Anda di halaman 1dari 44

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Salah satu peran pendidikan dalam pembelajaran adalah mengembangkan

potensi peserta didik. Sebagaimana yang tercantum dalam Undang-Undang Sistem

Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 bahwa, “Pendidikan adalah usaha

sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses belajar agar

peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan

spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia,

serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara”

Ainissyifa (2014) dalam (Sari, 2019: 176)

Pendidikan merupakan salah satu wadah untuk mengembangkan

kemampuan dan keterampilan yang dimiliki seseorang agar dapat berguna bagi

dirinya, masyarakat, dan juga negara, baik dalam pendidikan formal maupun

pendidikan nonformal (Sari, 2019: 1). Salah satu pendidikan formal yaitu di

sekolah yang mengajarkan beberapa pembelajaran atau bidang studi yang memiliki

fungsi mengembangkan kemampuan peserta didik dan membimbing peserta didik.

Oleh sebab itu, dalam pendidikan terutama pendidikan formal sangat dibutuhkan

bagi masyarakat. Salah satu bidang studi dalam pembelajaran disekolah yaitu

bidang studi Matematika.

Matematika merupakan sebuah ilmu pasti yang menjadi dasar bagi ilmu-

ilmu lainnya dan juga merupakan salah satu pelajaran yang dipelajari disetiap
2

jenjang pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga perguruan tinggi. Dalam

belajar khususnya pada pelajaran matematika peserta didik dituntut untuk berpikir

agar dapat memecahkan masalah yang diberikan atau menemukan solusi dari

permasalahan.

Oleh karena itu, Matematika memiliki peran penting dalam meningkatkan

kemampuan berpikir (Manfaat, 2018: 119). De Porter & Hernacki (1999) dalam

(Maulana, 2017: 4) mengelompokkan cara berpikir manusia kedalam beberapa

bagian, yaitu: berpikir vertikal, berpikir lateral, berpikir kritis, berpikir analistis,

berpikir strategis, berpikir tentang hasil, dan berpikir kreatif. Menurut keduanya,

berpikir kritis adalah berlatih atau memasukkan penilaian atau evaluasi yang

cermat, seperti menilai kelayakan suatu gagasan atau produk.

Kowiyah (2012) dalam (Kurniawati, 2017: 624), menjelaskan bahwa:

“Kemampuan berpikir kritis adalah suatu kegiatan atau proses kognitif dan tindakan

mental untuk memperoleh pengetahuan, pemahaman dan keterampilan agar mampu

menemukan jalan keluar dan melakukan keputusan secara deduktif, induktif dan

evaluatif sesuai dengan tahapannya yang dilakukan dengan berpikir secara

mendalam tentang hal-hal yang dapat dijangkau oleh pengalaman seseorang,

pemeriksaan dan melakukan penalaran yang logis yang diukur melalui kecakapan

interpretasi, analisis, pengenalan asumsi-asumsi, deduksi, evaluasi inferensi,

eksplanasi/penjelasan, dan regulasi diri”.

Berdasarkan pernyataan tersebut, dapat dikatakan bahwa kemampuan

berpikir kritis adalah suatu kegiatan atau aktivitas berpikir secara sadar untuk
3

memperoleh pengetahuan agar mampu menemukan solusi atau jalan keluar atas

suatu permasalahan secara logis dan mendalam agar tepat dalam mengerjakan tes.

Berdasarkan hasil observasi pada tanggal 10 Oktober 2019 di SMP Negeri 2

Sungguminasa pada kelas VIII-3, banyak ditemukan persoalan yang dihadapi guru

dan peserta didik dalam pembelajaran matematika. Persoalan yang dihadapi guru

dan peserta didik, diantaranya: pembelajaran yang terlalu menekankan pada

kemampuan kognitif, khusuya kemampuan mengingat atau menghafal, sedangkan

dimensi kognitif lainnya meliputi pemahaman, aplikasi, analisis, tingkat berpikir

kritis dan kreatif serta evaluasi belum maksimal dalam pengembangannya. Peserta

didik merasa kebingungan jika mendapat soal yang memiliki angka, subjek yang

diketahui, dan subjek yang ditanya berbeda dengan contoh soal yang diberikan

guru, sebab peserta didik tidak bisa mengembangkan daya nalar, daya berpikir

kritis dan kreatif jauh lebih dalam untuk menyelesaikan soal matematika. Hal ini

menyebabkan peserta didik cenderung malas dan tidak berminat untuk

menyelesaikan soal matematika yang dianggap sulit, sehingga peserta didik

cenderung menyontek jawaban dari peserta didik yang lebih pintar tanpa menggali

kemampuannya terlebih dahulu.

Akar masalah dari persoalan yang dihadapi peserta didik di SMP Negeri 2

Sungguminasa adalah pada faktor belajar mengajar, yaitu: 1) peserta didik sebagian

besar hanya mendengar, menulis (mencatat) penjelasan guru dan latihan soal yang

diberikan oleh guru, 2) peserta didik kurang ikut aktif dalam pengolahan pesan

pelajaran, sehingga banyak peserta didik yang kurang peduli, masa bodoh, kurang

percaya diri, dan kurang bergairah dalam belajar. Jika masalah tersebut tidak segera
4

diatasi dampak negatifnya adalah peserta didik terus-menerus berpandangan bahwa

matematika merupakan pelajaran yang sulit, tidak menyenangkan dan cenderung

membosankan serta akan membunuh tingkat berfikir kritis peserta didik dalam

menyelesaikan masalah matematika.

Salah satu guru matematika di SMP Negeri 2 Sungguminasa mengatakan

bahwa, tingkat kemampuan peserta didik dalam memahami materi yang diberikan

berbeda-beda dan tidak semua peserta didik mampu mengerjakan tes atau soal

dengan tepat karena dalam menyelesaikan soal peserta didik masih menggunakan

penyelesaian yang ringkas dan langsung sehingga penulisan langkah-langkah

penyelesaian peserta didik masih kurang. Kemudian dalam sistem penskoran, guru

belum pernah mengukur kemampuan berpikir kritis peserta didik menggunakan

Graded response models (GRM).

Untuk mengetahui keterampilan berpikir kritis matematik siswa baiknya

diukur masing-masing tiap siswa tersebut, yakni dengan menggunakan tes khusus

ataupun tes yang dikaitkan dengan materi tertentu. Dilihat dari segi bentuk soal dan

kemungkinan jawabannya tes terbagi menjadi dua, yaitu tes objektif dan tes essay

(uraian). Kedua bentuk tes tersebut tentunya mempunyai teknik penskoran yang

berbeda. Bentuk tes objektif, biasanya pilihan ganda (Multiple Choice), betul-salah

(True Or False), mencocokkan/menjodohkan (Matching), dan analisa hubungan

(Relationship Analysis). Pada bentuk tes objektif siapapun yang memeriksa akan

memberikan skor yang sama, karena penskoran dalam bentuk tes objektif hanya

mempunyai dua kemungkinan jawaban, yaitu jawaban benar diberi skor 1 dan
5

jawaban salah diberi skor 0. Namun dalam tes objektif ini siswa tidak dapat

mengungkapkan pemikirannya mengenai tes tersebut (Gusrianti, 2018: 5).

Sedangkan untuk kemampuan berpikir kritis matematika siswa

diperlukannya alasan dan sumber yang menjadi acuan siswa untuk menjawab tes

tersebut. Bentuk tes essay (uraian) dapat memberikan kebebasan kepada siswa

bagaimana mencapai dan menjelaskan kesimpulan mereka masing-masing.

Penskoran pada tes essay (uraian) biasanya dilakukan dengan skor politomus,

dimana skor bertingkat (graded) lebih dari dua kategori yang diberikan sesuai

dengan kriteria tertentu (Gusrianti, 2018: 5).

Menganalisis kemampuan berpikir kritis matematika siswa menggunakan

Graded Response Models (GRM) atau model respon berjenjang adalah sistem

penskoran dimana tingkat kesukaran tiap kategori pada item tes disusun secara

berurutan sehingga jawaban peserta tes haruslah terurut dari kategori rendah hingga

kategori yang tinggi dan penilaian dimana semua respon siswa dilihat dari urutan

pengerjaannya (Nur, 2017: 4) . Graded Response Models (GRM) digunakan dengan

tujuan untuk menampilkan estimasi parameter butir dan kemampuan siswa, dan

menggambarkan pendekatan kemampuan yang bertingkat (Tama, 2017: 11).

Berdasarkan pemaparan diatas peneliti ingin mengadakan suatu penelitian

yang bertujuan untuk meneliti peserta didik di SMP Negeri 2 Sungguminasa pada

kelas VIII-3. Peneliti tertarik untuk mnganalisis kemampuan berpikir kritis

matematika peserta didik menggunakan Graded response models (GRM) dalam

pembalajaran relasi dan fungsi. Selain itu penelitian ini penting dilakukan terhadap

peserta didik, untuk menganalisis tingkat berpikir kritis peserta didik dalam
6

pembelajaran matematika materi relasi dan fungsi. Oleh karena itu, peneliti

mengambil judul “Analisis Kemampuan Berpikir Kritis (Critical Thinking)

Peserta Didik Menggunakan Grade Response Models (GRM) dalam

Pembelajaran Relasi dan Fungsi Pada Kelas VIII-3 SMP Negeri 2

Sungguminasa”.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian merupakan batasan masalah. Untuk membatasi penelitian

ini peneliti mengangkat fokus yaitu tingkat kemampuan berpikir kritis matematika

peserta didik. Pada Penelitian ini peneliti berusaha memahami kemampuan berpikir

kritis matematika peserta didik dengan menggunakan penskoran Graded response

models (GRM) dalam pembelajaran relasi dan fungsi pada kelas VIII-3 SMP

Negeri 2 Sungguminasa.

C. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah dan fokus penelitian yang telah

dikemukakan di atas, maka dapat diidentifikasi masalah yaitu bagaimana

kemampuan berpikir kritis (crical thinking) peserta didik dengan menggunakan

Grade Response Models (GRM) dalam pembelajaran relasi dan fungsi pada kelas

VIII-3 SMP Negeri 2 Sungguminasa?


7

D. Tujuan Penelitian

Secara umum tujuan penelitian adalah untuk menemukan, mengembangkan

dan membuktikan pengetahuan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis

kemampuan berpikir kritis (crical thinking) peserta didik dengan menggunakan

Grade Response Models (GRM) dalam pembelajaran relasi dan fungsi pada kelas

VIII-3 SMP Negeri 2 Sungguminasa.

E. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

Hasil dari penelitian ini dapat menjadi landasan, wawasan dan

pengetahuan khusus grade response models dalam menganalisis tingkat berpikir

kritis matematika peserta didik dalam setiap pembelajaran.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi Peserta didik

Dapat memotivasi peserta didik meningkatkan kemampuan berpikir

kritis setelah mengetahui tingkat kemampuannya setelah diukur

menggunakan grade response models.

b. Bagi Guru

Menambah pengetahuan guru untuk mengukur kemampuan peserta

didik dengan grade response models.


8

c. Bagi Sekolah

Meningkatkan mutu sekolah setelah mengetahui beberapa peserta

didik memiliki kemampuan berpikir kritis.

d. Bagi Peneliti

Sebagai bahan penambahan wawasan, pengetahuan, keterampilan

dalam pembelajaran.
9

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori

Adapun teori-teori yang mendukung dalam penelitian ini meliputi sebagai


berikut:
1. Analisis Kemampuan Berpikir

Analisis berasal dari kata bahasa Inggris yaitu analysis. Dalam

penyerapannya kedalam bahasa Indonesia, akhiran –ysis berubah menjadi –isis.

Jadi analysis diserap menjadi analisis. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian

itu sendiri serta hubungan antara bagian untuk memperoleh pengertian yang

tepat dan pemahaman arti keseluruhan (Tama, 2017: 17)

Untara (2013) Menurut Kamus Bahasa Indonesia, analisis adalah

penyelidikan terhadap suatu peristiwa atau sesuatu untuk mengetahui keadaan

yang sebenarnya.

Dilain pihak, menurut Sudijono (2012) analisis (analysis) adalah

kemampuan seseorang untuk menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut

bagian-bagian yang lebih kecil dan mampu memahami hubungan yang

mencakup kemampuan untuk merinci suatu kesatuan kedalam bagian-bagian,

sehingga struktur keseluruhan atau organisasinya dapat dipahami dengan baik,

yang dinyatakan dengan penganalisisan komponen-komponen dasar dengan

hubungan bagian-bagian itu.


10

Berdasarkan pemaparan tersebut dapat disimpulkan bahwa analisis

merupakan tindakan atau kegiatan mengamati, menemukan, dan memecahkan.

Pemikiran adalah pikiran atau gagasan dan proses mental. Berpikir

memungkinkan seseorang untuk merepresentasikan suatu kejadian sebagai

model dan memberikan perlakuan terhadap model tersebut secara efektif sesuai

dengan tujuan, rencana, dan keinginan (Rahayuningsih, 2019:12). Plato dalam

Maulidya (2018:13) berpendapat bahwa berpikir itu adalah berbicara dalam

hati. Dalam arti lain, berpikir itu adalah aktivitas ideasional.

Santrock mendefenisikan berpikir sebagai memanipulasi atau mengelola,

mentransformasi informasi dalam memori, ini sering dilakukan untuk

membentuk konsep dan memecahkan masalah, sedangkan Suryabrata

berpendapat bahwa berpikir merupakan proses yang dinamis yang dapat

dilukiskan menurut proses atau jalannya (Rahayuningsih, 2019:12-13).

2. Kemampuan Berpikir Kritis (Critical Thinking)

Menurut Halpern (2014) dalam (Sani, 2019: 16), berpikir kritis terkait

dengan penggunaan keterampilan kognitif atau strategi yang meningkatkan

kemungkinan untuk memperoleh dampak yang diinginkan. Berikut pernyataan

dari alpern:

Critical thinking is the use of those cognitive skills or strategies that

increase the probability of a desired outcome. It is used to described

thinking that is purposeful, reasoned, and goal directed-the kind of

thinking involved in solving problems, formulating inferences,


11

calculating likelihoods, and making decisions, when the thinker is using

skills that are thoughtful and effective for the particular context and

type of thinking task.

Menurut Halpern, proses berpikir kritis diperlukan dalam

menyelesaikan suatu permasalahan (problem solving) dan membuat keputusan.

Kemampuan menyelesaikan masalah kompleks dan mengambil keputusan

berdasarkan situasi yang kompleks juga merupakan keterampilan berpikir

tingkat tinggi. Teori Halpern tentang pemikiran kritis mencakup tentang:

ingatan, pemikiran dan bahasa, menalar secara deduktif, analisis argumen,

menguji hipotesis, kemiripan dan ketidakpastian, pengambilan keputusan,

penyelesaian masalah, dan berpikir kreatif.

Berpikir kritis merupakan proses berpikir terampil dan

bertanggungjawab ketika seseorang mempelajari suatu permasalahan dari

semua sudut pandang, dan terlibat dalam penyelidikan sehingga dapat

memperoleh opini, penilaian, atau pertimbangan terbaik menggunakan

kecerdasannya untuk menarik kesimpulan Sies (1998) dalam (Sani, 2019: 17).

Berpikir kritis adalah proses untuk menentukan apa yang harus diyakini dan

dilakukan Facione (2011) dalam (Sani, 2019: 17).

Berpikir kritis adalah sebuah proses sistematis dan terorganisasi yang

memungkinkan peserta didik dapat merumuskan dan mengevaluasi pendapat

mereka sendiri atau berdasarkan bukti, asumsi, logika, dan bahasa yang

mendasari pendapat orang lain sehingga mereka mampu mengungkapkan

pendapat mereka sendiri dengan penuh percaya diri. Berpikir kritis membantu
12

peserta didik mencapai pemahaman yang mendalam dan dapat mengambil

kesimpulan secara cerdas terhadap sebuah informasi, sehingga mereka mampu

memecahkan masalah dengan menggunakan pemikiran yang sistematis dan

logis menurut Elaine B Johnson (2009:185) dalam (Junaidi, 2017: 17).

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa berpikir kritis

matematika adalah kemampuan untuk mengambil keputusan dan memecahkan

masalah dengan cara menalar, menganalisis, dan mengevaluasi informasi yang

didapatkan untuk mencari solusi yang tepat untuk menyelesaikan masalah

matematika.

a. Komponen-komponen Kemampuan Berpikir Kritis Matematik

Ciri-ciri orang yang berpikir kritis (Zubaedi, 2011: 241), yaitu:

1) Mencari kejelasan pernyataan atau pertanyaan,

2) Mencari alasan,

3) Mencoba memperoleh informasi yang benar,

4) Menggunakan sumber yang dapat dipercaya,

5) Mempertimbangkan keseluruhan situasi,

6) Mencari alternatif,

7) Dapat dipercaya,

8) Mengubah pandangan apabila ada bukti yang dapat dipercaya,

9) Mencari ketepatan suatu permasalahan, dan

10) Sensitifterhadap perasaan, tingkat pengetahuan, dan tingkat

kecanggihan orang lain.


13

Seifert dan Hoffnug dalam (Sari, 2019: 15) menyebutkan beberapa

komponen penting dalam berpikir kritis, yaitu:

1) Basiq operation of reasoning (Operasi dasar penalaran). Untuk

berpikir kritis, seorang memiliki kemampuan untuk menjelaskan,

menggeneralisasikan, menarik kesimpulan deduktif, dan merumuskan

langkah-langkah logis secara mental.

2) Domain-spesific knowledge (Domain-pengetahuan khusus). Dalam

mengahadapi suatu problem, seseorang harus memiliki pengetahuan

tentang topik atau kontennya. Untuk memecahkan suatu konflik

pribadi, seseorang harus memiliki pengetahuan tentang person dan

dengan siapa yang memiliki konflik tersebut.

3) Metacoqnitive knowledge (Pengetahuan kognitif). Pemikiran kritis

yang efektif mengharuskan sesorang untuk memonitor ketika ia

mencoba untuk benar-benar memahami suatu ide, menyadari kapan

dia memerlukan informasi baru, dan mereka-reka bagimana ia dapat

dengan mudah mengumpulkan dan mempelajari informasi tersebut.

4) Value, beliefs, and disposition (Nilai, manfaat, da posisi). Berpikir

secara kritis berarti melakukan penilaian secara fair dan objektif. Ini

berarti ada semacam keyakinan diri bahwa pemikiran benar-benar

mengarah pada solusi. Ini berarti juga ada semacam posisi yang

persisten dan reflektif ketika berpikir.

Berdasarkan teori diatas, beberapa kemampuan yang dimiliki

dalam berpikir kritis adalah Basiq operation of reasoning (Operasi dasar


14

penalaran), Domain-spesific knowledge (Domain-pengetahuan khusus),

Metacoqnitive knowledge (Pengetahuan kognitif), dan Value, beliefs, and

disposition (Nilai, manfaat, dan posisi).

b. Indikator Berpikir Kritis

Menurut Norris (1989) dalam (Sani, 2019: 20) seorang pemikir

kritis akan berupaya mencari alasan pemikiran, informasi yang cukup,

menggunakan sumber yang dapat dipercaya dan menyatakan sumber

tersebut, mencari alternatif, mempertimbangkan pandangan orang lain dan

diri sendiri secara serius, menahan pertimbangan jika bukti dan alasan

tidak cukup kuat, mencari sebanyak mungkin informasi yang akurat.

Menurut Ennis (1996) dalam (Cahyono, 2017: 52). Kriteria atau

elemen dasar yang harus dimiliki oleh pemikir kritis dalam

memecahkan masalah adalah Focus, Reason, Inference, Situation,

Clarity, dan Overview yang dapat disingkat dengan istilah FRISCO. Focus

yang berkaitan dengan identifikasi fokus atau perhatian utama, Reason

yang berkaitan dengan identifikasi dan menilai akseptabilitas alasannya,

Inference yang berkaitan dengan menilai kualitas kesimpulan, dengan

asumsi alasan untuk dapat diterima, Situation yang berkaitan dengan

situasi dengan seksama, Clarity yang berkaitan dengan kejelasan, periksa

untuk memastikan bahasanya jelas, dan Overview yang berkaitan dengan

mengecek kembali atau langkah mundur dan lihat semuanya secara

keseluruhan.
15

Menurut Ennis (1987) dalam (Gusrianti, 2018: 19) penjelasan

indikator berpikir kritis adalah sebagai berikut:

1) F (Focus)

Tertuju pada poin utama yang sedang dilakukan/dihadapi. Pada

soal matematika yang menjadi focus adalah pertanyaan dari soal yang

diberikan.

2) R (Reasion)

Memberikan alasan-alasan yang mendukung untuk menolak

putusan yang dibuat berdasarkan situasi dan fakta yang relevan

dengan masalah yang diberikan. Pada soal matematika yang menjadi

reason adalah yang diketahuai.

3) I (Inference)

Proses penarikan kesimpulan yang masuk akal, yaitu

mengikuti langkah-langkah argumentasi yang logis menuju

kesimpulan. Pada soal matematika yang menjadi inference adalah

kira-kira yang diketahui, cukup, atau tidak untuk menjawab

pertanyaan itu.

4) S (Situation)

Mengungkapkan faktor-faktor penting yang perlu

dipertimbangkan dalam membuat kesimpulan. Pada soal matematika

yang menjadi situation adalah konteks.

5) C (Clarity)
16

Menjelaskan arti istilah-istilah yang berkaitan dengan

pembuatan kesimpulan. Pada soal matematika yang menjadi clarity

adalah penjelasan istilah-istilah.

6) O (Overview)

Mengecek kembali semua tindakan yang telah diketahui,

apakah masuk akal atau tidak. Pada soal matematika yang menjadi

overview adalah mengecek kembali tentang apa yang ditanyakan,

diketahui, alasannya, konteknya serta istilah-istilah yang digunakan.

Berdasarkan pemaparan diatas, indikator kemampuan berpikir

kritis peserta didik meliputi mencari pernyataan yang jelas dari pertanyaan,

mencari alasan, berusaha mengetahui informasi dengan baik memakai

sumber yang memiliki kredibilitas dan menyebutkannya, memerhatikan

situasi dan kondisi secara keseluruhan, berusaha tetap relevan dengan ide

utama, mengingat kepentingan yang asli dan mendasar, mencari alternatif,

bersikap dan berpikir terbuka, mengambil posisi ketika ada bukti yang

cukup untuk melakukan sesuatu, dan mencari penjelasan sebanyak

mungkin. Maka dari itu peneliti akan menganalisis kemampuan berpikir

kritis peserta didik dengan menggunakan model penskoran yaitu Graded

Response Models (GRM).

3. Graded response models (GRM)


17

Graded response models (GRM) atau model respon berjenjang adalah

sistem penskoran dimana tingkat kesukaran tiap kategori pada item tes disusun

secara berurutan, sehingga jawaban siswa haruslah terurut dari kategori yang

rendah hingga kategori yang tinggi. Graded response models (GRM),

merupakan salah satu pendekatan model IRT (item respon theory) dimana

bertujuan untuk menampilkan kemampuan berpikir matematika siswa, karena

bentuk tes yang digunakan dalam penskoran model ini adalah uraian, yang

menuntut siswa untuk mampu berpikir kritis, dan setiap butir soal dibuat

berdasarkan tingkat kesulitan dari mudah hingga sukar (Gusrianti, 2018: 23).

Penskoran merupakan langkah pertama dalam proses pengolahan hasil

tes pekerjaan peserta didik. Graded response models (GRM) merupakan sebuah

metode pembelajaran yang digunakan untuk mengukur tingkat kemampuan

berpikir kritis matematika siswa. Lord dan Novick mendefenisikan pengukuran

sama dengan penskoran, menurut mereka pengukuran sebagai suatu prosedur

untuk memberikan angka (biasanya disebut skor). Lebih spesifik Silverius

mendefenisikan skor adalah angka yang menunjukkan jumlah jawaban yang

benar dari sejumlah butir soal yang membentuk tes (Junaidi, 2017: 19).

Dari defenisi di atas dapat disimpulkan bahwa penskoran adalah sebuah

proses pemberian angka atau pengkuantifikasian tiap butir pada tes maupun

kuisioner. Bila ditinjau dari bentuk-bentuk tes dan kuisioner, maka proses

penskoran pun akan berbeda untuk jenis tes maupun kuisioner tertentu.

Penskoran tes jenis objektif akan berbeda dengan penskoran tes essay, demikian

halnya dengan tes pilihan ganda dan jawaban pendek.


18

Graded Response Models (GRM) merupakan ekstensi dari metode

Thurstone yang muncul pada 1928. Graded Response Models (GRM) tepat

digunakan ketika respons peserta tes terhadap butir digolongkan sebagai

respons kategori yang berurutan dan tingkat penyelesaiannya cenderung

meningkat seperti yang ada pada skala Likert. Nilai tingkat kesulitan relative

katagori 1 > 2 > ...> n atau urut. Penggunaan Graded Response Models (GRM)

tepat ketika respons peserta ujian terhadap butir dapat digolongkan sebagai

respons kategori yang berurutan dan tingkatan penyelesaiannya cenderung

meningkat. Yaitu dengan menggunakan respon yang berurutan dan tingkat

penyelesaian dengan kata lain, langkah kedua memerlukan prasyarat langkah

kesatu, dan seterusnya sampai penyelesaian akhir (Gusrianti, 2018: 22).

Jadi, dari beberapa paparan mengenai Graded response models (GRM) di

atas, dapat disimpulkan bahwa Graded response models (GRM) adalah sistem

penskoran dimana tingkat kesukaran tiap kategori pada setiap tes disusun secara

terurut sehingga jawaban siswa haruslah berurut dari kategori yang rendah

hingga kategori yang tinggi. Sehingga peneliti menggunakan model penskoran

yaitu Graded Response Models (GRM) untuk menganalisis kemampuan

berpikir kritis peserta didik pada Materi Relasi dan Fungsi di SMP Negeri 2

Sungguminasa

4. Materi Relasi dan Fungsi

1. Relasi
19

Menurut Adistiana (2018) Relasi adalah menyatakan hubungan

antara suatu anggota himpunan dengan anggota himpunan lainnya.

Himpunan A dan himpunan B dikatakan memiliki relasi jika ada anggota

himpunan yang saling berpasangan. Relasi antara dua himpunan dapat

dinyatakan dengan tiga cara yaitu dengan diagram panah, himpunan

pasangan berurutan, dan diagram kartesius.

a. Diagram panah

Menurut Adistiana (2018) diagram ini membentuk pola dari

suatu relasi ke dalam bentuk gambar arah panah yang menyatakan

hubungan antara anggota himpunan A dengan anggota himpunan B.

Contoh dari relasi: Diketahui himpunan A={ 1, 2 , 3 , 4 } dan himpunan

B= { a ,b ,c } , As’ari, dkk. (2017: 78). Buatlah diagram panah dan

tentukan himpunan pasangan berurutannya!

Gambar 2.1. Diagram Panah

(Sumber: As’ari, 2017:78)


20

b. Himpunan Pasangan Berurutan

Selain dengan diagram panah, suatu relasi juga dapat

dinyatakan dengan menggunakan himpunan pasangan berurutan

(Adistiana, 2018). Caranya dengan memasangkan himpunan A dengan

himpunan B secara berurutan. Contoh:

Tabel 2.1. Data Pelajaran yang Disukai Siswa Kelas VIII

Nama Siswa Pelajaran yang Disukai


Abdul Matematika, IPA
Budi IPA, IPS, Kesenian
Candra Olahraga, Keterampilan
Dini Kesenian, Bahasa Inggris
Elok Matematika, IPA, Keterampilan
(Sumber: As’ari, 2017: 81)

Contoh di atas dapat kita misalkan dengan:

Himpunan A={ Abdul , Budi , Candra , Dini , Elok }

Himpunan B = {Matematika, IPA, IPS, Kesenian, Olahraga,

Keterampilan, Bahasa Inggris}

Dan “pelajaran yang disukai adalah relasi yang

menghubungkan himpunan A ke himpunan B. Himpunan pasangan

berurutan dari himpunan A ke himpunan B adalah: {(Abdul,

Matematika), (Abdul, IPA), (Budi, IPA), (Budi, IPS), (Budi,

Kesenian), (Candra, Olahraga), (Candra, Keterampilan), (Dini,

Kesenian), (Dini, Bahasa Inggris), (Elok, Matematika), (Elok, IPA),

(Elok, Keterampilan)}.

c. Diagram Kartesius
21

Menyatakan relasi antara dua himpunan dari pasangan

berurutan yang kemudian dituliskan dalam bentuk dot (titik-titik)

(Adistiana, 2018). Contoh: buatlah diagram kartesius dengan data

pada tabel 1.3.

Gambar 2.2. Diagram Kartesius

Pelajaran Kesukaan Siswa

(Sumber: As’ari, 2017:

82)

2. Fungsi

Fungsi (pemetaan) merupakan relasi dari himpunan A ke

himpunan B, jika setiap anggota himpunan A berpasangan tepat satu

dengan anggota himpunan B. semua anggota himpunan A atau daerah asal

disebut domain, sedangkan daerah kawan disebut kodomain. Hasil dari

pemetaan antara domain dan kodomain disebut range fungsi atau daerah

hasil. Fungsi juga dapat dinyatakan dalam bentuk diagram panah,

himpunan pasangan berurutan, dan diagram kartesius (Adistiana, 2018).

A B

1 0
2 2
4 4
8
22

Gambar 2.3. Contoh Fungsi

Dari diagram panah di atas dapat disimpulkan:

Domain adalah A={ 1,2,4 }

Kodomain adalah B= {0,2,4,8 }

Range fungsi ¿ { 2,4,8 }

Sebuah fungsi dapat dinotasikan dengan huruf kecil seperti f, g, h.

Misalkan fungsi f memetakan himpunan A ke himpunan B dinotasikan

f ( x ) dengan aturan f : x →3 x +3. Artinya fungsi f memetakan x ke 3 x+ 3.

Jadi daerah bayangan x oleh fungsi f adalah 3 x+ 3 sehingga dapat

dinotasikan dengan f ( x )=3 x +3. Dari uraian ini dapat dirumuskan: jika

fungsi f : x → ax+b dengan x anggota domain f, maka rumus fungsi adalah

f ( x )=ax+ b. Dengan menghitung nilai fungsi, dapat diketahui nilai fungsi

yang menghasilkan kodomain atau himpunan kawan dari himpunan asal

atau domain (Adistiana, 2018).

Cara untuk menggambarkan grafik fungsi f ( x )=ax+ b dan nilai

perubahan fungsi pada uraian berikut.

Misalnya kamu akan menggambar grafik fungsi

y=f ( x )=3 x+2 dengan daerah asal {x∨−2≤ x ≤ 4 , x ∈ R }. Buatlah tabel

fungsi f ( x )=3 x +2 terlebih dahulu untuk memudahkan ketika

menempatkan titik pada bidang Cartesius (Marsigit, 2007: 45).

Tabel 2.2 mencari nilai fungsi f ( x )=3 x +2


23

x -2 -1 0 1 2 3 4
3x -6 -3 0 3 6 9 12
2 2 2 2 2 2 2 2
f (x) -4 1 2 5 8 11 14
( x , f ( x) ) (-2, -4) (-1, 1) (0, 2) (1, 5) (2, 8) (3, 11) (4, 14)
(sumber: Marsigit, 2007: 45)

Pada tabel di atas terlihat bahwa jika variabel x diganti dengan

bilangan-bilangan yang semakin besar maka nilai f (x) juga akan semakin

besar. Grafik fungsi linear f ( x )=3 x +2 dapat kamu lihat pada gambar

berikut (Marsigit, 2007: 45).

Gambar 2.4 grafik fungsi linearf ( x )=3 x +2


(sumber: Marsigit, 2007: 46)

5. Contoh Soal Berpikir Kritis Terkait Pokok Bahasan Relasi dan Fungsi

Terkait dengan indikator dari kemampuan berpikir kritis yaitu Focus

yang berkaitan dengan identifikasi fokus atau perhatian utama, Reason yang

berkaitan dengan identifikasi dan menilai akseptabilitas alasannya, Inference

yang berkaitan dengan menilai kualitas kesimpulan, dengan asumsi alasan


24

untuk dapat diterima, Situation yang berkaitan dengan situasi dengan seksama,

Clarity yang berkaitan dengan kejelasan, periksa untuk memastikan bahasanya

jelas, dan Overview yang berkaitan dengan mengecek kembali atau langkah

mundur dan lihat semuanya secara keseluruhan. Adapun contoh soal yaitu

sebagai berikut:

1) Berikut adalah daftar nama kelas VIII beserta olahraga yang disukainya.

Nama Olahraga
Ayu Catur, Volly, dan Lari
Ani Volly
Uni Lari dan Renang
Tia Catur dan Renang

Rey Renang

Dari tabel diatas, buatlah relasi dengan menggunakan diagram panah,

diagram cartesius, dan himpunanan pasangan berurutan!

Jawab:

a. Diagram Panah
Nama Olahraga

Ayu
Catur
Ani
Volly
Uni
Lari
Tia
Renang
Rey
25

b. Diagram Cartesius

Olahraga

Volly
Renang

Lari

Catur

Nama
Ayu Ani Uni Tia Rey
c. Himpunan pasangan berurutan

R= {(Ayu, Catur), (Ayu, Volly), (Ayu, Lari), (Ani, Volly), (Uni,

Lari), (Uni, Renang), (Tia, Catur), (Tia, Renang), (rey, Renang)}

Berdasarkan soal diatas dalam berpikir kritis dapat menguji kefokusan

siswa dalam membuat diagram panah, menentukan titik-titik koordinat pada

diagram cartesius, dan penentuan himpunan pasangan berurutan.

2) Perhatikan diagram panah berikut, mana yang merupakan fungsi dan

sebutkan alasannya!

i. K L ii. K L
L
o 1 o 1
p 2 p 2
q 3 q 3

q
iii. B
p
26

q
o
p

A
2 3 o
iv. B
A
1 3
1 2
Jawab:

yang merupakan fungsi adalah gambar i dan iii Karena pada setiap anggota

himpunan A berpasangan tepat satu dengan anggota himpunan B

Berdasarkan soal diatas dalam berpikir kritis dapat menguji pengetahuan

peserta didik mengenai fungsi dengan menuliskan alasan mengapa dikatakan

fungsi. Selain itu, juga dapat dinilai kualitas pendapatnya dari alasan yang

diberikan serta kejelasan dalam menyusun bahasa yang jelas.

3) Diketahui fungsi f : x →3 x +3 pada himpunan bilangan bulat. Tentukan!

a. f (3)!

b. Bayangan f(-2) oleh f!

c. Nilai f untuk x=−4!

d. Nilai x untukf ( x )=6!

e. Nilai a jika f ( a )=12!

Jawab:

f : x →3 x +3
27

f ( x )=3 x +3

a. f ( 3 )=3.3+3=12

b. f (−2 )=3.−2+3=−3

c. f (−4 )=3.−4+3=−9

d. f ( x )=6=3 x +3

6−3=3 x +3−3

3=3 x

3
x= =1
3

e. f ( a )=12=3 x +3

12−3=3 x +3−3

9=3 x

9
x= =3
3

Berdasarkan soal diatas dalam berpikir kritis dapat menguji pengetahuan

peserta didik untuk mencari nilai fungsi dan memperhatikan tata cara

penyelesaian soal dari tahap ke tahap sehingga peserta didik memungkinkan

untuk memeriksa kembali atau mengecek ulang jawaban tes.

B. Penelitian Yang Relevan

Terdapat beberapa penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah

sebagai berikut :
28

1. Penelitian yang dilakukan oleh Hera Gusrianti yang berjudul: analisis

kemampuan berpikir kritis matematik siswa menggunakan Graded Response

Models (GRM) di SMAN 1 Jonggat kelas XI tahun pelajaran 2018/2019. Hasil

penelitian mengungkapkan bahwa dari 22 siswa yang mengikuti tes, 4 siswa

memiliki kemampuan berpikir kritis tinggi, 3 siswa memiliki kemampuan

berpikir kritis sedang, dan 15 siswa memiliki kemampuan berpikir kritis

rendah. Dilihat dari hasil presentase, 18,2% siswa memiliki kemampuan

berpikir kritis tinggi, 13,4% memiliki kemampuan berpikir kritis sedang, dan

68,2% memiliki kemampuan berpikir kritis rendah. Dilihat dari pencapaian tiap

indikator, 56,8% siswa mampu menuliskan hal yang diketahui dan hal yang

ditanya pada soal serta menuliskan metode yang digunakan (Fokus). 49,2%

siswa mampu memberikan alasan-alasan yang mendukung kesimpulan yang

diambil dan mengerjakan soal sesuai dengan cara yang telah direncanakan

(Alasan). 38,3% siswa mampu membuat kesimpulan (Menyimpulkan). 59,8%

siswa mampu menggunakan semua informasi yang telah diketahui (Situasi).

49,2% siswa mampu membedakan beberapa hal dengan jelas (Kejelasan). Dan

34,1% siswa mampu meneliti kembali secara menyeluruh dan mampu

menemukan alternatif jawaban (Meninjau kembali). Siswa yang memiliki

kemampuan berpikir kritis tinggi mampu memenuhi semua kriteria

kemampuan berpikir kritis matematik (focus, reason, inference, situation,

clarity, dan overview), siswa yang memiliki kemampuan beripikir kritis sedang

hanya mampu memenuhi semua kriteria kemampuan berpikir kritis matematik

focus, reason, situation, dan clarity, dan siswa yang memiliki kemampuan
29

beripikir kritis rendah hanya mampu memenuhi semua kriteria kemampuan

berpikir kritis matematik focus dan clarity. Persamaan penelitian tersebut

dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama menganalisis

kemampuan berpikir kritis siswa menggunakan Graded Response Models

(GRM). Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh

peneliti adalah tempat penelitian, subjek penelitian, dan keabsahan data.

2. Penelitian yang dilakukan oleh Junaidi yang berjudul: Analisis kemampuan

berpikir kritis matematika siswa dengan menggunakan Graded response

models di SMA Negeri 1 Sakti. Hasil penelitian tersebut mengungkapkan

bahwa 50% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis matematika sangat

tinggi, 5,5% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis matematika tinggi,

11,1% siswa memiliki kemampuan berpikir kritis matematika rata-rata, 33,3%

siswa memiliki kemampuan berpikir kritis matematika rendah, dan 0% siswa

memiliki kemampuan berpikir kritis matematika sangat rendah. Persamaan

penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-

sama menganalisis kemampuan berpikir kritis matematika siswa menggunakan

Graded Response Models (GRM). Perbedaan penelitian tersebut dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah tempat penelitian dan jumlah

subjek penelitian.

3. Penelitian yang dilakukan oleh Arfani Manda Tama yang berjudul: Analisis

butir soal kemampuan pemahaman konsep matematis peserta didik dengan

menggunakan Graded Response Models (GRM) di MTS Al-Hikmah Bandar

Lampung. Hasil penelitian ini adalah peserta didik dengan kategori kemampuan
30

tinggi secara umum dapat dikatakan bahwa peserta didik dapat menjelaskan

maksud dari fungsi, mampu menjelaskan pengertian fungsi dan korespondensi

satu-satu, mampu membedakan suatu fungsi, namun tidak dapat menentukan

banyaknya fungsi yang mungkin terjadi. Peserta didik dengan kemampuan

sedang secara umum dapat disimpulkan bahwa peserta didik mampu

menjelaskan pengertian fungsi, mampu mendeskripsikan pengertian dari

korespondensi satu-satu, namun subjek mengalami kesulitan menentukan

banyaknya fungsi yang mungkin terjadi dan tidak dapat menyelesaikannya

bahkan tidak memberikan jawaban apapun, serta hanya menggambar satu

diagram panah, yang seharusnya empat dari banyaknya fungsi yang mungkin

terjadi. Serta peserta didik berkemampuan rendah secara umum dapat

disimpulkan bahwa peserta didik belum memahami konsep dan maksud dari

fungsi, sehingga terlihat tidak dapat membedakan antara fungsi dan relasi, tidak

dapat menentukan manakah yang merupakan korespondensi satu-satu, tidak

dapat menggambar dan menentukan banyaknya fungsi yang akan terjadi serta

tidak dapat menentukan nilai suatu fungsi. Persamaan penelitian tersebut dengan

penelitian yang dilakukan oleh peneliti adalah sama-sama menggunakan

peskoran Graded Response Models (GRM) dan materi yang diangkat juga sama.

Perbedaan penelitian tersebut dengan penelitian yang dilakukan oleh peneliti

adalah tempat penelitian dan fokus penelitian.


31

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Pendekatan Penelitian

Pada penelitian ini pendekatan yang digunakan adalah penelitian kualitatif

dengan pendekatan deskriptif. Peneliti menggunakan metode kualitatif karena,

permasalahan belum jelas, holistik, komplesk, dinamis dan penuh makna sehingga

tidak mungkin data data pada situasi sosial tersebut dijaring dengan metode

penelititan kuantitatif. Selain itu peneliti bermaksud memahami situasi sosial secara

mendalam, menemukan pola, dan teori. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang

menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang atau
32

perilaku yang diamati. Penelitian ini disusun untuk mengetahui kemampuan

berpikir kritis matematika peserta didik menggunakan Graded response models

(GRM) dalam pembelajaran relasi dan fungsi pada kelas VIII-3 SMP Negeri 2

Sungguminasa.

B. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian adalah tempat diadakannya penelitian. Pada penelitian ini

Peneliti memilih salah satu sekolah menengah pertama yang terletak di Kabupaten

Gowa yaitu SMP Negeri 2 Sungguminasa sebagai tempat pelaksanaan penelitian di

Jl. Andi Mallombassang No.1, Pandang Pandang, Kecamatan Somba Opu,

Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan

C. Jenis Data Penelitian

Jenis data yang digunakan peneliti dalam penelitian ini adalah data primer

yang merupakan data yang diperoleh lalu dikumpulkan oleh peneliti secara

langsung dari sumber datanya, dan merupakan data kualitatif yang

mendeskripsikan.

D. Subjek Penelitian

Untuk menentukan subjek penelitian digunakan teknik purposive sampling.

Menurut Sugiyono (2018:300) “purposive sampling adalah teknik penentuan

sampel dengan kriteria-kriteria tertentu”. Subjek penelitian adalah peserta didik


33

kelas VIII-3 SMP Negeri 2 Sungguminasa. Langkah-langkah pengambilan subjek

dalam penelitian ini adalah:

1. Menetapkan kelas penelitian yaitu dengan cara mengkomunikasikan dengan salah

satu guru mata pelajaran matematika di SMP Negeri 2 Sungguminasa.

2. Memberi tes kepada siswa berupa soal terkait materi relasi dan fungsi.

3. Menghitung hasil tes peserta didik dengan menggunakan penskoran model

Graded Response Models (GRM).

4. Setelah mengetahui hasil tes kemudian , peneliti memilih 3 orang siswa yang akan

menjadi fokus penelitian yang akan di wawancari. Adapun kriteria dalam

menentukan subjek penelitian yaitu: siswa yang berpikir kritis rendah, siswa yang

berpikir kritis sedang, dan siswa berpikir kritis tinggi.

E. Prosedur Penelitian

Prosedur penelitian pada penelitian ini adalah:

1. Tahap Persiapan

a. Perizinan observasi untuk melakukan penelitian di SMP Negeri 2

Sungguminasa.

b. Observasi sekaligus melakukan komunikasi dengan guru bidang studi

matematika.

c. Permohonan judul penelitian.

d. Revisi judul.
34

e. Penyusunan draft proposal.

f. Pengujian draft.

g. Pengajuan pembimbing.

h. Penyusunan proposal.

i. Persiapan instumen.

2. Tahap Pelaksanaan

a. Pemberian tes tertulis.

b. Wawancara.

c. Dokumentasi.

3. Tahap Analisis Data dan Penyusunan Skripsi.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen utama dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri. Peneliti

terjun kelapangan sendiri baik dalam pengumpulan data, analisi, dan penarikan

kesimpulan. Adapun instumen lainnya dalam penelitian ini adalah:

1. Instrumen Tes Tertulis

Dalam penelitian ini peneliti memilih tes tertulis untuk di teskan ke

subjek penelitian. Peneliti membuat soal yang divalidasikan oleh dosen

matematika dan guru disekolah demi kevalidan isi (soal) jenis tes yang
35

digunakan yaitu soal uraian (essay test). Pemilihan materi sesuai materi yang

telah diajarkan.

2. Instrumen Pedoman Wawancara

Pada tahap ini peniliti memilih pedoman wawancara yang bebas tidak

terstruktur, yakni dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara

yang berisi pertanyaan yang akan diajukan, namun pertanyaan memuat poin-

poin penting yang ingin digali lebih dalam dari responden untuk

mendeskripsikan hasil jawaban peserta didik untuk di analisis kemampuan

pemahaman konsep peserta didik dengan menggunakan Graded response

models (GRM) dalam pembelajaran relasi dan fungsi.

G. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling utama dalam

penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono,

2018:224). Tanpa mengetahui teknik pengumpulan data, maka peneliti tidak akan

mendapatkan data yang memenuhi standar data yang diterapkan. Teknik

pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah:

1. Tes Tertulis

Tes ini digunakan untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis

peserta didik dengan menggunakan peskoran model Graded Response

Models (GRM). Data yang diharapkan berupa hasil pekerjaan siswa pada

lembar jawaban yang disertai dengan langkah-langkahnya. Data yang


36

didapatkan dari tes ini digunakan sebagai bahan analisis kemampuan berpikir

kritis peserta didik dengan menggunakan Graded Response Models (GRM).

Tes dapat berupa serentetan pertanyaan, lembar kerja, atau sejenisnya

yang dapat digunakan untuk mengukur pengetahuan, keterampilan, bakat, dan

kemampuan dari subjek penelitian. Lembar instrumen berupa tes ini berisi

soal-soal tes yang terdiri atas butir butir soal (Salim, 2019:83-84).

Tes yang diberikan kepada siswa kelas VIII-3 SMP Negeri 2

Sungguminasa merupakan tes berbentuk uraian untuk melihat kemampuan

berpikir kritis peserta didik yang sebelumnya telah divalidasi oleh validator.

Untuk melihat kemampuan berpikir kritis peserta didik, peneilti

menggunakan indikator berpikir kritis dengan penskoran model Graded

Response Models (GRM). Adapun model penskoran Graded Response

Models adalah sebagai berikut:

Tabel 3.1 Penilaian Graded response models (GRM)

No Aspek Penilaian Skor


1 Siswa tidak mampu menyelesaikan soal dengan benar 1
2 Siswa mampu menyelesaikan soal dengan setengah benar 2
3 Siswa mampu menyelesaikan soal dengan hampir benar 3
4 Siswa mampu menyelesaikan soal dengan benar 4
(sumber: Azhar, 2012: 4)
37

Peneliti menggunakan indikator berpikir kritis menurut Ennis (1978)

dalam (Gusrianti, 2018: 19) untuk mengetahui kemampuan berpikir kritis

peserta didik dengan menggunakan penskoran Graded Response Models

(GRM) adalah sebagai berikut:

Tabel 3.2 Indikator Pemecahan Masalah Matematika

Kriteria
Simbol

No

Skor
Berpikir Kritis Respon Siswa Terhadap Soal
.
Matematika

1 Focus (Fokus) P1 Siswa tidak mampu menuliskan


apa yang diketahui, ditanyakan dan
1
metode yang digunakan dengan
benar
Siswa mampu menuliskan hal apa
yang diketahui, ditanyakan dan
2
metode yang digunakan dengan
benar
Siswa mampu menuliskan hal apa
yang diketahui, ditanyakan dan
3
metode yang digunakan dengan
hampir benar
Siswa mampu menusilkan hal apa
yang diketahui, ditanyakan dan
4
metode yang digunakan dengan
benar.

Siswa tidak mampu memberikan


2 Reason P2 alasan-alasan yang mendukung
(Alasan) kesimpulan yang diambil dengan 1
benar
Siswa mampu memberikan alasan-
alasan yang mendukung
2
kesimpulan yang diambil dengan
setengah benar
Siswa mampu memberikan alasan- 3
alasan yang mendukung
kesimpulan yang diambil dengan
hampir benar
38

Siswa mampu memberikan alasan-


alasan yang mendukung
4
kesimpulan yang diambil dengan
benar
3 Inference P3 Siswa tidak mampu membuat
(Proses kesimpulan dari alasan yang telah 1
penarikan dikemukakan dengan benar
kesimpulan ) Siswa mampu membuat
kesimpulan dari alasan yang telah
2
dikemukakan dengan setengah
benar
Siswa mampu membuat
kesimpulan dari alasan yang telah 3
dikemukakan dengan hampir benar
Siswa mampu membuat
kesimpulan dari alasan yang telah 4
dikemukakan dengan benar
4 Situation P4 Siswa tidak mampu menggunakan
(Situasi) semua informasi yang telah 1
disesuaikan dengan benar
Siswa mampu menggunakan
semua informasi yang telah 2
disesuaikan dengan setengah benar
Siswa mampu menggunakan
semua informasi yang telah 3
disesuaikan dengan hampir benar
Siswa mampu menggunakan
semua informasi yang telah 4
disesuaikan dengan benar
5 Clarity P5 Siswa tidak mampu membedakan
1
(Kejelasan) beberapa hal dengan benar
Siswa mampu membedakan
beberapa hal dengan setengah 2
benar
Siswa mampu membedakan
3
beberapa hal dengan hampir benar
Siswa mampu membedakan
4
beberapa hal dengan benar
6 Overview P6 Siswa tidak mampu mengecek
(Meninjau semua tindakan yang telah 1
kembali) dilakukan dengan benar
Siswa mampu mengecek semua
tindakan yang telah dilakukan 2
dengan setengah benar
Siswa mampu mengecek semua 3
tindakan yang telah dilakukan
39

dengan hampir benar


Siswa mampu mengecek semua
tindakan yang telah dilakukan 4
dengan benar
Total Skor 24
(sumber: Gusrianti, 2018: 31-34)

Kemudian data dari hasil tes kemampuan berpikir kritis peserta didik

SMP Negeri 2 Sungguminasa yang diperoleh kemudian diolah dengan

menggunakan presentase yang dirumuskan sebagai berikut.

f
P= ×100 %
n

Keterangan : P = persentase

f = frekuensi jawaban siswa

n = jumlah skor keseluruhan (skor maksimum)

Peneliti menganalisis data tersebut berdasarkan jawaban peserta

didik dengan melihat jenis kemampuan berpikir kritis matematika peserta

didk. Adapun kriteria berpikir kritis adalah dalam (Gusrianti, 2018: 34)

sebagai berikut.

Tabel 3.2 Kriteria Kemampuan Berpikir Kritis

Rentang Nilai Tingkat Kemampuan Berpikir


Kritis Matematika
0 ≤ NKBK ≤ 60 Rendah
60 < NKBK ≤ 75 Sedang
75 < NKBK ≤ 100 Tinggi
(Dengan NKBK = Nilai Kemampuan Berpikir Kritis)
(sumber: Gusrianti, 2018: 34)

2. Wawancara
40

Wawancara ini digunakan sebagai teknik pengumpulan data dengan

cara menggali data langsung dari sumbernya dengan mengadakan tatap muka

secara langsung antara orang yang bertugas mengumpulkan data dengan

orang yang menjadi subjek penelitian. Wawancara dilaksanakan setelah hasil

tes terhadap siswa terpilih 3 orang siswa untuk mengetahui kemampuan

berpikir kritis peserta didik dengan menggunakan Graded Response Models

(GRM).

3. Dokumentasi

Dokumentasi ini digunakan untuk memperoleh data mengenai foto hasil

jawaban siswa dan dokumentasi pelaksanaan penlitian.

H. Teknik Analisis Data

Aktivitas dalam analisis data, yaitu data reduction, data display, dan

coshusion drawing/verivication. Milles dan Huberman (2009: 16) dalam Anggito

dan Johan (2018: 243-249)

1. Reduksi Data (Data reduction)

Reduksi data adalah suatu bentuk analisis yang menajamkan,

menggolongkan, mengarahkan, membuang data yang tidak perlu, dan

mengorganisasikan data dengan cara sedemikian rupa sehingga simpulan final

dapat ditarik dan diverifikasi. Reduksi data dalam penelitian ini adalah tahapan

mengkoreksi jawaban hasil tes peserta didik yang sudah dikumpulkan untuk

menemukan peserta didik yang memiliki kemampuan berpikir kritis rendah,

sedang, dan tinggi dan mencatat hasil wawancara.


41

2. Penyajian Data (Data display)

Sajian data adalah suatu rangkaian organisasi informasi yang

memungkinkan kesimpulan riset dapat dilakukan. Penyajian data dimaksukkan

untuk menemukan pola-pola yang bermakna serta memberikan kemungkinan

adanya penarikan kesimpulan dan tindakan. Dalam penelitian ini, data hasil

wawancara tentang analisis kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan

menggunakan Graded Response Models (GRM).

3. Menarik kesimpulan (coshusion drawing/verivication)

Penarikan kesimpulan merupakan proses perumusan makna/arti atau

kesimpulan penelitian yang akan diungkapkan dengan kalimat yang singkat-

singkat dan mudah dipahami serta dilakukan secara berulang kali melakukan

peninjauan dan pemeriksaan mengenai kebenaran dari kesimpulan tersebut.

Kesimpulan dalam penelitian ini dilihat dengan menggali informasi tentang

kemampuan berpikir kritis peserta didik dengan menggunakan Graded

Response Models (GRM) berdasarkan hasil persentase kriteria kemampuan tes.

I. Keabsahan Data

Keabsahan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah triangulasi.

Pada penelitian ini peneliti menggunakan triangulasi teknik/metode. Menurut

Sugiyo (2019: 495) triangulasi teknik untuk menguji kredibilitas data dilakukan

dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda.
42

Data tentang kemampuan berpikir kritis matematika siswa menggunakan Graded

Response Models (GRM) yang diperoleh melalui tes dengan sumber yang sama

dicek kembali dengan menggunakan wawancara.

DAFTAR PUSTAKA

Adistiana, K.D. 21 Maret 2018. Ruang Guru Matematika Kelas 8. Apa itu Relasi dan
Fungsi, (Online).
(https://blog.ruangguru.com/apa-itu-relasi-dan-fungsi, dikutip pada tanggal
30 Januari 2020).
43

Anggito, Anggito. dan Johan, Setiawan. 2018. Metodologi Penelitian Kualitatif. Jawa
Barat: CV Jejak.

As’ari, A.R. dkk. 2017. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Matematika Kelas
VIII Semester I/Ganjil. Jakarta: Pusat Kurikulum dan Perbukuan Baligbang
Kemendikbud.

Cahyono, Budi. 2017. Analisis Keterampilan Berpikir Kritis dalam Memecahkan


Masalah ditinjau Perbedaan Gender. Aksioma, 8(1): 52.

Depdiknas, 2003. UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas. Jakarta

Gusrianti, Hera. 2018. Analisis Kemampuan Kemampuan Berpikir Kritis Matematik


Siswa menggunakan Graded Rensponse Models (GRM) di SMA 1 Jonggat
kelas XI Tahun Pelajaran 2018/2019. Skripsi diterbitkan. Mataram: UIN
Mataram.

Junaidi. 2017. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematika Siswa dengan


Menggunakan Graded response models di SMA Negeri 1 Sakti. Junaidi,
Analisis Kemampuan Berpikir, 4(1): 9, 17, 19-20.

Kurniawati, Kharisma Lusiana. 2017. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematik


Siswa pada Materi Operasi Aljabar Kelas VII di SMP Islam Hasanuddin
Kesamben Blitar. Seminar Nasional FST, 1: 624.

Manfaat, Budi. 2018. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematik Siswa dengan
Menggunakan Graded Rensponse Models (GRM). Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika FMIPA UNY Yogyakarta, 4(1): 119.

Maulana. 2017. Konsep Dasar Matematika dan pengembangan Kemampuan Berpikir


Kritis-Kreatif. Sumedang: UPI Sumedang Press.

Maulidya, A. 2018. Berpikir dan Problem Solving. Ihya Al-Arabiyah Jurnal Pendidikan
Bahasa dan Sastra Arab, 4(1):12-16.

Marsigit. 2007. Matematika SMP Kelas VIII. Yogyakarta: Yudhistira Quadra.

Nur Indah Sari,Tria. 2017. Profil Kemampuan Brpikir Kritis Matematika Siswa ditinjau
Dari Kemampuan Spasial Dengan Menggunakan Graded Response Models
(GRM). Skripsi diterbitkan. Surabaya: FTK UIN SUNAN AMPEL.
44

Rahayuningsih, S. & Rani, J. 2019. Grup, HOTS dan Gender. Ponorogo: Uwais
Inspirasi Indonesia.

Rezky Wahyudi, Azhar. Penskoran Politomi Dalam Teori Respon Butir Menggunakan
Graded Response Model (GRM). Skripsi diterbitkan. Makassar: FMIPA
Universitas Hasanuddin.

Salim & Haidir. 2019. Penelitian Pendidikan: Metode, Pendekatan, dan Jenis. Jakarta:
Kencana.

Sani, Ridwan Abdullah. 2019. Cara Membuat Soal HOTS (High Order Thinking Skills).
Tangerang: Tira Smart.

Sari, Renny Ninda. Mujib. Siska Andriani. 2019. Penggunaan Graded response models
(GRM) dalam Menganalisis Proses Berpikir Peserta Didik. Seminar Nasional
Matematika dan Pendidikan Matematika, 2( 1): 176.

Sari, Renny Ninda. 2019. Analisis Kemampuan Berpikir Kritis Matematik dengan
Menggunakan Graded response models (GRM). Diterbitkan. Lampung:
Universitas Islam Negeri Rade Intan.

Sudijono, A. 2012. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: PT. Grafindo Persada.

Sugiyono. 2018. Metode penelitian: kuantitatif, kualitatif, dan R&D. Bandung:


Alfabeta.
Sugiyono. 2019. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Tama, Arfandi Manda. 2017. Analisis Butir soal kemampuan pemahaman konsep
matematis peserta didik dengan menggunakan graded response models
(GRM). Skripsi diterbitkan. Lampung: Universitas Islam Negeri (UIN).

Untara, Wahyu. 2013. Kamus Bahasa Indonesia Lengkap dan Praktis. Yogyakarta:
Indonesia Tera.

Zubaedi. 2011. Desain Pendidikan Karakter. Jakarta: Prenada Media Group.

Anda mungkin juga menyukai