Anda di halaman 1dari 20

Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Model Pembelajaran

PBL (Problem Based Learning) Materi Geometri Kelas VIII Ditinjau dari
Gaya Kognitif Siswa

Dosen Pengampu:
Dr. H. Hobri, S.Pd., M.Pd.

oleh :
Wardatul Fajrina Putri (140210101073)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JEMBER
2017

DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................................... i
DAFTAR ISI ..................................................................................................................... ii
BAB 1. PENDAHULUAN .............................................................................................1
1.1

Latar Belakang ..............................................................................................1

1.2

Rumusan Masalah .........................................................................................3

1.3

Tujuan Penelitian...........................................................................................4

1.4

Manfaat Penelitian .........................................................................................4

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA .........................................................................................5


2.1 Belajar dan Pembelajaran...................................................................................5
2.2 Matematika dan Pembelajaran Matematika ......................................................5
2.3 Kemampuan Berpikir Kritis ...............................................................................6
2.4 Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) ........................................6
2.4.1 Pengertian PBL (Problem Based Learning)......................................................6
2.4.2 Karakteristik PBL (Problem Based Learning) .............................................7
2.4.3 Sintaks PBL (Problem Based Learning)........................................................8
2.5 Gaya Kognitif ......................................................................................................8
2.6 Group Embedded Figures Test ...........................................................................9
2.7 Geometri ............................................................................................................ 10
2.8 Limas ................................................................................................................. 10
BAB 3. METODE PENELITIAN ............................................................................... 12
3.1 Jenis Penelitian .................................................................................................. 12
3.2 Langkah-langkah Penelitian ............................................................................. 13
3.3 Metode Pengumpulan Data ............................................................................... 13
3.3.1

Teknik Tes ............................................................................................ 14

3.3.2

Teknik Non Tes .................................................................................... 14

3.4 Metode Analisis Data ......................................................................................... 15


DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................. 17

ii

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pendidikan di Indonesia terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan
menengah, dan pendidikan tinggi. Salah satu mata pelajaran yang wajib termuat
dalam kurikulum pendidikan adalah matematika. Matematika merupakan salah
satu mata pelajaran pokok yang ada sejak pendidikan dasar dan dapat membentuk
pola pemikiran yang logis, sistematis, kritis, dan kreatif setra memiliki peranan
penting dalam proses kehidupan manusia. Hal tersebut senada dengan pendapat
Glenda sebagaimana dikutip Setyawati (2011) yang menyatakan matematika
sebagai mata pelajaran paling penting pada kurikulum di seluruh negara, karena
mempengaruhi banyak hal untuk menciptakan dan menguasai teknologi masa
depan. Dalam kehidupan sehari-hari kita tidak akan terlepas dari matematika, baik
dari hal yang kecil sampai pada perkembangan teknologi yang canggih. Hal ini
diperkuat oleh Peterson (dalam Berch dan Mazzocco, 2007:29) mengemukakan
bahwa math is indeed very useful and thus important is acknowledged by
educators psychologists and policymaker and evidently even in childrens
literature and in theater. Pernyataan tersebut berarti bahwa matematika itu
sangat berguna dan penting. Karena begitu pentingnya matematika maka setiap
orang seharusnya mempelajari matematika, tanpa terkecuali.
Pendidikan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan
nasional adalah usaha sadar dan terencana dalam mewujudkan keadaan belajar
dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. Dengan demikian pendidikan dapat
meningkatkan kemampuan siswa melalui pendidikan formal maupun pendidikan
dalam lingkungan keluarga.
Berpikir kritis merupakan sebuah proses yang terarah dan jelas yang
digunakan dalam kegiatan mental seperti memecahkan masalah, mengambil
keputusan, membujuk, menganalisis asumsi dan melakukan penelitian dan

percobaan secara ilmiah. Menurut Kurniasih (2013), berpikir kritis dapat


dipandang sebagai kemampuan berpikir siswa untuk membandingkan dua atau
lebih informasi, misalkan informasi yang diterima dari luar dengan informasi
yang dimiliki. Bila terdapat perbedaan atau persamaan, maka ia akan mengajukan
pertanyaan atau komentar dengan tujuan untuk mendapatkan penjelasan.
Kemampuan berpikir kritis merupakan salah satu modal dasar atau modal
intelektual yang sangat penting bagi setiap orang dan merupakan bagian yang
fundamental dari kematangan manusia. Oleh karena itu, pengembangan
kemampuan berpikir kritis menjadi sangat penting bagi siswa di setiap jenjang
pendidikan.
Masalah yang terjadi pada sekolah saat ini yaitu banyak siswa yang kurang
aktif dalam pembelajaran terutama padapelajaran matematika, padahal sesuai
dengan kurikulum 2013 siswa dituntut untuk aktif dalam pembelajaran, namun
pada kenyataannya siswa cenderung pasif karena sulit dalam menerima pelajaran
matematika.Contohnya saja siswa di Indonesia hanya mempunyai kemampuan
mengetahui (knowing) sedangkan siswa di Taiwan sudah mempunyai kemampuan
bernalar tingkat tinggi (Kurniasih, 2013). Berdasarkan uraian tersebut, maka
kemampuan berpikir kritis siswa di jenjang pendidikan SMP terutama dalam
bidang matematika masih rendah.
Hal ini disebabkan belum optimalnya keterlibatan siswa dalam
pembelajaran terutama saat guru memberikan kesempatan siswa untuk bertanya,
yang seringkali diikuti dengan keheningan. Padahal salah satu kemampuan yang
terlihat pada orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis adalah bisa
mengajukan pertanyaan dan aktif dalam pembelajaran (Yohanta, 2012). Selain itu,
pemanfaatan alat peraga yang belum maksimal juga merupakan faktor yang
menyebabkan siswa kurang paham dengan materi yang diajarkan. Cara untuk
mengatasi hal tersebut melalui inovasi pembelajaran yaitu dengan menggunakan
model yang dapat membuat siswa menemukan konsep dan prinsip matematika
melalui diskusi aktif berbantuan alat peraga.
Untuk memperoleh siswa dengan kemampuan berpikir kritis yang baik,
dibutuhkan suatu model pembelajaran yang dapat mengeksplorasi kemampuan

berpikir kritis siswa. Salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan
siswa kesempatan untuk mengembangkan dan mengeksplorasi kemampuan
berpikir kritisnya secara optimal ialah model pembelajaran PBL (Problem Based
Learning). Menurut Yuwono (201:15) pada pembelajaran melalui pemecahan
masalah diharapkan siswa memulai dengan melakukan pematematikaan
horizontal bergerak dari dunia nyata ke dunia symbol.
Buffet (2006:61) menyatakan bahwa guru sering bingung dalam
menyampaikan pengetahuan tentang objek geometris dan pengenalan persepsi
dari objek geometri tersebut. Kesulitan terjadi terutama pada objek geometri
ruang karena siswa membutuhkan imajinasi untuk bisa mengkonstruksi bangun
yang diinginkan. Salah satu materi geometri yang diajarkan pada siswa SMP kelas
VIII adalah limas.
Dalam rangka memperbaiki dan merancang metode pembelajaran yang
sesuai dengan siswa secara individu, maka pada penelitian ini akan dilihat analisis
kemampuan berpikir kritis berdasarkan gaya kognitif field-dependent dan fieldindependent. Untuk memudahkan peneliti dalam menganalisis kemampuan
berpikir kritis siswa, maka pada penelitian ini dilaksanakan pembelajaran
matematika menggunakan model PBL (Problem Based Learning) yang
diharapkan dapat meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa secara optimal.
Berdasarkan latar belakang tersebut peneliti bermaksud melakukan
penelitian mengenai Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Siswa dengan Model
Pembelajaran PBL (Problem Based Learning) Materi Geometri Siswa Kelas VIII
Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa.

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana kemampuan berpikir kritis siswa dengan model pembelajaran
PBL (Problem Based Learning ) materi Geometri Kelas VIII ditinjau dari gaya
kognitif siswa ?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan penelitan ini adalah untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis
siswa dengan model pembelajaran PBL (Problem Based Learning ) materi
Geometri Kelas VIII ditinjau dari gaya kognitif siswa.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut ;
1.4.1. Bagi Siswa
Penelitian

ini diharapkan dapat menciptakan pembelajaran yang

bermakna, menarik, dan menyenangkan serta dapat mengembangkan


kemampuan berpikir kritis siswa.
1.4.2. Bagi Guru
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi tentang model
pembelajaran PBL yang dapat diterapkan dalam pembelajaran matematika
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar serta kemampuan berpikir kritis
siswa SMP Kelas VIII. Selain itu, guru dapat memahami siswa lebih dalam
ditinjau dari gaya kognitifnya.
1.4.3. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai model
pembelajaran PBL yang dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan dalam
meningkatkan kualitas pembelajaran matematika di sekolah.
1.4.4. Bagi Peneliti
Penelitian

ini diharapkan dapat menjadi sarana langsung untuk

memperoleh pengalaman langsung dalam menganalisis kemampuan berpikir


kritis siswa dalam pembelajaran matematika dan mengetahui deskripsi
kemampuan berpikir kritis siswa ditinjau dari gaya kognitif siswa

BAB 2. KAJIAN PUSTAKA

2.1 Belajar dan Pembelajaran


Menurut Gagne (Dahar, 2011: 2), belajar dapat didefinisikan sebagaisuatu
proses dimana suatu organisasi berubah perilakunya sebagai akibat pengalaman.
Menurut Briggs (Rifai & Anni, 2011: 157), pembelajaran adalah
seperangkat peristiwa yang mempengaruhi siswa itu memperoleh kemudahan.
Unsur utama dari pembelajaran adalah pengalaman siswa sebagai seperangkat
peristiwa sehingga terjadi proses belajar. Sedangkan Gagne (Rifai & Anni, 2011:
158) menyatakan bahwa pembelajaran merupakan serangkaian peristiwa eksternal
siswa yang dirancang untuk mendukung proses internal belajar. Peristiwa belajar
ini dirancang agar memungkinkan siswa memproses informasi nyata dalam
rangka mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Dengan adanya pembelajaran,
siswa dapat memperoleh informasi lebih cepat karena ada faktor-faktor eksternal
yang mempengaruhi siswa untuk melakukan proses belajar.
2.2 Matematika dan Pembelajaran Matematika
Kata matematika berasal dari kata Latin mathematika yang mulanya
diambil dari kata Yunani mathematike yang berarti mempelajari. Kata itu
mempunyai asal katanya mathema yang berarti ilmu atau pengetahuan
(knowledge, science). Kata mathematike berhubungan pula dengan kata lainnya
yang hampir sama, yaitu mathein atau mathenein yang artinya belajar (berpikir).
Jadi berdasarkan asal katanya, maka kata matematika berarti ilmu pengetahuan
yang didapat dengan berpikir (bernalar). Menurut James dalam Subekti (2011: 6),
matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, besaran ,susunan, dan
konsep yang saling berhubungan satu dengan lainnya. James juga menyatakan
bahwa matematika terbagi menjadi tiga bidang, yaitu aljabar, analisis, dan
geometri. Namun demikian ada pendapat lain yang menyatakan bahwa adanya
matematika disebabkan oleh pikiran manusia yang berkenaan dengan ide atau
nalar yang terbagi atas empat bidang yaitu aljabar, aritmetika, analisis, dan
geometri.

Pembelajaran matematika adalah suatu proses atau kegiatan guru mata


pelajaran matematika dengan mengajarkan matematika kepada siswa yang di
dalamnya terkandung upaya guru menciptakan iklim dan pelayanan terhadap
kemampuan, potensi, minat, bakat dan kebutuhan siswa tentang matematika yang
amat beragam agar terjadi interaksi optimal antara guru dan siswa serta antara
siswa dengan siswa dalam mempelajari matematika (Suyitno, 2004: 2).
2.3 Kemampuan Berpikir Kritis
Berkaitan dengan berpikir kritis, Facione sebagaimana dikutip oleh
Saurino (2008) mendefinisikan berpikir kritis sebagai suatu keterampilan yang
penuh pertimbangan untuk menampilkan pengaturan diri sendiri (self regulation)
dalam mengemukakan pertimbangan penalaran pada pembuktian, konteks,
standar, metode, dan struktur konseptual untuk membuat keputusan atau apa yang
harus dilakukan.
Glaser (dalam Fisher, 2007) mendefinisikan berpikir kritis sebagai (1)
suatu sikap mau berpikir secara mendalam tentang masalah-masalah dan hal-hal
yang berada dalam jangkauan pengalaman seseorang, (2) pengetahuan tentang
metode-metode pemeriksaan dan penalaran yang logis, dan (3) suatu keterampilan
untuk menerapkan metode-metode tersebut. Berdasarkan definisi ini, berpikir
kritis menuntut upaya keras untuk memeriksa setiap keyakinan atau pengetahuan
asumtif berdasarkan bukti pendukungnya dan kesimpulan-kesimpulan lanjutan
yang diakibatkannya.
2.4 Model Pembelajaran PBL (Problem Based Learning)
2.4.1 Pengertian PBL (Problem Based Learning)
Salah satu model pembelajaran yang dapat digunakan oleh guru adalah
PBL (Problem Based Learning). Pemebelajaran model PBL adalah belajar
berdasarkan suatu problem, yang berorientasi pada pengalaman siswa (Kristiyani,
2008).

Menurut

Nurhadi,

dkk

(dalam

Handayani,

2009) tipe

pembelajaran (Problem Based Learning) PBL adalah tipe pembelajaran dengan


pendekatan pengajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu
konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang

esensial dari materi pelajaran. Pandangan ahli lain, Duch tahun 1995 (Izzaty,
2006) mendefenisikan bahwa (Problem Based Learning) PBL adalah strategi
pendidikan yang mendorong siswa untuk mengenal cara belajar dan bekerjasama
dalam kelompok untuk mencari penyelesaian masalah-masalah di dunia nyata.
Simulasi masalah digunakan untuk meng-aktifkan keingintahuan siswa sebelum
mulai mempelajari suatu subyek. PBL menyiapkan siswa untuk berpikir secara
kritis dan analitis, serta mampu untuk mendapatkan dan menggunakan secara
tepat sumber-sumber pembelajaran.
2.4.2 Karakteristik PBL (Problem Based Learning)
Berbagai pengembang menyatakan bahwa ciri utama model pembelajaran
berdasarkan masalah ini dalam Trianto (2007 : 68) adalah:
a. Pengajuan pertanyaan atau masalah.
Guru memunculkan pertanyaan yang nyata di lingkungan siswa serta dapat
diselidiki oleh siswa kepada masalah yang autentik ini dapat berupa cerita,
penyajian fenomena tertentu, atau mendemontrasikan suatu kejadian yang
mengundang munculnya permasalahan atau pertanyaan.
b. Berfokus pada keterkaitan antar disiplin.
Meskipun pembelajaran berdasarkan masalah mungkin berpusat pada mata
pelajaran tertentu (IPA, matematika, ilmu-ilmu sosial) masalah yang dipilih
benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa dapat meninjau dari berbagi
mata pelajaran yang lain.
c. Penyelidikan autentik.
Pembelajaran berdasarkan masalah mengharuskan siswa melakukan
penyelidikan autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah yang
disajikan. Metode penyelidikan ini bergantung pada masalah yang sedang
dipelajari.
d. Menghasilkan produk atau karya.
Pembelajaran berdasarkan masalah menuntut siswa untuk menghasilkan
produk tertentu dalam bentuk karya dan peragaan yang menjelaskan atau
mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan. Produk itu dapat
juga berupa laporan, model fisik, video maupun program komputer

e. Kolaborasi.
Pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama
satu dengan yang lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok
kecil. Bekerjasama untuk terlibat dan saling bertukar pendapat dalam melakukan
penyelidikan sehingga dapat menyelesaikan permasalahan yang disajikan.
2.4.3 Sintaks PBL (Problem Based Learning)
Pada Model pembelajaran berdasarkan masalah terdapat lima tahap utama
yang dimulai dengan memperkenalkan siswa tehadap masalah yang diakhiri
dengan tahap penyajian dan analisis hasil kerja siswa. Kelima tahapan tersebut
disajikan dalam bentuk tabel (dalam Nurhadi, 2004:111)
1. Orientasi siswa kepada masalah
2. Mengorganisasikan siswa untuk belajar
3. Membimbing penyelidikan individual maupun kelompok
4. Mengembangkan dan menyajikan hasil karya
5. Menganalisa dan mengevaluasi proses pemecahan masalah
2.5 Gaya Kognitif
Berdasarkan teori epistemologi empiris menekankan akan kebutuhan
lingkungan belajar dengan menyediakan kesempatan siswa belajar untuk
mengembangkan dan membangun pengetahuan melalui pengalamannya. Oleh
karena itu, lingkungan berpengaruh terhadap proses pembelajaran salah satunya
adalah gaya kognitif. Gaya kognitif adalah istilah yang digunakan dalam psikologi
kognitif untuk menggambarkan cara individu berpikir, memahami dan mengingat
informasi. Gaya kognitif berbeda dari kemampuan kognitif, karena kemampuan
kognitif diukur dengan tes kecerdasan.
Dalam penelitian ini, gaya kognitif yang digunakan adalah gaya kognitif
yang dibedakan menjadi gaya kognitif field-independent dan field-dependent yang
dikembangkan oleh Witkin et. al (Liu & Ginther, 1999). Hal ini dikarenakan gaya
kognitif ini mempunyai ketergantungan terhadap pembelajaran yang dilakukan
oleh guru. Crowl et al., (dalam Bundu, 2003) mendefinisikan kedua gaya kognitif
tersebut sebagai berikut ;
(1) Gaya Kognitif Field Independent

Field-independent sebagai gaya kognitif seseorang dengan tingkat


kemandirian yang tinggi dalam mencermati suatu rangsangan tanpa
ketergantungan dari guru. Apabila individu yang mempunyai gaya kognitif
ini dihadapkan pada tugas-tugas yang kompleks dan bersifat analitis
cenderung melakukannya dengan baik, dan apabila berhasil, antusias
untuk melakukan tugas-tugas yang lebih berat lebih baik lagi dan mereka
lebih senang untuk bekerja secara mandiri.
(2) Gaya Kognitif Field Dependent
Field-dependent sebagai gaya kognitif seseorang cenderung dan sangat
bergantung pada sumber informasi dari guru. Namun tipe ini memiliki
karakteristik bertendensi lebih baik dalam mengingat kembali informasi
sosial seperti percakapan serta gambaran keseluruhan dari konteks yang
diberikan.
Berdasarkan uraian tersebut, maka setiap individu akan memiliki
kecenderungan pada gaya kognitif field independent (FI) atau field dependent
(FD), sehingga dalam pembelajaran akan berbeda dalam menanganinya.
2.6 Group Embedded Figures Test
Group Embedded Figures Test (GEFT) dikembangkan oleh Philip K.
Oltman, Evelyn Raskin, & Herman A. Witkin (1971), yang digunakan untuk
mengetahui gaya kognitif siswa berdasarkan perbedaan psikologinya yaitu gaya
kognitif field dependent dan gaya kognitif field independent.
Menurut Witkin (1971), GEFT ditetapkan sebagai instrumen tes yang
valid dan reliabel, mengharuskan subjek meletakkan bentuk gambar geometri
yang terlihat selanjutnya dalam bentuk yang lebih kompleks dalam waktu 20
menit. Subjek yang mampu meletakkan 12 atau lebih gambar sederhana
dideskripsikan bergaya kognitif field independet. Subjek yang tidak mampu
meletakkan lebih dari 11 gambar dideskripsikan bergaya kognitif field dependent.
Skor individu diatas skor rata-rata nasional GEFT yaitu 11,4 digolongkan bergaya
kognitif field independent.
Menurut Davis (2006), Witkin menggunakan GEFT yang dikenakan pada
subjek laki-laki dan perempuan dan dengan menggunakan rumus Spearman-

Brown untuk menunjukkan reliabilitas tes. Sehingga diperoleh reliabilitas GEFT


yaitu 0,82. Sedangkan validitasnya adalah 0,82 untuk laki-laki dan 0,79 untuk
perempuan.
2.7 Geometri
Geometri adalah cabang matematika yang berkaitan dengan bentuk,
ukuran, komposisi dan proporsi suatu benda beserta sifat-sifatnya dan
hubungannya satu sama lain. Menurut Nasution (2013: 109), geometri merupakan
cabang matematika yang telah diakrabi oleh manusia sejak lahir dikarenakan
geometri ada dimana-mana, di setiap tempat dan hampir di setiap objek visual.
Geometri merupakan materi yang penting karena sangat berkaitan dengan
kehidupan kita sehari-hari. Namun banyak siswa mengalami kesulitan dalam
materi geometri di SMP maupun di SMA. Salah satu materi geometri yang
diajarkan di kelas VIII yaitu bangun ruang sisi datar. Sebuah bangun ruang, dalam
konteks geometri ruang, adalah himpunan semua titik, garis, dan bidang dalam
ruang berdimensi tiga yang terletak dalam bagian tertutup beserta seluruh
permukaannya. Bangun ruang sisi datar adalah bangun ruang yang dibatasi oleh
bidang datar. Bangun ruang dengan sisi datar disebut juga sebagai bidang banyak
atau polihedron yang berasal dari bahasa Yunani polys yang berarti banyak dan
hedron yang berarti permukaan. Bidang-bidang datar pembatas bangun ruang
dinamakan sebagai bidang sisi. Ruas garis yang terbentuk oleh perpotongan antara
bidang sisi bangun ruang disebut rusuk. titik potong dari rusuk-rusuk ini
dinamakan sebagai titik sudut.
Dalam penelitian ini, peneliti membatasi materi bangun ruang sisi datar
pada materi bangun ruang limas dengan sub materi pengertian limas, jaring-jaring
limas, luas permukaan limas, volume limas dan penerapan limas dalam kehidupan
sehari-hari.
2.8 Limas
Limas adalah suatu bangun ruang yang mempunyai satu sisi sebagai alas
dan sisi-sisi lain berupa segitiga berpotongan pada satu titik yang disebut dengan
tinggi limas (Johanes, 2003)

10

Gambar 1
Unsur-unsur limas:
Limas segi empat E.ABCD memiliki rusuk tegak EA, EB, EC, ED dan sisi
tegak berupa segitig s EBC, EDC, dan EAB.
Jaring-jaring limas :

Gambar 2
Volume dan luas permukaan limas :
Untuk menghitung volume limas, kita dapat menggunakan rumus berikut:
V=

luas alas tinggi limas

Sedangkan luas permukaan limas dapat dihitung dengan rumus berikut:


Lp = luas alas + jumlah luas seluruh sisi tegaknya

11

BAB 3. METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian deskriptif kualitatif, yaitu suatu
penelitian yang bertujuan untuk membuat deskripsi,gambaran atau lukisan secara
sistematis, aktual, dan akurat mengenai sifat serta hubungan antara fenomena
yang diteliti dengan menggunakan pendekatan kualitatif.
Pada penelitian ini ingin mengungkapkan secara mendalam analisis
kemampuan berpikir kritis siswa berdasarkan gaya kognitif siswa menurut Witkin,
yaitu gaya kognitif field dependent dan gaya kognitif field independent.
Moleong (2013: 6) mengemukakan bahwa penelitian kualitatif adalah
suatu penelitian yang bertujuan untuk memahami fenomena tentang apa yang
dialami oleh subjek penelitian, secara holistik dan dengan cara deskriptif dalam
bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode ilmiah yang memiliki karakteristik: (1) latar
ilmiah, (2) manusia sebagai alat (instrumen), (3) metode kualitatif, (4) analisis
data secara induktif, (5) teori dari dasar (grounded theory), (6) deskriptif, (7) lebih
mementingkan proses daripada hasil, (8) adanya batas yang ditentukan oleh fokus,
(9) adanya kriteria khusus untuk keabsahan data, (10) desain yang bersifat
sementara, (11) hasil penelitian dirundingkan dan disepakati bersama. Pada
penelitian ini ciri penelitian yang digunakan yaitu: manusia sebagai alat
(instrumen), menggunakan metode kualitatif, deskriptif yaitu data yang
dikumpulkan berupa kata-kata, gambar, dan bukan angka-angka, dan adanya batas
yang ditentukan oleh fokus.

12

3.2 Langkah-langkah Penelitian


Melihat Latar Subjek

Menyiapkan instrumen penentuan gaya kognitif siswa, instrumen tes kemampuan berpikir
kritis dan pedoman wawancara untuk mendalami kemampuan berpikir kritis siswa

Validasi instrumen penentuan gaya kognitif siswa, instrumen tes kemampuan berpikir
kritis dan pedoman wawancara untuk mendalami kemampuan berpikir kritis siswa

Pelaksanaan tes penentuan gaya kognitif dengan GEFT (group embedded figures test )

Penentuan subjek terpilih

Pelaksanaan pembelajaran matematika dengan model PBC (Problem Based Learning)

Pelaksanaan tes kemampuan berpikir kritis siswa

Wawancara kemampuan berpikir kritis

Analisis Data

Pendeskripsian kemampuan berpikir kritis subjek berdasarkan hasil tes dan wawancara

Gambar 3.2 Tahap - tahap Penelitian


3.3 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data yang tepat, diharapkan dapat memberikan hasil
penelitian yang tepat dan dapat dipertanggungjawabkan. Teknik pengumpulan
data yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik tes dan non tes. Teknik tes
digunakan untuk menentukan gaya kognitif siswa dan tes untuk mendapatkan
hasil pekerjaan siswa dalam menyelesaikan masalah, sedangkan teknik non tes

13

digunakan untuk menggunakan metode wawancara untuk memperoleh kredibilitas


data.
3.3.1 Teknik Tes
3.3.1.1 Group Embedded Figures Test (GEFT)
Group Embedded Figures Test (GEFT) dikembangkan oleh Witkin et al.
(1971), yang digunakan untuk mengetahui gaya kognitif siswa berdasarkan
perbedaan psikologinya yaitu gaya kognitif field dependent dan gaya kognitif field
independent. GEFT ini terdiri dari tiga bagian yaitu bagian I terdiri dari 7 soal,
sedangkan bagian II dan bagian III masing-masing terdiri dari 9 soal. Instrumen
Witkin et al. (1971) yang digunakan dalam penelitian ini merupakan instrumen
GEFT yang diterjemahkan oleh Ulya (2014) dan telah divalidasi oleh dosen
psikologi karena gaya kognitif berkaitan dengan psikologi.
3.3.1.2 Tes Kemampuan Berpikir Kritis
Tes Kemampuan Berpikir Kritis (TKBK) merupakan kumpulan soal-soal
yang digunakan untuk mengukur kemampuan berpikir kritis siswa dalam
menyelesaikan soal matematika. Dalam penelitian ini peneliti memberikan tes
subjektif berupa tes uraian yang bertujuan untuk untuk mengukur sejauh mana
kemampuan berpikir kritis yang dilihat dari jawaban siswa. Tes ini digunakan
untuk memperoleh data mengenai kemampuan berpikir kritis siswa. Kemampuan
berpikir kritis tidak hanya dilihat dari benar atau salah hasil perhitungan siswa,
tetapi juga dilihat dari kemampuan siswa dalam menyajikan jawaban mereka.
3.3.2 Teknik Non Tes
3.3.2.1 Wawancara
Esterberg dalam Sugiyono (2013: 317) mengemukakan bahwa wawancara
merupakan pertemuan dua orang untuk bertukar informasi dan ide melalui tanya
jawab, sehingga dapat dikonstruksikan makna dalam suatu topik tertentu. Dalam
penelitian ini, peneliti melakukan wawancara tak terstruktur kepada 4 subjek
penelitian diluar pembelajaran guna mendalami kemampuan berpikir kritis subjek
penelitian tersebut.
Sugiyono (2013: 320) mengemukakan bahwa wawancara tak terstruktur
adalah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman

14

wawancara yang telah terstruktur secara sistematis dan lengkap untuk


pengumpulan datanya. Pedoman wawancara yang digunakan hanya berupa garisgaris besar permasalahan yang akan ditanyakan. Moleong (2013: 191)
menambahkan bahwa pertanyaan dalam wawancara tak terstruktur biasanya tidak
disusun terlebih dahulu, malah disesuaikan dengan keadaan dan ciri yang unik
dari responden.

Pengumpulan Data

Subjek diberi soal TKBK

Wawancara

Data Jawaban Tertulis

Data Hasil Wawancara

ya Cocok

ya

tidak

Data Kredibel

Gambar 3.3 Alur Metode Pengumpulan Data Penelitian


3.4 Metode Analisis Data
Menurut Gunawan (2013: 209) analisis data adalah sebuah kegiatan untuk
mengatur,

mengurutkan

mengelompokkan,

memberi

kode/tanda,

dan

mengkategorikannya sehingga diperoleh suatu temuan berdasarkan fokus atau


masalah yang ingin dijawab. Analisis dilakukan secara mendalam pada siswa
tentang kemampuan berpikir kritis setelah siswa digolongkan berdasarkan gaya
kognitifnya.

Miles

dan

Huberman

dalam

Sugiyono

(2013:

337-345)

15

mengemukakan bahwa aktivitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara


interaktif dan berlangsung secara terus menerus sampai tuntas, sehingga datanya
sudah jenuh. Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan
conclusion drawing/verification.
1. Data Reduction (Reduksi Data)
Reduksi data merupakan kegiatan yang mengacu pada proses pemilihan
dan pengidentifikasian data yang memiliki makna jika dikaitkan dengan masalah
penelitian, dan selanjutnya membuat kode pada setiap satuan sehingga diketahui
berasal dari sumber mana.
2. Data Display (Penyajian Data)
Penyajian data meliputi pengklasifikasian data, yaitu menuliskan
kumpulan

yang terorganisir dan terkategori sehingga memungkinkan untuk

menarik simpulan dari data tersebut. Data-data yang dikumpulkan berupa hasil tes
gaya kognitif dengan menggunakan instrumen GEFT, hasil tes kemampuan
berpikir kritis subjek penelitian, hasil transkrip wawancara antara peneliti dan
subjek penelitian mengenai kemampuan berpikir kritis, dan dokumentasi.
3. Conclusion Drawing/verification
Penarikan simpulan dan verifikasi dengan memperhatikan hasil Group
Embedded Figures Test (GEFT) untuk menentukan gaya kognitif siswa. Selain
itu, dengan memperhatikan hasil tes kemampuan berpikir kritis, hasil wawancara,
dan dokumen-dokumen peneliti dapat menarik kesimpulan untuk menentukan
sejauh mana kemampuan berpikir kritis subjek penelitian berdasarkan gaya
kognitif yang mereka miliki.

16

DAFTAR PUSTAKA

Dadang. 2014. Pengertian dan Langkah-langkah Model Problem Based Learning.


http://www.salamedukasi.com/2014/11/pengertian-dan-langkah-langkahmodel_30.html. [Diakses 10-12-2016]
Dahar, R. W. 2010. Teori-Teori Belajar & Pembelajaran. Jakarta : Erlangga
Davis, G. A. 2006. Learning Style and Personality Type Preferences of
Community Development Extension Educators. Journal of Agricultural
Education. 47(1): 92.
Ennis, R. H. 2011. The Nature of Critical Thinking: Sn Outline of Critical
Thinking
Dispositions
and
Abilities.
Online.
Tersedia
di
http://faculty.education.illinois.edu/rhennis/documents/TheNatureofCritic
alThinking_51711_000.pdf. [Diakses 10-12-2016] . Guisande, M.A., et al.
2007. Field Dependence-Independence
Johanes, dkk.2003.Kompetensi Matematika. Jakarta: Yudhistira.
Kan,H.2016.https://www.academia.edu/2326291/UPAYA_PENINGKATAN_KE
MAMPUAN_BERPIKIR_KRITIS_DAN_KEAKTIFAN_SISWA_MELAL
UI_PENERAPAN_MODEL_PEMBELAJARAN_PROBLEM_SOLVING_
DALAM_.[Diakses pada 07-12-2016]
Khatib, M. 2011. On the Validity of Group Embedded Figure Test (GEFT).
Journal of Languange Teaching and Research. 2(3): 640-648.
Kurniasih, A. W., 2013. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis dalam
Mengembangkan Keterampilan Mengajar Mahasiswa Calon Guru.
Prosiding Seminar Nasional Matematika 2013. Semarang: Universitas
Moleong, L. J., 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja
Rosdakarya.
Mullis. I, M., M.O. Foy, P. 2008. TIMSS 2007 International Mathematics Report.
Chesnut Hills : Boston College.
Ningsih, P. R. 2012. Profil Berpikir Kritis Siswa SMP dalam Menyelesaikan
Masalah Matematika Berdasarkan Gaya Kognitif. Jurnal Gamatika 2012.
Vol II. No 2 Mei 2012.
Rifai, A. & C.T. Anni. 2011. Psikologi Pendidikan. Semarang. Pusat
Pengembangan MKU/MKDK-LP3 Universitas Negeri Semarang Rochmad.
2013. Keterampilan Berpikir Kritis dan Kreatif dalam Pembelajaran
Matematika. Prosiding Seminar Nasional Matematika 2013. Semarang:
Universitas Negeri Semarang.
Rifqiyana, L. 2015. ANALISIS KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS SISWA
DENGAN PEMBELAJARAN MODEL 4K MATERI GEOMETRI KELAS
VIII DITINJAU DARI GAYA KOGNITIF SISWA. Skripsi. UNNES
Sugiyono. 2013. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif,
Kualitatif, dan R & D). Bandung: Alfabeta.
Ulya, H. 2014. Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika SMP
Ditinjau dari Gaya Kognitif Siswa. Tesis. Universitas Negeri Semarang.
Witkin, dkk. 1971. A Manual For The Embedded Figure Test. California:
Consulting Psychologist Press.

17

18

Anda mungkin juga menyukai