Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH FALSAFAH EKONOMI ISLAM DAN SUMBER

HUKUM EKONOMI ISLAM

Mata Kuliah : Sistem Ekonomi Islam

Kelompok 2

Nur Anisa Putri 105731119721


Nadia Oktavia Ningsih 105731119621
Wahyuningsi 105731119521

PRODI AKUTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

2022
KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

 Puji syukur kehadirat Allah Subhanahu wata’ala yang telah melimpahkan

rahmat serta nikmat-Nya kepada kita semua, sehingga saya dapat menyelesaikan

makalah ini dengan Judul “Falsafah Ekonomi Islam dan Sumber Hukum Ekonomi

Islam

 Shalawat serta salam senantiasa kami ucapkan kepada junjungan kita

Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wasaallam yang kita nanti-nantikan syafaatnya

kelak di yaumul qiyamah. Ungkapan rasa terimakasih tidak lupa kami sampaikan

kepada semua yang telah memberikan dukungan serta arahan atas

terselesaikannya makalah ini.

Terkait dengan referensi dan penulisan makalah ini, kemungkinan saja ada

kesalahandan kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat

membangun sangat kamiharapkan. Kiranya cukup sekian, semoga makalah ini

dapat memberikan kontribusi terhadap pengembangan ilmu pengetahuan dan

bermanfaat bagi kita semua. Aamiin.

Wassalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Makassar, 28 Maret 2022

Penulis

Kelompok 2

i
DAFTAR ISI

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

Bab I Pendahuluan

1.1Latar Belakang 1

1.2 Rumusan Masalah 2

1.3 Tujuan Makalah 2

Bab II Pembahasan

2.1 Filsafat Ekonomi Islam 3

2.2 Aliran-Aliran Dalam Filsafat Ekonomi Islam 13

2.3 Sumber Hukum Ekonomi Islam 15

2.4 Pemikiran Hukum Ekonomi Islam di Indonesia 16

2.5 Praktek Ekonomi Islam 17

Bab III Penutup

3.1 Kesimpulan 22

3.2 Saran 22

Daftar Pustaka 23

ii
BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Islam adalah agama universal dan komprehensif, universal berarti dbahwa

Islam diperuntukkan bagi seluruh ummat manusia di muka bumi dan dapat

diterapkan dalam setiap waktu dan tempat sampai akhir zaman.Komprehensif

sendiri berarti bahwa Islam mempunyai ajaran yang lengkap dan sempurna

(syumul). Islam sangatlah sempurna dikarenakan Islam telah mengatur segala

aspek kehidupan manusia baik dari aspek spiritual (ibadah murni) hingga aspek

mu’amalah yang meliputi ekonomi, sosial, politik hukum dan masih banyak lagi.

Al-Qur‟an secara tegas mendeklarasikan kesempurnaan Islam tersebut. Ini

dapat dilihat dalam beberapa ayat, seperti pada surat An-Nahl ayat 89, yang

berbunyi

  َ‫ب تِ ْبيَانًا لِّ ُك ِّل َش ْي ٍء َّوهُدًى َّو َرحْ َمةً َّوبُ ْش ٰرى لِ ْل ُم ْسلِ ِم ْين‬
َ ‫ك ْال ِك ٰت‬
َ ‫َونَ َّز ْلنَا َعلَ ْي‬

Terjemahan : “Dan Kami turunkan Kitab (Al-Qur'an) kepadamu untuk

menjelaskan segala sesuatu, sebagai petunjuk, serta rahmat dan kabar gembira

bagi orang yang berserah diri (Muslim)”. Dan juga dijelaskan dalam Al-Qur’an

Surah Al-Ma’idah ayat 3 yang berbunyi :

‫ْت لَ ُك ُم ااْل ِ ْساَل َم ِد ْينً ۗا‬ ُ ‫اَ ْليَوْ َم اَ ْك َم ْل‬ 


ُ ‫ت لَ ُك ْم ِد ْينَ ُك ْم َواَ ْت َم ْم‬
ِ ‫ت َعلَ ْي ُك ْم نِ ْع َمتِ ْي َو َر‬
ُ ‫ضي‬

Terjemahan : “Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah

Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu, dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.”

Sebagai ajaran yang komprehensif, Islam meliputi tiga pokok ajaran, yaitu

Aqidah, Syari‟ah dan akhlak, Hubungan antar aqidah, syari‟ah dan akhlak dalam

1
sistem Islam terjalin sedemikian rupa sehingga merupakan sebuah sistem yang

komprehensif. Aqidah adalah ajaran yang berkaitan dengan keyakinan dan

kepercayaan seseorang terhadap Allah, Malaikat, Rasul, Kitab dan rukun iman

lainnya. Akhlak adalah ajaran Islam tentang prilaku baik-buruk, etika dan

moralitas. Sedangkan syariah adalah ajaran Islam tentang hukum-hukum yang

mengatur tingkah laku manusia.

Syariah Islam terbagi kepada dua yaitu ibadah dan mu’amalah. Ibadah

diperlukan untuk menjaga ketaatan dan keharmonisan hubungan manusia dengan

khaliq-Nya. Muamalat dalam pengertian umum dipahami sebagai aturan

mengenai hubungan antar manusia salah satu aspek penting yang terkait dengan

hubungan antar manusia adalah ekonomi. Ajaran Islam tentang ekonomi memiliki

prinsip-prinsip yang bersumber Alquran dan Hadits.

1.2 Rumusan Masalah :

Berdasarkan uraian latar belakang makalah, maka dapat dirumuskan

masalahnya sebagai berikut :

1. Bagaimanakah Filsafat Ekonomi Islam ?

2. Bagaimanakah sumber-sumber ekonomi Islam ?

1.3 Tujuan Makalah :

Berdasarkan rumusan masalah, maka didapatkan tujuan penulisan makalah

ini adalah :

1. untuk mengetahui filsafat ekonomi islam

2. untuk mengetahui sumber-sumber ekonomi islam

2
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Filsafat Ekonomi Islam

Filsafat ekonomi, merupakan dasar dari sebuah sistem ekonomi yang

dibangun. Berdasarkan filsafat ekonomi yang ada dapat diturunkan tujuan-tujuan

yang hendak dicapai, misalnya tujuan kegiatan ekonomi konsumsi, produksi,

distribusi, pembangunan ekonomi, kebijakan moneter, kebijakan fiskal, dan

sebagainya. Filsafat ekonomi Islam didasarkan pada konsep triangle: yakni filsafat

Allah, manusia dan alam. Kunci filsafat ekonomi Islam terletak pada manusia

dengan Allah, alam dan manusia lainnya. Dimensi filsafat ekonomi Islam inilah

yang membedakan ekonomi Islam dengan sistem ekonomi lainnya kapitalisme

dan sosialisme. Filsafat ekonomi yang Islami, memiliki paradigma yang relevan

dengan nilai-nilai logis, etis dan estetis yang Islami yang kemudian

difungsionalkan ke tengah tingkah laku ekonomi manusia kemudian diturunkan

juga nilai-nilai instrumental sebagai perangkat peraturan permainan suatu

kegiatan. Salah satu poin yang menjadi dasar perbedaan antara sistem ekonomi

Islam dengan sistem ekonomi lainnya adalah pada falsafahnya, yang terdiri dari

nilai-nilai dan tujuan. Dalam ekonomi Islam, nilai-nilai ekonomi bersumber

Alquran dan hadits berupa prinsip-prinsip universal. Di saat sistem ekonomi lain

hanya terfokus pada hukum dan sebab akibat dari suatu kegiatan ekonomi, Islam

lebih jauh membahas nilai-nilai dan etika yang terkandung dalam setiap kegiatan

ekonomi tersebut. Nilai-nilai inilah yang selalu mendasari setiap kegiatan

ekonomi Islam.

1. Tauhid

3
Tauhid merupakan fondasi utama seluruh ajaran Islam. Dengan demikian Tauhid

menjadi dasar seluruh konsep dan aktivitas umat Islam, baik di bidang ekonomi,

politik, sosial maupun budaya. Dalam Al-Qur‟an disebutkan bahwa tauhid

merupakan filsafat fundamental dari ekonomi Islam. Hakikat tauhid juga dapat

berarti penyerahan diri yang bulat kepada kehendak Ilahi, baik menyangkut

ibadah maupun muamalah. Sehingga semua aktifitas yang dilakukan adalah dalam

kerangka menciptakan pola kehidupan yang sesuai kehendak Allah.

Konsep tauhid yang menjadi dasar pondasi mengajarkan dua ajaran utama

dalam ekonomi. Pertama, Semua sumber daya yang ada di alam ini merupakan

ciptaan dan milik Allah secara absolut (mutlak dan hakiki). Manusia hanya

sebagai pemegang amanah untuk mengelola sumberdaya itu dalam rangka

mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan kehidupan manusia secara adil.

Dalam mengelola sumberdaya itu manusia harus mengikuti aturan Allah dalam

bentuk Syariah, sebagaimana firman Allah dalam surah Al-Jatsiyah : 18 yang

berbunyi :

َ‫ثُ َّم َج َع ْل ٰنكَ ع َٰلى َش ِر ْي َع ٍة ِّمنَ ااْل َ ْم ِر فَاتَّبِ ْعهَا َواَل تَتَّبِ ْع اَ ْه َو ۤا َء الَّ ِذ ْينَ اَل يَ ْعلَ ُموْ ن‬

Terjemahan : , “Kemudian kami jadikan bagi kamu syariah dalam berbagai

urusan, maka ikutilah syariah itu. Jangan ikuti hawa nafsu orangorang yang tak

mengetahui”

Salah satu contoh praktik ekonomi saat ini yang bertentangan dengan

Tauhid adalah bunga. Bunga yang memastikan usaha harus berhasil (untung)

bertentangan dengan tauhid. Padahal setiap usaha mengandung tiga kemungkinan,

4
yaitu untung, impas atau rugi. Lebih dari itu, tingkat keuntungan itupun bisa

berbeda-beda, bisa besar, sedang atau kecil. Jadi, konsep bunga benar-benar tidak

sesuai dengan syariah, karena bertentangan dengan prinsip tauhid.

Kedua, Allah menyediakan sumber daya alam sangat banyak untuk

memenuhi kebuAllah manusia. Manusia yang berperan sebagai khalifah, dapat

memanfaatkan sumber daya yang banyak itu untuk kebuAllah hidupnya. Dalam

perspektif teologi Islam, semua sumber daya yang ada, merupakan nikmat Allah

yang tak terhitung ( tak terbatas ) banyaknya, sebagaimana firman Allah dalam

surah Ibrahim : 34, yang berbunyi

‫و ٰا ٰتى ُكم مِّنْ ُك ِّل ما سا َ ْل ُتم ُْو ۗهُ واِنْ َت ُعد ُّْوا نِعْ م َ هّٰللا‬
َ ‫ت ِ اَل ُتحْ ص ُْو َه ۗا اِنَّ ااْل ِ ْن َس‬
‫ان لَ َظلُ ْو ٌم َك َّفا ٌر‬ َ َ َ َ ْ َ

Terjemahan : “Dan Dia telah memberikan kepadamu segala apa yang kamu

mohonkan kepada-Nya. Dan jika kamu menghitung nikmat Allah, niscaya kamu

tidak akan mampu menghitungnya. Sungguh, manusia itu sangat zalim dan sangat

mengingkari (nikmat Allah)”.

2. Maslahah

Maslahah diartikan sebagai kebaikan (kesejahtraan) dunia dan akhirat.

Para ahli ushul fiqh mendefinisikannya sebagai segala sesuatu yang mengandung

manfaat, kegunaan, kebaikan dan menghindarkan dari mudharat, kerusakan dan

mafsadah. Imam Al-Ghazali menyimpukan, maslahah adalah upaya mewujudkan

dan memelihara lima kebuAllah dasar, yakni agama, jiwa, akal, keturunan dan

harta.

5
Pengembangan ekonomi Islam dalam menghadapi perubahan dan

kemajuan sains teknologi yang pesat haruslah didasarkan kepadamaslahah. Para

ulama menyatakan ”di mana ada maslahah, maka di situ ada syariah Allah ”. Ini

berarti bahwa segala sesuatu yang mengandung kemaslahatan, maka di sana ada

syariah Allah. Dengan demikian maslahah adalah konsep paling utama dalam

syariat Islam.

3. Adil

Adil merupakan pilar penting dalam ekonomi Islam. Penegakkan keadilan

telah ditekankan oleh Al quran sebagai misi utama para Nabi yang diutus Allah,

sebagaimana dalam firman Allah dalam surah Al-Hadid : 25 yang berbunyi

‫ب َو ْال ِم ْي َزانَ لِيَقُوْ َم النَّاسُ بِ ْالقِ ْس ِۚط‬


َ ‫ت َواَ ْنز َْلنَا َم َعهُ ُم ْال ِك ٰت‬
ِ ‫قَ ْد اَرْ َس ْلنَا ُر ُسلَنَا بِ ْالبَيِّ ٰن‬

Terjemahan : “Sungguh, Kami telah mengutus rasul-rasul Kami dengan bukti-

bukti yang nyata dan kami turunkan bersama mereka kitab dan neraca (keadilan)

agar manusia dapat berlaku adil”.

Penegakan keadilan ini termasuk keadilan ekonomi dan penghapusan

kesenjangan pendapatan. Allah yang menurunkan Islam sebagai sistem kehidupan

bagi seluruh umat manusia, menekankan pentingnya adanya keadilan dalam setiap

sektor, baik ekonomi, politik maupun sosial.

Komitmen Islam yang besar pada persaudaraan dan keadilan, menuntut

agar semua sumber daya yang menjadi amanat suci Allah, digunakan untuk

mewujudkan maqashid syari’ah, yakni pemenuhan kebuAllah hidup manusia,

terutama kebuAllah dasar (primer), seperti sandang, pangan, papan, pendidikan

6
dan kesehatan. Persaudaraan dan keadilan juga menuntut agar sumberdaya

didistribusikan secara adil kepada seluruh rakyat melalui kebijakan yang adil dan

instrumen zakat, infaq, sedekah, pajak, kharaj, jizyah, cukai ekspor-impor dan

sebagainya.

Dalam Islam, pertumbuhan ekonomi harus seiring dengan pemerataan.

Tujuan kegiatan ekonomi, bukanlah meningkatkan pertumbuhan menurut konsep

ekonomi kapitalisme. Tujuan ekonomi Islam lebih memprioritaskan

pemberantasan kemiskinan dan pengurangan pengangguran.

4. Khilafah

Manusia telah diberkahi dengan semua kelengkapan akal, spiritual, dan

material yang memungkinkannya untuk mengemban misinya dengan efektif.

Fungsi kekhalifahan manusia adalah uttuk mengelola alam dan memakmurkan

bumi sesuai dengan ketentuan dan syariah Allah. Dalam mengemban tugasnya

sebagai khalifah ia diberi kebebasan dan juga dapat berfikir serta menalar untuk

memilih antara yang benar dan yang salah, fair dan tidak fair dan mengubah

kondisi hidupnya ke arah yang lebih baik sebagaimana firman Allah dalam surah

Ar-Ra’d : 11 yang berbunyi

‫اِ َّن هّٰللا َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َح ٰتّى يُ َغيِّرُوْ ا َما بِا َ ْنفُ ِس ِه ۗ ْم‬

Terjemahan : “Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum

sebelum mereka mengubah keadaan diri mereka sendiri”.

Konsep khilafah juga meniscayakan peranan negara dalam perekonomian.

Peran penting tersebut antara lain memberikan jaminan sosial kepada masyarakat,

7
jaminan pelaksanaan ekonomi Islam, serta kontrol pasar dan memastikan tidak

terjadi pelanggaran terhadap hak-hak orang lain dalam kegiatan bisnis melalui

lembaga hisbah. Peran negara dalam perekonomian tidak berarti bahwa Islam

menolak mekanisme pasar sepenuhnya. Islam tidak akan intervensi pasar untuk

regulasi harga, kecuali jika terjadi distorsi pasar. Intervensi negara pada harga

didasarkan kan pada prinsip maslahah, yaitu untuk tujuan-tujuan kebaikan dan

keadilan secara menyeluruh.

5. Persaudaraan (Ukhuwah)

Al-Quran mengajarkan persaudaraan (ukhuwah) sesama manusia, termasuk dan

terutama ukhuwah dalam perekonomian. rsamaan manusia dalam pengelolaan dan

pemanfaatan sumber daya. Konsep persamaan manusia, menunjukan bahwa Islam

menolak pengklasifikasian manusia yang berdasarkan atas kelas - kelas. Implikasi

dari doktrin ini ialah bahwa antara manusia terjalin rasa persaudaraan dalam

kegiatan ekonomi, saling membantu dan bekerjasama dalam ekonomi, yakni

syirkah, qiradh dan mudharabah. Inilah yang diterapkan di dalam aktivitas

ekonomi mikro di lembaga-lembaga keuangan Islam saat ini, seperti bank

syari’ah, asuransi syari’ah, obligasi syari’ah, dan pasar modal syari’ah. Dalam

konteks ekonomi makro praktik bagi hasil ini diterapkan dalam pinjaman luar

negeri, dalam instrumen moneter pemerintah sehingga sistem riba benar-benar

dihapuskan dalam seluruh aktivitas ekonomi baik mikro maupun makro.

Konsep ukhuwah juga berimplikasi pada akhlak dalam bersaing dalam

suatu bisnis. Ukhuwah amat relevan untuk menjadi terapi bagi interaksi bisnis

8
yang tercerabut dari persaudaraan dan rentan terhadap ancaman homo homini

lopus dan homo economicus. Untuk itulah ekonomi Islam mengajarkan

persaingan yang sehat,”Fastabiwul khairat”, dengan cara meningkatkan efisiensi,

kompetensi, dan bentuk-bentuk kompetisi sehat lainnya. Dalam kaiatan inilah

Islam melarang menjelekkan bisnis orang lain untuk memenangkan bisnisnya,

demikian pula Islam melarang membeli apa yanag sudah ditawar saudaranya.

Sebagai salah satu contoh pelanggaran terhadap konsep ukhuwah adalah sebagai

berikut. ”Ketika tingkat bunga menaik, maka investasi menurun. Untuk menjaga

tingkat laba tertentu, maka kapitalis menurunkan tingkat upah pekerja, akibatnya

terjadilah pengangguran. Ketika upah diturunkan, terjadilah eksploitasi atas buruh

(perkerja). Pada tataran ini prinsip persaudaraan telah dilanggar”.

6. Kerja dan Produktivitas

Dalam pandangan Islam bekerja dipandang sebagai ibadah. Sebagaimana

disebutkan dalam sebuah hadits :

‫مه كد عهّ عيانً كان انمجاٌد في سبيم هلال عس َ جم‬

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Siapa yang bekerja

keras untuk mencari nafkah keluarganya, maka ia adalah mujahid fi

Sabillah”( H.R. Ahmad).

Berniat untuk bekerja dengan cara-cara yang sah dan halal menuju ridha

Allah adalah visi dan misi setiap muslim. Berpangku tangan merupakan perbuatan

tercela dalam agama Islam. Umar bin Khatttab pernah menegur seseorang yang

sering duduk berdo’a di mesjid tanpa mau bekerja untuk meningkatkan

9
kesejahteraan dirinya. Umar berkata, Janganlah salah seorang kamu duduk di

mesjid dan bedoa, Ya Allah berilah aku rezeki”. Sedangkan ia tahu bahwa langit

tidak akan menurunkan hujan emas dan hujan perak. Maksud perkataaan Umar ini

adalah bahwa seseorang itu harus bekerja dan berusaha, bukan hanya bedoa saja

dengan mengharapkan bantuan orang lain.

Monastisisme dan asketisisme dilarang dalam Islam. Monastisisme adalah

pandangan atau sikap hidup menyendiri di suatu tempat dengan menjauhkan diri

dari kehidupan masyarakat. Tujuannya hanya untuk bertapa tanpa niat untuk

melakukan perubahan dan perbaikan masyarakat. Sedangkan asketisme adalah

pandangan atau sikap hidup keagamaan yang menganggap pantang segala

kenikmatan dunia atau dengan penyiksaan diri dalam rangka beribadat dan

mendekatkan diri kepada Allah.

Dalam ekonomi Islam, perspektif kerja dan produktifitas adalah untuk

mencapai tiga sasaran, yaitu :Mencukupi kebuAllah hidup, meraih laba yang

wajar dan menciptakan kemakmuran lingkungan sosial maupun alamiyah. Ketiga

sasaran tersebut harus terwujud secara harmonis. Apabila terjadi sengketa antara

pekerja dan pemodal (majikan). Islam menyelesaikannya dengan cara yang baik,

yakni ada posisi tawar-menawar antara pekerja yang meminta upah yang cukup

untuk hidup keluarganya dan tingkat laba bagi pemodal (majikan) untuk

melanjutkan produksinya.

7. Kepemilikan

10
Semua sumberdaya di alam semesta ini sebagai milik Allah, maka

konsekuensinya adalah setiap individu mempunyai akses yang sama terhadap

milik Allah, karena seluruh alam ini ditundukkan untuk kemaslahatan seluruh

manusia. Sedangkan menurut ekonomi konvensional, usaha mendapatkan

kekayaan, pemanfaatannya dan penyalurannya, tunduk pada kemauan manusia itu

sendiri, tidak tunduk pada ketentuan syari‟at dan qaidah-qaidah yang ditetapkan

Allah.

Ekonomi Islam membagi tiga jenis kepemilikan yang harus dibedakan,

yakni pemilikan individu, pemilikan umum dan pemilikan negara. Pemilikan

individu diperoleh dari bekerja, warisan, pemberian, hibah, hadiah, wasiat, mahar

barang temuan dan jual beli. Islam melarang memperoleh harta melalui cara yang

tidak diridhoi Allah dan merugikan pihak lain, seperti riba, menipu, jasa

pelacuran, perdagangan gelap, produksi dan penjualan alkohol/miras, narkoba,

judi, spekulasi valuta asing, spekulasi di pasar modal, money game, korupsi,

curang dalam takaran dan timbangan, ihtikar, dan sebagainya. Oleh karena itu

tidak seorang pun dapat dibenarkan memperoleh pendapatan dari aktivitas yang

telah disebutkan di atas.

8. Kebebasan dan Tanggung Jawab

Pengertian kebebasan dalam perspektif islam berarti bahwa manusia bebas

menentukan pilihan antara yang baik dan yang buruk dalam mengelola

sumberdaya alam. Kebebasan untuk menentukan pilihan itu melekat pada diri

manusia, karena manusia telah dianugerahi akal untuk memikirkan mana yang

11
baik dan yang buruk, mana yang maslahah danmafsadah (mana yang manfaat dan

mudharat). Adanya kekebasan termasuk dalam mengamalkan ekonomi,

implikasinya manusia harus bertanggung jawab atas segala perilakunya. Manusia

dengan potensi akalnya mengetahi bahwa penebangan hutan secara liar akan

menimbulkan dampak banjir dan longsor. Manusia juga tahu bahwa membuang

limbah ke sungai yang airnya dibutuhkan masyarakat untuk mencuci dan mandi

adalah suatu perbuatan salah yang mengandung mafsadah dan mudharat.

Melakukan riba adalah suatu kezaliman besar. Namun ia tetap melakukannya

juga, makaa ia harus mempertangung jawabkan perbuatannya itu di hadapan

Allah, karena perbuatan itu dilakukannya atas pilihannya sendiri.

Kebebasan dalam pengertian Islam adalah kekebasan yang terkendali.

Dengan demikian, konsep ekonomi pasar bebas, tidak sepenuhnya begitu saja

diterima dalam ekonomi Islam. Alokasi dan distribusi sumber daya yang adil dan

efisien, tidak secara otomatis terwujud dengan sendirinya berdasarkan kekuatan

pasar. Harus ada lembaga pengawas dari otoritas pemerintah yang dalam Islam

disebut lembaga hisbah.

9. Jaminan Sosial

Secara hukum dan moral negara bertanggung jawab untuk mencukupi

kebutuhan pokok masyarakat. Negara pada dasarnya bertanggung jawab secara

tidak langsung terhadap masyarakatnya dan kewajibannya adalah meringankan

dan menghapus penderitaan rakyatnya. Dengan kata lain, negara hanya

bertanggung jawab terhadap kebutuhan pokok masyarakat secara individu apabila

12
individu itu tidak mampu memperoleh kebutuhan pokok tersebut dengan

usahanya sendiri, tetapi dalam keadaan apapun, negara tidak memberikan

””umpan sepenuhnya sehingga masyarakat menjadi tidak produktif. Jelas bahwa

sistem Islam tidak membiarkan mereka menjadi miskin dan terlantar, tetapi

berupaya mewujudkan bagi mereka kehidupan yang layak.

10. Nubuwwah

Prinsip nubuwwah juga mengajarkan bahwa Rasul merupakan

personifikasi kehidupan yang yang baik dan benar. Untuk itu Allah mengutus

Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sebagai Rasul terakhir yang

bertugas untuk memberikan bimbingan dan sekaligus sebagai teladan kehidupan.

Sifat-sifat utama yang harus diteladani oleh semua manusia (pelaku bisnis,

pemerintah dan segenap manusia) dari Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi

wasallam, setidaknya ada empat, yaitu shiddiq, amanah, tabligh dan fatanah.

2.2. Aliran-aliran dalam Filsafat Ekonomi Islam

1. Mazhab Baqir Ash-Shadr

Menurut pendapat mazhab Baqir As-Sadr dalam bukunya Iqtishaduna

(Ekonomi Kita) bahwa terdapat perbedaan yang mendasar antara ilmu ekonomi

dengan islam, keduanya merupakan sesuatu yang berbeda sekali. Ilmu ekonomi

adalah ilmu ekonomi sedangkan islam adalah islam, tidak ada yang disebut

ekonomi islam. Menurut mereka islam tidak mengenal konsep sumber daya

ekonomi yang terbatas, sebab alam semesta ini maha luas. Sehingga jika manusia

bisa memanfaatkannya niscaya tidak akan pernah habis.

13
Jadi, menurut mazhab ini bahwa ekonomi Islam merupakan suatu istilah

yang kurang tepat sebab ada ketidaksesuaian antara definisi ilmu ekonomi dengan

ideologi Islam. Ada kesenjangan secara terminologis antara pengertian ekonomi

dalam perspektif ekonomi konvensional dengan pengertian ekonomi dalam

perspektif syariah Islam, sehingga perlu dirumuskan ekonomi Islam dalam

konteks syariah Islam. Pandangan ini didasarkan pada pengertian dari Ilmu

ekonomi yang menyatakan bahwa masalah ekonomi timbul karena adanya

masalah kelangkaan sumber daya ekonomi (scarcity) dibandingkan dengan

kebutuhan manusia yang sifatnya tidak terbatas. Dalam hal ini mazhab Baqir As-

Sadr menolak pengertian tersebut sebab dalam Islam telah ditegaskan bahwa

Allah Subhanahu Wata’ala telah menciptakan makhluk di dunia ini termasuk

manusia dalam kecukupan sumber daya ekonomi. Namun fakta membuktikan

bahwa tidak semua manusia dapat menikmati anugerah Allah tersebut, sehingga

masih banyak dari mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan sementara

sebagian kecil lainnya bergelimang dalam kemewahan. Menurut mazhab Baqir

As-Sadr untuk mewujudkan hal tersebut maka ada beberapa langkah yang

dilakukan yaitu :

a. Mengganti istilah ilmu ekonomi dengan istilah iqtishad yang mengandung arti

bahwa selaras, setara dan seimbang.

b. Menyusun dan merekonstruksi ilmu ekonomi tersendiri yang bersumber dari

Al-Qur’an dan Hadist.

2. Aliran Mainstream

14
Corak utama dari pemikiran aliran ini adalah kebalikan dari aliran

Iqtishādunā dalam memandang masalah ekonomi. Menurut aliran ini, masalah

ekonomi timbul memang dikarenakan kelangkaan Sumber Daya Alam sementara

keinginan manusia tidak terbatas. Untuk itu, manusia diarahkan untuk melakukan

prioritas dalam memenuhi segala kebutuhannya. Dan keputusan dalam

menentukan skala prioritas tersebut tidak dapat dilakukan semaunya sendiri

karena dalam Islam sudah ada rujukannya sesuai dengan Al-Qur’an dan As-

Sunnah. Aliran ini ditokohi oleh 4 tokoh utama, yaitu Muhammad Abdul Mannan,

Muhammad Nejatullah Siddiqi, Syed Nawab Haidar Naqvi, dan Monzer Kahf.

3. Aliran Alternatif

Aliran ini dikenal sebagai aliran yang kritis secara ilmiah terhadap ekonomi

Islam, baik sebagai ilmu maupun sebagai peradaban. Aliran ini mengkritik kedua

aliran sebelumnya. Aliran Iqtishādunā dikritik karena dianggap berusaha

menemukan sesuatu yang baru yang sebenarnya sudah ditemukan tokoh-tokoh

sebelumnya, sedangkan aliran Mainstream dikritik sebagai jiplakan ekonomi

aliran Neo-Klasik dan Keynesian dengan menghilangkan unsur riba serta

memasukkan variabel zakat dan akad, sehingga tidak ada yang orisinil dari aliran

ini. Namun aliran ini tidak hanya mengkritik ekonomi Islam saja, ekonomi

konvensional pun juga telah dikritik. Tokoh-tokoh aliran ini adalah Timur Kuran,

Sohrab Behdad, dan Abdullah Saeed.

2.3. Sumber Hukum Ekonomi Islam

1. Al Qur’an dalam Hukum Ekonomi Islam

15
Al Qur’an adalah sumber Islam yang diturunkan kepada Nabi Muhammad

Shallallahu ‘alaihi wasallam untuk disampaikan kepada umat manusia sebagai

pedoman keselamatan kehidupan duniadan akhirat. Ajaran ajaran yang

dikandungnya bersifat komprehensiv dan universal.Komprehensifitas dan

universal al- qur’an ini tidak hanya karena dicipta oleh Allah, tetapi nilai-nilai

yang ada memberi tawaran-tawaran baru yang solutif dan berkeadilan.

2. As - Sunnah atau Al – Hadist

As-Sunnah atau Al-Hadist merupakan sumber hukum Islam kedua setelah

Al-Qur’an. Apa-apa yang masih samar dan belum disebutkan dalam al-Qur’an

biasanya ditemukan dalam al- Hadist. Beberapa nilai Etikal yang ditegaskan

dalam al-Hadist bertalian dengan perilaku mua’amalah manusia 

3.Ijma’ (konsesus)

Ijma’ adalah metode penggalian hukum yang dilakukan dengan cara

mengumpulkan para ulamauntuk membahas satu masalah secara bersama-sama.

Hasil diputuskan dalam perkumpulan tersebut menjadi hukum.

4. Qiyas

Qiyas adalah menyamakan hal yang hukumnya tidak terdapat

ketentuannya dalam al-Qur’an dan sunah rasul dengan hal yang hukumnya

terdapat ketentuannya dalam al-Qur’an dan sunnah Rasul karena adanya

persamaan ‘illat hukumnya.

2.4. Pemikira Hukum Ekonomi Islam di Indonesia

16
Kegiatan perbankan syariah di Indonesia sudah dimulai sejal tahun 1990-

an yang dimulai secara yuridis normatif dan ditanggapi dengan lahirnya Undang-

undang No. 10 Tahun 1992 yang berisi tentang aturan diperbolehkannya bank

konvensional menggunakan prinsip bagi hasil. Peraturan mengenai kegiatan

perbankan selanjutnya diatur lebih terperinci dalam Undang-undang No. 10 Tahun

1998. Undang-undang tersebut merupakan hasil amandemen dari Undang-undang

N0.10 Tahun 1992 yang lahir pada saat bergulirnya era reformasi. Undang-

undang ini merupakan era baru yang mengawali perkembangan perbankan syariah

secara pesat, dimana banyak industri keuangan yang bertransformasi dan

berduyung-duyung membuka lembaga keuangan syariah, sehingga diperlukan

adanya panduan hukum dan aturan-aturan yang terkait operasional perbankan

syariah secara nasional.

Menanggapi persoalan ini, MUI (Majelis Ulama Indonesia) membentuk

DSN (Dewan Syariah Nasional) pada tahun 1999. DSN adalah badan nasional

yang membuat regulsi atau aturan yang terkait dengan pelaksanaan operasional

perbankan syariah. Dalam metode penerbitan fatwa, DSN menggunakan keempat

sumber hukum yang disepakati oleh para ulama yaitu Al-Quran, Hadis Nabawi,

Ijma dan Qiyas. Selain itu, DSN juga mempelajari polapikir istinbath hukum yang

dilakukan oleh empat imam mazhab, yaitu Hanafi, Maliki, Syafii, dan Hambali

serta pertimbangan lain yang bersifat temporal dan kondisional.

2.5. Praktek Ekonomi Islam

1. Konsep Produksi Ekonomi Islam

17
Kegiatan produksi merupakan awal dimulainya kegiatan ekonomi.

Seorang konsumen tak akan bisa mengkonsumsi barang atau jasa tanpa adanya

seorang produsen. Dengan kata lain, produksi adalah urat nadi dalam kegiatan

ekonomi. Secara umum, produksi dapat diartikan sebagai suatu proses untuk

menghasilkan suatu barang dan jasa atau meningkatkan nilai guna suatu benda.

Dalam ilmu ekonomi, produksi adalah suatu proses kegiatan ekonomi untuk

menghasilkan barang dan atau jasa tertentu dengan memanfaatkan faktor-faktor

produksi dalam waktu tertentu.

Pengertian produksi dalam ekonomi islam sama seperti pengertian

produksi dalam ilmu ekonomi yang syarat akan sistem ekonomi konvensional.

Namun, bukan berarti tidak terdapat perbedaan antara keduanya. Sebagai sebuah

disiplin ilmu yang bersumber dari al-quran dan hadis, kegiatan produksi dalam

ekonomi syariah memiliki batasan-batasan yang tidak boleh dilanggar. Seperti,

barang yang diproduksi harus dalam kerangka halal dan tidak boleh berlebihan

dalam memproduksi barang-barang yang bersifat mewah. Hal ini bertujuan untuk

menjaga sumber daya yang ada agar tetap optimal.

2. Konsep Komsumsi Ekonomi Islam

Pengertian konsumsi dalam ekonomi ialah, sejumlah dana yang diperlukan

oleh si pengguna dana untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dan akan habis

dipakai untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya tersebut. Kebutuhan konsumsi

dapat dibedakan menjadi dua macam yaitu, kebutuhan primer dan kebutuha

sekunder. Kebutuhan primer adalah kebutuhan pokok baik berupa barang maupun

18
jasa contohnya, makanan, minuman, pakaian, pendidikan dasar dan pengobatan

Sedangkan, kebutuhan sekunder adalah kebutuhan tambahan yang secara

kuantitatif dan kualitatif lebih mewah dari kebutuhan primer seperti, mobil,

pariwisata, dan rumah. Dalam konsumsi ekonomi islam, untuk mememenuhi

kebutuhan konsumsi haruslah bedasarkan landasan ilmu yang bersumber dari al-

quran dan hadits. Salah satu contoh riil konsumsi syariah yaitu pembiayaan pada

bank syariah, bank syariah dapat menyediakan pembiayaan komersil untuk

pemenuhan kebutuhan barang konsumsi, pembiayaan pada bank syariah

diantaranya sebagai berikut:

a. Al-bai’bi tsaman ajil (salah satu bentuk murabahah) atau jual beli dengan

angsuran.

b. Al-ijarah al-muntahia bit-tamlik atau sewa beli.

c. Al-musyarakah mutanaqhishah atau descreasing participation, dimana secara

bertahap bank menurunkan jumlah partisipasinya.

d. Ar-Rahn untuk memenuhi kebutuhan jasa.

Pembiayaan konsumsi diatas lazim digunakan untuk pemenuhan

kebutuhan sekunder. Adapun kebutahan primer pada umumnya tidak dapat

dipenuhi dengan pembiayaan komersil. Seseorang yang belum dapat memenuhi

kebutuhan pokoknya tergolong fakir atau miskin. Oleh karena itu ia wajib diberi

zakat atau sedekah, atau maksimal diberikan pinjaman kebajikan. Pinjaman

kebajikan adalah pijaman dengan kewajiban pengenbalian pinjaman pokoknya

saja, tanpa imbalan apapun.

19
3. Konsep Pasar dalam Ekonomi Islam

Pasar adalah sebuah wadah untuk mempertemukan pihak penjual dan

pihak pembeli untuk melakukan transaksi barang dan ataupun jasa. Hal utama

yang diperlukan dalam pembentukan pasar adalah bertemunya antara pihak

pembeli dengan pihak penjual baik pada satu tempat atau pada tempat yang

berbeda. Pasar merupakan elemen ekonomi yang sangat penting guna

mewujudkan kemaslahatan dan kesejahteraan hidup manusia. Pada sistem

kapitalis, pasar memiliki peran yang sangat penting dalam menggerakkan kegiatan

ekonomi dan roda perekonomian, namun peran pengawasan dan intervensi

pemerintah sangat terbatas. Sedangkan pada sistem sosialis, mekanisme pasar

justru sangat didominasi oleh pemerintah dalam menentukan setiap kebijakan dan

langkah-langkah yang harus dilaksanakan oleh pasar. Sistem ekonomi syariah,

sangat berbeda dengan sistem ekonomi kapitalis dan sosialis, pada sistem

ekonomi syariah, pasar terbentuk secara alami, dengan berlandaskan nilai-nilai

syariah, para pelaku pasar wajib menjunjung tinggi nilai-nilai Islam. Pemerintah

juga memiliki tanggung jawab atas setiap peristiwa dan fenomena yang terjadi

dalam pasar. Pemerintah juga wajib membenahi pasar apabila terjadi distorsi

pasar.

Dalam sistem ekonomi Islam, para pelaku pasar hanya memiliki satu

tujuan utama dalam melakukan sebuah transaksi, yaitu mencapai ridha Allah demi

mewujudkan kemaslahatan bersama selain mencapai kesejahteraan individu. Oleh

karena itu, bertransaksi di dalam pasar merupakan sebuah amal ibadah dalam

kehidupan berekonomi. Allah Subhanahu Wata’ala menceritakan di dalam Al-

20
Qur’an bahwasanya Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wasallam sering pergi ke

pasar guna memenuhi kebutuhan hidupnya.

Profit atau keuntungan merupakan salah satu unsur yang terlahir dari

adanya kegiatan transaksi jual beli. Akan tetapi, di dalam sistem ekonomi Islam,

profit bukanlah tujuam akhir dati kegiatan bertransaksi. Al-Jaziri mengemukakan

konsep profit bahwa, “Jual beli yang dilakukan oleh manusia bertujuan untuk

mendapatkan profit, dan sumber kecurangan bisa berasal dari laba yang

diinginkan. Setiap penjual dan pembeli berkeinginan untuk mendapatkan labba

yang maskimal. Syariah tidak melarang adanya laba dalam jual beli dan juga tidak

membatasi laba yang harus dihasilkan. Akan tetapi, syariah hanya melarang

adanya penipuan, tindak kecurangan, melakukan kebohongan, serrta

menyembunyikan aib yang terdapat dalam suatu barang.

21
BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan bahasan makalah diatas, maka dapat di simpulkan bahwa :

1. Filsafat Ekonomi Islam dibangun atas dasar agama Islam, karenanya ia

merupakan bagian tak terpisahkan (integral) dari agama Islam. Sebagai derivasi

dari agama Islam, ekonomi Islam akan mengikuti agama Islam dalam berbagai

aspeknya. Islam adalah sistem kehidupan di mana Islam telah menyediakan

berbagai perangkat aturan yang lengkap bagi kehidupan manusia, termasuk dalam

bidang ekonomi. Beberapa aturan ini bersifat pasti dan berlaku permanen,

sementara beberapa yang bersifat kontekstual sesuai dengan situasi dan kondisi.

Penggunaan agama sebagai dasar ilmu pengetahuan telah menimbulkan diskusi

panjang di kalangan ilmuwan, meskipun sejarah telah membuktikan bahwa hal ini

adalah sebuah keniscayaan

2. Hukum ekonomi Islam dapat berarti hubungan sebab-akibat atau peristiwa

ekonomi yang saling berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan

ekonomi sehari-hari dalam masyarakat. Dalam ekonomi islam menggunakan

keempat sumber hukum yang disepakati oleh para ulama yaitu Al-Quran, Hadits,

Ijma dan Qiyas.

3.2 Saran

Kewajiban merealisasikan ekonomi silam pada dasarnya merupakan tugas seluruh

pelaku ekonomi termasuk masyarakat terdapat banyak aktivitas ekonomi yang

tidak dapat diselenggarakan dengan baik oleh mekanisme pasar maupun oleh

22
peran pemerintah, sehinggamasyarakat harus berperan langsung. Pasar,

Pemerintah, dan masyarakat harus bergerak bersama untuk mencapai

kesejahteraan umat.

23
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Mustaq. Etika Bisnis dalam Islam. Jakarta: Al-Kautsar. 2001.


Al-Arif, M. Nur Rianto. Dasar-Dasar Ekonomi Islam. Solo: Era Adicitra
Intermedia, 2011.
Arif, Muhammad. Filsafat Ekonomi Islam.Medan:UINSU. 2018.
Muslimin, J.M. Filsafat Ekonomi Syariah. Komisi Yudisial RI

24

Anda mungkin juga menyukai