Anda di halaman 1dari 43

1

Judul : Analisis kemampuan berpikir kritis matematis siswa ditinjau dari gaya belajar siswa
pada materi aritmatika sosial

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Dalam kehidupan sehari-hari matematika banyak diperlukan dan digunakan.
Matematika banyak digunakan, baik sebagai alat bantu dalam penerapan- penerapan
bidang ilmu lain maupun dalam pembangunan dalam matematika itu sendiri. Menurt
susanto matematika adalah salah satu ilmu pendidikan yang penting dalam kehidupan
seharihari dan mendasari berbagai ilmu pengetahuan lainnya (dalam Galuh, 2020).
Matematika adalah ilmu tentang bilangan-bilangan, hubungan antara bilangan dan
prosedur operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah mengenai
bilangan (Suharso dan Retnoningsih, 2005). Sedangkan menurut Siagian (2016)
Matematika adalah salah satu cabag ilmu pengetahuan yang mempunyai peran
penting dalam perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, baik sebagai alat
bantu maupun dalam pengembangan matematika. Pembelajran matematika di
sekolah umumnya masih menggunakan metode ceramah sehimgga kemampuan
berpikir kritis siswa sangan sulit dikembangkan (Fatmawati, Mardiyana, dan
Triyanto, 2014). Pembelajaran matematika disekolah kebanyakan siswa hanya
memperhatikan saja dan guru yang berperan aktif, dalam pembelajarannya peserta
didik jarang i latih dengan soalsoal yang tidak rutin sehingga siswa tidak terbiasa
( Yunita, Rosyana, Hendriana, 2018). Menurut Zetriulita, dkk (2016) Kemampuan
berpikir kritis matematis adalah kemampun matematika tingkat tinggi yang dalam
penelitian ini di ukur dengan penggunaan indikator: (1) Kemampuan penguasaan
konsep, (2) Kemampuan menggeneralisasi yaitu kemampuan melengkapi data
informasi yang mendukung, (3)kemampuan menganalisa algoritma yaitu kemampuan
mengevaluasi atau memeriksa suatu algoritma.
Berpikir kritis dalam pembelajaran matematika sangat penting karena siswa
juga dapat mempelajari unsur-unsur yang tidak terdefinisi kemudian ke unsur-unsur
yang terdefinisi. Berpikir kritis merupakan suatu proses yang bertujuan agar kita
dapat membuat keputusan-keputusan yang masuk akal, sehingga apa yang kita
2

anggap terbaik tentang suatu kebenran dapat kita lakukan dengan benar ( king dan
goodson dalam muliana , 2016). Berpikir kritis dipelukan ketika kita mencoba
memahami informasi yang akan digunakan untuk mencetuskan ide dan gagasan
(Firdaus et. al, 2015).
Berpikir kritis itu penting karena bisa membantu siswa menyelesaikan
permasalahan yang ada. Hal ini sejalan dengan pendapat Peter (2018) menyatakan
bahwa siswa itu penting karena siswa yang memiliki keterampilan berpikir kritis
dapat menyelesaikan masalah yang dihadapi. Berpikir kritis dan pembelajaran
matematika adalah satu tidak bisa di pisah. Menurut Sulistiani (2016) menyatakan
berpikir kritis dan matematika merupakan satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan.
Hal ini sejalan dengan pendapat Sulistiani (2016) menyatakan bahwa terdapat
dampak positif yang dialami siswa dari keterampilan berpikir kritis dalam
pembelajaran matematika, antara lain: (1) Melatih keterampilan memecahkan
masalah(2) Munculnya pertanyaan inovatif, dan merancang solusi yang tepat.(3)
Aktif membangun argumen dengan menunjukkan bukti-bukti yang akurat dan logis.
Oleh karena itu, langkah-langkah berpikir kritis saling berkaitan dan membentuk satu
kesatuan yang utuh.
Orang yang memiliki kemampuan berpikir kritis matematis dapat menganalisa
sebuah objek, sehingga dapat menanyakan hipotesis dan mengujinya dengan fakta,
serta menentukan penyelesaiannya (Habibi, dkk ,2020). sejalan denga pendapat
Chanche, seorang psikolog kognitif yang mendefinisikan berpikir kritis sebagai
kemampuan untuk menganilis fakta, menghasilkan dan mengatur ide,
mempertahankan pendapat, membuat perbaningan, menarik ksimpulan,
mengevaluasi agumen dan menyelesaikan masalah (Paulina dalam Habibi, dkk ,
2020).
Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan guru mata pelajaran di MTs.N
singkawang kelas 7 tergolong pasif karena peserta didik kurang aktif dalam proses
pembelajaran dikelas yang ditunjukkan oleh beberapa hal yaitu siswa kurang aktif
bertanya pada guru , peserta didik sulit mengajukan pendapat, kemampuan siswa
dalam memecahkan masalah yang berkaitan dengan kemampuan analisis, penalaran
dan komunikasi masih tergolong rendah, sehingga belajar yang siswa dapatkan relatif
rendah. Sehingga peserta didik membutuhkan gaya belajar yang sesuai. Hal tersebut
dapat dipengaruhi oleh gaya belajar siswa. Informasi dalam pelajaran dapat
3

disampaikan dengan cara yang berbeda sehingga dapat diserap oleh semua siswa
dengan gaya belajar siswa masing – masing.
Gaya belajar salah satu faktor penentu terhadap keberhasilan siswa dalam
belajar (Sayu Putri Ningrat, Dkk, 2018). Menurut Deporter dan Henarcki ada tipe
tiga gaya belajar yaitu visual, audiotorial, dan kinestetik (Sayu Putri Ningrat, Dkk,
2018). Siswa yang belajar dengan gaya belajar visual cenderung belajar melalui apa
yang mereka lihat, siswa dengan belajar auditorial cenderung belajar melalui apa
yang mereka dengar, sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik cenderung
belajar lewat gerakan dan sentuhan. Setiap siswa pasti memiliki salah satu gaya
belajar tersebut dan tiak menutup kemungkinan satu siswa memiliki dua gaya belajar
sekaligus.
Walaupun masing – masing dari kita belajar menggunakan ketiga modalitas
ini pada tahapan tertentu, kebanyakan orang lebih cenderung pada salah satu diantara
ketiganya, jadi diantara ketiga pendapat tersebut dapat disimpulkan gaya belajar
merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai bagaimana individu
belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang untuk berkonsentrasi
pada proses, dan menguasai informasi yang sulit dan baru melalui persepsi yang
beda. Gaya belajar bersifat individual bagi setiap orang. Salah satu materi yang
Terkait dengan hal tersebut, maka peneliti menganggap pemahaman logika
matematika dirasakan sangat penting dalam mengembangkan kemampuan penalaran
matematis. Hal ini di dasarkan karena logika digunakan untuk melakukan penalaran,
yaitu pembuktian secara logis, logika adalah suatu cabang ilmu yang mengkaji
penurunan-penurunan kesimpulan yang valid dan tidak valid.Tidak hanya itu, logika
juga sebuah pengetahuan dasar yang merumuskan dan mensistematikkan dalam
setiap ilmu pengetahuan karena setiap ilmu pengetahuan banyak menggunakan
logika, khususnya aritmatika sosial.
Berdasarkan permasalahan yang telah di bahas pada paragraf sebelumnya ,
maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis
Kemampuan Berpikir Kritis Matematis Siswa Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Pada
Materi Aritmatika Sosial di SMK N 5 Singkawang “

B. Identifikasi Masalah
Dari latar belakang masalah yang diebutkan sebelumnya, dapat diindentifikasi
permasalahan dalam peneltian ini adalah:
4

1. Kemampuan berpikir kritis matematis siswa di SMK N 5 Singkawang terindikasi


masih rendah
2. Penelitian juga menunjukkan bahwa berpkir kritis ditinjau dari gaya belajar siswa
terhadap materi aritmatika sosial masih rendah
3. Gaya belajar siswa berpengaruh terhadap kemampuan berpikir kritis matematis
pada materi aritmatika sosial
C. Pembatas Masalah
Mengingat keterbatasan kemampuan yang dimiliki peneliti, maka penelitian
ini difokuskan pada kemampuan berpikir kritis matematis siswa dengan ruang
lingkup materi aritmatika sosial , kemampuan berpikir kritis matematis siswa
ditinjau berdasarkan gaya belajar siswa, serta bentuk kesalahan kemampuan berpikir
kritis matematis
D. Rumusan Masalah
1. Bagaimana analisis kemampuan berpikir kritis ditinjau dari gaya belajar dalam
menyelesaikan materi arirmatika sosial di SMK N 5 Singkawang ?
2. Bagaimanakah Kemampuan berpikir kritis matematis yang ditinjau dari gaya
belajar pada materi aritmatika sosial di SMK N 5 Singkawang?
3. Apa saja faktor yang mempengaruhi kesalahan kemampuan berpikir kritis dalam
menyelesaikan soal pada materi aritmatika sosial di SMK N 5 Singkawang?
E. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi sub-sub tujuan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis ditinjau dari gaya belajar
menyelesaikan materi arirmatika sosial di SMK N 5 Singkawang.
2. Untuk mendeskripsikan kemampuan berpikir kritis yang ditinjau dari gaya belajar
pada materi aritmatika sosial di SMK N 5 Singkawang
3. Untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi kesalahan kemampuan
berpikir kritis dalam menyelesaikan materi arirmatika sosial di MTs.N Singkawang.

F. Manfaat Peneliti
Berdasarkan tujuan yang akan dicapai, maka penelitian ini diharapkan bermanfaat
bagi para pembaca, antara lain sebagai berikut :
1. Secara Umum
5

Memberikan kontribusi dalam dunia pendidikan yakni mendeskripsikan


kemampuan berpikir kritis matematis ditinjau dari gaya belajar siswa dengan
beberapa uraian kalimat.
2. Secara Khusus
a. Bagi Siswa
Untuk mengetahui sejauh mana kemampuan berpikir kritis yang ditinjau dari
gaya siswa sehingga mereka dapat memperbaiki.
b. Bagi Guru
Memberikan pengetahuan baru mengenai penggunaan kemampuan berpikir
kritis ditinjau dari gaya belajar matematis model,metode, dan pendekatan yang
dapat digunakan dalam membantu proses pembelajaran materi aritmatika sosial.
c. Bagi Sekolah
Dapat dijadikan masukan dan pertimbangan sebagai salah satu bahan pengajaran
dalam menggunakan metode,pendekatan, dan model pembelajaran.
d. Bagi Peneliti
Untuk menambah pengetahuan dan pengalaman dalam menerapkan
pengetahuan yang diperoleh.
6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Pada Bab ini akan dipaparkan kajian teoritis terkait masalah penelitian yang diteliti.
Untuk melengkapi pengetahuan mengenai penelitian ini, peneliti juga memaparkan mengenai
sejumlah hasil penelitian terdahulu terkait masalah yang penulis teliti.

A. Landasan Teori

Bagian ini menguraikan tentang kajian teoritis yang menunjang masalah penelitian.
Adapun landasan Teoritis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut.
1. Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
a. Pengertian Kemampuan Berpikir Kritis Matematis
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan berpikir dalam tingkat
tinggi dalam memecahkan masalah secara sistematis dan baik secara kritis dan
kreatif. Menurut pendapat Jhonson (2010: 187) kemampuan berpikir kritis
merupakan kemampuan berpikir dengan baik, dan merenungkan tentang proses
berpikir merupakan bagian dari berpikir dengan baik. Kemampuan berpikir kritis
perlu dikembangkan sejak siswa duduk di bangku sekolah dasar.Karena
kemampuan berpikir kritis harus diasah sejak dini agar siswa terbiasa dengan
pola berpikir yang kritis dan kreatif.
Menurut Paul (dalam Liberna, 2012: 197) berpikir kritis adalah proses disiplin
intelektual dimana seseorang secara aktif dan terampil memahami,
mengaplikasikan, menganalisis, mensintesis, dan mengevaluasi berbagai
informasi yang ia kumpulkan atau ia ambil dari pengalaman, pengamatan,
refleksi yang dilakukannya, penalaran atau komunikasi yang dilakukannnya. Jadi,
seseorang yang berpikir kritis akan selalu aktif dalam memahami dan
menganalisis semua informasi yang ia dapatkan.
Dari beberapa pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan berpikir kritis itu merupakan kemampuan yang berpikir dengan baik,
kemampuan yang didorong oleh diri sendiri, memecahkan masalah dengan
7

mencari, mampu membuat keputusan yang tepat dan terbaik dalam memecahkan
masalah matematika.
b. Indikator Kemampuan Berpikir KritisMatematis

Siswa dikatakan memiliki kemampuan berpikir kritis jika siswa mampu


memenuhi indikator-indikator yang ada dalam berpikir kritis.Kemampuan berpikir
kritis matematis siswa dalam menyelesaikan soal dapat diukur melalui beberapa
indikator kemampuan berpikir kritis matematis yang dikemukakan para ahli.Menurut
Facione dalam Haryani (2011:124) mengemukakan ada enam kemampuan berpikir
kritis yaitu:
a. Interpretasi yaitu kemampuan untuk memahami, menjelaskan dan memberi makna
data atau informasi.
b. Analisis yaitu kemapuan untuk mengidentifikasi hubungan dari informasi-
informasi yang dipergunakan untuk mengekspresikan pemikiran atau pendapat.
c.  Evaluasi yaitu kemampuan untuk menguji kebenaran.
d.  Inferensi yaitu kemapuan untuk mengidentifikasi dan memperoleh unsur-unsur
yang diperlukan untuk membuat suatu kesimpulan yang masuk akal.
e. Eksplanasi yaitu kemapuan untuk menjelaskan atau menyatakan hasil pemikiran
berdasarkan bukti, metodologi, dan konteks.
f. Regulasi diri yaitu kemampuan seseorang untuk mengatur berpikirnya.
Menurut R.H Ennis yang dikutip Rifa Rakhmasari (2010: 29-32) terdiri atas dua
belas komponen yaitu:
1. Merumuskan masalah;
2. Menganalisi argumen;
3. Menanyakan dan menjawab pertanyaan;
4. Menilai kredibilitas sumber informasi;
5. Melakukan observasi dan menilai laporan hasil observasi;
6. Membuat deduksi dan menilai deduksi;
7. Membuat induksi dan menilai induksi;
8. Mengevaluasi;
9. Mendefinisikan dan menilai definisi;
10. Mengidentifikasi asumsi;
11. Memutuskan dan melaksanakan; dan
12. Berinteraksi dengan orang lain.
8

Dari kedua pendapat di atas dapat dilihat bahwa masing-masing penjelasan


memiliki keterkaitan yaitu memiliki kesamaan arti dalam membahas indikator
berpikir kritis walaupun kalimat yang digunakan berbeda. contoh yang memiliki
kesamaan arti yaitu Interpretasi yaitu kemampuan untuk memahami, menjelaskan dan
memberi makna data atau informasi dengan Menilai kredibilitas sumber informasi,
Analisis yaitu kemapuan untuk mengidentifikasi hubungan dari informasi-informasi
yang dipergunakan untuk mengekspresikan pemikiran atau pendapat dengan
mengidentifikasi asumsi, dan Regulasi diri yaitu kemampuan seseorang untuk
mengatur berpikirnya dengan menganalisis argumen.

Adapun indikator yang digunakan dalam mengukur kemampuan berpikir kritis


dalam penelitian ini, meliputi:
a. Merumuskan masalah
Yaitu menunjukkan bahwa data atau informasi yang ada pada
permasalahan sudah dipahami. Selain mengetahui apa yang diketahui dan apa
yang ditanyakan, subjek juga mengetahui data atau informasi yang ada pada
masalah.
b. Regulasi diri
Yaitu bermakna tentang pemahaman terhadap kognitif seseorang untuk
dapat menganalisis, mengevaluasi, mempertanyakan, mengkonfirmasi,
memvalidasi, mengoreksi penalaran.
c. Evaluasi
Yaitu menaksir kebenaran dari identifikasi persoalan, hasil dari
pemecahannya dan membuat kesimpulan yang masuk akal dari data-data
yang diperoleh.
2. Gaya belajar
a. Pengertian Gaya belajar
Gaya belajar merupakan sebuah pendekatan yang menjelaskan mengenai
bagaimana individu belajar atau cara yang ditempuh oleh masing-masing orang
untuk berkonsentrasi pada proses, dan menguasai informasi yang sulit dan baru
melalui persepsi yang beda. Gaya belajar bersifat individual bagi setiap orang.
9

Menurut DePorter dan Hernacki (2000)gaya belajar merupakan suatu


kombinasi dari bagaimana seseorang menyerap, dan kemudian mengatur serta
mengolah informasi. Gaya belajar bukan hanya berupa aspek ketika menghadapi
informasi, melihat, mendengar, menulis dan berkata tetapi juga aspek pemrosesan
informasi sekunsial, analitik, global atau otak kiri-otak kanan, aspek lain adalah
ketika merespon sesuatu atas lingkungan belajar (diserap secara abstrak dan
konkret). Dijelaskan pila, terdapat tiga macam gaya belajar, yaitu:
(a) gaya belajar visual,
(b) gaya belajar auditori, dan
(c) gaya belajar kinestetik
Robert Sternberg (dalam Paul Ginnis) mendefnisikan gaya belajar sebagai
“suatu cara untuk menggunakan kemampuan seseorang. Tiap-tiap orang memiliki
kemampuan yang berbeda untuk itu cara untuk menggunakan kemampuan tersebut
juga berbeda”6 . Sedangkan J. W. Keefe mendeskripsikan gaya belajar “sebagai
suatu karakter individual dan pendekatan yang konsisten terhadap
pengorganisasian dan pemerosesan informasi
Dari beberapa definisi gaya belajar diatas dapat disimpulkan bahwa gaya
belajar adalah cara yang digunakan seseorang dalam proses belajar yang meliputi
bagaimana seseorang menyerap, mengatur, dan mengelola informasi yang
didapatkan sehingga pelajaran dapat dipahami dan berjalan secara efektif.Adapun
gaya belajar yang akan dikaji dalam penelitian ini adalah
1. Gaya belajar auditorial
Gaya belajar auditorial merupakan salah satu gaya belajar yang dimiliki siswa
yang mempengaruhi prestasi belajar siswa.Gaya belajar auditorial lebih
mengedepankan indra pendengar. Belajar melalui mendengar sesuatu dapat
dilakukan dengan mendengarkan kaset audio, ceramah, diskusi, debat, dan
instruksi (perintah) verbal (Ula, 2013).Siswa dengan gaya belajar auditorial lebih
mudah mencerna, mengolah, dan menyampaikan informasi dengan jalan
mendengarkan secara langsung. Mereka cenderung belajar atau menerima
informasi dengan mendengarkan atau secara lisan. Siswa dengan gaya belajar
auditorial memiliki kekuatan pada kemampuannya untuk mendengar.
Dengan demikian, gaya belajar auditorial merupakan gaya belajar dimana
seseorang merasa paling baik belajar dari suara dengan bercerita
( mempresentasikan sesuatu), berdiskusi, dan mengemukakan pendapat. Seperti
10

penuturan Gilakjani (2012;284), siswa dengan gaya belajar auditorial menemukan


informasi melalui mendengarkan dan menafsirkan informasi dari lapangan.
Biasanya siswa dengan gaya belajar ini mendapatkan pengetahuan dengan cara
membaca dengan keras dan diperkirakan kurang memiliki pemahaman penuh dari
informasi yang tertulis.
a) Adapun ciri ciri gaya belajar audio adalah
b) Suka mengingat sesuatu dari apa yang didengarkan daripada yang dilihat
c) Senang mendengarkan
d) Mudah terdistraksi dengan keramaian
e) Kesulitan dalam tugas atau pekerjaan yang melibatkan visual
f) Pandai menirukan nada atau pun irama suara
g) Senang membaca dengan menggunakan suara atau menggerakan bibir
h) Biasanya merupakan pembaca yang fasih
i) Mudah dalam mengingat nama saat berkenalan dengan orang baru
2. Gaya belajar visual
Gaya belajar visual merupakan salah satu gaya belajar yang mempengaruhi
prestasi belajar siswa.Gaya belajar visual adalah salah satu gaya belajar siswa yang
pada dasarnya lebih menekankan pada bagaimana seorang siswa lebih mudah
mempelajari materi pelajarannyamelalui melihat, memandangi, atau mengamati
objek belajarnya.
Gaya belajar visual membantu siswa memusatkan perhatian dan konsentrasi
terhadap materi yang dipelajari melalui melihat, memandangi, atau mengamati
materi pelajaran tersebut. Dengan melihat, mamandangi, dan mengamati objek
yang dipelajari saat membacanya, membantu siswa memusatkan perhatian dan
konsentrasi terhadap materi belajarnya sehingga siswa akan lebih mudah
memahami materi tersebut Hal ini didukung oleh pendapat Ahmadi dan Supriyono
(2004: 84) yang mengemukakan bahwa seseorang yang bertipe visual akan cepat
mempelajari bahan-bahan yang disajikan secara tertulis, bagan grafik atau gambar
dengan kata lain lebih mudah mempelajari bahan pelajaran yang dapat dilihat
dengan alat penglihatannya.
adapun ciri ciri gaya belajar visual adalah :
a) Mudah mengingat dari yang dilihat daripada yang didengar
b) Lebih suka membaca daripada membacakan
c) Berbicara dengan tempo yang cukup tepat
11

d) Lebih menyukai melakukan demonstrasi daripada pidato


e) Sulit menerima instruksi secara verbal kecuali di tulis
f) Tidak mudah terdistraksi dengan keramaian
g) Suka menggambar apapun dikertas
3. Gaya belajar kinestetik
Gaya belajar kinestetik adalah belajar melalui aktifitas fisik dan keterlibatan
langsung yang dapat berupa “ menangani”, bergerak, menyentuh, dan merasakan /
mengalami sendiri ( Ula, 2013 ).Siswa yang memiliki kecendrungan dengan ciri
gaya belajar kinestetik lebih menyukai belajar atau menerima informasi melalui
gerakan atau sentuhan.
Bagi siswa dengan gaya belajar kinestetik, kondisi fisik merupakan salah satu
faktor yang berperan penting karena mereka akan langsung melakukan tindakan
secara fisik dalam kegiatan pembelajaran mereka.Jika ia belajar dengan kondisi
yang sehat proses dan hasil belajarnya akan lancar dan maksimal . Berbeda halnya
dengan seseo hrang yang belajar dengan kondisi fisik yang kurang sehat proses dan
hasil belajarnya akan terganggu .
Adapun ciri ciri gaya belajar kinestetik adalah :
1. Selalu berorientasi fisik dan banyak bergerak 
2. Berbicara dengan perlahan 
3. Menanggapi perhatian fisik 
4. Suka menggunakan berbagai peralatan dan media 
5. Menyentuh orang untuk mendapatkan perhatian mereka 
6. Berdiri dekat ketika berbicara dengan orang 
7. Mempunyai perkembangan awal otot-otot yang besar 
8. Belajar melalui praktek
9. Menghafal dengan cara berjalan dan melihat 
10. Menggunakan jari sebagai penunjuk ketika membaca 
11. Banyak menggunakan isyarat tubuh 
12. Tidak dapat duduk diam untuk waktu lama 
13. Menggunakan kata-kata yang menandung akso 
14. Menyukai buku-buku yang berorientasi pada cerita 
15. Kemungkinan tulisannya jelek 
16. Ingin melakukan segala sesuatu 
17. Menyukai permainan dan olah raga.
12

Berdasarkan uraian di atas maka dapat disimpulkan bahwa siswa


dengan gaya belajar visual akan mudah dalam proses pembelajaran saat guru
menjelaskan pelajaran matematika dengan menampilkan gambar berupa table.
Grafik, diagram dan lain sebagainya. Lalu, siswa dengan gaya belajar auditori
seperti yang disebutkan di atas untuk memahami soal yang diberikan dalam
proses pembelajaran akan mengeraskan suaranya saat membaca soal yang
diberikan berupa tulisan dan akan mengubah soal dalam bentuk gambar ke
bentuk tulisan agar lebih mudah membaca dan memahami soal matematika
yang diberikan. Siswa yang bergaya belajar kinestetik, saat proses
pembelajaran khususnya ketika berhitung , siswa tersebut akan terbiasa
menggunakan jari jemarinya untuk melakukan operasi hitung matematika, hal
ini bukan dikarenakan keterlambatan otak mereka , melainkan hanya
kebiasaan yang sering mereka lakukan dengan gaya belajar kinestetik ini.
Berdasarkan pemaparan di atas, siswa dengan gaya belajar visual dari
apa yang mereka lihat , siswa dengan gaya belajar auditorial belajar dari apa
yang mereka dengar, sedangkan siswa dengan gaya belajar kinestetik belajar
dari sentuhan dan gerakkan. Jadi, secara khusus gaya belajar akan
mempermudah seorang siswa dalam meyeleksi , menerima ,
menyerap ,menyimpan, mengolah, dan memproses informasi yang diberikan
selama proses pembelajaran berlangsung.
b. Karakteristik Gaya Belajar Visual, Auditori, Kinestetik, dan Kombinasi
Peserta didik memiliki kombinasi gaya belajar visual, auditori dan
kinestetik, tetapi cenderung pada satu gaya belajar tertentu dibandingkan dua
gaya lainnya (Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, 2002: 131). Setiap gaya
belajar memiliki karakteristik atau ciri khas masing-masing gaya belajar.
Karakteristik gaya belajar bersifat alami, jika dipaksakan akan menimbulkan
ketidaknyamanan dan frustasi (Thomas L. Maiden, 2002: 131). De Porter dan
Mike Hernacki (dalam Sumadi dan Suryabrata, 2006 : 117) secara garis besar
mengemukakan ciri-ciri gaya belajar orang visual mengandalkan sensori
visual, suka mencoret-coret ketika berbicara, tempo bicara cepat, dan suka
melihat, orang yang rapi dan teratur, orang 19 auditori suka berbicara sendiri,
lebih senang mendengarkan atau lebih banyak berbicara, dan lebih senang
melakukan diskusi, sedangkan orang kinestetik mengandalkan sensori peraba,
banyak beraktivitas fisik, berpikir lebih baik jika bergerak, banyak
13

menggerakkan anggota tubuh saat berbicara, serta merasa kesulitan untuk


duduk diam dalam waktu yang relatif lama. Berikut adalah karakteristik
fisiologis dan bahasa gaya belajar preferensi sensori.

Tabel 2.1 Karakteristik Fisiologis dan Bahasa Gaya Belajar Preferensi Sensori
Gaya
Fisiologi Bahasa
Belajar
Visual a) Gerakan bola mata ke a) “Saya bisa melihat
arah atas maksud anda.”
b) Bernafas dengan b) “Ini kelihatannya
pernapasan dada bagus.” “Bisakah
c) Nada suara tinggi anda bayangkan?”
d) apas pendek/dangkal c) “Hal ini tampak
e) Mengakses informasi cukup rumit.”
dengan melihat ke atas
f) Tempo bicara cepat
Audiotorial a) Gerakan bola mata a) “Ini terdengar
sejajar telinga bagus.”
b) Napas merata di daerah b) “Ini masih kurang
diafragma terdengar jelas.”
c) Suara jelas dan kuat c) “Ini terdengar
d) Bicara sedikit lebih menarik.”
lambat dari orang
visual
e) Mengakses informasi
dengan
menengadahkan kepala
Kinestetik a) Gerakan bola mata ke a) “Ini rasanya
arah bawah kurang pas.”
14

b) Pernapasan perut dan


dalam
b) “Saya ingin
c) Suara cenderung berat
anda merasakan hal
d) Menggunakan gerakan/
ini.”
bahasa tubuh
c) “Ini rasanya
e) Mengakses informasi
masih kurang jelas.”
sambil melihat ke
bawah
Setiap murid memilki gaya belajar masing-masing, ada yang dominan
gaya belajar visual, ada yang dominan gaya audiotori, dan ada yang dominan
gaya belajar kinestetik. Setiap murid memilki ke tiga gaya belajar tersebut
atau yang dinamakan gaya belajar kombinasi, namun setiap murid hanya
dominan pada satu gaya belajar saja (Sri Wahyuni, 2020). menurut uno
karakteristik yang khas bagi orang-orang yang menyukai belajar visual yaitu:
(a) kebutuhan melihat sesuatu (informasi pelajaran) secara visual untuk
mengetahui atau memahaminya, (b) memiliki kepekaan yang kuat terhadap
warna, (c) memiliki pemahaman yang cukup terhadap masalah artistik, (d)
memiliki kesulitan dalm berdialog secara langsung, (e) terlalu reaktif terhadap
suara, (f) sulit mengikuti anjuran lisan, (g) seringkali salah
mengintrepretasikan kata atau ucapan (Sri Wahyuni, 2020).
Di sisi lain, Uno mengemukakan karakteristik orang yang memiliki
gaya belajar auditori meliputi: (a) semua informasi hanya bisa diserap melalui
pendengaran, (b) memiliki kesulitan untuk menyerap informasi dalam bentuk
tulisan secara langsung, (c) memiliki kesulitan menulis ataupun membaca (Sri
Wahyuni, 2020).
Adapun karakteristik gaya belajar kinestetik menurut Uno yaitu: (a)
menempatkan tangan sebagai alat penerima informasi utama agar bisa
mengingat, (b) dengan memegang bisa menyerap informasi tanpa harus
membaca 21 penjelasan, (c) tidak bisa/tahan duduk terlalu lama untuk
mendengarkan pelajaran, (d) merasa bisa belajar lebih baik apabila disertai
dengan kegiatan fisik, (e) mampu mengoordinasikan sebuah tim dan
mengendalikan gerakan tubuh (athletic ability) (Sri Wayuni, 2020)
Berdasarkan berbagai pendapat karakteristik gaya belajar yang telah
diuraikan di atas, dapat disimpulkan bahwa inti gaya belajar visual
15

mengandalkan sensori penglihatan, gaya belajar auditori mengandalkan


sensori pendengaran, sedang gaya belajar kinestetik mengandalkan sensori
gerakan fisik dan sentuhan ketika menerima dan memproses informasi.
Adapun rangkuman ciri-ciri gaya belajar dari berbagai pendapat. di atas
digambarkan melalui tabel berikut ini:

Tabel 2.2 Karakteristik/Ciri Gaya Belajar Visual, Auditori, dan


Kinestik
No Visual Auditori Kinestik
1 Belajar dengan Mengekspresikan Menggunakan
melihat diri melalui gerakan/bahasa
komunikasi internal tubuh
dengan maupun
eksternal dengan
orang lain
2 Peka terhadap Pembicara yang Peka terhadap
warna fasih, suka perasaan atau
berdiskusi emosi dan pada
sensasi sentuhan
gerakan
3 Gerakan bola Gerakan bola mata Gerakan bola
mata ke arah sejajar telinga mata ke arah
atas bawah
4 Nada suara Suara jelas dan kuat Cenderung berat
tinggi
5 Tempo bicara Bicara sedikit lebih Berbicara
cepat lambat dari orang dengan perlahan
visual
6 Mudah Dapat mengulangi Mempunyai
membayangkan kembali dan perkembangan
apa yang menirukan nada, awal otot-otot
16

dibicarakan irama dan warna yang besar


suara
7 Rapi dan Lebih pandai Kemungkian
teratur, teliti mengeja dengan tulisannya jelek,
terhadap detail, keras daripada menyukai buku
pengeja yang menuliskannya berorientasi
baik pada plot
8 Pembaca cepat Merasakan kesulitan Menghafal
dan tekun untuk menulis dengan cara
berjalan dan
melihat
9 Biasanya tidak Mudah terganggu Tidak dapat
terganggu oleh oleh keributan duduk diam
keributan untuk waktu
yang lama
10 Mempunyai Mempunyai Tidak dapat
masalah untuk masalah dengan mengingat
mengingat pekerjaan yang geografi, kecuali
instruksi verbal melibatkan jika pernah
kecuali jika visualisasi berada pada
ditulis dan tempat itu
sering kali
minta bantuan
orang untuk
mengulanginya
11 Lebih suka Lebih suka Berdiri dekat
membaca membaca daripada ketika berbicara
daripada dibacakan dengan orang
dibacakan
12 Membutuhkan Bila harus bertemu Belajar melalui
tujuan dan dan akan berbicara memanipulasi
pandangan yang dengan orang yang dan praktik
menyeluruh dan baru dikenal, akan
17

bersikap melakukan latihan


waspada mental mengenai
sebelum secara apa saja yang akan
mental merasa dikatakan dan
pasti tentang bagaimana cara
suatu masalah mengatakannya
atau proyek
13 Mencoret-coret Menggerakkan bibir Menggunakan
tanpa arti dan mengucapkan jari sebagai
selama tulisan di buku penunjuk ketika
berbicara di ketika membaca membaca,
telepon dan
dalam rapat aksi
14 Sering Berbicara dalam Menggunakan
menjawab irama yang terpola kata-kata yang
pertanyaan mengandung
dengan jawaban
singkat atau
tidak
15 Lebih suka seni Lebih suka musik Lebih suka
daripada musik daripada seni musik daripada
seni
(Sri Wahyuni, 2020)
c. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Gaya Belajar
Seseorang pelopor dibidang gaya belajar, Rita Dunn (dalam Sri Wahyuni,
2020) telah menemukan banyak variabel mempengaruhi gaya belajar murid,
yaitu mencakup faktor-faktor fisik, emosional, sosiologis, dan lingkungan.
1. Faktor fisik
Kondisi organ-organ khusus siswa, seperti tingkat kesehatan indra
pendengaran dan indra penglihatan sangat mempengaruhi kemampuan
siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan, khususnya yang
disajikan di kelas. Untuk dapat belajar dengan baik siswa harus
mempunyai tubuh yang sehat. Tanpa jasmani yang sehat, pikirannya
18

takkan dapat bekerja dengan baik. Betapapun cerdas dan rajinnya siswa,
tapi kalau sering sakit pasti sukar sekali memperoleh kemajuan dalam
belajarnya.
2. Emosional
Secara garis besar emosi manusia dibedakan dalam dua bagian,
yaitu emosi yang menyenangkan atau emosi positif dan emosi yang tidak
menyenangkan atau emosi negative. Emosi berpengaruh besar pada
kualitas dan kuantitas belajar. Emosi yang positif dapat mempercepat
proses belajar Emosi yang positif dapat mempercepat proses belajar dan
mencapai hasil belajar yang lebih baik, sebaliknya emosi yang negatif
dapat memperlambat belajar dan bahkan menghentikan sama sekali. Oleh
24 karena itu belajar yang berhasil haruslah dimulai dengan menciptakan
emosi positif pada diri siswa. Untuk menciptakan emosi pada diri siswa
harus dilakukan dengan berbagai cara, diantaranya adalah menciptakan
lingkungan belajar yang menyenangkan bagi siswa.
3. Sosiologis
Belajar sosial pada dasarnya adalah belajar memahami masalah -
masalah dan teknik-teknik untuk memecahkan masalah tersebut.
Tujuannya adalah untuk menguasai pemahaman dan kecakapan dalam
memecahkan masalah sosial. Seperti masalah keluarga, masalah
persahabatan, masalah kelompok dan lain-lain. Misalnya, ada siswa yang
merasa belajar paling baik secara berkelompok, sedangkan yang lain
merasa bahwa belajar sendirilah yang paling efektif bagi mereka.
4. Lingkungan
Faktor-faktor yang termasuk lingkungan ialah gedung sekolah dan
letaknya, rumah tempat tinggal keluarga siswa dan letaknya, alat- alat
belajar, dan keadaan cuaca. Misalnya, ada siswa yang memerlukan
lingkungan belajar yang teratur dan rapi, tetapi ada siswa lain yang lebih
suka menggelar sesuatunya supaya semuanya dapat terlihat.
7 Materi aritmatika sosial
aritmatika sosial merupakan salah satu pokok pelajaran matematika yang
tterdapat pada kelas VII semester 2.
19

A. Aritmatika sosial merupakan salah satu cabang matematika yang sering di jumpai
dalam kehidupan sehari, cabang ilmu ini erat kaitannya dengan perhitungan
keuangan di ritel.
Dalam aritmatika sosial ini tentang kegiatan yang terkait dengan dunia
perekonomian antara lain: penjualan, pembelian, keuntungan, kerugian, bunga,
pajak, bruto, neto, tara.
B. Persentase Untung dan Rugi
1 Persentase keuntungan
Persentase keuntungan di gunakan untuk mengetahi keuntungan dari suatu
penjualan terhadap modal yang di keluarkan.
Misal: PU=Persentase keuntungan, HB = Harga beli(modal), HJ = Harga Jual(Total
Pemasukan)
HJ−HB
Rumus Persentase keuntungan Pu= x 100 %
HB
Contoh:
Pak Dedi membeli motor bekas dengan harga Rp 4.000.000 dalam waktu satu
minggu motor tesebut di jual dengan harga Rp 4.200.000. Tentukan persentase
Keuntungan Pak Dedi

Penyelesaian:
 U =HJ-HB
= 4.200.000 – 4.000.000
= 200.000
U
 Pu = x 100 %
HB
200.000
Pu = x 100%
4.000 .000
Pu = 5%
Jadi persentase keuntungan yang di peroleh Pak Dedi adalah 5%
2 Persentase Kerugian
Persentase Kerugai digunakan untuk mengetahui persentase kerugian dari
suatu penjualan terhadap modal yang dikeluarkan.
Misal:
PR = Persentase Kerugian
20

HB = Harga Beli
HJ = Harga Jual
HB−HJ
Rumus Persentase Kerugian PR = x 100 %
HB
Contoh:
Pak Rudi membeli sepetak tanah dengan harga Rp 40.000.000, karena
terkendala masalah keluarga, Pak Rudi terpaksa menjual tanah dengan harga
38.000.000. Tentukan Persentase Kerugian yang di tanggung oleh Pak rudi
Penyelesaian:
 R = 40.000.000-38.000.000
R = 2.000.000
R
 PR = x 100 %
HB
2.000 .000
PR = x100%
40.000 .000
PR = 5%
Jadi Persentase Kerugian Pak Rudi adalah 5%

C. Menentukan Bunga Tunggal


Berkaitan dengan bungan pinjama di bank atau selainnya.
Contoh:
Pak Rudi renca membangaun usaha produksi sepatu. Untuk memenuhi kebutuhan
modalnya, Pak Rudi berencana meminjam uang di bank sebesar Rp 200.000.000
dengan jangka waktu peminjaman 1 tahun dengan bunga sebesar 20% pertahun.
Berapa bunga yang harus di bayarkan oleh Pak Rudi selama 1 tahun.
Penyelesaian:
Bunga di Bank = 20% x 200.000.000
=40.000.000
Jadi bunga yang harus di banyar Pak Rudi selama 1 tahun sebesar Rp 40.000.0000

D. Diskon(Potongan)
Saat pergi ketoko, mini market, atau tempat-tempat jualankadang kita
menjumpai diskon 10%,20%. Secara Umum, diskon merupakan potongan harga yang
diberikan oleh penjual terhadap suatubarang.
21

Misal:
Suatu barang bertuliskan harga Rp 200.000 dengan diskon 15%. Ini berarti barang
tersebut mendapatkan potongan sebesar 15% x 200.000 = 30.000, sehingga harga
barang setelah di potong adalah 200.000 – 30.000 = 170.000

E. Pajak
Pajak adalah besaran nilai suatu barang atau jasa yang wajib dibayarkan oleh
masyarakat kepada pemerintah
F. Bruto,Neto dan Tara
 Bruto adalah berat dari suatu benda bersama bungkusnya.
Misalnya: diketahui pada bungkus snack tertuliskan bruto 350 gram.Ini berarti berat
isinya dan bungkusnya adalah 350 gram
 Neto adalah berat dari suatu benda tanpa pembungkus benda tersebut.
Misal dalam bungkus suatu snack tertulis 300 gram, ini bermakna bahwa berat
snack tanpa plastik pembungkusnya adalah 300 garam.
 Tara adalah selisih antara bruto dengan neto.
Misal diketahui pada bungkus snack tertuliskan bruto 350 gram, sedangkan
netonya adalah 300 gram. Ini berarti bahwa taranya adalah bruto – neto = 350 –
300 = 50 gram

B. Kajian Penting Yang Relevan

Penelitian yang relevan merupakan hasil penelitian orang lain yang relevan
dijadikan acuan penelitian kita dalam mencoba melakukan pengulangan, merevisi,
memodifikasi, dan sebagainya.Penelitian yang relevan dengan penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Menurut penelitian Tina Sri Sumartini dengan judul “Peningkatan Kemampuan
Penalaran Matematis Siswa Melalui Pembelajaran Berbasis Masalah” pada tahun
2015 menunjukan bahwa kemampuan penalaran matematis siswa pada kelas
eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. siswa pada kelas eksperimen
22

memperoleh rataan lebih besar dari kelas kontrol. besarnya kenaikan rataan pada
keas eksperimen dari pretes dan postest sebesar 22,2% dari skor idel, sedangkan
kenaikan rataan kelas kntrol dari pretest ke postess sebesar 15,8 % dari skor
ideal.secara sepintas, gambaran tersebut menunjukan bahwa kemampuan
penalaran matematis siswa pada kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol.
2. Menurut penelitian A.M.S. Afif, dkk dengan judul “Analisis Kemampuan
Matematis Ditinjau Dari Gaya Belajar Siswa Dalam Problem Based Learning
(PBL)” pada tahun 2016 menunjukan bahwa gaya belajar hanya pada tipe gaya
belajar visual, auditorial, dan kinestetik. Presentase keberadaan gaya belajar
visual, auditorial da kinestetk berturut-turut adalah 20,6%, 64,7% dan 5,9 % ini
berarti keberadaan tipe gaya belajar auditorial paling banyak dibandingkan tipe
gaya belajar lain, kemudian disusul pada posisi kedua yaitu tipe gaya belajar
visual kemudia kinestetik.
3. Menurut Muhammad ridwan dengan judul “Profil Kemampuan Matematis Siswa
Ditinjau Dari Gaya Belajar” pada tahun 2017 menunjukan bahwa profil
kemampuan penalaran matemats siswa visual dan kinestetik memiliki
kemampuan manipulasi, menarik kesimpulan, memberikan alasan atau bukti
adalah cukup. Kemampuan penalaran matematis siswa visual dalam memberikan
argumennya kurang. Sedangkan, kemampuan penalaran matematis siswa dalam
kinestetik dalam menarik kesimpulannya kurang, serta kemampuan memberikan
kesahihan jawaban atau argumen, ia memberikan jawaban dengan unik dan jelas.
Profil kemampuan penalaran matematis siswa auditorial memiliki kemampuan
memanipulasi, memberikan alasan atau bukti, dan memberikan argumen atau
kesahihan jawaban adalah baik. Sedangkan, menarik kesimpulannya cukup.

Dari ketiga hasil penelitian yang telah dilakukan mengenai kemampuan penalaran yang
ditinjau dari gaya belajar siswa .Adapun yang membedakan penelitian ini dengan penelitian
terdahulu adalah dari segi materi yang akan diteliti, karakter siswa dan Sekolah.Berdasarkan
analisis judul yang pernah digunakan beberapa peneliti di atas maka peneliti juga melakukan
penelitian ini untuk mengungkapkan lebih dalam tentang kemampuan penalaran matematis
yang ditinjau dari gaya belajar siswa pada materi Aritmatematika kelas VII MTs.N
Singkawang.

C. rangka Pikir
23

Berdasarkan pemaparan kajian teori diatas, diketahui bahwa kemampuan berpikir


kritiss matematis merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dimiliki oleh
siswa.Tapi pada kenyataannya berdasarkan hasil peneliti terdahulu menyatakan bahwa
kemampuan penalaran matematis siswa ditinjau dari gaya belajar masih masuk kategori
rendah. Pentingnya kemampuan berpikir kritis matematis yang dimiliki oleh setiap siawa ini
serta masih rendahnya kemampuan berpikir kritis matematis dalam menyelesaikan soal
mendorong peneliti untuk melakukan analisis tentang kemampuan berpikir kritis matematis
siswa ditinjau dari gaya belajar pada materi aritmatika sosial kelas VII MTs.N Singkawang
Penelitian dilakukan dengan memberikan angket gaya belajar kepada siswa yang
berisi beberapa pernyataan postif dan negative. Pernyataan tersebut merupakan cirri – cirri
dari masing – masing jenis gaya belajar yaitu audio,visual dan kinestetik. Siswa dengan gaya
belajar berbeda kemudian akan diberikan tes kemampuan penalaran matematis yang
mengandung 3 indikator yaitu Merumuskan masalah, Regulasi diri, dan Evaluasi. Soal yang
diberikan berbentuk esay kemudian menganalisis tes tersebut dengan cara menghitung
presentase masing – masing indikator kemampuan penalaran berpkir kritis matematis .
Langkah terakhir yaitu melakukan wawancara kepada 6 siswa dilihat dari gaya belajar
auditorial, visual dan kinestetik,
24

Kerangka pikir dalam materi ini ditunjukkan pada gambar 1berikut.

kemampuan berpikir kritis itu merupakan kemampuan yang berpikir dengan baik,

kemampuan yang didorong oleh diri sendiri, memecahkan masalah dengan

mencari, mampu membuat keputusan yang tepat dan terbaik dalam memecahkan

masalah matematika.

Rendahnya kemampuan penalaran Rendahnya kemampuan berpikir kritis


berpikir kritis peserta didik dalam matematis siswa dilihat dari gaya
menyelesaikan soal aritmatika sosial belajar

Siswa ke7 MTs.N 5 SINGKAWANG

Pemberian Angket Gaya Pemberian Tes Kemampuan


Belajar Siswa berpikir kritis matematis
Tingkatan

Audio Visual Kinestetik

Hasil Angket Hasil Tes

Tinggi Sedang Rendah

Analisis Wawancara

DESKRIPSI Kemampuan brpikir Matematis Siswa Dalam Menyelesaikan Soal


Dilihat Gaya Belajar Pada Materi aritmatika sosial

Gambar 1. Bagan Kerangka Berpikir


25

BAB III

METODE PENELITIAN

Pada bab ini akan dipaparkan mengenai jenis penelitian , tempat dan waktu penelitian ,
subjek dan objek penelitian. Sumber data , prosedur penelitian , teknik dan instrumen
pengumpulan data , serta keabsahan data . Selain itu untuk menjawab setiap rumusan masalah
yang ada akan dipaparkan terkait teknik analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian.

A. Jenis Penelitian

Jenis penelitian ini merupakan penelitian deksriptif dengan pendekatan kualitatif.


Pendekatan dikatakan kualitatif karena data yang diperoleh dianalisis tanpa
menggunakan prosedur statistic atau cara kuantifikasinya(Moleong, 2014). Penelitian
deskriptif adalah penelitian yang bermaksud untuk mengungkapkan kejadian atau fakta,
keadaan, fenomena, variabel dan keadaan yang terjadi saat penelitian berlangsung
dengan menyuguuhkan apa yang sebenarnya terjadi.
Pendekatan yang digunakan pada penelitian ini lebih mengacu pada pendekatan
kualitatif, yakni penelitian yang menggunakan data kualitatif kemudian mendeskripsikan
data tersebut untuk menghasilkan gambaran yang jelas dan terperinci tentang
kemampuan penalaran matematis ditinjau dari gaya belajar siswa.

B. Tempat dan Waktu Penelitian

5. Tempat Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada MTs.N Singkawang yang beralamat di Jalan
Ratu Sepudak Kelurahan Naram Kec Singkawang utara kota Singkawang

6. Waktu Penelitian

Penelitian ini akan dilakukan pada tahun ajaran 2022/2023, semester ganjil
26

C. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek dan Objek Penelitian

1. Subjek penelitian

Subjek penelitian adalah narasumber atau informasi (Prastowo, 2016: 195), yaitu
orang yang bisa memberikan informasi-informasi utama yang dibutuhkan dalam
penelitian.Subjek yang digunakan peneliti kali ini adalah satu kelas di MTs.N
Singkawang pengambilan kelas berdasarkan wawancara dengan Guru mata pelajaran
yang menyatakan bahwa kelas VII merupakan rata rata rendah ditinjau dari gaya
belajar dalam mata pembelajaran matematika . Adapun sebanyak 32 siswa kelas VII.
2. Objek penelitian

Objek penelitian adalah segala sesuatu yang menjadi titik pusat pengamatan
karena penilai menginginkan informasi tentang sesuatu tersebut ( Arikunto,
2009:20). Berdasarkan wawancara dengan guru mata pelajaran, yang menyatakan
bahwa kemampuan penalaran matematis siswa masih tergolong rendah . Objek
dalam penelitian ini adalah kemampuan matematis berpikir Kritis siswa yang
ditinjau dari gaya belajar siswa pada materi aritmatika sosial.

D. Definisi Operasional
Untuk menghindari kesalahan dan untuk memperjelas dalam penafsiran judul penelitian,
peneliti merasa perlu menjelaskan istilah yang dapat mewakili judul secara keseluruhan.
1. Kemampuan berpikir kritis Matematis
Kemampuan penalaran matematis adalah kemampuan untuk berpikir atau
pemahaman mengenai permasalahan – permasalahan matematis secara logis untuk
memperoleh penyelesaian , memilah apa yang penting secara logis untuk memperoleh
penyelesaian memilah apa yang penting dan tidak penting dalam menyelesaikan atau
memberikan alasan atau penyelesaian dari suatu permasalahan.
Adapun indikator kemampuan penalaran matematis yang digunakan dalam
penelitian ini adalah ;
1. Mengajukan dugaan
Yaitu kemampuan peserta didik dalam merumuskan berbagai kemungkinan
dalam menyelesaikan soal sesuai dengan pengetahuan yang dimilikinya
27

2. Memberikan penjelasan dengan model, fakta fakta sifat sifat dan hubungan
Yaitu peserta didik dituntut memiliki kemampuan untuk menyelesaikan
masalah dari materi yang telah diajarkan
3. Menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi atau membuat analogi
dan generalisasi
Yaitu dimana peserta didik dituntut memiiki penalaran matematis dengan
menggunakan pola dan hubungan untuk menganalisis situasi atau membuat analogi
dan generalisasi
4. Menarik kesimpulan
Hasil dari permasalahan dan membuat kesimpulan yang masuk akal dari data data
yang diperoleh
2. Gaya belajar
Gaya belajar menurut Gunawan ( 2012 ) merupakan cara yang lebih baik disukai dalam
melakukan kegiatan brpikir, memproses dan mengerti suatu informasi. Gaya belajar
masing –masing siswa tentunya berbeda satu sama lain. Oleh karena gaya belajar yang
berbeda maka pentingnya guru untuk menganalisis gaya belajar siswa sehingga
diperoleh informasi yang dapat membantu guru untuk lebih peka dalam memahami
perbedaan di dalam kelas dan dapat melaksanakan pembelajaran yang bermakna

3. Materi Arimatika Sosial


Logika matematika merupakan salah satu pokok pelajaran matematika yang terdapat
pada kelas VII semester 2. Adapun pokok bahasan yang diambil dalam penelitian ini
adalah perrnyataan dan ingkaran, konjungsi , disjungsi , implikasi dan bimplikasi yang
mengacu pada indikator pada penelitian ini adalah siswa dapat menarik kesimpulan
menyusun bukti , memberikan alasan atau bukti

E. Teknik dan Instrumen Pengumpul Data

1. Teknik pengumpulan data


Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai
berikut.

a. Teknik Pengukuran
28

Teknik pengukuran adalah suatu alat berupa tes yang digunakan untuk mengukur ada
atau tidaknya serta besar kemampuan objek yang sudah diteliti
(Arikunto,2013:266).Teknik pengukuran yangdigunakan dalam penelitian ini berupa soal
uraian kemampuan penalaran matematis yang diberikan kepada siswa agar peneliti
mendapatkan data yang selanjutnya dapat digunakan untuk mengetahui sejauh mana
kemampuan penalaran matematis dalam menyelesaikan soal Logika Matematika
b. Teknik Komunikasi Tidak Langsung

Komunikasi tidak langsung yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan
menggunakan angket. Komunikasi tidak langsung adalah pengumpulan data berupa
angket, yang dilakukan dengan cara member perangkat pertanyaan atau pernyataan yang
telah tertulis kepada siswa untuk dijawab. Menurut Sugiyono (2014) “koesioner” (angket)
merupakan teknik pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberi seperangkat
pertanyaan atau pernyataan tertulis kepada responden untuk dijawab. Tujuan penyebaran
angket adalah untuk mencari informasi yang lengkap mengenai suatu
masalah.Berdasarkan bentuknya, biasanya menggunakan angket berstruktur (structured
questionnaire).Jawaban pertanyaan yang diajukan.Responden diminta untuk memilih satu
jawaban yang sesuai dengan dirinya.
c. Teknik Komunikasi Langsung

Komunikasi langsung yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara


(interview). Komunikasi langsung adalah proses untuk mendapatkan data dengan secara
langsung bertatap muka dengan siswa. Menurut Siregar (2012:18) wawancara adalah
proses memperoleh keterangan/data untuk tujuan penelitian dengan cara Tanya jawab,
sambil tatap muka antara pewawancara dengan responden. Tujuan wawancara dalam
penelitian ini digunakan untuk melihat kesesuaian jawaban siswa ketika menyelesaikan
soal Aritmatika sosial
29

2. Instrumen Pengumpulan data

Menurut Sugiyono (2017: 102) instrument adalah alat yang digunakan untuk
mengukur fenomena alam maupun sosial yang diamati. Instrumen pengumpulan data
yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut

a. Tes Kemampuan penalaran matematis

Dalam penelitian ini penulis menggunakan alat pengumpulan data berupa tes.
Menurut Arikunto (2013: 193) Tes adalah seretan pertanyaan atau latihan serta lain
yang digunakan untuk mengukur keterampilan, pengetahuan inteligensi, kemampuan
atau bakat yang dimiliki oleh individual atau kelompok. Berkaitan dengan teknik
pengumpulan data yang digunakan, maka instrument pengumpulan data yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah dalam bentuk tes uraian. Menurut Hamzah
(2014:42) tes essay atau tes uraian adalah tes yang dikerjakan siswa menuntutnya
untuk mengungkapkan respon atau menguraikan langkah untuk memperoleh jawaban
soal itu.

Jenis tes yang digunakan yaitu tes dengan soal berbentuk uraian atau essay.
Alasan yang digunakan tes uraian atau tes essay adalah agar lebih mudah untuk
mengetahui kemampuan penalaran matematis dengan melihat berbagai prosedur atau
langkah-langkah siswa yang terdapat pada indikator kemampuan penalaran matematis

Adapun dalam penyusunan instrument pengumpulan data dalam penelitian ini


perlunya diperhatikan hal-hal sebagai berikut.

1. Membuat kisi kisi soal

Langkah pertama dalam penyusunan soal tes adalah membuat kisi – kisi soal
yang berpedoman pada kurikulum 2013 dapat dilihat di lampiran .didalam kisi kisi
soal yang disusun memuat kompetensi inti, kompetensi dasar, indikator ,uraian
materi dan nomor soal

2) Penulisan butir soal

Penulisan butir soal disesuaikn dengan kisi – kisi dapat dilihat dilampiran .Selain
penulisan butir soal maka disusun pula kunci jawaban dan pedoman pesnskoran
untuk soal tes akhir
30

3) Membuat kunci jawaban dan pedoman pesnkoran terhadap butir soal

Setelah soal tes dibuat seseuai dengan soal yang ada dan pesnkorannya
disesuaikan dengan kisi kisi dapat dilihat dilampiran

4. Validitas Instrumen
Untuk memahami validitas instrument Arikunto (2010) ,menjelaskan Validitas
adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat- tingkat kevalidan atau keshahihan
sesuatu instrument . Sebuah instrument dikatakan valid apabila mampu mengukur apa
yang diinginkan ,Suatu instrument yang valid atau shahih mempunyai validitas yang
tinggi. Sebaliknya , instrument yang kurang valid berarti memiliki validitas rendah.
Pada penelitian ini uji validitas yang digunakan berupa lembar validasi soal . Untuk
mengetahui apakah instrument yang telah dibuat oleh peneliti benar – benar valid
maka instrument harus divalidasi oleh validator. Dalam penelitian ini ,validitas diuji
adalah validitas logis dan validitas internal.
1. Validitas isi

Menurut (Lestari, 2017) menyatakan bahwa valliditas isi suatu instrument tes
berkenaan dengan kesesuaian butir soal dengan indikator kemampuan yang diukur,
kesesuaian dengan standard kompetensi dan kompetensi dasar materi yang diteliti,
dan materi yang diteskan representatif dalam mewakili keseluruhan materi yang
diteliti. Adapun hal-hal yang harus di validitas isi dalam penelitian ini yang
berkaitan dengan instrument penelitian yang digunakan adalah soal posttest
kemampuan penalaran matematis siswa, kisi-kisi soal, kunci jawaban dan pedoman
penskoran.Rumus yang digunakan untuk menghitung validitas isi adalah sebagai
berikut.

x=
∑x
n
Keterangan:
x = mean atau rata-rata
∑ x = jumlah skor
n = jumlah siswa
Adapun kriteria validitas isi untuk penilaian secara umum dapat ditunjukkan pada tabel
2.sebagai berikut.
31

Tabel 2Kriteria Validitas Isi


Nilai Kriteria
1,0 ≤ x< ¿1,8 Sangat Kurang Valid
1,8 ≤ x< ¿ 2,6 Kurang Valid
2,6 ≤ x< ¿ 3,4 Cukup Valid
3,4 ≤ x< ¿ 4,2 Valid
4,2 ≤ x< ¿ 5,0 Sangat Valid
(Nurgianto, 2004)

Pada kriteria dalam kategori sangat tidak valid sampai kurang valid maka jangan
digunakan alat ukur ini untuk penelitian (Ihsan, 2016). Alat ukur yang baik dalam
penelitian apabila dalam kategori cukup valid, valid dan sangat valid.

2. Validitas Konstruk

Validitas konstruk adalah instrumen untuk menguji aspek-aspek yang akan


diukur dengan berlandaskan teori tertentu (Sugiyono, 2017). Validitas konstruk
mempersoalkan apakah yang ditanyakan merupakan bagian yang penting di dalam
suatu konsep atau merupakan bagian dari suatu instrument yang disusun(Yusuf,
2015). Validitas konstruk ini dilakukan dengan skor tes total siswa yang dijadikan
kategori. Untuk menghitung validitas konstruk dilakukan dengan menggunakan
rumus Product Moment sebagai berikut.

r xy =N ∑ XY −¿ ¿ ¿

Keterangan :
r xy = Koefisien korelasi
X = Jumlah skor butir soal
Y = Jumlah skor total tiap siswa uji coba
N = Jumlah siswa uji coba

Kemudian setelah menghitung instrument dengan menggunakan rumus Product


Moment langkah selanjutnya adalah mengklasifikasikan interpretasi koefisien
validitas yang disajikan pada tabel 3 berikut ini.
32

Tabel 3 Kriteria Validitas Konstruk

Interval Kriteria
r xy ≤ 0,00 Tidak valid
0,00<r xy ≤ 0,20 Validitas sangat rendah
0,20<r xy ≤ 0,40 Validitas rendah
(Sukasno, 2006)
0,40<r xy ≤ 0,60 Validitas cukup
0,60<r xy ≤ 0,80 Validitas tinggi Adapun dalam

0,80 <r xy ≤ 1,00 Validitas sangat tinggi penelitian ini


tingkat validitas
dan butir soal yang akan digunakan serta berada pada kategori sedang, rendah dan
tinggi
3. Reliabilitas instrument

Reliabilitas suatu instrument adalah keajegan atau kekonsistenan instrument


tersebut apabila diberikan pada subjek yang sama meskipun oleh orang yang
berbeda, waktu yang berbeda, atau tempat yang berbeda, maka akan memberikan
hasil yang sama atau relatif sama(Lestari, 2017).
Untuk menguji tingkat realibilitas, maka tes diuji cobakan terlebih dahulu.
Uji coba dilakukan di SMKN 5 Singkawang, kemudian mengukur realibilitas soal
tes kemampuan penalaran matematis siswa materi logika logika matematika
menggunakan rumus sebagai berikut.

( )( ∑ Si
)
2
n
r 11 = 1−
n−1 St
2

Keterangan :
r11 = Koefisien realibilitas
n = Banyaknya butir soal
Si2 = Jumlah varians skor setiap butir soal
2
St = Varians skor total (Sukasono, 2006)

Klasifikasi interpretasi untuk reabilitas yang disajikan pada Tabel 4 sebagai


berikut.
Tabel 4 Kriteria Reabilitas
Nilai Kriteria
33

0,00 < rxy ≤ 0,20 Reliabilitas sangat rendah


0,20 < rxy ≤ 0,40 Reliabilitas rendah
0,40 < rxy ≤ 0,60 Reliabilitas sedang
0,60 < rxy ≤ 0,80 Reliabilitas tinggi
0,80 < rxy ≤ 1,00 Reliabilitas sangat tinggi
(Sukasono, 2006)
Soal dikatakan baik jika kriteria realibitas tinggi dan sangat tinggi, karena
kriteria suatu instrument penelitian dikatakan realible bila koefesien realibitas (r11)
> 60 (Siregar, 2015).

4. Tingkat Kesukaran

Menurut (Yusuf, 2015) menyatakan kebaikan suatu tes juga akan ditentukan
oleh tingkat kesukaran masing-masing item. Item yang terlalu mudah atau item
yang terlalu sukar merupakan hal yang tidak baik.Untuk menghitung tingkat
kesukaran soal dapat menggunakan rumus(Lestari, 2017) sebagai berikut.
x
IK =
SMI

Dengan :
IK = Indeks kesukaran
x = Rata-rata skor jawaban pada suatu soal
SMI =Skor minimum ideal

Klasifikasi interpretasi untuk tingkat kesukaran yang disajikan pada


Tabel 5 sebagai berikut.
Tabel 5 Kriteria Tingkat Kesukaran
Tingkat Kesukaran Kriteria
IK = 0,00 Soal Terlalu Sukar
34

0,00 <IK ≤ 0,30 Soal Sukar


0,30 <IK ≤ 0,70 Soal Sedang
0,70 <IK ≤ 1,00 Soal Mudah
IK = 1,00 Soal Terlalu Mudah
(Sukasono, 2006)
Menurut (Lestari, 2017)indeks kesukaran butir soal dikatakan baik apabila
dalam soal tersebut tidak terlalu mudah dan tidak terlalu sukar. Maka dalam
penelitian ini, indeks kesukaran dari butir soal yang akan digunakan berada pada
kriteria mudah, sedang, sukar.

5. Daya Pembeda

Menurut (Sukasono, 2006) daya pembeda dari sebuah butir soal menyatakan
seberapa jauh kemampuan sesuat butir soal tersebut untuk membedakan antara
siswa yang pandai atau berkemampuan tinggi dengan siswa yang tidak pandai
atau berkemampuan rendah. Angka yang menunjukan besarnya daya pembeda
disebut indeks diskriminasi (D). Seluruh peserta didik yang ikut tes
dikelompokan menjadi dua kelompok, yaitu kelompok atas (pandai) dan
kelompok bawah (tidak pandai). Rumus yang digunakan untuk menghitung
daya pembeda setiap butir soal adalah sebagai berikut.
x A −x B
DP=
SMI
Keterangan :
DP = Daya Pembeda
xA = rata-rata skor jawaban siswa kelompok atas
xB = rata-rata skor jawaban siswa kelompok bawah
SMI = Skor maksimum ideal, yaitu skor maksimum yang akan diperoleh
siswa jika menjawab butir soal tersebut dengan tepat (sempurna)

Klasifikasi interpretasi untuk daya pembeda yang disajikan pada Tabel 6


sebagai berikut.
Tabel 6 Kriteria Daya Pembeda
Nilai Kriteria
35

DP ≤ 0,00 Sangat Jelek


0,00 <DP ≤ 0,20 Jelek
0,20 <DP ≤ 0,40 Cukup
0,40 <DP ≤ 0,70 Baik
0,70 <DP ≤ 1,00 Sangat Baik
(Sukasono, 2006)
Pada kriteria 0,00 < DP ≤ 0,20 soal bisa diperbaiki atau diganti (Yanto,2014).
Soal yang digunakan dalam penelitian ini adalah soal yang memenuhi Kriteria daya
pembeda cukup, baik dan sangat baik

b. Angket
Angket adalah cara pengumpulan data atau suatu penelitian mengenai suatu
masalah, dan merupakan daftar pertanyaan yang diberikan kepada orang lain dengan
maksud agar orang yang diberikan tersebut bersedia memberikan respon sesuai dengan
permintaan pengguna ( Notoatmojo, 2010:147-148).Untuk mengetahui gaya belajar
siswa digunakan angket tertutup. Angket tertutup adalah angket yang menyajikan
pertanyaan dan pilihan jawaban sehingga responden hanya dapat
memberikantanggapanterbataspadapilihanyangdiberikan. Adapun skala sikap yang
digunakan oleh peneliti yaitu menurut Chislett dan Chapman (Yudianto, 2014) yakni
skor yang diperoleh untuk angket gaya belajar VAK, dapat dihitung dengan cara sebagai
berikut.
a. Menghitung jumlah opsi A yang dilingkari siswa sebagai jawaban untuk gaya
belajar visual.
b. Menghitung jumlah opsi B yang dilingkari siswa sebagai jawaban untuk gaya
belajar auditorial.
c. Menghitung jumlah opsi C yang dilingkari siswa sebagai jawaban untuk gaya
belajar kinestetik.

Kriteria penskoran sebagai berikut.

Tabel 7 Skor gaya belajar VAK

GAYA BELAJAR Skor Item


Visual A
Audiotorial B
kinestetik C
36

(Chislett dan Chapman dalam Yudianto, 2014)


c. Wawancara

Menurut Anas Sudijono wawancara adalah cara menghimpun bahan – bahan


keterangan yang dilaksanakan dengan melakukan tanya jawab lisan secara sepihak,
berhadapan muka, dan dengan arah serta tujuan yang telah ditentukan.Ciri utama dari
wawancara adalah kontak langsung dengan tatap muka antara peneliti dengan sumber
informasi. Wawancara digunakan peneliti untuk menemukan permasalahan yang
harus diteliti dan juga sebagai pelengkap data , untuk menilai atau mengetahui
keadaan subjek dalam menyelesaikan tes, dimana subjek yang diajak wawancara
diminta pendapat dan ide- idenya. Jawaban dari subjek yang diwawancari inilah yang
dijadikan sebagai dasar untuk menemukan faktor-faktor penyebab terjadinya kesulitan
dalam menyelesaikan soal materi logika

Teknik wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak
terstuktur atau terbuka . Maksud dari wawancara tidak terstuktur atau terbuka disini
adalah bahwa pada saat peneliti melakukan wawancara terhadap
narasumber .Wawancara tidak terstruktur adalah wawancara yang bebas dimana
penelitian tidak menggunakan pedoman wawancara tersusun secara matematis dan
lengkap untuk pengumpulan datanya. Pedoman wawancara tersusun secara matematis
dan lengkap untuk pengumpulan datanya.

d. keabsahan data

1. pengujian
Menurut Sugiyono (2015: 366) uji keabsahan data dalam penelitian kualitatif
meliputi credibility (validitas),dependability (reliabilitas) dan confirmability
(obyektivitas). Namun, uji yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji credibility
atau kredibilitas data.Uji kredibilitas data merupakan kepercayaan terhadap suatu
data.Dikatakan kredibel apabila data yang dilaporkan penulis sesuai dengan keadaan
pada objek penelitian. Uji kredibilitas data dapat dilakukan dengan cara triangulasi,
meningkatkan ketekunan dan menggunakan bahan referensi.
37

2. Triangulasi
Triangulasi adalah pengecekan data dari berbagai sumber dengan berbagai cara
dan berbagai waktu (Sugiyono, 2015: 372). Menurut Sutopo (2006) validitas data
dalam penelitian kualitatif, Triangulasi teknik ada empat yaitu: (1) triangulasi
data/sumber yaitu menggali kebenaran informasi tertentu dengan menggunakan sumber
data seperti hasil wawancara, hasil observasi, dll, (2) triangulasi peneliti, (3) triangulasi
metodologis penggunaan lebih dari dua metode dalam mempelajari yang sama dalam
penelitian, dan (4) triangulasi teoritis yaitu penggunaan sejumlah teori dalam menafsir
seperangkat data hasil penelitian, akan tetapi jarang sekali tercapai, karena mempunyai
asumsi-asumsi yang berbeda.
Dalam penelitian ini yang digunakan adalah triangulasi teknik data/sumber yaitu
mengecek data yang telah diperoleh melalui beberapa sumber seperti kepala sekolah,
guru mata pelajaran, dan siswa yang bersangkutan, yaitu data diperoleh melalui tes soal
untuk mengetahui kemampuan penalaran matematis, tes gaya belajar untuk mengetahui
gaya belajar siswa, kemudian melakukan wawancara untuk meyakinkan kebenaran hasil
tes soal dan tes gaya belajar serta dokumentasi agar data tersebut akurat.
Data yang diperoleh dari berbagai cara akan dianalisis, dideskripsikan, dikategorikan
dan dispesifikasikan sehingga menghasilkan suatu kesimpulan.

3. Meningkatkan Ketekunan

Meningkatkan ketekunan berarti melakukan pengamatan secara lebih cermat


dan berkesinambungan (Sugiyono, 2015: 370).Dengan meningkatkan ketekunan
penulis dapat menelaah kekurangan data yang telah terkumpul maupun mengecek
kembali ada yang salah atau tidak, sehingga data yang diperoleh benar-benar valid
dan kredibel.Untuk meningkatkan ketekunan penulis membaca hasil penelitian berupa
tes kemampuan penalaran, hasil angket gaya belajar siswa, hasil wawancara serta hal-
hal yang berkaitan dengan penelitian untuk memperoleh kesesuaian dari hasil data
dengan objek yang sebenarnya.

4. Menggunakan Bahan Referensi

Penggunaan bahan referensi sebagai pendukung untuk membuktikan data yang


telah diperoleh.Seperti data hasil wawancara perlu didukung dengan adanya rekaman
38

wawancara atau laporan wawancara. Dalam laporan penelitian ini, data-data yang
dikemukakan akan dilengkapi dengan foto-foto dan laporan wawancara sehingga
menjadi lebih akurat dan mendukung kredibilitas data yang ditemukan penulis.
Penulis menggunakan handphone sebagai media dokumentasi kegiatan yang berkaitan
dengan penelitian seperti melakukan uji coba soal, pelaksanaan tes kemampuan
penalaran matematis, tes gaya belajar siswa serta pelaksanaan wawancara dengan
subjek penelitian.
Sedangkan uji dependability (dependabilitas) atau disebut juga reliabilitas
adalah apabila orang lain dapat mengulangi atau mereplikasi proses penelitian
tersebut. Uji dependability dalam penelitian kualitatif dilakukan dengan melakukan
audit terhadap keseluruhan proses penelitian. Sering terjadi peneliti tidak melakukan
proses penelitian ke lapangan, tetapi bisa memberikan data. Penelitian seperti ini perlu
diuji reliabilitasnya, jika proses penelitian tidak dilakukan tetapi datanya ada, maka
penelitian tersebut tidak reliabel (Sugiyono, 2015: 377). Uji dependability dalam
penelitian ini yaitu mengecek data yang diperoleh dari hasil uji coba soal kesekolah
lain. Data yang diperoleh tersebut dedeskripsikan, dikategorikan dan dispesifikasikan
sehingga menghasilkan kesimpulan yang reliabel.

e. Teknik Analisis data


Analisis dalam pengertian umum adalah suatu kegiatan untuk menyelidiki,
menguraikan dan atau menelusuri akar persoalan suatu masalah (Muliawan, 2014:
193). Teknik analisis secara umum dibedakan menjadi analisis induktif dan
deduktif.Dalam penelitian kualitatif menggunakan analisis induktif, yaitu teknik
penguraian data dan informasi bersifat menyimpulkan, artinya memilih, memilah dan
mengumpulkan data serta informasi yang berbeda-beda kedalam satu pengertian yang
bersifat umum.Analisis data dalam penelitian ini mengacu pada pendapat Miles and
Huberman (Sugiyono, 2015: 337) yang mengemukakan bahwa aktivitas dalam
analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secaraterus-
menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh Aktivitas dalam analisis data
yaitu data reduction, data display dan conclusion drawing/verification.
1. Data Reduction (Reduksi Data)

Data yang diperoleh dari lapangan jumlahnya cukup banyak, maka perlu
dicatat secara teliti dan rinci dengan melakukan analisis data melalui reduksi
39

data.Menurut Sugiyono (2015: 338) mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-
hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya
dan membuang yang tidak perlu. Dengan demikian, data yang telah direduksi akan
memberikan gambaran yang lebih jelas dan mempermudah peneliti untuk melakukan
pengumpulan data selanjutnya serta mencarinya bila diperlukan. Tahap reduksi data
dalam penelitian ini sebagai berikut.
a. Memberikan angket gaya belajar kepada siswa untuk mengetahui motivasi yang
ada pada masing-masing siswa.
b. Memberikan tes soal kemampuan penalaran matematis indikator untuk mengetahui
hasil tes kemampuan masing-masing siswa.
c. Hasil pekerjaan siswa yang menjadi subjek penelitian merupakan data mentah
ditransformasikan pada catatan sebagai bahan untuk wawancara.
d. Melakukan wawancara dengan beberapa subjek penelitian, kemudian hasil
wawancara tersebut disederhanakan dan diolah sehingga menjadi data yang akurat.
2. Data Display (Penyajian Data)

Setelah data direduksi, langkah selanjutnya adalah menyajikan data.Dalam


penelitian kualitatif, penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya (Sugiyono, 2015: 341).
Manfaat penyajian data dapat memudahkan untuk menentukan atau merencanakan
langkah yang akan dilakukan selanjutnya. Tahap penyajian data dalam penelitian ini
sebagai berikut.
a. Menyajikan hasil pekerjaan siswa yang dijadikan sebagai bahan untuk wawancara.
b. Menyajikan hasil wawancara yang telah dilakukan.
3. Conclusion Drawing/verification

Setelah menyajikan data, langkah selanjutnya adalah menarik kesimpulan dari


data-data yang diperoleh.Kesimpulan dalam penelitian kualitatif merupakan temuan
baru yang belum pernah ada.Temuan ini dapat berupa deskripsi atau gambaran suatu
obyek yang sebelumnya masih belum jelas kebenarannya sehingga setelah diteliti
menjadi sebuah penemuan yang akurat, dapat berupa hubungan kausal atau interaktif,
hipotesis atau teori.Penarikan kesimpulan merupakan salah satu cara untuk menjawab
rumusan masalah dan tujuan penelitian yaitu dengan membandingkan hasil pekerjaan
siswa dan wawancara.
40

Adapun langkah-langkah yang akan dilakukan sebagai berikut.


1. Untuk menjawab permasalahan yang ke 1,2, dan 3 tentang bagaimanakah tingkat
kemampuan penalaran matematis ditinjau dari gaya belajar siswa pada materi Logika
Matematikan kelas XI SMKN 5 Singkawang digunakan proses penghitungan sebagai
berikut.
a. Menskor angket gaya belajar
Skor diberikan untuk setiap jawaban angket akan disesuaikan berdasarkan
rubik pedoman penskoran angket gaya belajar pada tabel 8 di bawah ini.
Tabel 8.Kriteria Penskoran Angket (Kusioner)

GAYA BELAJAR Skor Item


Visual A
Audiotorial B
Kinestetik C

(Chislett dan Chapman dalam Yudianto, 2014)

b. Mengkategorikan gaya belajar siswa


Untuk mengetahui gaya belajar masing-masing siswa maka dilihat dari skor
atau pilihan jawaban siswa untuk masing-masing tipe gaya belajar selanjutnya
untuk memutuskan siswa tersebut termasuk kedalam kategori belajar yang mau
maka dilihat pilihan jawaban yang paling tinggi.
Selanjutnya untuk mengetahui kemampuan siswa pada tiap gaya belajar
tersebut akan dipilih perwakilan-perwakilan untuk setiap kriteria gaya belajar dan
kategori kemampuannya. Sebagai contoh dimisalkan beberapa siswa memiliki
gaya belajar visual dan dari berapa sisa tersebut kemampuannya ada yang
berkatagori tinggi, sedang, dan rendah maka akan dipilih perwakilan masing-
masing satu orang untuk di analisis jawabanya. dan dilakukan wawancara.
Demikian juga untuk kriteria gaya belajar yang lainnya.

Table 9
Contoh tabel katagori gaya belajar siswa

No. Nama siswa Gaya belajar Katagori gaya belajar


41

siswa
Visual audio kinestetik
1
2
3

c. Penskoran
Setelah Pelaksanaan tes tertulis selesai dilakukan , selanjutnya pekerjaan
siswa siperiksa dan dilanjutkan dengan pesnkoran .Skor diberikan untuk setiap
soal sesuai berdasarkan rubrik penskoran
d. Analisis data tes
Kemampuan penalaran matematis untuk menghitung nilai siswa yang
diperoleh berdasarkan hasil tes kemampuan penalaran matematis dapat dihitung
menggunakan rumus sebagai berikut.
Skor Mentah(SM )
Nilai = X 100
Skor Maksimum Ideal (SMI )

Skor mentah merupakan skor yang dicapai atau diperoleh siswa, tahap selanjutnya
mngklasifikasikan kriteria nilai siswa berdasarkan tabel 10 sebagai berikut
Tabel 10 Kriteria Nilai Siswa

Rentang Nilai Kriteria


70 < N ≤ 100 Tinggi
60 < N ≤ 70 Sedang
0 ≤ N ≤ 60 Rendah
(Modifikasi Hendriana & soemarmo, 2017: 52)

Setelah dilakukan penskoran dan di skor diubah ke dalam bentuk nilai, maka
dilihat jumlah siswa dari pada setiap criteria tersebut. Hasil dari pengelompokan
jumlah siswa pada tiap kriteria tingkat kemampuan penalaran matematis akan
disajikan pada table 11
Tabel 11
Contoh Tabel Tingkat kemampuan siswa
Pada indikator ke 1, 2, 3
42

No. soal Skor


No. Nama siswa Kriteria
1 2 3 4 Total
1
2
3
Jumlah

Selanjutnya juga akan dilihat nilai perindikator , untuk menghitung rata-rata


pencapaian seluruh siswa pada setiap indikator kemampuan penalaran matematis (
x n) dengan rumus sebagai berikut
rata−rata skor keseluruhan siswa pada tiapindikator
x n= x 100 %
skor maksimal
43

Anda mungkin juga menyukai