapangan
menunjukkan bahwa peringkat sekolah berkaitan erat dengan kemampuan siswa secara
umum (termasuk matematika). Oleh karena itu untuk menciptakan proses pembelajaran
yang mampu mengoptimalkan potensi berpikir kreatif matematis siswa, faktor peringkat
sekolah merupakan salah satu hal perlu untuk dipertimbangkan. Hal ini harus
dipersiapkan agar guru dapat membuat persiapan untuk mengantisipasi setiap
kemungkinan respon yang akan muncul dari siswa. Antisipasi yang perlu dipersiapkan
dalam hal ini baik yang berupa antisipasi didaktis maupun antisipasi pedagogisnya.
Faktor pengetahuan awal matematika siswa juga berpengaruh terhadap
kemampuan berpikir kreatif matematis siswa. Pengetahuan awal matematika yang
dimiliki seorang siswa diperlukan agar siswa tersebut dapat mengikuti pelajaran dengan
baik. Sehingga siswa yang mempunyai pengetahuan awal matematika yang baik akan
mempunyai kemampuan berpikir kreatif matematis yang baik juga. Hal ini didukung juga
dari hasil penelitian Ratnaningsih (2007: 239) yang mengatakan terdapat interaksi antara
pembelajaran dengan pengetahuan awal matematika dalam kemampuan berpikir kreatif
matematik siswa.
Salah satu bagian dari keyakinan siswa adalah keyakinan diri mereka terhadap
matematika atau self efficcacy. Oleh karena itu dibutuhkan suatu self efficacy terhadap
matematika yang kuat dalam diri siswa agar dia dapat berhasil dalam proses
pembelajaran. Menurut Schunk (1987) siswa dengan self efficacy yang rendah mungkin
menghindari pelajaran yang banyak tugasnya, khususnya tugas-tugas yang menantang,
sedangkan siswa dengan self efficacy yang tinggi mempunyai keinginan yang besar
untuk mengerjakan tugas-tugasnya. Hal ini sejalan dengan pendapat dari Siskandar
(2004) yang mengemukakan dari sisi siswa, khususnya
bagi siswa yang berkemampuan rata-rata dan di bawah rata-rata masih belum
mencapai standar kompetensi yang diharapkan, sehingga cenderung kehilangan
kepercayaan diri terhadap kemampuannya. Hal ini memberikan isyarat bahwa
agar siswa dapat berhasil dalam melakukan eksplorasi maka dia harus mempunyai
self efficacy yang tinggi terhadap matematika.
Berdasarkan uraian bahwa pembelajaran inkuiri dapat menjadikan siswa
kreatif, maka perlu dilakukan suatu penelitian yang mengkaji secara lebih
mendalam mengenai pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa
yang menggunakan pembelajaran inkuiri dan self efficacy siswa terhadap
matematika serta melihat keterkaitan antar keduanya. Penelitian ini memfokuskan
pada pengembangan kemampuan berpikir kreatif matematis siswa dan self
efficacy terhadap matematika siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) melalui
pembelajaran inkuiri.

2. Rumusan Masalah
Apakah perkembangan KBKM dan SE siswa sekolah menengah atas yang mendapatkan
pembelajaran matematika dengan menggunakan pembelajaran inkuiri lebih baik
daripada siswa yang mendapatkan pembelajaran matematika dengan cara biasa?

3. Tujuan Penelitian
untuk mengetahui apakah perkembangan KBKM dan SE terhadap matematika siswa
sekolah menengah atas yang mendapatkan pembelajaran inkuiri lebih baik dari siswa
yang mendapatkan pembelajaran biasa.

4. Manfaat Penelitian
Penelitian ini, diharapkan dapat memberi manfaat sebagai berikut:
1. Secara teoritis, penelitian ini akan menguji sejauh mana keberlakuan dan
keterhandalan pembelajaran inkuiri dalam mengembangkan KBKM siswa dan SE
siswa terhadap matematika. Dengan adanya perkembangan KBKM dan SE siswa
terhadap matematika ini, diharapkan dapat membangun budaya berpikir yang
lebih baik pada diri siswa.
2. Secara praktis, pembelajaran inkuiri dalam matematika yang melibatkan guru dan
siswa dalam penelitian ini dapat:
a. Dengan pembelajaran inkuiri akan memberikan dampak pada kebiasaan
belajar yang baik dan berpandangan positif terhadap matematika. Dengan
berkembangnya KBKM siswa dan SE siswa terhadap matematika,
diharapkan dapat memberikan dampak pada cara siswa menanggapi suatu
permasalahan yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari.
b. Pembelajaran inkuiri dapat dijadikan salah satu pembelajaran alternatif
dalam melaksanakan pembelajaran di kelas. Guru dapat memilih
pembelajaran ini untuk menggali KBKM siswa dan keaktifan siswa serta
membuat siswa mempunyai SE yang kuat terhadap matematika dalam
proses pembelajarannya.
c. Memberikan pengalaman dan pengayaan pengetahuan sehingga dapat
mengembangkan penelitian-penelitian lanjut yang berguna untuk
meningkatkan kualitas pendidikan.
d. Sebagai bahan pertimbangan untuk mengembangkan KBKM siswa dan
SE siswa terhadap matematika pada berbagai jenjang pendidikan dan
perluasan pada materi yang berbeda.

C. Kajian Pustaka
1. Deskripsi Teori
A. Kreativitas
Hurlock (1999) menyebutkan definisi kreativitas yang menekankan pada produk
bahwa kreativitas menekankan pada pembuatan sesuatu yang baru dan berbeda;
kreativitas adalah kemampuan seseorang untuk menghasilkan komposisi, produk atau
gagasan apa saja yang pada dasarnya baru dan sebelumnya tidak dikenal pembuatnya.
Munandar (1999) menyebutkan “kreativitas adalah kemampuan untuk
menghasilkan/menciptakan sesuatu yang baru; kreativitas adalah kemampuan untuk
membuat kombinasikombinasi baru yang mempunyai makna sosial”. Pehkonen (1997)
mendefinisikan kreativitas yang menekankan pada produk, bahwa kreativitas merupakan
kinerja (performance) seorang individu yang menghasilkan sesuatu yang baru dan tidak
terduga. Evans (1991) menjelaskan kreativitas adalah kemampuan untuk menemukan
hubunganhubungan baru, untuk melihat suatu subjek dari perspektif baru, dan untuk
membentuk kombinasi baru dari dua atau lebih konsep yang sudah ada dalam pikiran.
Kutipan-kutipan di atas menekankan bahwa kreativitas dikenali dari produk yang
dihasilkan. Produk tersebut merupakan sesuatu yang baru dan merupakan kombinasi
dari sintesis pemikiran, konsep-konsep, informasi atau pengalaman yang sudah ada
dalam pikirannya.
Dalam penelitian ini berdasarkan pandangan beberapa ahli yang disebutkan
(sebagian besar mengarah pada sesuatu/produk yang baru) dan untuk kepentingan
pembelajaran matematika, maka pengertian kreativitas ditekankan pada produk berpikir
untuk menghasilkan sesuatu yang baru dan berguna. Jadi, kreativitas merupakan suatu
produk kemampuan berpikir (dalam hal ini berpikir kreatif) untuk menghasilkan suatu cara
yang baru dalam memandang atau menyelesaian suatu masalah atau situasi.
Kreativitas matematika sekolah dapat berupa formulasi pengajuan masalah matematis
yang tidak rumit, penemuan cara-cara penyelesaian suatu masalah, pembuktian
teorema, atau penurunan rumus-rumus. Dalam penelitian ini karena disesuaikan dengan
lingkup penelitian untuk siswa setingkat sekolah menengah atas (SMA), dan sesuai
pendapat Krutetskii, maka kreativitas ditekankan pada kegiatan penyelesaian suatu
permasalahan.

B. Berpikir Kreatif
Berpikir kritis dan berpikir kreatif perwujudan dari berpikir tingkat tinggi (higher-
order thinking). Hal tersebut karena kemampuan berpikir tersebut merupakan kompetensi
kognitif tertinggi yang perlu dikuasai siswa di kelas. Berpikir kritis dapat dipandang
sebagai kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau lebih informasi,
misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi yang dimiliki. Bila terdapat
perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan pertanyaan atau komentar
dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan. Berpikir kritis sering dikaitkan dengan
berpikir kreatif.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas maka berpikir kreatif dapat diartikan
sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan seseorang untuk membangun ide atau
gagasan yang baru, serta kemampuan membangun berbagai ide yang relevan,
kemampuan untuk menggunakan cara yang beragam, menyelesaikan permasalahan
dengan cara sendiri dan kemampuan untuk menambah suatu situasi atau masalah
sehingga menjadi lengkap, dan merinci secara detil suatu permasalahan.

C. Tingkat Kemampuan Berpikir Kreatif (TKBK)


Guilford (dalam The, 2003) mengemukakan 2 asumsi dalam berpikir kreatif, yaitu:
pertama, setiap orang dapat kreatif sampai suatu derajat tertentu dalam suatu cara
tertentu. Kedua, kemampuan berpikir kreatif merupakan keterampilan yang dapat
dipelajari. The (2003) menjelaskan bahwa kemampuan berpikir kreatif seseorang dapat
ditingkatkan dengan memahami proses berpikir kreatifnya dan berbagai faktor yang
mempengaruhi, serta melalui latihan yang tepat. Amabile (1998) menjelaskan bahwa
seseorang dapat mempunyai kemampuan (derajat lebih tinggi atau rendah) untuk
menghasilkan karya-karya yang baru dan sesuai bidangnya, sehingga mereka dikatakan
lebih atau kurang kreatif.
Berdasarkan penjelasan Guilford (dalam The, 2003), The (2003), Hurlock (1999),
Guilford (dalam Isaksen, 1987), dan Amabile (1998), dapat disimpulkan bahwa
kemampuan berpikir kreatif seseorang memiliki jenjang (bertingkat), sesuai dengan
karya-karya yang dihasilkan dalam bidang yang bersangkutan. Tingkat kemampuan
berpikir kreatif (TKBK) di sini diartikan sebagai suatu jenjang berpikir yang hirarkis
dengan dasar pengkategoriannya berupa produk berpikir kreatif (kreativitas). Tingkat
kemampuan berpikir kreatif ini menggambarkan secara umum strategi berpikir tidak
hanya dalam matematika. De Bono (dalam Barak & Doppelt, 2000) mengembangkan
kriteria tingkat berpikir berdasar ide ini untuk tugas portfolio siswa. Tingkat ini tidak
menunjukkan aspek atau ciri berpikir dalam matematika, sehingga akan sulit atau tidak
operasional diterapkan dalam pembelajaran matematika.
D. Berpikir Kreatif dalam Matematika
Dalam penelitian ini berpikir kreatif dipandang sebagai satu kesatuan atau
kombinasi dari berpikir logis dan berpikir divergen untuk menghasilkan sesuatu yang
baru. Sesuatu yang baru tersebut merupakan salah satu indikasi dari berpikir kreatif
dalam matematika. Indikasi yang lain dikaitkan dengan kemampuan berpikir logis dan
berpikir divergen. Mengacu pada pengertian berpikir kreatif secara umum dan indicator
kemampuan berpikir kreatif matematika yang digunakan oleh Krutetskii (1976), Balka
(dalam Silver, 1997), Silver (1997), Haylock (1997), Getzel & Jackson (dalam Silver,
1997), maka berpikir kreatif diartikan sebagai suatu kegiatan mental yang digunakan
seorang untuk membangun ide atau gagasan yang baru secara lancar dan luwes. Ide
dalam pengertian di sini adalah ide dalam memecahkan masalah matematika dengan
tepat.

E. Berpikir Kreatif Matematis dan Pembelajaran Inkuiri


Dalam usaha mendorong berpikir kreatif matematis siswa disajikan suatu situasi masalah
yang harus diselesaikannya. Guru meminta siswa menghubungkan informasi-informasi
yang diketahui dan informasi tugas yang harus dikerjakan, sehingga tugas itu merupakan
suatu yang baru bagi siswa. Jika siswa dapat mengenal tindakan atau cara-cara
menyelesaikan tugas tersebut dengan cepat, maka tugas tersebut merupakan tugas rutin
baginya. Jika tidak, maka merupakan tugas tersebut merupakan masalah bagi siswa.
Jadi konsep masalah sangat tergantung pada waktu dan individu yang menghadapinya.
Kriteria tugas itu harus:
1. berbentuk pemecahan masalah (Silver, 1997; Pehkonen, 1997; Nasoetion, 1991;
Dunlop, 2001; Leung, 1997),
2. bersifat divergen dalam jawaban maupun cara penyelesaian, sehingga
memunculkan kriteria fleksibilitas, kebaruan dan kefasihan. (Silver, 1997; Pehkonen,
1997; Krutetskii, 1976; Haylock, 1997),
3. berkaitan dengan lebih dari satu pengetahuan/konsep matematika siswa yang sudah
dipelajari sebelumnya (Evans, 1991; Hurlock, 1999; Welsch (dalam Isaksen, 2003)).
Hal ini untuk memunculkan pemikiran divergen sebagai indikator kemampuan berpikir
kreatif.
F. Tahap Berpikir Kreatif Matematis
Isaksen (2003) menguraikan proses kreatif yang dikenal dengan “Creative
Problem Solving (CPS)” dalam tiga langkah utama yaitu memahami masalah,
membangkitkan ide, dan merencanakan tindakan.
Dalam penelitian ini, pengertian masing-masing tahap itu adalah:
1. Mensintesis ide artinya menjalin atau memadukan ide-ide (gagasan) yang dimiliki
yang dapat bersumber dari pembelajaran di kelas maupun pengalamannya sehari-
hari.
2. Membangun ide-ide artinya memunculkan ide-ide yang berkaitan dengan masalah
yang diberikan sebagai hasil dari proses sintesis ide sebelumnya.
3. Merencanakan penerapan ide artinya memilih suatu ide tertentu untuk digunakan
dalam menyelesaikan masalah yang diberikan atau yang ingin diselesaikan.
4. Menerapkan ide artinya mengimplementasikan atau menggunakan ide yang
direncanakan untuk menyelesaikan masalah.

Untuk mengetahui apa yang terjadi ketika melakukan tahap-tahap itu, siswa atau
subjek akan diwawancarai secara mendalam hal-hal yang menyangkut keempat tahap
itu dan kaitan-kaitan yang mungkin mempengaruhinya. Jadi penelitian ini, tahap berpikir
kreatif diartikan sebagai langkah-langkah atau tahapan berpikir yang meliputi tahap
mensintesis ide-ide, membangun suatu ide, kemudian merencanakan penerapan ide,
dan menerapkan ide tersebut untuk menghasilkan sesuatu (produk) yang “baru”. Ide
adalah gagasan atau hasil pemikiran ketika memecahkan masalah matematika

G. Pembelajaran Inkuiri
Pembelajaran inkuiri pertama kali dikembangkan bertujuan untuk melibatkan para
siswa dalam proses penalaran mengenai hubungan sebab akibat dan menjadikan
mereka lebih fasih dan cermat dalam mengajukan pertanyaan, membangun konsep dan
merumuskan serta mengetes hipotesis. Selain itu tujuan dari pembelajaran inkuiri adalah
untuk mengajarkan konsep-konsep disiplin yang fundamental atau mendasar serta
informasi dasar yang diperlukan untuk memahami suatu bidang ilmu. Menurut Nurhadi
(2004: 122) pengertian pembelajaran inkuiri adalah suatu rangkaian kegiatan yang
menuntut keterlibatan siswa secara aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip,
dimana guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan
yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Jadi,
pembelajaran inkuiri adalah suatu strategi dalam proses pembelajaran yang berpusat
pada siswa dalam suatu kelompok untuk menemukan jawaban melalui tahap-tahap
penyelidikan secara jelas dan tepat. Pembelajaran inkuiri merupakan suatu proses
dinamis yang melibatkan siswa, merumuskan pertanyaan-pertanyaan, menyelidiki,
kemudian membangun suatu pemahaman baru.

H. Self Efficacy Siswa terhadap Matematika


Dalam bukunya “Self-Efficacy: The Exercise of Control”, Bandura (1997)
menjelaskan bahwa SE seseorang akan mempengaruhi tindakan, upaya, ketekunan,
fleksibilitas dalam perbedaan, dan realisasi dari tujuan, dari individu ini, sehingga SE
yang terkait dengan kemampuan seseorang seringkali menentukan outcome sebelum
tindakan terjadi. Para peneliti pada umumnya menggali keyakinan self-efficacy dengan
bertanya pada individu tentang tingkatan dan kekuatan kepercayaan diri mereka dalam
mencapai tujuan atau keberhasilan mereka dalam suatu situasi. Dalam setting akademik,
instrumen dari self-efficacy adalah untuk mengukur kepercayaan diri individu, antara lain
dalam menyelesaikan masalah matematika yang spesifik (Hackett dan Betz, 1989),
kinerja dalam tugas menulis atau membaca (Shell, Colvin, dan Bruning, 1995), atau
keterlibatan dalam strategi kemandirian belajar tertentu (self-regulated learning)
(Bandura, 1989).

I. Hasil Penelitian yang Relevan


Studi yang dilakuka Pomalato (2005) tentang pengaruh penerapan model
Treffinger pada pembelajaran matematika dalam mengembangkan kemampuan kreatif
dan pemecahan masalah matematika siswa. Hasil studi menunjukkan bahwa penerapan
model Treffinger dalam pembelajaran matematika telah dapat memperbaiki kemampuan
kreatif siswa dan kemampuan pemecahan masalah matematika.
Suryadi (2005) melakukan studi tentang kemampuan berpikir tingkat tinggi dengan
menggunakan pendekatan pembelajaran tidak langsung, pendekatan langsung dan
pendekatan gabungan langsung dan tidak langsung. Hasil studi menunjukkan bahwa
pendekatan tidak langsung dan pendekatan gabungan langsung dan tidak langsung
secara signifikan lebih baik dalam meningkatkan kemampuan berpikir matematik tingkat
tinggi siswa dibandingkan dengan pendekatan langsung.

2. Kerangka Pemikiran

3. Hipotesis
a) rerata kedua kelompok sampel berdasarkan peringkat sekolah
H0 : Tidak ada perbedaan rerata skor PAM antara siswa yang mendapat pembelajaran
inkuiri dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.
Ha : Ada perbedaan rerata skor PAM antara siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri
dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.
Kriteria pengujian: jika nilai signifikansi dari t lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima.

b) perbedaan rerata kedua kelompok sampel berdasarkan kelompok PAM


H0 : Tidak ada perbedaan rerata skor PAM antara siswa yang mendapat pembelajaran
inkuiri dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.
Ha : Ada perbedaan rerata skor PAM antara siswa yang mendapat pembelajaran inkuiri
dengan siswa yang mendapat pembelajaran biasa.
Kriteria pengujian: jika nilai signifikansi dari t lebih besar dari 0,05 maka H0 diterima.

c) perbedaan rerata kedua kelompok sampel berdasarkan metode pembelajaran


dan kelompok PAM
H0 : Tidak ada perbedaan rerata skor PAM siswa untuk setiap kelompok yang mendapat
pembelajaran inkuiri dengan siswa kelompok atas yang mendapat pembelajaran biasa.
Ha : Ada perbedaan rerata skor PAM siswa untuk setiap kelompok yang mendapat
pembelajaran inkuiri dengan siswa kelompok atas yang mendapat pembelajaran biasa.
Kriteria pengujian: jika nilai signifikansi dari t lebih besar dari 0,05 maka H0
diterima.

D. Metode Penelitian
A. Disain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian ekperimental yang menerapkan pembelajaran
inkuiri. Disain dalam penelitian ini adalah “kuasi-eksperimen”. Menurut Ruseffendi
(1994) pada kuasi eksperimen ini subjek tidak dikelompokkan secara acak, tetapi
menerima keadaan subjek apa adanya. Dalam penelitian ini melibatkan dua
kelompok subjek secara acak kelas pada masing-masing kelompok sekolah.
Sebelum dan setelah pemberian pembelajaran, diadakan tes kemampuan berpikir
kreatif matematis.
Digunakan disain kelompok kontrol pretes-postes seperti berikut:
O X O
O O
Keterangan: X = Pembelajaran Inkuiri
O = Tes Kemampuan Berpikir Kreatif Matematis (KBKM)
Untuk melihat secara lebih mendalam pengaruh penggunaan pembelajaran
inkuiri terhadap KBKM siswa maka dalam penelitian ini dilibatkan factor peringkat
sekolah (tinggi, sedang, rendah) dan faktor PAM siswa (atas, tengah, dan bawah).
Disain penelitian disajikan dalam model Weiner seperti pada Tabel 3.1. dan Tabel
3.2. berikut ini.
Keterangan:
K-IK : KBKM siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri
KT-IK : KBKM siswa pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh
pembelajaran inkuiri
KAT-IK : KBKM siswa kelompok atas pada sekolah peringkat tinggi yang
memperoleh pembelajaran inkuiri
K-PB : KBKM siswa yang memperoleh pembelajaran biasa
KT-PB : KBKM siswa pada sekolah peringkat tinggi yang memperoleh
pembelajaran biasa
KAT-PB : KBKM siswa kelompok atas pada sekolah peringkat tinggi yang
memperoleh pembelajaran biasa
Keterangan:
Se-IK : SE terhadap matematika siswa yang memperoleh pembelajaran inkuiri
SeT-IK : SE terhadap matematika siswa pada sekolah peringkat tinggi yang
memperoleh pembelajaran inkuiri
SeAT-IK : SE terhadap matematika siswa kelompok atas pada sekolah peringkat
tinggi yang memperoleh pembelajaran inkuiri
Se-PB : SE terhadap matematika siswa yang memperoleh pembelajaran biasa
SeT-PB : SE terhadap matematika siswa pada sekolah peringkat tinggi yang
memperoleh pembelajaran biasa
SeAT-PB : SE terhadap matematika siswa kelompok atas pada sekolah peringkat
tinggi yang memperoleh pembelajaran biasa

B. Subjek Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa Sekolah Menengah Atas (SMA)
di Kota Bengkulu. Sedangkan sampelnya ditentukan dengan Teknik stratified sampling.
Sampel penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA yang ada di Kota Bengkulu diambil dari
sekolah yang tergolong peringkat tinggi (T), sedang (S) dan rendah (R). Selanjutnya
diambil dua kelas, satu kelas ditetapkan sebagai kelas eksperimen yaitu kelas yang
memperoleh pembelajaran inkuiri (IK) dan satu kelas lagi sebagai kelompok kontrol yaitu
kelas yang memperoleh pembelajaran biasa (PB). Sampel penelitian diambil dari kelas
XI SMA dengan pertimbangan siswa kelas XI merupakan siswa kelas menengah pada
jenjangnya, dan diperkirakan kemampuan dasarnya relatif sudah sama.
Pemilahan kelompok sampel beserta ukurannya disajikan secara ringkas pada Tabel 3.3
berikut.
C. Variabel Penelitian
variabel pada penelitian ini meliputi variable bebas yakni, model pembelajaran
yang meliputi: pembelajaran inkuiri dan pembelajaran biasa, sedangkan variabel
terikatnya adalah KBKM dan SE siswa terhadap matematika, serta variabel kontrolnya
adalah peringkat sekolah (tinggi, sedang dan rendah) dan kelompok PAM (atas, tengah
dan bawah).

D. Metode Pengumpulan Data dan Instrumen Penelitian


Penelitian ini menggunakan lima jenis instrumen, yaitu :
1) tes PAM siswa, berupa soal tes objektif (pilihan ganda) yang dipilih dari tes Ujian
Akhir Nasional (UAN) matematika yang memuat materi pada kelas X dan XI SMA
2) tes KBKM, diukur melalui tes berbentuk uraian yang dibuat berdasarkan indikator-
indikator KBKM. Tes ini diberikan sebelum (pretes) dan sesudah (postes)
pembelajaran. Namun sebelum digunakan tes ini terlebih dulu dilakukan uji validitas
dan reliabilitasnya.
3) skala SE siswa untuk mengetahui keyakinan diri terhadap matematika yang dimiliki
siswa, diperoleh melalui skala SE yang memuat pernyataan-pernyataan yang harus
direspon siswa dengan empat pilihan yaitu sangat setuju (SS), setuju (S), tidak setuju
(TS) dan sangat tidak setuju (STS).
4) pedoman observasi untuk mengamati aktivitas guru dan siswa dalam pembelajaran
inkuiri dan
5) pedoman wawancara untuk mengetahui proses berpikir kreatif dan tingkat berpikir
kreatif matematis yang terjadi dalam diri siswa pada saat mengerjakan tes KBKM.

E. Prosedur Eksperimen
1. Tahap persiapan
Pada tahap ini persiapan diawali dengan pembuatan proposal, kemudian dilakukan
penyusunan instrument penelitian dan memvalidasinya.
a. Merancang perangkat pembelajaran dan instrumen penelitian, meminta penilaian ahli
dan melaksanakan ujicoba lapangan sebagai studi pendahuluan.
b. Menganalisis hasil ujicoba perangkat pembelajaran instrument penelitian
c. Mensosialisasikan rancangan pembelajaran pada guru dan observer yang dilibatkan
dalam penelitian.
d. Melaksanakan tes pengelompokkan.
e. Mengujicobakan tes KBKM pada siswa di luar sampel tetapi sudah mendapatkan
materi yang diujikan, yaitu siswa kelas XII IPA.
2. Tahap Pelaksanaan
a. memberikan pre tes untuk kelas eksperimen dan kelas kontrol.
b. Melaksanakan pembelajaran inkuiri untuk kelas eksperimen dan pembelajaran biasa
untuk kelas kontrol
c. Memberikan postes untuk kelas ekperimen dan kontrol.
d. Memberikan skala SE pada semua siswa.
e. Melakukan wawancara pada beberapa orang siswa yang terpilih sebagai subjek
wawancara.
3. Tahap Analisis Data
a. Melakukan analisis data dan menguji hipotesis
b. Melakukan pembahasan yang berkaitan dengan analisis data, uji hipotesis, hasil
wawancara, dan kajian literatur.
c. Menyimpulkan hasil penelitian.

Diagram berikut memberikan gambaran aliran jalannya penelitian yang dilaksanakan


F. Teknik Analisis Data
Keterkaitan antara masalah, hipotesis, kelompok data yang diolah, dan jenis uji statistik
yang digunakan disajikan pada Tabel 3.6 berikut.
DAFTAR PUSTAKA
Airasan, Peter W., et.al. (2001). A Taxonomy for Learning, Teaching and Assessing. A
Revision of Bloom’s Taxonomy of Educational Objectives. New York: Addison
Wesley Longman, Inc
Al-Khalili, Amal A. (2005). Mengembangkan Kreativitas Anak (Diterjemahkan oleh Ummu
Farida). Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar
Amabile, Teresa M.& Tighe, Elizabeth. (1993). Questions of Creativity. Dalam Brockman,
John (ed.). Creativity. The reality Club 4. h. 7-27. New York: Touchstone, Simon &
Schuster
Azwar, S. (2002). Psikologi Inteligensi, Cetakan Ketiga, Yogyakarta: Pustaka
Pelajar
Bandura. (1997). Self-Efficacy: The Exercise of Control. New York: W.H.
Freeman and Company.
______. (1989). Human agency in social cognitive theory. American Psychologist,
44. [Online]. Tersedia: http://www.des.emory.edu/mfp/Bandura 1989.pdf
Barak, Moses. & Doppelt, Yaron. (2000). Using Portfolio to Enhance Creative
Thinking. The Journal of Technology Studies Summer-Fall 2000, Volume
XXVI, Number 2. http://scholar.lib.vt.edu/ejournals.
Depdiknas (2006). Kurikulum 2006 Standar Kompetensi Mata Pelajaran
Matematika Sekolah Menengah Atas (SMA) dan Madrasah Aliyah (MA).
Jakarta: Depdiknas.
Dwijanto (2007). Pengaruh Pembelajaran Berbasis Masalah Berbantuan Komputer
terhadap Pencapaian Kemampuan Pemecahan Masalah dan Berpikir Kreatif
Matematik Mahasiswa. Disertasi pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan
Edward, Betty. (1996). The Left and Right Sides of the Brain. http://members.
ozemail.com.au.
Evans, James R. (1991). Creative Thinking in the Decision and Management Sciences.
Cincinnati: South-Western Publishing Co.
Fisher, R. (1995). Teaching Children to Think. Hong Kong: Stanley Thornes Ltd.
Gani, R.A. (2007). Pengaruh Pembelajaran Metode Inkuiri Model Alberta terhadap
Kemampuan Pemahaman dan Pemecahan Masalah Matematik Siswa SMA.
Disertasi Doktor pada PPS UPI: Tidak Diterbitkan.
Hackett, G. dan Betz, N. E. (1989). An Exploration of the Mathematics
SelfEfficacy/Mathematics Performance Correspondence. Journal for Research in
Mathematics Education, 20.
Haylock, Derek. (1997). Recognising Mathematical Creativity in Schoolchildren.
http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997)
Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X.
Hurlock, Elizabeth B. (1999). Perkembangan Anak Jilid 2. (Alih Bahasa: dr. Med.
Meitasari Tjandrasa). Jakarta: Penerbit Erlangga
Isaksen, Scott G. (2003). CPS: Linking Creativity and Problem Solving.. www.cpsb.com.
Isaksen, Scott G dan Murdock, Mary G. (1988). The Outlook for The Study Creativity: An
Emerging Discipline. Paper presented at The American Association of Higher
Education Meeting in Washington, D.C. March 9, 1988. www.cpsb.com.
Isaksen, Scott G. (1987). A New Dimension For Creativity Research: Examining Style
and Level of Creativity. A paper presented at The KAI Conference, Hertfordshire,
UK June 30-July 2, 1987. www.cpsb.com.
Johnson, Elaine B. (2002). Contextual Teaching and Learning: What it is and why it’s
here to stay. Thousand Oaks: Corwin Press,Inc
Karli, H dan Yuliariatiningsih, M. (2005). Implementasi Kurikulum Berbasis Kompetensi.
Bandung: Bina Media Informasi.
Krulik, Stephen & Rudnick, Jesse A. (1995). The New Sourcebook for Teaching
Reasoning and Problem Solving in Elementary School. Needham Heights: Allyn &
Bacon
Krutetskii, V.A. (1976). The Psychology of Mathematical Ability in School Children.
Chicago: Chicago University Press.
Leung, S. (1993). On the Role of Creative Thinking in Problem Posing. On Line Tersedia:
http://www.fiz-karlsruhe.de/fiz/publication/zdm/zdm937a4.pdf
Lumsdaine, Edward & Lumsdine, Monika.(1995). Creative Problem Solving.
Thinking Skills for a Changing World. Singapore: McGraw-Hill Book Co.
Mangun, R. (2008). PSP Yogyakarta. [On Line]. Tersedia: file:///G:/PSP%20
YOGYAKARTA.htm.
Matlin, Margaret W. (1998). Cognition. Fort Worth: Harcourt Brace College
Publishers
Munandar, U. (1999). Kreativitas & Keberbakatan. Strategi Mewujudkan potensi kreatif &
Bakat. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama
Munandar, U, (2002). Kreativitas dan Keberbakatan. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama.
Nasution, N. (1997). Psikologi Pendidikan. Jakarta: Depdikbud.
Nurhadi. (2004). Kurikulum 2004 . Jakarta: Gramindo..
Noer, S.H. (2007). Pembelajaran Open Ended untuk Meningkatkan Kemampuan
Pemecahan Masalah Matematik dan Kemampuan Berpikir Kreatif. Tesis pada SPS
UPI. Tidak Diterbitkan.
Oakley, Lisa. (2004). Cognitive Development. London: Rouledge- Taylor & Francis
Group.
Olson, Robert W. (1996). Seni Berpikir Kreatif. Sebuah Pedoman Praktis.
(Terjemahan Alfonsus Samosir). Jakarta: Penerbit Erlangga
Pajares, F. (2002). Overview of Social Cognitive Theory and of Self Efficacy.
[Online].Tersedia:http://www.emory.edu/EDUCATION/mfp/eff.html
Pehkonen, Erkki (1997). The State-of-Art in Mathematical Creativity.
http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997)
Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X. Download 6 Agustus 2002
Pomalato, S.W.Dj.(2005). Pengaruh Penerapan Model Trefinger dalam Mengembangkan
Kemampuan Kreatif dan Pemecahan Masalah Matematika Siswa Kelas 2 Sekolah
Menengah Pertama. Disertasi pada PPs UPI: Tidak diterbitkan.
Ratnaningsih, N. (2003). Mengembangkan Kemampuan Berpikir Matematik Siswa
Sekolah Menengah Umum Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah. Tesis
pada PPs UPI: Tidak diterbitkan.
Ratnaningsih, N. (2007). Pengaruh Pembelajaran Kontekstual terhadap Kemampuan
Berpikir Kritis dan Kreatif Matematik Serta Kemandirian Belajar Siswa Sekolah
Menengah Atas. Disertasi PPs UPI: Tidak diterbitkan.
Reys, dkk. (1998). Helping Children Learn Mathematics. Boston: Allyn and Bacon.
Risnanosanti. (2008). Pengembangan Bahan Ajar Berpikir Tingkat Tinggi untuk
Siswa SMA. LPPM UMB: Hasil Penelitian.
Ruggiero, Vincent R. (1998). The Art of Thinking. A Guide to Critical and
Creative Thought. New York: Longman, An Imprint of Addison Wesley
Longman, Inc. Shouksmith, George (1979). Intelligence, Creativity and
Cognitive Style. New York:Wiley-Interscience, A Division of John Wiley &
Sons, Inc.
Ruseffendi, E.T. (1991). Penilaian Pendidikan dan Hasil Belajar Siswa
Khususnya dalam Pengajaran Matematika. Diktat Kuliah: Tidak diterbitkan.
Schunk, D. H. (1987). Peer Models and Children's Behavioral Change. Review of
Educational Research, 57. [Onlie]. Tersedia: http://www.eric.ed.gov/
ERICWebPortal/recordDetail?accno=EJ369709
Setiono, K. (1993). Teori Perkembangan Kognitif. Bandung: Tarsito.
Shell, D. F., Colvin, C., dan Bruning, R. H. (1995). Self-Efficacy, Attributions, and
Outcome Expectancy Mechanisms in Reading and Writing Achievement: Grade-
level and Achievement-level Differences. Journal of Educational Psychology, 87.
[Online]. Tersedia: http://www.des.emory. edu/ mfp/effchapter.html
Simon. M.A. (1995). Developing New Models of Mathematics Teaching: An Imperative
for Research on Mathematics Teacher Development. Dalam E. Fennema & B.S.
Nelson (EDs.) Mathematics Teachers in Transition (pp. 55- 86). Mahwah, NJ:
Lawrence Erlbaum Associates.
Siskandar. (2004). Kurikulum 2004 dan Pembelajaran Matematika di Sekolah
Menengah. Makalah Disajikan pada Seminar Nasional Matematika Jurusan
Pendidikan Matematika UPI: Tidak Diterbitkan.
Silver, E.A. (1997). Fostering Creativity through Instruction Rich in Mathematical Problem
Solving and Thinking in Problem Posing.
http://www.fiz.karlsruhe.de/fiz/publications/zdm ZDM Volum 29 (June 1997)
Number 3. Electronic Edition ISSN 1615-679X.
Solso, Robert L. (1995). Cognitive Psychology. Needham Heights, MA: Allyn &
Bacon
Suherman, E, et al. (2001). Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.
Bandung: Jurusan Pendidikan Matematika FPMIPA UPI.
Sumarmo, U. (2005). Pengembangan Berpikir Matematis Tingkat Tinggi Siswa SLTP dan
SMU serta Mahasiswa Strata Satu melalui Berbagai Pendekatan Pembelajaran.
Lemlit UPI: Laporan Penelitian.
Suryadi, D. (2005). Penggunaan Pendekatan Pembelajaran Tidak Langsung serta
Pendekatan Gabungan Langsung dan Tidak Langsung dalam Rangka
Meningkatkan Kemampuan Berpikir Matematik Tingkat Tinggi Siswa SLTP.
Disertasi UPI Bandung: Tidak dipublikasikan.
Suryadi, D. (2008). Metapedadidaktik dalam Pembelajaran Matematika: Suatu Strategi
Pengembangan Diri Menuju Guru Matematika Profesional. Pidato Pengukuhan
sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Matematika pada Fakultas
Pendidikan Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Pendidikan
Indonesia, Bandung, 22 April 2008.
The Liang Gie (2003). Tehnik Berpikir Kreatif. Yogyakarta: Sabda Persada Yogyakarta.
Toom, A. (2006). Tacit Pedagogical Knowing: At the Core of Teacher’s
Professionality. Academic Dissertation to be publicly discussed, by due
permission of the Faculty of Behavioural Sciences at the University of
Helsinki
Torrance, Paul E.(1963). Mental Health and Constructive Behaviour. Belmont:
Wadsworth Publishing Company, Inc.
Wardani, S. (2002). Pembelajaran Pemecahan Masalah Matematika melalui Model
Kooperatif Tipe Jigsaw. Tesis pada PPS UPI: TIdak Diterbitkan.
Wardani, S. (2002). Implikasi Teori Piaget dalam Pendidikan dan Implementasinya dalam
Pendidikan di Indonesia. Makalah: TIdak Diterbitkan.
Wardani, S. (2002). Pembelajaran Inkuiri Model Silver untuk Mengembangkan Kreativitas
dan Kemampuan Pemecahan Masalah Matematik Siswa Sekolah Menengah Atas.
Disertasi pada PPS UPI: TIdak Diterbitkan.
Yaniawati, R.P. (2001). Pembelajaran dengan Pendekatan Open-Ended dalam Upaya
Meningkatkan Kemampuan Koneksi Matematik Siswa. Tesis UPI Bandung: Tidak
Dipublikasikan.
Zeldin, A.L. (2000). Sources and Effects of the Self-Efficacy Beliefs of Men with Careers
in Mathematics, Science, and Technology. Emory University. Disertasi: tidak
dipublikasikan. [Online]. Tersedia: http:// www.des.emory.
edu/mfp/ZeldinDissertation2000.PDF

Anda mungkin juga menyukai