Anda di halaman 1dari 8

PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN GUIDED INQUIRY

TERHADAP KEMAMPUAN BERPIKIR KRITIS MATEMATIKA


DI SMP BAKTI 17 JAKARTA

Kholifa Qisti Rohima


Universitas Indraprasta PGRI Jakarta
kholifaqisti@gmail.com

Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan menjawab permasalahan
tentang adakah pengaruh model pembelajaran guided inquiry terhadap
kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Metode penelitian yang
digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Populasi dalam
penelitian ini adalah peserta didik kelas VII SMP Bakti 17 Jakarta, dengan
sampel kelas VII-B dan VII-C. Teknik pengambilan sampel menggunakan
random sampling. Pengumpulan data tentang model pembelajaran Guided
Inquiry diperoleh dengan studi kepustakaan yang berasal dari buku-buku
referensi dan jurnal. Pengumpulan data tentang kemampuan berpikir kritis
matematika peserta didik dengan menggunakan tes, berupa soal uraian terdiri
dari 10 buitr soal. Teknik analisis data yang digunakan adalah uji-t dan
berdasarkan perhitungan uji-t menunjukkan t hitung = 4,79 dan t tabel = 2,03
pada taraf signifikan 5% atau (α = 0,05) dan derajat kebebasan (dk = 38)
yang berarti t hitung > t tabel (4,79 > 2,03), maka H0 ditolak dan
H1 diterima. Sehingga terdapat perbedaan kemampuan berpikir kritis
matematika antara peserta didik yang diajar menggunakan model
pembelajaran guided inquiry memiliki kategori lebih tinggi dibandingkan
dengan peserta didik yang diajar dengan model pembelajaran free inquiry.

Kata kunci: Model Pembelajaran Guided Inquiry, Kemampuan Berpikir


Kritis Matematika.

PENDAHULUAN

Pendidikan merupakan faktor utama membentuk kepribadian, sikap, dan karakter


manusia. Pendidikan juga sangat berperan dalam membentuk baik atau buruknya pribadi
manusia. Masalah pendidikan menjadi salah satu sorotan dari berbagai pihak, baik dari
masyarakat, pemerintah, maupun dari lembaga-lembaga lainnya. Perhatian dari berbagai pihak
sangat diperlukan karena pendidikan merupakan salah satu sektor yang paling dominan dalam
meningkatkan Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan aktivitas untuk
mempersiapkan peserta didik agar mampu menjadi masyarakat yang memiliki konstribusi
positif bagi orang lain atau lingkungan sekitarnya di masa yang akan datang.
Salah satu tujuan pendidikan agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatatan spriritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan untuk dirinya, masyarakat, bangsa
dan Negara. Untuk mencapai tujuan pendidikan tersebut maka dibutuhkan proses pembelajaran
yang berorientasikan kepada pengembangan kemampuan peserta didik. Dalam proses
pembelajaran, peserta didik diharapkan menjadi aktif, kreatif, inovatif, dan kritis terhadap
materi pembelajaran yang telah diajarkan oleh pendidiknya, terutama dalam mata pelajaran
matematika. Dalam proses belajar mengajar terdapat materi wajib, salah satunya adalah
1
matematika. Matematika sangatlah penting dikuasai oleh peserta didik karena segala aspek
kehidupan membutuhkan matematika.
Namun dalam kenyataannya, masih terdapat banyak masalah yang berkaitan dengan mata
pelajaran matematika. Saat ini, banyak ditemui peserta didik yang mengalami kesulitan dalam
belajar matematika. Beberapa penyebab kesulitan tersebut, antara lain pelajaran matematika
tidak tampak kaitannya dengan kehidupan sehari-hari, cara penyajian pelajaran matematika
yang monoton dari konsep abstrak menuju konkret, tidak membuat peserta didik senang. Selain
itu, penggunaan metode pembelajaran yang digunakan oleh pendidik saat kegiatan belajar-
mengajar terkadang kurang tepat.
Salah satu yang mengakibatkan timbulnya kesulitan peserta didik dalam memahami dan
mempelajari mata pelajaran matematika yakni rendahnya kemampuan yang dimiliki peserta
didik, salah satunya adalah kemampuan berpikir kritis. Hal ini disebabkan karena pembelajaran
seharusnya berpusat pada peserta didik tetapi rata-rata pendidik masih sering menggunakan
metode pembelajaran konvesional dalam mengajar seperti metode ceramah. Seharusnya peserta
didik tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan mengahafal materi yang diberikan oleh
pendidik dan peserta didik menjadi bersikap pasif atau kurang berperan aktif selama proses
pembelajaran. Sehingga hal ini menjadi permasalahan utama yang memerlukan perhatian
khusus.
Keberhasilan peserta didik dalam mata pelajaran matematika meliputi kemampuan untuk
mengidentifikasi, merumuskan masalah, mencari, dan menemukan penyelesaian dalam soal
matematika, menganalisis, menafsirkan, dan menarik kesimpulan. Sedangkan penguasaan
konsep matematika merupakan penialaian akhir dari proses pembelajaran matematika yang
diukur melalui tes. Penguasaan konsep matematika peserta didik dapat dilihat dari faktor
kongitif yang melibatkan intelektualitas peserta didik itu sendiri. Salah satu faktor kognitif yang
dimaksud adalah kemampuan berpikir kritis peserta didik.
Kemampuan berpikir kritis merupakan kemampuan individu dalam mengevaluasi
informasi, baik berbentuk pendapat sendiri maupun pendapat orang lain. Selaras dengan
pendapat diatas, Muhfahroyin (2009: 88-93) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kritis
adalah suatu proses yang melibatkan operasi mental seperti deduksi, induksi, klarifikasi,
evaluasi, dan penalaran.
Selain itu, penalaran dan pembuktian matematika sangat erat kaitannya dengan berpikir
kritis. Hal senada juga diungkapkan oleh O’Daffer dan Thornquist (Suwarna, 2009: 8)
menyatakan bahwa, “penalaran dan pembuktian matematika erat kaitannya dengan berpikir
kritis, karena penalaran dan pembuktian merupakan sebagai elemen terkait dalam berpikir
kritis”. Terdapat kaitan yang sangat erat antara matematika dengan berpikir kritis.
Adapun seseorang dapat dikatakan berpikir kritis dapat dilihat dari beberapa indikator.
Menurut Ennis (Zuriah dan Sunaryo, 2009: 9) mengemukakan bahwa:
Indikator kemampuan berpikir kritis menjadi lima kelompok yaitu:
1) Memberikan penjelasan sederhana (elementary clarification), meliputi: memfokuskan
pertanyaan, mengananlisis pertanyaan, bertanya, dan menjawab pertanyaan tentang suatu
penjelasan.
2) Membangun keterampilan dasar (basic support), meliputi: mempertimbangkan apakah
sumber dapat dipercaya atau tidak, mengamati dan mempertimbangkan suatu laporan.
3) Membuat inferensi atau menyimpulkan (infering), meliputi: mendeduksi dan
mempertimbangkan hasil deduksi, menginduksi dan mempertimbangkan hasil induksi,
membuat dan menentukan nilai pertimbangan.
4) Membuat penjelasan lebih lanjut (advanced clarification), meliputi: mendefinisikan istilah
dan pertimbangan definisi dalam tiga dimensi, mengidentifikasi asumsi.
5) Mengatur strategi dan taktik (strategies and tactics), meliputi: menentukan tindakan,
berinteraksi dengan orang lain.

Terkait pentingnya membangkitkan kemampuan berpikir kritis pada peserta didik, maka

2
para pendidik memerlukan model pembelajaran yang sesuai untuk dapat diimplemetasikan pada
proses pembelajaran. Tentunya diperlukan model yang membuat peserta didik lebih berperan
aktif dalam belajar dan berpikir kritis dalam menerima pelajaran yang diterimanya.
Salah satu model pembelajaran yang dapat memberikan pencapaian membuat peserta
didik aktif dalam proses pembelajaran adalah Model Guided Inquiry (Inkuiri Terbimbing).
Senada dengan pendapat diatas, Jacobsen (2009: 209) menyatakan bahwa, “Inkuiri terbimbing
(guided inquiry) merupakan salah satu model pengajaran yang dirancang untuk mengajarkan
konsep-konsep dan hubungan antar konsep. Ketika menggunakan metode pembelajaran ini,
pendidik menyajikan contoh-contoh pada peserta didik, memandu mereka saat mereka berusaha
menemukan pola-pola dalam contoh-contoh tersebut, dan memberikan semacam penutup ketika
peserta didik telah mampu mendeskripsikan gagasan yang diajarkan oleh pendidik”. Peranan
pendidik masih sangat diperlukan dalam model pembelajaran guided inquiry (inkuiri
terbimbing), membuat peserta didik mengembangkan kemampuan berpikir kritisnya bukan
berarti dilepas begitu saja dalam menerapkan model pembelajaran ini, semua tetap harus
dibawah bimbingan pendidik.
Selama proses pembelajaran dengan menggunakan model pembelajaran guided inquiry
peserta didik dituntut berperan aktif pada saat proses pembelajaran berlangsung, pendidik hanya
memberikan petunjuk diawal lalu pada saat dimana peserta didik berusaha menyelesaikan soal
tetap dibawah bimbingan sang pendidik tidak dilepas begitu saja. Senada dengan Hamalik
(2001: 188) menyatakan bahwa, “model pembelajaran inkuiri terbimbing melibatkan peserta
didik dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan pendidik. Peserta didik melakukan penyelidikan,
sedangkan pendidik membimbing mereka kearah yang tepat/benar”. Dalam metode
pembelajaran ini, pendidik perlu keterampilan dalam memberikan bimbingan, yakni
mendiagnosis kesulitan peserta didik dan memberikan bantuan dalam memecahkan masalah
yang mereka hadapi.
Dalam tujuan model pembelajaran guided inquiry yaitu melatih dan mengembangkan
peserta didik menjadi individu yang mandiri dalam segala hal terutama pada saat proses
pembelajaran. Menurut Kuhlthau dan Todd (2007), “tujuan utama inkuiri terbimbing adalah
untuk mengembangkan peserta didik yang mandiri yang tahu bagaimana untuk memperluas
pengetahuan dan keahlian melalui penggunaan keahlian dari berbagai sumber informasi yang
digunakan baik didalam maupun diluar sekolah”. Sumber daya didalam sekolah, seperti daftar
pustaka, database, dan sumber-sumber yang dipilih lainnya yang dilengkapi dan dikembangkan
oleh perpusatakaan umum, sumber daya masyarakat lokal, museum, dan internet.
Menurut Carol C. Kuhlthau dan Ross J. Todd (2007) ada 6 karakteristik inkuiri
terbimbing (guided inquiry), yaitu:
1) Peserta didik belajar aktif dan terefleksikan pada pengalaman
Jhon Dewey menggambarkan pembelajaran sebagai proses aktif individu, bukan sesuatu
dilakukan untuk seseorang tetapi lebih kepada sesuatu itu dilakukan oleh seseorang.
Pembelajaran merupakan sebuah kombinasi dari tindakan dan refleksi pada pengalaman.
Dewey sangat menekankan pembelajaran Hands on (berdasar pengalaman) sebagai
penetang metode otoriter dan menganggap bahwa pengalaman dan inkuiri (penemuan)
sangat penting dalam pembelajaran bermakna.

2) Peserta didik belajar berdasarkan pada apa yang mereka tahu


Pengalaman masa lalu dan pengertian sebelumnya merupakan bentuk dasar untuk
membangun pengetahuan baru. Menurut Ausubel faktor terpenting yang mempengaruhi
pembelajaran adalah apa yang mereka tahu.

3) Peserta didik mengembangkan rangkaian berpikir dalam proses pembelajaran melalui


bimbingan
Rangkaian berpikir ke arah yang lebih tinggi memerlukan proses mendalam yang
membawa kepada sebuah pengalaman. Proses yang mendalam memerlukan waktu dan
motivasi yang dikembangkan oleh pertanyaan-pertanyaan yang otentik mengenai objek
3
yang telah digambarkan dari pengalaman dan keingintahuan peserta didik. Proses yang
mendalam juga memerlukan perkembangan kemampuan intelektual yang melebihi dari
penemuan dan pengumpulan fakta. Menurut Bloom, kemampuan intelektual seperti
pengetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi membantu merangsang
untuk berinkuiri yang membawa kepada pengetahuan dan pendalaman yang mendalam.

4) Perkembangan peserta didik terjadi secara bertahap


Peserta didik berkembang melalui tahap perkembangan kognitif, kapasitas mereka untuk
berpikir abstrak ditingkatkan oleh umur. Perkembangan ini merupakan proses kompleks
yang meliputi kegiatan berpikir, tindakan, refleksi, menemukan dan menghubungkan ide,
membuat hubungan, mengembangkan dan mengubah pengetahuan sebelumnya,
kemampuan serta sikap dan nilai.

5) Peserta didik mempunyai cara yang berbeda dalam pembelajaran


Peserta didik belajar melalui semua pengertiannya. Mereka menggunakan seluruh
kemampuan fisik, mental dan sosial untuk membangun pemahaman yang mendalam
mengenai dunia dan apa yang hidup didalamnya.

6) Peserta didik belajar melalui interaksi sosial dengan orang lain


Pesera didik hidup di lingkungan sosial dimana mereka terus menerus belajar melalui
interaksi dengan orang lain disekitar mereka. Orang tua, teman, saudara, guru, kenalan, dan
orang asing merupakan bagian dari lingkungan sosial yang membentuk pembelajaran
lingkungan pergaulan dimana mereka membangun pemahaman mengenai dunia dan
membuat makna untuk mereka. Vigotsky berpendapat bahwa perkembangan proses hidup
bergantung pada interaksi sosial dan pembelajaran sosial berperan penting untuk
perkembangan kognitif.

Menurut Hanson (2005) tahap pelaksanaan pembelajaran inkuiri terbimbing (guided


inquiry) terdiri dari 5 tahap, yaitu:
1) Orientasi
Orientasi mempersiapkan peserta didik untuk belajar, memberikan motivasi untuk
berkreatifitas, menciptakan minat pengetahuan senbelumnya. Pengenalan terhadap tujuan
pembelajaran dan kriteria keberhasilan memfokuskan peserta didik untuk menghadapi
persoalan penting dan menentukan tingkat penguasan yang diharapkan.

2) Eksplorasi
Pada tahap eksplorasi, peserta didik mempunyai kesempatan untuk mengadakan observasi,
mendesain eksperimen, mengumpulkan, menguji dan menganalisa data, menyelidiki
hubungan serta mengemukakan pertanyaan dan menguji hipotesis.

3) Pembentukan Konsep
Sebagai hasil eksplorasi, konsep ditemukan, dikenalkan, dan dibentuk. Pemahaman
konseptual dikembangkan oleh keterlibatan peserta didik dalam penemuan bukan
penyampaian informasi melalui naskah atau ceramah.

4) Aplikasi
Aplikasi melibatkan penggunaan pengetahuan baru dalam latihan, masalah, dan penelitian
situasi lain. Latihan memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk membentuk
kepercayaan diri pada situasi sederhana dan konteks yang akrab. Pemahaman dan
pembelajaran yang sebenarnya diperlihatkan pada permasalahan yang mengharuskan
peserta didik untuk mentrasfer pengerahuan baru kedalam konteks yang tidak akrab,
memadukannya dengan pengetahuan lain, dan menggunakannya pada cara yang baru dan
berbeda untuk memecahkan masalah-masalah nyata di dunia.

4
5) Penutupan

Setiap kegiatan diakhiri dengan membuat validasi terhadap hasil yang mereka dapatkan,
refleksi terhadap apa yang telah mereka pelajari dan menilai penampilan mereka. Validasi biasa
diperoleh dengan melaporkan hasil kepada teman atau pendidik untuk mendapatkan pandangan
mereka mengenai isi dan kualitas hasil.
Model pembelajaran inkuiri terbimbing (guided inquiry) mempunyai kelebihan dan
kelemahan. Menurut Roestiyah (2008: 76-77), adapun kelebihan-kelebihan dari model
pembelajaran guided inquiry, yaitu:
1) Dapat membentuk dan mengembangkan “Self Concept” pada peserta didik, sehingga
peserta didik dapat mengerti tentang konsep dasar dan ide-ide yang lebih baik.
2) Membantu dan menggunakan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
3) Mendorong peseta didik untuk berpikir dan bekerja atas inisiatifnya sendiri, bersikap
obyektif, jujur, dan terbuka.
4) Mendorong peserta didik untuk berpikir intuitif dan merumuskan hipotesisnya sendiri.
5) Memberikan kepuasan yang bersifat instrinsik.
6) Situasi proses belajar menjadi lebih merangsang.
7) Dapat mengembangkan bakat atau kecakapan individu.
8) Memberi kebebasan peserta didik untuk belajar sendiri.
9) Dapat menghindari peseta didik dari cara-cara belajar yang tradisional.
10) Dapat memberikan peseta didik waktu secukupnya sehingga mereka dapat mengasimilasi
dan mengakomodasi informasi.

Sedangkan menurut Prambudi (Ariyanto, 2012) kelemahan-kelemahan pada model


pembelajaran guided inquiry (inkuiri terbimbing), yaitu:

1) Model ini sulit dalam merencanakan pembelajaran karena terbentur dengan kebiasaan
peserta didik dalam belajar.
2) Terkadang dalam mengimplementasikannya memerlukan waktu yang panjang sehingga
sering guru sulit menyesuaikan dengan waktu yang telah ditentukan.
3) Selama kriteria keberhasilan belajar ditentukan oleh kemampuan peserta didik menguasai
materi pelajaran, maka model ini akan sulit diimplementasikan oleh setiap guru.

METODE

Penelitian ini dilaksanakan di Kelas VII tahun ajaran 2016/2017 SMP Bakti 17 Jakarta
yang berlokasi di Jalan Persahabatan No. 23, Kelurahan Cipedak, Kecamatan Jagakarsa,
Provinsi Jakarta Selatan. Daerah Khusus Ibukota Jakarta, dengan jumlah sampel 40 peserta
didik, yaitu 20 peserta didik kelas eksperimen dan 20 peserta didik kelas kontrol. Data akan
dianalisis dengan menggunakan uji-t beda rata-rata, yang lebih dahulu dilakukan perhitungan
persyaratan data, yaitu uji normalitas dan uji homogenitas. Jenis penelitian yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah post
test control group design. Dalam desain ini, kedua kelompok yang akan diberi perlakuan dengan
pembelajaran yang berbeda. Setelah pembelajaran berakhir diberi test akhir (post test)
menggunakan instrumen test. Rancangan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
Tabel 1
Desain Penelitian
Kelompok Perlakuan Hasil
Eksperimen (E) X1 Y1
Kontrol (K) X2 Y2
5
Keterangan :
E : Kelas yang diajarkan dengan model pembelajaran guided inquiry.
K : Kelas yang diajarkan dengan model pembelajaran free inquiry.
X1 : Perlakuan pada kelas yang diajarkan dengan model pembelajaran guided inquiry.
X2 : Perlakuan pada kelas yang diajarkan dengan model pembelajaran free inquiry
Y1 : Kemampuan berpikir kritis matematika pada kelas yang diajarkan dengan model
pembelajaran guided inquiry.
Y2 : Kemampuan berpikir kritis matematika pada kelas yang diajarkan dengan model
pembelajaran free inquiry.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Secara deskriptif, data kemampuan berpikir kritis matematika peserta didik pada kelas
eksperimen diambil dari hasil penelitian terhadap soal yang diberikan kepada sampel sebanyak
7 soal valid. Setelah tes diberikan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol yang didalam proses
pembelajaran diberikan model pembelajaran guided inquiry untuk kelas eksperimen dan model
pembelajaran free inquiry untuk kelas kontrol, masing-masing dari kelas kontrol dan
eksperimenn dan kelas kontrol diambil sampel 20 peserta didik, sehingga diperoleh data sebagai
berikut:

Tabel 2
Perbandingan Kemampuan Berpikir Kritis matematika siswa kelas eksperimen dan kelas kontrol
Statistik Kelas Eksperimen Kelas Kontrol
Nilai Terendah 98 90
Nilai Tertinggi 70 61
Mean 85 73
Median 85,1 71,5
Modus 88,7 68,5
Simpangan Baku 7,53 7,90
Varian 56,84 62,431

Berdasrkan data tersebut, dapat terlihat perbandingan statistika deskriptif nilai tes hasil
belajar peserta didik antara kelas kontrol dan kelas eksperimen. Dari 20 peserta didik, peserta
didik kelas eksperimen diperoleh nilai rata-rata yang lebih tinggi dibandingkan peserta didik
kelas kontrol yang juga terddiri dari 20 peserta didik. Begitu pula dengan nilai median (Me)
serta nilai modus (Mo), pada kelas eksperimen diperoleh lebih tinggi dibanding kelas kontrol.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil dari data kelas eksperimen lebih baik dari
pada kelas kontrol.
Untuk lebih jelasnya hasil dari uji normalitas antara kelas eksperimen dan kelas kontrol
dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 3
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Normalitas

Jumlah
Kelas Lhitung Ltabel Kesimpulan
Sampel
Eksperimen 20 0,1551 0,190 Normal
Kontrol 20 0,0946 0,190 Normal

6
Karena L0 pada kedua kelas kurang dari Ltabel, dapat disimpulkan bahwa data populasi
kedua kelompok berdistribusi normal.
Tabel 4
Rekapitulasi Hasil Perhitungan Uji Homogenitas

Jumlah Ftabel
Kelompok S2 Fhitung Kesimpulan
Sampel α = 0,05
Eksperimen 20 56,48
1,10 2,15 Terima H0
Kontrol 20 62,43

Setelah dilakukan uji persyaratan analisis data, diperoleh bahwa kedua data berdistribusi normal
dan homogen. Lalu, dilakukan uji hipotesis dengan uji t beda rata-rata dan didapat kriteria
thitung>ttabel (4,79>2,03) maka H0 ditolak dan H1 diterima pada 𝛼 = 0,05. Dengan demikian rata-
rata kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang diberi model pembelajaran guided
inquiry lebih tinggi secara signifikan dibandingkan siswa yang diberikan model pembelajaran
free inquiry. Dengan kata lain, pemberian model pembelajaran guided inquiry mempunyai
pengaruh dalam meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa SMP Bakti 17
Jakarta.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan, penelitian yang dilakukan selama lebih
kurang 1 bulan di SMP Bakti 17 Jakarta dimana para peserta didik ditempatkan dalam kelas
secara merata dengan kemampuan yang sama tanpa adanya pengklasifikasi kelas (kelas
unggulan dan kelas biasa). Ternyata terdapat perbedaan hasil rata-rata kemampuan berpikir
kritis matematika antara kelompok peserta didik yang diajar dengan menggunakan model
pembelajaran guided inquiry dengan peserta didik yang diajar menggunakan model
pembelajaran free inquiry.

Dapat dikatakan bahwa rata-rata kemampuan berpikir kritis matematika peserta didikyang
diajar dengan menggunakan model pembelajran guided inquiry lebih tinggi dibanding rata-rata
siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran free inquiry. Hal ini disebabkan oleh
tingkat keaktifan siswa yang diajar menggunakan model pembelajaran guided inquiry dalam
berdiskusi memecahkan masalah secara berkelompok, dengan pokok permasalahan yang sama
dengan anggota kelompok yang lain serta dibimbingnya oleh pendidik dalam proses
penyelesaian jalan keluar dari masalah yang diberikan sehingga lebih mudah menyimpulkan dan
mencari pemecahan dari suatu bahasan dalam kelompok, berbeda halnya dengan menggunkan
model pembelajaran free inquiry yang berkelompok namun memiliki masalah yang berbeda-
beda sehingga tidak sedikit siswa yang kesulitan untuk menyelesaikan masalahnya dan masih
harus lagi untuk menjelaskan apa yang tidak bisa dikuasai kepada anggota kelompok yang lain.

Model pembelajaran guided inquiry sebenarnya merujuk kepada meningkatkan kesadaran


akan pentingnya kerjasama antar kelompok tanpa adanya nilai pembeda antara siswa dalam
anggota kelompok terssebut, apabila hal ini dapat diterapkan dengan baik maka penggunaan
model pembelajran guided inquiry akan memberikan pengaruh yang sangat besar dalam
meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika siswa. Dengan demikian tidak hanya
kemampuan berpikir kritis matematika siswa yang akan meningkat namun sikap sosial mereka
akan terasah melalui kerja sama kelompok dalam memecahkan permasalahan dalam
pembelajaran matematika. Sehingga akan terjadi peningkatan pada kemampuan berpikir kritis
matematika.

7
SIMPULAN DAN SARAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pengujian hipotesis, dapat disimpulkan bahwa


penerapan model pembelajaran guided inquiry mempengaruhi kemampuan berpikir kritis
matematika pada pokok bahasan bangun datar segiempat. Dengan menggunakan model
pembelajaran guided inquiry, rata-rata kemampuan berpikir kritis matematika lebih tinggi dari
pada penggunaan model pembelajran free inquiry di kelas VII SMP Bakti 17 Jakarta tahun
ajaran 2016/2017. Hal ini dikarenakan peserta didik mampu mendiskusikan dan menyelesaikan
masalah secara bersama dalam kelompok dengan permasalahan yang sama ditiap anggota
kelompoknya, perlu diingat pemilihan model pembelajaran yang tepat akan meningkatkan
kemampuan berpikir kritis matematika, disinilah pentingnya pemahaman guru terhadap
karakteristik siswa, sehingga mampu memanfaatkan model pembelajaran guided inquiry dengan
maksimal guna meningkatkan kemampuan berpikir kritis matematika.

DAFTAR RUJUKAN

Ariyanto, Catur Agus. 2012. (Online). http://zifararaca.blogspot.co.id/2012/07/inkuiri-


terbimbing.html?m=1. (diakses pada tanggal 3 Oktober 2016).

Hamalik, Oemar. 2001. Perencanaan Pengajaran Berdasarkan Pendekatan Sistem. Jakarta:


Bumi Aksara.

Hanson, David M. 2005. Designing Process-Oriented Guided-Inquiry Activities. Departement


of Chemistery, Stony Book University. Diterjemahkan oleh Erlina Sofiani.

Jacobsen, David A., dkk. 2009. Methods for Teaching, Edisi kedelapan. Diterjemahkan oleh
Erlina Sofiani. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Kuhlthau, Carol C. dan Todd, Ross J.. 2007. Guided Inquiry: A framework for learning through
school librariesin 21st century schools. New Jersey: CISSL. Diterjemahkan oleh Erlina
Sofiani. (Online).
http://kpicenter.org/index.php.?option=com_content&task=view&id=37&Itemid=4.
(diakses tanggal 3 Oktober 2016).

Muhfahroyin. 2009. Memberdayakan kemampuan berpikir kritis siswa melalui pembelajaran


konstruktivik. Jurnal Pendidikan dan Pembelajaran, 16 (1): 88-93.Isnaningrum, I. dan
Rusmana, I. M. 2012. Efektifitas Penggunaan Media ICT dalam Peningkatan Pemahaman
Konsep Matematika. Jurnal Formatif, 2(3): 198-225.

Suwarna, Dina Mayadiana. 2009. Suatu Alternatif Pembelajaran untuk Meningkatkan


Kemampuan Berpikir Kritis Matematika. Jakarta: Cakrawala Maha Karya.

N. K., Roestiyah. 2008. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Rineka Cipta.


Zuriah, Nurul dan Sunaryo, Hari. 2009. Berpikir Kritis Dialogis Melalui DDCT (Deep
Dialogues And Critical Thinking); Teori dan Aplikasinya dalam Pembelajaran. Malang:
Universitas Muhammadiyah Malang.

Anda mungkin juga menyukai