Anda di halaman 1dari 27

TUGAS MANDIRI

MODEL PEMBELAJARAN PROBLEM BASED LEARNING (PBL) DAN PROJECT BASED LEARNING
(PJBL)

Oleh:
RANDAWULA
G2G123018

MATA KULIAH SEMINAR

PROGRAM STUDI PASCA SARJANA PENDIDIKAN IPS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2024
A. Konsep Model Pembelajaran, Strategi, Pendekatan, Metode, Teknik Pembelajaran
a.1. Model Pembelajaran Menurut Para ahli:
Menurut Arend (dalam Mulyono, 2018:89), Model pembelajaran merupakan kerangka
konseptual yang menggambarkan prosedur sistematik dalam pengorganisasian pengalaman belajar
guna mencapai kompetensi belajar.
Menurut Trianto (dalam Gunarto, 2013:15) mengartikan model belajar sebagai pola yang
digunakan sebagai pedoman guna merancang pembelajaran di kelas atau tutorial.
a.2. Strategi Pembelajaran Menurut Para Ahli:
Menurut Siregar (2010 : 3) strategi pembelajaran merupakan sebuah proses yang kompleks
yang tejadi pada semua orang berlangsung seumur hidup, sejak masih bayi (bahkan dalam
kandungan) hingga liang lahat.
Menurut Gerlach dan Ely (dalam Uno, 2011: 1) strategi pembelajaran merupakan cara-cara
yang dipilih untuk menyampikan metode pembelajaran dalam lingkungan pembelajaran tertentu.
Sementara
Menurut Kozma (dalam Uno, 2011: 1) menjelaskan bahwa strategi pembelajaran dapat
diartikan sebagai setiap kegiatan yang dipilih, yaitu yang dapat memberikan fasilitas atau bantuan
kepada peserta didik menuju tercapainya tujuan pembelajaran tertentu.
a.3. Pendekatan Pembelajaran menurut para ahli:
Menurut Milan Rianto (2012:5), Pendekatan Pembelajaran merupakan cara memandang
kegiatan pembelajaran sehingga memudahkan bagi guru untuk pengelolaannya dan bagi peserta didik
akan memperoleh kemudahan belajar.
Menurut Sanjaya (2008:127) “Pendekatan Pembelajaran dapat dikatakan sebagai titik tolak
atau sudut pandang kita terhadap proses pembelajaran. Istilah pendekatan merujuk pada pandangan
tentang terjadinya proses yang sifatnya masih sangat umum”. Berdasarkan kajian terhadap pendapat
ini, maka pendekatan merupakan langkah awal pembentukan suatu ide dalam memandang suatu
masalah atau objek kajian, yang akan menentukan arah pelaksanaan ide tersebut untuk
menggambarkan perlakuan yang diterapkan terhadap masalah atau objek kajian yang akan ditangani.
a.4. Metode pembelajaran Menurut Para ahli:
Menurut Djamarah (2008:46), menyatakan bahwa metode pembelajaran adalah suatu cara
yang dipergunakan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan . Dalam kegiatan belajar mengajar,
metode yang digunakan oleh guru agar penggunaanya bervariasi sesuai yang ingin dicapai setelah
pengajaran berakhir.
Menurut Hamzah B. Uno (2010:44) “metode pembelajaran adalah cara yang digunakan guru
untuk mencapai tujuan pembelajaran”. Jadi metode pembelajaran adalah jalan yang ditempuh seorang
guru untuk mencapai tujuan pembelajaran dengan tahapan-tahapan tertentu, Metode pembelajaran
adalah cara pendidik memberikan pelajaran dan cara peserta didik menerima pelajaran pada waktu
pelajaran berlangsung, baik dalam bentuk memberitahukan atau membangkitkan.16 Jadi peranan
metode pembelajaran ialah sebagai alat untuk menciptakan proses belajar mengajar yang kondusif.
a.5. Tehnik Pembelajaran Menurut Para ahli:
Suprihatiningrum (2013:158) “Teknik Pembelajaran adalah langkah-langkah yang digunakan
yang dicapai guru selama pembelajaran dalam menyampaikan suatu materi pembelajaran.
Sudjana (2005:76) berpendapat bahwa Tehnik Pembelajaran merupakan perencanaan secara
menyeluruh untuk menyajikan materi pembelajaran bahasa secara teratur, tidak ada satu bagian yang
bertentangan, dan semuanya berdasarkan pada suatu pendekatan tertentu. Pendekatan bersifat
aksiomatis yaitu pendekatan yang sudah jelas kebenarannya, sedangkan metode bersifat prosedural
yaitu pendekatan dengan menerapkan langkah-langkah.

B. Macam-macam Model Pembelajaran


b.1. Model Pembelajaran Problem Based Learning
Menurut Wena (2013: 91) Problem Based Learning (PBL) merupakan strategi pembelajaran
dengan menghadapkan siswa pada permasalahanpermasalahan praktis sebagai pijakan dalam belajar
atau dengan kata lain siswa belajar melalui permasalahan-permasalahan. Problem Based Learning
(PBL) merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga
merangsang siswa untuk belajar. Dalam sebuah kelas yang menerapkan model pembelajaran berbasis
masalah, siswa bekerja dalam kelompok untuk memecahkan masalah dunia nyata (real world).
Menurut Siswantoro (Aulia & Budiarti 2022) pembelajaran Problem Based Learning (PBL)
adalah suatu model pengajaran yang bercirikan adanya permasalahan nyata sebagai konteks yang
diberikan oleh guru untuk siswa agar dapat belajar berfikir kritis dan memiliki keterampilan dalam
memecahkan masalah, serta memperoleh pengetahuan yang belum diketahui sebelumnya.
Penggunaan model pembelajaran sangat dianjurkan guna menimbulkan semangat belajar, motivasi
belajar, merangsang siswa berperan aktif dalam proses pembelajaran.
Menurut Sudarman (2005:69) mendefinisikan : “Problem Based Learning atau pembelajaran
berbasis masalah sebagai suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata
sebagai suatu konteks bagi peserta didik untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan
pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi
kuliah atau materi pelajaran”.
Berdasarkan para ahli tentang model Pembelajaran Problem Based Learning (PBL) maka
menurut saya PBL adalah suatu strategi pemecahan masalah dalam merangsang minat belajar siswa
dalam kelas serta cara memotivasi siswa dalam proses pembelajaran agar lebih aktif dalam
pembelajaran.
b.2. Prinsip Model PBL yang dikemukakan oleh Siswantoro (Aulia & Budiarti 2022).
Dari penjelasan menurut para ahli yang sudah dipaparkan dapat disimpulkan bahwa model
Problem Based Learning (PBL) merupakan model pembelajaran dengan menghadapkan siswa pada
permasalahan-permasalahan agar pada saat proses pembelajaran siswa dapat bekerjasama dalam
kelompok untuk mencari solusi bagi masalah yang nyata. Masalah digunakan untuk mengaitkan rasa
keingintahuan, kemampuan analisis, dan inisiatif siswa agar dapat belajar berfikir kritis dan memiliki
keterampilan dalam memecahkan masalah.
b.3. Karakteristik model problem based learning (PBL):
Menurut Sani (2017: 131) permasalahan dalam model Problem Based Learning (PBL)
merupakan permasalahan dunia nyata, permasalahan yang cocok dibahas dalam model Problem
Based Learning (PBL) pada umumnya memiliki karakteristik antara lain:
1) Realistis, umum dan penting
2) Cukup terbuka
3) Kompleks terdiri dari beberapa komponen
4) Permasalahan mungkin terjadi secara nyata, namun disajikan secara tidak lengkap.
Menurut Arends (2012: 397) karakteristik model Problem Based Learning (PBL) yaitu:
1) Pengajuan pertanyaan atau masalah, pembelajaran berdasarkan masalah mengorganisasikan
pengajuan dari sekitar pertanyaan dan masalah yang keduanya secara sosial penting dan secara
pribadi bermakna bagi siswa.
2) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin masalah yang akan diselidiki telah dipilih benar-benar nyata
agar dalam pemecahannya siswa meninjau masalah itu dari banyak mata pelajaran.
3) Penyelidikan autentik, siswa dituntuk untuk menganalisis dan mendefinisikan masalah,
mengembangkan hipotesis, membuat ramalan, mengumpulkan dan menganalisa informasi membuat
inferensi, dan merumuskan kesimpulan.
4) Kolaborasi, pembelajaran berdasarkan masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan
yang lainnya, secara berpasangan.
b.4. Langkah/Sintaks Model PBL Secara garis besar, berikut adalah sintak model problem based
learning yang diharapkan bisa diterapkan ke seluruh jenjang pendidikan di tanah air:
1. Pendidik Menyiapkan Pernyataan dan Penugasan
Sintak yang pertama adalah pendidik yang perlu menyiapkan pernyataan dan
pengugasan. Pernyataan yang dimaksud adalah penjelasan mengenai suatu hal yang disesuaikan
dengan Kompetensi Dasar tujuan pembelajaran. Kemudian mencari masalah yang terjadi di
lingkungan sekitar atau di dunia nyata meski berbeda kota atau provinsi yang sesuai materi
tersebut. Baru kemudian memberi pengugasan dengan mengajukan pertanyaan kepada peserta
didik. Misalnya, pendidik mencoba memberikan pernyataan mengenai salah satu warga kampus
atau sekolah yang menderita penyakit pernafasan. Kemudian dikaitkan dengan kebiasaannya
merokok maupun dengan lingkungan sekitar yang udaranya tercemar. Selanjutnya, bisa
mengajukan pertanyaan seperti “kenapa si A kena penyakit pernafasan?”. Melalui pertanyaan ini,
peserta didik akan menghadapi masalah mencari penyebab dan solusinya. PBL pun bisa
diterapkan.
2. Pendidik Memberikan Masalah Kontekstual
Masih berhubungan dengan poin sebelumnya, sintak model problem learning yang kedua
adalah pendidik yang perlu memberikan masalah kontekstual. Artinya adalah masalah yang menjadi
proyek bagi peserta didik harus nyata. Selain itu juga berhubungan dengan keseharian mereka,
atau bisa dikatakan berhubungan langsung dengan peserta didik. Jadi, sebaik-baiknya masalah
yang mengangkat pendidik dalam penerapan PBL adalah masalah sehari-hari. Sehingga pendidik
pun perlu kritis dalam menganalisis masalah di lingkungan sekitar dan dirasakan langsung
dampaknya oleh peserta didik. Sehingga bisa memberikan masalah kontekstual agar PBL bisa
berjalan dengan baik.
3. Garis Peran sebagai Fasilitator
Selain itu, para pendidik di dalam sintak model problem based learning kemudian juga perlu
menyadari mengizinkan dalam proses penerapannya. Yakni sebagai fasilitator, bukan lagi sebagai
pusat dari kegiatan pembelajaran. Sekaligus bukan lagi pihak yang paling aktif dalam proses
pembelajaran. Sebab PBL diharapkan dapat meningkatkan keaktifan peserta didik dalam proses
pembelajaran. Sehingga mereka terbiasa belajar dan memahami hasil belajar tersebut. Maka
pendidik hanya memberikan fasilitas. Misalnya dalam bentuk memberikan Arah mengenai masalah
ini seperti apa, referensi untuk mencari solusi misalnya apa saja, dan lain sebagainya.
4. Pendidik Membimbing Diskusi, Penyusunan Laporan, dan Presentasi.
Dalam penerapan PBL, pendidik kemudian diharapkan dapat memberikan bimbingan dalam
proses diskusi, membuat laporan, dan presentasi. Pada dasarnya PBL menuntut peserta didik
berpikir sistematis dan ilmiah. Masalah yang diberikan kepada mereka diharapkan dapat
diselesaikan secara ilmiah dengan mencari referensi sekaligus melakukan penelitian dan
observasi. Sehingga bisa menemukan solusi yang memang tepat guna. Dalam prosesnya mereka
membutuhkan pembimbing yang diperankan oleh pendidik. Sehingga tidak melakukan kesalahan di
setiap tahapannya. Mulai dari membimbing diskusi, membuat laporan, dan mendiskusikannya di
kelas.
5. Pendidik Memberikan Dukungan Intelektual
Sintak model pembelajaran berbasis masalah juga berisi kewajiban pendidik untuk memberi
dukungan intelektual. Artinya adalah penerapan PBL membuat pendidik perlu mendorong
pengembangan kecerdasan peserta didik. Misalnya dengan memberikan arahan referensi yang bisa
digunakan untuk memecahkan masalah. Kemudian membuat mereka membaca lebih banyak
referensi, memahaminya, dan menggunakannya untuk menyelesaikan proyek berdasarkan masalah
yang diberikan. Sehingga dalam penerapan PBL, peserta didik tidak hanya belajar menyelesaikan
masalah. Akan tetapi juga mempelajari berbagai materi berbentuk teori dalam proses
menyelesaikan masalah tersebut agar dapat diselesaikan secara ilmiah.
6. Pendidik Melakukan Evaluasi pada Proyek Peserta Didik .
Sintak model pembelajaran berbasis masalah yang terakhir adalah pendidik perlu
melakukan evaluasi pada proyek yang dipresentasikan dan menyelesaikan peserta didik. Jadi,
peserta didik yang diberi masalah diharuskan menentukan solusi. Solusi ini kemudian dituangkan
dalam laporan ilmiah, sehingga ada kegiatan menyusun karya tulis ilmiah secara sederhana. Karya
tulis ilmiah ini kemudian dipresentasikan di depan kelas. Hasil presentasi diikuti proses tanya jawab
dari peserta didik lain dan pendidik mendampingi proses tersebut. Baru kemudian melakukan
evaluasi dengan memberi tanggapan pada solusi yang disampaikan, kelebihan, dan
kekurangannya.
Sekaligus memberikan dorongan kepada peserta didik lain untuk melakukan presentasi dan analisis
masalah dengan baik atau lebih baik dari kelompok tersebut. Sehingga peserta didik tahu solusi
mereka sudah tepat atau belum. Dengan sintak model problem based learning yang jelas dan
kemudian dapat dipahami, maka pendidik lebih mudah dalam menerapkannya secara
langsung. Sehingga bisa meningkatkan efektivitas dengan model pembelajaran satu ini.
b.5. Kelebihan Model PBL Menurut Hamdani (2011) adalah sebagai berikut:
1. siswa dilibatkan pada kegiatan belajar sehingga pengetahuannya benar-benar diserap dengan
baik;
2. siswa dilatih untuk dapat bekerja sama dengan siswa lain; dan
3. siswa dapat memperoleh pemecahan masalah dari berbagai sumber.
Sementara itu Rerung (2017) menambahkan kelebihan PBL sebagai berikut :
1. Siswa didorong untuk memiliki kemampuan memecahkan masalah dalam situasi nyata.
2. Siswa memiliki kemampuan membangun pengetahuannya sendiri melalui aktivitas belajar.
3. Pembelajaran berfokus pada masalah sehingga materi yang tidak ada hubungannya tidak
perlu saat itu dipelajari oleh siswa. Hal ini mengurangi beban siswa untuk menghapal atau
menyimpan informasi.
4. Terjadi aktivitas ilmiah pada siswa melalui kerja kelompok
5. Siswa terbiasa menggunakan sumber-sumber pengetahuan baik dari perpustakaan, internet,
wawancara dan observasi.

b.6. Kelemahan Model PBL Menurut Sanjaya (2007) adalah sebagai berikut:
1. Manakala siswa tidak memiliki niat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencobanya.
2. Untuk sebagian siswa beranggapan bahwa tanpa pemahaman mengenai materi yang
diperlukan untuk menyelesaikan masalah mengapa mereka harus berusaha untuk
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, maka mereka akan belajar apa yang mereka
ingin pelajari (Sanjaya, 2007).
DAFTAR RUJUKAN

Abdullah, W. (2018). Model blended learning dalam meningkatkan efektifitas pembelajaran. Fikrotuna:
Jurnal Pendidikan dan Manajemen Islam, 7(01), 855-866
CITRANINGRUM, Dina Merdeka. Menulis puisi dengan teknik pembelajaran yang kreatif. BELAJAR
BAHASA: Jurnal Ilmiah Program Studi Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia,
2016, 1.1.
DESTRIANA, Destriana; DESTRIANI, Destriani; YUSFI, Herri. Pengembangan Teknik Pembelajaran
Pasing Bawah Permainan Bola Voli SMP Kelas VII. Sebatik, 2018, 22.2: 172-175.

KHOIRUNNISA, Ani; NULHAKIM, Lukman; SYACHRUROJI, Ahmad. Pengembangan modul berbasis


problem based learning materi perpindahan kalor mata pelajaran IPA. Profesi
Pendidikan Dasar, 2020, 7.1: 25-36.
NIA, Nia; LEKSONO, Suroso Mukti; NESTIADI, Adi. Pengembangan e-modul pelestarian lingkungan
berbasis problem based learning (pbl) untuk meningkatkan kemampuan berpikir kritis
siswa SMP. PENDIPA Journal of Science Education, 2022, 6.2: 415-421.

Nurhayati, Yati, Durrotun Nasihah Sa’adah, dan Yayan Tri Wibowo. “Penerapan Model Pembelajaran
Kooperatif Tipe Make A Match Untuk Meningkatkan Hasil Belajar Biologi Materi Virus
Pada Peserta Didik Kelas X Mipa SMAN 1 Ciledug.” Jurnal Keguruan Universitas
Islam Al-Ihya Kuningan 1.1 (2022): 73-78.
MULPIANI, Nurul; PURWANTI, Ratna. MENINGKATKAN AKTIVITAS DAN HASIL BELAJAR MUATAN
IPA MENGGUNAKAN MODEL PENA PADA SISWA SEKOLAH DASAR. Pendas:
Jurnal Ilmiah Pendidikan Dasar , 2023, 8.3: 465-481.

Magdalena, Rita. "Penerapan model pembelajaran problem based learning (pbl) serta pengaruhnya
terhadap hasil belajar biologi siswa sma negeri 5 kelas xi kota samarinda tahun
ajaran 2015." Proceeding Biology Education Conference: Biology, Science,
Enviromental, and Learning. Vol. 13. No. 1. 2016.

Rahmadani, Normala, dan Indri Anugraheni. “Meningkatkan aktivitas pembelajaran matematika melalui
pendekatan problem based learning pada siswa kelas 4 SD.” Scholaria : Jurnal
Pendidikan Dan Kebudayaan 7.3 (2017): 241-250.

RUNG, Nancy; SINON, Iriwi LS; WIDYANINGSIH, Sri Wahyu. Penerapan model pembelajaran problem
based learning (PBL) untuk meningkatkan hasil belajar siswa SMA pada mata
pelajaran usaha dan tenaga. Jurnal Ilmiah Pendidikan Fisika Al-Biruni , 2017, 6.1: 47-
55.
SETYO, Arie Anang, dkk.2020. Strategi Pembelajaran Problem Based Learning . Yayasan Kode
Batang.

SIDIK, Faqih Dinal Malik; KARTIKA, Ika. Pengembangan e-modul dengan pendekatan problem based
learning untuk siswa kelas XI SMA/MA pada materi fenomena gelombang. Jurnal
Penelitian Pembelajaran Fisika , 2020, 11.2: 185-201.
Wijayama, Bayu. "Peningkatan Hasil Belajar IPA dan Karakter Rasa Ingin Tahu Melalui Model Problem
Based Learning Peserta Didik Kelas VI." Jurnal Kreatif: Jurnal Kependidikan
Dasar 10.2 (2020): 190-198.
C. Variabel-variabel Penelitian
1. Kemampuan Pemecahan Masalah
Menurut Kesumawati (Mawaddah, 2015), menyatakan “kemampuan pemecahan masalah
adalah kemampuan mengidentifikasi unsur – unsur yang diketahui, ditanya, dan kecukupan unsur yang
diperlukan, mampu membuat atau menyusun model matematika, dapat memilih dan mengembangkan
strategi pemecahan, mampu menjelaskan dan memeriksa kebenaran jawaban yang diperoleh”.
Menurut Dahar (2011) berpendapat “pemecahan masalah merupakan suatu kegiatan manusia
yang menggabungkan konsep-konsep dan aturan-aturan yang telah diperoleh sebelumnya, dan tidak
sebagai suatu keterampilan generik” (p. 138). Pengertian ini mengandung makna bahwa ketika
seseorang telah mampu menyelesaikan suatu masalah, maka seseorang itu telah memiliki suatu
kemampuan baru. Kemampuan ini dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah-masalah yang
relevan.
c.1.a. Indikator KPM menurut Kesumawati (2015) sebagai berikut:
a. Menunjukkan pemahaman masalah, meliputi mengidentifikasi kompoenkomponen yang
diketahui, ditanyakan dan kecukupan komponen yang dibutuhkan dalam pemecahan masalah
tersebut.
b. Dapat menyusun atau membuat model matematika, termasuk kemampuan merumuskan suatu
masalah yang dihadapi ke dalam bentuk model matematika.
c. Mengembangkan strategi pemecahan masalah yang telah dipilih, termasuk kemampuan
menemukan berbagai kemungkinan atau alternatif cara penyelesaian masalah.
d. Menjelaskan dan memeriksa kembali hasil penyelesaian yang telah didapatkan, seperti
memeriksa kembali perhitungan, memeriksa penggunaan rumus dan memeriksa kesesuaian
hasil jawaban yang didapatkan dengan apa yang ditanyakan .
c.2.a. Indikator KPM Menurut Dahar (2011) sebagai berikut:
1. Tahap memahami masalah.
2. Tahap merencanakan penyelesaian.
3. Tahap melaksanakan rencana.
4. Tahap memeriksa kembali.
Daftar Pustaka

Anggraeni, R., & Herdiman, I. (2018). Kemampuan Pemecahan Masalah Matematika Siswa SMP Pada
Materi Lingkaran Berbentuk Soal Kontekstual Ditinjau Dari Gender. Jurnal Numeracy,
5(April), 19±28

Fadhillah, S., & Aini, I. N. (2019). Analisis Kemampuan Metakognisi Matematis Dengan Pokok Bahasan
Relasi dan Fungsi Pada Siswa SMP. Prosiding Seminar Nasional Matematika Dan
Pendidikan Matematika Sesiomadika 2019, 587±593.

Rismawati, Nuriyah. 2019. Kemampuan Pemecahan Masalah Matematis Siswa SMP Dalam Model
Pembelajaran Means-Ends Analysis (MEA). Skripsi. Universitas Singaperbangsa
Karawang: Tidak Diterbitkan.

Sugiyono. (2016). Metode Penelitian Pendidikan.

Wati, E. H., & Murtiyasa, B. (2016). Kesalahan Siswa SMP Dalam Menyelesaikan Soal Matematika
Berbasis PISA Pada Konten Change Anda Relationship. Prosiding Konferensi Nasional
Penelitian Matematika Dan Pembelajarannya (KNPMP I), 199±209.

Yuwono, T., Supanggih, M., & Ferdiani, R. D. (2018). Analisis Kemampuan Pemecahan Masalah
Matematika dalam Menyelesaikan Soal Cerita Berdasarkan Prosedur Polya. Jurnal
Tadris Matematika, 1(2), 137±144. https://doi.org/10.21274/jtm.2018.1.2.137- 144.
2. Kemampuan Berpikir Kritis
Menurut Adinda (dalam Azizah, dkk:2018) Orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang
mampu menyimpulkan apa yang diketahuinya, mengetahui cara menggunakan informasi untuk
memecahkan permasalahan, dan mampu mencari sumber-sumber informasi yang relevan sebagai
pendukung pemecahan masalah. Orang yang mampu berpikir kritis adalah orang yang mampu
menyimpulkan apa yang diketahuinya, mengetahui cara menggunakan informasi untuk memecahkan
suatu permasalahan, dan mampu mencari sumber-sumber informasi yang relevan sebagai pendukung
pemecahan masalah.
Menurut Ennis (2011:1) menyatakan definisi berpikir kritis adalah “ Critical thinking is
reasonable, reflective thinking that is focused on deciding what to believe or do”. Menurut definisi ini,
berpikir kritis menekankan pada berpikir yang masuk akal dan reflektif. Berpikir yang masuk akal dan
reflektif ini digunakan untuk mengambil Keputusan.
c.2.a. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis (KBK) Menurut Wowo (dalam Hadi:2016) sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi fokus masalah, pertanyaan, dan kesimpulan.
2. Menganalisis argumen.
3. Bertanya dan menjawab pertanyaan klarifikasi atau tantangan.
4. Mengidentifikasi istilah keputusan dan menangani sesuai alasan.
5. Mengamati dan menilai laporan observasi. 6. Menyimpulkan dan menilai keputusan.
7. Mempertimbangkan alasan tanpa membiarkan ketidaksepakatan atau keraguan yang menganggu
pikiran.

c.2.b. Indikator Kemampuan Berpikir Kritis (KBK) Menurut Ennis (2011:2), terdapat 12 indikator
kemampuan berpikir kritis yang dirangkum dalam 5 tahapan yaitu sebagai berikut:
1. Klarifikasi dasar (basic clarification) Tahapan ini terbagi menjadi tiga indikator yaitu (1) merumuskan
pertanyaan,
2. Memberikan alasan untuk suatu keputusan (the bases for the decision) Tahapan ini terbagi menjadi
dua indikator yaitu (1) menilai kredibilitas sumber informasi dan (2) melakukan observasi dan menilai
laporan hasil observasi.
3. Menyimpulkan (inference) Tahapan ini terdiri atas tiga indikator (1) membuat deduksi dan menilai
deduksi, (2) membuat induksi dan menilai induksi, (3) mengevaluasi.
4. Klarifikasi lebih lanjut (advanced clarification) Tahapan ini terbagi menjadi dua indikator yaitu (1)
mendefinisikan dan menilai definisi dan (2) mengidentifikasi asumsi.
5. Dugaan dan keterpaduan (supposition and integration) Tahapan ini terbagi menjadi dua indikator (1)
menduga, dan (2) memadukan.
Daftar Pustaka

AGNAFIA, Desi Nuzul. 2019. Analisis kemampuan berpikir kritis siswa dalam pembelajaran
biologi. Florea: Jurnal Biologi dan Pembelajarannya, 6.1: 45-53.

Haryani, D. (2011). Pembelajaran matematika dengan pemecahan masalah untuk


menumbuhkembangkan kemampuan berpikir kritis siswa. In Prosiding
Seminar Nasional Penelitian, Pendidikan Dan Penerapan MIPA, Fakultas
MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta (Vol. 14, No. 1, pp. 20-29).

Nuryanti, L., dkk. (2018). Analisis kemampuan berpikir kritis siswa SMP. Jurnal Pendidikan: Teori,
Penelitian, dan Pengembangan, 3(2), 155-158.

FAKHRIYAH, Fina. Penerapan problem based learning dalam upaya mengembangkan kemampuan
berpikir kritis mahasiswa. Jurnal Pendidikan IPA Indonesia, 2014, 3.1.

Syafitri, E., Armanto, D., & Rahmadani, E. (2021). Aksiologi kemampuan berpikir kritis (kajian tentang
manfaat dari kemampuan berpikir kritis). Journal of Science and Social
Research, 4(3), 320-325.

SETYORINI, U.; SUKISWO, S. E.; SUBALI, B. Penerapan model problem based learning untuk
meningkatkan kemampuan berpikir kritis siswa SMP. Jurnal pendidikan fisika
indonesia, 2011, 7.1.

Zubaidah, S. (2010, January). Berpikir Kritis: kemampuan berpikir tingkat tinggi yang dapat
dikembangkan melalui pembelajaran sains. In Seminar Nasional Sains (pp. 1-
14).
3. Kemampuan Berpikir Kreatif.
Menurut Salim (2002) menyatakan bahwa kemampuan berpikir kreatif adalah kemampuan
mencipta, sedangkan kreativitas menurut Campbell adalah suatu ide atau pemikiran manusia yang
bersifat inovatif, berdaya guna (useful), dan dapat dimengerti (understandable) (ADVY). Seorang harus
banyak bertanya, banyak belajar, dan berdedikasi tinggi untuk memperoleh kemampuan berpikir kreatif
yang tinggi.
Menurut Andangsari (2007) kemampuan berpikir kreatif dapat diartikan sebagai kemampuan
menempatkan sejumlah objek-objek yang ada dan mengombinasikannya menjadi bentuk yang berbeda
untuk tujuan-tujuan yang baru. Melakukan pencarian berbagai macam informasi yang dapat
mendukung kemudahan dalam memahami ilmu pengetahuan akan dapat meningkatkan kemampuan
berpikir kreatif.
Menurut Elly’s Mersina Mursidik, dkk (2015. Hlm, 26) menyebutkan bahwa kemampuan berpikir kreatif
bisa dipahami sebagai kecakapan untuk membangun hal-hal baru maupun kecakapan untuk
menempatkan dan menggabungkan berbagai bahan yang bersumber dari pemikiran seseorang yang
bisa dipahami, efektif, dan inovatif melalui berbagai macam aspek yang memengaruhi.
c.3.a. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Menurut Silver (2018.71) mengemukakan bahwa di dalam
kemampuan berpikir kreatif ditemukan ada 4 indikator yaitu:
1. Fluency (berpikir mulus) ialah kapasitas untuk memanifestasikan penuh gagasan.
2. flexsibilitas ialah kapasitas untuk memanifestasikan gagasan-gagasan yang berbeda
3. Orisinalitas ialah kapasitas untuk memanifestasikan gagasan-gagasan baru maupun gagasan yang
belum ada sebelumnya
4. Elaboration ialah kapasitas menumbuhkan maupun meluaskan gagasan untuk menghasilkan
gagasan yang lebih detail atau lebih rinci.
c.3.b. Indikator Kemampuan Berpikir Kreatif Menurut Munandar (2016,874) menyatakan indikator
berpikir kreatif yaitu:
a. Kefasihan (Fluency) yaitu, menghasilkan sejumlah besar ide/respons yang berhubungan, dan
berpikir fasih.
b. Berpikir fleksibel yaitu, memanifestasikan satu kesatuan ide, sanggup mengganti gaya ataupun
metode, serta berpikir kearah yang tidak sama.
c. Pemikiran orisinal yaitu, menyampaikan respons yang tidak biasa dan berbeda pada orang lain, yang
sedikit dibagikan oleh kebanyakan orang. Selain itu Orisinalitas adalah kemampuan untuk
menghasilkan ide dengan cara yang orisinal, rapi, dan jarang diberikan oleh orang banyak.
d. Elaborative yaitu, membangun, menambahkan, dan memperbanyak suatu ide, memperhalus
perincian, dan meningkatkan suatu ide.
Daftar Pustaka

Amir, Z. 2010. The Implementation Of Mathematics Teaching With Open-ended Approach To Uin Suska
Riau Mathematics Student's Ability Of Mathematical Creative Thinking. Proceedings of
the International Seminar on Mathematics November 11 Desember 2010.

Cintia, Nichen Irma, Firosalia Kristin, and Indri Anugraheni. "Penerapan model pembelajaran discovery
learning untuk meningkatkan kemampuan berpikir kreatif dan hasil belajar
siswa." Perspektif ilmu pendidikan 32.1 (2018): 67-75.

Siswono, Tatag Yuli Eko. "Upaya meningkatkan kemampuan berpikir kreatif siswa melalui pengajuan
masalah." Jurnal Pendidikan Matematika dan Sains 10.1 (2005): 1-9.

Qomariyah, Dwi Nur, and Hasan Subekti. "Analisis kemampuan berpikir kreatif." Pensa: e-jurnal
pendidikan sains 9.2 (2021): 242-246.

Noer, Sri Hastuti. "Kemampuan berpikir kreatif matematis dan pembelajaran matematika berbasis
masalah Open-Ended." Jurnal pendidikan matematika 5.1 (2011).

WAHYUNI, Arie; KURNIAWAN, Prihadi. Hubungan kemampuan berpikir kreatif terhadap hasil belajar
mahasiswa. Matematika: Jurnal Teori dan Terapan Matematika, 2018, 17.2.
MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PJBL)

Menurut Grant (2002), Pembelajaran berbasis proyek ini tidak hanya mengkaji hubungan
antara informasi teoritis dan praktik, tetapi juga memotivasi siswa untuk merefleksi apa yang siswa
pelajari dalam pembelajaran ke dalam sebuah proyek nyata serta dapat meningkatkan kinerja ilmiah
siswa.

STRATEGI PEMBELAJARAN PJBL

Menurut Saefudin (2014: 58) pembelajaran berbasis proyek merupakan metode belajar yang
menggunakan masalah sebagai langkah awal dalam mengumpulkan dan mengintehrasikan
pengetahuan baru berdasarkan pengalamannya dalam beraktivitas secara nyata. Pembelajaran
berbasis proyek menekankan pada masalah masalah kontekstual yang mungkin daialami oleh peserta
didik secara langsung, sehingga pelajaran berbasisi proyek membuat siswa berfikir kritis dan mampu
mengembangkan kreaktivitasnya melalui pengembangan untuk produk nyata berupa barang atau jasa.

PENDEKATAN PEMBELAJARAN PJBL

Menurut Saputro (2020) Model pembelajaran Project Based Learning mewajibkan siswa untuk
belajar dan menghasilkan sebuah karya, oleh karena itu model ini dapat meningkatkan motivasi siswa
untuk belajar, meningkatkan kecakapan siswa dalam pemecahan masalah dan meningkatkan
kerjasama siswa dalam kerja kelompok.

METODE PEMBELAJARAN PJBL

Penelitian ini dilaksanakan di kelas V SDN Gugus Dr. Soetomo Kecamatan Denpasar Selatan
Tahun Ajaran 2019/2020. Penelitian ini merupakan jenis penelitian eksperimen semu ( quasi
eksperiment) dengan menggunakan pretest-posttest non equivalent control group design. Populasi dari
penelitian ini yakni kelas V Gugus Jendral Sudirman Kecamatan Denpasar Selatan tahun ajaran
2019/2020 yang terdiri dari 6 kelas dalam 4 sekolah. Jumlah keseluruhan populasi dalam penelitian
adalah 226 siswa. Penentuan sampel penelitian ditentukan dengan menggunakan teknik cluster
random sampling. Cara yang digunakan untuk menentukan sampel yaitu dengan cara pengundian
kelas yang muncul dalam undian tersebut diberi pre test yanng bertujuan untuk menyetarakan kedua
kelompok. Adapun perolehan uji kesetaraan uji t di peroleh thitung < ttabel (1,870 < 1,993), sehingga
H0 diterima dan kelompok dinyatakan setara. Berdasarkan pengundian tersebut diperoleh sampel
dalam penelitian ini adalah kelas V B SDN 9 Sesetan dengan jumlah 36 siswa sebagai kelompok
eksperimen dan kelas V SDN 14 Sesetan dengan jumlah 37 siswa sebagai kelompok kontrol.

PRINSIP PRINSIP MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PJBL)


Menurut Fathurrohman (2016: 121-122) prinsip yang mendasari pembelajaran berbasis proyek
adalah sebagai berikut:
a. Pembelajaran berpusat pada peserta didik yang melibatkan tugas tugas pada kehidupan nyata untuk
memperkaya pelajaran
b. Tugas proyek menakankan pada kegiatan penelitian berdasarkan suatu tema atau topik yang telah
ditentukan dalam pembelajaran.
c. Penyelidikan atau eksperimen dilakukan secara autentik dengan menghasilkan produk nyata yang
telah dianalisis dan dikembangkan
KARAKTERISTIK MODEL PEMBELAJARAN PROJECT BASED LEARNING (PJBL)
Menurut Daryanto dan Raharjo (2012: 162), Model pembelajaran Project Based Learning
mempunyai karakteristik sebagai berikut:

a. Peserta didik membuat keputusan tentang sebuah kerangka kerja.


b. Adanya permasalahan atau tantangan yang diajukan kepada peserta didik.
c. Peserta didik mendesain proses untuk menentukan solusi atas permasalahan atau tantangan yang
diajukan.
d. Peserta didik secara kolaboratif bertanggungjawab untuk mengakses dan mengelola informasi untuk
memecahkan permasalahan.
e. Proses evaluasi dijalankan secara kontinyu.
f. Peserta didik secara berkala melakukan refleksi atas aktivitas yang sudah dijalankan.
g. Produk akhir aktivitas belajar akan dievaluasi secara kualitatif.
h. Situasi pembelajaran sangat toleran terhadap kesalahan dan perubahan.
KELEBIHAN MODEL PEMBELAJARAN PJBL
a. Meningkatkan motivasi belajar peserta didik untuk belajar, mendorong kemampuan mereka untuk
melakukan pekerjaan penting, dan mereka perlu untuk dihargai.
b. Meningkatkan kemampuan pemecahan masalah.
c. Membuat peserta didik menjadi lebih aktif dan berhasil memecahkan problem-problem kompleks.
d. Meningkatkan kolaborasi.
e. Mendorong peserta didik untuk mengembangkan dan mempraktikkan keterampilan komunikasi.
f. Meningkatkan keterampilan peserta didik dalam mengelola sumber.
g. Memberikan pengalaman kepada peserta didik pembelajaran dan praktik dalam mengorganisasi
proyek, dan membuat alokasi waktu dan sumber-sumber lain seperti perlengkapan untuk
menyelesaikan tugas.
h. Menyediakan pengalaman belajar yang melibatkan peserta didik secara kompleks dan dirancang
untuk berkembang sesuai dengan dunia nyata.
i. Membuat suasana belajar menjadi menyenangkan, sehingga peserta didik maupun pendidik
menikmati proses pembelajaran

KEKURANGAN PROJECT BASED LEARNING


Widiasworo (2016) mengatakan ada tujuh kelemahan model pembelajaran project based
learning ini, yatu sebagai berikut.
 Pembelajaran berbasis proyek memerlukan banyak waktu yang harus disediakan untuk
menyelesaikan permasalahan yang kompleks.

 Banyak orang tua peserta didik yang merasa dirugikan karena menambah biaya untuk
memasuki sistem baru.

 Banyaknya peralatan yang harus disediakan. Oleh karena itu disarankan untuk
menggunakan team teaching dalam pembelajaran.
 Ada kemungkinan peserta didik yang kurang aktif dalam kegiatan kerja kelompok.

 Banyak instruktur merasa nyaman dengan kelas tradisional, dimana instruktur memegang
peran utama di kelas.

 Apabila topik yang diberikan pada masing-masing kelompok berbeda, dikhawatirkan


peserta didik tidak memahami topik secara keseluruhan.

 Peserta didik memiliki kelemahan dalam percobaan dan pengumpulan informasi akan
mengalami kesulitan.

SINTAK PROJECT BASED LEARNING (PJBL)


Sintak atau pedoman dasar dalam menentukan langkah-langkah pelaksanaan model
pembelajaran PjBL (project Based Learning) menurut Mahanal, n.d,. 2018) :
1. Perencanaan (planning)
a. Mendesain keseluruhan dari proyek, aktivitas dalam tahapan ini yaitu projek dipersiapkan secara
lebih detail mencakup :
 Tujuan Belajar berupa sains
 Guru menjelaskan kejadian anomali sebagai permasalahan
 Memotivasi peserta didik dalam memberikan masalah

 Mendesain Proposal.

b. Mengorganisasi tugas dan aktivitas, kegiatan dalam tahapan tersebut adalah merencanakan proyek,
yang meliputi :
 Mengorganisir kerja kelompok
 Topik dipilih
 Memilih pengetahuan dan informasi yang terkait proyek
 Merencanakan dan prediksi
 Membuat design pelacakan (investigasi)
2. Mencipta atau Implementasi (create)
Proses ini yaitu peserta didik mengeluarkan ide cemerlang dari pojok, ide kolaborasi didapat
dari kelompok dan mengkonstruk projek. Tahap mencipta atau implementasi ini termasuk pola
pengembangan dan sesi mencatat (merekam). Tahap ini pembelajaran membuat product.
3. Pengolahan (Proces)
Ini tahap dimana pebelajar membuat presentasi projek dan pelaksanaan reflektion. Saat
pelaksanaan pemaparan project, akan terjadi timbale balik secara aktif, kreatif, dan dari proses
investigasi yang dilakukan colaboratif. Untuk evaluasi selalu merefleksi terhadap hasil proyek, kajian,
implikatif belajar.
Mulyasa (2014) mengatakan berikut sintaks atau pedoman untuk menentukan langkah-langkah
pelaksanaan model pembelajaran Project Based Learning.

 Menyiapkan pertanyaan atau penugas proyek – tahap ini sebagai langkah awal agar peserta didik
mengamati lebih dalam terhadap pertanyaan yang muncul dari fenomena yang ada.
 Mendesain perencanaan proyek – sebagai langkah nyata menjawab pertanyan yang ada
disusunlah suatu perencanaan proyek bisa melalui percobaan.
 Menyusun jadwal sebagai langkah nyata dari sebuah proyek – penjadwalan sangat penting agar
proyek yang dikerjakan sesuai dengan waktu yang tersedia dan sesuai dengan target.
 Memonitor kegiatan dan perkembangan proyek – peserta didik mengevaluasi proyek yang sedang
dikerjakan.
DAFTAR PUSTAKA

Agung, A. A. G. (2014). Metodologi Penelitian Pendidikan. Aditya Media Publishing.

Aguswanto. (2019). Makalah Pembelajaran IPS SD/MI. Murobbi: Jurnal Ilmu Pendidikan Dan
Kependidikan, 1(1). http://murobbi.com/index.php/robbi/article/view/8

Anjarsari, K. Y., Suniasih, N. W., & Sujana, I. W. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Talking Chips
Berbasis Tri Hita Karana Terhadap Kompetensi Pengetahuan IPS. Mimbar
PGSD, 5(2), 1–11.

Antari, N. L. P. Y., Wiarta, I. W., & Putra, M. (2017). Pengaruh Model Pembelajaran Kooperatif Tipe
Two Stay Two Stray (Tsts) Berbantuan Multimedia Terhadap Kompetensi
Pengetahuan Ips Siswa Kelas V Sd Gugus Letda Made Putra. Mimbar PGSD,
5(2), 1–10.

Devi, S. K., Ismanto, B., & Kristin, F. (2019). Peningkatan kemandirian dan hasil belajar tematikmelalui
project based learning. Jurnal Riset Teknologi Dan Inovasi Pendidikan , 2(1), 55–
65.

Dewi, N. P. C., Negara, I. G. A. O., & Suadnyana, I. N. (2017). Pengaruh Model Project Based Learning
Berbasis Outdoor Study Terhadap Hasil Belajar IPA Siswa Kelas V. Mimbar
PGSD, 5(2), 1–10.

Fitri, H., Dasna, I. W., & Suharjo. (2018). Pengaruh Model Project Based Learning (PjBL) Terhadap
Kemampuan Berpikir Tingkat Tinggi Ditinjau dari Motivasi Berprestasi Siswa
Kelas IV Sekolah Dasar. BRILIANT: Jurnal Riset Dan Konseptual, 3(2), 201–
212.

Ginanjar, A. (2016). Penguatan Peran IPS Dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial Peserta Didik.
Harmony, 1(1), 118–126.

Kurniawan, H. R., Elmunsyah, H., & Muladi. (2018). Perbandingan Penerapan Model Pembelajaran
Project Based Learning Dan Think Pair Share Berbantuan Modul Ajar Terhadap
Kemandirian Dan Hasil Belajar Siswa Kelas XI di SMKN 3 Malang. Jurnal
Pendidikan, 3(2), 80–85.

Larasati, D. A., Wijaya, U., & Surabaya, K. (2020). Pengaruh Media Peta Berbasis Konstruktivistik
Terhadap Hasil Belajar IPS Siswa Sekolah Dasar. 3(1), 53–63.

Lasmawan, I. W. (2016). Pendidikan IPS. Mediakom Indonesia Press Bali.


REVIEW ARTIKEL MINGGU PERTAMA

Judul : Hubungan Pembelajaran Online Dengan Motivasi Belajar


Siswa Kelas V Sekolah Dasar
Penulis : Ade Sahvira
Nama Jurnal : Jurnal Pendidikan & Pembelajaran Sekolah Dasar
Volume, Nomor, Hal : Vol. 1 Issue (2) 2021
Link Artikel/link DOI : DOI.https://ojs.unm.ac.id/jppsd/index
Masalah Penelitian: : Masalah dalam penelitian ini adalah kurangnya motivasi belajar
siswa terhadap pembelajaran online.
Tujuan : untuk mengetahui gambaran proses pembelajaran online SD
Negeri 12 Manurunge hubungan pembelajaran online dengan
motivasi belajar siswa kelas V SD Negeri 12 Manurunge, untuk
mengetahui gambaran motivasi belajar siswa kelas V SD
Negeri 12 Manurunge, apa hubungan pembelajaran online
dengan motivasi belajar siswa kelas V SD Negeri
12Manurunge.
Metode : Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif, jenis
korelasi. Penelitian ini dilaksanakan pada semester I tahun
2021/2022. Penelitian ini dimulai pada bulan Agustus 2021
sampai dengan bulan September 2021. Bertempat di SD
Negeri 12 Manurunge Kecamatan Tanete Riattang Kabupaten
Bone. Tepatnya jalan Kalimantan samping kantor koperasi
Kabupaten Bone. Teknik pengumpulan data dalam penelitian
ini adalah angket yang bertujuan untuk mengambil data
pembelajaran online dan motivasi belajar siswa berisikan daftar
pernyataan yang berkaitan dengan responden. Angket atau
kuesioner umumya adalah daftar pertanyaan atau pernyataan
yang diberikan kepada sampel yang telah ditentukan.
Angket/kuesioner merupakan Teknik pengumpulan data yang
dilakukan dengan cara memberi pertanyaan atau pernyataan
tertulis kepada responden untuk dijawabnya sehingga
memperoleh data yang diinginkan (Sugiyono, 2019). Bentuk
pertanyaan bisa bermacam-macam, yaitu pertanyaan terbuka,
terstukrur, dan pertanyaan tertutup. Kuesioner merupakan data
yang bersifat primer atau data yang dikumpulkan secara
langsung oleh peneliti.
Hasil : Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang

signifikan antara pembelajaran online dengan motivasi belajar


siswa kelas V SD 12 Manurunge dengan nilai thitung (4,1375)
lebih besar (>) nilai table (0,671953) yang berarti H0 ditolak
dan H1 diterima.
Simpulan : Berdasarkan dari analisis data di atas dapat disimpulkan
proses pembelajaran online akan berdampak terhadap pola
pikir siswa dalam belajar sehingga akan mempengaruhi
motivasi belajar mereka di dalam kelas. Jadi, semakin baik
proses pembelajaran online maka akan meningkatkan motivasi
belajar siswa.
Judul : Pengaruh teknologi dalam dunia pendidikan
Penulis : Ana Maritsa
Nama Jurnal : Jurnal Penelitian dan Kajian Sosial Keagamaan
Volume, Nomor, Hal : Vol. 18 No. 2. Juli-Desember 2021
Link Artikel/link DOI : DOI: 10.46781/al-mutharahah.v18i2.303
Masalah Penelitian: : Dalam perkembangan teknologi yang modern ini juga bisa saja
tidak hanya berdampak positif bagi pendidikan, tetapi juga
membawa dampak negatif pada perubahan perilaku yang di
lakukan oleh peserta didik yang bisa merusak norma, aturan
pendidikan, dan moral dalam kehidupan sosial.
Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada pengaruh teknologi terhadap
dunia Pendidikan, Untuk mengetahui pengaruh negative
teknologi terhadap dunia Pendidikan.
Metode : Penelitian ini mengunakan penelitian kepustakaan yaitu
mencari sumber penelitian dengan cara mengumpulkan dari
beberapa literatur yang bersumber dari jurnal, buku dan
sumber-sumber lainnya, agar lebih mudah dalam melakukan
penelitian mengenai Pengaruh Teknologi dalam Dunia
Pendidikan. Pada penelitian teknik yang di gunakan untuk
pengumpulan data yaitu dengan cara mencari materi yang
berkaitan dengan pembahasan pada artikel ini, baik secara
digital maupun manual. Setelah melakukan referensi,
kemudian menganalisis data-data yang telah terkumpul
dengan mendisplay, meredukasi, dan merekontruksi sehingga
menjadi sebuah konsep yang baru, dengan menggunakan
analisis isi yang lebih mengutamakan intertekstualitas.
Hasil : Penerapan teknologi bermanfaat bagi pendidikan yaitu:
1. Munculnya media masa, sebagai sumber ilmu
pengetahuan dan pusatnya pendidikan khusunya median
elektronik. Contohnya yaitu jaringan internet, Lab computer.
2. Dampaknya yaitu guru tidak hanya sebagai acuan
sumber ilmu pengetahuan, sehingga siswa tidak hanya
terpusat pada guru dan informasi belajar yang diberikan oleh
guru saja,namun juga dapat mengakses materi pembelajaran
melalui internet, guru memiliki peran sebagai pengajar dan
pembimbing, jadi setiap siswa di bimbing dalam dalam belajar
untuk mengarahkan dan memantau proses pendidikan, supaya
siswa ini tidak salah jalan dalam menggunakan Media
Informasi dalam belajar di sekolah.
3. Adanya metode baru yang dapat memprmudah
dalam proses belajar siswa di sekolah. Dengan teknologi maka
terciptalah metode yang bersifat menarik perhatian siswa
dalam belajar, dan memudahkan memahami materi.
Pengaruh negatif yang di lakukan oleh peserta didik
maupun guru.
1. Seringnya siswa atau mahasiswa yang sering
mengakses sesuatu di internet maka dapat dikhawatirkan
mereka jika mereka memanfaatkan apa yang ada di teknologi
informasi namun tidak dengan optimal melainkan mereka
mengunakannya untuk hal yang lain atau mereka malah
mengakses informasi yang mengandung hal yang tidak baik,
seperti pornografi dan game online. Hal ini yang menjadi
kekhawatiran oleh guru maupun orang tua siswa tersebut,
karena dalam hal itu bisa merusak pikiran mereka dan
membuat pendidikanya terganggu.
2. Bagi Peserta didik mereka dapat terkena information
overload, yakni mereka dapat mengakses semua yang ada
dan mereka dapat menemukan informasi yang mereka cari
secara terus menurus seperti membuka hal-hal yang berbau
pornografi yang dapat menimbulkan pada diri mereka sebuah
kecanduan untuk megakses pornografi tersebut dan juga game
online yang membuat mereka rela menghabiskan uang hanya
untuk game tersebut dan yang jadi masalah adalah kesehatan
mata peserta didik tersebut karena terlalu sering menatap layer
monitor dan juga dapat menganggu kegiatan belajar mereka
danitu sangat merugikan bagi mereka dan bahkan mereka bisa
meningalkan kewajiban wajib mereka yaitu sholat karena
terlalu asyik bermain game online.
3. Banyak dari siswa atau mahasiswa yang menjadi
pecandu dunia maya atau internet, hal ini yang menebabkan
adanya perilaku apatis terhadap sesuatu hal yang baru, maka
dari itu dalam penggunaan internet harus ada sebuah benteng
atau filter dalam melakukan aksesnya. Selain itu adanya
perhatian orang tua atau adanya pengawasan orang tua
adalah peran penting dalam menanamkan pola pikir dalam
kehidupan seorang anak.

Simpulan : : Pengaruh ini bukan hanya berpengaruh positif tetapi juga


berpengaruh negatif. Pengaruh positif teknologi dalam
pendidikan diantaranya yaitu memudahkan setiap peserta didik
dalam mencari informasi, ilmu pengetahuan, dan meluasnya
wawasan bagi peserta didik. Sedangkan pengaruh negatifnya
yaitu ada beberapa anak yang menyalahgunakan kegunaan
dari teknologi tersebut. Misalnya memanfaatkan teknologi
tersebut untuk bermain game yang berlebihan sehingga
mengurangi kefokusan dalam belajar yang dapat
menyebabkan turunnya prestasi anak. Dengan adanya
pengaruh positif dan negatif tersebut, maka kita sebagai
pengguna harus profesional dalam pemanfaatan teknologi
dengan baik sehingga perkembangan teknologi yang terjadi ini
dapat berjalan dengan baik. Teknologi juga dapat
mempermudah pekerjaan, oleh karena itu manfatkanlah
teknologi dengan sebaik mungkin
Judul : KEKERASAN DALAM DUNIA PENDIDIKAN
Penulis : Dasma Alfriani Damanik
Nama Jurnal : Jurnal Sosiologi Nusantara
Volume, Nomor, Hal : V o l . 5 , N o . 1 , T a h u n 2 0 1 9 I 77
Link Artikel/link DOI : DOI ://doi.org/10.33369/jsn.5.1.77-90
Masalah Penelitian: : Pengaruh teknologi seperti tayangan-tayangan yang ada di
televisi yang jauh dari norma-norma agama akan ditiru oleh
para pelajar sehingga membawa perubahan pada perilaku
menyimpang berupa kenakalan yang dilakukan pelajar
terhadap gurunya.
Tujuan : untuk mengetahui apa penyebab terjadinya kekerasan dalam
dunia Pendidikan dan faktof-faktor yang mempengaruhinya.
Metode : Tujuan dalam tulisan ini adalah untuk mendeskripsikan dan
menganalisa dengan menggunakan kajian sosiologi
pendidikan mengenai masalah sosial dalam hal ini kenakalan
pelajar yaitu kekerasan dalam dunia pendidikan. Metode yang
digunakan dalam tulisan ini adalah metode studi kasus yaitu
metode dalam rangka mengeksplorasi masalah sosial secara
terbatas namun mendalam.
Hasil : Dari teori yang telah diuraikan di atas jika dikaitkan terhadap
tulisan ini mengenai kekerasan dalam dunia pendidikan yaitu
kenakalan pelajar terhadap guru maka sangat dibutuhkan
adanya kontrol atau pengendalian dari keluarga dimana
peranan orang tua sangat dominan dalam mengkontrol
perilaku anak-anaknya dalam lingkungan sekolah maupun
lingkungan tempat tinggal selain itu adanya kerjasama dan
tanggung jawab antara orang tua dan guru serta kepala
sekolah di sekolah dalam mengkontrol perilaku pelajar. Intinya
seorang guru dalam mengajar di dalam kelas tidak hanya
berfokus pada bagian kognitif saja tetapi bagian afektif dan
psikomotorik maksudnya selain memberikan materi pelajaran,
guru juga harus memberikan wejangan seputar pendidikan
moral dengan cara menyisipkan di sela-sela materi
pelajaran.Sebagai ujung terdepan dalam pendidikan anak,
sekolah juga memiliki peran yang sangat vital.Kegiatan
ektrakulikuler dalam pendidikan karakter dan pengembangan
bakat serta minat yang dilaksanakan di sekolah juga harus
menyisipkan pendidikan moral sehingga kenakalan pelajar
tidak terjadi dalam dunia pendidikan.
Simpulan : 1. Kenakalan pelajar tidak terlepas dari pengaruh pola relasi
subjek – objek yang terbangun dalam ilmu pengetahuan.
2. Pola relasi tersebut berakar pada perkara tidak objektivitas
sistem pendidikan di Indonesia yaitu mengenai prinsip, tujuan,
organisasi sosial, kurikulum, metode mengajar, evaluasi, anak
didik, pendidik, fasilitas dan pembiayaan.

3. Pendidikan moral sangat penting dalam dunia pendidikan.


Pendidikan moral adalah pendidikan yang bukan mengajarkan
tentang akademik namun non akademik khususnya tentang
sikap dan bagaimana perilaku sehari-hari yang baik.

4. Pendidikan moral sudah dikalahkan oleh pendidikan yang


lainnya, waktu di sekolah habis untuk mengejar nilai akademik.
Murid-murid dipaksa belajar agar nilainya pada saat ujian nanti
membaik dan bisa mengharumkan nama dimana dia
bersekolah. Guru lupa ada pelajaran yang lebih penting dari
semua itu yaitu pendidikan moral.

Anda mungkin juga menyukai