BAB 1
PENDAHULUAN
Pembelajaran adalah segala upaya yang dilakukan guru (pendidik) agar terjadi
proses belajar pada diri siswa. Secara implisit di dalam pembelajaran ada kegiatan
yang diinginkan. Pembelajaran lebih menekankan pada cara-cara untuk mencapai tujuan
pembelajaran seperti problem posing, CTL, model pembelajaran inquiry dan lain-lain.
Seluruh model tersebut merupakan model pembelajaran yang melibatkan guru dan siswa
sebagai satu kesatuan yang mempunyai hubungan timbal balik dalam proses belajar
mengajar. Peran guru sebagai pengajar atau fasilitator sedangkan siswa merupakan
pembelajaran. Dengan demikian semua pihak yang berpartisipasi aktif dalam proses
pembelajaran (guru dan siswa) telah mengetahui arah pembelajaran. Akan tetapi bila
dicermati proses pembelajaran fisika pada umumnya masih banyak yang menggunakan
cara konvensional seperti ceramah, mencatat dan lain-lain. Proses pembelajaran masih
bahasan yang memerlukan penggunaan media atau alat peraga. Model pembelajaran
tersebut di atas dapat menimbulkan kejenuhan peserta didik serta kurangnya pemahaman
mengenai konsep yang diajarkan sehingga siswa kesulitan dalam menyelesaikan masalah-
masalah fisika terutama dalam penyelesaian soal-soal. Hal ini diketahui dari informasi guru
mata pelajaran fisika kelas X SMA Negeri 1 Paya Bakong yang menyatakan bahwa hasil
evaluasi nilai ulangan harian maupun nilai rata-rata ujian semester genap tahun 2017/2018
masih banyak di bawah Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yaitu 68. Untuk mengatasi
hal tersebut, guru diharapkan mampu menerapkan model yang tepat sesuai dengan
pembelajaran fisika. Dalam hal ini sebelum siswa menyelesaikan sebuah soal, siswa harus
memahami soal tersebut secara menyeluruh. Siswa harus tahu apa yang diketahui, apa
Untuk itu dalam mengerjakan soal-soal fisika diperlukan kiat atau teknik dalam
maka untuk menyelesaikan sebuah soal yang pada kenyataannya siswa masih kesulitan
pemahamannya. Salah satu strategi yang efektif dalam menciptakan pembelajaran aktif dan
Pembelajaran dengan suasana belajar aktif dan memberikan strategi dalam penyelesaian
Problem posing dikembangkan pada tahun 1997 masuk ke Indonesia pada tahun
mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecahkan suatu soal menjadi
pertanyaan yang lebih sederhana yang mengacu pada penyelesaian soal ( Iryanto, 2009).
Model pembelajaran Problem posing tersebut dapat dilakukan secara mandiri ataupun
3
berkelompok. Pada pembelajaran ini, siswa juga harus menguasai materi dan urutan
penyelesaian soal harus dijawab secara mendetail. Hal tersebut akan dicapai jika siswa
memperkaya pengetahuannya tidak hanya dari guru melainkan perlu belajar secara
mandiri.
teori atau konsep. Penyampaian materi menggunakan metode demonstrasi setelah itu
membuat masalah dari masalah yang ada dan menjawabnya, kemudian siswa diminta
belajar dengan problem posing. Mereka diberi kesempatan secara berkelompok maupun
individu. Setelah pemberian contoh cara membuat masalah dari situasi yang tersedia, siswa
tidak perlu lagi diberikan contoh. Penjelasan kembali contoh bagaimana cara mengajukan
soal dan menjawabnya bisa dilakukan jika sangat diperlukan. Penerapan dan penilaian
yang cukup sederhana dari pendekatan ini yaitu dengan cara siswa diminta mengajukan
soal yang sejenis atau setara dari soal yang telah dibahas.
Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah Setiawati, Vera Deni
(2011) penelitiannya menunjukkan bahwa nilai rata-rata tes evaluasi penguasaan konsep
setelah pembelajaran selesai yaitu kelas eksperimen sebesar 73.98, sedangkan kelas kontrol
sebesar 59.63. Untuk hasil dari perhitungan dengan menggunakan uji t dari nilai tes
evaluasi penguasaan konsep fisika yaitu thitung = 6.82 sedangkan ttabel = 1.99 dengan α =
5% dan dk = 33 + 33 - 2 = 64. Jadi t hitung > ttabel dengan demikian ada perbedaan ratarata
hasil belajar antara kelas eksperimen dan kelas kontrol. Berdasarkan hasil penelitian dan
pembahasan diperoleh bahwa nilai rata-rata tes evaluasi penguasaan konsep fisika peserta
didik kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran problem posing dengan demonstrasi lebih efektif dari pada pembelajaran
problem posing dapat dijadikan suatu model yang inovatif, bermanfaat dan mengefektifkan
proses pembelajaran, sehingga penulis tertarik untuk mengadakan penelitian dengan judul
Siswa Pada Materi Getaran Harmonis Kelas X SMA Negeri 1 Paya Bakong”.
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka permasalahan dalam penelitian ini
1 Paya Bakong?
Berdasarkan rumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
Pembelajaran Problem Posing Pada Materi Getaran Harmonis Kelas X SMA Negeri 1
Paya Bakong.
2. Bagi guru, sebagai alternatif model pembelajaran yaitu dengan student centered
pengalaman langsung mengenai adanya kebebasan dalam belajar fisika secara aktif,
berfikirnya.
1. Belajar
Belajar merupakan suatu proses usaha yang dilakukan seseorang untuk memperoleh
suatu perubahan yang baru, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan
lingkungannya.
2. Model pembelajaran
tertentu dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
mengharuskan siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi
rumusan masalah yang telah diajukan peneliti. Berdasarkan pengetian tersebut maka
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman bagi para perancang pembelajaran dan para
2008:7).
Problem posing berasal dari dua kata yaitu “problem” dan “posing”. “problem”
berarti masalah atau soal, dan “posing” berarti mengajukan atau membentuk. Menurut
siswa menyusun pertanyaan sendiri atau memecah suatu soal menjadi pertanyaan-
sebagai alat untuk mempelajari proses kognitif, mengajukan soal dapat digunakan untuk
Menurut Rusfendi (2004) bahwa upaya membantu siswa untuk memahami soal
dapat dilakukan dengan menulis kembali soal tersebut dengan kata-katanya sendiri,
menuliskan soal dalam bentuk lain,atau dalam bentuk yang operasional. Dalam model
sebuah masalah Siswa harus menguasai materi dan urutan penyelesaian soal secara
mendetail. Hal tersebut akan dicapai jika siswa memperkaya khasanah pengetahuannya
1. Guru menjelaskan materi pelajaran kepada para siswa. Jika perlu menggunakan alat
3. Siswa diminta mengajukan 1 atau 2 buah soal yang menantang, tetapi siswa yang
bersangkutan harus mampu menyelesaikannya. Tugas ini juga dapat dilakukan secara
kelompok.
4. Pada pertemuan berikutnya, secara acak guru menyuruh siswa untuk menyajikan soal
temuannya didepan kelas. Dalam hal ini, guru dapat menentukan siswa secara
1. Kegiatan pembelajaran tidak terpusat pada guru, tetapi dituntut keaktifan siswa.
2. Minat siswa dalam pembelajaran fisika lebih besar dan siswa lebih mudah
3. Semua siswa terpacu untuk terlibat secara aktif dalam membuat soal.
yang ada dan yang baru diterima sehingga diharapkan mendapatkan pemahaman
yang mendalam dan lebih baik, merangsang siswa untuk memunculkan ide yang
kreatif dari yang diperolehnya dan memperluas bahasan, pengetahuan, siswa dapat
1. Persiapan guru lebih karena menyiapkan informasi apa yang dapat disampaikan.
2. Waktu yang digunakan lebih banyak untuk membuat soal dan penyelesaiannya
sangat sesuai dengan tujuan pembelajaran di sekolah dan diperlukan dalam kegiatan
pembelajaran.
2.2.1 Konsep
antara manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir. Konsep dimulai dengan
10
yang berupa ucapan atau tulisan yang mengandung konsep yang lebih kompleks. Konsep
yang kompleks memerlukan permunculan berulang kali dalam satu pertemuan dalam kelas,
konsep-konsep lain.
c. Siswa dapat menjelaskan arti konsep dan memecahkan masalah dalam kehidupan
sehari-hari.
terbentuk konsep yang benar dan memiliki konsep yang kuat pada diri pembelajar. Akan
pembelajar hanya akan meniru yang diucapkan pengajar. Jika konsep dasar yang dimiliki
pembelajar kuat maka dengan mudah ia akan memberi pengertian sesuai situasi. Dengan
proses pembelajaran, proses bimbingan, proses pendidikan yang kontinue akhimya konsep-
memperhatikan hubungan konsep dengan konsep yang lainnya. Guru dalam mengajarkan
konsep baru dapat memberikan contoh konsep dalam kehidupan nyata dan konsep yang
telah dimiliki siswa sebelumnya. Misalnya untuk memahami konsep Getaran Harmonis,
guru dapat melakukan demonstrasi atau eksperimen dengan Bandul Sederhana sehingga
11
siswa dapat terbiasa dan dengan mudah memahami konsep karena dihubungkan dengan
kehidupan nyata.
Fisika merupakan salah satu cabang IPA yang mendasari perkembangan teknologi
maju dan konsep hidup harmonis dengan alam. Perkembangan pesat di bidang teknologi
informasi dan komunikasi dewasa ini dipicu oleh temuan di bidang fisika material melalui
penemuan piranti mikroelektronika yang mampu memuat banyak informasi dengan ukuran
sangat kecil. Sebagai ilmu yang mempelajari fenomena alam, fisika juga memberikan
pelajaran yang baik kepada manusia untuk hidup selaras berdasarkan hukum alam.
Pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan serta pengurangan dampak bencana alam
tidak akan berjalan secara optimal tanpa pemahaman yang baik tentang fisika.
Belajar fisika termasuk dalam belajar konsep, belajar hukum dan belajar
pemecahan masalah. Pada tingkat SMP/ MTS maupun SMA/MA mata pelajaran fisika
dipandang penting untuk diajarkan. Pertama, selain memberikan bekal ilmu kepada
peserta didik, mata pelajaran fisika dimaksudkan sebagai wahana untuk menumbuhkan
pelajaran fisika perlu diajarkan untuk tujuan yang lebih khusus yaitu membekali peserta
memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi serta mengembangkan ilmu dan teknologi.
dalam kemampuan intelektual yang selalu ditekankan di sekolah dan Perguruan Tinggi.
Kemampuan pemahaman konsep suatu materi subjek merupakan hal terpenting dalam
merupakan syarat mutlak dalam mencapai keberhasilan belajar fisika. Hanya dengan
12
permasalahan fisika yang ada dalam kehidupan sehari-hari maupun permasalahan fisika
Pada proses belajar mengajar, hasil dari proses belajar merupakan perubahan
perilaku yang diperoleh pembelajar setelah mengalami aktivitas belajar. Perolehan aspek-
aspek perubahan tingkah laku tersebut tergantung dari apa yang dipelajari oleh pembelajar.
Oleh karena itu apabila pembelajar mempelajari pengetahuan tentang konsep dan
pembelajar mampu atau sanggup untuk menyerap arti materi atau bahan yang dipelajari
maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep. Dalam
pembelajaran, perubahan yang harus dicapai oleh siswa setelah melaksanakan aktivitas
Jadi, penguasaan konsep fisika dapat diartikan sebagai pemahaman peserta didik
dalam mempelajari konsep fisika dan peserta didik telah mengalami aktivitas belajar
konsep fisika tersebut, maka akan timbul suatu perubahan tingkah laku yang berupa hasil
Gerak Harmonik Sederhana merupakan bagian dari ilmu pengetahuan alam yang
memelajari gejala fisis di alam yang diperoleh melalui hasil penalaran dan eksperimen.
Tujuan pelajaran dalam fisika untuk meningkatkan kemampuan berpikir dan keterampilan
jasmani siswa. Sub bab gerak harmonik sederhana tidak hanya berisi materi pelajaran
Getaran atau osilasi merupakan gerak bolak balik suatu benda di sekitar titik
keseimbangan. Benda yang bergetar akan kembali ke posisi semula dalam selang waktu
tertentu karena ada gaya pemulih yang bekerja pada benda tersebut. Berdasarkan cara
terjadinya, getaran dibedakan menjadi getaran alami dan getaran paksaan. Contoh
getaran alami adalah ayunan bandul, sedangkan contoh getaran paksaan adalah
Gambar 2.1 menunjukkan ketika beban digantungkan pada ayunan dan tidak
diberikan gaya, maka akan diam di titik keseimbangan B. Jika beban ditarik ke titik A dan
dilepaskan, maka beban akan bergerak ke B, C, lalu kembali lagi ke A. Gerakkan beban
akan terjadi berulang secara periodik, dengan kata lain beban pada ayunan di atas
diberi notasi x dan amplitudo diberi notasi A, maka persamaan simpangan sebagai fungsi
𝑥 = 𝐴 𝑠𝑖𝑛𝜔𝑡................................................................... (2.1)
14
Selang waktu yang diperlukan untuk melakukan satu getaran dinamakan periode
(𝑇), dan banyaknya getaran setiap detik disebut frekuensi (𝑓). Hubungan antara periode
𝑇 = 1/ ........................................................................... (2.2)
Kecepatan sudut atau frekuensi sudut menyatakan besar sudut yang ditempuh
2) Persamaan Simpangan pada Gerak Harmonik Sederhana Simpangan dari pegas dan
bandul dapat digambarkan dalam suatu fungsi sinusoidal. Persamaan simpangan dari
𝑦 = 𝐴 𝑆𝑖𝑛 𝜃 𝑦 = 𝐴 𝑆𝑖𝑛 𝜔𝑡
𝑦 = 𝐴 𝑆𝑖𝑛
2𝜋 𝑇
Keterangan:
𝑦 = simpangan (m)
𝜃 = sudut fase (rad atau derajat)
𝑡 = waktu (s)
T = periode (s)
𝑓 = frekuensi (Hz)
Benda yang melakukan gerak harmonik sederhana dengan sudut awal maka
persamaan simpangannya dapat dilhat pada Persamaan 2.5. 𝑦 = 𝐴 𝑆𝑖𝑛 (𝜃 + 𝜃𝑜) 𝑦 = 𝐴 𝑆𝑖𝑛
(𝜔𝑡 + 𝜃𝑜)
Sudut Fase, Fase, dan Beda Fase pada gerak harmonik sederhana. Besaran φ
disebut fase getaran. Fase getaran selalu berubah, jika suatu getaran pada saat t1 memiliki
fase φ1= t1 T + θ0 2π dan pada saat t2 memiliki fase φ2= t2 T + θ0 2π , dengan t2 > t1.
Percepatan(𝑎) =𝑑𝑣 𝑑𝑡=𝑑(𝜔𝐴 𝐶𝑜𝑠 𝜔𝑡) 𝑑𝑡= −𝜔2𝐴 𝑆𝑖𝑛 𝜔𝑡........................... (2.8)
1) Pegas Percepatan getaran berlawanan dengan simpangan karena gaya pemulih. Besar
𝐹𝑝 = 𝑘𝑥............................................................................ (2.9)
dari dua persamaan 𝐹𝑝 tersebut, kita dapat mencari T (periode), dapat dilihat pada
Persamaan 2.10.
𝑘 𝑥 = 𝑚4𝜋2 𝑇2𝑥
16
𝑇2 = 4𝜋2 𝑚 𝑘
𝑇 = √4𝜋2 𝑚 𝑘
Keterangan:
𝑇 = periode (s)
m= massa beban (kg)
𝑘 = konstanta pegas (N/m)
2) Bandul Sederhana
Titik kesetimbangan bola pendulum didapatkan ketika pendulum diam dan bola
tergantung vertikal. Ketika gaya diberikan, bola pendulum akan bergerak dengan lintasan
Gaya yang menyebabkan bola bergerak ke titik seimbang adalah 𝑚𝑔 𝑠𝑖𝑛𝜃 yang
merupakan gaya pemulih (𝐹𝑝). Arah gaya pemulih dapat dilihat pada Gambar 2.2. Arah
Persamaan 2.11.
𝐹 ⃗𝑝 = −𝑚𝑔sin𝜃..........................................................(2.11)
Keterangan:
𝐹 ⃗ = gaya pemulih (𝑁)
m= massa bola pendulum (𝑘𝑔)
𝑔 = percepatan gravitasi (𝑚/𝑠2)
𝜃 = sudut yang dibentuk tali dan garis vertikal Jika 𝜃 kecil (𝜃 ≤ 5o), maka nilai sin 𝜃
sebanding dengan 𝜃 (sin 𝜃 ≈)
Persamaan ini identik dengan bentuk persamaan gaya pemulih pada pegas 𝐹𝑝 =
−𝑘𝑥. Jadi, gerak pendulum juga merupakan gerak harmonis sederhana. Konstanta pegas
didapatkan dari persamaan gaya pemulih yaitu: 𝑘 =𝑚𝑔 dengan memasukkan harga k ke
𝑇 = 2𝜋√𝑚 𝑚𝑔⁄ 𝑙
𝑇 = 2𝜋√𝑙 𝑔.................................................................(2.12)
Adapun penelitian yang relevan dengan penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Setiawati, Vera Deni (2011) penelitiannya menunjukkan bahwa nilai rata-rata tes
sebesar 73.98, sedangkan kelas kontrol sebesar 59.63. Untuk hasil dari perhitungan
dengan menggunakan uji t dari nilai tes evaluasi penguasaan konsep fisika yaitu
Jadi thitung > ttabel dengan demikian ada perbedaan ratarata hasil belajar antara kelas
eksperimen dan kelas kontrol. Untuk peningkatan aktivitas belajar siswa dari
pertemuan I, II, III dilihat dari nilai gain yang diperoleh, untuk pertemuan I dan II
sebesar 0.31, pertemuan II dan III sebesar 0.36, pertemuan I dan III sebesar 0.56.
Dari uji gain pada kelas eksperimen nilai N-gain yang diperoleh berada dalam
diperoleh bahwa nilai rata-rata tes evaluasi penguasaan konsep fisika peserta didik
kelas eksperimen lebih baik dari kelas kontrol. Sehingga dapat disimpulkan bahwa
2. Megawati (2017) Hasil penelitian diperoleh bahwa rata-rata hasil belajar fisika kelas
eksperimen sebesar 77,87 sedanmgkan pada kelas kontrol dengan rata-rata 58,18.
Dari hasil uji-t parsial dengan menggunakan model pembelajaran Problem Posing
thitung > ttabel (0.05) yaitu dengan nilai 6,155 > 1,693 sig 0,000 < 0,05 maka H 1 diterima.
terdapat pengaruh yang signifikan terhadap hasil belajar peserta didik. Dengan
3. Irawati, Ratna Kartika (2014) Hasil penelitian menunjukkan bahwa Problem Posing
lebih efektif meningkatkan hasil belajar siswa dibandingkan Problem Solving, siswa
berkemampuan awal tinggi memperoleh hasil belajar yang lebih baik dibandingkan
dengan siswa yang berkemampuan awal rendah, serta Problem Solving dan Problem
Posing lebih cocok diterapkan kepada siswa yang berkemampuan awal tinggi.
19
BAB III
METODELOGI PENELITIAN
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah quasi eksperimen.
Menurut Sugiyono (2017) “quasi eksperimen dapat diartikan sebagai metode penelitian
yang digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendali”. Jadi penelitian ini dilakukan untuk mencari peningkatan
Posing.
Design, hal ini sesuai dengan pendapat Sugiyono, (2017) menyatakan bahwa “desain
Nonequivalent Control Group Design hampir sama dengan desain Pretest-Posttest Control
Group yaitu kedua kelas diberi pretest untuk mengetahui keadaan awal dan posttest untuk
mengetahui pengaruh perlakuan, hanya saja pada desain ini kelompok eksperimen dan
20
kelompok kontrol tidak dipilih secara random‟. Adapun rancangan desain penelitian ini
Keterangan :
O1 = Pretest pada kelas eksperimen
O2 = Posttest pada kelas eksperimen
O3 = Pretest pada kelas kontrol
O4 = Posttest pada kelas kontrol
X1 = Model Pembelajaran Problem Posing
X2 = Model pembelajaran Konvensional
Adapun lokasi penelitian ini adalah di Kelas X SMA Negeri 1 Paya Bakong. Akan
3.3.1 Populasi
Sugiyono (2017) Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/ subyek
yang mempunyai kualitas dan karakteristuk tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Dengan demikian yang menjadi populasi
dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas X IPA SMAN 1 Gandapura yang
berjumlah 80 siswa.
21
3.3.2 Sampel
Menurut Sugiyono, (2017) sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang
dimiliki oleh populasi tersebut. Dalam penelitian ini penarikan sampel dilakukan dengan
cara dengan teknik Purposive Sampling. teknik Purposive Sampling adalah teknik
penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu. Jadi, yang menjadi sampel dalam
peneitian ini adalah kelas X IPA1 sebagai kelas eksperimen, dan kelas XI IPA2 sebagai
kelas kontrol.
didefenisikan sebagai objek yang mempunyai variasi antara satu dengan yang lainnya.
Sedangkan menurut Sugiyono (2017) variabel adalah objek penelitian atau apa yang
menjadi titik perhatian dalam penelitian. Variabel penelitian pada dasarnya adalah segala
sesuatu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi tentang
1. Variabel bebas (X) adalah variabel yang mempengaruhi variabel terikat. Variabel
2. Vaiabel terikat (Y) adalah variabel yang menjadi akibat dalam suatu penelitian.
Variabel terikat dalam penelitian ini adalah Pemahaman konsep fisika siswa.
Untuk melaksanakan suatu penelitian agar dapat terlaksana dengan baik dan
tercapainya tujuan dari penelitian tersebut salah satunya harus menyusun dan
rangkaian tata kerja yang berkaitan satu sama lain sehingga menunjukkan adanya suatu
urutan tahap demi tahap tentang pelaksanaan kerja yang harus ditempuh dalam rangaka
menyelesaikan suatu bidang tugas . Adapun prosedur dalam penelitian ini dapat dilihat
Mulai
wawancara Observasi
Menentukan Populasi
Menentukan sampel
Posttest
Uji
H0 ditolak hipotesis
Ha diterima
Kesimpulan
23
Selesai
akhir materi pembelajaran yang diberikan kepada siswa. Bentuk test yang diberikan yaitu
berupa pilihan berganda yang terdiri dari lima pilihan jawaban dengan jumlah soal 30
butir. Soal yang dijawab benar diberi skor 1 dan jika salah diberi 0. Sebelum tes digunakan
terlebih dahulu dicari validitas, dengan menggunakan validitas isi, yang akan divalidkan
oleh validator.
3.7.1.1 Validitas
Dalam penyusunan tes ini digunakan validitas isi dan validitas ramalan. Suatu tes
dikatan memiliki validitas isi apabila mengukur tujuan tertentu yang sesuai dengan materi
yang diterbitkan. Instrument yang telah disusun kemudian divalidasikan kepada tenaga ahli
(dosen). Dua orang diminta untuk mengamati secara cermat semua item dalam tes yang
hendak divalidasi dan mengoreksi item-item yang telah dibuat. Pengujian validitas
Anates merupakan software untuk analisis butir soal dengan menggunakan bahasa
Indonesia. Keunggulan software ini sebagai program untuk menganalisis butir soal pilihan
ganda dan analisis butir soal uraian. Penggunaan bahasa Indonesia pada program ini juga
24
merupakan salah satu yang dapat mempermudah dan menganalisis butir soal dari pada
program lain yang menggunakan bahasa Inggris. Penelitian ini digunakan untuk
menganalisis butir soal berupa pilihan ganda sebanyak 50 soal yang diujikan kepada siswa
kevalidan soal tersebut. Intrumen dikatakan valid jika validator telah menyatakan
kesesuaian dengan kriteria yang telah ditetapkan. Untuk memperoleh hasil dari validitas
ini, digunakan hasil atau perolehan siswa siswa kelas XI IPA 1 dengan jumlah keseluruhan
siswa sebanyak 20 siswa. Tes yang digunakan terdiri dari 30 soal pilihan ganda dengan
menggunakan 5 item pilihan pada setiap butir soal. untuk mengukur validitas, peneliti
berikut:
rxy= N ∑ xy−¿ ¿
Keterangan :
rxy = Koefisien korelasi antara variabel X dan variabel Y, dua variabel yang
dikorelasikan
∑ xy = Jumlah perkalian X dan Y
X2 = Kuadrat dari X
Y2 = Kuadrat dari Y
N = Banyak siswa
X1 = Skor dari tiap butir soal
Y = Skor total
Arikunto (2013)
3.7.1.2 Reliabilitas
Reliabilitas adalah derajat ketepatan, ketelitian atau keakuratan yang ditunjukkan oleh
objek yang sama menunjukkan hasil yang sama. Perhitungan uji reliabilitas dalam
r 11= ( n−1
n
)( 1− M (nn−M
2
S
t
)
)
Keterangan :
Kriteria untuk mengukur realibilitas, peneliti menggunakan aplikasi Anates versi 4.0
dengan ketentuan:
Tingkat kesukaran tes dimaksudkan untuk mengetahui seberapa sukar tes yang
digunakan untuk mengukur kemampuan hasil belajar siswa. Sebuah tes yang baik
merupakan tes yang memiliki tingkat kesukaran yang sedang, tidak terlalu sukar dan tidak
terlalu mudah. Perhitungan tingkat kesukaran tes dalam penelitian ini menggunakan
B
P=
JS
Keterangan :
P = Tingkat kesukaran
B = Banyak siswa yang menjawab soal dengan benar
JS = Jumlah seluruh siswa peserta tes
Arikunto (2013)
(Arikunto, 2013):
Daya pembeda merupakan suatu kemampuan soal untuk membedakan antara siswa
yang berkemampuan tinggi dengan kemampuan rendah. Perhitungan daya pembeda tes
Ba Bb
DP = -
Ja Jb
Keterangan :
DP = Daya pembeda
Ba = Batas atas
Bb = Batas bawah
Ja = Jumlah atas
Jb = Jumlah bawah
Arikunto (2013)
Arikunto (2013), menyatakan kriteria untuk menentukan daya pembeda adalah sebagai
berikut:
Uji N-Gain adalah selisih antara nilai preetest dan posttest. Gain menunjukan
peningkatan hasil belajar peserta didik setelah pembelajaran. Rumus yang digunakan untuk
berikut:
Uji ini dilakukan untuk mengetahui apakah data dari masing-masing kelompok
sampel berdistribusi normal atau tidak. Setelah dilakukan uji normalitas, jika kedua data
berdistribusi normal maka selanjutnya dilakukan uji homogenitas. Tetapi jika salah satu
atau kedua data tidak berdistribusi normal, maka pengujian selanjutnya menggunakan
statistik nonparametrik.
Uji normalitas merupakan sebuah uji yang dilakukan dengan tujuan untuk menilai
sebaran data sebuah kelompok data atau variabel, apakah data tersebut teristribusi secara
normal atau tidak. Pada penelitian ini uji normalitas dilakukan dengan menggunakan
bantuan aplikasi SPSS versi 23.0. data dikatakan berdistribusi normal jika taraf signifikan
Uji homogen dilakukan untuk mengetahui apakah varian sampel homogen atau
tidak. Pengujian homogenitas dilakukan dengan one-way anova dengan program SPSS
versi 23.0. Data dikatakan homogen jika taraf signifikan > 0.05
hipotesis yang telah diajukan. Pengujian hipotesis menggunakan uji Independent sample t-
test dengan program SPSS versi 23.0. Adapun uji hipotesis yang digunakan dalam
1. Berdasarkan signifikan
2. Berdasarkan thitung
DAFTAR PUSTAKA
Iryanto, S. 2009. Metode Pembelajaran TTW dan Problem posing Dalam Pembelajaran
Matematika. Makalah. Semarang: UNNES.
Irawati, Ratna Kartika. 2014. Pengaruh Model Problem Solving dan Problem Posing serta
Kemampuan Awal terhadap Hasil Belajar Siswa. Jurnal Pendidikan Sains Vol.2,
No.4, Desember 2014, Hal 184-192. ISSN: 2338-9117
Megawati. 2017. Pengaruh Model Pembelajaran Problem Posing Terhadap Hasil Belajar
Pokok Bahasan Pemuaian Pada Peserta Didik Kelas VII SMPN 4 Bandar
Lampung. Skripsi Fakultas Tarbiyah dan Keguruan Institut Agama Islam Negeri
Raden Intan Lampung.
Setiawati, Vera Deni. 2011. Penerapan Model Pembelajaran Problem Posing Untuk
Mengetahui Penguasaan Konsep Fisika Pada Siswa Kelas VIII SMP N 7
31